Anda di halaman 1dari 20

REFERAT & LAPORAN KASUS

URETEROLITHIASIS

Disusun Oleh:

Kevin Wira Hilardi

1102016095

Pembimbing:

dr. Ryan Indra, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat dan laporan kasus yang berjudul “Ureterolithiasis”. Referat
ini disusun untuk memenuhi syarat melewati kepaniteraan klinik di bagian Radiologi.

Penyusunan Referat dan laporan kasus ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ryan Indra, Sp. Rad
atas bimbingannya selama penulis menyelesaikan referat dan laporan kasus. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat atas dukungan yang telah diberikan. Penulis
menyadari bahwa referat dan laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun penulis harapkan demi perbaikan materi penulisan dan
menambah wawasan penulis. Semoga referat dan laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua,
khususnya pembaca dan rekan-rekan sejawat.

Bogor, 19 Januari 2021


BAB I
PENDAHULUAN

Ureterolithiasis atau batu ureter merupakan suatu keberadaan batu yang tidak normal
yang ada di dalam saluran kemih.1 Diperkirakan sekitar 10% penduduk Amerika mengidap
penyakit batu ureter dengan prevalensi terkena penyakit ini semasa hidup sekitar 13% pada
laki-laki dan 7% pada perempuan.2
Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasikan didapatkan peningkatan jumlah
penderita batu ureter yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke
tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002. Selain itu
didapatkan juga data pasien dengan dugaan batu ureter dari tahun 2009 sebanyak 385 orang dari
jumlah penduduk 69.501 orang (0,55%) dan pada tahun 2010 sebanyak 499 orang dari jumlah
penduduk 68.093 orang (0,73%). Selain keterangan diatas kekambuhan pembentukan batu
merupakan masalah yang sering muncul pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi
bagian penting perawatan medis pada pasien dengan batu ureter.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. EPIDEMIOLOGI (3)

Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah
pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia belum
dapat ditetapkan secara pasti. Sekitar 1 di antara 1000 pria dan 1 dari 3000 wanita datang
dengan keluhan utama batu ginjal yang pertama dalam satu tahun. Lima belas persen
mengalami batu rekuren dalam waktu setahun setelah keluhan pertama, 30% dalam 5 tahun.

B. ETIOLOGI (3)

Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan


metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease (Proteus
mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis papil) dan multifaktor.
1. Gangguan aliran urin
a. Fimosis
b. Hipertrofi prostate
c. Refluks vesiko-uretral
d. Striktur meatus
e. Ureterokele
f. Konstriksi hubungan ureteropelvik
2. Gangguan metabolisme
Menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu
a. Hiperkalsiuria
b. Hiperuresemia
c. Hiperparatiroidisme
3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease
4. Dehidrasi
a. Kurang minum, suhu lingkungan tinggi
5. Benda asing
a. Fragmen kateter, telur sistosoma
6. Jaringan mati (nekrosis papil)
7. Multifaktor
a. Anak di negara berkembang
b. Penderita multitrauma
8. Batu idiopatik
Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran kemih pada
seseorang, yaitu :
Beberapa faktor ekstrinsik adalah :
1. Geografi  pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt,
sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran
kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air  kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium pada air yang
dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet  diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran
kemih
5. Pekerjaan  penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi lama pada penderita cedera
dengan fraktur multipel atau paraplegia yang menyebabkan dekalsfikasi tulang dengan
peningkatan ekskresi kalsium dan stasis sehingga presipitasi batu mudah terjadi.
Faktor intrinsik antara lain adalah :
1. Umur  penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
2. Jenis kelamin  jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan pasien
perempuan
3. Herediter  penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

C. PATOGENESIS (3)
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu pada sistem kalises
ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis),
divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura dan
buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang mempermudahkan terjadinya
pembentukan batu.
Komposisi batu
 Batu kalsium

Kalsium merupakan ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium plasma yang
terionisasi dan tersedia untuk filtrasi di glomerulus. Lebih dari 95% kalsium terfiltrasi di
glomerulus diserap baik pada tubulus proksimal maupun distal, dan dalam jumlah yang
terbatas dalam tubulus pengumpul. Kurang dari 2% diekskresikan dalam urin. Banyak
faktor yang mempengaruhi availibilitas kalsium dalam larutan, termasuk kompleksasi
dengan sitrat, fosfat, dan sulfat. Peningkatan monosodium urat dan penurunan pH urin
mengganggu kompleksasi ini, dan oleh karena itu menginduksi agregasi kristal.(2)
Batu ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70 – 80 % dari seluruh batu
saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau
campuran dari kedua unsur itu. Predisposisi kejadian hiperkalsiuria (kadar kalsium di
dalam urin lebih besar dari 250 – 300 mg / 24 jam), menurut Pak (1976) terdapat 3
macam penyebab :
a. Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi
kalsium melalui usus.
b. Hiperkalsiuri renal karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium
melalui tubulus ginjal.
c. Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium
tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiriodisme primer atau pada tumor
paratiriod.
 Batu oksalat
Oksalat merupakan produk limbah metabolisme normal dan relatif tidak terlarut.
Normalnya, sekitar 10-15% dari oksalat yang ditemukan dalam urin berasal dari diet.
Sebagian besar oksalat yang masuk ke usus besar didekomposisi bakteri. Diet,
bagaimanapun dapat berdampak pada jumlah oksalat yang ditemukan dalam urin. Setelah
diserap melalui usus halus, oksalat tidak dimetabolisme dan diekskresikan
hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Adanya kalsium dalam lumen usus
merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah oksalat yang diabsorbsi.
Pengaturan oksalat dalam urin memainkan peran penting dalam pembentukan batu
kalsium oksalat. Ekskresi normal 20-45 mg/hari dan tidak berubah secara signifikan
menurut usia. Perubahan kecil pada level oksalat dalam urin dapat menyebabkan dampak
dramatis terhadap supersaturasi kalsium oksalat. Prekursor utama oksalat adalah glisin
dan asam askorbat, namun dampak masuknya vitamin C (<2 g/hari) diabaikan.
Hiperoksaluria (ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 g/hari) dapat terjadi pada pasien
dengan gangguan usus, terutama inflammatory bowel disease, reseksi usus halus, bypass
usus dan pasien yang banyak mengonsumsi makanan yang kaya dengan oksalat,
diantaranya adalah : teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan
sayuran berwarna hijau terutama bayam.. Batu ginjal terjadi pada 5-10% pasien dengan
kondisi ini. Kalsium intralumen berikatan dengan lemak sehingga menjadi tidak tersedia
untuk mengikat oksalat. Oksalat yang tidak berikatan mudah diserap. Oksalat yang
berlebihan dapat terjadi pencernaan ethylene glycol (oksidasi parsial oksalat). Hal ini
dapat mengakibatkan deposit kristal kalsium oksalat yang difus dan masif dan kadang-
kadang dapat menyebabkan gagal ginjal. (2)
 Fosfat
Fosfat merupakan buffer dan berikatan dengan kalsium dalam urin. Ini adalah
komponen penting dari batu kalsium fosfat dan batu amonium magnesium fosfat.
Ekskresi fosfat urin pada orang dewasa normal berkaitan dengan jumlah diet fosfat
(terutama pada daging, produk susu, dan sayuran). Sejumlah kecil fosfat yang difiltrasi
oleh glomerulus secara dominan diserap kembali oleh tubulus proksimal. Hormon
paratiroid menghambat reabsorpsi ini. Kristal utama yang ditemukan pada mereka yang
hiperparatiroidisme adalah fosfat, dalam bentuk hidroksiapatit, amorf kalsium fosfat, dan
karbonat apatit.(2)
 Asam urat
Asam urat merupakan produk sampingan dari metabolisme purin. Sekitar 5 – 10 %
dari seluruh batu saluran kemih. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien –
pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi
antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah
sulfinpirazone, thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol dan diet tinggi
protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini. (2)
Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan tertentu mudah
sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor
yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah (1) urin yang terlalu asam(pH urin
<6), (2) volume urin yang jumlahnya terlalu sedikit (< 2 liter / hari), (3) hiperurikosuri
atau kadar asam urat tinggi (> 850 mg / 24 jam). (2)
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar
sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises ginjal. Tidak
seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan
bulat sehingga sering keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga
pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih
sehingga seringkali harus dibedakan dengan bekuan darah, bentukan papila ginjal yang
nekrosis, tumor, atau benzoar jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran
bayangan akustik (acoustic shadowing). (3)
 Batu struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman
golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan
merubah urin menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti
pada reaksi:
CO(NH2)2 + H20  2NH3 + CO2
Suasana basa ini yang memudahkan garam – garam magnesium, amonium, fosfat
dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP). Kuman pemecah
fosfat anatranya adalah: Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas
dan Stafilokokus. (3)
 Batu jenis lain

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang dijumpai.
Batu sisitin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan dalam absorbsi
sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa
defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi
xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium
silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan timbulnya batu silikat. (3)

Keadaan lain yang menyebabkan terjadinya batu saluran kemih adalah :


 Hipositraturia  di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat,
sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini dimungkinkan
karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu
sitrat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturia terjadi
pada: penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom malabsorpsi,
atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama. Estrogen
meningkatkan ekskresi sitrat dan dapat menjadi faktor yang mengurangi timbulnya batu
pada wanita, terutama selama kehamilan. Alkalosis juga meningkatkan sitrat ekskresi.
 Hipomagnesuria  Magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu oksalat,
karena dalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat
sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria
adalah penyakit inflamasi usus (inflamatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan
malabsorbsi. (3)

D. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan yang dialami pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu dan
penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang, bisa berupa nyeri
kolik atau bukan kolik. Karena peristalsis, akan terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang
timbul yang disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama
batu bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang – ulang sampai batu
bergeser dan memberi kesempatan air kemih untuk lewat.(3)
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat
berkemih atau sering kencing. Hematuria seringkali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada
mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari
pemeriksaan urinalisis. (3)
Jika didapatkan demam harus curiga urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang
urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih
dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik. (3)
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra,
teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urin. (3)
Gambar 2.7. Batu saluran kemih

E. DIAGNOSIS

 Laboratorium

Pemeriksaan urinalisis makroskopik didapatkan gross hematuria. Pemeriksaan


sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, dan dijumpai kristal-kristal
pembentuk batu. 85 % pasien dengan batu ginjal didapatkan hematuria maksoskopik dan
mikroskopik. Namun, tidak ditemukannya hematuria tidak berarti menghilangkan
kemungkinan menderita batu ginjal. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan
adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa juga
pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat.
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya
penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto
PIV. Proteinuria juga disebut albuminuria adalah kondisi abnormal dimana urin berisi
sejumlah protein. Kebanyakan protein terlalu besar untuk melewati filter ginjal ke dalam
urin. Namun, protein dari darah dapat bocor ke dalam urin ketika glomeruli rusak.
Proteinuria merupakan tanda penyakit ginjal kronis (CKD), yang dapat disebabkan oleh
diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit yang menyebabkan peradangan pada ginjal.
Sebagai akibat fungsi ginjal menurun, jumlah albumin dalam urin akan meningkat. Perlu
juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu
saluran kemih, antara lain kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat.
Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar hemoglobin yang menurun
akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkan jumlah lekosit yang meningkat akibat
proses peradangan di ureter.
 Radiologis

Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak
di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak,
sedangkan batu asam urat bersifat radio lusen.
Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan
atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini
dapat dilakukan retrograde pielografi atau dilanjutkan. Dengan anterograd pielografi, bila
hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO
batu yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak tampak
disebut sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu menurut densitasnya, dari
yang paling opak hingga yang paling bersifat radiolusen, kalsium fosfat(opak), kalsium
oxalat(opak), Magnesium (semi opak), amonium fosfat (semi opak), sistin(non opak),
asam urat (non opak),
Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan, fungsi ginjal. Juga untuk
mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang, tidak terlihat oleh foto
polos abdomen.
Ullrasonografi
USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP yaitu pada
keadaan seperti alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita
yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic shadow jika terdapat batu.(4)
CT-scan
CT-scan adalah pemeriksaan yang paling baik untuk melihat gambaran semua jenis
batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana terjadinya obstruksi.(5)

F. DIAGNOSIS BANDING (6)

Beberapa diagnosa banding dari batu kandung kemih antara lain ialah:
1. Hematuria
Bila terjadi hematuri perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi bila
hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu batu saluran kemih yang bertahun-tahun, dapat
menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat
rangsangan dan inflamasi.
2. Tumor ginjal
Perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik
hingga tumor Grawitz, bila ada batu ginjal dengan hidronefrosis.
3. Tumor ureter
Pada batu ureter, terutama dari jenis radiolusent, bila disertai hematuria yang
tidak disertai dengan kolik, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ureter walaupun
tumor ini jarang ditemukan.
4. Tumor kandung kemih
Perlu dibandingkan dengan tumor kandung kemih terutama bila batu yang terdapat
dari jenis radiolusen.

G. PENATALAKSANAAN (2, 8)

 Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat keluar
spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan
pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar. Dapat juga
diberi pelarut batu seperti batu asam urat yang dapat dilarutkan dengan pemberian bikarbonas
natrikus disertai makanan alkalis.
 ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy
pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli
tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Prinsip dari ESWL adalah memecah batu
menjadi fragmen-fragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh
mesin dari luar tubuh, sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
Komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi SWL mempunyai
beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya kalsium oksalat monohidrat )
sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga pada orang gemuk mungkin akan kesulitan.
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus
dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium.
Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya
diinformasikan sejelas-jelasnya.
Gambar 9: Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi Gambar ESWL
 Endourologi
- Ureteroskopi atau uretero-renoskopi: memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat
keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang
berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntutan
ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini.
- PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal
dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu.
- Litotripsi : yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah
batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
- Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan keranjang Dormia.
(2)

I. PROGNOSIS
Prognosis untuk ureterolitiasis umumnya baik. Namun, ada bukti bahwa hal itu terkait
dengan kondisi sistemik lain seperti diabetes, penyakit kardiovaskular, dan obesitas. Tingkat
kekambuhan sangat tinggi diperkirakan 39% pada 15 tahun. Pada pasien dengan batu berulang,
sebaiknya dilakukan evaluasi penuh untuk mencoba mengidentifikasi etiologinya. Dengan
demikian, perubahan gaya hidup dan manajemen pengobatan dapat dilakukan untuk mengurangi
kekambuhan.
LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS

1. Identitas

Nama : Ny. N

Umur : 30 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Bogor

Agama : Islam

Suku : Jawa

Status pernikahan : Sudah menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal Masuk : 19 Januari 2021


Autoanamnesis dilakukan dengan pasien pada tanggal 19 Januari 2021 pukul
15.00 WIB
2. Keluhan Utama : Nyeri Pinggang Sebelah Kiri

3. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang sebelah kiri dalam 1 bulan
terakhir. Nyeri dirasakan hilang timbul terutama saat beraktivitas. Nyeri
pinggang terlokalisir di pinggang kiri, tidak menjalar. Pasien juga mengeluh
nyeri saat berkemih sejak 1 bulan terakhir. BAK sedikit-sedikit dan berwarna
keruh. Pasien juga mengeluh sering tidak tuntas saat BAK, pancaran miksi
melemah.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat DM disangkal
- Riwayat Hipertensi tidak diketahui
- Riwayat Stroke disangkal
- Riwayat Asma
- Riwayat Alergi disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada

6. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien punya tidak mempunyai kebiasaan merokok, mengkonsumsi kopi


ataupun alcohol. Pasien tinggal dirumah orang tua dengan suami dan 2
anaknya. Kebutuhan sehari-hari terpenuhi oleh pasien dan keluarga pasien.
Pasien berobat dengan bantuan dana dari pemerintah.
Kesan Sosial Ekonomi : Kurang

B. Pemeriksaan Fisik
 Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler, kuat
Frekuensi napas : 20 x/menit, reguler, tipe pernapasan torako-abdominal
Suhu : 36,5oC
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 58 Kg

 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
 Kepala
Kepala : Normocephal, rambut warna hitam
Mata : Visus 6/6, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Normal, septum berada ditengah, deviasi (-)
Telinga : Normal, sekret (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
Mulut : Normal, sianosis (-/-), bibir kering (-)
 Leher : Jejas (-), tidak ada pembesaran KGB
 Thoraks
Inspeksi : Bentuk dan ukuran thorax normal, pergerakan dinding dada
kanan dan kiri simetris, iktus kordis tidak tampak, jejas (-)
Palpasi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, nyeri tekan (-),
krepitasi (-), iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula
sinistra
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Bunyi jantung I,II tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
pulmo suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
 Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), jejas (-), pergerakan aktif (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
 Ekstremitas atas
- Deformitas (-), akral hangat, edema (-)

 Status Urologi
 Costovertebra dextra

- I : Tampak alignment tulang baik, gibbus (-), hematom (-)

- P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), ballotement ginjal (-)

- P : Nyeri ketuk (-)

 Costovertebra sinistra

- I : Tampak alignment tulang baik, gibbus (-), hematom (-)

- P : Nyeri tekan (+), massa tumor (-), ballotement ginjal (-)

- P : Nyeri ketuk (+)

 Suprapubik

- I : Bulging (+), hematom (-)

- P : Nyeri ketuk (-), massa tumor (-), buli-buli kesan penuh


RESUME
Seorang wanita 30 tahun mengeluh nyeri pinggang sebelah kiri dalam 1 bulan

terakhir. Nyeri dirasakan hilang timbul terutama saat beraktivitas. Nyeri pinggang

terlokalisir di pinggang kiri, tidak menjalar. Pasien juga mengeluh nyeri saat berkemih

sejak 1 bulan terakhir. BAK sedikit-sedikit dan berwarna keruh. Pasien juga mengeluh

sering tidak tuntas saat BAK, pancaran miksi melemah.

Pada pemeriksaan fisik, terdapat nyeri tekan dan nyeri ketuk costovertebra

sinistra. Terlihat bulging pada suprapubik.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 14 g/dl
HCT : 41,7 %
RBC : 5,17 x 106/µl
WBC : 7,4 x 103/ µl
PLT : 259 x 103/ µl
BT : 3’00”
CT : 6’00”
GDS : 92 mgl/dl
Kreatinin : 0,7 mgl/dl
Ureum : 22 mgl/dl
SGOT : 19 mgl/dl
SGPT : 28 mgl/dl
Na+ : 142 mmol/L
Ka+ : 3,4 mmol/L
Cl- : 110 mmol/L
Urinalisis
Warna : Kuning muda
pH : 8,5
Berat Jenis : 1,015
Protein : -
Glukosa : -
Bilirubin : -
Urobilirunogen : -
Keton : -
Eritrosit : -
Leukosit : 1-2
Sedimen : -

 Pemeriksaan Radiologi

 Foto Polos Abdomen

Kesan: Ureterolithiasis
D. DIAGNOSIS KERJA

Ureterolithiasis

Diagnosis Banding :
 Urolithiasis
 Infeksi Saluran Kemih Atas

E. RENCANA PENATALAKSANAAN

 MEDIKAMENTOSA
- IVFD RL 20 tpm
- Ketorolac amp 1 gr/ 8 jam/ IV
 NON MEDIKAMENTOSA

• Ureteroskopi

F. PROGNOSIS

 Ad vitam : Bonam

 Ad functionam : Dubia ad bonam

 Ad sanactionam : Dubia ad bonam


DAFTAR PUSTAKA

1. Sja'bani M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. II J, editor. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2009.

2. A.Tanagho E, W.McAninch J. Smith'sgy General Urolo. San Fransisco: Lange; 2003.

3. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Malang: CV. Infomedika; 2007.

4. Mos C, Holt G, Iuhasz S. The Sensitivity of Transabdominal Ultrasound in the Diagnosis of


Uretherolithiasis. Journal of Medical Ultrasonography. 2010;Vol.12:188-97.

5. Henry K.Pancoast M, Sidney Lange M. Diagnosis and Management of Acute Ureterolithiasis.


American Roentgen Ray Society Journal. 2000.

6. Ahuja AT. Case Studies in Medical Imaging. Cambridge: University Press.

7. Paula Ed. Case Report : Acute onset of Renal Colic from Bilateral Ureterolithiasis Cases Journal.
2009.

Anda mungkin juga menyukai