Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

Seorang Perempuan 28 Tahun dengan Demam Tifoid

Disusun Oleh:
Nadia Mayra Afina
030001800070

Pembimbing:
dr. Dwi Bayu Wikarta, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 27 JULI 2022 – 3 SEPTEMBER 2022
Laporan Kasus:
Seorang Perempuan 28 Tahun dengan Demam Tifoid

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang periode 27 Juli – 3 September 2022

Disusun oleh:
Nadia Mayra Afina
030001800070

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Dwi Bayu Wikarta, Sp.PD selaku
pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang

Karawang, 6 Agustus 2022

dr. Dwi Bayu Wikarta, Sp.PD


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang
berjudul “ Seorang Perempuan 28 Tahun Dengan Demam Tifoid” dengan
baik dan tepat waktu. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karawang Periode 27
Juli – 3 September 2022. Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis
mendapatkan bantuan dan bimbingan, untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Dwi Bayu Wikarta, Sp.PD selaku pembimbing yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karawang
2. Staff dan paramedis yang bertugas di RSUD Karawang
3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSUD Karawang

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga
pembuatan laporan kasus ini dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu
pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran
maupun paramedis lainnya dan masyarakat pada umumnya.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................4

4
BAB I
PENDAHULUAN

Demam tifoid atau demam enterik merupakan penyakit infeksi akut sistem
pencernaan dengan karakteristik demam dan nyeri perut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi yang menular melalui
makanan atau minuman.
Kasus demam tifoid di seluruh dunia diperkirakan mencapai 21-27 juta
kasus dengan 200,000-600,000 kematian setiap tahunnya. Tingginya angka
demam tifoid berhubungan dengan buruknya sanitasi dan kurangnya akses
terhadap air minum bersih. Di negara endemis, demam tifoid lebih sering
ditemukan pada area urban dan pada kelompok usia anak-remaja.
Di Indonesia, demam tifoid merupakan penyakit endemis. Pada tahun
2008, angka kesakitan tifoid di Indonesia mencapai 81,7 per 100.000 penduduk,
dengan penderita terbanyak pada kelompok usia 2-15 tahun. Demam thypoid
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya
berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan,
sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar kebersihan industrri pengolahan
makanan yang masih rendah.
Komplikasi serius dapat terjadi hingga 10%, khususnya pada individu
yang menderita tifoid lebih dari 2 minggu dan tidak mendapat pengobatan yang
adekuat. Case Fatality Rate (CFR) diperkirakan 1–4% dengan rasio 10 kali lebih
tinggi pada anak usia lebih tua (4%) dibandingkan anak usia ≤4 tahun (0,4%).
Pada kasus yang tidak mendapatkan pengobatan, CFR dapat meningkat hingga
20%.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Nn. EN
Nomor Rekam Medis : 00.85.95.59
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 28 Tahun
Tempat, Tanggal Lahir : 14 Maret 1994
Alamat : Dusun 03 Sri Pendowo
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan Terakhir : SMK
Tanggal Masuk : 21 Juli 2022
Ruangan : Ruang 201 – Rengasdengklok RSUD Karawang

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama Demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit.


Keluhan Tambahan
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 6 hari
sebelum masuk rumah sakit. Demam disertai menggigil,
dirasakan terus menerus dan memberat pada sore
hingga malam hari. Pasien sudah berobat dengan obat
Riwayat Penyakit warung, demam sempat turun namun kemudian timbul
Sekarang kembali. Keluhan disertai mual dan muntah sebanyak ±
3 kali, berisi makanan. Pasien juga mengeluhkan nyeri
perut di daerah ulu hati, nyeri dirasakan seperti
terbakar, disertai lidah terasa pahit. Pasien mengeluhkan
sulit BAB sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

6
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa
Riwayat Penyakit
sebelumnya.
Dahulu
Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-).
Riwayat Penyakit Tidak ada yang menderita penyakit serupa di dalam
Keluarga keluarga pasien.
Riwayat Pengobatan Riwayat pengobatan disangkal.
Konsumsi alkohol dan merokok disangkal.
Riwayat Kebiasaan Pasien makan 3x sehari, memasak sendiri di rumah.
Pasien jarang berolahraga.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum Kesadaran: Compos Mentis


Kesan sakit: Sakit sedang
Kesan gizi: Cukup
BB: 57 kg TB: 160 cm
BMI: 22.26 (Normal)
Tanda vital Tekanan darah: 112/77 mm/Hg
Nadi: 100 x/menit
Respirasi: 20 x/menit
Suhu: 39.0 ℃
SpO2: 99% room air
Kepala Bentuk Normocephal
Mata: Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-,
eksoftalmus -/-
Telinga: Deformitas (-), hiperemis (-), nyeri tekan tragus
(-), nyeri tarik (-)
Hidung: Deformitas (-), deviasi septum (-), secret (-),
pernapasan cuping hidung (-)
Tenggorokan: Uvula di tengah, arcus faring simetris,
Tonsil T1/T1, hiperemis (-)

7
Mulut: sianosis (-), mulut kering (+), gusi berdarah
(-), gusi hiperemis (-), coated tongue (-)

Leher
Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid -/-

Thorax Paru-paru
 Inspeksi: bentuk dada fusiformis, bentuk thorax
simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-),
sela iga melebar (-), kelainan kulit (-), tipe
pernapasan abdomino thorakal
 Palpasi: gerak dinding dada simetris, nyeri tekan(-),
benjolan (-), vocal fremitus tidak melemah di kedua
lapang paru
 Perkusi: sonor
 Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/-

Jantung

 Inspeksi: pulsasi ictus cordis tidak tampak

 Palpasi: thrill (-), ictus cordis tidak teraba

 Perkusi: batas jantung dalam batas normal

 Auskultasi: bunyi jantung I dan II reguler, murmur

(-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi: Cembung, bergerak simetris saat bernapas


Auskultasi: Bising usus >2 x/menit
Palpasi: nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan
regio hipokondriak kanan (+), organomegali (-)
Perkusi: Timpani

8
Genital Genitalia dalam batas normal

Ekstremitas Ekstremitas atas:


- Inspeksi : simetris kanan dan kiri, deformitas (-),
jejas (-/-)
- Palpasi : CRT < 2 detik, akral hangat (+/+), edema
(-)

Ekstremitas bawah:
- Inspeksi : simetris kanan dan kiri, deformitas (-),
jejas (-/-)
- Palpasi : CRT < 2 detik, akral hangat (+/+), edema
(-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

2.4.1 Hematologi, Imunologi, dan Kimia (21/07/2022)

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.1 g/dL 11.7 – 15.5
Eritrosit 3.89 x106/µl 4.50 – 5.10
Leukosit 8.16 x103/µl 4.40 – 11.30
Trombosit 234 x103/µl 150 – 400
Hematokrit 32.5 % 35 – 47
Basophil 0 % 0–1
Eosinophil 0 % 2–4
Neutrofil 75 % 50 – 70
Limfosit 10 % 25 – 40
Monosit 15 % 2–8
MCV 84 fl 80 – 100

9
MCH 29 pg 26 – 34
MCHC 34 g/dl 32 -36
RDW - CV 12.5 % 12.0 – 14.8
IMUNOLOGI
Rapid test SARS COV 2
Negative Negative
Antigen
S. Thyposa H 1/320 Negative
S. H Paratyphi A Negative Negative
S. H Paratyphi B 1/160 Negative
S. H Paratyphi C Negative Negative
S. Thyposa O 1/320 Negative
S. O Paratyphi A 1/160 Negative
S. O Paratyphi B 1/160 Negative
S. O Paratyphi C 1/160 Negative

KIMIA
Gula darah sewaktu 95 mg/dL 70 – 110
Ureum 56.2 mg/dL 15-50
Kreatinin 1,54 mg/dL 0,50-0,90

2.4.2 Radiologi X-Ray thorax

10
2.5 Diagnosis
 Diagnosis kerja:
Demam Tifoid
 Diagnosis banding:
- Demam dengue
- Hepatitis akut
- GERD
2.6 Tatalaksana
 Tatalaksana IGD
- Infus RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
- Inj. Omeprazole 2 x 1 gr
- Inj. Ondansentron 3 x 4 gr
- Inf. Paracetamol 3 x 1 gr
 Tatalaksana ruangan:
- Inf. Ringer Laktat / 12 jam
- Inj. Ranitidine 2 x 1
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1
- Paracetamol 3 x 1 tab
2.7 Prognosis
Ad vitam: bonam
Ad fungsionam: bonam
Ad sanasionam: dubia ad bonam
2.8 Follow Up

Hari 1 (22/07/2022)
Pasien mengeluhkan kepala terasa pusing, badan lemas, mual disertai
S
penurunan nafsu makan
O Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis

11
Tanda Vital
 Tekanan Darah: 120/70 mm/Hg
 Nadi: 81x/menit
 RR: 20x/menit
 Suhu: 36,4℃
 SpO2: 99% room air
Kepala: Normocephal, CA (-/-), SI -/-
Leher : KGB dbn, pembesaran tiroid (-)
Thorax : Pulmo : SNV (+/+), ronki ( -/-), wheezing (-/-)
Cor : S1 S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : supel, bising usus (+), nyeri tekan regio
hipokondriaka kanan (+)
Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
Ekstremitas bawah : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
 Demam tifoid
A
 Inf. Ringer Laktat / 12 jam
 Inj. Ranitidine 2 x 1
P  Inj. Ceftriaxone 2 x 1
 Paracetamol 3 x 1 tab

Hari 2 (23/07/2022)

S Pasien mengeluhkan masih terasa mual

O Keadaan Umum: Tampak sakit sedang


Kesadaran: Compos Mentis
Tanda Vital
 Tekanan Darah: 110/70 mm/Hg
 Nadi: 88x/menit
 RR: 20x/menit

12
 Suhu: 36,8℃
 SpO2: 99% room air
Kepala: Normocephal, CA (-/-), SI -/-
Leher : KGB dbn, pembesaran tiroid (-)
Thorax : Pulmo : SNV (+/+), ronki ( -/-), wheezing (-/-)
Cor : S1 S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : supel, bising usus (+), nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
Ekstremitas bawah : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
 Demam tifoid
A
 Inf. Ringer Laktat / 12 jam
 Inj. Ranitidine 2 x 1
P  Inj. Ceftriaxone 2 x 1
 Paracetamol 3 x 1 tab

Hari 3 (24/07/2022)

S Pasien mengeluhkan mual dan tidak nafsu makan

O Keadaan Umum: Tampak sakit sedang


Kesadaran: Compos Mentis
Tanda Vital
 Tekanan Darah: 120/80 mm/Hg
 Nadi: 82x/menit
 RR: 20x/menit
 Suhu: 36,2℃
 SpO2: 99% room air
Kepala: Normocephal, CA (-/-), SI -/-
Leher : KGB dbn, pembesaran tiroid (-)
Thorax : Pulmo : SNV (+/+), ronki ( -/-), wheezing (-/-)

13
Cor : S1 S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : supel, bising usus (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
Ekstremitas bawah : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
 Demam tifoid
A
 Inf. Ringer Laktat / 12 jam
 Inj. Ranitidine 2 x 1
P  Inj. Ceftriaxone 2 x 1
 Paracetamol 3 x 1 tab

Hari 4 (23/07/2022)

S Pasien mengeluhkan lemas, mual berkurang

Keadaan Umum: Tampak sakit sedang


Kesadaran: Compos Mentis
Tanda Vital
 Tekanan Darah: 92/75 mm/Hg
 Nadi: 64x/menit
 RR: 20x/menit
 Suhu: 36,4℃
O  SpO2: 98% room air
Kepala: Normocephal, CA (-/-), SI -/-
Leher : KGB dbn, pembesaran tiroid (-)
Thorax : Pulmo : SNV (+/+), ronki ( -/-), wheezing (-/-)
Cor : S1 S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : supel, bising usus (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
Ekstremitas bawah : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
 Demam tifoid
A

14
P Pasien boleh pulang

BAB II
ANALISIS KASUS

Seorang perempuan inisial Ny. EN, usia 28 tahun, datang ke IGD RSUD
Karawang pada tanggal 21 Juli 2022. Pasien datang dengan keluhan demam sejak
6 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam disertai menggigil, dirasakan terus
menerus dan memberat pada sore hingga malam hari. Keluhan disertai nyeri
kepala, tubuh terasa pegal, mual, muntah, sulit buang air besar, nyeri pada perut,
bibir kering dan pecah-pecah. Pasien sudah berobat dengan obat warung, demam
sempat turun namun kemudian timbul kembali. Keluhan disertai mual dan muntah
sebanyak ± 3 kali, berisi makanan. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut di daerah
ulu hati, nyeri dirasakan seperti terbakar, disertai lidah terasa pahit. Pasien
mengeluhkan sulit BAB sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat
diabetes dan hipertensi disangkal. Tidak ada yang menderita keluhan serupa di
keluarga maupun lingkungan sekitar pasien. Pasien tidak dalam pengobatan
apapun, tidak mengonsumsi alkohol dan merokok. Pasien memiliki kebiasaan
makan tiga kali sehari, memasak sendiri di rumah, dan jarang berolahraga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien compos mentis dengan kesan
sakit sedang dan kesan gizi cukup. Tanda vital pasien yaitu tekanan darah 112/77
mmHg (normal), nadi 100x per menit (normal), laju pernapasan 20x/menit
(normal), saturasi oksigen pasien 99% room air dan suhu 39.0 ℃ (demam febris).
Pada pasien tidak didapatkan kelainan pada kepala, mata, hidung, telinga, dan
leher. Pada mulut pasien didapatkan bibir nampak kering dan pecah-pecah, serta
lidah pasien nampak kotor (coated tongue), namun tidak ditemukan perdarahan
gusi. Pemeriksaan paru dan jantung dalam batas normal. Terdapat nyeri tekan
regio epigastrium dan hipokondriak kanan pada abdomen, tidak ditemukan adanya

15
pembesaran organ. Bising usus terdengar dalam batas normal. Tidak ada kelainan
pada genitalia maupun ekstremitas.
Pada pemeriksaan laboratorium berupa hematologi, imunologi, dan kimia,
didapatkan Hb 11.1, eritrosit 3.89, leukosit 8.16 (normal), dan hematokrit 32.5.
Pada pemeriksaan imunologi didapatkan peningkatan titer H sebanyak 1/320 dan
titer O 1/320. Pada pemeriksaan kimia didapatkan ureum 56.2 (meningkat) dan
kreatinin 1.54 (meningkat).

16
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi demam tifoid


Demam tifoid atau demam enterik merupakan penyakit infeksi akut sistem
pencernaan dengan karakteristik demam dan nyeri perut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi yang menular melalui
makanan atau minuman.1

2.2 Epidemiologi demam tifoid


Kasus demam tifoid di seluruh dunia diperkirakan mencapai 21-27 juta
kasus dengan 200,000-600,000 kematian setiap tahunnya. Insiden tertinggi
demam tifoid terdapat di daerah Asia Tengah-Selatan dan Asia Tenggara, diikuti
dengan daerah lainnya di Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania. Tingginya
angka demam tifoid berhubungan dengan buruknya sanitasi dan kurangnya akses
terhadap air minum bersih. Di negara endemis, demam tifoid lebih sering
ditemukan pada area urban dan pada kelompok usia anak-remaja.2
Di Indonesia, demam tifoid merupakan penyakit endemis. Pada tahun
2008, angka kesakitan tifoid di Indonesia mencapai 81,7 per 100.000 penduduk,
dengan penderita terbanyak pada kelompok usia 2-15 tahun. Hasil telaahan kasus
di rumah sakit besar di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan jumlah demam tifoid dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan
500/100.000 penduduk.3

2.3 Etiologi demam tifoid


Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang merupakan
bakteri enterik gram negatif, berbentuk basil, tidak berkapsul namun memiliki
fimbria, dan bersifat patogen pada manusia.4 Reservoir satu-satunya adalah
manusia baik yang sedang sakit ataupun karier. Basil Salmonella menular melalui
makanan dan minuman, apabila tercemar dengan komponen feses atau urine dari
pengidap tifoid. Terdapat dua pola penularan S. typhii, yaitu transmisi siklus

17
pendek dimana makanan dan minuman terkontaminasi secara langsung oleh
komponen feses pada lingkungan, akibat dari kurangnya higenitas dan sanitasi
lingkungan setempat. Sementara transmisi siklus panjang terjadi pada lingkup
lingkungan yang lebih luas, seperti penggunaan air yang terkontaminasi oleh feses
manusia untuk pengairan sawah.5 Pendatang dari luar daerah memiliki risiko lebih
tinggi untuk terpapar dikarenakan kurangnya kekuatan sistem imun terhadap
bakteri Salmonella dibandingkan dengan penduduk setempat di daerah urban.
Penggunaan obat-obatan yang menurunkan keasaman lambung seperti antasid, H2
blockers, dan proton pump inhibitors dapat memfasilitasi infeksi S. typhii.6
Bakteri Salmonella typhii memiliki 3 jenis antigen, yaitu antigen O yang
berada pada lapisan luar tubuh bakteri, antigen H (antigen flagela) yang terletak
pada flagela, fimbriae atau fili dari kuman, serta antigen Vi yang merupakan
polimer polisakarida bersifat asam yang berada pada kapsul (envelope) dari
bakteri sebagai pelindung bagi bakteri salmonella terhadap fagositosis.7

2.3 Faktor risiko demam tifoid


 Usia
Kelompok usia 3-19 tahun peluang terkena demam tifoid lebih besar,
dikarenakan cenderung memiliki aktivitas fisik yang banyak, kurang
memperhatikan higene dan sanitasi makanan. Pada usia-usia tersebut, orang akan
cenderung memilih makan di luar rumah atau jajan di sembarang tempat yang
tidak memperhatikan higene dan sanitasi makanan. Insiden terbesar demam tifoid
terjadi pada anak sekolah, berkaitan dengan faktor higenitas.
 Status Gizi
Status gizi yang kurang akan menurunkan daya tahan tubuh, sehingga mudah
terserang penyakit, bahkan status gizi yang buruk akan menyebabkan tingginya
angka mortalitas terhadap demam tifoid
 Riwayat demam tifoid
Lima hingga sepuluh persen pasien yang diobati dengan antibiotik mengalami
kekambuhan demam tifoid setelah pemulihan awal. Kambuh biasanya terjadi
sekitar 1 minggu setelah terapi dihentikan. kasus ini, hasil kultur darah kembali

18
positif, dan tingkat serum yang tinggi dari antibodi H, O, dan Vi. Kekambuhan
demam tifoid umumnya lebih ringan dan durasinya lebih pendek daripada
penyakit awal.

2.4 Patofisiologi demam tifoid


Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi. Bakteri Salmonella typhi merupakan bakteri basil gram negatif
ananerob fakultatif. Bakteri Salmonella akan masuk kedalam tubuh melalui oral
bersama dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Sebagian bakteri
akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung. Sebagian bakteri
Salmonella yang lolos akan segera menuju ke usus halus tepatnya di ileum dan
jejunum untuk berkembang biak. Bila sistem imun humoral mukosa (IgA) tidak
lagi baik dalam merespon, maka bakteri akan menginvasi kedalam sel epitel usus
halus (terutama sel M) dan ke lamina propia. Di lamina propia bakteri akan
difagositosis oleh makrofag. Bakteri yang lolos dapat berkembang biak didalam
makrofag dan masuk ke sirkulasi darah (bakterimia I). Bakterimia I dianggap
sebagai masa inkubasi yang dapat terjadi selama 7-14 hari Bakteri Salmonella
juga dapat menginvasi bagian usus yang bernama plak payer. Setelah menginvasi
plak payer, bakteri dapat melakukan translokasi ke dalam folikel limfoid intestin
dan aliran limfe mesenterika dan beberapa bakteri melewati sistem
retikuloendotelial di hati dan limpa. Pada fase ini bakteri juga melewati organ hati
dan limpa. Di hati dan limpa, bakteri meninggalkan makrofag yang selanjutnya
berkembang biak di sinusoid hati. Setelah dari hati, bakteri akan masuk ke
sirkulasi darah untuk kedua kalinya (bakterimia II). Saat bakteremia II, makrofag
mengalami hiperaktivasi dan saat makrofag memfagositosis bakteri, maka terjadi
pelepasan mediator inflamasi salah satunya adalah sitokin. Pelepasan sitokin ini
yang menyebabkan munculnya demam, malaise, myalgia, sakit kepala, dan gejala
toksemia. Plak payer dapat mengalami hyperplasia pada minggu pertama dan
dapat terus berlanjut hingga terjadi nekrosis di minggu kedua. Lama kelamaan
dapat timbul ulserasi yang pada akhirnya dapat terbentuk ulkus diminggu ketiga.

19
Terbentuknya ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi. Hal ini
merupakan salah satu komplikasi yang cukup berbahaya dari demam tifoid.

Gambar 1. Patofisiologi demam tifoid

2.5 Manifestasi klinis demam tifoid

Kumpulan gejala klinis demam tifoid disebut dengan sindrom demam tifoid.
Beberapa gejala klinis demam tifoid yang sering ditemukan adalah sebagai
berikut:

a. Demam
Merupakan gejala utama pada demam tifoid. Ciri khas demam pada
demam tifoid adalah suhu tubuh lebih rendah atau normal pada pagi hari,
dan akan meningkat pada sore dan malam hari. Intensitas demam akan
meningkat secara bertahap setiap harinya (step ladder). Keluhan demam
biasanya disertai dengan gejala lain seperti sakit kepala di area frontal,

20
nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah. Namun,
demam khas tifoid tidak selalu ditemukan, akibat adanya intervensi
pengobatan atau adanya komplikasi yang terjadi lebih awal.
b. Gangguan saluran pencernaan
Umumnya penderita akan mengeluh nyeri perut, terutama di regio
epigastrik (nyeri ulu hati) yang disertai dengan mual dan muntah. Dapat
terjadi meteorismus dan konstipasi di awal sakit, kadang timbul diare pada
minggu selanjutnya. Bau mulut yang tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah, serta lidah yang ditutupi selaput putih (coated tongue) dapat
ditemukan pada penderita demam tifoid.
c. Gangguan kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran ringan, seperti tahap kesadaran apatis
dengan kesadaran berkabut. Kesadaran dapat turun menjadi somnolen dan
koma atau adanya gejala psikotik pada pasien dengan klinis berat.
d. Hepatosplenomegali
Dapat ditemukan adanya pembesaran hepar dan lien
e. Bradikardia relatif dan gejala lain
Bradikardia relatif jarang ditemukan akibat teknik pemeriksaan yang sulit
dilakukan. Yang disebut dengan bradikardia relatif adalah setiap adanya
peningkatan suhu tubuh sebanyak 1°C, tidak diikuti oleh peningkatan
frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Selain itu, gejala yang dapat
ditemukan pada penderita demam tifoid adalah adanya rose spot yang
ditemukan di regio abdomen atas (namun tanda ini jarang terlihat pada
orang Indonesia).

2.6 Diagnosis demam tifoid

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan


gastrointestinal, delirium, isolasi kuman dari darah dan deteksi antigen. Diagnosis
pasti ditegakkan dengan ditemukan kuman pada biakan darah. Saat ini sudah
tersedia beberapa rapid diagnostic test untuk S. typhi yang memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang cukup tinggi.

21
 Anamnesis
Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap
(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore /
malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi
atau diare. Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang
timbul pada semua penderita demam tifoid. Sakit kepala hebat yang
menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S.
typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan
meningitis. Manifestasi gejala mental kadang mendominasi gambaran
klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Pada tahap lanjut dapat
muncul gambaran peritoniti sakibat perforasi usus.
 Pemeriksaan fisis
Febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1°C
tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput
(kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali,
splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia).
 Laboratorium
o Pada pemeriksaan hitung leukosit total terdapat gambaran leukopeni,
limfositosis relatif, monositosis, eosinofilia, dan trombositopenia
ringan. Terjadinya leukopenia akibat depresi sumsum tulang oleh
endotoksin dan mediator endogen yang ada. Namun, pada saat ini
ditemukan bahwa hitung leukosit kebanyakan dalam batas normal
atau leukostosis ringan. Kejadian trombositopenia sehubungan
dengan produksi yang menurun dan destruksi yang meningkat oleh
sel-sel RES. Sedangkan anemia juga disebabkan produksi
hemoglobin yang menurun serta kejadian perdarahan intestinal yag
tak nyata (occult bleeding). Perlu diwaspadai bila terjadi penurunan
hemoglobin secara akut pada minggu ke 3-4, yang biasanya
disebabkan oleh perdarahan hebat dalam abdomen.
o Pemeriksaan Widal: pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara
antigen kuman dan antibodi yang disebut aglutinin. Uji Widal

22
berdasarkan terdapatnya aglutinin di serum terhadap antigen H
(flagel) dan antigen O (tubuh kuman) Salmonella typhii. Namun,
penggunaan pemeriksaan ini masih kontroversial. Biasanya antibodi
antigen O dijumpai pada hari 6-8 dan antibodi terhadap antigen H
dijumpai pada hari 10-12 setelah sakit. Pada orang yang telah
sembuh, antibodi O masih tetap dapat dijumpai setelah 4-6 bulan dan
antibodi H setelah 10-12 bulan. Belum ada kesamaan pendapat
mengenai titer aglutinin yang bermakna untuk diagnostik demam
tifoid. Batas titer yang dipakai berdasarkan kesepakatan setempat.
Diagnosis demam tifoid dianggap diagnosis pasti bila didapatkan
kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7
hari. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi reaksi widal
menjadi negatif palsu seperti keadaan pembentukan antibodi yang
rendah pada keadaan kurang gizi, konsumsi obat imunosupresif,
leukemia, karsinoma lanjut, dll. Selain itu, hasil tes Widal juga dapat
menjadi positif palsu seperti pada keadaan pasca vaksinasi, infeksi
subklinis, serta aglutinasi silang.
o Uji Typhidot: mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada
protein membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji
typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat
mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IG terhadap
antigen S. typhi. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas sebesar 98%
dan spesifisitas sebesar 76.6%. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun
setelah pendeteksian, sehingga tidak bisa digunakan untuk
membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau
konvalesen pada kasus infeksi primer. Uji Thypidot M merupakan
modifikasi untuk mendeteksi IgM spesifik sehingga pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas yang lebih tinggi.
o Uji IgM Dipstick: mendeteksi secara khusus antibodi IgM spesifik
terhadap S.typhii pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini
menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida

23
S.typhoid dan anti IgM (sebagai kontrol). Pemeriksaan dimulai
dengan inkubasi strip pada larutan campuran reagen deteksi dan
serum, selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas
dengan air mengair dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif,
diberikan penilaian terhadap garis uji dengan membandingkannya
dengan reference strip. Garis kontrol harus terwarna dengan baik. Uji
ini memiliki sensitivitas sebesar 65-77% dan spesifisitas sebesar 95-
100%. Pemeriksaan ini mudah dan cepat, namun akurasi hasil
didapatkan bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah timbulnya
gejala.
o Kultur darah: pemeriksaan ini merupakan gold standard untuk
menentukan demam tifoid, dimana hasil biakan darah yang positif
memastikan demam tifoid, namun hasil negatif tidak menyingkirkan
demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal seperti telah
mendapat terapi antibiotik, volume darah yang kurang, riwayat
vaksinasi, waktu pengambilan darah setelah minggu pertama (disaat
aglutinin semakin meningkat).

2.7 Tatalaksana demam tifoid


Terdapat tiga prinsip penatalaksanaan demam tifoid, yaitu istirahat dan perawatan,
diet dan terapi penunjang, serta pemberian antimikroba.
 Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti
makan, minum, mandi, serta buang air akan membantu dan mempercepat
masa penyembuhan. Dalam perawatan, perlu diperhatikan kebersihan tempat
tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien harus diawasi
untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik, serta higiene
perorangan harus dijaga.
 Diet dan terapi penunjang

24
Pemberian makanan pada pasien demam tifoid perlu diperhatikan, karena
makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita
akan semakin turun, sehingga proses penyembuhan akan berlangsung lebih
lama. Pemberian bubur saring dapat menghindari komplikasi perdarahan
saluran cerna, karena pada beberapa penelitian disebutkan bahwa usus harus
diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan
padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari
sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien
demam tifoid.
 Pemberian antimikroba
Antimikroba yang sering digunakan dalam penatalaksanaan demam tifoid
adalah sebagai berikut:
o Kloramfenikol: di Indonesia, pemberian kloramfenikol masih
merupakan obat pilihan untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang
diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral
maupun intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.
Pemberian obat ini dipekrirakan dapat menurunkan demam rata-rata
setelah hari ke 5.
o Tiamfenikol: dosis dan efektifitas tiamfenikol hampir sama dengan
kloramfenikol namun komplikasi hematologi seperti kemugnkinan
terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan kloramfenikol.
Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada
hari ke 5-6.
o Kotrimoksasol: efektifitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan
kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet,
diberikan selama 2 minggu.
o Ampisilin dan amoksisilin: kemampuan obat ini dalam menurunkan
demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang
dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2
minggu.

25
o Sefalosporin generasi ke-3: hingga saat ini, golongan sefalosporin
generasi ke 3 yang terbukti efektif demam tifoid adalah seftriakson,
dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc
diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5
hari.
o Florokuinolon: beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberian
florokuinolon adalah:
 Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
 Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
 Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
 Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
 Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
 Levofloksasin dosis 1 x 500 mg/hari selama 5 hari
o Azitromisin: azitromisin 2x500 mg secara signifikan mengurangi
kegagalan klinis dan durasi rawat inap jika dibandngkan dengan
florokuinolon, dan mengurangi angka relaps bila dibandingkan
dengan seftriakson. Azitromisin mampu menghasilkan konsentrasi
dalam jaringan yang tinggi walaupun konsentrasinya dalam darah
cenderung rendah. Antibiotika akan terkonsentrasi di dalam sel,
sehingga antibiotik ini mejadi ideal untuk digunakan dalam
pengobatan infeksi oleh S. typhi yang merupakan kuman intraselular.
Azitromisin tersedia dalam sediaan oral dan suntikan intravena.
o Kombinasi obat antibiotik (2 atau lebih) diindikasikan pada keadaan
tertentu seperti toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, syok septik,
dan yang pernah terbukti ditemukan 2 macam organisme dalam kultur
darah selain kuman Salmonella.
o Kortikosteroid: penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik
tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik dengan
deksametason dosis 3 x 5 mg.

2.8 Komplikasi demam tifoid

26
 Komplikasi intestinal
o Perdarahan intestinal: pada plak peyeri usus yang terinfeksi, dapat
terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap
sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus, dan mengenai
pembuluh darah, maka akan terjadi perdarahan. Selanjutnya bila
tukak menembus dinding usus, maka dapat terjadi perforasi.
Gangguan koagulasi darah juga dapat mengakibatkan perdarahan
intestinal. Sekitar 25% penderita tifoid dapat mengalami
perdarahan minimal. Perdarahan yang besar dapat mengakibatkan
syok. Perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila perdarahan 5
ml/kgBB jam dengan faktor hemostasis dalam batas normal.
Keterlambatan penanganan dapat meningkatkan mortalitas hingga
10-32%.
o Perforasi usus: terjadi pada 3% penderita yang dirawat. Dapat
timbul pada minggu pertama sampai ketiga. Kelujan nyeri perut
hebat di kuadran kanan bawah yang menyebar ke seluruh perut dan
disertai tanda-tanda ileus. Bising usus akan melemah pada 50%
penderita, pekak hati tidak ditemukan karena ada udara di
abdomen. Nadi cepat, penurunan tekanan darah, dan syok juga
dapat menjadi tanda-tanda adanya perforasi. Hasil laboratorium
dapat ditemukan leukositosis dengan pergeseran ke kiri. Pada
pemeriksaan foto polos abdomen, ditemukan udara pada rongga
peritoneum atau subdiafragma kanan, hal ini dapat menentukan
terjadinya perforasi usus pada demam tifoid. Hal ini merupakan
nilai yang cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada
demam tifoid. Faktor yang dapat meningkatkan kejadian adalah
usia (20-30 tahun), lama demam, modalitas pengobatan, beratnya
penyakit, dan mobilitas penderita. Dapat diberikan antibiotik
spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin
intravena, seta pemberian cairan dalam jumlah yang cukup.
 Komplikasi ekstraintestinal

27
o Komplikasi hematologi: Komplikasi hematologik berupa
trombositopenia, hipofibrino-genemia, peningkatan prothrombin
time, peningkatan partial thromboplastin time, peningkatan fibrin
degradation products sampai koagulasi intravaskular diseminata
(KID) dapat ditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid.
Trombositopenia saja sering dijumpai, hal ini mungkin terjadi
karena menurunnya produksi trombosit di sumsum tulang selama
proses infeksi atau meningkatnya destruksi trombosit di sistem
retikuloendotelial. Penyebab KID pada demam tifoid belumlah
jelas. Hal-hal yang sering dikemukakan adalah endotoksin
mengaktifkan sistem koagulasi dan fibrinolisis. Pelepasan kinin,
prostaglandin dan histamin menyebabkan vasokonstriksi dan
kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya mengakibatkan
perangsangan koagulasi (KID kompensata maupun dekompensata).
o Hepatitis Tifosa: Pembengkakan hati ringan sampai sedang
dijumpai pada 50% kasus dengan demam tifoid dan lebih banyak
dijumpai pada S. typhi daripada S. paratyphi. Untuk membedakan
apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba
maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium,
dan bila perlu histopatologik hati. Pada demam tifoid kenaikan
enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin
(untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis
tifosa dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan sistem imun
yang kurang. Meskipun sangat jarang, komplikasi
hepatoensefalopati dapat terjadi.
o Pankreatitis tifosa: Pankreatitis sendiri dapat disebabkan oleh
mediator pro inflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat
farmakologik. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta
ultrasonografi/CT-Scan dapat membantu diagnosis penyakit ini
dengan akurat. Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti

28
penanganan pankreatitis pada umumnya; antibiotik yang diberikan
adalah antibiotik intravena seperti seftriakson atau kuinolon.
o Miokarditis
Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid sedangkan
kelainan elektrokardiografi dapat terjadi pada 10-15% penderita.
Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular
atau dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif,
aritmia, atau syok kardiogenik. Perubahan elektrokardiografi yang
menetap disertai aritmia mempunyai prognosis yang buruk.
Kelainan ini disebabkan kerusakan miokardium oleh kuman
S.typhi dan miokarditis sering sebagai penyebab kematian.
Biasanya dijumpai pada pasien yang sakit berat pada infeksi akut.
o Manifestasi Neuropsikiatrik/Toksik Tifoid
Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau
tanpa kejang, semi-koma atau koma, Parkinson rigidity/transient
parkinsonism, sindrom otak akut, mioklonus generalisata,
meningismus, skizofrenia sitotoksik, mania akut, hipomania,
ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain-
Barre, dan psikosis. Gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom
klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut(kesadaran
berkabut, apatis, delirium, somnolen, sopor, atau koma) dengan
atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam
pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal disebut toksik
tifoid, dan dapat diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg
ditambah ampisilin 4 x 1 gr dan deksametason 3 x 5 mg.

2.9 Pencegahan demam tifoid

Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan kasus


luar biasa demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari segi kuman
Salmonella typhii sebagai agen, faktor pejamu dan faktor lingkungan. Secara

29
besar terdapat tiga strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu
identifikasi dan eradikasi S.typhii, pencegahan transimisi langsung dari pasien
terinfeksi/karier, dan proteksi pada orang yang berisiko terinfeksi. Identifikasi dan
eradikasi S.typhii dapat dilakukan secara aktif maupun pasif. Sasaran aktif
diutamakan pada populasi tertentu, seperti pengelola sarana makanan dan
minuman dan petugas pelayanan masyarakat seperti petugas kesehatan, guru,
petugas keberesihan, dan pengelola sarana umum lainnya. Pencegahan transmisi
langsung dari penderita dilakukan langsung di rumah sakit, klinik, maupun di
rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui mengidap kuman
S.typhii. Proteksi pada orang yang berisiko tinggi seperti golongan
immunokompromise dan golongan rentan, dapat dilakukan dengan vaksinasi
tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik. Indikasi pemberian vaksinasi
tergantung pada faktor individual dan populasi. Faktor populasi seperti pada anak
usia sekolah di daerah endemik, personil milter, petugas rumah sakit,
laboratorium kesehatan, dan industri makanan/minuman. Sementara faktor
individual seperti pengunjung/wisatawan ke daerah endemik, orang yang kontak
erat dengan tifoid karier. Adapun jenis vaksinasi yang diberikan adalah vaksin
oral Ty21a atau vaksin parenteral ViCPS (vaksin capsul polisakarida).
Serokonverdi terjadi secara cepat yaitu pada 15 hari- 3 minggu dan bertahan
selama 3 tahun. Vaksinasi dikontraindikasikan pada orang yang alergi atau
riwayat efek samping berat, penurunan imunitas, dan kehamilan (karena
sedikitnya data). Tidak dianjurkan pemberian vaksinasi bersamaan dengan obat
sulfonamid atau antimikroba lain.

2.10 Prognosis

Prognosis di antara orang-orang dengan demam tifoid terutama tergantung pada


kecepatan diagnosis dan inisiasi pengobatan yang benar. Umumnya, demam tifoid
yang tidak diobati membawa tingkat kematian 15%-30%. Pada penyakit yang
diobati dengan baik, angka kematian kurang dari 1%.

30
BAB V
KESIMPULAN

Demam tifoid atau demam enterik merupakan penyakit infeksi akut sistem
pencernaan dengan karakteristik demam dan nyeri perut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi yang menular melalui
makanan atau minuman. Di Indonesia, demam tifoid merupakan penyakit
endemis.
Gejala demam yang meningkat setiap harinya, demam yang meningkat
pada sore atau malam hari, nyeri perut, dan lidah kotor merupakan gejala
klasik pada demam tifoid. Diagnosis demam tifoid dapat dilakukan melalui uji
laboratorium seperti pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan widal, uji thypidot,
atau uji IgM dipstick. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis demam tifoid
adalah pemeriksaan kultur bakteri, namun jarang dilakukan karena memakan
waktu yang lama.
Tatalaksana demam tifoid mencakup tirah baring, diet dan terapi
penunjang, serta pemberian antimikroba. Pilihan obat utama untuk tatalaksana
demam tifoid adalah kloramfenikol.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tifoid antara lain adalah
perdarahan intestinal, perforasi usus, komplikasi hematologi, hepatitis tifosa,
dan pankreatitis tifosa. Umumnya prognosis demam tifoid baik, tergantung
kepada kecepatan diagnosis dan inisiasi pengobatan yang tepat. Demam tifoid
dapat dicegah dengan cara meningkatkan sanitasi dan higienitas diri dan
lingkungan, serta pemberian vaksinasi bagi kelompok rentan.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Hartanto D. Diagnosis dan Tatalaksana Demam Tifoid pada Dewasa. CDK


2021;48(1):1-3
2. Jameson JL, Kasper DL, Longo DL. Harrison's Principles of Internal
Medicine. 20th ed. Vol. 1. New York: McGraw Hill; 2018.
3. Purba IE Wandra T, Nugrahini N, dkk. Program Pengendalian Demam
Tifoid Di Indonesia: tantangan dan peluang. Media Litbangkes
2016;26(1):99-108
4. Ardiaria M. Epidemiologi, Manifestasi Klinis, Dan Penatalaksanaan
Demam Tifoid. JNH 2019;7(2):32-8
5. Crump JA. Progress in Thypoid Fever Epidemiology. IDSA
2019;68(1):S4-S9
6. Brusch JL. Thyphoid Fever [Internet]. Medscape. 2022 [cited 03 August
2022] Available from: https://emedicine.medscape.com/article/231135-
overview#a5
7. Ashurst JV, Truong J, Woodbury B. Salmonella Typhi. [Updated 2022 Jul
8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519002/
8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 6 th ed.
Jakarta: Interna Publishing 2014.
9. Levani Y, Prastya AD. Demam Tifoid : Manifestasi Klinis, Pilihan Terapi
Dan Pandangan Dalam Islam. AIMJ 2020:3(1);10-6
10. Nelwan RHH. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. CDK
2012:39(4);247-50
11. Saputra RK, Majid R, Bahar H. Hubungan pengetahuan, sikap dan
kebiasaan makan dengan gejala demam thypoid pada mahasiswa fakultas
kesehatan masyarakat universitas halu oleo tahun 2017. Jimkesmas
2017;2(6):1-7
12. Cita YP. Bakteri Salmonella typhii dan demam tifoid. JKM 2012;6(1):42-
6
13.

32

Anda mungkin juga menyukai