DEMAM THYPOID
Pembimbing:
dr. Nurifah, SpA
Penulis:
Rafid
1102016175
UNIVERSITAS YARSI
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus yang berjudul
“Demam thypoid” Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada
1. dr. Nurifah, Sp.A selaku pembimbing laporan kasus
yang telah membimbing dan memberikan arahan ilmu kepada
penulis.
2. Para perawat dan pegawai SMF Ilmu Kesehatan Anak RS
Bhayangkara Tk.
I Raden Said Sukanto Jakarta yang telah banyak membantu penulis
dalam kegiatan klinik sehari-hari.
3. Teman-teman sejawat rekan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak.
Penyusun
DAFTAR ISI
I. Identitas Pasien
1. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 15 hari SMRS.
2. Keluhan Tambahan
Mual dan muntah 3x sehari sejak 5 hari SMRS
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Umum Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto
dengan keluhan demam sejak 15 hari SMRS.Demam dirasakan naik dari
sore hari dan paling tinggi pada malam hari disertai meggigil dengan suhu
terukur 39’c kemudian pada pagi hari demam tidak dirasakan.Keluhan lain
yang dirasakan adalah mual disertai nyeri tekan pada perut dan muntah
sebanyak 3 kali sehari sejak 5 hari SMRS,keluhan batuk tanpa dahak
,pusing dan Buang air besar cair dirasakan pasien sejak 2 hari SMRS
kemudian pasien dibawa berobat ke klinik dokter umum dan diberikan
paracetamol,omeprazol dan antibiotik namun keluhan tetap dirasakan dan
tidak membaik.Saat ini pasien tidak mengeluhkan demam,keluhan mual
dan muntah dirasakan makin meningkat.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Demam typhoid tahun 2016
- DHF tahun 2017
- Appendisitis tahun 2018
- Dispepsia
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 165 cm
Umur : 16 tahun
Lingkar kepala: 58 cm
BB/U : 70/54 x 100% = 129% (overweight)
TB/U : 165/163 x 100% = 101% (Perawakan baik)
BB/TB : 70/54 x 100% = 129% (overweight)
Kesan : Overweight
BB/U :70/54 =129 %
Hematologi
Hematokrit 41 37-43 %
Basofil 0 0–1 %
Eusinofil 2 1–3 %
Batang 0 2–6 %
Segmen 65 50 – 70 %
Limfosit 28 20 – 40 %
Monosit 5 2–8 %
Elektrolit
Widal
Urin Lengkap
Warna Kuning -
pH 6,5 5 - 8,5 -
Protein - Negatif -
Bilirubin - Negatif -
Glukosa - Negatif -
Keton - Negatif -
Darah/Hb - Negatif -
Nitrit - Negatif -
Leukosit - Negatif -
*Sel Epitel 1+ - -
*Silinder - - /LPK
*Kristal - - -
Lain-lain: Bakteri 1+ - -
4. Polos Thorax (20 September 2021)
IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
X. Follow Up Harian
Tanggal Follow Up
21/9/21 S • Demam (-)
(HR2) • Mual dan muntah (+)
• Batuk (+)
• BAB cair dan BAK normal
O KU: tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis
TTV
• TD: 110/80 mmHg
• Nadi: 80 x/menit
• RR: 20 x/menit
• Suhu: 36,60 C
• SpO2: 98%
Status Generalis
Kepala: Normocephal
Mata: Konjungtiva Pucat -/-, Sklera Ikterik -/-
Mulut: Mukosa oral basah,coated tongue (-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Pulmo: Vesicular +/+, wheezing -/-, rhonchi -/-
Cor: S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: datar, supel BU (+) 4 kali/menit, timpani (+), nyeri tekan (+) pada
regio epigastric dan hipokondrium kanan
Eks: akral hangat, CRT <2’’
A - Demam thypoid
- ISPA
P IVFD RL 32 tpm
Ceftriaxon 1 x 2 gr IV (hari ke 2)
Rantin 2 x 50 mg IV
Ondansentron 3x 4mg IV
Paracetamol 3 x 500 mg
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bakterimia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe
usus dan Peyer’s patch.
Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi
dalam dunia kedokteran disebut Typhoid fever atau Thypus abdominalis karena
berhubungan dengan usus di dalam perut. Penyakit tifoid perut (Thypus abdomalis)
merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh
bakteri Salmonella typhi, (food and water disease). Seseorang yang sering menderita
penyakit tifoid menandakan bahwa ia sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri ini. Jika tidak diobati dengan tepat, demam tifoid dapat bersifat
fatal (menimbulkan kematian) (Munaf, 2009).
II.2 Epidemiologi
Kasus demam tifoid di Indonesia tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan
insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan
760/100.000 penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian demam tifoid antara lain jenis kelamin, usia, status
gizi, kebiasaan jajan, kebiasaan cuci tangan, pendidikan orang tua, tingkat penghasilan
orang tua, pekerjaan orang tua, dan sumber air. (Soedomo dkk. 2010; Anonim. 2009; Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008).
II.3 Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi
dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif tidak membentuk spora,
motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu.
Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60◦C) selama 15-20 menit, pasteurisasi,
pendidihan dan khlorinisasi.
Genus Salmonella terdiri dari dua species, yaitu Salmonella enterica dan
Salmonella bongori (disebut juga subspecies V). Salmonella enterica dibagi ke dalam
enam subspecies yang dibedakan berdasarkan komposisi karbohidrat, flagell, dan struktur
lipopolisakarida. Subspecies dari Salmonella enterica antara lain subsp. Enterica, subsp.
Salamae, subsp. Arizonae, subsp. Diarizonae, subsp. Houtenae, subsp. Indica.
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif,
mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, Flagelar antigen (H) yang
terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai
makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel
dan dinamakan endotoksin.
II.4 Patofisiologi
Pada anak periode inkubasi demam tifoid rata-rata antara 10-14 hari. Semua pasien
demam tifoid selalu menderita demam diawal penyakit. Banyak orang tua pasien demam
tifoid melaporkan bahwa demam tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan pagi
harinya. Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala
sistem saraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penurunan
kesadaran mulai apatis sampai koma. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah . Disamping
– gejala – gejala yang biasa ditemukan , mungkin juga dapat ditemukan gejala lain seperti
rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1,5 mm,
terbentuk karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada minggu
pertama demam dan dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas, dan punggung
pada orang kulit putih. Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu 10C yang tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8 kali permenit. Bradikardi relatif jarang dijumpai pada anak.
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala,
malaise, anoreksi, nausea, mialgia, nyeri perut, dan radang tenggorokan. Pada kasus yang
berpenampilan klinis berat, pada saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit berat. Bahkan
dapat juga dijumpai penderita demam tifoid yang datang dengan syok hipovolemik sebagai
akibat kurang masukan cairan dan makanan. Gejala gastrointestinal pada kasus demam
tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, obstipasi, atau obstipasi kemudian
disusul episode diare, pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih ditengah
sedang tepi dan ujungnya kemerahan dan dijumpai juga hepatomegali.
1. Demam
Demam atau panas adalah gejala utama tifoid. Pada awal sakit, demamnya kebanyakan
samar saja, selanjutnya suhu tubuh sering naik turun. Pagi lebih rendah atau normal, sore
dan malam lebih tinggi (demam intermitten). Dari hari ke hari intensitas demam makin
tinggi yang disertai dengan banyak gejala lain seperti sakit kepala (pusing-pusing), nyeri
otot, pegal-pegal, anoreksia, mual dan muntah. Pada minggu ke 2 intensitas demam makin
tinggi, kadang-kadang terus menerus (demam kontinyu). Bila pasien membaik maka pada
minggu ke 3 suhu badan berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke
3. Tipe demam menjadi tidak beraturan. Hal ini mungkin karena intervensi pengobatan atau
komplikasi yang dapat terjadi lebih awal. Pada anak khususnya balita, demam tinggi dapat
menimbulkan kejang (Menkes, 2006).
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering
dan kadang-kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan kotor dan ditutupi selapu putih. Ujung
dan tepi lidah kemerahan dan tremor, dan penderita anak jarang ditemukan. Pada
umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut, terutama region epigastrik (nyeri ulu
hati), disertai nausea, mual dan muntah. Pada awal sakit sering meteorismus dan
konstipasi. Pada minggu selanjutnya kadang- kadang timbul diare (Menkes, 2006).
3. Gangguan Kesadaran
Hati dan atau limpa, ditemukan sering membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri tekan
(Menkes, 2006).
5. Bradikardia Relatif
Bradikari relatif sering tidak ditemukan, mungkin karena teknis pemeriksaan yang
sulit dilakukan. Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh
peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap peningkatan
suhu 1°C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 malam (Menkes,
2006).
a. Akut non-komplikasi
Demam tifoid akut ditandai dengan demam berkepanjangan, gangguan fungsi
usus (sembelit pada orang dewasa, diare pada anak-anak), sakit kepala, malaise
dan anoreksia. Batuk bronkitis adalah gejala umum dalam tahap awal penyakit.
Selama periode demam, hingga 25% dari pasien menunjukkan exanthem
(mawar bintik-bintik), di dada, perut dan punggung.
b. Dengan Komplikasi
Demam tifoid akut bisa berat. Tergantung pada pengaturan klinis dan kualitas
perawatan medis yang tersedia, hingga 10% dari pasien tifoid dapat
berkembang ke komplikasi yang serius. Karena jaringan limfoid usus terkait
menunjukkan kelainan yg menonjol, pada 10-20% pasien ditemukan adanya
darah mikroskopis pada tinja dan hingga 3% pasien mungkin memiliki melena.
Perforasi usus juga telah dilaporkan hingga 3% dari kasus dirawat di rumah
sakit. Rasa tidak nyaman pada perut akan berkembang dan meningkat. Hal ini
sering terbatas pada kuadran kanan bawah tetapi bisa juga menyebar. Gejala
dan tanda-tanda perforasi usus dan peritonitis kadang-kadang mengikuti,
disertai dengan kenaikan tiba-tiba denyut nadi, hipotensi, ditandai dengan nyeri
perut, nyeri lepas, dan selanjutnya kekakuan perut. Peningkatan jumlah sel
darah putih dengan pergeseran kiri dan udara bebas pada radiografi abdomen
biasanya terlihat.
II.6 Diagnosis
II.6.1 Anamnesis
a) Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir
minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi
b) Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala,
nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung
c) Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan
icterus.
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi.
Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu di bagian
tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering
dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang terdengar ronki pada pemeriksaan paru.
Negatif Palsu
Pemberian antibiotika yang dilakukan sebelumnya (ini kejadian
paling sering di negara kita, demam –> kasih antibiotika –>
nggak sembuh dalam 5 hari –> tes Widal) menghalangi respon
antibodi.
Positif Palsu
Beberapa jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S.
paratyphi A, B, C) memiliki antigen O dan H juga, sehingga
menimbulkan reaksi silang dengan jenis bakteri lainnya, dan
bisa menimbulkan hasil positif palsu (false positive).
b) Tes TUBEX
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi
kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan
menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan
sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen
O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella
serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena
hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi
IgG dalam waktu beberapa menit.
Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX®
ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal.
Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan
spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan
spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal,
dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan
sederhana, terutama di negara berkembang.
e) Pemeriksaan dipstik
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda
dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S.
typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung
antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human
immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan
komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan
dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium
yang lengkap.
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam
Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil: jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk
Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/
Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke
dalam media Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di
dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan
terapi antibiotika dan sudah mendapat vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu
untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari,bila belum ada pertumbuhan
koloni ditunggu sampai 7hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit
adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja.
Pemeriksaan radiologik:
II.7 Komplikasi
Komplikasi Intestinal
Perdarahan Intestinal
Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat membentuk
tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus
lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdaraha. Selanjutnya bila tukak
menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain faktor luka, perdarahan juga
dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor.
Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Bila transfusi yang
diberikan tidak dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, maka tindakan bedah perlu
dipertimbangkan.
Perforasi Usus
Terjadi sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Selain gejala umum demam tifoid dengan
perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama didaerah kuadran kanan bawah yang
kemudia menyebar ke seluruh perut disertai tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada
50% penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas
diabdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan
bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya
perforasi. Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan udara pada
rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang cukup
menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid.
Komplikasi Ekstra-Intestinal
Komplikasi Hematologik
Hepatitis Tifosa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus dengan demam tifoid.
Pada demam tifoid kenaikan enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum
bilirubin (untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat
terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan sistem imun yang kurang.
Pankreatitis Tifosa
Merupakan komplikasi yang jarang terjai pada demam tifoid. Pankreatitis sendiri dapat
disebabkan oleh mediator pro inflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat
farmakologik. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta ultrasonografi/CT-scan dapat
membantu diagnosis penyakit ini dengan akurat.
Miokarditis
Pasien miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan dada,
gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik. Kelainan ini disebabkan oleh
kerusakan miokardium oleh kuman S.typhi.
Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semi-koma
atau koma, skizofrenia, meningitis. Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom
klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis,
delirium, somnolen, sopor, atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis
lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal. Sindrom klinis
seperti ini oleh beberapa peneliti disebut sebagai tifoid toksik. Diduga faktor-faktor sosial
ekonomi yang buruk, tingkat pendidikan yang renda, ras, kebangsaan, iklim, nutrisi,
kebudayaan, dan kepercayaan (adat) yang masih terbelakang mempermudah terjadinya hal
tersebut dan akibatnya meningkatkan angka kematian.
II.8 Tatalaksana
2. Managemen Nutrisi
Penderita penyakit demam Tifoid selama menjalani perawatan haruslah
mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk dikonsumsi, antara
lain:
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dirumah dengan tirah baring, isolasi
yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik.
Sedangkan unutk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan,
elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan
dengan seksama. Pengobatan simtomatik diberikan untuk menekan gejala-gejala
simtomatik yang dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan
meteorismus. Sembelit bila lebih dari 3hari perlu dibantu dengan paraffin atau lava sedeng
anglistering. Obat bentuk laksan ataupun enema tidak dianjurkan karena dapat
memberikan akibat perdarahan maupun perforasi intestinal.
Antibiotik
Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgbb/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4
dosis selama 10-14 hari.
Dierapre-antibiotik, angka mortalitas dari demam tifoid masih tinggi sekitar 15%. Terapi
dengan kloramfenikol diperkenalkan pada 1948, mengubah perjalanan penyakit,
menurunkan angka mortalitas hingga <1% dan durasi demam dari 14-28hari menjadi 3-
5hari. Dosis untuk orang dewasa adalah 4kali 500mg perhari oral atau intravena, sampai
7 hari bebas demam. Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan karena hidrolisis ester
tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Kloramfenikol menjadi obat
pilihan untuk demam enterik hingga munculnya resistensi pada tahun1970. Tingginya
angka kekambuhan (10-25%), masa penyakit yang memanjang dan karier kronik, toksisitas
terhadap sumsum tulang (anemia aplastik), angka mortalitas yang tinggi di beberapa negara
berkembang merupakan perhatian terhadap kloramfenikol. Kekambuhan dapat diobati
dengan obat yang sama. Penurunan demam terjadi rata-rata pada hari ke-5.
2. Bedah
Tindakan bedah diperlukan pada penyulit perforasi usus
II.9 Prognosis
II.10 Pencegahan
Vaksin demam tifoid Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit
demam tifoid, yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi
dari Salmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, S
paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine) telah puluhan tahun digunakan dengan cara
peberian subkutan; namun vaksin ini hanya memberikan daya kekebalan yang terbatas,
disamping efek samping lokal pada tempat suntikan yang cukup sering. Vaksin yang berisi
kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan peroral tiga kali
dengan interval pemberian selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin
Ty21a diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun. Pada penelitian dilapangan didapat
hasil efikasi proteksi yang berbanding terbalik dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin
yang berisi komponen Vi dari Salmonella typhi diberikan secara suntikan intramuskular
memberikan perlindungan 60-70% selama tiga tahun
BAB III
ANALISIS KASUS
Kasus Teori
Seftriakson 80 mg/kgbb/hari,
intravena atau intramuskular, sekali
sehari, selama 5 hari.
Bedah
Tindakan bedah diperlukan pada
penyulit perforasi usus
DAFTAR PUSTAKA
Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update.
Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003. h. 2-20.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI
Munaf, S., 2009, Kumpulan Kuliah Farmakologi, Edisi II, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
Nelwan, RHH. 2012. “Tata Laksana Terkini Demam Tifoid”. CDK-192/ vol. 39 no. 4, th.
2012. Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM-
Jakarta
Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi &
pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.