Oleh :
Siti Qomariyah
201410330311188
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu Ginjal atau Nefrolitiasis merupakan kasus yang cukup sering
dijumpai berkaitan dengan penyakit pada traktus urinarius. Mengenai 5-10%
populasi manusia. Tanpa pengobatan preventif, angka terjadinya nefrolitiasis
rekurens cukup tinggi, yaitu sekitar 50% dalam waktu 5 tahun setelah kejadian
pertama. 50 % dengan nefrolitiasis asiomptomatik dapat memberikan gejala
dalam waktu 5 tahun setelah terdiagnosis.
Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli
sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih
bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien
sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini,
sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita
batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit
terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran
prostat benigna.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi
terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti
dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data
dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita
batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari
tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada
tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat
pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave
lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL,
PCNL, dan operasi terbuka).
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh
tentang nefrolitiasis terkait definisi, faktor resiko, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Sitrat, jika berikatan dengan ion kalsium maka akan membentuk garam
kalsium sitrat sehingga mengurangi jumlah kalsium yang berikatan dengan
oksalat ataupun fosfat berkurang, sehingga Kristal kalsium oksalat atau kalsium
fosfat jumlahnnya berkurang. Beberapa jenis protein atau senyawa organic
mampu bertindak sebagai inhibitor dengan menghambat pertumbuhan Kristal,
menghambat aggregasi Kristal dan menghambat retensi Kristal, antara lain
glikosaminoglikan (GAG), protein Tamm Horsfall (THP) atau Uromukoid,
nefrokalsin, dan osteopontin. Defisiensi zat-zat yang berfungsi sebagai
inhibitor batu merupakan salah satu factor penyebab timbulnya batu saluran
kemih.
2.5 Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis
urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan
pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika
kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli
neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu.5 Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-
bahan organic maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal
tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika
tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-
bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat Kristal menempel
pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-
bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup
besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh
suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam
saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu.
Gambar 2.2 Area Batu Ginjal
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang
berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat
dan kalsium fosfat sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium
ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya.
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,pengambilan
batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu
antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu
pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang
pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya
sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih
yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.
1. Guyton & Hall. Buku ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN. EGC : Jakarta. 2008
2. Kapita Selekta Kedokteran edisi 4. FKUI: Jakarta. 2014
3. Nur Lina. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki-Laki.
Semarang: Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro. 2008
4. Pearce, Evelyn C.Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Pt Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta. 2009
5. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit.
EGC:Jakarta. 2005
6. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi edisi 3. FK Unbraw: Malang. 2011
7. Santoso, Beatricia I. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. EGC: Jakarta. 2001
8. Sjamsuhidajat, R Jong Wim De. Buku ajar bedah. Jakarta : EGC.1998
9. Soepaman. Ilmu Penyakit Dalam Jillid II. FKUI: Jakarta. 1990
10. Sudoyo, Aru W. Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu PenyakitDalam
FKUI:Jakarta. 2007