Anda di halaman 1dari 27

1

LAPORAN PENDAHULUAN BATU STAGHORN

A. Definisi

Batu staghorn adalah batu ginjal yang bercabang yang menempati lebih dari

satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih

kaliks. Istilah batu cetak/ staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian

cabang collecting system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit

digunakan batu jika menempati seluruh collecting system

B. Etiologi Batu Staghorn

Secara teoritis batu dapat terjadi atau terbentuk diseluruh saluran kemih

terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis

urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan

pada pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi intravesika kronik,

seperti hipertrofi prostat benigna, strikture, dan buli-buli neurogenik merupakan

keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Teori

pembentukan batu ini meliputi teori komponen kristal dan teori komponen matriks

sebagai berikut:

a. Komponen Kristal

Batu terutama terdiri dari komponen kristal yang tersusun oleh bahan-

bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Tahapan

pembentukan batu yaitu : nukleasi, perkembangan, dan agregasi melibatkan

komponen kristal. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan


2

metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu

yang menyebabkan terjadi presipitasi Kristal. Kristal-kristal yang saling

mengadakan presipitasi membentuk inti batu atau nukleasi yang kemudian

mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi Kristal

yang lebih besar. Meskipun ukurannya sudah cukup besar, agregat Kristal

masih rapuh dan belum cukup mampu untuk membuntukan saluran kemih.

Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk

retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu

sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.

Pembentukan inti atau nukleasi mengawali proses pembentukan batu dan

mungkin dirangsang oleh berbagai zat termasuk matriks protein, kristal, benda

asing, dan partikel jaringan lainnya. Kristal dari satu tipe dapat sebagai nidus

atau nukleasi dari tipe lain. Ini sering terlihat pada kristal asam urat yang

mengawali pembentukan batu kalsium oksalat

Kondisi metastasis dipengaruhi oleh suhu, Ph larutan, adanya koloid

dalam urin, konsentrasi solute dalam urin, laju aliran urin dalam saluran kemih,

atau adanya korpus alineum di saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan oleh adanya

keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat-zat yang

mampu mencegah timbulnya batu. Beberapa kasus dengan batu saluran kemih

yang berulang,ini disebabkan karena ketidakcukupan zat-zat inhibitor ini seperti

citrate, pyrofosfat, magnesium, zink, nephrocalcin, tammac horsfall


3

glikoprotein, uropontin, dan makromolekul lainnya ini diyakini bahwa tidak

adekuatnya zat-zat inhibitor khususnya citrate di dalam urin, ini memainkan

peran besar dalam proses terbentuknya batu saluran kemih.

b. Komponen Matrix

Komponen matriks dari batu saluran kemih adalah bahan non kristal,

bervariasi sesuai tipe batu, secara umum dengan kisaran 2-10% dari berat batu.

Komposisinya terutama terdiri dari protein, dengan sejumlah kecil hexose,

hexosamine. Bagaimana peranan matriks dalam mengawali pembentukan batu

tidak diketahui secara pasti. Mungkin matrix bertindak sebagai nidus untuk

aggregasi kristal atau sebagai lem untuk perekat komponen kristal kecil dan

dengan demikian menghalangi turunnya melalui saluran kemih.

c. Batu struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu

ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini

adalah kuman golongan pemecah urea atau urea spilitter yang dapat

menghasilkan enzim urease yang mengubah urin menjadi bersuasana basa

karena meningkatnya kadar konsentrasi amoniak melalui hidrolisis urea

menjadi amoniak, seperti reaksi di bawah ini:

CO(NH2)2 + H2O         2NH3 + CO2

Kita ketahui bersama Ph urin normal adalah 5,85, sedangkan pada pasien

dengan batu struvit Ph urin jarang yang kurang dari 7,2 dimana Ph urin dapat
4

mencapai lebih dari 7,19 jika telah terbentuk presipitasi dari Magnesium-

amonium-fosfat (MAP)

d. Batu asam urat

            Batu asam urat merupakan 5- 10% dari seluruh batu saluran kemih. Di

antara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya

merupakan campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita

oleh pasien-pasien penyakit gout , penyakit mieloproliferatif, pasien yang

mendapatkan terapi antikanker , dan yang banyak mempergunakan obat

urikorusik diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazade, dan salisilat.

Kegemukan , peminum alcohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang

yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini

            Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan

metabolisme endogen di dalam tubuh . Degradasi purin di dalam tubuh melalui

asam inosinat dirubah menjadi hipoxantin. Dengan bantuan enzim xanthin

oksidase, hipoxantin dirubah menjadi xanthin yang akhirnya dirubah menjadi

asam urat. Pada mamalia lain selain manusia dan dalmation ,mempunyai enzim

urikase yang dapat merubah asam urat menjadi allantoin yang larut di dalam air

. Pada manusia karena tidak mempunyai enzim itu, asam urat dieksresikan ke

dalam urine dalam bentuk asam urat bebas dan garam urat yang lebih sering

berikatan dengan natrium membentuk natrium urat. Natrium urat lebih mudah

larut di dalam air dibandingkan dengan asam urat bebas, sehingga tidak

mungkin megadakan kristalisasi di dalam urine


5

C. Epidemiologi

Angka kejadian dari batu staghorn ini mencapai 1 – 5 % dari populasi orang

dewasa di Negara industry. Di Amerika Serikat, penyakit batu saluran kemih ini

mencapai > 400.000 dengan insiden tertinggi terjadi pada dekade ketiga sampai

kelima. Tingkat kejadiannya pada laki-laki tiga kali lebih basar dari wanita, dan

orang kulit putih lima kali lebih besar di banding dengan orang kulit hitam

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa penyebab tersering dari batu

staghorn ini adalah batu struvit ataiu batu infeksi. Menurut sejarah, batu infeksi

telah mencapai jumlah 7-31 % dari batu saluran kemih di daerah barat. Batu struvit

atau batu infeksi lebih sering terjadi pada pasien-pasien yang memiliki factor

predisposisi yaitu terdapat riwayat infeksi saluran kemih yang persisten. Batu

struvit terjadi lebih sering pada wanita dari pada pria dengan perbandingan 2:1

yang diakibatkan kemungkinan besar karena insiden tertinggi terjadinya infeksi

saluran kemih adalah wanita jika dibandingkan dengan pria

D. Gejala Klinik

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa batu staghorn pada ginjal

adalah batu ginjal yang bercabang yang memenuhi pelvis renalis. Keluhan yang

disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besarnya batu, dan

penyulit yang telah terjadi

1. Nyeri pinggang

Keluhan yang paling dirasakan oleh penderita adalah nyeri pinggang. Nyeri

ini mungkin bisa berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
6

karena aktivitas peristaltic otot polos sistem kalises meningkat dalam usaha

untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu

menyebabkan tekanan intra luminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan

dari terminal saraf yang memberi sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat

peregangan kapsula ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.

Kolik renal tidak selalu bertambah dan berkurang atau datang dalam bentuk

gelombang seperti kolik intestinal atau kolik biliaris tapi mungkin bersifat

relative constant. Pasien dengan batu pada ginjal memiliki nyeri yang berkaitan

dengan obstruksinya. Gejala pada kolik renal yang akut tergantung pada lokasi

atau tempat obstruksinya(5,13).

2. Nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena

Batu pada pelvis ginjal seperti pada batu staghorn ini dapat bermanifestasi

tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau

ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena. Sesuai dengan

gangguan yang terjadi, batu ginjal yang terletak di pelvis atau pada batu

staghorn dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis, sedangkan batu kaliks

pada umumnya tidak memberikan kelainan fisik

3. Gejala-gejala infeksi saluran kemih seperti nyeri pinggang, demam, disuria

Batu struvit atau batu infeksi merupakan penyebab tersering terbentuknya

batu staghorn pada ginjal. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa umumnya

batu ini terbentuk dengan didahului oleh infeksi saluran kemih dimana bakteri

yang menginfeksi haruslah bakteri yang dapat memecah urea jadi gejala klinik
7

yang dikeluhkan oleh pasien adalah gejala-gejala infeksi saluran kemih seperti

nyeri pinggang, demam, disuria, hematuria, dan frekuensi buang air kecil

bertambah

4. Hematuri

Hematuri seringkali dikeluhkan oleh pasien ini disebabkan akibat dari

trauma mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu, terutama jika pasien

habis berolahraga atau melaksanakan aktivitas yang berat karena batu yang ada

akan saling bergesekan dan mengikis mukosa saluran kemih sehingga dapat

menyebabkan hematuri. Kadang hematuri didapatkan dari pemeriksaan

urinalisis berupa hematuri mikroskopik. Biasanya pada pasien dengan sumbatan

batu pada traktus urinarius bagian atas sering disertai dengan gross hematuri

yang intermitten atau kadang-kadang pasien mengeluh urinnya berwarna seperti

teh

E. Diagnosis

Untuk mendiagnosis pasien dengan batu staghorn pada ginjal tetap kita

lakukan secara sistematis mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisis, dan

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologi, laboratoriun, dan

pemeriksaan penunjang yang lainnya agar kita dapat menegakkan diagnosis dari

penyakit ini.

Dari anamnesis kita bisa mendapatkan gejala klinik sesuai dengan keluhan

pasien, seperti nyeri pinggang yang bisa berupa nyeri kolik atau non kolik. Sifat

nyerinya bermacam-macam mulai dari nyeri tumpul hingga nyeri tajam yang
8

sangat hebat dan biasanya bersifat konstan dan tidak bisa diabaikan. Sering kali

nyeri menyebar ke panggul dan juga menyebar ke bagian anterior hingga kuadran

abdomen bagian atas dan ipsilateral dengan tempat sumbatan. Kadang kita dapat

dibingungkan dengan kolik empedu atau cholecystitis jika gejala ini terjadi pada

perut sisi sebelah kanan, dan dengan gastritis, akut pancreatitis, atau ulkus

peptikum jika terjadi pada perut sisi sebelah kiri, apalagi jika pasien disertai

dengan gejala anoreksia, mual,dan muntah. Kita bisa juga menemukan gejala-

gejala infeksi saluran kemih seperti nyeri panggul, demam, disuria, dan frekuensi

buang air kecil bertambah. pasien biasanya memiliki riwayat hematuri, dan bila

telah terjadi obstruksi total pasien mengalami anuria.

Pada pemeriksaan fisis kita bisa menemukan adanya nyeri ketok pada daerah

kosto-vertebral, pada palpasi ginjal pada sisi sakit dapat teraba akibat telah terjadi

hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal pada fase lanjut, anuria, dan jika

disertai infeksi didapatkan demam/menggigil.

Pada pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan pada

saluran kencing yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan

fungsi ginjal, dan menentukan sebab terjadinya batu. pada pasien ini kita bisa

menemukan adanya bakteriuria atau piuria, dapat ditemukan leukosit pada

urinalisis, bisa juga ditemukan hematuri pada pemeriksaan mikroskopik urin, Ph

urin menjadi alkalis, dan pada pemeriksaan kultur urin dapat diidentitifikasi

organisme atau bakteri yang memproduksi urea pada pasien dengan staghorn

calculi yang disebabkan oleh batu struvit. Pada pemeriksaan darah rutin dapat
9

ditemukan peningkatan leukosit jika disertai dengan infeksi saluran kemih. Untuk

mengevaluasi fungsi ginjal kita dapat memeriksa ureum kreatinin, ini dapat

meningkat jika terjadi gangguan pada ginjal dimana fase lanjut dari batu staghorn

ini dapat menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya terjadi gagal ginjal dan untuk

mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan radiologi IVP. Perlu juga diperiksa

kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu (antara lain

kadar: kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat dalam darah maupun di dalam urin.

Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan gambaran rediopak pada foto

polos abdomen (BNO) pada ginjal dan pada pemeriksaan Intra Venous Pyelografi

(IVP) dengan menggunakan kontras dapat ditemukan dilatasi dari pelvis renalis

dan dilatasi dari kaliks minor karena obstruksi dan penurunan kontras ke ureter

hingga buli-buli terganggu. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan

anatomi dan fungsi ginjal. Pemeriksaan USG dikerjakan apabila pasien tidak

mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap

bahan kontras, faal ginjal yang menurun dimana ini dapat dilihat dari kadar serum

kreatinin yang > 3, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat

menilai adanya batu ginjal yang di tunjukkan sebagai echoic shadow, dan

hidronefrosis.
10

F. Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya

harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi

untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah

menimbulkan obstruksi dan infeksi. Batu Staghorn pada ginjal jelas akan

menimbulkan obstruksi karena menyumbat pelvis renalis bahkan sampai ke kaliks

jadi penanganan untuk mengeluarkan batu harus segera dilakukan.

Pengangkatan seluruh batu merupakan tujuan utama untuk mengeradikasi

organisme penyebab, mengatasi obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih

lanjut dan infeksi yang menyertainya serta preservasi fungsi ginjal. Meski

beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan untuk mensterilkan fragmen

struvite sisa dan membatasi aktivitas pertumbuhan batu, sebagian besar penelitian

mengindikasikan, fragmen batu sisa dapat tumbuh dan menjadi sumber infeksi

traktus urinarius yang berulang.

Modalitas terapi untuk batu cetak ginjal adalah:

1. Simple Pyelolithotomy

Simple Pyelolithotomy merupakan sebuah tindakan operasi terbuka yang

biasanya dilakukan pada kasus-kasus batu ginjal. Metode Operasi ini dilakukan

pada batu staghorn yang belum terbentuk sepenuhnya atau dengan kata lain

semi staghorn yang terletak pada pelvis ektra renal. Jika pelvis renalis kecil dan

terletak intra renal atau ½ intra renal dan ½ ekstra renal maka simple

pyelolithotomy sulit untuk dilakukan maka pada kasus ini kita memerlukan
11

teknik Gil-Vernet (Extended Pyrlolithotomy atau Pyelocalicolithotomy).

Indikasi lain dari Simple Pyelolithotomy adalah jika percutaneous renal surgical

atau ESWL tidak tersedia, dan jika ada komplikasi dari percutaneous renal

surgical yang telah terjadi sebelumnya maka metode ini dapat dipertimbangkan

untuk dilakukan. Untuk persiapan preoperative hasil dari cultur urin harus

diperoleh dan diperlukan pemberian profilaksis antibiotic parenteral sebelum

dilakukan operasi. Intravenous urography diperlukan untuk melihat anatomi

dari traktus urinarius dan fungsi ginjal. Pada saat pembedahan dilakukan

pengikatan pada ureter yang bertujuan untuk mencagah terlepasnya fragmen-

fragmen batu ke ureter selama dilakukannya operasi. Pelvis renalis dibebaskan

dari jaringan lemak pada permukaan posteriornya, sehingga pelvis renalis

dalam keadaan terbuka. Pengangkatan batu dapat dilakukan dengan bantuan jari

atau dengan menggunakan forcep. Batu dibawa ke pelvis renalis, diirigasi oleh

larutan saline untuk mengeluarkan fragmen-fragmen kecil yang mungkin masih

tertinggal. Fragmen-fragmen batu yang menetap atau yang masih tertinggal

dapat membentuk nidus dan menyebabkan terjadinya rekuren.

2.  Extended pyelolithotomy

Extended pyelolithotomy (Gil Vernet metode) adalah teknik yang dapat

digunakan untuk mengangkat batu ginjal yang kompleks pada pelvis renalis dan

yang telah meluas pada beberapa kaliks. Dengan menggunakan metode ini

pendekatan melalui insisi parenkim ginjal dapat dihindari sehingga resiko yang

menyebabkan memburuknya fungsi ginjal postoperasi dapat dikurangi. Kasus-


12

kasus dimana pelvis renalis terletak intra renal atau jika ukuran batu besar dapat

dilakukan insisi extended pyelolithotomy (Gil-Vernet) untuk membantu

mengangkat batu. Teknik ini memungkinkan juga untuk mengangkat batu

ginjal yang complex dan sisa-sisa batu di dalam kaliks yang masih tertinggal

mungkin dapat diangkat melalui Nephrotomy Radial.

Pada metode ini ginjal harus termobilisasi secara penuh. Sebuah vena

yang terus berjalan dari bagian posterior fascia Gerota ke bagian posterior

dinding abdomen berada pada bagian tengah ginjal dan vena ini harus

teridentifikasi dan dibekukan untuk menghindari perdarahan. Sebuah metode

yang tepat untuk mendukung ginjal setelah itu ialah di dalam sebuah netting

sling (jaring). Jaringan lemak pada pelvis renalis dilepaskan dengan cara

digunting, sisanya ditutup ke dinding pelvis renalis. Kemudian retractor Gil-

Vernet diletakkan di bawah parenkim ginjal agar dapat membebaskan pelvis

renalis. Pada tahap ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mencederai

cabang dari arteri renalis. Setelah itu pelvis renalis dibuka secara transversal.

Insisi sebaiknya dibuat agak jauh dari pelviureteric junction untuk mengurangi

resiko devaskularisasi pada junction yang dapat menyebabkan stenosis. Panjang

dan arah insisi dapat bervariasi sesuai dengan bentuk anatomi intra renal dan

batu yang ada di dalamnya. Kemudian batu diangkat dengan memasukkan

curved McDonnell’s dissector dibelakang batu untuk membantu mengungkit

batu sehingga batu dapat dikeluarkan.


13

3. Bivalve Nephrolithotomy

Bivalve nephrolithotomy atau Anatropik nephrolithotomy pertama kali

diperkenalkan oleh Smith dan Boyce pada tahun 1967. Meskipun metode

Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) dan Electro Shock Wave Lithotripsy

(ESWL) tengah berkembang saat ini namun, Bivalve Nephrolithotomy masih

digunakan untuk pasien dengan Staghorn Calculi dimana bagian terbesar dari

batu berada pada caliceal dan infundibular. Jika terjadi stenosis pada

infundibuar tindakan ini merupakan indikasi utama. Indikasi lain dilakukannya

teknik ini adalah apabila pecahan batu tidak dapat dikeluarkan dengan

pendekatan intrasinusal yang diperluas, juga pada penderita yang sebelumnya

telah dilakukan pyelolithotomy dan kemudian menderita batu cetak ginjal.

Setelah ginjal dipaparkan melalui irisan flank biasanya menggunakan

insisi interkostal antara kosta 11 dan 12, identifikasi ureter dan diseksi

dilanjutkan keatas untuk memaparkan pelvis renalis. Ginjal seluruhnya

dimobilisasi dengan dengan menggunakan diseksi tajam dan tumpul, pasang

pita umbilikal mengelilingi  ginjal yang berfungsi sebagai pegangan,

identifikasi arteri renalis dengan palpasi dan bebaskan dari jaringan sekitarnya

untuk memudahkan bila akan diklem. Identifikasi arteri segmentalis posterior

dan anterior melalui diseksi pada sisi lateral sepanjang arteri renalis, berikan

manitol 12,5 mg secara IV, 5 menit sebelum arteri renalis diklem. Dengan pita

umbilikal sebagai pegangan, tempatkan suatu kantong mengelilingi ginjal


14

sebagai tempat  meletakkan butiran-butiran es untuk pendinginan

permukaan( surface cooling ).

Klem arteri renalis dengan klem Bulldog, dan segera ginjal dibungkus

degan butiran butiran es sampai suhu inti ginjal mencapai 10 sampai  15 derajat

Celsius, biasanya dapat dicapai dengan pendinginan selama 15 menit. Lakukan

insisi longitudinal pada kapsul ginjal pada permukaan posterior tepat pada 

garis Bröder yang berjarak kira-kira 0,5 cm posterior dari permukan terluas

cembung  ginjal. Irisan ini tidak dianjurkan melewati segmen apikal maupun

basilar ginjal, tetapi bila dibutuhkan,  insisi dapat diperluas ke masing-masing

kutup ginjal sehingga akhirnya ginjal akan terbelah menjadi dua.

Insisi yang tepat pada ginjal dapat dicapai dengan mengklem  arteri 

segmentalis anterior dan membiarkan a. segmentralis posterior tetap terbuka,

injeksikan secara IV 20 ml methylene blue, maka segmen posterior dari

parenkim ginjal akan berwarna biru sehingga bidang antara segmen anterior dan

posterior mudah diidentifikasi.

Kapsul ginjal kemudian dibebaskan dari parenkim ginjal dengan diseksi

tumpul kemudian parenkim ginjal dibelah secara tajam sesuai garis insisi kapsul

ginjal, kaliks posterior yang berisi  batu staghorn di identifikasi dengan palpasi ,

kemudian dibuka pada permukaan anteriornya, insisi kemudian diperluas

sampai ke pelvis renalis, insisi dilanjutkan ke kaliks anterior melalui insisi pada

permukaan posterior dari kaliks anterior, maka berangsur angsur  seluruh batu

staghorn dapat dipaparkan. Sebelum ekstraksi batu, uretero pelvic jungtion


15

diklem untuk mencegah fragmen fragmen batu turun ke ureter. Cuci seluruh

medan operasi dengan NaCl sampai bersih, tempatkan kateter kecil melalui

ureter ke vesika urinaria. Roentgenogram intraoperatif dilakukan untuk

menjamin bahwa semua batu telah diambil. Fragmen-fragmen batu yang kecil

bila ada, dapat diambil dengan “nerve hook”, dan bila sisa batu terdapat pada

parenkim ginjal dan dapat dipalpasi, suatu radial nefrotomi dapat dilakukan .

Rekonstruksi internal dari kolekting sistem adalah bagian yang terpenting pada

operasi ini. Bila mungkin lakukan kalikorafi dengan menjahit  tepi-tepi dari

kaliks mayor yang berdekatan secara bersama-sama dengan menggunakan 

kromik 5-0. 

Kemudian dilanjutkan dengan kalikoplasti. Calycoplasti adalah tindakan

untuk memperbesar leher kaliks yang sempit, agar tidak terjadi stasis urin dan

memperkecil kemungkinan untuk timbulnya batu residif pada kaliks tersebut.

Pasang double J stend dengan ujung atas berada pada kaliks mayor kutup

bawah ginjal, fiksasi double J stend pada pelvis renalis dengan jahitan kromik

lima nol Lepaskan klem bulldog beberapa detik untuk identifikasi adanya

sumber perdarahan dan untuk mengetahui hemostasis yang telah dicapai.

Nefrostomi longitudinal ditutup dengan jahitan kromik 4-0 dimulai dengan

jahitan kontinyu pada ujung-ujung dari kolekting sistem sedangkan bagian

sentral dijahit dengan memasang jahitan belum diikat pada beberapa tempat

untuk menjamin aproksimasi yang tepat dari kolekting sistem kemudian jahitan

diikat satu demi


16

Kapsul ginjal ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan

kromik Tiga nol seperti pada gambar 13. Lepaskan klem bulldog dari a. renalis,

kemudian ginjal dihangatkan dengan cairan irigasi, pasang drain  di ruang

retroperitoneal, luka operasi ditutup lapis demi lapis..

4.  PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy)

Merupakan cara untuk mengeluarkan batu yang berada dalam saluran

ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi

pada kulit. Secara umum PCNL memiliki empat langkah operasi: percutaneous

renal access, dilatasi traktus, fragmentasi batu dan ekstraksi, dan drainase

postekstraksi. Tiap langkah-langkah ini memerlukan ketelitian dan dilakukan

secara mendetail, dan dalam beberapa kasus dimana satu metode ini gagal maka

tindakan alternative mungkin diperlukan. Kontraindikasi absolute untuk

dilakukannya PCNL adalah coagulopathy yang belum dikoreksi, dan pasien

harus menghentikan konsumsi obat-obatan seperti aspirin, dan anti inflamasi

non steroid selama 7 – 10 hari sebelum operasi. Posisi yang digunakan untuk

PNCL adalah posisi prone (tengkurap) dimana bahu dan siku di fleksikan dan

membentuk sudut kurang dari 900 serta lutut juga difleksikan lalu kemudian

bantal yang panjang ditempatkan secara longitudinal dari bahu sampai ke

pangkal iliaka.  Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu

menjadi fragmen-fregmen kecil. Teknik ini menggunakan tindakan invasive

minimal, PNCL ini diindikasikan untuk batu yang berukuran > 2 cm. Kira-kira
17

85% pasien yang diterapi dengan PNCL akan pulih dalam waktu 3 bulan dan

hasil jangka panjangnya sama dengan operasi terbuka (open surgery)

5. Kombinasi PCNL dan ESWL

Tindakan ini dilakukan dengan cara pasien terlebih dahulu diterapi dengan

PCNL debulking lalu kemudian diikuti dengan ESWL (Extracorporeal

Shockwave Lithotripsy) dimana sisa dari batu dipecah menjadi fragmen-fragmen

kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-

pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan

hematuri. Prinsip dari ESWL itu sendiri adalah menghasilkan focus shock wave

berenergi tinggi dimana gelombang yang dihasilkan ini akan mendeteksi

keberadaan batu pada traktus urinarius lalu kemudian menghancurkannya

menjadi fragmen-fragmen kecil. ESWL diindikasikan untuk terapi batu ginjal

yang memiliki ukuran kurang dari 1,5 sampai 2 cm. Pemasangan internal stent

direkomendasikan untuk batu yang berukuran lebih dari 1,5 cm untuk mencegah

obstruksi dari ureter akibat pasase fragmen-fragmen batu yang telah dipecahkan

tadi.

 
18

G. Komplikasi

Batu staghorn pada ginjal adalah batu yang menempati lebih dari satu

collecting sytem dan menempati pelvis renalis. Batu staghorn ini dapat memenuhi

seleruh pelvis renalis sehingga dapat menyebabkan obstruksi total pada ginjal.

Pada tahap ini pasien mengalami retensi urin sehingga pada fase lanjut ini dapat

menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya jika terus berlanjut maka dapat

menyebabkan gagal ginjal yang akan menunjukkan gejala-gejala gagal ginjal

seperti sesak, hipertensi, dan anemia. Pada staghorn calculi penyebab yang

tersering adalah batu struvit atau batu infeksi yang disebabkan oleh infeksi saluran

kemih oleh bakteri pemecah urea. Pada keadaan ini terlebih dahulu terjadi infeksi

saluran kemih yang akan memacu timbulnya batu. Oleh karena itu pada kasus ini

infeksi dapat terjadi secara berulang dan bila tidak diterapi dengan baik akan dapat

berkomplikasi menjadi sepsis dan akhirnya membahayakan jiwa dari penderita.

H. Prognosis

Pada staghorn calculi yang disebabkan oleh batu struvit atau batu infeksi

memiliki resiko tinggi untuk rekuren walaupun telah diterapi secara tepat karena

fragmen batu sisa dapat tumbuh dan menjadi sumber infeksi traktus urinarius yang

berulang. Pada stghorn calculi yang tidak diterapi maka akan menimbulkan

hidronefrosis dan pada akhirnya terjadi kerusakan ginjal jadi semakin dini

ditemukan dan diterapi dng tepat prognosisnya baik.

  
19

I. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

b. Perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 sampai 3 :1

c. Usia : Puncak insiden dari batu urin dengan gejala adalah pada decade ketiga

dan keempat.

d. Penelitian demografis menyebutkan pria kulit putih beresiko lebih tinggi

daripada kulit hitam.

e. Pekerjaan : Pekerja kasar dan petani lebih banyak bergerak dibandingkan

dengan pegawai kantor, penduduk kota yang lebih banya duduk waktu

bekerja, ternyata lebih sedikit menderita batu urin.

f. Keadaan sosial ekonomi : Di negara maju/industri atau golongan social

ekonomi yang tinggi lebih banyak makan protein, terutama protein hewani,

juga karbohidrat dan gula, ini lebih sering menderita batu urin bagian atas.

Sedangkan pada negara berkembang atau orang yang sering makan

Vegetarik dan kurang protein hewani sering menderita batu urin bagian

bawah.

g. Tempat tinggal : Orang yang tinggal didaerah panas punya resiko tinggi

menderita batu urin. Pada daerah didaerah tropik, dikamar mesin akan

menyebabkan keringat banyak dan menguap cairan tubuh, mengurangi

produksi urin sehingga memudahkan pembentukan batu urin.


20

2. Riwayat Penyakit

a. Keluhan Utama

Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah

berkemih, merasa tidak puas setelah berkemih, penurunan kekuatan, dan

ukuran pancaran urine, mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama

sekali, nyeri saat berkemih, hematuria, nyeri pinggang.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien biasanya mengeluh nyeri saat berkemih, tidak dapat berkemih sampai

gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah yang kemudian pasien

dirujuk ke Rumah Sakit.

c.  Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu dikaji apakah sebelumnya pasien mederita penyakit gout, ataupun

pernah mengalami tindakan operasi panggul sebelumnya, tertama bila ada

bahan sintetis yang ditanamkan.

d.  Riwayat Penyakit Keluarga

Anggota keluarga penderita batu urin lebih banyak kemungkinan menderita

penyakit yang sama dibanding dengan keluarga bukan penderita batu urin.

Lebih kurang 30% sampai 40% penderita batu kalsiun oksalat mempunyai

riwayat famili yang positif menderita batu. Apakah ini terlibat faktor

keturunan atau pengaruh lingkungan yang sama belum diketahui.


21

3. Pemeriksaan Fisik

a.  Keadaan Umum

Pasien biasanya terlihat lemah, kesadaran Composmentis, suhu meningkat,

dan nadi juga meningkat.

b.  B1 (Breathing / Pernapasan)

Tidak ada gangguan dalam sistem pernapasan.

c.  B2 (Blood / Kardiovaskuler)

Frekuensi denyut nadi meningkat, akral hangat, CRT < 3 detik, perfusi

perifer baik.

d.  B3 (Brain / Persarafan)

Terdapat keluhan nyeri saat Bak ataupun nyeri suprapubik.

e.  B4 (Bladder / Perkemihan)

Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah

berkemih, merasa tidak puas setelah berkemih, sering berkemih pada malam

hari, penurunan kekuatan, dan ukuran pancaran urine, mengedan saat

berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih, hematuria.

f.   B5 (Bowel / Pencernaan)

Keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan menurun, mual,muntah dan

konstipasi.

g.  B6 (Bone / Muskuloskeletal)

Pasien mengalami kelemahan fisik.


22

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b.d peningkatan frekuensi kontraksi uretral, trauma jaringan..

b. Gangguan eliminasi urin b.d stimulasi kandung kemih oleh batu, obstrukai

mekanik dan peradangan.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah,

anoreksia

3. Rencana Tindakan Kepewatan


No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
.
1. Nyeri akut b.d Dalam waktua.    Secara1.    Observasi 1.    Membantu
peningkatan 3 jam setelah subyektif karakteristik membedakan
frekuensi kontraksi diberikan pernyataan nyeri mulai penyebab nyeri
uretral, trauma tindakan nyeri dari penyebab, dan memberikan
jaringan keperawatan berkurang lokasi, skala informasi tentang
pasien atau dan waktu. kemajuan/
mengatakan teradaptasi (PQRST) perbaikan
nyerinya b.    Skala nyeri penyakit,
berkurang. 2 terjadinya
c.    TTV dalam komplikasi dan
batas normal keefiktifan
dan pasien intervensi
terlihat Anjurkan 2.    Membantu
tenang. minum banyak pasien berkemih
2-3 liter jika dan
tidak ada mengeluarkan
kontraidikasi batu.
3.    Berikan 3.    Efek dilatasi
kompres dinding kandung
hangat pada kemih
area nyeri. memberikan
respon spasme
otot menurun
sehingga nyeri
berkurang.
4.    Ajarkan4.    Pengalihan
tehnik perhatian akan
23

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


.
relaksasi mengurangi nyeri
distraksi yang dirasakan.
seperti
membaca
koran.buku,
aktivitas sesuai
hobi,
menonton tv,
mendengarkan
radio, dll 5.   
5.    Lakukan Analgesik akan
kolaborasi memblok lintasan
pemberian nyeri sehingga
analgesik. nyeri berkurang.
2. Gangguan Setelah TTV dalam1.    Observasi 1.   Untuk
eliminasi urine b.d diakukan batas normal, pola berkemih mengetahui
stimulasi kandung tindakan tidak ada pasien dan fungsi ginjal.
kemih oleh batu, keperawatan 3 keluhan produksi urine
obstrukai mekanik x 24 jam pola dalam setiap jam
dan peradangan. eliminasi urine melakukan 2.    Observasi 2.   Untuk
pasien normal. BAK, input dan mengetahui kerja
produksi output cairan fungsi saluran
urine pasien. perkemihan
500cc/jam, pasien.
tidak ada Palpasi 3.    Menilai adanya
distensi kemungkinan stasis urine di
kandung adanya distensi kandung kemih.
kemih, tidak kandung
terjadi kemih.
hematuria, 4.    Anjurkan 4.    Membantu
urine tidak untuk BAK mempertahankan
keruh. setiap 3-4jam. kerja ginjal.
5.    Anjurkan 5.    Pengedapan
untuk minum urine di kandung
minimal kemih akan
2000cc/hari. meyebabkan
semakin besarnya
batu.
Kolaborasi 6.    Antimikroba
dengan tim akan
24

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


.
medis dengan memperlambat
pemberian terbentuknya batu
antimikroba. kandung kemih
karena mikroba.
3. Ketidakseimbangan Dalam waktu Menunjukkan1.    Observasi Memvalidasi dan
nutrisi kurang dari 3 x 24 jam peningkatan status nutrien menetapkan
kebutuhan b.d setelah nafsu makan pasien, turgor derajat masalah
anoreksia , muntah dilakukan dan kulit, BB, untuk
dan gangguan tindakan menunjukkan riwayat menetapkan
pencernaan. keperawatan peningkatan mual/muntah pilihan intervensi
pasien dapat BB, pasien dan intregitas yang tepat.
mempertahank tidak merasa mukosa.
an kebutuhan mual muntah, Pertahank2.    Akumulasi
nutrisi yang pasien tidak an kebersihan partikel makanan
adekuat. terlihat lemas mulut. di mulut dapat
dan pucat, menambah bau
mengalami 3.    dan rasa tak
peningkatan sedap yang akan
BB. menurunkan
Lab : nafsu makan.
Protein : (N : Berikan 3.    Makanan hangat
6,1-8,2 gr), makanan akan
Albumin (N : selagi hangat. meningkatkan
3,8-5,0 gr),4.    nafsu makan
gula darah PP pasien dan dapat
(100-120 meningkatkan
mg/dl) dalam intake nutrisi
batas normal. yang adekuat.
Kolaborasi 4.    Diet rendah
dengan ahli kalsium akan
gizi dengan mengurangi
memberikan terbentuknya batu
diet makanan kandung kemih.
rendah
kalsium.
4. Resiko tinggi Dalam waktu TTV dalam1. Observasi Mengetahui
infeksi b.d port de 5 x 24 jam batas normal, TTV pasien keadaan pasien
entree luka tidak terjadi tidak ada adanya tanda-
pascabedah infeksi, terjadi tanda-tanda tanda infeksi
perbaikan infeksi seperti takikardi
25

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


.
pada integritas (kalor, dolor, dan peningkatan
jaringan lunak. rubor, tumor, suhu tubuh.
dan fungsio
laesa), luka2.    Observasi2.    Memantau
psaca operasi luka pasca kondisi luka agar
menunjukkan operasi pasien. tidak terjadi
integritas 3.    infeksi.
yang baik. Lakukan 3.    Perawatan luka
tindakan rawat sebaiknya tidak
luka setiap setiap hari untuk
hari. menurunkan
kontak tindakan
dengan luka yang
dalam kondisi
sterils ehingga
mencegah
kontaminasi
kuman ke luka
bedah
Berikan nutrisi4.    Nutrisi yang
tinggi protein. tercukupi dan
tinggi protein
5.    akan
mempercepat
penyembuhan
luka.
Kolaborasi 5.    Antibiotik
dengan tim meminimalkan
medis untuk luka dari
pemberian mikroorganisme
antibiotik. sehingga tidak
terjadi infeksi.
26
27

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
EGC.

Dr. Bahdarsyam. (2011). Spektrum Bakteriologik Pada Berbagai Jenis Batu Saluran
Kemih Bagian Atas.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30750/4/Chapter%20II.pdf.
Diunggah pada 14 Maret 2012.

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Salemba Medika: Jakarta.

Sja’bani, Slamet, Syakib Bakri. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

EdHA_CHIFA BLOG. (2010). Batu staghorn bedah urologi ginjal


http://edhasroom.blogspot.co.id/2010/12/batu-staghorn-pada-ginjal.html

Anda mungkin juga menyukai