Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

“DEMAM TIFOID PADA ANAK”

Oleh:
Olivia Tanjung
1102014204
 
Pembimbing:
dr. Pulung M. Silalahi, Sp.A
Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang
disebabkan oleh infeksi sistemik Salmonella typhi. Prevalens
91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian
meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu pertama sakit,
demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam
lainnya sehingga untuk memastikan diagnosis diperlukan
pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi. 

Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan BAB I


biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan. PENDAHULUAN
Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat
dengan penyediaan air bersih yang belum memadai
serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah
yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkugan. .

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.


Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari
ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga
gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga
kematian.
DEFINISI

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat  


akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini BAB II
ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan TINJAUAN
PUSTAKA
bakterimia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau
endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke
dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar
limfe usus dan Peyer’s patch.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
EPIDEMIOLOGI

Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-


19 tahun mencapai 91% kasus karena pada usia tersebut orang- orang cenderung
memiliki aktivitas fisik yang banyak, sehingga kurang memperhatikan pola  
makannya, akibatnya mereka cenderung lebih memilih makan di luar rumah, yang BAB II
sebagian besar kurang memperhatikan higienitas. TINJAUAN
PUSTAKA
Kasus demam tifoid di Indonesia tersebar secara merata di seluruh propinsi
dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah
perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus
per tahun.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
ETIOLOGI

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain yaitu ; 

• Bakteri Gram-negatif

• Mempunyai flagela BAB II


• Tidak berkapsul TINJAUAN
PUSTAKA
• Tidak membentuk spora

• Fakultatif anaerob 

• Mempunyai antigen somatik (O), Flagelar antigen (H) dan


envelope antigen (K).

• Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang


membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. 

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
PATOFISIOLOGI

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks


mengikuti ingesti organisme, yaitu : 

1. Penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’s patch  


2. Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dimakrofag
BAB II
Peyer’s patch, nodus limfatikus mesentrikus, dan organ- TINJAUAN
organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial PUSTAKA
3. Bakteri bertahan hidup didalam aliran darah

4. Produksi enteretoksin yang meningkatkan kadar cAMP


didalam kripta usus dan menyebabkan keluarnya
elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
PATOFISIOLOGI

Bakteri masuk bersama makanan mencapai epitel usus


halus (ileum) dan menyebabkan inflamasi lokal, fagositosis,
serta pelepasan endotoksin di lamina propria
 
BAB II
TINJAUAN
Bakteri menembus dinding usus hingga mencapai jaringan PUSTAKA
limfoid ileum yang disebut plak Peyeri

Bakteri masuk ke aliran limfe mesenterika hingga ke aliran


darah (bakteremia I)

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
PATOFISIOLOGI

Bakteri mencapai jaringan retikuloendotelial (hepar, limpa,


sumsum tulang) untuk bermultiplikasi memproduksi
enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP
 
BAB II
TINJAUAN
Elektrolit dan air keluar melalui lumen intestinal PUSTAKA

Bakteri kembali beredar ke sirkulasi sistemik (bakteremia


II) dan menginvasi organ lain baik intra- maupun
ekstraintestinal

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
PATOFISIOLOGI

 
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
MANIFESTASI KLINIS

Masa Inkubasi Fase Invasi


BAB II
• Berlangsung 10-14 hari
• Asimtomatis
• Demam ringan naik secara
bertahap, terkadang suhu
TINJAUAN
malam lebih tinggi PUSTAKA
dibandingkan pagi hari
•Nyeri kepaa
•Rasa tidak nyaman pada
saluran cerna
•Batuk
• Lemas
•Konstipasi atau diare

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
MANIFESTASI KLINIS

Fase Invasi Stadium Evolusi


BAB II
• Demam mencapai • Demam turun TINJAUAN
suhu tertinggi pada perlahan PUSTAKA
akhir minggu
pertama
• Bradikardi relatif
• Hepatomegali
• Splenomegali
• Lidah tifoid
• Diare atau konstipasi

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
DIAGNOSIS

Anamnesis Pemeriksaan fisis


Demam naik secara bertahap
tiap hari • Gejala klinis bervariasi dari yang
Anak sering mengigau ringan sampai berat dengan BAB II
(delirium), malaise, letargi, komplikasi. 
TINJAUAN
anoreksia, nyeri kepala, nyeri
perut, diare atau konstipasi,
• Kesadaran menurun, delirium PUSTAKA
muntah, perut kembung • Lidah tifoid yaitu di bagian tengah
Pada demam tifoid berat dapat kotor dan bagian pinggir hiperemis
dijumpai penurunan kesadaran,
kejang, dan ikterus • meteorismus, hepatomegali 

• Kadang-kadang terdengar ronki pada


pemeriksaan paru.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2009). Pedoman Pelayanan Medis IDAI


PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah tepi perifer

• Anemia, pada umumnya terjadi karena


BAB II
karena supresi sumsum tulang, defisiensi TINJAUAN
Fe, atau perdarahan usus PUSTAKA
a)Leukopenia, namun jarang kurang dari
3000/ul
b)Limfositosis relative
c)Trombositopenia, terutama pada demam
tifoid berat
d)LED (LajuEndapDarah): Meningkat.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (2009). Pedoman Pelayanan Medis IDAI
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Pada perforasi usus


radiologik tampak:
• Foto toraks, apabila • distribusi udara tak
diduga terjadi merata BAB II
komplikasi a)airfluid level TINJAUAN
pneumonia b)bayangan radiolusen PUSTAKA
Foto abdomen, apabila di daerah hepar
diduga terjadi c)udara bebas pada
komplikasi abdomen
intraintestinal seperti
perforasi usus
• atau perdarahan
saluran cerna.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (2009). Pedoman Pelayanan Medis IDAI
PEMERIKSAAN PENUNJANG

SEROLOGI

Uji Widal Tes TUBEX

• Menentukan adanya aglutinin dalam • tes ini mempunyai sensitivitas dan


serum penderita tersangka yaitu: a) spesifisitas yang lebih baik daripada
Aglutinin O (dari tubuh kuman), b) uji Widal. BAB II
Aglutinin H (flagella kuman), dan c) • Ada 4 interpretasi hasil :
Aglutinin Vi (simpai kuman). Skala 2-3 adalah Negatif Borderline.
TINJAUAN
• Aglutinin O dan H yang digunakan Tidak menunjukkan infeksi demam PUSTAKA
untuk demam tifoid. tifoid. Sebaiknya dilakukan
• Semakin tinggi titernya, semakin pemeriksaan ulang 3-5 hari
besar kemungkinan terinfeksi kuman kemudian.
ini. Skala 4-5 adalah Positif.
• Pembentukan aglutinin mulai terjadi Menunjukkan infeksi demam tifoid
pada akhir minggu pertama demam, Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat
kemudian meningkat secara cepat infeksi demam tifoid
dan mencapai puncak pada minggu
keempat dan tetap tinggi selama
beberapa minggu. Pada fase akut
mula-mula timbul aglutinin O,
kemudian diikuti dengan aglutinin H

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2009). Pedoman Pelayanan Medis IDAI


PEMERIKSAAN PENUNJANG

SEROLOGI

Metode enzyme immunoassay Metode enzyme-linked


(EIA) DOT immunosorbent assay (ELISA)
• Deteksi terhadap IgM • Uji ELISA yang sering dipakai
menunjukkan fase awal infeksi untuk mendeteksi adanya antigen BAB II
pada demam tifoid akut S. typhi dalam spesimen klinis
sedangkan deteksi terhadap IgM adalah double antibody sandwich TINJAUAN
dan IgG menunjukkan demam ELISA. PUSTAKA
tifoid pada fase pertengahan • Pada penderita yang didapatkan
infeksi. S. typhi pada darahnya, uji ELISA
• Uji dot EIA tidak mengadakan pada sampel urine didapatkan
reaksi silang dengan salmonellosis sensitivitas 65% pada satu kali
non-tifoid bila dibandingkan pemeriksaan dan 95% pada
dengan Widal. Dengan demikian pemeriksaan serial serta
bila dibandingkan dengan uji spesifisitas 100%.
Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih
tinggi oleh karena kultur positif
yang bermakna tidak selalu diikuti
dengan uji Widal positif.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2009). Pedoman Pelayanan Medis IDAI


DIAGNOSIS BANDING

 Dengue Fever

Penyakit virus yang dibawa oleh nyamuk, yang terjadi di daerah tropis
dan subtropis. Orang yang terinfeksi virus ini untuk kedua kalinya memiliki
risiko yang jauh lebih besar terserang penyakit parah. Gejalanya adalah
demam, ruam, serta nyeri otot dan sendi. Pada kasus yang parah terjadi BAB II
pendarahan hebat dan syok, yang dapat membahayakan nyawa. Penanganan
berupa dengan cairan dan pereda nyeri. Kasus yang parah harus dirawat inap.
TINJAUAN
PUSTAKA
 Gastroenteritis (infeksi Saluran Cerna: muntah atau diare) Diare, kram,
mual, muntah, dan demam ringan adalah gejala yang umum terjadi.
Menghindari makanan dan air yang terkontaminasi serta sering mencuci
tangan dapat membantu mencegah infeksi. Istirahat dan rehidrasi adalah
penanganan utama.
TATALAKSANA

• Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati


dirumah dengan tirah baring, isolasi yang memadai,
pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian
antibiotik.  BAB II
• Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah TINJAUAN
sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi PUSTAKA
disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat
dilakukan dengan seksama

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI
TATALAKSANA

1. Antibiotik 
• Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgbb/hari, oral
atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari
• Amoksisilin 100 mg/kgbb/hari, oral atau intravena,
selama 10 hari BAB II
TINJAUAN
• Kotrimoksasol 6 mg/kgbb/hari, oral, selama 10 hari
PUSTAKA
• Seftriakson 80 mg/kgbb/hari, intravena atau
intramuskular, sekali sehari, selama 5 hari

• Sefiksim 10 mg/kgbb/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis,


selama 10 hari

2. Bedah

• Tindakan bedah diperlukan pada penyulit perforasi usus

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI
TATALAKSANA

  Oral Parenteral

Kloramfenikol 50–75 mg/kgBB/hari Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari


selama 14–21 hari selama 14–21 hari
Amoksisilin 75–100 mg/kgBB/hari Ampisilin 75–100 mg/kgBB/hari
selama 14 hariBAB II
Tanpa penyulit
selama 14 hari
TMP-SMZ 8/40 mg/kgBB/hari TINJAUAN
 
selama 14 hari PUSTAKA
Sefiksim (multi-drug resistance) 15–20
mg/kgBB/hr selama 7–14 hr
Terapi alternatif tanpa penyulit  
Azitromisin (quinolone resistance) 8–10
mg/kgBB/hari selama 7 hari
Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari selama
14–21 hari
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama
Dengan penyulit   14 hari

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta:
Seftriakson 75 mg/kgBB/hari atau
Badan Penerbit IDAI sefotaksim 80 mg/kgBB/hari selama 10–
KOMPLIKASI

KOMPLIKASI EKSTRA-INTESTINAL 

1. Komplikasi Hematologik 
• Komplikasi hematologik berupa trombositopenia,
hipofibrino-genemia, peningkatan prothombin time,
BAB II
peningkatan partial thromboplastin time, peningkatan TINJAUAN
fibrin degradation products sampai koagulasi PUSTAKA
intravaskular diseminata (KID) dapat ditemukan pada
kebanyakan demam tifoid. 

• Trombositopenia sering dijumpai, hal ini mungkin terjadi


karena menurunnya produksi trombosit disumsum
tulang selama proses infeksi atau meningkatnya
destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial. 
• Obat-obatan juga memegang peran. 

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.
KOMPLIKASI

2. Hepatitis Tifosa

• Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai


pada 50% kasus dengan demam tifoid. 

• Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan


malnutrisi dan sistem imun yang kurang.  BAB II
TINJAUAN
3. Pankreatitis Tifosa
PUSTAKA
• Merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam
tifoid.

• Pankreatitis sendiri dapat disebabkan oleh mediator pro


inflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat
farmakologik. 
• Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta
ultrasonografi/CT-scan dapat membantu diagnosis
penyakit ini dengan akurat.
KOMPLIKASI

4. Miokarditis 

• Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan miokardium oleh


kuman S.typhi.

5. Manifestasi Neuropsikiatrik/Tifoid Toksik  BAB II


TINJAUAN
• Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium
dengan atau tanpa kejang, semi-koma atau koma, PUSTAKA
skizofrenia, meningitis. 

• Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom


klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut
(kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen, sopor,
atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan
neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak
masih dalam batas normal. 

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.
KOMPLIKASI

KOMPLIKASI INTESTINAL 

1. Perdarahan Intestinal 

• Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis)


dapat membentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang BAB II
terhadap sumbu usus. 
TINJAUAN
• Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah PUSTAKA
maka terjadi perdarahan. 

• Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi


dapat terjadi. 

• Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami


syok. 

• Bila transfusi yang diberikan tidak dapat mengimbangi


perdarahan yang terjadi, maka tindakan bedah perlu
dipertimbangkan. 

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.
KOMPLIKASI

2. Perforasi Usus
• Selain gejala umum demam tifoid dengan perforasi
mengeluh nyeri perut yang hebat terutama didaerah
kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke BAB II
seluruh perut disertai tanda-tanda ileus.  TINJAUAN
• Bising usus melemah pada 50% penderita  PUSTAKA

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.
PENCEGAHAN

Pencegahan tifus dapat dilakukan dengan menjaga


kebersihan diri dan lingkungan diantaranya melalui:

• Biasakan melindungi makanan dari hewan pembawa


penyakit seperti lalat, kecoa, dan tikus. BAB II
TINJAUAN
• Cuci tangan dengan sabun setelah buang air dan sebelum
PUSTAKA
makan.

• Hindari membeli jajanan di tempat-tempat yang kurang


bersih.

• Sediakan air minum yang memenuhi syarat.

• Vaksinasi tifoid.
PROGNOSIS

• Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan


terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada
tidaknya komplikasi. BAB II
• Dinegara berkembang, angka mortalitasnya >10%, TINJAUAN
,biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, PUSTAKA
dan pengobatan. 

• Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal


atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan
pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas
tinggi.
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah
kesehatan yang penting diberbagai negara sedang berkembang. Terjadinya
penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya
keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalur oro fekal). Dapat KESIMPULAN
juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam
bakteremia kepada bayinya. Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14
hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan
berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi
hingga kematian. 

 
Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Cetakan
pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003. h. 2-20.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Ikatan Dokter Anak Indonesia (2009). Pedoman Pelayanan Medis IDAI

Munaf, S., 2009, Kumpulan Kuliah Farmakologi, Edisi II, Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Nelwan, RHH. 2012. “Tata Laksana Terkini Demam Tifoid”. CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012. Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM-Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.
Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit
Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis. Jakarta : Erlangga


Thank You…

Anda mungkin juga menyukai