Konsep Penyakit
Definisi Batu Ginjal
Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu di
dalam pelvis atau calyces ginjal atau di saluran kemih
( pratomo,2007).
Menurut Nursalam dan Fransisca (2008) nefrolitiasis merujuk
pada penyakit batu ginjal. Batu atau kalkuli di bentuk di dalam
saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh
kristalilasasi dari subtansi ekskresi di dalam urin. Urolitiasis
merujuk pada adanya batu dalam perkemihan. Sebanyak 60%
kandungan batu ginjal terdiri atas kalsium oksalat, asam urat,
magnesium, amonium, dan fosfat atau gelembung asam amino.
Menurut Mary Baradero (2008) batu ginjal (urolitiasis) dapat
terjadi dibagian mana saja pada sistem perkemihan. Namun,
yang paling banyak di temukan adalah di bagian ginjal
(nefrolitiasis). Batu ginjal adalah pengkristalan mineral yang
mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang
sudah mati. Biasanya batu (kalkuli) terdiri atas garam kalsium
(oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat.
Menurut Arif Muttaqin (2011) batu ginjal atau nefrolitiasis
merupakan suatu keadaan terdapat batu (kalkuli) di ginjal. Batu
ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis
serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih
dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk
rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi
pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan
stenosis ureteropelvik) mempermudah timbaulnya batu saluran
1
kemih. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan
pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses
paranefrik, ataupun pielonefritis
a. Herediter (keturunan)
penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
b. Umur
penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
c. Jenis kelamin
jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan
2
selalu ada lebih banyak air daripada mineral deposit dalam urin,
yang merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya
kristalisasi.
Menurut (Utara, 2018) komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan
saluran kemih dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk
mengetahui adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat
oksalat, dan sistin.
1. Batu kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar
70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam
bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu
kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut.
Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi
di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua
tipe yang berbeda, yaitu:
3
a. Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam
dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien biasanya
berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Kegemukan,
peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih besar
menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi
asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat
bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk
staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah
dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan
oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan
kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease
dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan
sekitar 15-20% pada penderita BSK.
Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi saluran
kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7.
Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas
bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.
4
4. Batu Sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal.
Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%.
Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang,
pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine
yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga
terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu
yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet
mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah
dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih
Manifestasi klinis
a. Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri
kolik dan non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi
batu pada saluran kemih sehingga terjadi resistensi dan
iritabilitas pada jaringan sekitar (Brooker, 2009). Nyeri kolik
juga karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises
ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu
pada saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan
pada terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri (Purnomo,
2012). Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal
karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal (Purnomo,
2012) sehingga menyebabkan nyeri hebat dengan peningkatan
produksi prostglandin E2 ginjal (O’Callaghan, 2009).
b. Gangguan miksi
Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urin
5
mengalami penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara
spontan. Pada pasien nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih
terjadi di ginjal sehingga urin yang masuk ke vesika urinaria
mengalami penurunan. (Brooker, 2009).
c. Hematuria
Batu yang terperangkap sering mengalami desakan berkemih,
tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini akan
menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh batu sehingga urin
yang dikeluarkan bercampur dengan darah (hematuria) (Brunner
& Suddart, 2015).
d. Mual dan muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi
ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat hebat
sehingga pasien mengalami stress yang tinggi dan memacu
sekresi HCl pada lambung (Brooker, 2009).
e. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat
lain. Tanda demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi,
vasodilatasi pembuluh darah di kulit merupakan tanda terjadinya
urosepsis.(Purnomo, 2012)
f. Distensi vesika urinaria
Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika
urinaria akan menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika.
Oleh karena itu, akan teraba bendungan (distensi) pada waktu
dilakukan palpasi pada regio vesika (Brooker, 2009)
6
Patofisiologi dan pathway
7
xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis
pembentukan batu-batu di atas hampir sama, tetapi suasana di
dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu
itu tidak sama. Misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam
suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat
terbentuk karena urine bersifat basa.
8
PATHWAY
urolithiasis
Absorbsi nutrient
Resiko keseimbangan inadekuat
vol.cairan
9
hidronephrosis Retensi urin Kolinisasi bakteri
meningkat
Resiko gangguan Gangguan eliminasi
fungsi
1. ginjal
Klasifikasi Resiko infeksi
urine
Batu Ginjal
Menurut [ CITATION Adi16 \l 1057 ] & [ CITATION Sug18 \l 1057 ] Lokasi batu,
dibagi menjadi 4 bagian:
a. Nefrolithiasis : Batu yang terbentuk pada pielum, tubuli hingga
calyx ginjal.
b. Ureterolithiasis : Batu yang terbentuk pada ureter.
c. Cystolithiasis : Batu yang terbentuk pada vasika urinaria.
d. Urethrolithiasis : Batu pada saluran uretra.
10
dalam urin sehingga bakteri berkembang biak lebih cepat dan mengubah urin
menjadi bersuasana basa. Suasana basa memudahkan garam-garam
magnesium, ammonium, fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium
ammonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. Terdapat sekitar 10- 15% dari
jumlah pasien yang menderita penyakit ini. Lebih banyak pada wanita,
dengan rasio laki-laki dibanding wanita yaitu 1: 5. Batu struvit biasanya
menjadi batu yang besar dengan bentuk seperti tanduk (staghor)
c. Batu Asam Urat
Ditemukan 5-10% pada penderita batu ginjal. Rasio laki-laki dibanding
wanita adalah 3:1. Sebagian dari pasien jenis batu ini menderita Gout, yaitu
suatu kumpulan penyakit yang berhubungan dengan meningginya atau
menumpuknya asam urat. Pada penyakit jenis batu ini gejala sudah dapat
timbul dini karena endapan/kristal asam urat (sludge) dapat menyebabkan
keluhan berupa nyeri yang hebat (colic), karena endapan tersebut menyumbat
saluran kencing. Batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering
kali keluar spontan. Batu asam urat tidak tampak pada foto polos.
d. Batu Sistin
Jarang dtemukan, terdapat pada sekitar 1-3% pasien BSK. Penyakit batu jenis
ini adalah suatu penyakit yang diturunkan. Batu ini berwarna kuning jeruk
dan berkilau. Rasio laki-laki dibandingkan wanita adalah 1: 1. Batu lain yang
juga langka yaitu Batu Silica dan Batu Xanthine.
a. Gagal ginjal
Terjadinya kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah yang
terhalang oleh batu dapat menyebabkan suplai oksigen yang terhambat.
Hal ini dapat menyebabkan iskemik ginjal dan jika diibiarkan akan
menyebabkan gagal ginjal.
11
b. Infeksi
Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang dapat menyebabkan
berkembangbiaknya mikroorganisme. Sehingga dapat menyebabkan
infeksi pada peritoneal.
c. Hidronefrosis
Aliran urin yang terhambat menyebabkan urin tertahan dan menumpuk di
ginjal yang semakin lama akan membesar karena penumpukan urin.
d. Avaskuler iskemia
Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi
kematian jaringan.
e. Nyeri
f. Kerusakan atau destruksi parenkim renal
g. Perdarahan
Pencegahan
12
bahwa setidaknya konsumsi 1 gelas minuman bersoda setiap hari dapat
meningkatkan risiko sakit batu ginjal sebanyak 23 persen. Jika tidak begitu
suka minum air putih, dianjurkan mengonsumsi minuman yang kaya sitrat
seperti perasan jeruk atau lemon. Tingginya sitrat di dalam minuman akan
secara alami membantu mencegah batu ginjal terbentuk
b. Kurangi asupan garam
Kebanyakan konsumsi (natrium) garam dapat memicu sakit batu
ginjal karena meningkatkan jumlah kalsium dalam urin. Batas wajar
asupan garam dalam sehari setara dengan 1 sendok teh garam dapur (5 gr
garam). Selain dari garam dapur, natrium juga terdapat pada saus sambal
dan tomat, kecap, saus tiram, makanan kalengan dan yang berpengawet,
dan makanan cepat saji. Baca nilai gizi produk makanan yang akan Anda
makan untuk mengetahui berapa jumlah natrium yang terkandung.
c. Batasi asupan protein hewani
Daging dan sumber protein hewani lainnya (seperti telur, jeroan, seafood,
dan susu serta produk susu) mengandung purin, yang nantinya akan
diubah menjadi asam urat di dalam urin. Asam urat merupakan salah satu
bahan pembentuk batu ginjal. Oleh karena itu, kebanyakan konsumsi
protein hewani dapat menyebabkan terbentuknya batu ginjal di kemudian
hari. Anda disarankan untuk tidak mengonsumsi lebih dari 170 gram
daging per hari untuk mencegah batu ginjal.
d. Membatasi konsumsi oksalat
Mengonsumsi makanan yang memiliki kadar oksalat tinggi dapat
meningkatkan jumlah oksalat dalam urin, sehingga berikatan dengan
kalsium membentuk batu ginjal.
Beberapa jenis makanan yang harus Anda perhatikan terkait kadar
oksalatnya, yaitu:
a) Bayam
b) Okra
c) Buah bit
13
d) Kiwi
e) Almond
f) Kacang mede
g) Produk kedelai
h) Bekatul dari gandum
i) Kokoa, cokelat
j) Teh
k) Makanan tinggi vitamin C. Konsumsi lebih dari 1000 mg vitamin C
per hari dapat meningkatkan kadar oksalat.
e. Menjaga berat badan
Memiliki berat badan berlebih berkaitan terhadap perkembangan sakit batu
ginjal. Hal ini dapat menyebabkan resistensi insulin dan peningkatan
jumlah kalsium dalam urin sehingga berisiko lebih besar mengalami batu
ginjal. pH urin cenderung lebih asam pada orang yang memiliki berat
badan lebih sehingga juga meningkatkan risiko terjadinya batu ginjal.
f. Jangan menahan keluarnya air seni terlalu lama.
Jika muncul dorongan ingin buang air kecil, segeralah kosongkan kandung
kemih agar tidak terjadi pengendapan dan air seni yang keluar menjadi
tidak tuntas. Menahan diri untuk tidak buang air kecil dapat menyebabkan
akumulasi dan kristalisasi yang berlangsung dari waktu ke waktu sehingga
batu ginjal terbentuk.
14
Pemeriksaan Penunjang
15
Analisa darah dilakukan untuk mendapatkan angka pasti
kadar kalsium, asam urat, sodium, magnesium dan fosfat dalam
darah penderita.
6. Pengumpulan urin 24 jam
Pengumpulan urin 24 jam dilakukan untuk melihat
jumlah total urin yang dikeluarkan selama 24 jam. Dari urin ini
juga pemeriksa dapat mengetahui kandungan magnesium, asam
urat, kalsium, sodium, oksalat dan fosfat secara kuantitatif.
Penatalaksanaan
16
Butorfanol, memberikan efek spasme otot polos dan distres napas yang
lebih kecil, namun harganya 10 kali dari meperidin
b. Antiemetik
Metoklopramid, dosis 10 mg IV atau IM setiap 4 – 6 jam.
c. Antidiuretik
Desmopresin (DDAVP) dapat menurunkan nyeri kolik renal. Dosis
semprotan nasal 40 mcg dan dosis IV 4 mcg.
d. Antibiotik
Antibiotik hanya diberikan apabila ada potensi infeksi seperti gejala
ISK, piuria, bakteriuria, demam atau leukositosis dengan penyebab
lain disingkirkan.
2. Medical Expulsive Therapy (MET)
Medical expulsive therapy (MET) dapat diberikan karena terbukti dari
berbagai penelitian dapat menurunkan nyeri karena perjalanan batu,
meningkatkan kemungkinan untuk batu keluar spontan dan
menurunkan jumlah pembedahan. Indikasi untuk pemberian MET
adalah batu dengan besar 3 – 10 mm. Regimen yang umum digunakan
adalah:
a. Alfa-blocker : Tamulosin 0.4 mg satu kali sehari selama 1-2
minggu
b. Ca- channel blocker : Nifedipine extended release 1 x 30 mg
selama 7 hari, PO
c. Kortikosteroid : Prednisone 2 x 20 mg selama 5 hari. Penggunaan
biasanya digabung dengan alfa-blocker
3. Penatalaksanaan Batu Non-Kalsium
Pada pasien dengan batu non-kalsium, dapat dilakukan terapi untuk
membuat urin menjadi lebih basa, pilihan obatnya adalah natrium
bikarbonat dan kalium sitrat.
4. Indikasi Rawat
Indikasi dari rawat inap karena nefrolitiasis adalah:
17
a. Obat analgesik tidak bisa mengurangi nyerinya
b. Obstruksi ureter dari batu pada ginjal yang hanya ada satu atau
transplantasi
c. Obstruksi ureter dari batu pada ginjal dimana terdapat infeksi
saluran kemih (ISK), sepsis, atau pionefrosis.
d. Hidronefrosis terinfeksi dibutuhkan untuk antibiotik dan drainase.
5. Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan dengan indikasi dimana batu tidak dapat
keluar dengan sendirinya. Batu dengan ukuran di bawah 4 mm
biasanya dapat keluar dengan spontan, sedangkan di atas 8 mm tidak
bisa keluar tanpa intervensi bedah. Indikasi pembedahan antara lain:
1) Batu ureter > 10 mm
Batu ureter distal tanpa komplikasi <= 10 mm yang tidak keluar
dengan spontan setelah 4 – 6 minggu.
2) Batu ginjal yang menimbulkan obstruksi
3) Gejala simtomatik batu ginjal dengan penyebab lain telah
disingkirkan
4) Pasien anak-anak dengan batu ureter yang gagal terapi sebelumnya
5) Pasien kehamilan dengan batu ureter atau ginjal yang gagal
sembuh setelah observasi
Kontraindikasi umum pembedahan:
Risiko perdarahan pada pasien yang mengonsumsi antikoagulan. Pada
keadaan yang urgent dapat diberikan agen pembalik atau operasi
ditunda sembari obat-obatan dihentikan.
a. Kehamilan (relatif)
Pilihan teknik operasi pembedahan:
1) Pemasangan stent. Dilakukan pemasangan “pipa” atau stent untuk
mengurangi obstruksi. Tidak disarankan dilakukan bila terdapat
pionefrosis dengan ISK atau urosepsis.
18
2) Nefrostomi perkutan. Dilakukan drainase dari ginjal ke luar tubuh
melalui kulit untuk mengurangi obstruksi, bila tidak memungkinkan
pemasangan stent atau pada keadaan obstruksi ginjal yang terinfeksi.
Ureteroskopi (URS). Ureteroskopi bisa digunakan untuk mengambil
batu dengan ukuran sekitar 1 – 2 cm di daerah kaliks bawah kebawah,
batu sistin dan batu yang keras. Menurut guideline AUA, ureteroskopi
direkomendasikan untuk batu ureter mid-distal yang memerlukan
intervensi, atau dengan batu simtomatik. Bersamaan dengan ESWL,
dilakukan manipulasi dari batu. Pendekatan yang dapat dilakukan
antara lain pengambilan fragmen batu komplit dengan “keranjang
batu” dan exhaustive litotripsy agar fragmen batu yang tersisa dapat
keluar secara spontan
3) Nefrolitotomi perkutan. Pada batu lebih dari 2 cm, dilakukan
prosedur ini untuk mengambil batu tersebut. Merupakan pilihan untuk
batu staghorn menurut AUA (American Urological Association), dan
batu simtomatik dengan beban batu di atas 20 mm, atau pada bagian
bawah ginjal di atas 10 mm
4) Nefrolitotomi anatrofik. Indikasi pada batu staghorn. Pada teknik
ini, dilakukan penjepitan pada arteri renalis, sehingga meningkatkan
risiko iskemik, meskipun setelahnya akan dilakukan reperfusi. Oleh
karena itu, pasien dibuat menjadi hipotermia untuk mengurangi risiko
iskemik.
5) Nefrostomi terbuka. Prosedur ini sudah jarang digunakan karena
teknik lain yang lebih tidak invasif.
6. Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)
Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL). Menggunakan energi
gelombang suara yang tinggi untuk memecah batu sehingga menjadi
fragmen-fragmen yang lebih kecil agar dapat keluar. Indikasinya
adalah batu yang lebih kecil dari 2 cm dan terdapat di kaliks atas dan
tengah. Kontraindikasi pada kehamilan, gangguan perdarahan, batu
19
yang tersangkut secara ketat, dan obstruksi ureter yang jauh dari batu.
ESWL menurun efektivitasnya pada batu yang keras (dapat terlihat
dari densitas saat CT-scan), batu sistin dan pasien berbadan besar.
7. Persiapan rujukan ke rumah sakit
Segera bawa pasien ke Rumah Sakit bila terdapat:
a. Nyeri pada bagian perut, selangkangan atau kemaluan
b. Perdarahan dari saluran kemih
c. Infeksi saluran kemih
d. Bila sudah terdapat riwayat batu ginjal sebelumnya, waspadai
gejala mual muntah hebat dan demam atau menggigil.
20
DAFTAR PUSTAKA
Adin, A. (2016, mei). Batu Saluran Kemih. Retrieved september 21, 2018, from Referat
Batu Saluran Kemih: www.scribd.com/doc/312870377/REFERAT-Batu-Saluran-Kemih
Kowalak, J. P., & Mayer, W. W. (2017). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Baradero, M., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. (2009). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
21
22