Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

CHILD ABUSE

Pembimbing:
dr. Nurifah, SpA

Penulis:
Shabrina Radyaning Windria (1102015220)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I R. SAID
SUKANTO PERIODE 20 SEPTEMBER - 30 OKTOBER 2021

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus yang berjudul
“Child
Abuse”. Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
1. dr. Nurifah, Sp.A selaku pembimbing laporan kasus yang
telah membimbing dan memberikan arahan ilmu kepada penulis.
2. Para perawat dan pegawai SMF Ilmu Kesehatan Anak RS Bhayangkara Tk.
I Raden Said Sukanto Jakarta yang telah banyak membantu penulis
dalam kegiatan klinik sehari-hari.
3. Teman-teman sejawat rekan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak.

Saya menyadari presentasi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan.


Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya
harapkan demi kesempurnaannya. Demikian yang dapat saya sampaikan,
semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya dan rekan-
rekan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan kepaniteraan klinik.

Jakarta, 2 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii
BAB I: ILUSTRASI KASUS.................................................................................1
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA........................................................................13
2.1. Definisi…………….....................................................................13
2.2........................................................................................................................Epid
emiologi.........................................................................................................13
2.3 Klasifikasi………..............................................................................13
2.4 Diagnosis.......................................................................................................14
2.5 Tatalaksana………........................................................................................17
2.6 Komplikasi………………………………………………………………...…18
BAB III: ANALISA KASUS...............................................................................20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...24
BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : An. BNP


No RM : 01198727
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 13 April
2013 Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 8 tahun 5 bulan
Agama :
Islam
Alamat : Jakarta
Timur
Pendidikan :
SD
Masuk RS POLRI tanggal : 18 September 2021
Tanggal Pemeriksaan : 21 September 2021
Tempat Pemeriksaan : Ruang Hardja 2a

III. Anamnesis (alloanamnesis dengan ibu pasien 22 September 2021)

Pasien perempuan An. BNP berusia 8 tahun dibawa oleh ibunya


ke IGD RS POLRI pada tanggal 18 September 2021 dengan keluhan
keluar darah di vagina sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada
keluhan tambahan lain.
Kronologis kejadian dari ibu pasien, kejadian bermula ketika
ibu pasien memanggil pasien dan pasien berkata berada di kamar
bersama sepupunya sedang bermain handphone. Setelah itu ibu pasien
mendengar
pasien berteriak “jangan disiram-siram.” Ibu pasien kembali menanyakan
keberadaan pasien dan pasien menjawab berada di kamar mandi. Ibu
pasien kembali bertanya namun yang menjawab adalah sepupu pasien.
Ibu pasien mendobrak pintu kamar mandi dan melihat pelaku sedang
membenarkan celananya. Ibu pasien membuka pintu dengan lebar dan
melihat pasien sedang jongkok dan berkata bahwa celananya basah.
Setelah itu pasien
1
dibawa ke kamar dan ibu pasien melihat banyak darah keluar dari vagina
pasien.
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluhan serupa pada anggota keluarga.
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Selama kehamilan, ibu pasien mengaku terdapat penyulit yaitu
partus lama. Ibu pasien tidak pernah mengalami sakit saat
mengandung pasien dan rutin memeriksakan kehamilan di dokter
kandungan. Pasien merupakan anak ke-dua dari dua bersaudara.
Pasien lahir di rumah sakit, ditolong oleh dokter secara
spontan. Usia kehamilan cukup bulan, bayi langsung menangis, tidak
kuning dan tidak pucat saat lahir. Berat badan lahir 2500 gram, panjang
badan lahir
48 cm. Lingkar kepala, dada, dan perut tidak diketahui. Tidak
ada komplikasi setelah melahirkan.
d. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Menurut ibu, pasien tumbuh seperti anak seusianya. Pasien
dapat tengkurap saat usia 4 bulan, duduk 5 bulan, berdiri 7 bulan,
berjalan 7 bulan, bicara 12 bulan. Tidak ada keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan sebelumnya. Pasien termasuk anak
yang aktif di lingkungan rumahnya.
e. Riwayat Pemberian Makan
Pasien selama 3 bulan pertama diberikan ASI eksklusif. Setelah
3 bulan pasien masih diberikan ASI dan ditambah makanan
pendamping ASI berupa susu formula. Saat ini pasien makan 3 kali
sehari.
f. Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan pasien sudah mendapat imunisasi dasar lengkap.

2
III. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 21 September

2021 Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis (GCS 15)

Tanda Vital :
a. Frekuensi nadi : 96 x/menit (teratur, kuat, penuh)
b. Frekuensi napas : 18 x/menit (teratur, tipe pernapasan torako
abdominal)
c. Suhu : 36,6 °C (suhu aksila)
d. Tekanan darah : 100/70 mmHg
e. SaO2 : 99%

Data antropometri (kurva persentil CDC)


Berat badan : 32 kg
Tinggi badan : 131
cm
Umur : 8 tahun 5 bulan
BB/U : 32/26 x 100% = 123% (berat badan baik)
TB/U : 131/128 x 100% = 102% (perawakan
baik) BB/TB : 32/27 x100% = 118% (gizi baik)
Kesan : Status gizi baik

Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Kelopak kedua mata tidak cekung dan tidak edema,
konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil
bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+, air mata ada
Telinga : Deformitas -/-, sekret -/-, nyeri tekan -/-
Hidung : Deformitas - , tidak terdapat pernafasan cuping hidung
- Mulut : Bibir lembab, coated tongue (-)
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis,
T2/T2 Leher : Pembesaran KGB (- )
Thoraks : Bentuk dan gerak dada tampak simetris saat statis
dan dinamis, tidak ada retraksi intercostal

Paru

Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dada simetris saat statis dan

dinamis Palpasi : Pelebaran sela iga tidak ada

Perkusi : Sonor kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula
sinistra Perkusi : Batas jantung kanan di ICS IV linea sternalis dekstra,
batas jantung kiri di ICS V linea midklavikula sinistra,
batas pinggang jantung di ICS III linea parasternalis
sinistra.

Auskultasi : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) 7 kali/menit
(adekuat) Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel, BU (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba, turgor cepat
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, turgor kulit
baik, CRT < 2 detik
IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Hematologi 19 September 2021 (10.45)
Hemoglobin 10,7 12-14 g/dl
Leukosit 19.900 5.000-10.000 /ul
Hematokrit 32 37-43 %
Trombosit 359.000 150.000-400.000 /ul
Eritrosit 3,94 4-5
Hematologi 19 September 2021 (20.48)
Hemoglobin 9,3 12-14 g/dl
Leukosit 10860 5.000-10.000 /ul
Hematokrit 27 37-43 %
Trombosit 342.000 150.000-400.000 /ul
Eritrosit 3,94 4-5
NLR 10,18
Neutrofil Absolute 17.300
Limfosit Absolute 1.700

USG abdomen dalam batas normal

V. Resume

Pasien perempuan An. BNP berusia 8 tahun dibawa oleh ibunya ke


IGD RS POLRI pada tanggal 18 September 2021 dengan keluhan
keluar darah di vagina sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada
keluhan tambahan lain.
Kronologis kejadian dari ibu pasien, kejadian bermula ketika ibu
pasien memanggil pasien dan pasien berkata berada di kamar
bersama sepupunya sedang bermain handphone. Setelah itu ibu pasien
mendengar
pasien berteriak “jangan disiram-siram.” Ibu pasien kembali menanyakan
keberadaan pasien dan pasien menjawab berada di kamar mandi. Ibu
pasien
kembali bertanya namun yang menjawab adalah sepupu pasien. Ibu
pasien mendobrak pintu kamar mandi dan melihat pelaku sedang
membenarkan celananya. Ibu pasien membuka pintu dengan lebar dan
melihat pasien sedang jongkok dan berkata bahwa celananya basah.
Setelah itu pasien dibawa ke kamar dan ibu pasien melihat banyak darah
keluar dari vagina pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
ringan, nadi 96 x/menit, teraba kuat, suhu 36,6oC, pernapasan
20x/menit, pemeriksaan status gizi pada pasien yaitu status gizi baik
berdasarkan BB/TB kurva persentil CDC. Pemeriksaan lain dalam batas
normal.
Pada pemeriksaan penunjang darah perifer lengkap dan USG
abdomen didapatkan normal.

VI. Diagnosis

a. Child Abuse

VII. Anjuran Pemeriksaan


• Darah lengkap
• USG Abdomen

VIII. Tata Laksana


Terapi Konsulen Sp. A :

• Rawat inap dalam


bangsal
• IVFD RL 500 cc 20
tpm
• Cefotaxime 2x500 mg
IV
• Ranitidine 2x25mg
IV
• Transamin 3x250 mg PO
• Konsul psikologi
Terapi Koas :
Medikamentosa

• Rawat inap dalam bangsal


• IVFD RL 20 tpm
• Cefotaxime 2x1gr IV
• Ranitidine 2x25 mg IV
• As. Tranexamat 3x250 mg PO
• Konsul psikologi

VIII. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia bonam
Quo ad sanationam : bonam

Follow – up

19 September 2021
S O A P
Perdarahan HR : 96 x/menit Child abuse IVFD RL 20 tpm
pervaginam RR : 20 x/menit Cefotaxime
sebelum Suhu : 2x500 mg IV
36.5℃
Ranitidine
masuk rumah
2x25mg IV
sakit. Mata :
Transamin
konjungtiva
3x250 mg PO
pucat -/-
Konsul
Mukosa oral :
psikologi
basah, tampak
pucat
Paru : Ves +/
+, Rh -/-, Wh -/-
Cor : S1S2
reguler, gallop -,
murmur –
Abdomen :
supel, bising
usus +,
nyeri tekan +
(Iliaca sinistra,
suprapubik dan
iliaca dextra),
timpani
Ekstremitas :
akral hangat,

20 September 2021CRT < 2 detik


S O A P
Nyeri HR : 86x/menit Child abuse IVFD RL 20tpm
RR : 20 x/menit Cefotaxime
pada vagina,
Suhu : 36,6℃ 2x500 mg IV
perdarahan
Ranitidine
sedikit
Mata : 2x25mg IV
konjungtiva Transamin
pucat -/- 3x250 mg PO
Mukosa oral :
basah, tampak Konsul psikologi
pucat
Paru : Ves +/+,
Rh -/-, Wh -/-
Cor : S1S2
reguler, gallop -,
murmur –
Abdomen : supel,
bising usus +,
nyeri tekan -,
timpani
Ekstremitas :
akral
hangat,
21 September 2021CRT < 2 detik
S O A P
Nyeri HR : 96 x/menit Child abuse IVFD RL 500 cc
RR : 20 x/menit + transamin
pada vagina,
Suhu : 36.6℃ 1000 mg + vit.
perdarahan
Mata : K 1 ampul +
sudah tidak ada
konjungtiva adona 1 ampul
pucat -/- Cefotaxime
Mukosa oral : 2x500 mg IV
basah, merah Ranitidine
muda 2x25mg IV
Paru : Ves +/+, Transamin
Rh -/-, Wh -/- 3x250 mg PO
Cor : S1S2
reguler, gallop -,
murmur –
Abdomen :
supel, bising
usus +,
nyeri tekan -,
timpani
Ekstremitas :
akral hangat,
CRT < 2 detik
22 September 2021
S O A P
Nyeri pada HR : 96 x/menit Child Abuse IVFD RL 500 cc
vagina RR : 20 x/menit + transamin
berkurang. Suhu : 36.6℃ 1000 mg + vit.
Perdarahan Mata : K 1 ampul +
minimal. konjungtiva adona 1 ampul
pucat -/- Cefotaxime
Mukosa oral : 2x500 mg IV
basah, merah Ranitidine
muda 2x25mg IV
Paru : Ves +/+, Transamin
Rh -/-, Wh -/- 3x250 mg PO
Cor : S1S2
reguler, gallop -,
murmur –
Abdomen :
supel, bising
usus +,
nyeri tekan -,
timpani
Ekstremitas :
akral hangat,

23 September 2021CRT < 2 detik


S O A P
Nyeri sudah HR : 96 x/menit Child abuse IVFD RL 16 tpm
tidak ada, RR : 18 x/menit Cefotaxime
perdarahan Suhu : 36.5℃ 2x500 mg
minimal IV

10
Mata : Ranitidine
konjungtiva 2x25mg IV
pucat -/- Transamin
Mukosa oral : 3x250 mg
basah, merah IV
muda
Paru : Ves +/+, Evaluasi setelah
Rh -/-, Wh -/- USG dengan
Cor : S1S2 dokter Obgyn
reguler, gallop -,
murmur –
Abdomen :
supel, bising
usus +,
nyeri tekan -,
timpani
Ekstremitas :
akral hangat,

24 September 2021CRT < 2 detik


S O A P
Nyeri di HR : 96 x/menit Child abuse IVFD RL 16 tpm
daerah vagina. RR : 20 x/menit Cefotaxime
Perdarahan Suhu : 36.6℃ 2x500 mg IV
sudah tidak ada. Mata : Ranitidine
konjungtiva 2x25mg IV
pucat -/- Transamin
Mukosa oral : 3x250 mg PO
basah, merah Pulang
muda

11
Paru : Ves +/+,
Rh -/-, Wh -/-
Cor : S1S2
reguler, gallop -,
murmur –
Abdomen :
supel, bising
usus +, nyeri
tekan -, timpani
Ekstremitas :
akral hangat,
CRT < 2 detik
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Child abuse adalah suatu perbuatan disengaja yang dapat


menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik ataupun
emosional. lstilah child abuse dapat mencakup berbagai macam bentuk tingkah
laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orangtua atau orang
dewasa lainnya sampai dengan penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak.1

2.2 Epidemiologi

Berdasarkan World Health Organization 2016, 1 dari 4 orang dewasa


melaporkan pernah mengalami kekerasan pada saat usia anak sampai remaja.
Satu dari lima perempuan dan 1 dari 13 anak laki laki pernah mengalami
kekerasan
seksual saat remaja. Kejadian kekerasaan pada anak sering dialami usia 2 – 17
tahun.2

Child abuse di Indonesia telah dilaporkan terjadi hampir merata dari


Sabang hingga Merauke. Berdasarkan hasil survey oleh Kementrian Sosial, dan
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dicatat
sejumlah 7.061.946 anak atau diperkirakan 1 dari 3 anak lelaki mengalami
kekerasan fisik, emosional, maupun seksual. Jumlah perempuan yang mengalami
kejadian serupa dicatat sejumlah 2.603.770 anak, atau diperkirakan 1 dari 2 anak
perempuan mengalami kekerasan. Child abuse meliputi physical abuse
(kekerasan fisik), sexual abuse (Kekerasan seksual), emotional abuse
(Kekerasan Emosional), dan Neglect (Penelantaran).3

2.3 Klasifikasi

Kekerasan terhadap anak dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan


seksual, emosional dan penelantaran. Kekerasan fisik adalah segala bentuk
perlakuan yang
menyakitkan yang menimbulkan cedera fisik. Kekerasan seksual adalah
segala bentuk perlakuan seksual terhadap anak dimana anak dalam keadaan
tidak memahami, atau tidak mampu menolak yang ditandai dengan adanya
kontak seksual antara anak dengan orang dewasa atau dengan anak lainnya
yang mana bertujuan untuk memberikan kepuasan bagi orang terdekat.
Kekerasan emosional adalah segala bentuk perlakuan pada anak yang
menunjukkan kegagaln dalam menciptakan lingkungan yang mendukung untuk
tumbuh kembang anak secara normal. Penelantaran adalah kegagalan dari orang
tua dan lingkungan anak untuk menyediakan segala kebutuhan anak untuk
tumbuh dan berkembang dengan semestinya.1,6,7

2.4 Diagnosis
Pediatrik

1. Physical abuse
Diagnosis physical abuse tidak dapat ditegakkan. Anamnesis
seringkali menjadi tidak akurat karena riwayat perlakuan kekerasan
terhadap anak sering tidak diakui, dan pada pengakuan korban sulit
terungkap karena anak tersebut kadang justru dibawah kendali
pelakunya, serta karena usia korban yang relative sangat muda sehingga
sulit untuk menceritakan kembali kejadian kekerasan yang dia alami.
Diagnosis dapat ditegakkan jika terdapat temuan klinis dan
adanya riawayat kekerasan terhadap anak. Meskipun berbagai organ dapat
terkena pada kekerasan fisik, namun beberapa organ tertentu sering
ditemukan mengalami cedera. Memar merupakan tanda yang paling
sering dijumpai pada kekerasan fisik terhadap anak, misalnya saja
bekas tamparan pada muka yang menimbulkan memar, atau pada bagian
tubuh lainnya. Tanda memar pada anak sehat secara umum terdistribusi
pada daerah yang merupakan tempat penonjolan tulang-tulang tubuh,
namun memar akibat kekerasan biasanya terdistribusi selain di tempat
tersebut, misalnya saja di telinga atau leher, atau di bahu. Memar juga
merupakan tanda fisik yang tidak lazim ditemukan pada bayi, hanya
sekitar 2% saja ditemukan pada bayi sehat pada pemeriksaan rutin prakek
klinis sehari-hari. Oleh sebab itu,
memar dapat merupakan petunjuk eksternal adanya tindak abuse pada
anak, dan dapat mengarahkan adanya kemungkinan trauma internal di
daerah trauma. 1
2. Sexual abuse
Child sexual abuse yaitu melibatkan anak-anak dalam
aktifitas seksual yang sebenarnya anak-anak tersebut tidak mengerti,
dimana mereka tidak dapat memilih dan memberikan persetujuan untuk
melakukan itu, serta hal tersebut masih bersifat tabu. Sexual abuse dapat
dilakukan suatu waktu atau sekali saja, namun dapat pula dilakukan
kronis atau berulang- ulang untuk waktu yang lama. Kebanyakan
pelaku adalah dewasa atau remaja yang mengetahui anak tersebut
serta memiliki power untuk mengontrolnya. Bentuk perbuatan
seksual ini bersifat manupulatif dan memaksa namun tidak melibatkan
kekerasan fisik. Meskipun suatu tindak pemerkosaan (assault) sering
juga dilakukan oleh orang asing, dan tidak berkali-kali. Pelaku lebih
banyak laki-laki dibandingkan perempuan dan termasuk orang tua
korban, guru, anggota keluarga lain, atau individu lain yang dapat
menjangkau anak-anak. Semua pelaku berusaha
menyembunyikan perbuatannya dengan memaksa dan mengancam
korban.1 Diperkirakan sekitar 80% korban adalah perempuan
meskipun
jarang sekali ada laporan sexual abuse pada anak laki-laki. Anak-
anak umumnya datang atau mengungkapkan sexual abuse yang terjadi
padanya setelah mereka tidak mampu menyembunyikannya lagi. Mereka
tidak dapat menutupi bahwa pelaku adalah orang tua, teman, atau
gurunya. Anak-anak umumnya menunda untuk mengungkapkan selama
beberapa minggu, bulan, atau bahkan bertahun-tahun setelah sexual
abuse, khususnya jika pelaku ingin melakukan kembali perbuatannya.
Sexual abuse harus dapat diidentifikasi dari masalah perilaku anak yang
mucul akibat perbuatan tersebut, meskipun tidak ada perilaku yang
patognomonik untuk sexual abuse. Perilaku hiperseksual mungkin akan
meningkatkan kemungkinan abuse, meskipun beberapa anak dengan
perilaku ini menunjukkan perilaku seksual yang inappropriate pada
televise atau video atau dengan menonton
aktifitas seksual dewasa. Sexual abuse dapat dikenali melalui
rusaknya selaput dara vagina, jejas penetrasi, atau trauma anal atau
adanya infeksi transmisi seksual.1
Pada banyak kasus, diagnosis sexual abuse dibuat berdasarkan
pengakuan dari anak. Pada kasus dimana sexual abuse dilaporkan ke
kepolisian atau pihak yang berwenang, dan anak-anak diinterview
sebelum dilakukan pemeriksaan medis secara lengkap, anamnesis forensic
oleh dokter tentang peristiwa sexual abuse tidak diperlukan, yang
dilakukan oleh dokter hanya pemeriksaan medisnya saja. Sudah banyak
komunitas yang berfungsi untuk menggali kasus-kasus seperti sexual
abuse. Namun jika tidak ada profesional lain yang mengungkap sexual
abuse pada anak, atau jika anak terungkap secara spontan kepada dokter,
maka anak tersebut harus diberikan pertanyaan open-ended dan non-
leading. Pada semua kasus, anak harus dianamnesis sesuai dengan isu
medisnya yang berhubungan dengan abuse, misalnya onset pemerkosaan
dan gejala-gejala yang muncul (perdarahan, discharge, atau nyeri
genital).1
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara lengkap, dengan inspeksi
teliti pada genital dan anus. Kebanyakan sexual abuse pada anak
menunjukkan genitalia yang normal saat pemeriksaan medis. Trauma
genital mungkin akan tampak jelas lebih kurang 72 jam pasca kejadian
dan adanya laporan tentang perdarahan genital oleh anak tersebut, namun
diagnosa hanya dapat ditegakkan pada sekitar 5-10% anak yang
mengalami sexual abuse. Banyak tipe sexual abuse (coitus vulvar, kontak
oro genital,
atau “cumbuan”) yang tidak menimbulkan trauma jaringan, dan
penyembuhan mukosa genital terjadi dengan cepat dan lengkap pasca
trauma seiring dengan waktu hingga saat pemeriksaan dilakukan.
Untuk anak yang dalam 72 jam menunjukkan klinis tanda jejas
pemerkosaan, harus diperhatikan apakah terdapat trauma akut dan
munculnya perdarahan atau semen pada anak. Pengumpulan bukti
forensic dibutuhkan pada beberapa kasus dan memberikan hail yang lebih
besar dalam 24 jam pasca perkosaan akut. Beberapa temuan klinis dapat
mengarahkan diagnostik kejahatan
seksual, namun spesifitas terbanyak adalah onset akut, laserasi atau
ekimosis hymen, atau anus, transeksi komplit hymen, skar anogenital
dengan penyebab yang tidak jelas, hamil saat remaja dengan atau
tanpa riwayat mengalai kejahatan seksual.1
Pemeriksaan laboratorium sexual abuse pada anak sesuai
dengan usia, hasil anamnesia dan gejala-gejala yang ada. Skrining
umum untuk infeksi transmisi seksual pada anak prepubertas tidak
selalu diperlukan karena resiko infeksi rendah pada anak-anak
asimptomatik usia muda. Tipe kejahatan, identifikasi dan mencari tau
riwayat medis pelaku, dan epidemiologi infeksi transmisi seksual di
masyarakat juga perlu diketahui. Banyak klinisi menggunakan uji
amplifikasi asam nukleat untuk skrining infeksi transmisi seksual pada
sexual abuse terhadap anak karena pemeriksaan ini memiliki sensitifitas
yang baik untuk STIs (soft tissue infection) pada anak dan remaja.
Diagnosis infeksi transmisi seksual terbanyak pada anak-anak usia muda
dilaporkan pada anak yang memiliki riwayat sexual abuse.1
Manajemen anak dengan sexual abuse termasuk terapi
medikamentosa untuk trauma dan infeksi, membuat catatan medic
dengan hati-hati berdasarkan pernyataan verbal dan temuan fisik, karena
menyangkut kepentingan hukum dan kesehatan anak tersebut. Orang
tua harus selalu diinformasikan tentang suspek abuse pada anaknya dan
perlu laporan pada pihak yang berwenang untuk keamanan dan
kesejahteraan anak tersebut. Tindak criminal pada anak diinvestigasi oleh
pihak hukum, sehingga polisi melakukan penyidikan pada beberapa
(tidak semua) yang ditetapkan sebagai tersangka. Pihak dokter hanya
mendengarkan dan membuat medical record dan preparasi secara hati-
hati sesuai dengan kepentingan penyidikan, serta memberikan edukasi
tentang kondisi medis umum dan diagnosis anak tersebut.1
2.5 Tatalaksana
Tata laksana kekerasan pada anak mencakup aspek medis,
psikologis, dan medikolegal, sehingga memerlukan
keterlibatan
multidisplin. Tata laksana medis meliputi tata laksana
kegawatdaruratan, cedera, dan infeksi. Dokumentasi medis harus
lengkap termasuk semua pernyataan verbal dan temuan pemeriksaan.
Advokasi berkelanjutan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan anak
perlu dilakukan.
Tata laksana psikologis pada pasien dilakukan secara individu dan
pendekatan psikososial terhadap keluarga untuk menghindari
terulangnya kembali kekerasan pada anak. Seringkali anak korban
kekerasan berasal dari keluarga yang memiliki masalah, seperti hubungan
orangtua yang tidak baik, salah satu orang tua memiliki gangguan
kepribadian yang cenderung mudah melakukan kekerasan (abusive
parent), dan lainnya. Tenaga kesehatan perlu melakukan persuasi yang
dilanjutkan dengan konseling dan edukasi terhadap orang tua tentang
pentingnya perlindungan anak. Pendampingan oleh psikiater atau
psikolog dibutuhkan untuk melalukan terapi keluarga bersama-sama,
sedangkan penanganan dari aspek hukum yaitu diprosesnya kasus
kekerasan seksual secara hukum, yang meliputi pengalihan hak asuh
anak sementara (saat terapi), penetapan keluarga di bawah pengawasan,
dan pemberian sanksi hukum terhadap pelaku.2,5,8

2.6 Komplikas
i

Anak-anak yang mengalami penganiayaan berisiko mengalami


berbagai masalah fisik dan emosional, seringkali tergantung pada usia. Secara
fisik, anak- anak dapat menderita cedera otak, termasuk keterbelakangan
mental, gegar otak, kejang, dan kematian. Secara perilaku dan emosional, anak
dapat mengalami banyak masalah, termasuk depresi, kecemasan, kesulitan
menjalin relasi dengan orang lain, dan masalah dalam mengendalikan amarah.

Orang dewasa yang memiliki riwayat korban kekerasan pada masa kanak-
kanak berada pada risiko yang lebih tinggi dalam berbagai masalah emosional
dan fisik, serta masalah ekonomi. Masalah fisik yang paling umum adalah
masalah neurologis dan muskuloskeletal, diikuti oleh penyakit pernapasan,
jantung, dan pencernaan. Dibandingkan dengan orang dewasa tanpa riwayat
viktimisasi pelecehan anak, mereka yang dilecehkan saat anak-anak
berisiko untuk mencapai tingkat
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan aset yang lebih rendah. Risiko
tersebut ternyata lebih besar pada wanita dibandingkan pria. Orang dewasa
yang selamat dari pelecehan juga berisiko lebih tinggi dipenjara dan kekerasan
keluarga yang terjadi di lingkuan mereka sendiri.9
BAB III
ANALISA
KASUS

Pembanding Teori Kasus


Definisi Child abuse adalah Pada kronologi pasien
suatu perbuatan didapati adanya
disengaja yang perdarahan
dapat pervaginam
menimbulkan kerugian yang dilakukan oleh
atau bahaya terhadap saudara pasien
anak-anak secara fisik
Epidemiologi Berdasarkan World Pasien merupakan
Health Organization anak perempuan yang
2016, 1 dari 4 orang berusia 8 tahun.
dewasa
melaporkan
pernah mengalami
kekerasan pada saat
usia anak sampai remaja.
Satu dari lima
perempuan dan 1 dari
13 anak laki laki
pernah mengalami
kekerasan seksual saat
remaja. Kejadian
kekerasaan pada anak
sering dialami usia 2 –
17 tahun
Child abuse di Indonesia
telah dilaporkan terjadi
hampir merata dari
Sabang hingga
Merauke. Berdasarkan
hasil survey oleh
Kementrian Sosial, dan
Kementrian
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan
Anak,
dicatat sejumlah
7.061.946 anak

20
seksual. Jumlah
perempuan
yang
mengalami kejadian
serupa dicatat sejumlah
2.603.770 anak,
atau
diperkirakan 1 dari 2
Klasifikasi Kekerasan Pada kasus pasien
terhadap anak dikategorikan masuk
dapat berupa ke
kekerasan fisik, dalam kekerasan
kekerasan seksual, seksual yang
emosional dilakukan oleh
dan saudaranya sendiri.
penelantaran. Pasien tidak mampu
Kekerasan fisik menolak dan tidak
adalah segala bentuk memahami bahwa
perlakuan yang yang dialaminya adalah
menyakitkan yang kontak seksual.
menimbulkan cedera
fisik.
Kekerasan seksual
adalah segala bentuk
perlakuan seksual
terhadap anak dimana
anak dalam keadaan
tidak memahami, atau
tidak mampu menolak
yang ditandai dengan
adanya kontak seksual
antara anak dengan
orang dewasa atau
dengan anak lainnya
yang mana bertujuan
untuk memberikan
kepuasan bagi orang
terdekat.
Kekerasan emosional
adalah segala bentuk
perlakuan pada anak
yang menunjukkan
kegagaln dalam
menciptakan
lingkungan yang
mendukung untuk
tumbuh kembang anak

21
kegagalan dari orang
tua dan lingkungan
anak untuk
menyediakan segala
kebutuhan anak untuk
tumbuh dan
berkembang dengan
Diagnosis Diagnosis sexual Pada pasien tidak
abuse dibuat dapat dilakukan
berdasarkan pengakuan anamnesis secara
dari anak. langsung. Pasien
Pada kasus dimana cenderung
sexual abuse menghindari
dilaporkan ke pertanyaan. Informasi
kepolisian atau pihak lebih banyak
yang berwenang, dan didapatkan oleh Ibu
anak-anak diinterview pasien.
sebelum dilakukan Dalam pemeriksaan
pemeriksaan medis fisik ditemukan
secara lengkap, adanya perdarahan
anamnesis forensic pervaginam.
oleh dokter tentang Pemeriksaan fisik
peristiwa sexual abuse lain dalam batas
tidak diperlukan, yang normal. Dilakukan
dilakukan oleh dokter pemeriksaan USG
hanya abdomen dengan hasil
dalam batas
melakukan normal
pemeriksaan medis .
Tatalaksana Pemeriksaan
Tata laksana fisik
kekerasan Tatalaksana yang
pada anak mencakup diberikan pada pasien
aspek medis, psikologis, • IVFD RL 20tpm
dan medikolegal, • Cefotaxime 2x500
sehingga memerlukan mg IV
keterlibatan multidisplin. • Ranitidine 2x25mg IV
Tata laksana medis • Transamin 3x250
meliputi tata mg PO
laksana • Pemeriksaan
kegawatdaruratan,
cedera, dan infeksi. darah perifer
Dokumentasi medis lengkap
harus lengkap termasuk • USG abdomen
semua pernyataan • Kolaborasi
verbal dan temuan
pemeriksaan. Advokasi dengan Obstetri
berkelanjutan untuk Ginekologi
kesehatan anak perlu
dilakukan.
Tata laksana psikologis
pada pasien dilakukan
secara individu dan
pendekatan psikososial
terhadap keluarga
untuk menghindari
terulangnya kembali
kekerasan pada anak.
Seringkali anak
korban kekerasan
berasal dari keluarga
yang memiliki
masalah,
seperti hubungan
orangtua yang tidak
baik, salah satu orang
tua memiliki gangguan
kepribadian
yang
cenderung mudah
melakukan kekerasan
(abusive parent), dan
lainnya.
Tenaga
kesehatan
perlu
melakukan persuasi
yang dilanjutkan dengan
konseling dan edukasi
terhadap orang tua
tentang pentingnya
perlindungan
anak.
Pendampingan oleh
psikiater atau psikolog
dibutuhkan untuk
melalukan terapi
keluarga bersama-sama,
sedangkan penanganan
dari aspek hukum yaitu
diprosesnya kasus
kekerasan seksual
secara hukum, yang
meliputi pengalihan hak
asuh anak sementara
DAFTAR PUSTAKA

1. Marcdente, Karen J. Child Abuse and Neglect. In: Kliegman, Robert


M (editor). Essential of pediatrics Nelson Sevent Edition. Elsevier
Health Science, 2014; 304-310

2. Mardina R. Kekerasan Terhadap Anak dan Remaja. Pusat Data dan


Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI. 2017

3. Kurniasari A, Wismaayanti Y, Irmayani,Husmiati, Widodo N, Susantyo B.


Survey Kekerasan Terhadap Anak Indonesia Tahun 2013.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2013:1-
13

4. Rini, Jacinta F. Penyiksaan dan pengabaian terhadap anak. 2008.

5. Widiastuti D, Sekartini R. Deteksi Dini, Factor Resiko, dan Dampak


Perlakuan Salah pada Anak. Sari Pediatri. Volume 7. Jakarta : 2005.
p105- 112

6. Berg, T. Prevent and combat child abuse: what works? An overview


of regional approaches, exchange and research. Final report of
Workstream 1 Collecting and Comparing Strategies, Actions and
Practice. Utrecht: Netherlands Youth Institute. 2012;132-146

7. Derr, R. & B. Galm. Preventing and Combating Child Abuse and Neglect.
National Report Workstream 2-Germany. 2012;31-48

8. Hermanns, J. Fighting Child Abuse: an effective approach.


Nederlands Jeugd Instituut. Utrecht. 2011;86-98

9. Neander, J. & I. Angman. Swedish National Report Workstream 2.


2012;76- 79

Anda mungkin juga menyukai