Disusun oleh :
Supervisor Pembimbing :
dr. Somarnam,Sp.PD
PAPUA BARAT
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS INTERNSIP
RSUD SELE BE SOLU
KOTA SORONG
Tanda tangan
.........................
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup
sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan gula dalam darah yang menyebabkan
terjadinya hiperglikemia. Kejadian diabetes mellitus terus meningkat, data dari
International Diabetes Federation menunjukkan pada tahun 2015, 415 juta orang
dewasa menderita diabetes mellitus di dunia dan jumlahnya diperkirakan akan
meningkat menjadi 642 juta pada 2040. Pada tahun 2015 Indonesia menempati
peringkat tertinggi ke tujuh di dunia. Diabetes dengan komplikasi merupakan penyebab
kematian tertinggi ketiga di Indonesia.1,2
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada
diabetes melitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan
komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada diebetes mellitus yang
terkontrol baik. Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetikum
(KAD), status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai elemen
kedua keadaan diatas. Ketoasidosis diabetikum adalah keadaan yang ditandai dengan
2
asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai
dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi
dari KAD murni.3,4
Status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) adalah suatu keadaan darurat diabetes
yang mengancam nyawa, sering terjadi pada penderita usia lanjut. Angka kematian
keseluruhan diperkirakan 20%, yaitu sekitar 10 kali lebih besar dari Ketosidosis
Diabetik (KAD). Status hiperosmolar hiperglikemik lebih sering terjadi pada usia tua
atau pada mereka yang baru didiagnosis sebagai diabetes dengan onset lambat. Target
pengobatan dari HHS adalah untuk mengobati penyebab dasarnya secara bertahap dan
aman yaitu dengan mengganti kehilangan cairan dan elektrolit, mengobati faktor
pencetus, menormalkan osmolalitas, serta menormalkan gula darah. Prognosis
ditentukan oleh tingkat beratnya dehidrasi, adanya komorbiditas, dan usia lanjut.1,6
Sampai saat ini memang belum ditemukan cara atau pengobatan yang
dapat menyembuhkan diabetes secara menyeluruh. Akan tetapi diabetes melitus dapat
dikendalikan dengan baik, dengan cara diet, olahraga dan dengan menggunakan obat
antidiabetik. Pada setiap penanganan penyandang DM, harus selalu ditetapkan target
yang akan dicapai sebelum memulai pengobatan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
keberhasilan program pengobatan dan penyesuaian regimen terapi sesuai kebutuhan
serta menghindari hasil pengobatan yang tidak diinginkan.5
3
BAB II
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir/Umur : 12-02-1977/43 tahun
Alamat : Jl. Ataruri Suprau
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Masuk Rawat Inap : 23 Maret 2020 - 27 Maret 2020
No. RM : 144627
2. ANAMNESIS
Keluhan utama : Badan lemas
4
Riwayat pengobatan :
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Apatis
GCS : E4 V4 M5
Tanda Vital
TD : 70/50 mmHg
Nadi : 106 x/menit, regular, isi cukup
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36 0C
SpO2 : 96 %
Head to toe
Kepala
Ekspresi : normal
Simetris muka : kanan = kiri
Deformitas : (-)
Rambut : hitam, lurus, sukar dicabut
Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Kelopak mata : cekung
Konjungtiva : anemis (+)/(+)
Telinga
Tophi : (-)
Pendengaran : dalam batas normal
Hidung
5
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Mulut
Bibir : sianosis (-), kering (+)
Gusi : perdarahan (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
Pembuluh darah : venaectasis (-)
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Thorax
Inspeksi:
Bentuk : simetris kiri=kanan
Pembuluh darah : venaectasis (-)
Buah dada : simetris
Sela iga : semetris kiri=kanan
Lain-lain : (-)
Paru-paru
Palpasi:
Fremitus raba : normal
Nyeri tekan : (-)
Perkusi:
Paru : sonor pada seluruh lapang paru
Batas paru depan kanan : ICS VI dextra
Batas paru belakang kanan : vertebra thoracalis IX dextra posterior
Batas paru belakang kiri : vertebra thoracalis X sinistra posterior
Auskultasi:
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rhonki -/- , Wheezing -/-
Jantung
6
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : supel, ikut gerak napas
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-)
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Perkusi : tympani, ascites (-)
Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
Ekstremitas : akral hangat, edema pretibial -/-
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hasil pemeriksaan GDS 600 mg/dl
- Hasil pemeriksaan hematologi (23 Maret 2020)
7
- Hasil elektrolit (23 Maret 2020)
Makroskopis
Warna Kuning
Berat jenis 1,030
PH Arteri 7,5
Protein (+2)
Glukosa (reduksi) Positif
Keton Negatif
Bilirubin Negatif
Nitrit Negatif
Darah Negatif
Leukosit positif
Sedimen
Leukosit 6- 15/lp
Eritrosit 2-3/lp
Epithel 3-5/lp
Kristal Negatif
Silinder Sil. Granula (+)
Bakteri positif
Jamur negatif
8
5. DIAGNOSIS
Hyperglicemic hyperosmolar state et causa diabetes mellitus tipe II
6. PENATALAKSANAAN AWAL
IVFD NaCL 0,9% guyur 2000 cc/ 3 jam loading
Ranitidine 2 x 25 mg/IV
Ceftriaxone 1 x 2 gram/IV
Metronidazole 3 x 500 mg drips/IV
7. RESUME
8. FOLLOW UP
24/03/2020
9
S : Badan lemas, pucat.
O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit, reguler, isi cukup; RR
20x/menit; suhu 36,0 C
GDS 197 mg/dl
A : Post hyperglicemic hyperosmolar state ec diabetes mellitus tipe II
P :
IVFD RL 20 tetes/menit
Metformin 3 x 500 mg
Ceftriaxone 1 x 2 gram/IV
Metronidazole 3 x 500 mg/IV
Levemir 0-0-10 IU/sc
Rawat luka dikaki kiri
25/03/2020
S : Badan lemas, nyeri luka di kaki kiri.
O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit, reguler, isi cukup; RR
18x/menit; suhu 36,4 C
GDS 185 mg/dl
A : Post hyperglicemic hyperosmolar state ec diabetes mellitus tipe II
P :
IVFD RL 20 tetes/menit
Metformin 3 x 500 mg
Ceftriaxone 1 x 2 gram/IV
Metronidazole 3 x 500 mg/IV
Levemir 0-0-10 IU/sc
Rawat luka dikaki kiri
26/03/2020
10
S : Badan lemas (-), Nyeri luka di kaki kiri berkurang.
O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg, Nadi : 84 x/menit, reguler, isi cukup; RR
22x/menit; suhu 36,5 C
GDS 232 mg/dl
A : Post hyperglicemic hyperosmolar state ec diabetes mellitus tipe II
P :
IVFD RL 20 tetes/menit
Metformin 3 x 500 mg
Ceftriaxone 1 x 2 gram/IV
Metronidazole 3 x 500 mg/IV
Levemir 0-0-10 IU/sc
Rawat luka dikaki kiri
Periksa GDS besok pagi
27/03/2020
S : Badan lemas (-), nyeri luka dikaki kiri (-)
O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit, reguler, isi cukup; RR
20x/menit; suhu 36,0 C
GDS 163 mg/dl
A : Post hyperglicemic hyperosmolar state ec diabetes mellitus tipe II
P :
Aff Infus
Pasien diperbolehkan pulang dengan terapi saat pulang yaitu Klindamisin 3 x
300 mg, Metformin 3 x 500 mg, dan levemir 1 x 10 IU/SC.
Kontrol poliklinik penyakit dalam tanggal 2 april 2020
11
BAB III
PEMBAHASAN
Definisi
HHS adalah suatu keadaan darurat diabetes yang mengancam nyawa, sering
terjadi pada penderita usia lanjut. HHS dimulai dengan adanya diuresis glukosuria,
glukosuria menyebabkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan urin, hilangnya air yang lebih banyak dibanding natrium
menyebabkan kegagalan hiperosmolar. Faktor pencetus keadaan hiperglikemia ini
antara lain infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis), penyakit vaskular
akut, trauma, luka bakar, hematom subdural, kelainan gastrointestinal, obat-obatan.1
Hal ini sesuai pada kasus, dimana pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak
1 tahun yang lalu, dan saat masuk rumah sakit kadar gula darah pasien sangat tinggi
yaitu 600 mg/dl dengan pH arteri 7,5.
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup
sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan gula dalam darah yang
12
menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Terdapat beberapa faktor resiko yang
mencetuskan terjadinya diabetes melitus, antara lain:2
1. Genetik
Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang besar dalam
meningkatnya resiko diabetes mellitus. Diabetes dapat diturunkan oleh
keluarga sebelumnya yang memiliki riwayat penyakit yang sama. Kelainan
pada gen ini dapat mengakibatkan tubuh tidak dapat memproduksi insulin.
2. Obesitas
Obesitas dan peningkatan berat badan pada orang dewasa dianggap menjadi
salah satu faktor risiko yang paling penting untuk diabetes mellitus tipe-2.
Obesitas menyebabkan terjadinya peningkatan masa adipose yang
dihubungkan dengan resistensi insulin yang akan mengakibatkan
terganggunya proses penyimpanan lemak dan sintesa lemak.
3. Usia
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi diabetes mellitus
meningkat seiring dengan pertambahan usia. Sekitar 50% lansia mengalami
intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa normal. Diabetes mellitus
sering muncul pada usia lanjut pada usia lebih dari 45 tahun dimana
sensitifitas insulin berkurang.
4. Hipertensi
Hipertensi telah diidentifikasi sebagai faktor risiko utama untuk
pengembangan diabetes.Penderita hipertensi memiliki risiko 2-3 kali lebih
tinggi terkena diabetes dibandingkan pasien dengan tekanan darah
normal.Hipertensi adalah kondisi umum yang biasanya berdampingan dengan
diabetes mellitus dan memperburuk komplikasi diabetes mellitus dan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.
5. Merokok
Merokok dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan dalam risiko
diabetes.Merokok merupakan faktor risiko independen dan dimodifikasi
13
untuk diabetes.Berhenti merokok dikaitkan dengan penambahan berat badan
dan peningkatan berikunya dalam risiko diabetes.
6. Ras
Terdapat beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi untuk
terserang diabetes melitus.Peningkatan penderita diabetes di wilawah Asia
jauh lebih tinggi dibanding di benua lainnya.Bahkan diperkirakan lebih 60%
penderita berasal dari Asia.
Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan
yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain infeksi
(pneumonia, infeksi saluran kencing, sepsis), penyakit vaskular akut (penyakit
serebrovaskular, infark miokard akut, emboli paru), trauma, luka bakar, hematom
subdural, kelainan gastrointestinal (pankreatitis akut, kholesistitis akut, obstruksi
intestinal), obat-obatan (diuretika, steroid, agen antipsikotik atipikal, glukagon,
interferon, agen simpatomimetik seperti albuterol, dopamin, dobutamin, dan
terbutalin).7
14
Diagnosa
Ada banyak keluhan yang terjadi pada pasien Diabetes mellitus. Tes diagnostik
untuk diabetes mellitus harus dipertimbangkan jika ada salah satu gejala klasik dari
diabetes terjadi yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagia serta terdapat keluhan umum
lain, seperti lemah badan, mata kabur,kesemutan dan gatal-gatal pada kulit.2,5
1. Polifagia
Polifagia adalah keadaan di mana pasien merasa lapar atau nafsu makan mereka
meningkat, tetapi berat dari pasien tidak meningkat melainkan berat badan mereka
menurun.Kondisi ini terjadi karena glukosa dalam darah tidak dapat ditransfer ke sel
dengan baik oleh insulin.Sel perlu glukosa untuk menghasilkan energi, karena
glukosa terjebak dalam darah, keadaan inilah yang memicu respon kelaparan ke
otak.2
2. Polidipsia
Polidipsia adalah keadaan dimana pasien merasakan haus yang berlebih.Keadaan ini
merupakan efek dari polifagia.Glukosa yang terjebak dalam darah menyebabkan
tingkat osmolaritas meningkat.Karena glukosa darah perlu diencerkan, inilah yang
menyebabkan respon haus ke otak.2
3. Poliuria
Poliuria adalah keadaan di mana pasien mengalami perasaan inginbuang air kecil
yang berlebihan.Kondisi ini terjadi ketika osmolaritas darah tinggi, sehingga perlu
dibuang oleh ginjal.Ketika glukosa darah dibuang itu membutuhkan air untuk
menurunkan osmolaritas dari glukosa darah, inilah yang memicu terjadinya poliuria.
15
Keluhan lain yang mungkin termasuk adalahbadan lemah, kesemutan, gatal, mata
kabur dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.2
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Atau
16
c. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.5
Untuk HHS, manifestasi klinis dapat terjadi dalam beberapa hari hingga
beberapa minggu. Pasien dapat mengalami poliuria, polidipsia, dan penurunan
kesadaran yang progresif akibat osmolalitas darah yang sangat tinggi. Nyeri perut juga
jarang dialami oleh pasien HHS. Dari pemeriksaan fisik didapatkan dehidrasi sangat
berat, bau nafas keton tidak ada, status mental sampai koma.7
Pada kasus, pasien memiliki gejala klasik diabetes yaitu poliuria, polidipsia dan
polifagia serta terdapat gejala tambahan yaitu badan lemas. Pada pemeriksaan gula
darah sewaktu didapatkan hasil hiperglikemia yaitu 600 mg/dl serta adanya tanda- tanda
dehidrasi yaitu mata cekung dan bibir kering serta penurunan status mental.
Penatalaksanaan
Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan diabetes memperbaiki
kebiasaan aktivitas sehari-hari untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik,
mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencapai kadar serum lipid
yang optimal, memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan
berat badan yang memadai dan meningkatkan tingkat kesehatan secara keseluruhan
melalui gizi yang optimal. Standar dalam asupan nutrisi makanan seimbang yang sesuai
dengan kecukupan gizi baik adalah sebagai berikut :
e. Serat : 20 – 35 gram/hari
17
Salah satu kunci keberhasilan pengaturan makanan ialah asupan makanan dan pola
makan yang sama sebelum maupun sesudah diagnosis,serta makanan yang tidak
berbeda dengan teman sebaya atau denganmakanan keluarga.Jumlah kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh disesuaikan dengan faktor-faktor jenis kelamin, umur, aktivitas
fisik, stress metabolic, dan berat badan. Untuk penentuan status gizi, dipakai
penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus yang dipakai dalam penghitungan
adalah IMT = BB(kg)/TB(m2).5
2. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani dilakukan teratur sebanyak 3 - 4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 - 45 menit, dengan total kurang lebih 150 menit
perminggu. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dimaksud ialahjalan, bersepeda santai, jogging, berenang. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.Dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah sebelum melakukan kegiatan
jasmani. Jika kadar glukosa darah <100 mg/dl pasien dianjurkan untuk menkonsumsi
karbohidrat terlebih dahulu, jika kadar glukosa darah 90-250 mg/dL, tidak diperlukan
ekstra karbohidrat (tergantung lama aktifitas dan respons individual).dan jika >250
mg/dl dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas jasmani.5
3. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pola pengaturan makanan dan latihan
jasmani.Terapi farmakologis terdiri dari obat hipoglikemik oral dan injeksi
insulin.Pemberian obat oral atau dengan injeksi dapat membantu pemakaian gula dalam
tubuh penderita diabetes.5
Golongan sulfonilurea dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada
penderita diabetes tipe-2, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe-1. Contohnya adalah
glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah
18
dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan
efektivitasnya.Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin
tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan
cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.Obat hipoglikemik per-oral biasanya
diberikan pada penderita diabetes tipe-2 jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar
gula darah dengan cukup.5
5. Injeksi Insulin
Terapi insulin digunakan ketika modifikasi gaya hidup dan obat hipoglikemik oral
gagal untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes.Pada pasien dengan
diabetes tipe-1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan
insulin pengganti.Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin
dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan peroral.Ada lima jenis
insulin dapat digunakan pada pasien dengan diabetes mellitus berdasarkan pada panjang
kerjanya. Ada Insulin Kerja Cepat, Kerja Pendek, Kerja Menengah, Kerja Panjang, dan
Campuran.5
Sedangkan pada komplikasi dari diabetes melitus yaitu HHS, tujuan dari
terapinya adalah untuk rehidrasi intravena secara agresif, penurunan secara bertahap
kadar glukosa serum, penurunan osmolalitas plasma, koreksi ketidakseimbangan
elektrolit, mengatasi faktor pencetus dan melakukan monitoring serta intervensi
terhadap gangguan fungsi kardiovaskular, paru, ginjal dan susunan saraf pusat.6
19
Pemberian insulin dengan dosis yang kecil dapat mengurangi risiko terjadinya
hipoglikemia dan hipokalemia. Fungsi insulin adalah untuk meningkatkan penggunaan
glukosa oleh jaringan perifer, menurunkan produksi glukosa oleh hati sehingga dapat
menurunkan konsentrasi glukosa darah. Selain itu, insulin juga berguna untuk
menghambat keluaran asam lemak bebas dari jaringan adiposa dan mengurangi
ketogenesis. Pada pasien dengan klinis yang sangat berat, insulin reguler diberikan
secara kontinyu intravena. Bolus insulin reguler intravena diberikan dengan dosis 0,15
U/kgBB, diikuti dengan infus insulen regular dengan dosis 0,1 U/kg BB/jam (5-10
U/jam). Hal ini dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan kecepatan 65-125
mg/jam. Jika glukosa darah telah mencapai 250 mg/dL pada KAD atau 300 mg/dL pada
SHH, kecepatan pemberian insulin dikurangi menjadi 0,05 U/kg BB/jam (3-5 U/ jam)
dan ditambahkan dengan pemberian dextrosa 5-10% secara intravena.
Pemberian insulin tetap diberikan untuk mempertahankan glukosa darah pada nilai
tersebut sampai keadaan ketoasidosis dan hiperosmolalitas teratasi.7
Pada kasus, pasien diberikan terapi rehidrasi cairan pada tahap awal, yaitu NaCL
0,9% yang bertujuan untuk mengembalikan volume intravaskular, restorasi perfusi
ginjal serta pasien juga diberikan terapi insulin. Fungsi insulin adalah untuk
meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer, menurunkan produksi glukosa
oleh hati sehingga dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah.
Prognosis
Target pengobatan dari HHS adalah untuk mengobati penyebab dasarnya secara
bertahap dan aman yaitu dengan mengganti kehilangan cairan dan elektrolit , mengobati
faktor pencetus, menormalkan osmolalitas, serta menormalkan gula darah. Prognosis
ditentukan oleh tingkat beratnya dehidrasi, adanya komorbiditas, dan usia lanjut.1,6
20
DAFTAR PUSTAKA
21