Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

HYPERGLICEMIC HYPEROSMOLAR STATE ET CAUSA DIABETES


MELLITUS TIPE II

Disusun oleh :

dr. Meidianty Tandi

Supervisor Pembimbing :

dr. Somarnam,Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD SELE BE SOLU SORONG

PAPUA BARAT

2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS INTERNSIP
RSUD SELE BE SOLU
KOTA SORONG

Telah disetujui pada : , April 2020


Nama : dr. Meidianty Tandi
Supervisor pembimbing : dr. Somarnam,Sp.PD

Tanda tangan

.........................

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup
sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan gula dalam darah yang menyebabkan
terjadinya hiperglikemia. Kejadian diabetes mellitus terus meningkat, data dari
International Diabetes Federation menunjukkan pada tahun 2015, 415 juta orang
dewasa menderita diabetes mellitus di dunia dan jumlahnya diperkirakan akan
meningkat menjadi 642 juta pada 2040. Pada tahun 2015 Indonesia menempati
peringkat tertinggi ke tujuh di dunia. Diabetes dengan komplikasi merupakan penyebab
kematian tertinggi ketiga di Indonesia.1,2
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada
diabetes melitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan
komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada diebetes mellitus yang
terkontrol baik. Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetikum
(KAD), status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai elemen
kedua keadaan diatas. Ketoasidosis diabetikum adalah keadaan yang ditandai dengan

2
asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai
dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi
dari KAD murni.3,4
Status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) adalah suatu keadaan darurat diabetes
yang mengancam nyawa, sering terjadi pada penderita usia lanjut. Angka kematian
keseluruhan diperkirakan 20%, yaitu sekitar 10 kali lebih besar dari Ketosidosis
Diabetik (KAD). Status hiperosmolar hiperglikemik lebih sering terjadi pada usia tua
atau pada mereka yang baru didiagnosis sebagai diabetes dengan onset lambat. Target
pengobatan dari HHS adalah untuk mengobati penyebab dasarnya secara bertahap dan
aman yaitu dengan mengganti kehilangan cairan dan elektrolit, mengobati faktor
pencetus, menormalkan osmolalitas, serta menormalkan gula darah. Prognosis
ditentukan oleh tingkat beratnya dehidrasi, adanya komorbiditas, dan usia lanjut.1,6
Sampai saat ini memang belum ditemukan cara atau pengobatan yang
dapat menyembuhkan diabetes secara menyeluruh. Akan tetapi diabetes melitus dapat
dikendalikan dengan baik, dengan cara diet, olahraga dan dengan menggunakan obat
antidiabetik. Pada setiap penanganan penyandang DM, harus selalu ditetapkan target
yang akan dicapai sebelum memulai pengobatan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
keberhasilan program pengobatan dan penyesuaian regimen terapi sesuai kebutuhan
serta menghindari hasil pengobatan yang tidak diinginkan.5

3
BAB II
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir/Umur : 12-02-1977/43 tahun
Alamat : Jl. Ataruri Suprau
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Masuk Rawat Inap : 23 Maret 2020 - 27 Maret 2020
No. RM : 144627

2. ANAMNESIS
Keluhan utama : Badan lemas

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang dengan keluhan badan lemas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Lemas di rasakan sepanjang hari, tidak membaik dengan istirahat. Pasien juga
terlihat pucat. Pada kaki kiri pasien terdapat luka yang tidak membaik, sudah sejak 1
bulan terakhir. Pasien juga sering merasa lapar dan banyak makan serta sering
berkeringat dingin. Selain itu pasien juga mengeluh cepat merasa haus dan sering
terbangun dimalam hari untuk buang air kecil, dengan frekuensi > 6 kali. Buang air
besar pasien tidak ada kelainan.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus selama 1 tahun.

4
Riwayat pengobatan :

Pasien mengonsumsi obat antidiabetik yaitu glibenclamide 1 x 5 mg, tetapi tidak


rutin minum obat.

3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Apatis
GCS : E4 V4 M5

Tanda Vital

 TD : 70/50 mmHg
 Nadi : 106 x/menit, regular, isi cukup
 Pernapasan : 24 x/menit
 Suhu : 36 0C
 SpO2 : 96 %
Head to toe
 Kepala
Ekspresi : normal
Simetris muka : kanan = kiri
Deformitas : (-)
Rambut : hitam, lurus, sukar dicabut
 Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Kelopak mata : cekung
Konjungtiva : anemis (+)/(+)
 Telinga
Tophi : (-)
Pendengaran : dalam batas normal
 Hidung

5
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
 Mulut
Bibir : sianosis (-), kering (+)
Gusi : perdarahan (-)
 Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
Pembuluh darah : venaectasis (-)
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
 Thorax
Inspeksi:
Bentuk : simetris kiri=kanan
Pembuluh darah : venaectasis (-)
Buah dada : simetris
Sela iga : semetris kiri=kanan
Lain-lain : (-)
Paru-paru
Palpasi:
Fremitus raba : normal
Nyeri tekan : (-)
Perkusi:
Paru : sonor pada seluruh lapang paru
Batas paru depan kanan : ICS VI dextra
Batas paru belakang kanan : vertebra thoracalis IX dextra posterior
Batas paru belakang kiri : vertebra thoracalis X sinistra posterior
Auskultasi:
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rhonki -/- , Wheezing -/-
Jantung

6
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
 Abdomen
Inspeksi : supel, ikut gerak napas
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-)
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Perkusi : tympani, ascites (-)
Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
 Ekstremitas : akral hangat, edema pretibial -/-

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hasil pemeriksaan GDS 600 mg/dl
- Hasil pemeriksaan hematologi (23 Maret 2020)

Hasil pemeriksaan hematologi Nilai normal (dewasa) Satuan


WBC 21,7 3,8-10,6 x 103/ mm3
RBC 3,27 4,4-5,90 x 106/ mm3
HB 9,3 12,0-16,0 g/dl
HCT 27,7 40,0-54,0 %
PLT 373 150-400 x 103/ mm3
MCV 85 79-96 Fl
MCH 28,6 27-32 pg
MCHC 33,7 23-36 g/dl

7
- Hasil elektrolit (23 Maret 2020)

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


Natrium 125 136-145 mmol/L
Kalium 5,1 3,5-5,1 mmol/L
Clorida 9,2 97-111 mmol/L

- Hasil urinalisis lengkap (23 Maret 2020)

Makroskopis
Warna Kuning
Berat jenis 1,030
PH Arteri 7,5
Protein (+2)
Glukosa (reduksi) Positif
Keton Negatif
Bilirubin Negatif
Nitrit Negatif
Darah Negatif
Leukosit positif
Sedimen
Leukosit 6- 15/lp
Eritrosit 2-3/lp
Epithel 3-5/lp
Kristal Negatif
Silinder Sil. Granula (+)
Bakteri positif
Jamur negatif

8
5. DIAGNOSIS
Hyperglicemic hyperosmolar state et causa diabetes mellitus tipe II

6. PENATALAKSANAAN AWAL
 IVFD NaCL 0,9% guyur 2000 cc/ 3 jam loading
 Ranitidine 2 x 25 mg/IV
 Ceftriaxone 1 x 2 gram/IV
 Metronidazole 3 x 500 mg drips/IV

GDS post rehidrasi : 556 mg/dl, tatalaksana lanjutan :

 IVFD NaCL 0,9% 30 tetes/menit


 Levemir 10 Unit/SC (ekstra)
 Novorapid 10 Unit/SC (ekstra)
 Periksa kembali GDS setelah pemberian Insulin.

7. RESUME

Seorang pasien perempuan umur 43 tahun masuk RS pada tanggal 23 Maret


2020 dengan keluhan utama badan lemas. Lemas di rasakan sepanjang hari, tidak
membaik dengan istirahat. Pasien juga terlihat pucat. Pada kaki kiri pasien terdapat
luka yang tidak membaik, sudah sejak 1 bulan terakhir. Pasien juga sering merasa
lapar dan banyak makan serta sering berkeringat dingin. Selain itu pasien juga
mengeluh cepat merasa haus dan sering terbangun dimalam hari untuk buang air
kecil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
apatis, tekanan darah 70/50, Nadi 106x/menit, respirasi 24x/menit, Sp02 : 96%
serta pada pemeriksaan GDS Stick didapatkan hasil 600 mg/dl.

8. FOLLOW UP
24/03/2020

9
S : Badan lemas, pucat.
O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit, reguler, isi cukup; RR
20x/menit; suhu 36,0 C
GDS 197 mg/dl
A : Post hyperglicemic hyperosmolar state ec diabetes mellitus tipe II
P :
 IVFD RL 20 tetes/menit
 Metformin 3 x 500 mg
 Ceftriaxone 1 x 2 gram/IV
 Metronidazole 3 x 500 mg/IV
 Levemir 0-0-10 IU/sc
 Rawat luka dikaki kiri

25/03/2020
S : Badan lemas, nyeri luka di kaki kiri.
O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit, reguler, isi cukup; RR
18x/menit; suhu 36,4 C
GDS 185 mg/dl
A : Post hyperglicemic hyperosmolar state ec diabetes mellitus tipe II
P :
 IVFD RL 20 tetes/menit
 Metformin 3 x 500 mg
 Ceftriaxone 1 x 2 gram/IV
 Metronidazole 3 x 500 mg/IV
 Levemir 0-0-10 IU/sc
 Rawat luka dikaki kiri

26/03/2020

10
S : Badan lemas (-), Nyeri luka di kaki kiri berkurang.
O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg, Nadi : 84 x/menit, reguler, isi cukup; RR
22x/menit; suhu 36,5 C
GDS 232 mg/dl
A : Post hyperglicemic hyperosmolar state ec diabetes mellitus tipe II
P :
 IVFD RL 20 tetes/menit
 Metformin 3 x 500 mg
 Ceftriaxone 1 x 2 gram/IV
 Metronidazole 3 x 500 mg/IV
 Levemir 0-0-10 IU/sc
 Rawat luka dikaki kiri
 Periksa GDS besok pagi

27/03/2020
S : Badan lemas (-), nyeri luka dikaki kiri (-)
O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit, reguler, isi cukup; RR
20x/menit; suhu 36,0 C
GDS 163 mg/dl
A : Post hyperglicemic hyperosmolar state ec diabetes mellitus tipe II
P :
 Aff Infus
 Pasien diperbolehkan pulang dengan terapi saat pulang yaitu Klindamisin 3 x
300 mg, Metformin 3 x 500 mg, dan levemir 1 x 10 IU/SC.
 Kontrol poliklinik penyakit dalam tanggal 2 april 2020

11
BAB III

PEMBAHASAN

Definisi

HHS adalah suatu keadaan darurat diabetes yang mengancam nyawa, sering
terjadi pada penderita usia lanjut. HHS dimulai dengan adanya diuresis glukosuria,
glukosuria menyebabkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan urin, hilangnya air yang lebih banyak dibanding natrium
menyebabkan kegagalan hiperosmolar. Faktor pencetus keadaan hiperglikemia ini
antara lain infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis), penyakit vaskular
akut, trauma, luka bakar, hematom subdural, kelainan gastrointestinal, obat-obatan.1

Status hipersomolar hiperglikemik merupakan gangguan metabolik akut yang


dapat terjadi pada pasien diabetes melitus, yang ditandai dengan hiperglikemia,
hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis. Istilah HHS merupakan
istilah yang sekarang digunakan untuk menggantikan KHH (Koma Hiperosmolar
Hiperglikemik) dan HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik) karena
koma dapat terjadi lebih dari 50% kasus, dan ketosis ringan juga dapat ditemukan
pada pasien dengan SHH. Kadar glukosa darah pada HHS biasanya 600 mg/dL atau
lebih biasanya dipakai sebagai kriteria diagnostik3,4

Hal ini sesuai pada kasus, dimana pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak
1 tahun yang lalu, dan saat masuk rumah sakit kadar gula darah pasien sangat tinggi
yaitu 600 mg/dl dengan pH arteri 7,5.

Etiologi Hyperglicemic Hyperosmolar State

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup
sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan gula dalam darah yang

12
menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Terdapat beberapa faktor resiko yang
mencetuskan terjadinya diabetes melitus, antara lain:2

1. Genetik
Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang besar dalam
meningkatnya resiko diabetes mellitus. Diabetes dapat diturunkan oleh
keluarga sebelumnya yang memiliki riwayat penyakit yang sama. Kelainan
pada gen ini dapat mengakibatkan tubuh tidak dapat memproduksi insulin.
2. Obesitas
Obesitas dan peningkatan berat badan pada orang dewasa dianggap menjadi
salah satu faktor risiko yang paling penting untuk diabetes mellitus tipe-2.
Obesitas menyebabkan terjadinya peningkatan masa adipose yang
dihubungkan dengan resistensi insulin yang akan mengakibatkan
terganggunya proses penyimpanan lemak dan sintesa lemak.
3. Usia
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi diabetes mellitus
meningkat seiring dengan pertambahan usia. Sekitar 50% lansia mengalami
intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa normal. Diabetes mellitus
sering muncul pada usia lanjut pada usia lebih dari 45 tahun dimana
sensitifitas insulin berkurang.
4. Hipertensi
Hipertensi telah diidentifikasi sebagai faktor risiko utama untuk
pengembangan diabetes.Penderita hipertensi memiliki risiko 2-3 kali lebih
tinggi terkena diabetes dibandingkan pasien dengan tekanan darah
normal.Hipertensi adalah kondisi umum yang biasanya berdampingan dengan
diabetes mellitus dan memperburuk komplikasi diabetes mellitus dan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.
5. Merokok
Merokok dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan dalam risiko
diabetes.Merokok merupakan faktor risiko independen dan dimodifikasi

13
untuk diabetes.Berhenti merokok dikaitkan dengan penambahan berat badan
dan peningkatan berikunya dalam risiko diabetes.

6. Ras
Terdapat beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi untuk
terserang diabetes melitus.Peningkatan penderita diabetes di wilawah Asia
jauh lebih tinggi dibanding di benua lainnya.Bahkan diperkirakan lebih 60%
penderita berasal dari Asia.

Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan
yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain infeksi
(pneumonia, infeksi saluran kencing, sepsis), penyakit vaskular akut (penyakit
serebrovaskular, infark miokard akut, emboli paru), trauma, luka bakar, hematom
subdural, kelainan gastrointestinal (pankreatitis akut, kholesistitis akut, obstruksi
intestinal), obat-obatan (diuretika, steroid, agen antipsikotik atipikal, glukagon,
interferon, agen simpatomimetik seperti albuterol, dopamin, dobutamin, dan
terbutalin).7

Infeksi pada pasien diabetes sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa


darah. Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah
yang tinggi meningkatkan kerentanan atau memperburuk infeksi. Kadar glukosa
yang tidak terkendali perlu segera diturunkan, antara lain dengan menggunakan
insulin, setelah infeksi teratasi dapat diberikan kembali pengobatan seperti semula.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah sebagai
berikut.5
Pada kasus, pasien adalah penderita diabetes mellitus tipe II. Dimana diabetes
mellitus merupakan penyakit metabolik yang memiliki komplikasi akut, salah
satunya adalah hyperglicemic hiperosmolar state serta pada pasien terdapat
peningkatan leukosit urin yaitu 6-15/lp dan bakteri (+). Hal ini menandakan adanya
infeksi saluran kemih yang merupakan salah satu pencetus terjadinya hyperglicemic
hiperosmolar state.

14
Diagnosa

Ada banyak keluhan yang terjadi pada pasien Diabetes mellitus. Tes diagnostik
untuk diabetes mellitus harus dipertimbangkan jika ada salah satu gejala klasik dari
diabetes terjadi yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagia serta terdapat keluhan umum
lain, seperti lemah badan, mata kabur,kesemutan dan gatal-gatal pada kulit.2,5

1. Polifagia

Polifagia adalah keadaan di mana pasien merasa lapar atau nafsu makan mereka
meningkat, tetapi berat dari pasien tidak meningkat melainkan berat badan mereka
menurun.Kondisi ini terjadi karena glukosa dalam darah tidak dapat ditransfer ke sel
dengan baik oleh insulin.Sel perlu glukosa untuk menghasilkan energi, karena
glukosa terjebak dalam darah, keadaan inilah yang memicu respon kelaparan ke
otak.2

2. Polidipsia

Polidipsia adalah keadaan dimana pasien merasakan haus yang berlebih.Keadaan ini
merupakan efek dari polifagia.Glukosa yang terjebak dalam darah menyebabkan
tingkat osmolaritas meningkat.Karena glukosa darah perlu diencerkan, inilah yang
menyebabkan respon haus ke otak.2

3. Poliuria

Poliuria adalah keadaan di mana pasien mengalami perasaan inginbuang air kecil
yang berlebihan.Kondisi ini terjadi ketika osmolaritas darah tinggi, sehingga perlu
dibuang oleh ginjal.Ketika glukosa darah dibuang itu membutuhkan air untuk
menurunkan osmolaritas dari glukosa darah, inilah yang memicu terjadinya poliuria.

15
Keluhan lain yang mungkin termasuk adalahbadan lemah, kesemutan, gatal, mata
kabur dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.2

Tabel kriteria diagnosis.5

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.

Atau

Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi


oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).5

• Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan


glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan
TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;

a. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan


glukosa plasma 2-jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan
glukosa plasma puasa <100 mg/dl

b. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT

16
c. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.5

Untuk HHS, manifestasi klinis dapat terjadi dalam beberapa hari hingga
beberapa minggu. Pasien dapat mengalami poliuria, polidipsia, dan penurunan
kesadaran yang progresif akibat osmolalitas darah yang sangat tinggi. Nyeri perut juga
jarang dialami oleh pasien HHS. Dari pemeriksaan fisik didapatkan dehidrasi sangat
berat, bau nafas keton tidak ada, status mental sampai koma.7

Pada kasus, pasien memiliki gejala klasik diabetes yaitu poliuria, polidipsia dan
polifagia serta terdapat gejala tambahan yaitu badan lemas. Pada pemeriksaan gula
darah sewaktu didapatkan hasil hiperglikemia yaitu 600 mg/dl serta adanya tanda- tanda
dehidrasi yaitu mata cekung dan bibir kering serta penurunan status mental.

Penatalaksanaan

1. Terapi Nutrisi Medis (Diet)

Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan diabetes memperbaiki
kebiasaan aktivitas sehari-hari untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik,
mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencapai kadar serum lipid
yang optimal, memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan
berat badan yang memadai dan meningkatkan tingkat kesehatan secara keseluruhan
melalui gizi yang optimal. Standar dalam asupan nutrisi makanan seimbang yang sesuai
dengan kecukupan gizi baik adalah sebagai berikut :

a. Protein : 10 – 20 % total asupan energi

b. Karbohidrat : 45 – 65 % total asupan energy

c. Lemak : 20 – 25 % kebutuhan kalori, tidak boleh melebihi 30 % total asupan energi

d. Natrium : < 2300 mg perhari

e. Serat : 20 – 35 gram/hari

17
Salah satu kunci keberhasilan pengaturan makanan ialah asupan makanan dan pola
makan yang sama sebelum maupun sesudah diagnosis,serta makanan yang tidak
berbeda dengan teman sebaya atau denganmakanan keluarga.Jumlah kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh disesuaikan dengan faktor-faktor jenis kelamin, umur, aktivitas
fisik, stress metabolic, dan berat badan. Untuk penentuan status gizi, dipakai
penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus yang dipakai dalam penghitungan
adalah IMT = BB(kg)/TB(m2).5

2. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani dilakukan teratur sebanyak 3 - 4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 - 45 menit, dengan total kurang lebih 150 menit
perminggu. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dimaksud ialahjalan, bersepeda santai, jogging, berenang. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.Dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah sebelum melakukan kegiatan
jasmani. Jika kadar glukosa darah <100 mg/dl pasien dianjurkan untuk menkonsumsi
karbohidrat terlebih dahulu, jika kadar glukosa darah 90-250 mg/dL, tidak diperlukan
ekstra karbohidrat (tergantung lama aktifitas dan respons individual).dan jika >250
mg/dl dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas jasmani.5

3. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pola pengaturan makanan dan latihan
jasmani.Terapi farmakologis terdiri dari obat hipoglikemik oral dan injeksi
insulin.Pemberian obat oral atau dengan injeksi dapat membantu pemakaian gula dalam
tubuh penderita diabetes.5

4. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Golongan sulfonilurea dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada
penderita diabetes tipe-2, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe-1. Contohnya adalah
glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah

18
dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan
efektivitasnya.Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin
tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan
cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.Obat hipoglikemik per-oral biasanya
diberikan pada penderita diabetes tipe-2 jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar
gula darah dengan cukup.5

5. Injeksi Insulin

Terapi insulin digunakan ketika modifikasi gaya hidup dan obat hipoglikemik oral
gagal untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes.Pada pasien dengan
diabetes tipe-1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan
insulin pengganti.Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin
dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan peroral.Ada lima jenis
insulin dapat digunakan pada pasien dengan diabetes mellitus berdasarkan pada panjang
kerjanya. Ada Insulin Kerja Cepat, Kerja Pendek, Kerja Menengah, Kerja Panjang, dan
Campuran.5

Sedangkan pada komplikasi dari diabetes melitus yaitu HHS, tujuan dari
terapinya adalah untuk rehidrasi intravena secara agresif, penurunan secara bertahap
kadar glukosa serum, penurunan osmolalitas plasma, koreksi ketidakseimbangan
elektrolit, mengatasi faktor pencetus dan melakukan monitoring serta intervensi
terhadap gangguan fungsi kardiovaskular, paru, ginjal dan susunan saraf pusat.6

Pasien dengan HHS memerlukan rehidrasi dengan estimasi cairan yang


diperlukan 100 ml/kgBB. Terapi cairan awal bertujuan mencukupi volume intravaskular
dan restorasi perfusi ginjal. Terapi cairan saja dapat menurunkan kadar glukosa darah.
Salin normal (NaCl 0,9%) dimasukkan secara intravena dengan kecepatan 500 sampai
dengan 1000 ml/jam selama dua jam pertama. Perubahan osmolalitas serum tidak boleh
lebih dari 3 mOsm/ jam. Namun jika pasien mengalami syok hipovolemik, maka cairan
isotonik ketiga atau keempat dapat digunakan untuk memberikan tekanan darah yang
stabil dan perfusi jaringan yang baik.7

19
Pemberian insulin dengan dosis yang kecil dapat mengurangi risiko terjadinya
hipoglikemia dan hipokalemia. Fungsi insulin adalah untuk meningkatkan penggunaan
glukosa oleh jaringan perifer, menurunkan produksi glukosa oleh hati sehingga dapat
menurunkan konsentrasi glukosa darah. Selain itu, insulin juga berguna untuk
menghambat keluaran asam lemak bebas dari jaringan adiposa dan mengurangi
ketogenesis. Pada pasien dengan klinis yang sangat berat, insulin reguler diberikan
secara kontinyu intravena. Bolus insulin reguler intravena diberikan dengan dosis 0,15
U/kgBB, diikuti dengan infus insulen regular dengan dosis 0,1 U/kg BB/jam (5-10
U/jam). Hal ini dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan kecepatan 65-125
mg/jam. Jika glukosa darah telah mencapai 250 mg/dL pada KAD atau 300 mg/dL pada
SHH, kecepatan pemberian insulin dikurangi menjadi 0,05 U/kg BB/jam (3-5 U/ jam)
dan ditambahkan dengan pemberian dextrosa 5-10% secara intravena.
Pemberian insulin tetap diberikan untuk mempertahankan glukosa darah pada nilai
tersebut sampai keadaan ketoasidosis dan hiperosmolalitas teratasi.7

Pada kasus, pasien diberikan terapi rehidrasi cairan pada tahap awal, yaitu NaCL
0,9% yang bertujuan untuk mengembalikan volume intravaskular, restorasi perfusi
ginjal serta pasien juga diberikan terapi insulin. Fungsi insulin adalah untuk
meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer, menurunkan produksi glukosa
oleh hati sehingga dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah.

Prognosis

Target pengobatan dari HHS adalah untuk mengobati penyebab dasarnya secara
bertahap dan aman yaitu dengan mengganti kehilangan cairan dan elektrolit , mengobati
faktor pencetus, menormalkan osmolalitas, serta menormalkan gula darah. Prognosis
ditentukan oleh tingkat beratnya dehidrasi, adanya komorbiditas, dan usia lanjut.1,6

Pada kasus, prognosis diharapkan baik. Apabila status hiperglikemia telah


teratasi, pasien dapat diterapi dengan insulin serta obat anti diabetik oral, tentunya
dengan tetap menjaga pola hidup dan aktivitas jasmani. Keberhasilan pengelolaan
diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Oktaliani R, Zamri A. Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS). JMJ, Vol(7)


No(1): Mei 2019. Hal:50-55.
2. Kerner, W. and Brückel, J. Definition, Classification and Diagnosis of Diabetes
Mellitus. Exp Clin Endocrinol Diabetes: 2014. 122(07) Hal 384-386.
3. Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus. American Diabetes
Association. Diabetes Carevol 27 supplement; 2006.
4. Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabchi AE. Diabetic ketoacidosis and
hyperglycemic hyperosmolar syndrome. Diunduh dari: URL:
http://spectrum.diabetesjournals.org/cgi/content/ full/15/1/28
5. Rudijanto A, Yuwono A, Shahab A, Manaf A, Pramono B, Lindarto D et all.
Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia :
Juli 2015. Hal 1-75.
6. Francisco J. Guillermo E. Umpierrez. Hyperosmolar Hyperglycemic State: A
Historic Review of the Clinical Presentation, Diagnosis, and Treatment:
American Diabetes Association; 2014.
7. Semarawima G. Status hiperosmolar hiperglikemik. Medicina 48(1): 49-53.
DOI:10.15562/medi.v48i1.25: 2017. Hal 49-53.

21

Anda mungkin juga menyukai