Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

Vertigo

Disusun Oleh:
dr. Altiara Risky Suciandari

Pendamping :
dr. Satyaningtyas HT

Program Internsip Dokter Indonesia


RS DIK PUSDIKKES KODIKLAT TNI AD
DKI Jakarta
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi atau tekanan darah tinggi termasuk penyakit dengan prevalensi terbesar
di seluruh dunia. Kondisi ini menjadi tantangan dalam kesehatan masyarakat, karena
tingginya morbiditas dan mortalitas, serta biaya yang harus dikeluarkan pasien.1
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi hipertensi di
Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu,
60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal
ginjal, dan kebutaan. Pada orang dewasa, peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20
mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler.2
Hipertensi urgensi merupakan salah satu kegawatan dibidang kardiovaskular yang
sering dijumpai di instalasi gawat darurat.3 Hipertensi yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah secara akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang
merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang
sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk
mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.4
Dua puluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi
krisis (urgensi atau emergensi). Dari 60 juta penduduk Amerika Serikat 30% diantaranya
menderita hipertensi dan hampir 1 – 2% akan berlanjut menjadi hipertensi urgensi dan
kemudian emergensi yang disertai kerusakan organ target. Data mengenai hipertensi
krisis di Indonesia masih belum banyak diteliti, namun studi Multinational Monitoring of
Trends and Determinants in Cardiovacular Disease (Monica) yang dilakukan di Jakarta
pada tahun 1988 menempatkan hipertensi sebagai faktor risiko utama kejadian
kardiovaskular.4

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.K

Usia : 50 tahun

Alamat : Jl. Selayar RT 03/074

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Tanggal masuk IGD : 20 Oktober 2022

Tanggal periksa : 20 Oktober 2022

Ruang rawat : HCU

2.2 SUBJEKTIF

2.2.1. Keluhan Utama

Kepala pusing sejak 1 hari SMRS

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan kepala pusing sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan disertai dengan mual dan muntah sebanyak 1 kali 1 hari SMRS.
Pandangan mata kabur disangkal, nyeri dada disangkal, sering bak dimalam hari
disangkal, demam disangkal.

Pasien pernah dirawat inap di RS Gatot Subroto karena darah tinggi yang
menyebabkan retina mata kanan pasien pecah sehingga harus di laser pada tahun 2018.
Pasien juga pernah di diagnosa asma pada awal tahun 2019 namun setelah itu pasien
tidak pernah kontrol kembali dan tidak mengkonsumsi obat – obatan darah tinggi secara
teratur.

3
2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keluhan serupa : diakui
 Riwayat rawat inap : diakui
 Riwayat OAT : disangkal
 Riwayat hipertensi : diakui
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat asma : diakui, awal tahun 2019.
 Riwayat jantung : disangkal

2.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluhan serupa : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat jantung : disangkal

2.2.5. Riwayat Sosial Ekonomi


 Occupational
Pasien saat ini adalah seorang ibu rumah tangga
 Personal habit
Pasien jarang berolahraga dan sering mengkonsumsi makanan yang berlemak, seperti
makanan yang digoreng.

2.3 OBJEKTIF

2.3.1 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 BB : 65 kg
 TB : 154 cm
 Tanda vital
4
 Tekanan darah: 200/110mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 RR : 22 x/menit
 Suhu : 36,2°C

2.3.2 Status generalis


 Kepala
- Bentuk : Normocephali, simetris
- Rambut : Warna hitam, tidak mudah
dicabut, distribusi merata, tidak rontok
- Nyeri tekan : (-)
a) Inspeksi : Datar
b) Auskultasi : Bising usus (+) normal
c) Perkusi : Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
d) Palpasi : Nyeri tekan (+), undulasi (-)
 Mata
- Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Bulat, isokor, 5egula cahaya (+/+)
 Telinga
- Discharge (-/-)
- Deformitas (-/-)
- Nyeri tekan (-/-)
 Hidung
- Napas cuping hidung (-/-)
- Deformitas (-/-)
- Discharge (-/-)
 Mulut
- Bibir sianosis (-)
- Bibir kering (-)
5
- Lidah sianosis (-)
- Lidah kotor (-)
 Leher
- Trakhea : Deviasi 6egular (-)
- Kelenjar limfoid : Tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar tiroid : Tidak membesar
JVP : 5+2 cm H20
 Dada
a) Paru
 Inspeksi : Bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-)
 Perkusi : Sonor pada semua lapang paru
Batas paru hepar SIC V LMCD
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Rhonki (-), Wheezing (-/-)
b) Jantung
 Auskultasi : S1>S2, 6egular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
- Hepar : Tidak teraba
- Lien : Tidak teraba
 Ekstremitas
a) Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), edema (-/-)
b) Inferior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), edema (-/-)
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin : 11,8 g/dL (N)
Leukosit : 8.700 /uL (H)
Hematokrit : 36% (N)
Trombosit : 307.000 /uL (N)
GDS : 107mg/dL

 Pemeriksaan laboratorium
Creatinin : 0.9 mg/dL

6
SGOT : 43 U/L
SGPT : 45 U/L
Ureum : 36 mg/dL

 Pemeriksaan laboratorium
Cholestrol total : 160 mg/dL
HDL cholestrol : 35 mg/dL
LDL cholestrol : 124 mg/dL
Trigliserides : 91 mg/dL

 Pemeriksaan foto thorax

Gambar 1.EKG

Kesan:
 Normal sinus rhythm
 Normal EKG

2.5 ASSESSMENT
 Diagnosis Klinis
Hipertensi Urgensi
 Diagnosis Banding
(-)

7
2.6 PLANNING
 Farmakologi
 IVFD RL 500cc/12 jam
 Amlodipin 1x10mg tab po
 Valsartan 1x160mg tab po
 Nitrokaf 2x2,5mg tab po
 Omeprazole 1x40mg iv

 Non farmakologi
 Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya, faktor risiko yang
menyebabkan kekambuhan penyakit nya, dan pentingnya untuk kontrol setelah
hari perawatan di rumah sakit.
 Monitoring dan Evaluasi
 Keadaan umum dan kesadaran (per hari)
 Tanda vital (per hari)
 Evaluasi klinis
 Pasien dievaluasi perkembangannya tiap hari, terutama mengenai keluhan
utamanya yang berupa sesak.
 Evaluasi gejala, dan risiko eksaserbasi
 Evaluasi tingkat keparahan penyakit dan respon terhadap terapi.

2.7 PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

8
2.8 TABEL FOLLOW UP

Hari
No dan S O A P

Tanggal

1 Jumat, Keluhan TD :120/80 Hipretensi  IVFD RL 500cc/12 jam


21 Okt kepala N : 80x/menit urgensi  Amlodipin 1x10mg tab po
2022 pusing dan RR : 22  Valsartan 1x160mg tab po
mual masih x/menit  Nitrokaf 2x2,5mg tab po
ada, namun S 36.2c
 Omeprazole 1x40mg iv
membaik Cor: dbn
 Ondansentron 3x4mg iv
dibanding Pul: SD Ves
 Antalgin 3x1 tab po
ketika di +/+,
 Mertigo 3x12mg tab po
IGD. Rh -, Wh -/-
Abd:NTE (-)

2 Sabtu, Keluhan TD 130/90 Hipertensi  IVFD RL 500cc/12 jam


22 Okt kepala N 880x /menit urgensi  Omeprazole 1x40mg iv
2022 pusing RR 20x/ menit  Ondansentron 3x4mg iv
dan mual S 36,4c  Amlodipin 1x10mg tab po
masih Cor: dbn
 Valsartan 1x160mg tab po
sedikit Pul: SD Ves
 Nitrokaf 2x2,5mg tab po
dirasakan +/+. Rh -, Wh -
 Antalgin 3x1 tab po
/-
 Mertigo 3x12mg tab po
Abd:NTE (-)

9
3 Minggu, Keluhan TD 120/70 Hipertensi  Obat Pulang
23 Okt kepala N 88x /menit urgensi  Mertigo 3x12mg
2022 pusing RR 20x/ menit  Omeprazole 1x20mg
dan mual S 36,4c  Amlodipin 1x10mg
sudah Cor: dbn
 Valsartan 1x1
tidak Pul: SD Ves
dirasakan +/+. Rh -, Wh -
lagi /-
Abd:NTE (-)

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Hipertensi urgensi (mendesak) yaitu peningkatan tekanan darah secara
mendadak tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah
harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat – obatan anti
hipertensi oral. Sedangkan hipertensi emergensi (darurat) yaitu peningkatan
tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak
disertai kerusakan organ terget. Hipertensi emergensi ini harus ditanggulangi
sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat – obatan anti
hipertensi intravena.3,5,6
1. Hipertensi refrakter: respons pengobatan tidak memuaskan dan Tekanan
darah > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif
(triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipertensi akselerasi : Tekanan darah meningkat (Diastolik) > 120 mmHg
disertai dengan kelainan fundudkopi KW III. Bila tidak diobati dapat
berlanjut ke fase maligna.
3. Hipertensi maligna: penderita hipertensi akselerasi dengan Tekanan
darahdiastolik > 120-130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai
papiledema, peninggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari
vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat
pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat
hipertensi essensial atupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita  yang
sebelumnya mempunyai Tekanan darah normal.
4. Hipertensi enselofati: kenaikan Tekanan darah dengan tiba-tiba disertai
dengan keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan
ini dapat menjadi teversible bila Tekanan darah diturunkan.

3.2. Klasifikasi.5
a. Hipertensi urgensi
b. Hipertensi emergensi

11
Pada tahun 2003, JNC -VII membuat pembagian hipertensi berikut anjuran
frekuensi pemeriksaan tekanan darah sebagaimana dapat dilihat pada tabel di
bawah ini
Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VII
Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi derajat 1 140-150 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100

3.3. Faktor Predisposisi


Krisis hipertensi dapat terjadi peda hipertensi primer atau hipertensi
sekunder. Faktor predisposisi tejadinya krisis hipertensi oleh karena :
1. Hipertensi yang tidak terkontrol
2. Hipertensi yang tidak terobati. Penderita hipertensi yang minum obat: MAO
inhibitor, dekongestan, kokain.
3. Kenaikan Tekanan darah tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial
(tersering)
4. Hipertensi renovaskular 
5. Glomeluronefritis akut

3.4. Patogenesis.
Tekanan darah terutama dikontrol oleh sistem saraf simpatik (kontrol
jangka pendek) dan ginjal (kontrol jangka panjang). Mekanisme yang
berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan perubahan – perubahan pada
curah jantung dan resistensi vaskular perifer. Pada tahap awal hipertensi primer
curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer normal. Keadaan ini
disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Saraf simpatik mengeluarkan
norepinefrin, sebuah vasokonstriktor yang mempengaruhi pembuluh arteri dan
arteriol sehingga resistensi perifer meningkat. Pada tahap selanjutnya curah
jantung kembali ke normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang disebabkan
oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi adalah
12
mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal.
Oleh karena curah jantung yang meningkat terjadi konstriksi sfingter pre-kapiler
yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer.
Pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukkan curah jantung
yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang
mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap.5

3.5. Mekanisme Autoregulasi


Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap
kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi
terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontraksi/dilatasi
pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika
tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran
darah orak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60 – 70
mmHg.6 Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan
mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah
yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan
manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop.5
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua, batas
ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,
sehingga pengurangan aliran darah dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih
tinggi.5

13
Kurva autoregulasi pada tekanan darah

Straagaard pada penelitiaanya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada


13 penderita hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan 73 mmHg pada orang
normotensi. Penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantara
group normotensi dan hipetensi tanpa pengobatan. Orang dengan hipertensi
terkontrol cenderung menggeser autoregulasi ke arah normal.5
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun
hipertensi, diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira –
kira 25% di bawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi
krisis, penurunan MAP sebanyak 20 – 25% dalam beberapa menit atau jam,
tergantung dari apakah emergensi atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada
penderita diseksi aorta akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri
dilakukan dalam tempo 15 – 30 menit dan bisa lebih cepat lagi dibandingkan
hipertensi emergensi lainya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan tekanan
darah 25% dalam 2 – 3 jam. Untuk pasien dengan infak serebri akut ataupun
perdarahn intrakranial, penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6 – 12
jam) dan harus dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170 – 180/100
mmHg.5

14
3.6. Manifestasi Klinis.7
Tekanan darah Urgensi Emergensi
tinggi
Tekanan darah >180/120 >180/210 >220/140
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala berat, Sesak nafas, nyeri
kecemasan, sering sesak nafas dada, nokturia,
asimptomatik disartria, kelemahan
umum sampai
dengan penurunan
kesadaran,
Pemeriksaan Tidak dijumpai Tidak ada Encefalopati, edema
kerusakan organ kerusakan organ pulmonum,
target, tidak ada target, penyakit insufisiensi ginjal,
penyakit kardio kardiovaskular cerebrovascular
vaskular secara yang stabil accident, iskemik
klinis kardiak

Terapi Observasi 1-3 jam, Observasi 3-6 jam, Pemeriksaan lab


tentukan pengobatan turunkan tekanan dasar, infus,
awal, tingkatkan darah dengan obat pengawasan tekanan
dosis yang sesuai oral, berikan terapi darah, mulai
penyesuaian pengobatan awal di
ruang emergensi

Perencanaan Rencanakan Rencanakan Segera rawat di


pengawasan < 72 pengawasan < 24 ICU, obati mencapai
jam, jika tidak ada jam target tekanan
indikasi dapat rawat darah, investigasi
jalan penyakit lain

15
Tipe hipertensi Gejala khas Tanda khas Keterangan
emergensi
Stroke akut Kelemahan, Defisis neurologist Hipertensi tidak selalu
(trombosis atau gangguan fokal diobati
emboli) kemampuan
motorik
Perdarahan Sakit kepala, Gangguan mental, Fungsi lumbar
subaraknoid delerium tanda-tanda menunjukkan
rangsang santokromia atau sel
meningen darah merah

Trauma kepala Sakit kepala, Perdarahan Computed tomographic


akut gangguan terbuka, ekimosis, (CT) scan dapat
kemampuan gangguan mental menolong penjelasan
sensorik dan gangguan intrakranial
motorik
Encefalopati Sakit kepala, Papilledema Biasanya sebagai
hipertensif gangguan mental diagnosa per
ekslusionem
Iskemik kardiak / Nyeri dada, mual EKG abnormal
infark muntah, (gelombang. T-
elevasi)
Payah jantung kiri Sesak berat Ronkhi (+)
akut / edema paru
akut
Aorta diseksi Nyeri dada Pelebaran aorta Echocardiogram, CT
knob pada foto dada, atau angiogram
polos dada kadang-kadang
diperlukan untuk
konfirmasi
Operasi pembuluh Perdarahan, nyeri Perdarahan pada Sering membutuhkan
darah pada bekas operasi bekas operasi operasi perbaikan

16
pembuluh darah
Feokromositoma Sakit kepala, ucat, flushing, Phentolamine sangat
keringat dingin, Fakomatosis berguna
palpiltasi
Obat yang Sakit kepala, Takikardia Riwayat penggunaan
berhubungan palpiltasi obat
dengan
katekolamin
Preeklamsi / Sakit kepala, Edema, Perlu petunjuk
eklamsia uterus yang hiperrefleksia pengobatan / protocol
sensitif

Tekanan darah yang sangat tinggi, terutama yang meningkat dalam waktu
singkat, menyebabkan gangguan atau kerusakan pada organ target.
1. Jantung
 Kenaikan tekanan darah menyebabkan peningkatan preload pada ventrikel
kiri, sehingga terjadi payah jantung sering dalam bentuk edema paru.
 Pada penderita yang sebelumnya sudah mempunyai gangguan sirkulasi
koroner, maka peningkatan tekanan darah dapat menyebakan insufisiensi
koroner akut. Hal ini disebabkan karena meningkatnya preload
menyebabkan kebutuhan oksigen oleh miokard meningkat, sehingga
terjadi iskemia miokard akut.
2. Pembuluh darah
 Pada arteri kecil dan arteriol terjadi nekrosis fibrinoid, yang berperan
penting dalam timbulnya kerusakan target organ.
 Penyulit berbahaya yang terjadi pada aorta adalah diseksi aorta. Di sini
terjadi robekan pada intima aorta yang disertai masuknya darah ke
dalam dinding aorta sehingga intima terlepas dari dindingnya.
3. Retina
Kelainan retina merupakan penyulit penting pada krisis hipertensi.
Pada umumnya terjadi eksudat, perdarahan, dan papil bentung yang bisa
menyebabkan kebutaan.
17
4. Ginjal
Pada ginjal bisa terjadi kerusakan progresif karena atrofi iskemik
daeri nefron. Hal ini disebabkan karena nekrosis fibrinoid arteriol dan
proliferasi sel-sel intima pada arteri interlobular. Akibatnya ialah
menurunnya GFR dan aliran darah ginjal.
5. Otak
 Ensefalopati hipertensi
Biasanya ensefalopati hipertensi disertai kelainan retina yang
berat. Gejala-gejala ensefalopati seperti nyeri kepala hebat, muntah,
konvulsi, stupor, dan koma disebabkan karena spasme pembuluh darah
otak dan edema otak. Terdapat pula dilatasi arteri-arteri otak dan
nekrosis fibrinoid dari arteriol yang luas. Dilatasi arteri ini disebabkan
gagalnya sistem autoregulasi sirkulasi otak, sehingga aliran darah otak
meningkat dan menyebabkan edema otak.
 Perdarahan otak
Perdarahan otak biasanya disebabkan oleh karena tekanan darah
yang tinggi dan disertai adanya mikroaneurisma pembuluh darah otak.

3.7. Diagnosis
Prinsip-prinsip penegakan diagnosis Hipertensi emergency dan Hipertensi
Urgency tidak berbeda dengan penyakit lainnya :3
1. Amamnesis : Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat,
tekanan darah rata-rata, riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan
steroid, kelainan hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala
serebral, jantung dan gangguan penglihatan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi
perifer (raba nadi radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya
selisih dengan nadi femoral, radial-femoral pulse leg ),
b. Mata : Lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan
yang hebat arteriol.

18
c. Jantung : Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi
jantung S3 dan S4 serta adanya murmur.
d. Paru ; perhatikan adanya ronki basal yang mengindikasikan CHF.
e. Status neurologik : pendekatan pada status mental dan perhatikan
adanya defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan
refleks fisiologis dan patologis.

3. Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya,
penyakit penyerta, dan kerusakan target organ. Yang sering dilakukan
antara lain : pemeriksaan elektrolit, BUN, glukosa darah, kreatinin,
urinalisis., hitung jenis komponen darah dan SADT. Pemeriksaan lainnya
antara lain foto rontgen toraks, EKG dan CT Scan.

3.8. Penatalaksanaan
Hipertensi Urgensi
a. Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
urgensi tidak membutukan obat-obatan parenteral. Pemberan obat-obatan
oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah
dalam 24 jam awal (Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak
lebih dari 25%). Pada fase awal goal standar penurunan tekanan darah
dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.3,6
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral mau oral bukan
tanpa resiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose
obat oral anti hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan pasien
akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan
kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan
hipertensi urgensi.3,6
b. Obat – obatan spesifik untuk hipertensi urgensi.6
 Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE)
inhibitor dengan onset mulai 15 – 30 menit. Captopril dapat diberikan

19
25 mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50 – 100 mg
setelah 90 – 120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk,
hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada
pasien dengan stenosis pada arteri renal bilateral).
 Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering
digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Penggunaan dosis
oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai
tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang sering terjadi
seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.
 Labetolol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking dan
memiliki waktu kerja mulai antara 1 – 2 jam. Dalam penelitian labetolol
memiliki dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam
penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap group
ada yang diberikan dosis 100, 200 dan 300 mg secara oral dan
menghasilkan penurunan tekan darah sistolik dan diastolik secara
signifikan. Secara umum labetolol dapat diberikan mulai dari dosi 200
mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3 – 4 jam kemudian. Efek
samping yang sering muncul adalah mual dan sakit kepala.
 Clonidin adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-
adrenergic receptor agonist) yang memiliki onset kerja antara 15 – 30
menit dan puncaknya antara 2 – 4 jam. Doasi awal bisa diberikan 0,1 –
0,2 mg kemudian berikan 0,05 – 0,1 setiap jam sampai tercapainya
tekanan darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. efek
samping yang sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi
ortostatik.
 Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki
pucak kerja antara 10 – 20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak
dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi kerana dapat
menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat
diprediksikan sehingga berhubungan dengan kejadian stroke. Pada
tahun 1995 National Heart, Lung, and Blood Institute meninjau kembali
bukti keamanan tentang penggunaan obat golongan Ca channel blocker

20
terutama nifedipine kerja cepat harus digunakan secara hati-hati
terutama pada penggunaan dosis besar untuk terapi hipertensi.

Hipertensi Emergensi
a. Penatalaksanaan Umum.6
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu
tergantung pada kerusakan organ target. Managemen tekanan darah
dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien
harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa
dikonrol dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan
darah masih belum jelas, tetapi Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP)
10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2 – 3 jam berikutnya. Penurunan
tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung
dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.
b. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi.6
 Neurologic emergency. Kegawat daruratan neurologi sering terjadi pada
hipertensi emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan
intrakranial dan strok iskemik akut. American Heart Association
merekomendasikan penurunan tekanan darah > 180/105 mmHg pada
hepertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP harus
dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan strok iskemik
tekanan darah harus dipantau secara hati-hati 1 – 2 jam awal untuk
menentukan apakah tekanan darah akan menurun secara sepontan.
Secara terus-menerus MAP dipertahakan > 130 mmHg.
 Cardiac emergency. Kegawat daruratan yang utama pada jantung
seperti iskemik akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta.
Pasien dengan hipertensi emergensi yang melibatkan iskemik pada otot
jantung dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin. Pada studi yang
telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran
darah pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian
obat-obatan β-blocker (labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan
pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-obatan

21
vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat
menurunkan tekanan darah sampai target tekan darah yang diinginkan
(TD sistolik > 120 mmHg) dalam waktu 20 menit.
 Kidney failure. Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau
merupakan konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury
ditandai dengan proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria.
Terapi yang diberikan masih kontroversi, namun nitroprusside IV telah
digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat menyebabkan
keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam secara
parenteral dapat menghindari petensi keracunan sianida akibat dari
pemberian nitroprusside dalam terapi gagal ginjal.
 Hyperadrenergic states. Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena
pengaruh obat – obatan seperti katekolamin, klonidin dan penghambat
monoamin oksidase. Pasien dengan kelebihan zat-zat katekolamin
seperti pheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat
menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat
mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat
menimbukan sindrom withdrawal. Pada orang – orang dengan
kelebihan zat seperti pheochromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol
dengan pemberian sodium nitroprussid (vasodilator arteri) atau
phentolamine IV (ganglion-blocking agent). Golongan β-blockers dapat
diberikan sebagai tambahan sampai tekanan darah yang diinginkan
tercapai. Hipertensi yang dicetuskan oleh klonidin terapi yang terbaik
adalah dengan memberikan kembali klonidin sebagai dosis inisial dan
dengan penambahan obat-obatan anti-hipertensi yang telah dijelaskan di
atas.
3.9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
 Darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.
 Urine : Urinelisa dan kultur urine.
 EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
22
 Foto dada : apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana)
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama) :
 Sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus tertentu ),
biopsi renald ( kasus tertentu ).
 Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab,
CAT Scan.
 Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).

3.10. Prognosis
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%), gagal ginjal (19%) dan
gagal jantung (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penangannannya tepat
dan segera.

23
BAB IV
DISKUSI KASUS

Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan keluhan kepala pusing


sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan mual dan
muntah sebanyak 1 kali 1 hari SMRS. Pandangan mata kabur disangkal, nyeri
dada disangkal, sering bak dimalam hari disangkal, demam disangkal, Pasien
pernah dirawat inap di RS Gatot Subroto karena darah tinggi yang
menyebabkan retina mata kanan pasien pecah sehingga harus di laser pada
tahun 2018. Pasien pernah didiagnosa asma pada awal tahun 2019, namun
setelah itu pasien tidak pernah kontrol kembali dan tidak mengkonsumsi obat –
obatan darah tinggi secara teratur. Dari data rekam medis pemeriksaan di IGD
didapatkan data tanda vital; tekanan darah 200/110, Nadi 80 x/menit, frekuensi
pernapasan 22x/menit, dan temperatur 36,2 C. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pasien nyeri tekan epigastrium (+). Pada pemeriksaan EKG
didapatkan hasil normal.

Berdasarkan data tersebut kita dapat memperkirakan diagnosis kerja


yaitu hipertensi urgensi karena hipertensi yang tidak terkontrol. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium sewaktu pasien dirawat di ruang rawat inap,
didapatkan hasil Creatinin : 0.9 mg/dL; SGOT: 43 U/L; SGPT: 45 U/L; Ureum:
36 mg/dL; Cholestrol total : 160 mg/dL; HDL cholestrol : 35 mg/dL; LDL
cholestrol : 124 mg/dL; Trigliserides : 91 mg/dL.

Diagnosis hipertensi urgensi ditegakkan atas dasar pada anamnesis


dan pemeriksaan fisik di IGD, dimana pasien datang dengan keluhan pusing,
mual, tekanan darah 200/100, dimana pada kasus ini kemungkinan alasan
hipertensi yang tidak terkontrol pada pasien adalah karena tidak patuhnya
pasien terhadap pengobatan hipertensinya.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini dibagi 2, yaitu non


medikamentosa dan medikamentosa. Tatalaksana non medikamentosa adalah
edukasi diagnosa sehingga pasien mengerti penyakit yang sedang diderita,

24
dan kepentingan meneruskan pengobatan. Serta edukasi tanda-tanda
meningkatnya tekanan darah pada pasien yang mengharuskan pasien segera
berobat ke rumah sakit.

Tatalaksana medikamentosa yang diberikan adalah anti hipertensi


golongan calcium channel blocker dan golongan angiotensin reseptor blocker
(ARB), dan nitrogliserin golongan nitrat. Serta terapi medikamentosa lain
yang bersifat simptomatik, seperti injeksi golongan antasida, golongan
antiemetik, analgetik non steroid, dan antihistamin. Amlodipin tablet 10 mg
1x1 dan valsartan 160mg 1x1 sebagai pengontrol tekanan darah pada pasien
ini, nitrokaf yang berisi nitrogliserin diberikan untuk memperlebar pembuluh
darah pasien untuk pencegahan terjadinya angina pektoris. Diberikan juga
terapi simptomatik seperti injeksi omeprazole 1x40mg dan ondansentron
3x4mg untuk keluhan mual dan muntah pasien, antalgin 3x1 tab dan mertigo
12mg 3x1 tab untuk keluhan nyeri kepala pada pasien.

25
BAB V
KESIMPULAN

Pasien datang ke IGD RS dengan keluhan kepala pusing sejak 1 hari


sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan mual dan muntah
sebanyak 1 kali 1 hari SMRS. Pandangan mata kabur disangkal, nyeri dada
disangkal, sering bak dimalam hari disangkal, demam disangkal, Pasien pernah
dirawat inap di RS Gatot Subroto karena darah tinggi yang menyebabkan retina
mata kanan pasien pecah sehingga harus di laser pada tahun 2018. Pasien
pernah didiagnosa asma pada awal tahun 2019, namun setelah itu pasien tidak
pernah kontrol kembali dan tidak mengkonsumsi obat – obatan darah tinggi
secara teratur. Dari data rekam medis pemeriksaan di IGD didapatkan data
tanda vital; tekanan darah 200/110, Nadi 80 x/menit, frekuensi pernapasan
22x/menit, dan temperatur 36,2 C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien
nyeri tekan epigastrium (+). Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil normal.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium sewaktu pasien dirawat di ruang rawat
inap, didapatkan hasil Creatinin : 0.9 mg/dL; SGOT: 43 U/L; SGPT: 45 U/L;
Ureum: 36 mg/dL; Cholestrol total : 160 mg/dL; HDL cholestrol : 35 mg/dL;
LDL cholestrol : 124 mg/dL; Trigliserides : 91 mg/dL. Diagnosis hipertensi
urgensi ditegakan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Tatalaksana medikamentosa yang diberikan adalah anti hipertensi


golongan calcium channel blocker dan golongan angiotensin reseptor blocker
(ARB), dan nitrogliserin golongan nitrat. Serta terapi medikamentosa lain yang
bersifat simptomatik, seperti injeksi golongan antasida, golongan antiemetik,
analgetik non steroid, dan antihistamin.

26
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Riaz K. Hypertension. Emedicine 2012. Diunduh pada November 2019.


http://emedicine.medscape.com/article/241381-medication#showall
2. Departemen kesehatan RI. Riskesdas 2007. Jakarta: Departemen kesehatan
RI; 2008
3. Rampengan SH. Krisis Hipertensi. Hipertensi Emergensi dan Hipertensi
Urgensi. BIK Biomed.2007. Vol.3, No.4 :163-8.
4. Saguner AM, Dür S, Perrig M, Schiemann U, Stuck AE, et al. Risk
Factors Promoting Hypertensive Crises: Evidence From a Longitudinal
Study. Am J Hipertensi 2010. 23:775-780
5. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU Digital
Library 2004. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1999/1/
fisiologi-abdul % 20 majid.pdf.
6. Vaidya CK, Ouellette JR. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital
Physician Article. 2007. http://www.turner-white.com/memberfile. php?
PubCode=hp_mar07_hypertensive.pdf.
7. Varon J, Marik PE. Clinical Review: The Management of Hypertensive
crises. Critical Care Journals. 2003. Http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
articles/PMC270718/pdf/cc2351.pdf.

27

Anda mungkin juga menyukai