Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU GINJAL

Disusun Oleh:
MIRRA RUDMATIN INDRISARI
P27220019121

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2021
A. Pengertian
Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu di dalam
pelvis atau calyces ginjal atau saluran kemih. Batu ginjal di saluran kemih
(Kalkulus uriner) adalah masa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang
saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih dan infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal)
maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan
batu disebut dengan urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).
Urolitiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan batu oksalat,
kalkuli (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Nefrolitiasis adalah
adanya batu atau kalkuli dibentuk di dalam ginjal (parenkim ginjal) oleh
kristalisasi dari substansi ekskresi didalam urine.
Penyakit batu ginjal merupakan penyakit yang terbentuk karena terjadinya
pengkristalan kalsium dan atau asam urat dalam tubuh (ginjal), cairan mineral
ini memompa dan membentuk kristal yang mengakibatkan terjadinya batu
ginjal. Penyakit batu ginjal biasanyaterdapat di dalam ginjal tubuh
seseorang, dimana tempat bernaungnya urin sebelum dialirkan melalui ureter
menuju kandung kemih.

B. Klasifikasi
Batu ginjal mempunyai banyak jenis nama dan kandungan yang berbeda-
beda. Ada 4 jenis utama pada batu ginjal yang masingmasing cenderung
memiliki penyebab berbeda, yaitu :
1. Batu kalsium Batu jenis ini adalah jenis batu yang paling banyak
ditemukan, yaitu 70-80% jumlah pasien yang mengalami batu ginjal.
Ditemukan banyak pada laki-laki, rasio pasien laki-laki dibanding wanita
adalah 3:1, dan paling sering ditemui pada usia 20-50 tahun. Kandungan
batu ini terdiri atas kalsium oksolat, kalsium fosfat atau campuran dari
keduanya. Kelebihan kalsium dalam darah secara normal akan dikeluarkan
oleh ginjal melalui urine. Penyebab tingginya kalsium dalam urine antara
lain peningkatan penyerapan kalsium oleh usus, gangguan kemampuan
penyerapan kalsiu oleh ginjal dan penyerapan kalsium tulang.
2. Batu infeksi atau struvit, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh
adanya infeksi saluran kemih. Adanya infeksi saluran kemih dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan bahan kimia dalam urine. Bakteri
dalam saluran kemih mengeluarkan bahan yang dapat menetralisir asam
dalam urine sehingga bakteri berkembang biak lebih cepat dan mengubah
urine menjadi bersuasana basa.
3. Batu asam urat Ditemukan 5-10% pada penderita batu ginjal. Rasio laki-
laki dibandingkan wanita adalah 3:1. Sebagian dari pasien jenis batu ini
menderita Gout, yaitu suatu kumpulan penyakit yang berhungan dengan
meningginya atau menumpuknyaasam urat (sludge) dapat menyebabkan
keluhan berupa nyeri hebat(kolik), karena ada endapan tersebut
menyumbat saluran kencing.
4. Batu sistin Batu sistin jarang ditemukan, terdapat pada sekitar 1-3 %
pasien BSK. Penyakit batu jenis ini adalah suatu penyakit yang diturunkan.
Batu ini berwarna kuning jeruk dan berkilau. Rasio laki-laki dibanding
wanita adalah 1:1. Batu lain juga jarang yaitu batu Silica dan batu
Xanthine.

C. Etiologi
Ada beberapa penyebab terbentuknya batu ginjal yang dapat dipicu oleh
faktor keturunan, makanan, dan obat-obatan.
1. Hiperkalsuria
Penyebab pembentukan batu kalsium. Disebabkan peningkatan
penyerapan kalsium usus, menurunnya reabsorbsi kalsium di ginjal dan
peningkatan mobilisasi dari tulang.
2. Hiperurikosuria
Terdeteksi dari 10% pembentuk batu kalsium. Berdasarakan fisikokimia
batu kalsium terbentuk akibat supersaturasi kemih dengan monosodium
koloid kristalisasi kalsium oksalat yang diinduksi oleh urat.
3. Hipositraturia
Sitrat adalah inhibitor endogen pembentukan batu kalisum. Rendahnya
ekskresi sitrat urin ditemukan pada 20-60% nefrolitiasis. Penentu utama
ekskresi sitrat urin adalah keseimbangan asam basa. Umumnya terjadi
dengan asidosis metabolik, peran penghambatan sitrat juga melibatkan
pembentukan larutan kompleks dan pengurangan kejenuhan.
4. Hiperoksaluria
Oksalat dan kalsium dapat meningkatkan supersaturasi kalsium oksalat
pada kemih (merupakan 10-15% pembentuk batu kalsium). Disebabkan
oleh produksi oksalat yang berlebih akibat dari gangguan metabolisme,
peningkatan penyerapan oksalat usus, peningkatan asupan makanan
bioavaibilitas, dan pH urin. Dengan pH yang terlalu asam maka urin
menjadi jenuh dengan asam urat yang berperam dalam kristalisasi kalsium
oksalat.

D. Manisfestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala yang dapat ditemukan dan dirasakan pada pasien
batu ginjal yaitu :
1. Nyeri. Nyeri mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri
kolik terjadi karena aktivitas peristaltic otot polos sistem kalises ataupunn
ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran
kemih.
2. Batu di ginjal dapat menimbulkan obstruksi dan infeksi.
3. Hematuria yang disebabkan akibat trauma mukosa saluran kemih karena
batu.
4. Demam
5. Perubahan dalam Buang air kecil dan warna urin. Apabila ginjal manusia
mengalami gangguan maka akan terjadi gangguan pada pembentukan
urin,baik dari warna,bau dan karakterisitiknya.
6. Tubuh mengalami pembengkakan. Ketika ginjal gagal untuk melakukan
fungsinya, yakni mengeluarkan cairan atau toksin dalam tubuh, maka
tubuh akan dipenuhi cairan yang mengakibatkan pembengkakan terhadap
beberapa bagian tubuh, diantaranya di bagian kaki, pergelangan kaki,
wajah dan atau tangan.
7. Tubuh cepat lelah / kelelahan.
8. Bau Mulut / ammonia breath
9. Gangguan gastrointestinal: Rasa Mual dan Ingin Muntah

E. Patofisiologi
Substansi kristal yang normalnya larut dan di ekskresikan ke dalam urine
membentuk endapan. Batu renal tersusun dari kalsium fosfat, oksalat atau
asam urat. Komponen yang lebih jarang membentuk batu adalah struvit atau
magnesium, amonium, asam urat, atau kombinasi bahan-bahan ini. Batu
ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urine (misalnya batu kalsium
bikarbonat) atau penurunan pH urine (misalnya batu asam urat). Konsentrasi
bahanbahan pembentuk batu yang tinggi di dalam darah dan urine serta
kebiasaan makan atau obat tertentu, juga dapat merangsang pembentukan
batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran urine dan menyebabkan stasis
(tidak ada pergerakan) urine di bagian mana saja di saluran kemih,
meningkatkan kemungkinan pembentukan batu. Batu kalsium, yang biasanya
terbentuk bersama oksalat atau fosfat, sering menyertai keadaan-keadaan
yang menyebabkan resorpsi tulang, termasuk imobilisasi dan penyakit ginjal.
Batu asam urat sering menyertai gout, suatu penyakit peningkatan
pembentukan atau penurunan ekskresi asam urat.
Komplikasinya Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu di
bagian mana saja di saluran kemih. Obstruksi di atas kandung kemih dapat
menyebabkan hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine. Hidroureter
yang tidak diatasi, atau obstruksi pada atau di atas tempat ureter keluar dari
ginjal dapat menyebabkan hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis ginjal
dan sistem duktus pengumpul. Hidronefrosis dapat menyebabkan ginjal tidak
dapat memekatkan urine sehingga terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan
cairan. Obstruksi yang tidak diatasi dapat menyebabkan kolapsnya nefron dan
kapiler sehingga terjadi iskemia nefron karena suplai darah terganggu.
Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal jika kedua ginjal terserang. Setiap kali
terjadi obstruksi aliran urine (stasis), kemungkinan infeksi bakteri meningkat
sehingga Dapat terbentuk kanker ginjal akibat peradangan dan cedera
berulang.
G. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran
kemih adalah :
1. Urinalisa Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal
kekuningkuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan
obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6
– 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali
(meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat),
Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin
mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing ,
BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan
ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen.
2. Laboratorium
a. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
b. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi
serum dan kalsium urine.
3. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder) Menunjukkan ukuran ginjal, ureter
dan bladder serta menunjukan adanya batu di sekitar saluran kemih.
4. Endoskopi ginjal Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu
yang kecil.
5. USG Ginjal Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
6. EKG (Elektrokardiografi) Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam
basa dan elektrolit.
7. Foto Rontgen Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang
abnormal, menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
8. IVP (Intra Venous Pyelografi ) Menunjukan perlambatan pengosongan
kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli
kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih dan
memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomik (distensi ureter).
9. Pielogram retrograd Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan
kandung kemih. Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung
kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah
dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin,
natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karna diharapkan
batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian
diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari
saluran kemih.
2. ESWL ( Extracorporeal Shockwae Lithotripsy)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh
Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter
proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa
pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan batu yang
sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan hematuria.
3. Endourologi
Tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang
terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran
kemih melalui alat yang dimasukkan langsung kedalam saluran kemih.
Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit
(perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan
energi laser.
Beberapa tindakan endourologi yaitu :
a) PNL ( Percutaneous Nephro Litholapaxy)
Usaha mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan
cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada
kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi
fragmen-fragmen kecil.
b) Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
pemecah batu ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan
evakuator Ellik.
c) Ureteroskopi atau ureto-renoskopi
Memasukkan alat utereskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter
atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu
yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah
melalui tuntutan uteroskopi/uterorenoskopi ini.
d) Ektraksi dormia
Mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang
Dormia.
10. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini
sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
11. Bedah terbuka
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi
unutk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu
di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau
pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi
nanah (pionefrosis), korteks sudah sangat tipis, atau mengalami
pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan
infeksi yang menahun.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
2. Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan Iritasi kandung kemih
(D.0040)
3. Gangguan Mobilisasi Fisik berhubungan dengan Nyeri post pembedahan
(D.0054)
4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)

I. Intervensi
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
berhubungan selama 3 x 24 jam maka diharapkan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
dengan agen keluhan nyeri hilang, dengan kriteria
durasi, frekuesnsi, kualitas dan
pencedera hasil :
fisiologis intensitas nyeri
1. Kemampuan menuntaskan aktivitas
meningkat 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor pemberat dan
2. Keluhan nyeri menurun dari skala 3 ke
2 memperingan nyeri
Teraupetik
3. Gelisah menurun
1. Berikan Teknik
4. Kesulitan tidur menurun
nonfarmakologis
5. Frekuensi nadi membaik
2. Kontrol lingkungan
3. Fasilitasi iistirahat tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
eliminasi urin selama 3 x 24 jam maka diharapkan 1. Identifkasi tanda dan gejala
Gangguan eliminsai urin membaik,
berhubungan retensi atau inkontinensia urine
dengan kriteria hasil :
dengan iritasi 2. Identifikasi faktor yang
1. Sensasi berkemih meningkat
kandung menyebabkan retensi atau
2. Desakan berkemih menurun
kemih inkontinensia urine
3. Distensi kandung kemih 3. Monitor eliminasi urine (mis.
menurun
frekuensi, konsistensi, aroma,
4. Berkemih tidak tuntas menurun
volume, dan warna)
Terapeutik
1. Catat waktu-waktu dan
haluaran berkemih
2. Batasi asupan cairan, jika perlu
3. Ambil sampel urine
tengah (midstream) atau kultur
Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
2. Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urine
3. Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
pinggul/berkemihan
4. Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
5. Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
suposituria uretra jika perlu
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
Mobilisasi selama 3 x 24 jam maka diharapkan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
Fisik gangguan mobilisasi fisik menurun, keluhan fisik yang lain
berhubungan dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi tolerasi fisik
dengan Nyeri 1. Pergerakan Ekstermitas meningkat melakukan pergerakan
post 2. Kekuatan Otot meningkat Teraupetik
pembedahan 3. Rentang Gerak (ROM) meningkat 1. Fasilitasi melakukan
(D.0054) 4. Nyeri menurun pergerakan
5. Gerakan terbatas menurun 2. Libatkan keluarga untuk
6. Kelemahan fisik menuurun membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana
(mis. Duduk di tempat tidur,
duduk di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur ke
kursi)
4 Anxietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
berhubungan selama 3 x 24 jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi saat tingkat anxietas
ansietas menurun dengan kriteria hasil :
dengan berubah (mis. Kondisi, waktu,
1. Verbalisasi kebingungan menurun
kurang stressor)
terpapar 2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi 2. Identifikasi kemampuan
yang dihadapi menurun
informasi mengambil keputusan
(D.0080) 3. Perilaku gelisah menurun 3. Monitor tanda anxietas (verbal
4. Perilaku tegang menurun dan non verbal)
5. Konsentrasi membaik Terapeutik

6. Pola tidur membaik 1. Ciptakan suasana terapeutik


untuk menumbuhkan
kepercayaan
2. Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan , jika
memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat
anxietas
4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pedekatan yang tenang
dan meyakinkan
6. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu kecemasan
7. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa yang
akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
4. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
5. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat anti
anxietas, jika perlu
J. Implementasi

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan


yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. Pada proses
keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Perawat melaksanakan atau
mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam
tahap perencanaan kemudian menakhiri tahap implementasi dengan
mencatat tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan tersebut.

K. Evaluasi
Keperawatan Tahap evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan
yang merupakan perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnyasecara umum, evaluasi ditujukan untuk melihat dan menilai
kemampuan klien dalam mencapai tujuan, menentukan apakah tujuan
keperawatan telah tercapai atau belum, mengkaji penyebab jika tujuan asuhan
keperawatan belum tercapai evaluasi terbagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas
proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan, dirumuskan dengan
empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, subyektif (data berupa
keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (pembandingan
data dengan teori), perencanaan. Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi
yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Ahmad dan Marco Manza Adi Putra. 2016. Nefrolitiasis, (online),
(https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/1
080/920, diakses 7 September 2021).

Fitri, Yulia Nengsi. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Ny. Z Dengan Post
Operasi Pcnl Atas Indikasi Batu Ginjal Di Ruang Bedah Ambun Suri
Lantai 2 Rsud Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi (online). Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Perintis Padang,
(http://repo.stikesperintis.ac.id/149/1/27%20YULIA%20FITRI%20NENG
SI%20GINJAR.pdf , diakses 9 September 2021)

Sutisna, Nathania S. 2019. “Batu Ginjal”, (online),


(https://www.alomedika.com/penyakit/urologi/batu-ginjal/diagnosis,
diakses 7 September 2021).

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Cetakan III. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi I. Cetakan II. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai