Anda di halaman 1dari 10

URETEROLITHIASIS

Definisi
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter. Batu ureter pada
umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. 

Epidemiologi
Diperkirakan 10% dari semua individu dapat menderita ureterolithiasis selama
hidupnya, meskipun beberapa individu tidak menunjukkan gejala atau keluhan. Laki-laki
lebih sering menderita ureterolithiasis dibandingkan perempuan, dengan rasio 3:1. Dan
setiap tahun rasio ini semakin menurun. Dari segi umur, yang memiliki risiko tinggi
menderita ureterolithiasis adalah umur diantara 20 dan 40 tahun. Di Indonesia, masalah
batu saluran kemih masih menduduki kasus tersering di antara seluruh kasus urologi. Di
beberapa negara di dunia berkisar antara 1-20%.

Etiologi
 Idiopatik
 Gangguan aliran urine: fimosis, striktur uretra, stenosis meatus, hipertrofi prostat,
refluks vesiko-ureter, ureterokel, konstriksi hubungan ureteropelvik
 Gangguan metabolisme: hiperparatiroidisme, hiperurisemia, hiperkalsiuria
 Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme penghasil urea (proteus mirabilis)
 Dehidrasi: kurang minum, suhu lingkungan tinggi
 Benda asing: fragmen kateter, telur skistosoma
 Jaringan mati (nekrosis papilla ginjal)
 Multifactor: anak di Negara sedang berkembang, penderita multitrauma

Faktor Risiko
Batu saluran kemih terbentuk kemungkinan adanya hubungan dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Terdapat dua faktor yang mempengaruhi
terbentuknya batu pada saluran kemih:
Faktor intrinsik (dari tubuh orang itu sendiri) antara lain:
1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur : paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin : jumlah penderita laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan.
Faktor ekstrinsik antara lain:
1. Geografis : ada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stonebelt.
2. Iklim dan temperatur.
3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang di asup.
4. Diet : Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium.
5. Pekerjaan : penyakit ini banyak ditemukan pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

Patofisiologi
Ada beberapa teori yang menerangkan proses pembentukan batu saluran kemih:
1. Teori Supersaturasi
Kalsium, oksalat dan fosfat membentuk banyak senyawa kompleks terlarut
yang stabil dengan komposisinya terdiri atas zat itu sendiri dan substansi urin lainnya.
Akibatnya, aktivitas ion bebas dari zat itu lebih rendah dari pada konsentrasi
kimiawinya, dan hanya dapat diukur melalui teknik tidak langsung. Penurunan ligan
seperti sitrat dapat meningkatkan aktivitas ion tanpa mengubah konsentrasi kalsium
dalam urin. Supersaturasi urin dapat ditingkatkan melalui dehidrasi atau melalui
ekskresi yang berlebihan dari pada kalsium, oksalat, fosfat sistin atau asam urat.
Selain itu pH urin juga perlu diperhatikan karena fosfat dan asam urat merupakan
asam lemah yang akan meningkatkan konsentrasi pada pH yang rendah (Wortmann,
2012).
Inisiasi dan pembentukan batu ini menggambarkan bahwa pembentukan
kristal-kristal diawali dari dalam ginjal. Agar kristal terbentuk urin harus jenuh
sehubungan dengan materi batu yang akan terbentuk, hal inilah yang disebut
supersaturasi. Tingkat kejenuhan ini berkorelasi dengan pembentukan batu, maka
menurunkan tingkat kejenuhan ini efektif untuk mencegah kekambuhan batu
(Worcester et al, 2008).
2. Nukleasi
Batu terbentuk di dalam saluran kemih karena adanya inti batu (nucleus).
Pertikel yang kelewat supersaturasi akan mengalami pengendapan dan memulai
nukleasi sehingga akhirnya membentuk batu (Purnomo, 2011).
3. Penghambat kristalisasi
Inti yang stabil harus tumbuh dan berkelompok untuk membentuk sebuah
batu yang mempunyai arti klinis. Urin mempunyai banyak inhibitor poten pada
proses pertumbuhan dan pengelompokan kalsium oksalat dan kalsium fosfat, tetapi
tidak berfungsi untuk penghambatan asam urat, sistin atau struvit. Piroposfat
anorganik adalah inhibitor poten untuk kalsium fosfat dari pada kalsium oksalat.
Glikoprotein menghambat pembentukan kalsium oksalat (Favus et al, 2000).

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat, kalsium
fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat, xanthyn, sistin, silikat dan unsur lainnya.

a. Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak di jumpai, yaitu sekitar 70 sampai 80 persen dari
seluruh kasus batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini bisa tunggal atau
gabungan terdiri atas kalsium oksalat saja atau dengan kalsium fosfat. (Purnomo,
2011).
Faktor terjadinya batu kalsium adalah:
1) Hiperkalsiuri adalah kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300 mg/24
jam. Penyebab terjadinya hiperkalsiuri ini bisa berupa hiperkalsiuri idiopatik
yang bersifat 324 Dietetik Penyakit tidak Menular hereditar. Selain itu pada
beberapa pasien hal ini terjadi karena tingginya absorpsi kalsium (Wortmann,
2012).
2) Hiperoksaluri adalah ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 gram per hari. Pasien
yang mengalami gangguan ini banyak terjadi pada pasien sehabis menjalani
pembedahan usus dan yang banyak mengkonsumsi diet kaya oksalat (Purnomo,
2011).
3) Hiperurikosuria adalah kadar asam urat dalam urin melebihi 850 mg/24 jam
(Purnomo, 2011). Sekitar 20% kalsium oksalat pembentuk batu karena
hiperurikosuria (Aspilin et al, 2010).
4) Hipositraturia di temukan pada 20% sampai 40% pembentukan batu kalsium
(Aspilin et al, 2010).
b. Batu Struvit
Akibat infeksi saluran kemih akan menyebabkan terbentuk batu struvit.
Bakteri yang menyerang umumnya dari spesies Proteus, yang mempunyai urase,
yaitu enzim yang mendegradasi urea menjadi NH3 dan CO2 . NH3 mengalami
hidrolisis menjadi NH4 + dan menaikkan pH menjadi 8 sampai 9. CO2 mengalami
hidrasi menjadi H2CO3 dan selanjutnya berdisosiasi menjadi CO3 2- yang
mengalami presipitasi dengan kalsium menjadi CaCO3. NH4 + terpresipitasi dengan
PO4 3- dan Mg 2+ membentuk MgNH4PO4. Hasilnya adalah batu kalsium karbonat
tercampur dengan struvit (Favus et al, 2000).
c. Batu Sistin
Sistinuria bisa terbentuk melalui defek transpor asam amino yang terganggu
pada sikat pembatas di tubulus ginjal dan sel epitel di intersitium. Batu ini hanya
terbentuk pada pasien dengan sistinuria (Favus et al, 2000).
d. Batu Asam urat
Batu asam urat biasanya berkaitan dengan penyakit gout arthritis, yaitu
penyakit yang mempunyai sifat malignant serta penyakit yang menyerang
gastrointestinal yang disertai dengan diare. Batu asam urat ini paling sedikit diderita
pasien batu ginjal tetapi secara signifikan lebih umum di antara pembentuk batu
dengan sindrom metabolik. Urin yang terlalu asam merupakan salah satu penyebab
kelainan utama nefrolitiasis asam urat selain itu bisa juga disebabkan hiperurikemia
dan dehidrasi. Batu asam urat ini merupakan 5 – 10% dari seluruh batu saluran
kemih.

Manifestasi Klinis
Ciri utama nyeri kolik akibat peristalsis adalah sifatnya yang hilang timbul
disertai mual dan nyeri alih yang khas. Dalam perjalanannya, batu ureter dapat akhirnya
ikut keluar bersama urine, atau terhenti di buli. Batu juga bisa tetap di ureter dan
menyebabkan obstruksi kronis dengan hidroureter. Kasus seperti ini dapat berujung pada
hidronefrosis. Batu ureter dapat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan lokasi, yaitu
proksimal dan distal. Batu ureter proksimal jika batu terletak di atas pelvic brim dan
distal jika terletak di bawah pelvic brim.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui amannesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan yang telah dituliskan pada
bagian manifestasi klinis. Pada anamnesis cari faktor risiko dan riwayat batu ginjal
sebelumnya. Pemeriksaan penunjang yang membantu diagnosis:
1) Foto Rontgen abdomen dengan dua proyeksi. Batu asam urat murni bersifat
radiolusen, sementara batu lainnya rata-rata bersifat radioopak. Hati-hati dengan
batu radioopak yang lokasinya berhimpit dengan struktur tulang.
2) Pemeriksaan foto pielografi intravena. Untuk batu radiolusen, dilakukan foto
dengan bantuan kontras untuk menunjukkan defek pengisian. Pemeriksaan ini
tidak dapat dilakukan pada saat pasien mengalami kolik renal akut karena tidak
akan menunjukkan gambaranj system pelvokaliseal dan ureter. Untuk pasien
dengan gangguan fungsi ginjal, pielografi retrograde melalui sistoskopi, CT
urografi atau USG menjadi pilihan.
3) CT urografi tanpa kontras adalah standar baku untuk mengevaluasi batu pada
ginjal dan traktus urinarius, termasuk batu asam urat. Modalitas ini memiliki
sensitivitas dan spesifikasi terbaik.
4) Pemeriksaan ultrasonografi dapat melihat semua jenis batu, baik yang radiolusen
maupun radioopak. Selain itu, melalui pemeriksaan ini dapat juga ditentukan
ruang dan lumen saluran kemih.
5) Pemeriksaan laboratorium seperti urinalisis, pemeriksaan darah perifer lengkap
dan kadar ureum kreatinin serum dilakukan untuk menunjang diagnosis adanya
batu, komposisi, dan menentukan fungsi ginjal.

Tatalaksana Konservatif
Terapi konservatif dapat diberikan pada pasien yang belum memiliki indikasi
pengeluaran batu secara aktif. Biasanya diberikan pada batu yang tidak mengganggu dan
ukurannya <0,5 cm, berlokasi di ureter distal dan tidak terjadi obstruksi total. Pasien
dengan sepsis, nyeri tidak terkontrol atau fungsi ginjal yang buruk tidak disarankan
menggunakan terapi konservatif. Terapi konservatif terdiri atas:
 Peningkatan asupan minum dan pemberian diuretic target dieresis 2 liter/hari
 Pemberian nifedipin atau agen α-blocker, seperti tamsulosin
 Manajemen nyeri, khususnya pada kolik : pemberian simpatolitik atau
antiprostaglandin, analgesic. Pemberian OAINS supositoria memberikan
onset lebih cepat dan efek samping lebih rendah
 Pemantauan berkala setiap 1-14 hari sekali selama maksimal 6 minggu untuk
menilai posisi batu dan derajat hidronefrosis.

Tatalaksana Farmakologi
Tujuan pemberian obat adalah untuk melarutkan atau menghancurkan kalkulus
sehingga dapat melewati traktus urinarius dengan mudah. Selain itu bertujuan untuk
mencegah munculnya kembali kalkulus pada traktus urinarius. Jenis batu yang dapat
dilarutkan adalag batu asam urat, yang hanya terjadi pada keadaan urine asam (pH <6,2).
Pada kasus ini, dapat diberikan natrium bikarbonat serta makanan yang bersifat alkalis.
Jika perlu, beri allopurinol untuk membantu menurunkan kadar asam urat darah dan urin.
Batu struvit tidak dapat dilarutkan, namun dapat dicegah pembesarannya melalui cara
yang sama serta pemberian antiurease. Infeksi sulit diatasi karena bakteri di batu tidak
dapat dicapai antibiotic.

Tatalaksana Non-Farmakologi

Algoritma tatalaksana batu ureter

Batu ureter proksimal/distal

>10 mm 1. URS (ante/retrograde)


2. SWL
3. Laparoskopi
4. Operasi terbuka

<10 mm SWL atau URS

a. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi)


Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali
oleh Caussy pada tahun 1980. Batu dapat dipecah kan secara mekanis atau
dengan gelombang ultrasonic, elektrohidrolik, atau sinar laser. Metode
ESLW menggunakan gelombang kejut yang banyak dialirkan melalui air
dan dipusatkan pada batu, tanpa adanya perlukaan pada kulit. Batu
diharapkan pecah menjadi ukuran kurang dari 2 mm dan keluar bersama
urin. Lokasi batu dipastikan dengan bantuan Rontgen atau USG.
b. Endourologi
1) Ureteroskopi atau uretero-renoskopi (URS) : memasukkan alat
ureteroskopi guna melihat keadaan ureter atau sistem pielo kaliks
ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam
ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan
ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini.
2) Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
dengan keranjang Dormia.
c. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat
ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu
ureter.

d. Operasi terbuka
Indikasi pembedahan pada batu ureter apabila telah terjadi
gangguan fungsi ginjal, nyeri hebat, dan terdapat impaksi ureter

Managemen Diet
1. Pada Pasien Batu Kalsium Oksalat dan Kalsium Fosfat (Diet Rendah Oksalat
Tinggi Sisa Asam)
a. Tujuan Diet adalah untuk mencegah atau memperlambat terbentuknya batu
kalsium oksalat atau batu kalsium fosfat.
b. Syarat diet adalah energi sesuai kebutuhan, protein sedang, yaitu 10-15% dari
kebutuhan energi total atau 0,8 g/kg BB/hari, lemak sesuai kebutuhan, yaitu
10- 25% dari kebutuhan energi total, karbohidrat sisa dari kebutuhan energi
total, cairan tinggi, yaitu 2,5-3 liter/hari, setengahnya dari minuman air putih,
natrium sedang, yaitu 2300 mg (setara dengan 5 gram garam dapur),
pemberian ini untuk menghindari adanya kalsiuria, kalsium normal, yaitu 500
-800 mg/hari. Pembatasan kalsium tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan keseimbangan kalsium negatif, serat tidak larut air tinggi,
karena serat dapat mengikat kalsium, sehingga membatasi penyerapannya,
oksalat rendah dengan cara membatasi makanan tinggi oksalat, fosfat normal.
Dengan Diet Rendah Fosfat tidak dapat mencegah pembentukan batu fosfat.
c. Bahan makanan yang dibatasi
1) Sumber kalsium : susu dan keju serta makanan yang dibuat dari susu, teri
dan ikan yang dimakan dengan tulang.
2) Sumber oksalat : makanan yang dapat meningkatkan ekskresi oksalat
melalui ginjal yaitu kentang, ubi, bayam, bit, stroberi, anggur,
kacangkacangan, teh dan coklat.
2. Pada Pasien Batu Asam Urat (Diet Rendah Purin Tinggi Sisa Basa)
a. Tujuan Diet adalah membantu menurunkan kadar asam urat dalam plasma
darah, meningkatkan pH urin menjadi 6-6, 5.
b. Syarat diet adalah energi sesuai kebutuhan, protein cukup, yaitu 10-15% dari
kebutuhan energi total, lemak sedang, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi
total, karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total, hindari bahan makanan
sumber protein yang mengandung purin > 100 mg/100 gram bahan makanan,
makanan yang menghasilkan sisa basa tinggi diutamakan, dan yang
menghasilkan sisa asam tinggi dibatasi, cairan tinggi yaitu, 2,5-3 liter/hari,
setengahnya berasal dari air putih, mineral dan vitamin cukup.
c. Bahan makanan yang cenderung menghasilkan sisa basa tinggi
1) Susu : susu, susu asam, dan krim.
2) Lemak : minyak kelapa, kelapa dan santan.
3) Sayuran : semua jenis sayuran terutama bayam dan bit.
4) Buah : semua jenis buah.
d. Bahan makanan yang cenderung menghasilkan sisa asam tinggi
1) Sumber karbohidrat : nasi, roti, dan hasil terigu lainnya, macaroni,
spageti, cereal, mi, cake dan kue kering.
2) Sumber protein : daging, ikan, kerang, telur, keju, kacang-kacangan dan
hasil olahannya.
3) Sumber lemak : lemak hewan.
e. Bahan makanan yang bersifat netral
1) Sumber karbohidrat : jagung, tapioca, gula, sirup dan madu.
2) Sumber lemak : minyak goreng selain minyak kelapa, margarine dan
mentega.
3) Minuman : kopi dan teh.
Pencegahan
Pencegahan bergantung pada komposisi batu:
 Batu asam urat: pengaturan diet dan/atau pemberian allopurinol 1x100mg.
 Batu kalsium fosfat: lakukan pemeriksaan eksreksi kalsium dalam urine dan nilai
kalsium darah. Nilai yang melebihi normal dapat menandakan etiologi primer,
seperti hiperparatiroidisme.
 Batu kalsium oksalat, sumbernya dapat berasal dari eksogen maupun endogen.
Makanan yang banyak mengandung oksalat adalah bayam, the, kopi, dan coklat.
Selain itu, hiperkalsemia dan hiperkalsiuria dapat disebabkan penyakit lain,
seperti hiperparatiroidisme dan kelebihan vitamin D.

Komplikasi
Komplikasi menurut Haryono (2013: 61) adalah jika keberadaan batu dibiarkan
maka dapat menjadi sarang kuman yang bisa menimbulkan infeksi saluran kemih,
pielonefritis, yang akhirnya merusak ginjal, kemudian timbul gagal ginjal dengan segala
akibat terparahnya.

Prognosis
Batu saluran kemih sering menimbulkan gejala rasa sakit yang hebat, tapi
biasanya setelah dikeluarkan tidak menimbulkan kerusakan permanen. Memang sering
terjadi kambuh lagi, terutama bila tidak didapatkan penyebabnya dan diobati. Prognosis
tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi.
Makin besar ukuran suatu batu makin buruk prognosisnya, letak batu yang dapat
menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi (Sumardi, 2013).

Sumber:
Kapita Selekta Kedokteran halaman 277.
Pangestu, Zaka Dwi. 2017. Asuhan Keperawatan Keluarga. Fakultas Ilmu Kesehatan
UMP. Dapat diakses pada http://repository.ump.ac.id/3989/3/Zaka%20Dwi
%20Pangestu%20BAB%20II.pdf
Rasyid, Nur., Kusuma, Gede Wirya., Atmoko, Widi. 2018. Panduan Penatalaksanaan
Klinis Batu Saluran Kemih. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
Suryani, Isti., Isdiany, Nitta., Kusmayanti, GA Dewi. 2018. Bahan Ajar Gizi Dietetik
Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan.
Wardah, I Nyoman Gede. 2017, UROLITHIASIS. Denpasar: Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai