Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

DEMAM DENGUE

Pembimbing:
dr. Herya Putra Dharma

Penyusun:
dr. Rendra Dwi Putra

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUTARAN IGD
RSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus:
Demam Dengue

Yang disusun oleh:


dr. Rendra Dwi Putra

Disetujui dan diterima sebagai salah satu tugas


Program Internsip Dokter Indonesia
Putaran IGD
RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar
2021

Blitar, 24 Mei 2021


Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. Herya Putra Dharma


NIP. 19781106 200501 1 006
BAB I
DESKRIPSI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 25-05-2011
Umur : 10 tahun
Alamat : Kesamben, Kab. Blitar
No. RM : 671xxx
Tanggal MRS : Minggu, 21 Maret 2021
Tanggal Pemeriksaan : Minggu, 21 Maret 2021

II. ANAMNESIS UMUM


Keluhan Utama:
Demam sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Demam sejak 1 hari SMRS. Suhu tertinggi di rumah 39°C. Sudah sempat
diberikan obat penurun panas tapi tidak pernah menjadi normal. Ibu pasien juga
mengatakan muncul bitnik-bintik merah pada kedua tangan sejak hari ini.
Mengeluh linu linu di seluruh tubuh, dan nyeri terutama dirasakan di sekitar mata.
Pasien mengeluh mual namun tidak sampai muntah. Pasien menyangkal jika ada
orang disekitar dengan sakit yang sama. Batuk, pilek, sesak, diare disangkal.
Peradarahn spontan pada gusi, telinga, mata dan hidung juga disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak ada

III. ANAMNESIS KHUSUS


Riwayat penyakit keluarga: Keluarga yang menderita keluhan serupa disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi; Pasien seorang pelajar. Pasien tinggal bersama ayah
dan ibunya. Ayah bekerja sebagai karyawan swasta, ibu pasien ibu rumah tangga.
Selama masa pandemik Covid-19 pasien menyatakan bahwa hanya di rumah saja.
Kegiatan belajar mengajar secara daring.
Riwayat Antenatal: Saat hamil, Ibu melakukan ANC di Pusekesmas. Tidak ada
penyakit selama hamil. Tidak konsumsi obat atau jamu saat hamil.
Riwayat Natal: Lahir cukup bulan, secara partus spontan ditolong oleh bidan.
BBL 2850 gr, PB: 49cm. Langsung menangis, tidak kuning, tidak biru.
Riwayat Neonatal: Anak mengkonsumsi ASI Eksklusif, ASI sampai usia 2 tahun,
MPASI usia 6 bulan.
Riwayat Imunisasi: Lengkap
Riwayat Tumbuh Kembang: Sama dengan teman-tenab seusianya

Review of System
Umum
Lemas (+)
Demam (+)
Kepala
Pusing (+)
Rambut mudah rontok (-)
Nyeri periorbita (+)
Mata
Konjungtiva merah (-)
Sekret (-)
Sistem Pendengaran
Pendengaran menurun (-)
Nyeri telinga (-)
Alat bantu dengar (-)
Sistem Pernapasan
Batuk (-)
Sesak nafas (-)
Dyspneu on Effort (-)
Sistem Cardiovascular
Nyeri dada (-)
Berdebar (-)
Edema tungkai (-)
Sistem Pencernaan
Mual (+)
Muntah (-)
Nafsu makan turun (+)
BAB (N)
Diare dan konstipasi (-)
Sistem Urogenital
BAK (N)
Nyeri pinggang (-)
Hematuria (-)
Sistem Saraf
Kesemutan (-)

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 10 tahun
BB : 33 kg
TB : 140 cm
BMI : 16.8 kg/m2
Keadaan umum : cukup
GCS : 4-5-6
Tekanan darah : 100/60
Nadi : 129x/menit, regular, kuat angkat
Suhu aksiler : 40.5ºC
Frekuensi Nafas : 24x/menit
SpO2 : 99%
Skala Nyeri : 1-2

Status Lokalis
Kepala / wajah : simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak
ada tanda sianosis, tidak ada tanda sesak.
Leher : tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening, tidak
ada deviasi trakea.
Toraks : Simetris, retraksi suprasternal (-) intercostal (-) subcostal (-)
- Paru-paru
Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis.
Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-/-), massa
(-/-), jejas (-/-)
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru, dan redup jantung (+)
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada suara tambahan
(ronkhi -/-, wheezing -/-)
- Jantung
Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba.
Perkusi : Redup, kesan besar jantung normal
Auskultasi : Reguler, bunyi jantung I-II tunggal, gallop (-),
murmur (-).
Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-), massa (-), darm contour (-), darm steifung
(-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpanik.
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Extremitas :
Kulit terlihat kering, merah, ptechie +/+ regio antebrachii sisi palmar
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill <2” <2”
Sianosis -/- -/-
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemerikaan Nilai Nilai Normal


Darah Lengkap
Hb 12,7 gr/dl L: 14-18 gr/dl, P: 12-16 gr/dl
Leukosit 8.050/mm3 5.000-10.000 /mm3
PCV 37,6 35-47%
Diff Count -/-/1/7/79/13/7 1-2/0-1/3-5/54-62/25-33/3-7
MCV 78,7 fl 80-97 fl
MCH 26.6 pg 27-31 pg
MCHC 33.8 % 32-36%
Hematokrit 42,3% L: 40-54 %, P: 38-47 %
Trombosit 252.000/mm3 150.000-500.000 /mm3

VI. RESUME
An. A, Perempuan, usia 10 Tahun MRS tanggal 21 Maret 2021 dengan
keluhan demam H-2. Tidak membaik dengan penurun panas. Lemas, linu-linu
seluruh tubuh, terutama nyeri sekitar mata. Ptechie (+).
Pemeriksaan fisik tanda vital: suhu: 40.5 °C, HR: 129 x/menit, RR: 24
x/menit. TD 100/60mmHg. GCS 456.

VII. DIAGNOSIS KERJA


Demam Dengue

VIII. DIAGNOSIS BANDING -


IX. PLANNING
PLANNING DIAGNOSIS : -
TATALAKSANA AWAL
- Tirah baring
- Inj. Santagesik 350 mg
- Inj. Ranitidin 75 ng
- Infus Rl 14 tpm
PLANNING MONITORING
- Mengamati keadaan umum, tanda-tanda vital, proses kegawatdaruratan
dan perdarahan spontab serta keluhan pasien

PLANNING EDUKASI
- Menjelaskan kepada keluarga pasien dan keluarga terkait diagnosis
banding penyakit, penyebab, prognosis, serta planning diagnostik dan
terapeutik.
- Menjelaskan kepada keluarga pasien terkait kegawatdaruratan yang bisa
terjadi hingga komplikasi.
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa pasien harus dirawatinapkan
untuk diobservasi dan diberikan cairan untuk memperbaiki keadaan umum
pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam berdarah dengue: DBD paling sering terjadi pada anak-anak kurang
dari 15 tahun dan ditandai dengan timbulnya demam akut yang terkait dengan
tanda dan gejala yang tidak spesifik. Ada diatesis hemoragik dan kecenderungan
untuk mengalami syok yang fatal. Hemostasis yang abnormal dan kebocoran
plasma adalah perubahan patofisiologis utama dengan trombositopenia dan
hemokonsentrasi muncul sebagai temuan konstan.
Tingkat keparahan DBD
 Tingkat 1: Demam disertai dengan gejala konstitusi non spesifik dan
tes tourniquet positif.
 Tingkat II: Pendarahan spontan di samping manifestasi pasien Kelas I,
biasanya dalam bentuk kulit atau perdarahan lainnya.
 Tingkat III: Kegagalan peredaran darah dimanifestasikan oleh denyut
nadi yang cepat dan lemah dengan tekanan nadi yang sempit (<20 mm
Hg) atau hipotensi dengan adanya kulit dingin dan gelisah.
 Tingkat IV: Syok hebat dengan tekanan darah tidak terdeteksi.

2.2 Gejala dan Pemeriksaan Fisik


Identifikasi kasus demam berdarah Dengue membutuhkan keempat kriteria.
1. Demam atau riwayat demam akut yang berlangsung 2-7 hari, terkadang
bifasik
2. Kecenderungan hemoragik dibuktikan oleh setidaknya satu dari yang
berikut:
• tes tourniquet positif
• petekie, ekimosis, purpura
• perdarahan dari mukosa, GIT, lainnya
• hematemesis, malena
3. Trombositopenia <100.000 / mm3
4. Kebocoran plasma dibuktikan oleh setidaknya satu salah satu berikut
• Kenaikan hematokrit> 20%
• Penurunan hematokrit> 20% setelah cairan I / V
• Efusi pleura, askitis, hipoalbuminea

2.3 Pemeriksaan Penunjang


Trombositopenia dan hemokonsentrasi adalah temuan konstan pada DBD.
Penurunan jumlah trombosit di bawah 100000 per mm3 biasanya ditemukan
antara hari ketiga dan kedelapan penyakit, sering sebelum atau bersamaan dengan
perubahan hematokrit. Peningkatan kadar hematokrit, yang mengindikasikan
kebocoran plasma, selalu terjadi, bahkan pada kasus yang tidak syok, tetapi lebih
jelas pada kasus syok.
Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dianggap
sebagai bukti definitif peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan kebocoran
plasma. Perlu dicatat bahwa tingkat hematokrit dapat dipengaruhi oleh
penggantian volume awal atau perdarahan. Hubungan waktu-perjalanan antara
penurunan jumlah trombosit dan peningkatan hematokrit yang cepat tampaknya
unik untuk DBD; kedua perubahan terjadi sebelum penurunan suhu dan sebelum
timbulnya syok.
Pada DBD, jumlah sel darah putih mungkin bervariasi pada awal penyakit,
mulai dari leukopenia hingga leukositosis ringan, tetapi penurunan jumlah sel
darah putih total karena pengurangan jumlah neutrofil hampir selalu terjadi.
diamati di dekat akhir fase demam penyakit. Limfositosis relatif, dengan adanya
limfosit atipikal, adalah temuan umum sebelum penurunan atau syok.
Albuminuria ringan sementara kadang-kadang diamati, dan darah gaib sering
ditemukan dalam tinja. Dalam kebanyakan kasus, pengujian faktor koagulasi atau
fibrinolitik menunjukkan pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor
XII, dan antitrombin III. Pengurangan α-antiplasmin (α-plasmin inhibitor) telah
dicatat dalam beberapa kasus. Pada kasus yang parah dengan disfungsi hati yang
nyata, pengurangan diamati pada kadar faktor protrombin yang tergantung
vitamin K, seperti faktor V, VII, IX, dan X. Waktu tromboplastin parsial dan
waktu protrombin diperpanjang dalam waktu sekitar satu setengah dan satu -tiga
dari pasien DBD, masing-masing. Waktu trombin diperpanjang dalam kasus yang
parah. Fungsi trombosit juga ditemukan terganggu. Level komplemen serum,
khususnya C3, berkurang.
Temuan umum lainnya adalah hipoproteinemia (karena kehilangan albu
min), hiponatremia, dan peningkatan kadar serum aspartat aminotransferase.
Asidosis metabolik sering ditemukan pada syok yang berkepanjangan. Nitrogen
urea darah meningkat pada tahap akhir syok.
Pemeriksaan rontgen dada mengungkapkan efusi pleura, sebagian besar di
sisi kanan, sebagai temuan konstan, dan tingkat efusi pleura berkorelasi dengan
tingkat keparahan penyakit. Pada syok, efusi pleura bilateral adalah temuan
umum.

2.4 Kriteria Diagnosis dan Diagnosis Banding


Kriteria Diagnosis DHF berdasarkan World Helath Organization (WHO) dapat
ditegakkan apabila memenuhi empat kriteria sebagai berikut:
1. Demam tinggi mendadak yang berlangsung terus menerus selama 2-7 hari
Biasanya demam disertai dengan flushing wajah dan gejala non-spesifik
lain menyerupai DF seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, dan nyeri otot
tulang maupun sendi.
2. Manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
• Tes torniquet positif
• Ptechiae, ekimosis, purpura
• Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran
pencernaan
• Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (<100.000 sel/mm3)
4. Tanda-tanda kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitias
vaskular dengan manifestasi:
• Peningkatan hematokrit ≥ 20 % dari nilai standar
• Penurunan hematokrit ≥ 20 % setelah mendapat terapi cairan
• Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia yang dapat diketahui dengan
imaging radiografi serta pemeriksaan laboratorium

2.5 Sindroma Syok Dengua


Sindroma syok adalah komplikasi berbahaya dari infeksi dengue dan
dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi. Dengue parah terjadi akibat infeksi
sekunder dengan serotipe virus yang berbeda. Permeabilitas pembuluh darah
yang meningkat, bersama dengan disfungsi miokard dan dehidrasi, berkontribusi
pada perkembangan syok, dengan kegagalan multiorgan yang diakibatkannya
(Rajapakse, 2011). Awitan syok pada demam berdarah bisa dramatis, dan
perkembangannya tanpa henti. Patogenesis syok pada demam berdarah adalah
kompleks. Diketahui bahwa disfungsi endotel yang disebabkan oleh sitokin dan
mediator kimia terjadi. Diagnosis sebagian besar klinis dan didukung oleh
serologi dan identifikasi bahan virus dalam darah (Rajapakse, 2011). Tidak ada
metode khusus yang tersedia untuk memprediksi hasil dan perkembangan.
Manajemen cairan yang hati-hati dan terapi suportif adalah andalan manajemen.
Kortikosteroid dan imunoglobulin intravena tidak terbukti bermanfaat. Tidak ada
terapi spesifik yang terbukti efektif dalam meningkatkan kelangsungan hidup.
Faktor-faktor yang menempatkan pasien pada risiko lebih tinggi terkena syok
dengue belum diidentifikasi secara jelas. DBD / DSS lebih mungkin terjadi pada
bayi dan orang tua. Infeksi dengue juga tampaknya lebih parah pada wanita.
Dengue parah lebih mungkin terjadi pada pasien dengan penyakit kronis seperti
diabetes mellitus atau asma (Rajapakse, 2011). Meskipun kekurangan gizi
merupakan predisposisi dari banyak penyakit menular, tampaknya tidak
meningkatkan kemungkinan demam berdarah yang parah. Serotipe virus yang
menginfeksi dapat memengaruhi tingkat keparahan demam berdarah; Infeksi
DEN-1, diikuti oleh infeksi DEN-2, telah dilaporkan dikaitkan dengan hasil yang
lebih buruk.
Kriteria Diagnosis DSS dapat ditegakkan apabila memenuhi 4 kriteria DHF
disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi sebagai berikut:
• Pulsasi nadi yang lemah dan cepat
• Penyempitan tekanan darah (<20 mmHg)
• Hipotensi disertai kulit lembab, tangan dan kaki dingin
Kondisi pasien yang mengalami syok tiba-tiba memburuk setelah demam
selama 2-7 hari. Kerusakan ini terjadi pada saat, atau tidak lama setelah,
penurunan suhu antara hari ketiga dan ke tujuh penyakit. Ada tanda-tanda khas
kegagalan sirkulasi: kulit menjadi dingin, bernoda, dan padat; sianosis sirkuler
sering diamati; denyut nadi menjadi cepat. Pasien pada awalnya mungkin lesu,
kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat memasuki tahap syok yang kritis.
Nyeri perut akut adalah keluhan yang sering terjadi sesaat sebelum timbulnya
syok.
DSS biasanya ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah dengan
penyempitan tekanan nadi (􏰂20mmHg (2.7kPa), terlepas dari tingkat tekanan,
mis. 100/90 mmHg (13.3 / 12.0 kPa)) atau hipotensi dengan kulit dingin,
berkeringat dan gelisah. - tidak. Pasien yang syok berada dalam bahaya sekarat
jika perawatan yang tepat tidak segera diberikan. Pasien dapat mengalami tahap
syok berat, dengan tekanan darah atau nadi menjadi tidak terlihat. Namun,
sebagian besar pasien tetap sadar hampir sampai tahap akhir.
Durasi syok pendek: biasanya pasien meninggal dalam 12-24 jam, atau pulih
dengan cepat terapi penggantian volume yang tepat. Efusi pleura dan asites dapat
dideteksi dengan pemeriksaan fisik atau radiografi. Syok yang tidak terkoreksi
dapat menimbulkan perjalanan yang rumit, dengan perkembangan asidosis
metabolik, perdarahan hebat dari saluran pencernaan dan organ lainnya, dan
prognosis yang buruk. Pasien dengan perdarahan intrakranial dapat mengejang
dan koma. Ensefalopati, dilaporkan sesekali, dapat terjadi terkait dengan
gangguan metabolisme dan elektrolit atau perdarahan intrakranial.

2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Penatalaksanaan Demam Dengue
• Berikan terapi simptomatis meliputi:
• Tirah baring
• Antipiretik atau kompres jika demam, parasetamol jika >39 C
• Analgetik dan sedatif ringan
• Cairan dan elektrolit dianjurkan peroral, juga minum jus buah
• Pemantauan pasien demam dengue : PLT dan HCT, observasi 2 hari
setelah demam turun.
2.6.2 Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue
Pada periode kritis, terapi cairan dapat diberikan atas indikasi : pasien
tidak dapat intake cairan oral yang cukup atau muntah, HCT terus naik 10-
20% walaupun dengan rehidrasi oral, dan pada keadaan akan shock dan
shock. Pemberian terapi cairan pada DHF dapat diberikan cairan isotonik
kristaloid (harus digunakan pada masa kritis kecuali bayi <6 bulan dapat
menggunakan 0.45 % NaCl. Pada pasien dengan plasma leakage yang masif
dapat diberikan cairan hiperonkotik koloid seperti Dekstran 40. Pada pasien
dengan shock, durasi terapi cairan intavena sebaiknya tidak melebihi 24-48
jam. Pada pasien tanpa syok, durasi terapi cairan intravena dapat lebih lama
tapi tidak lebih dari 60-72 jam. Pasien dengan hipoglikemia dapat diberikan
infus glukosa.

DHF grade 1 dan 2


Berikan cairan lewat oral maupun IV, maintenance + 5% defisit dalam 48
jam.

DHF grade 3 dan 4


Berikan resusitasi cairan 10ml/kgBB selama 1 jam atau dengan bolus.
Tanda tanda perdarahan berat menurut WHO:
• Perdarahan persisten dan/atau berat dengan status hemodinamik
tidak stabil, tanpa melihat nilai hematokrit
• Penurunan hematokrit setelah resusitasi cairan bersamaan dengan
status hemodinamik yang tidak stabil
• Syok hipotensif dengan hematokrit normal atau rendah sebelum
resusitasi cairan
• Asidosis metabolik yang persisten atau memburuk, terutama pada
distensi dan kekakuan abdominal berat.
Pemberian transfusi darah pada perdarahan berat menurut WHO:
• Berikan 5-10ml/kg fresh PRC atau 10-20 ml/kg fresh Whole blood.
Tanda respon klinis membaik adalah perbaikan status hemodinamik
dan keseimbangan asam-basa.
• Pertimbangkan pengulangan transfusi darah jika terdapat kehilangan
darah lagi atau tidak ada peningkatan hematokrit setelah transfusi
darah.
Pemasangan NGT harus hati-hati karna dapat menyebabkan perdarahan
dan menyumbat saluran pernapasan.
Sementara itu, menurut IDAI, Apabila pasien saat berobat dalam kondisi
syok dekompensasi, baik dalam fase hipotensif ataupun profound shock
maka penatalakasanaannya sebagai berikut:
• Memberikan oksigen 2-4 lpm
• Berikan cairan kristaloid atau koloid 10-20 cc/kgBB secara bolus
intravena atau intraosseus dalam waktu 10-20 menit. Pada saat
bersamaan dilakukan pemeriksaan hematokrit, analisa gas darah,
gula darah serta kalsium
• Apabila syok teratasi, berikan cairan kristaloid dengan dosis 10
cc/kgBB/jam selama 1-2 jam
• Apabila sirkulasi telah stabil, berikan kristaloid dengan penurunan
secara bertahap 7-5-3-1,5 cc/kgBB/jam. Setelah 24-48 jam pasca
resusitasi, cairan iv tidak diperlukan.
• Apabila syok belum teratasi, periksa ulang hematokrit. Jika hct
tinggi diberikan kembali bolus kedua. Koreksi apabila ada asidosi,
hipoglikemia atau hipokalsemia
• Bila hct rendah atau normal dan ditemukan perdarahan masif, beri
transfusi darah segar (fresh whole blood) dengan dosis 10 cc/kgBB
atau fresh packed red cell dengan dosis 5 cc/kgBB.
BAB III

KESIMPULAN

Demam berdarah dengue: DBD paling sering terjadi pada anak-anak kurang dari
15 tahun dan ditandai dengan timbulnya demam akut yang terkait dengan tanda dan
gejala yang tidak spesifik. Ada diatesis hemoragik dan kecenderungan untuk
mengalami syok yang fatal. Hemostasis yang abnormal dan kebocoran plasma adalah
perubahan patofisiologis utama dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Untuk
mengidentifikasi kasus Demam Berdarah Dengue membutuhkan 4 kriteria, yaitu:
Demam akut yang berlangsung 2-7 hari, kecenderungan hemorargik, trombositopenia,
dan kebocoran plasma. Kebocoran plasma merupaan syarat pembanding antara
demam dengue dan demam berdarah dengue, di mana pada demam berdarah dengue
disretai dengan adanya bukti kebocoran plasma tersebut. Pada kasus di atas, An. A,
Perempuan, usia 10 Tahun MRS tanggal 21 Maret 2021 dengan keluhan demam H-2.
Tidak membaik dengan penurun panas. Lemas, linu-linu seluruh tubuh, terutama
nyeri sekitar mata. Ptechie (+). Pemeriksaan fisik tanda vital: suhu: 40.5 °C, HR: 129
x/menit, RR: 24 x/menit. TD 100/60mmHg. GCS 456, sesuai dengan uraian kriteria
diagnosis demam dengue. Tatalaksana yang dapat diberikan berupa: terapi
simtomatis, tirah baring, analgetik dan sedatif ringan, kecukupan cairan, serta perlu
adanya pemantauan menggunakan kadar PLT dan HCT, hingga 2 hari setelah demam
turun. Dengan pasien dirawat di rumah sakit harapannya dapat dimonitor
perkembangan pasien dan menghindari kegawatan yang dapat timbul tiba-tiba saat
fase kritis. Penanganan yang baik terbukti dengan luaran yang baik pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Hadinegor, Sri., Ismoedijanto, Alex. 2014. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana


Infeksi Virus Dengue pada Anak. IDAI

IDAI, 2009. Panduan Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1. Jakarta:
IDAI

Rajapakse, S. (2011). Dengue shock. Journal of Emergencies, Trauma, and Shock,


4(1), p.120.

WHO, D. (2009). Guidelines for Diagnosis, Treatment. Prevention and Control. New.
Geneva: TDR/WH

World Health Organization, 2011. Comprehensive guideline for prevention and


control of dengue and dengue haemorrhagic fever

Anda mungkin juga menyukai