Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke sudah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum zaman Hippocrates.
Soranus dari Ephesus (98 -138) di Eropa telah mengamati beberapa faktor
yang mempengaruhi stroke. Hippocrates adalah Bapak Kedokteran asal
Yunani. Ia mengetahui stroke 2400 tahun silam. Kala itu, belum ada istilah
stroke. Hippocrates menyebutnya dalam bahasa Yunani: apopleksi. Artinya,
tertubruk oleh pengabaian. Sampai saat ini, stroke masih merupakan salah satu
penyakit saraf yang paling banyak menarik perhatian.
Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan
cepat, selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler. Istilah kuno
apopleksia serebri sama maknanya dengan Cerebrovascular Accidents/Attacks
(CVA) dan Stroke.
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor
dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia
dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-
negara yang sedang berkembang.
Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta
jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta
telah meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi
menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia.
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit
utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit
jantung dan kanker. Di negeri Paman Sam ini, setiap tahun terdapat laporan
700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama,
sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 persen
penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.

Stroke Non Hemoragic Page 1


Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker. Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya
menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang
dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.
Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke
iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun
faktor resiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah
faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetic, dll)
dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes, dll).
Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke
di satu negara.

Stroke Non Hemoragic Page 2


BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


 Nama : NMK
 Tanggal Lahir : 01-07-1952
 Usia : 66 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Bangsa : Indonesia
 Suku : Bali
 Agama : Hindu
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Status Perkawinan : Menikah
 Alamat : Bakas
 Tanggal MRS : 11-08-2018
 No RM : 233527
2.2 Anamnesa
Keluhan utama : Lemas separuh tubuh kanan
Keluhan penyakit sekarang :Pasien perempuan umur 66 tahun datang ke
IGD RSUD KLUNGKUNG bersama
keluarganya dengan keluhan lemas separuh
tubuh kanan sejak ±2 jam SMRS, awalnya
pasien terjatuh dirumah saat membawa air
panas, pasien mengaku kaki kanan tiba-tiba
lemas pada saat itu sehingga pasien terjatuh,
kaki dan tangan pasien tersiram air panas,
pasien langsung dibawa ke bidan terdekat,
dan pasien sempat kehilangan kesadaran,
tensi pasien tinggi 170/100 mmHg dan
diberikan obat antihipertensi. Pasien

Stroke Non Hemoragic Page 3


langsung disuruh ke RS oleh bidan, ketika
menuju ke IGD pasien sempat muntah 1 kali
didalam mobil, mual (+), pusing (+),
penglihatan kabur (+), bicara pelo (+),
sesampainya di IGD pasien muntah 2 kali.
Riwayat darah tinggi disangkal pasien,
riwayat sering kencing (-), kesemutan (-),
sering makan (-), sering minum (-).
Riwayat penyakit terdahulu :
Hipertensi : (-)
Asthma : (-)
Jantung : (-)
Diabetes mellitus : (-)
Tbc paru : (-)
lain-lain
Riwayat penyakit keluarga : Hipertensi : (-)
Asma : (-)
Jantung : (-)
Diabetes mellitus : (-)
lain-lain tidak diketahui.
Riwayat sosial : Merokok (-), tidak mengkonsumsi alkohol,
kopi (+) 1x/hari, jamu (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4 V5 M6
 Tanda Vital :

Tekanan darah : 160/90 mmHg

Nadi : 86 x / menit

Stroke Non Hemoragic Page 4


Respirasi : 20 x / menit

Suhu : 360 C

 Kepala : Normocepali, nyeri tekan (-)


 Mata : Anemis -/-, icterus -/-, reflek pupil +/+, isokor
 Hidung : Deviasi -/-, secret -/-
 Telinga : Nyeri -/-, Hiperemis -/-
 Mulut : sianosis (-), sudut bibir dextra tertinggal
 Leher : simetris (+), pembesaran KGB (-)
 Thorax :
Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-)
Pulmo : dada simetris, retraksi intercostalis (-), tidak ada
Ketertinggalan, nafas vesikuler (+), ronchi (-),
wheezing (-)
 Abdomen : bentuk simetris, distensi (-), massa (-), lien tidak
teraba, hepar tidak teraba
 Punggung : tidak dievaluasi
 Genitalia : tidak dievaluasi
+ +
 Ekstremitas : deformitas (-), akral hangat
+ +
2.4 Status Neurologis
Rangsangan Meningen :
Kaku kuduk : (-)
Kernig Sign : (-)
Lasegue sign : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Brudzinski III : (-)
Brudzinski IV : (-)
Nervus Cranialis
1) N.VII

Stroke Non Hemoragic Page 5


HASIL PEMERIKSAAN
N VII Kanan Kiri
Otot wajah dalam istirahat
Lipatan dahi Simetris
Sudut bibir sudut bibir sisi kanan tertinggal
Otot wajah saat kontraksi
Mengerutkan dahi Simetris
Menutup mata Normal Normal
Senyum
Senyum Lateralisasi ke kanan

2) Paresis N.XII
 Tremor lidah (-)
 Deviasi ke kanan (+)
2.5 Motorik (tenaga, tonus, koordinasi, gerakan involunter, langkah dan
gaya jalan)
Tenaga Tonus Trofik

444 555 ↓ N N N

444 555 ↓ N N N

2.6 Refleks Sensorik


Sensasi taktil/raba : ↓/+
Sensasi nyeri superfisial : ↓/+
Sensasi gerak/posisi : tidak dievaluasi
Sensasi getar : tidak dievaluasi
Sensasi suhu : tidak dievaluasi
2.7 Refleks (fisiologis, patologis) (kanan/kiri)
Fisiologis
Bicep : +/+
Tricep : +/+

Stroke Non Hemoragic Page 6


Brachioradialis : +/+
Patella : +/+
Tendo acilles : +/+

Patologis
Hoffman : -/-
Tromner : -/-
Openheim : -/-
Gordon : -/-
Babinski : +/-
Chaddock : +/-
Schaeffer : -/-

2.8 Vegetatif
BAB : Normal
BAK : Normal

SKOR HASANUDDIN
1 TEKANAN DARAH
 Sistole ≥ 200, diastole >110 7,5
 Sistole < 200, diastole <110 1
2 WAKTU TERJADINYA SERANGAN
 Sedang bergiat 6,5
 Tidak sedang bergiat 1
3 SAKIT KEPALA
 Sangat hebat 10
 Hebat 7,5
 Ringan 1

 Tidak ada 0

4 KESADARAN MENURUN

Stroke Non Hemoragic Page 7


 Langsung beberapa menit s/d 1 jam 10
sesudah onset
 1 jam s/d 24 jam setelah onset 7,5
 Sesaat tapi pulih kembali 6

 ≥24 jam sesudah onset 1

 Tidak ada 0

5 MUNTAH PROYEKTIL
 Langsung beberapa menit s/d 1 jam 10
sesudah onset
 1 jam s/d 24 jam sesudah onset 7,5
 ≥24 jam sesudah onset 1

 Tidak ada 0

Interpretasi: NHS < 15, HS ≥15, Nilai tertinggi:


44. Nilai terendah: 2

Interpretasi pada pasien ini yaitu 13,5 (NHS)


2.9 Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap (Tanggal 11-08-2018)

Lekosit 11.1 4.6-10.2 Tinggi

Eritrosit 3.91 3.80-6.50 Normal

Hemoglobin 11.7 11.5-18.0 Normal

Hematokrit 35.3 37-54 Rendah

MCV 90.2 80-100 Normal

MCH 29.9 27-32 Normal

MCHC 33.1 31-36 Normal

RDW-CV 13.5 11.5-14.5 Normal

Stroke Non Hemoragic Page 8


Trombosit 350 150-400 Normal

MPV 6.8 7.8-11.0 Menurun

Lymp% 18.4 20-40 Menurun

MID% 6.4 1.7-9.3 Normal

Gran% 75 77-100 Menurun

Lymp# 2.00 0.60-5.20 Menurun

MID# 0.7 0.10-0.60 Menurun

Gran# 8 2.0-6.5 Tinggi

Kimia klinik (11-08-2018)

Tes Nilai Satuan Normal

GDS 121 mg/dl 80-200

Ureum 35 mg/dl 10-50

Creatinine 0.52 mg/dl 0.62-1.2

Tanggal 15-08-2018
Tes Nilai Satuan Normal

Chol. total 262 mg/dl <200

Chol. HDL 52 mg/dl >40

Chol. LDL 199 mg/dl <150

Trigliserida 57 mg/dl <150

Stroke Non Hemoragic Page 9


CT-Scan kepala (14-08-2018)

Hasil pemeriksaan CT scan kepala


Pemeriksaan CT scan kepala irisan axial sejajar OM-line tanpa kontras:
- Tak tampak lesi hypo maupun hyperdense pada brain parenchyme
- Sulci dan gyri tampak normal
- Sistem ventrikel tak tampak kelainan
- Tak tampak midline shift
- Tak tampak kalsifikasi abnormal
- Regio sella tursica dan sinus cavernosus tampak normal
- Pons, mesencephanol dan cerebellum tidak tampak kelainan

Stroke Non Hemoragic Page 10


- Orbita, sinus maxillaris, sinus ethmoidalis, sphenoidalis, frontalis
dan mastoid kanan kiri tampak normal
- Calvaria tak tampak kelainan
Kesan : saat ini tampak gambaran intra cerebral infarction maupun
haemorahge. Adanya acute cerebral infarction belum dapat
disingkirkan
2.10 Resume
Pasien perempuan umur 66 tahun datang ke IGD RSUD KLUNGKUNG
dengan keluhan lemas separuh tubuh kanan sejak ±2 jam SMRS,
awalnya pasien terjatuh dirumah saat membawa air panas, pasien
mengaku kaki kanan tiba-tiba lemas pada saat itu sehingga pasien
terjatuh, pasien langsung dibawa ke bidan terdekat, dan pasien sempat
kehilangan kesadaran, tensi pasien tinggi 170/100 mmHg dan diberikan
obat antihipertensi. Pasien langsung disuruh ke RS oleh bidan, ketika
menuju ke IGD pasien sempat muntah 1 kali didalam mobil, mual (+),
pusing (+), penglihatan kabur (+), bicara pelo (+), sesampainya di IGD
pasien muntah 2 kali. Riwayat darah tinggi disangkal pasien. Hasil
pemeriksaan fisik kondisi umum didapatkan kesadaran compos mentis
dengan GCS E4V5M6, tensi tinggi 160/90 mmHg, pemeriksaan
neurologis ditemukan pada nervus VII sudut bibir sisi kanan tertinggal,
nervus XII deviasi lidah ke kanan (+), reflek motorik kekuatan sisi kanan
4, dan kiri 5, tonus sisi kanan menurun dan kiri normal, refleks patologis
didapatkan refleks babinski positif pada kaki kanan saja, dan reflek
chadock positif pada kaki kanan. Pemeriksaan refleks sensorik
didapatkan sensasi taktil sebelah kanan menurun, dan nyei superfisial
menurun sebelah kanan.
2.11 Diagnosis Klinis
Hemiparesis dextra
2.12 Diagnosis Topis
Capsula interna sinistra

Stroke Non Hemoragic Page 11


2.13 Diagnosis etiologi
Stroke non hemoragic

2.14 Terapi
IVFD RL 20 tpm
Inj. Piracetam 2x3 gr
B complex 2x1 tab
Paracetamol 3x1 tab (k/p)
2.15 Rencana Kerja
Rencana CT-Scan kepala polos
EKG
Cek DL, GDS, BUN, SC
2.16 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Stroke Non Hemoragic Page 12


2.17 Follow up
Tanggal Subjective Objective Assesment Plan
13-08 Lemas KU: sakit sedang Diagnosa - IVFD RL 20
2018 separuh tubuh Kes : CM (E4V5M6) klinis: tpm
kanan, bicara VS: hemiparesis - Inj.piracetam
pelo, mual (-), - TD:140/80 mmHg dextra 2x3 gr
muntah (-), - Nadi:82x/mnt Diagnosis - B.complex
sakit kepala (- - RR:20x/mnt topis: 2x1 tab
), pusing (-), - Suhu:360C capsula - Amlodipine
makan minum Status generalis interna 1x10
baik Mata: an(-),ikt(-) sinistra - Simvastatin
Rp (+) isokor Diagnosa 0-0-10 gr
THT:tonsil T1/T1, etio: SNH
sudut bibir dextra
tertinggal
Leher: PKGB (-)
Thorak
Pulmo : ves (+), rh(-),
wh(-)
Cor: s1 s2 tunggal
reguler, murmur (-)
Abdomen: BU(+)N,
distensi (-)
Ekstremitas : akral
hangat (+)
Status neurologis
Corpus vertebra : N
Meningeal sign :
Kaku kuduk : (-)
Kernig Sign : (-)
Lasegue sign : (-)

Stroke Non Hemoragic Page 13


Brudzinski I-IV: (-)
N.cranialis:
N.VII: Mengerutkan
dahi normal,
mengangkat alis
normal, sudut bibir
tertinggal sebelah
kanan
N.XII: tremor lidah (-
), deviasi ka/ki (-)
R. motorik
Tenaga ekst.atas
444/555, ekst bawah
444/555
Tonus ekst.atas ↓/N,
ekst.bawah ↓/N, tropik
pada semua
ekstremitas normal
Refleks Sensorik
Sensasi taktil/raba: ↓/+
Sensasinyerisuperfisial
:↓/+
Refleks Fisiologis :
Normal
Refleks Patologis
Babinski : +/-
Chaddock : +/-
Vegetatif
BAB :-
BAK :
Normal

Stroke Non Hemoragic Page 14


Tanggal Subjective Objective Assesment Plan
14-08 Lemas VS: Diagnosa - IVFD RL 20
2018 separuh tubuh - TD:140/90 mmHg klinis: tpm
kanan, bicara - Nadi:86x/mnt hemiparesis - Inj.piracetam
pelo, mual (-), - RR:21x/mnt dextra 2x3 gr
muntah (-), - Suhu:360C Diagnosis - B.complex
sakit kepala (- Status neurologis topis: 2x1 tab
), pusing (-), R. motorik capsula - Amlodipine
makan minum Tenaga ekst.atas interna 1x10
baik 444/555, ekst bawah sinistra - Simvastatin
444/555 Diagnosa 0-0-10 gr
Tonus ekst.atas ↓/N, etio: SNH
ekst.bawah ↓/N, tropik
pada semua
ekstremitas normal
Refleks Sensorik
Sensasi taktil/raba: ↓/+
Sensasinyerisuperfisial
:↓/+
Refleks Fisiologis :
Normal
Refleks Patologis
Babinski : +/-
Chaddock : +/-
Vegetatif
BAB :-
BAK :N

Tanggal Subjective Objective Assesment Plan

Stroke Non Hemoragic Page 15


15-08 Lemas VS: Diagnosa - IVFD RL 20
2018 separuh tubuh - TD:150/70 mmHg klinis: tpm
kanan - Nadi:80x/mnt hemiparesis - Inj.piracetam
membaik, - RR:20x/mnt dextra 2x3 gr
makan minum - Suhu:36,20C Diagnosis - B.complex
baik Status neurologis topis: 2x1 tab
R. motorik capsula - Amlodipine
Tenaga ekst.atas interna 1x10
444/555, ekst bawah sinistra - Simvastatin
444/555 Diagnosa 0-0-10 gr
Tonus ekst.atas ↓/N, etio: SNH - Lactulosa
ekst.bawah ↓/N, tropik 3xCI
pada semua
ekstremitas normal
Refleks Sensorik
Sensasi taktil/raba: ↓/+
Sensasinyerisuperfisial
:↓/+
Refleks Fisiologis :
Normal
Refleks Patologis
Babinski : +/-
Chaddock : +/-
Vegetatif
BAB :-
BAK :N

Tanggal Subjective Objective Assesment Plan


16-08 Lemas VS: Diagnosa - IVFD RL 20
2018 separuh tubuh - TD:130/90 mmHg klinis: tpm

Stroke Non Hemoragic Page 16


kanan - Nadi:81x/mnt hemiparesis - Inj.piracetam
membaik, - RR:19x/mnt dextra 2x3 gr
makan minum - Suhu:360C Diagnosis - B.complex
baik Status neurologis topis: 2x1 tab
R. motorik capsula - Amlodipine
Tenaga ekst.atas interna 1x10
444/555, ekst bawah sinistra - Simvastatin
444/555 Diagnosa 0-0-10 gr
Tonus ekst.atas ↓/N, etio: SNH - Lactulosa
ekst.bawah ↓/N, tropik 3xCI
pada semua
ekstremitas normal
Refleks Sensorik
Sensasi taktil/raba: ↓/+
Sensasinyerisuperfisial
:↓/+
Refleks Fisiologis :
Normal
Refleks Patologis
Babinski : +/-
Chaddock : +/-
Vegetatif
BAB :+
BAK :N

Tanggal Subjective Objective Assesment Plan


18-08 Lemas VS: Diagnosa - IVFD RL 20
2018 separuh tubuh - TD:110/70 mmHg klinis: tpm
kanan - Nadi:82x/mnt hemiparesis - Inj.piracetam
membaik, - RR:18x/mnt dextra 2x3 gr

Stroke Non Hemoragic Page 17


makan minum - Suhu:36,20C Diagnosis - B.complex
baik Status neurologis topis: 2x1 tab
R. motorik capsula - Amlodipine
Tenaga ekst.atas interna 1x10
444/555, ekst bawah sinistra - Simvastatin
444/555 Diagnosa 0-0-10 gr
Tonus ekst.atas ↓/N, etio: SNH - Lactulosa
ekst.bawah ↓/N, tropik 3xCI
pada semua
ekstremitas normal
Refleks Sensorik
Sensasi taktil/raba: ↓/+
Sensasinyerisuperfisial
:↓/+
Refleks Fisiologis :
Normal
Refleks Patologis
Babinski : +/-
Chaddock : +/-
Vegetatif
BAB :+
BAK :N

Stroke Non Hemoragic Page 18


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Stroke Non Hemoragic


Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global,
yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian,
dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih
pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh
otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi
embolus.

Stroke Non Hemoragic Page 19


3.2 Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.
Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju
otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah
leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
 Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
 Fibralisi atrium;
 Infarksio kordis akut;
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis;
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru bronkiektasis.
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,

Stroke Non Hemoragic Page 20


endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan
85 persen diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia
sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap
proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,
arteritis).
3.3 Faktor resiko
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang
dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa
faktor resiko stroke non hemoragik, yakni:
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan
fibrilasi atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler

Stroke Non Hemoragic Page 21


Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi
peningkatan viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien
dengan resiko tinggi mengalami stroke non hemoragik.

3.4 Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.
Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu
Berdasarkan subtipe penyebab :
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus
Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris.
Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan
daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala
yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang
terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
b. Stroke trombotik pembuluh besar

Stroke Non Hemoragic Page 22


Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda
akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat
aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan
dengan lesi aterosklerotik.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.

d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan
evaluasi klinis yang ekstensif.
3.5 Patofisiologi
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya
adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri
besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke
iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke
otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik
dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.

Stroke Non Hemoragic Page 23


3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga.
Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel
penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai
nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas
vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari
asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai
rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini
menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul
iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik
penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan
terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di
daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini
akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang
terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal
kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang
mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan
mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron
disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan
melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric
acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel,
sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke
iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan
kematian sel.
3.6 Manifestasi klinis

Stroke Non Hemoragic Page 24


Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak
mengalami penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-
1991 stroke non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya
penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat dinilai dengan menggunakan
skala koma Glasgow yaitu :

Buka mata (E) Respon motorik (M) Respon verbal (V)


1. Tidak ada 1. Tidak ada 1. Tidak ada suara
respons gerakan
2. Respons 2. Ekstensi 2. Mengerang
dengan abnormal
rangsangan
nyeri

3. Buka mata 3. Fleksi abnormal 3. Bicara kacau


dengan
perintah

4. Buka mata 4. Menghindari 4. Disorientasi


spontan nyeri tempat dan
waktu
5. Melokalisir 5. Orientasi baik
nyeri dan sesuai

6. Mengikuti
perintah

Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan motorik


(hemiparese), sensorik (anestesia, hiperestesia, parastesia, gerakan yang
canggung serta simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom
(gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori,
emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi
(sindrom serebelar):

1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat


seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri

Stroke Non Hemoragic Page 25


2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan
seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam
mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan
lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik
secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi.
Disdiadokokinesis tidak bisa gerak cepat yang arahnya berlawanan
contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan
menghentikan gerakan.
3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan
4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur
dan kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan
dalam hal ini badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap
yang mantap sehingga bergoyang-goyang.

Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan


lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi pupil; Diplopia (penglihatan
akomodasi kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan
pada platum dan telinga luar; mengecap pada dua pertiga
sekresi kelenjar lakrimalis, anterior lidah; mulut kering;
submandibula dan sublingual; hilangnya lakrimasi; paralisis
ekspresi wajah otot wajah
VIII: Pendengaran; keseimbangan Tuli; tinitus(berdenging terus
Vestibulokoklearis menerus); vertigo; nitagmus
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya pengecapan
pada faring dan telinga; pada sepertiga posterior
mengangkat palatum; sekresi lidah; anestesi pada farings;
kelenjar parotis mulut kering sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan menelan)
pada farings, laring dan suara parau; paralisis palatum
telinga; menelan; fonasi;
parasimpatis untuk jantung dan
visera abdomen
XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; leher Suara parau; kelemahan otot

Stroke Non Hemoragic Page 26


dan bahu kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana


penderita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak
kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebelah kanan, dan
begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks,
penderita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparese dupleks akan
mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus
bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.
Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke
otak mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut yang
tercantum dan disebut sindrom neurovaskular:
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya unilateral)
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena,
akibat insufisiensi arteri retinalis
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena
insufisiensi arteria serebri media
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media
atau arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas
dan mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka
terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik
Broca.
2. Arteri serebri media (tersering).
a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai
lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua
fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
d. Disfasia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)

Stroke Non Hemoragic Page 27


a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b. Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya
bilateral)
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b. Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
j. Gangguan penglihatan dan pendengaran
5. Arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparese kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.
3.7 Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang
mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau
penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang
dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun
gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala
umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau
qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler,

Stroke Non Hemoragic Page 28


diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran
tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun
umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya
pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu
dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
 Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
 Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk
mencari pertolongan.
 Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
 Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke
seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.

b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab
stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang
menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang
dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan
leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings.
Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti
obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi
gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki
gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk
mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam
pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan

Stroke Non Hemoragic Page 29


sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak
dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus
pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus
dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya
ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada
arteri yang tersumbat:

Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain


Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer dominan),
(lengan lebih berat dari Hemi-neglect (hemisfer non-
tungkai) hemihipestesia dominan), agnosia, defisit
kontralateral. visuospasial, apraksia, disfagia
A.Serebri media (bagian Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer
atas) (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer
bawah) dominan), afasia afektif (hemisfer
non-dominan), kontruksional
apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal
tidak ada gangguan sensoris (hemisfer dominan), visual dan
atau ringan sekali sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari dominan), apraksia (hemisfer non-
lengan) hemiestesia dominan), perubahan perilaku dan
kontralateral (umumnya personalitas, inkontinensia urin dan
ringan) alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior

Stroke Non Hemoragic Page 30


A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang bagian
berganti dengan pola gerak sentral, prosopagnosia, aleksia
chorea pada tangan,
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand

2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat
pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes,
gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan
kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker
jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya

Stroke Non Hemoragic Page 31


hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari
stroke.
3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam
terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter.
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat
diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di
daerah tersebut.

Stroke Non Hemoragic Page 32


Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh
darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan
jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki
banyak kegunaan untuk pada stroke akut.

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk
mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler.
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi
aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto
thoraks.

Stroke Non Hemoragic Page 33


3.8 Penatalaksanaan

Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:

1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)


Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat
yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:
 Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
 Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
 Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau
jangan sampai menurunkan perfusi otak
 Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes
mellitus kronis
 Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau

Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme


otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih
menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk
mengatasi stroke iskemik akut:

1) Mengembalikan reperfusi otak


a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin
yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin,
fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di
Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam

Stroke Non Hemoragic Page 34


setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan
10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA
didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek
samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang
diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat
telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak
banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu
berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia.
Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis
arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin
tersebut.
c. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
 Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong
adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan
untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-
macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300
mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah
diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan
protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan

Stroke Non Hemoragic Page 35


glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari
obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis.
Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
 Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini
bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan
melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran
platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet.
Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan
bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin
maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke
iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan
netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel.
Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan.
Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah purpura
trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.
2) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
3) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan
memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
 Rehabilitasi

Stroke Non Hemoragic Page 36


Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45
tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental,
dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.
 Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru
sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-
faktor resiko stroke seperti:
- Pengobatan hipertensi
- Mengobati diabetes mellitus
- Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
- Berolahraga teratur

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik
yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau
lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian. Pada tingkatan makroskopik, stroke non
hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau trombosis
intrakranial. Faktor resiko stroke adalah usia lanjut (resiko meningkat setiap
pertambahan dekade), hipertensi, merokok, penyakit jantung (penyakit jantung
koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi atrium kiri),
hiperkolesterolemia, riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler. Gejala
klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese, kesadaran biasanya tidak

Stroke Non Hemoragic Page 37


mengalami penurunan, kelumpuhan nervus kranial (bicara pelo, mulut
mencong, baal sesisi wajah, kesulitan menelan). Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan Laboratorium: darah rutin, radiologi: Ctscan, MRI, USG, ECG,
EKG, Chest X-Ray. Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut
dan pasca fase akut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan
keenam editor Harsono. Yogyakarta: Gadjah Mada university press, 2007;
hal: 81-115.
2. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2006.
3. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview.
4. Januar R. Karakteristik penderita stroke non hemorage yang di rawat inap di
rsu herna medan tahun 2002. FKM USU. Medan. 2002.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14569

Stroke Non Hemoragic Page 38


5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita selekta
kedokteran fkui jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2000; hal. 17-18.
6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat, 2010; hal 270, 287, 290-93.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid
2. Jakarta: EGC, 2006; hal. 1110-19.
8. Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2007; hal: 1-13
9. Swartz MH. Buku ajar diagnostic fisik. Jakarta: EGC, 2002; hal. 359-98.
10. Widjaja AC. Uji diagnostik pemeriksaan kadar d-dimer plasma pada
diagnosis stroke iskemik. UNDIP. Semarang. 2010.
http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf

Stroke Non Hemoragic Page 39

Anda mungkin juga menyukai