(BATU GINJAL)
Disusun Oleh :
Putri Balqis
PO71202230069
1. Anatomi fisiologi
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian
atas.Secara makroskopis, ginjal berbentuk menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap
ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang di dalamnya terdapat apeks pelvis
renalis dan struktur lain yang merawat ginjal, yaitu pembuluh drah, sistem limfatik, dan sistem
syaraf (Purnomo, 2011). Pada umumnya ginjal memiliki berat 150 g pada laki-laki dan 135 g
pada wanita. Ukuran ginjal rata-rata 10-12 cm (panjang), 5-7 cm (lebar), dan 3 cm (tebal)
(Anderson et al, 2012). Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis yang disebut kapsul fibrosa
(true capsul) yang melekat pada parenkin ginjal. Diluar kapsul fibrosa terdapat jaringan lemak
parirenal.Secara anatomis, ginjal terbagi menjadi dua bagian, yaitu korteks dan medulla ginja.
Korteks ginjal terletak lebih superfisial dan di dalamnya terdapat berjuta-juta nefron. Nefron
merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Medulla ginjal terletak lebih profundus dan memiliki
banyak saluran kecil untuk mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urin. Pada medulla ginjal
terdapat area yang disebut piramida renalis. Piramida renalis dipisahkan satu dengan yang lainnya
oleh jaringan kortikal yang disebut kolumna renalis dari bertin.Ginjal mendapatkan suplai darah
melalui arteri dan vena renalis. Pada umumnya terdapat satu arteri renalis yang merupakan
cabang langsung dari aorta, yang masuk melalui hilus renalis. Arteri renalis bercabang menjadi
cabang anterior dan posterior. Cabang anterior memberikan aliran darah pada pole atas dan
bawah serta seluruh permukaan anterior ginjal.Fungsi ginjal antara lain mengekskresikan
sebagian besar produk akhir metabolisme tubuh (sisa obat- obatan), mengontrol sekresi hormon
aldosteron dan ADH dalam mengatur jumlah cairan tubuh, mengatur metabolisme ion kalsium
dan menghasilkan beberapa hormon seperti eritropoetin dan renin.
3. Patofisiologi
Pathway
Sumber : pathway-batu-ginjalpdf.html
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Batu
yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, poineprosis,
urosepsis, dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal). 75% dari batu ginjal adalah batu kalsum.
60% tersusun dari kalsium okslat, 20% dari campuran kalsium okslat dan hydroxyapatie, 10%
dari asam urat dan struvite (magnesium ammonium fosfat) dan 2% adalah batu brushite.
Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui secara pasti, akan tetapi
beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut
:
a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila air seni jenuh akan
terjadi pengendapan.
b. Adanya inti (nidus). Misalnya adanya infeksi kemudian terjadi tukak, dimana tukak ini menjadi
pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan muatan dan
menyebabkan terjadinya pengendapan.
Terbentuknya batu bisa disebabkan ileh berbagai macam mekanisme. Supersaturasi yang
berlebihan adalah penyebab terbentuknya batu asam urat atau batu sistin, sementara batu infeksi
disebabkan oleh metabolism bakteri. Sementara batu yang paling sering, yaitu batu yang
mengandung kalsium, masih belum sepenuhnya dimengerti penyebabnya.
Terbentuk atau tidaknya batu juga ditentukan oleh adanya keseimbangan antra zat pembentukan
batu dan inhibitor. Beberapa inhibitor batu antara lain ion magnesium yang dapat menghambat
pembentukan batu karena jika berikatan dengan okslat, membentuk garam magnesium okslat
sehingga jumlah okslat yang akan berikatan dengan kalsium akan menurun.
4. Etiologi
Menurut Sakhae et al, 2012. Ada beberapa penyebab terbentuknya batu ginjal yang dapat dipicu
oleh faktor keturunan, makanan, dan obat-obatan.
a. Hiperkalsuria
Penyebab pembentukan batu kalsium. Disebabkan peningkatan penyerapan kalsium usus,
menurunnya reabsorbsi kalsium di ginjal dan peningkatan mobilisasi dari tulang.
b. Hiperurikosuria
Terdeteksi dari 10% pembentuk batu kalsium. Berdasarakan fisikokimia batu kalsium terbentuk
akibat supersaturasi kemih dengan monosodium koloid kristalisasi kalsium oksalat yang
diinduksi oleh urat.
c. Hipositraturia
Sitrat adalah inhibitor endogen pembentukan batu kalisum. Rendahnya ekskresi sitrat urin
ditemukan pada 20-60% nefrolitiasis. Penentu utama ekskresi sitrat urin adalah keseimbangan
asam basa. Umumnya terjadi dengan asidosis metabolik, peran penghambatan sitrat juga
melibatkan pembentukan larutan kompleks dan pengurangan kejenuhan.
d. Hiperoksaluria
Oksalat dan kalsium dapat meningkatkan supersaturasi kalsium oksalat pada kemih (merupakan
10-15% pembentuk batu kalsium). Disebabkan oleh produksi oksalat yang berlebih akibat dari
gangguan metabolisme, peningkatan penyerapan oksalat usus, peningkatan asupan makanan
bioavaibilitas, dan pH urin. Urin yang sangat asam (pH 5.5) dan urin yang sangat basa (pH 6.7)
dapat mempengaruhi pembentukan batu kalsium. Dengan pH yang terlalu asam maka urin
menjadi jenuh dengan asam urat yang berperam dalam kristalisasi kalsium oksalat. Sedangkan
urin yang sangat alkalin dapat meningkatkan monohidrogen fosfat yang dalam kombinasi dengan
kalsium berubah menjadi termodinamika brusit yang tidak stabil dan akhirnya terbentuk
hidroksiapatit.
5. Manifestasi Klinik
Menurut Purnomo (2011) beberapa tanda dan gejala yang dapat ditemukan dan dirasakan pada
pasien batu ginjal yaitu :
a. Nyeri
Nyeri mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas
peristaltic otot polos sistem kalises ataupunn ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan
batu dari saluran kemih.
b. Batu di ginjal dapat menimbulkan obstruksi dan infeksi.
c. Hematuria yang disebabkan akibat trauma mukosa saluran kemih karena batu.
d. Demam
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto polos abdomen
Bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-opak di saluran kemih. Batu- batu jenis
kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu
jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).
b. Pielografi Intra Vena (IVU)
Bertujuan menilai keadaan anatomi fungsi ginjal. Selain itu IVU dapat mendeteksi adanya batu
semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika IVU belum
dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akbiat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai
penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.
c. Ultrasonografi (USG)
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVU, yaitu pada keadaan-
keadaan: alergi terhadap kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai
echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengerutan ginjal.
Diagnosis dapat juga ditegakan dengan uji kimia darah dan urin 24 jam untuk mengukur kadar
kalsium, asam urat, kreatinin, naatrium, pH, dan volume total merupakan bagian dari upaya
diagnostic. Riwayat diet dan medikasi serta riwayat adanya batu ginjal dalam keluarga
didapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu pada pasien.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karna diharapkan batu dapat keluar
spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine
dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari
saluran kemih.
b. ESWL ( Extracorporeal Shockwae Lithotripsy)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980.
Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli- buli tanpa melalui
tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-
fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan batu yang
sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan hematuria.
c. Endourologi
Tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah
batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung
kedalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit
(perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi
hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi yaitu
:
• PNL ( Percutaneous Nephro Litholapaxy)
Usaha mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
• Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu ke dalam buli-
buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
• Ureteroskopi atau ureto-renoskopi
Memasukkan alat utereskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks
ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem
pelvikalises dapat dipecah melalui tuntutan uteroskopi/uterorenoskopi ini.
• Ektraksi dormia
Mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang Dormia.
d. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara
ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
e. Bedah terbuka
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi unutk mengambil batu
pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi
nanah (pionefrosis), korteks sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran
kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.
b. Kesadaran : apatis
• Eye : 3
• Verbal : 4
• Motorik : 5
c. Tanda-tanda vital :
• Nadi : 60-100 x/menit
• Respirasi : 16-2 0x/menit
• Suhu tubuh : 37 derajat c
• Tekanan darah : 100-120 / 10-80 mmHg
1) Kepala
Inspeksi : bentuk bulat, tidak ada lesi, distribusi rambut baik, warna rambut hitam
2) Mata
Inspeksi : strabismus, konjungtiva tidak anemis
3) Telinga
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, terlihat sedikit serumen, tidak ada lesi.
4) Hidung
Inspeksi : tidak ada polip ataupun lesi.
5) Mulut
Inspeksi : bau mulut (ammonia breath), tidak ada lesi, terkadang timbul stomatitis.
6) Leher
Inspeksi dan palpasi : tidak ada pembesaran kelenjat tiroid dan vena jugularis.
7) Dada
Ispeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspansi paru simetris saat inspirasi dan ekspirasi.
Perkusi : suara resonan.
Auskultasi : tidak ada bunyi wheezing
8) Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi Auskultasi : terdengar bising usus
Perkusi : tidak terdapat massa abdomen, bunyi timpani.
Palpasi : sedikit mengertas dan adanya nyeri tekan pada perut bagian bawah
9) Ekstremitas atas
Inspeksi : pergerakan tangan kanan dan kiri baik, ROM baik.
11) Genetalia
Inspeksi : penyebaran rambut pubis merata, kebersihan baik.
3. Diagnosis dan intervensi keperawatan
2. PPNI, Tim Pokja SDKI. “Standar Luaran Keperawatan Indonesia”. Jakarta selatan :
DPP: Dewan Pengurus Pusat. 2016. 1-2