Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN DEWASA

“Askep Teori Pada Pasien Dengan Batu Ginjal”

OLEH :

Asva Saviati, A. Md.Kep 2215142013575


Ira Sartika Sari, A. Md.Kep 2215142013574
Lola Desvira, A. Md.Kep 2215142013587
Putri Rahma Illahi, A. Md.Kep 2215142013572
Rafika Fairusyil Husna, A. Md. Kep 2215142013296

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Yossi Fitrina, S. Kep, M. Kep

PRODI KHUSUS S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR YARSI BUKITTINGGI

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidaya-nya kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Askep Teori pada pasien dengan Batu Ginjal . Dalam
penyusunan makalah ini, penyusun tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehinggga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini.

Walaupun pelaksanaan penulisan makalah ini telah dilakukan secara maksimal, namun
makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kekeliruan. Karena itu kritikan dan saran yang
bersifat membangun dalam penyempurnaan makalah ini sangat di harapkan.

Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak terutama buat
kami sendiri. Akhirnya kepada Allah SWT saya berserah diri semoga makalah ini bernilai
sebagai amalan ibadah hendaknya Amin.

Padang , Maret 2023

Penulis

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas. Secara makroskopis, ginjal berbentuk menyerupai kacang dengan sisi
cekungnya menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang di
dalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal, yaitu
pembuluh drah, sistem limfatik, dan sistem syaraf (Purnomo, 2011). Pada umumnya ginjal
memiliki berat 150 g pada laki-laki dan 135 g pada wanita. Ukuran ginjal rata-rata 10-12
cm (panjang), 5-7 cm (lebar), dan 3 cm (tebal) (Anderson et al, 2012). Ginjal dibungkus
oleh jaringan fibrosa tipis yang disebut kapsul fibrosa (true capsul) yang melekat pada
parenkin ginjal. Diluar kapsul fibrosa terdapat jaringan lemak parirenal.
Secara anatomis, ginjal terbagi menjadi dua bagian, yaitu korteks dan medulla
ginja. Korteks ginjal terletak lebih superfisial dan di dalamnya terdapat berjuta-juta nefron.
Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Medulla ginjal terletak lebih profundus
dan memiliki banyak saluran kecil untuk mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urin. Pada
medulla ginjal terdapat area yang disebut piramida renalis. Piramida renalis dipisahkan satu
dengan yang lainnya oleh jaringan kortikal yang disebut kolumna renalis dari bertin.
Ginjal mendapatkan suplai darah melalui arteri dan vena renalis. Pada umumnya
terdapat satu arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta, yang masuk
melalui hilus renalis. Arteri renalis bercabang menjadi cabang anterior dan posterior.
Cabang anterior memberikan aliran darah pada pole atas dan bawah serta seluruh
permukaan anterior ginjal.
Fungsi ginjal antara lain mengekskresikan sebagian besar produk akhir metabolisme
tubuh (sisa obat-obatan), mengontrol sekresi hormon aldosteron dan ADH dalam mengatur
jumlah cairan tubuh, mengatur metabolisme ion kalsium dan menghasilkan beberapa
hormon seperti eritropoetin dan renin.
B. Rumusan Masalah

3
Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah yaitu Bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan Batu Ginjal
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan syok kardiogenik
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum dapat dibuat tujuan khusus sebagai berikut
a. Mampu mendeskripsikan pengkajian keperawatan pada pasien dengan Batu Ginjal
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosis keperawatan pada pasien dengan Batu
Ginjal
c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada pasien dengan Batu Ginjal
d. Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pada pasien dengan Batu
Ginjal
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Batu Ginjal
f. Mampu mendeskripsikan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan Batu
Ginjal
D. Manfaat
Mahasiswa mampu mengaplikasikan konsep dan teori yang telah dipelajari terkait Batu
Ginjal

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep dasar penyakit


1. Definisi batu ginjal
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau
lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal. Secara garis besar pembentukan batu
ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinstik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur,
jenis kelamin, dan keturunan. Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis,
iklim, kebiasaan makan, zat yang terkandung dalam urin, dan pekerjaan.
Komposisi utama dari batu ginjal adalah kalsium oslat yang mencapai 80%.
Nefroliatisi berdasarkan komposisianya terbagi menjadi batu kalsium, batu struvit, batu
asam urat, batu sistin, batu xantin, batu triameteren, dan batu silikat. Pembentukan batu
ginjal pada umumnya membutuhkan keadaan supesaturasi. Namun pada urin normal,
diperlukan adanya zat inhibitor pembentuk batu. Pada kondisi-kondisi tertentu, terdapat
zat reaktan yang dapat menginduksi pembentukan batu. Adanya hambatan aliran urin,
kelainan bawaan pada pervikalises, hiperplasia prostat benigna, strikura, dan buli
buluneurogenik ikut berperan dalam proses pembentukan batu.

Sumber : (A)hallodoc.com .(B) henryhealth.2015

5
a. Jenis jenis batu ginjal
Batu ginjal mempunyai benyak jenis dengan kandungan yang berbeda-beda
berdasarkan komposisinya batu ginjal dibedakan sebagai berikut :
1) Batu kalsium
Terdiri dari batu kalsium okslat dan kalsium fosfat (merupakan jenis batu
ginjal yang paling umum). Disebabkan karena terlalu banyaknya okslat
dalam urin atau disebut hiperkalsuria. Urin memiliki berbagai limbah di
dalamnya, jika terlalu banyak limbah dalam cairan yang terlalu sedikit,
kristal dapat mulai terbentuk. Kristal-kristal ini dapat mulai menempel ke
kalsium ketika urin di produksi oleh ginjal dan membentuk massa padar
yaitu batu ginjal.
2) Batu asam urat
Tidak berkaitan dengan hiperurokosuria tetapi karena penurunan kelarutan
asam urat karena pH urin yang rendah. Batu urat terbentuk dengan
mekanisme kelebihan produksi, peningkatan sekresi tubular, atau penurunan
reabsorbsi tubular. Hasil asam urat sebagai produk akhir yang relatif tidak
larut adari metabolisme purin. Konsentrasi asam urat dalam plasma
tergantung pada konsumsi makanan, sintetis de novo purin, dan eliminasi
asam urat oleh ginjal dan usus.
3) Batu struvit
Campuran magnesium, amonium fosfat dan apatit karbonat yang terbentuk
ketika saluran kemih terinfeksi mikroorganisme yang memiliki enzim urease
seperti golongan proteus, providencia, klebsiella, psuedommas, dan
enterococci.
4) Batu sistin
Ditemukan pada pasien dengan kelainan bawaan pada transfortasi asam
amino pada ginjal dan usus yang menyebabkan peningkatan ekskresi lisin,
ornithin, sistin, dan arginin karena gangguan reabsorbsi di nefron. Batu
terbentuk karena terbatasnya kelarutan sistin. Kelarutan sistin lebih tinggi
dalam urin alkali, berkisar 175-360 mg/L di urin pada pH lebih dari 7.0.

6
tujuan menjaga konsentrasi sistin dibawah 240 mg/L pada pH urin 7.0 untuk
menjaga kelarutan.
2. Patofisiologi
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi
saluran kemih. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi,
abses ginjal, poineprosis, urosepsis, dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal). 75%
dari batu ginjal adalah batu kalsum. 60% tersusun dari kalsium okslat, 20% dari
campuran kalsium okslat dan hydroxyapatie, 10% dari asam urat dan struvite
(magnesium ammonium fosfat) dan 2% adalah batu brushite.
Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui secara
pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu dapat disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila air seni
jenuh akan terjadi pengendapan.
b. Adanya inti (nidus). Misalnya adanya infeksi kemudian terjadi tukak, dimana tukak
ini menjadi pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya partikel-partikel batu
pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan muatan
dan menyebabkan terjadinya pengendapan.

Terbentuknya batu bisa disebabkan ileh berbagai macam mekanisme. Supersaturasi


yang berlebihan adalah penyebab terbentuknya batu asam urat atau batu sistin,
sementara batu infeksi disebabkan oleh metabolism bakteri. Sementara batu yang
paling sering, yaitu batu yang mengandung kalsium, masih belum sepenuhnya
dimengerti penyebabnya.Terbentuk atau tidaknya batu juga ditentukan oleh adanya
keseimbangan antra zat pembentukan batu dan inhibitor. Beberapa inhibitor batu antara
lain ion magnesium yang dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan
dengan okslat, membentuk garam magnesium okslat sehingga jumlah okslat yang akan
berikatan dengan kalsium akan menurun.

7
3. Etiologi
Menurut Sakhae et al, 2012. Ada beberapa penyebab terbentuknya batu ginjal yang
dapat dipicu oleh faktor keturunan, makanan, dan obat-obatan.
a. Hiperkalsuria
Penyebab pembentukan batu kalsium. Disebabkan peningkatan penyerapan kalsium
usus, menurunnya reabsorbsi kalsium di ginjal dan peningkatan mobilisasi dari
tulang.
b. Hiperurikosuria
Terdeteksi dari 10% pembentuk batu kalsium. Berdasarakan fisikokimia batu
kalsium terbentuk akibat supersaturasi kemih dengan monosodium koloid
kristalisasi kalsium oksalat yang diinduksi oleh urat.

8
c. Hipositraturia
Sitrat adalah inhibitor endogen pembentukan batu kalisum. Rendahnya ekskresi
sitrat urin ditemukan pada 20-60% nefrolitiasis. Penentu utama ekskresi sitrat urin
adalah keseimbangan asam basa. Umumnya terjadi dengan asidosis metabolik,
peran penghambatan sitrat juga melibatkan pembentukan larutan kompleks dan
pengurangan kejenuhan.
d. Hiperoksaluria
Oksalat dan kalsium dapat meningkatkan supersaturasi kalsium oksalat pada kemih
(merupakan 10-15% pembentuk batu kalsium). Disebabkan oleh produksi oksalat
yang berlebih akibat dari gangguan metabolisme, peningkatan penyerapan oksalat
usus, peningkatan asupan makanan bioavaibilitas, dan pH urin. Urin yang sangat
asam (pH 5.5) dan urin yang sangat basa (pH 6.7) dapat mempengaruhi
pembentukan batu kalsium. Dengan pH yang terlalu asam maka urin menjadi jenuh
dengan asam urat yang berperam dalam kristalisasi kalsium oksalat. Sedangkan urin
yang sangat alkalin dapat meningkatkan monohidrogen fosfat yang dalam
kombinasi dengan kalsium berubah menjadi termodinamika brusit yang tidak stabil
dan akhirnya terbentuk hidroksiapatit.
4. Manifestasi klinik
Menurut Purnomo (2011) beberapa tanda dan gejala yang dapat ditemukan dan
dirasakan pada pasien batu ginjal yaitu :
a. Nyeri
Nyeri mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
karena aktivitas peristaltic otot polos sistem kalises ataupunn ureter meningkat
dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.
b. Batu di ginjal dapat menimbulkan obstruksi dan infeksi.
c. Hematuria yang disebabkan akibat trauma mukosa saluran kemih karena batu.
d. Demam
e. Perubahan dalam Buang air kecil dan warna urin
Apabila ginjal manusia mengalami gangguan maka akan terjadi gangguan pada
pembentukan urin,baik dari warna,bau dan karakterisitiknya.
a. Tubuh mengalami pembengkakan

9
Ketika ginjal gagal untuk melakukan fungsinya, yakni mengeluarkan cairan atau
toksin dalam tubuh , maka tubuh akan dipenuhi cairan yang mengakibatkan
pembengkakan terhadap  beberapa bagian tubuh, diantaranya di bagian kaki,
pergelangan kaki, wajah dan atau tangan.
b. Tubuh cepat lelah / kelelahan
c. Bau Mulut / ammonia breath
d. Gangguan gastrointestinal: Rasa Mual dan Ingin Muntah
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Foto polos abdomen
Bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-opak di saluran kemih.
Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling
sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non
opak (radio-lusen).
b. Pielografi Intra Vena (IVU)
Bertujuan menilai keadaan anatomi fungsi ginjal. Selain itu IVU dapat mendeteksi
adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto
polos perut. Jika IVU belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih
akbiat adanya  penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan
pielografi retrograde.
c. Ultrasonografi (USG)
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVU, yaitu pada
keadaan-keadaan: alergi terhadap kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada
wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal
atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,
pionefrosis, atau pengerutan ginjal.

Diagnosis dapat juga ditegakan dengan uji kimia darah dan urin 24 jam untuk
mengukur kadar kalsium, asam urat, kreatinin, naatrium, pH, dan volume total
merupakan bagian dari upaya diagnostic. Riwayat diet dan medikasi serta riwayat
adanya batu ginjal dalam keluarga didapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang
mencetuskan terbentuknya batu pada pasien.

10
6. Penatalaksanaan medis
a. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karna diharapkan
batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak
supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.
b. ESWL ( Extracorporeal Shockwae Lithotripsy)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh
Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal,
atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu
dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui
saluran kemih. Tidak jarang  pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan
perasaan nyeri kolik dan hematuria.
c. Endourologi
Tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang
terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih
melalui alat yang dimasukkan langsung kedalam saluran kemih. Alat itu
dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik,
energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi
yaitu :
1) PNL ( Percutaneous Nephro Litholapaxy)
Usaha mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara
memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-
fragmen kecil.
2) Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah
batu ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
3) Ureteroskopi atau ureto-renoskopi

11
Memasukkan alat utereskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter atau
sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada
di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntutan
uteroskopi/uterorenoskopi ini.
4) Ektraksi dormia
Mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang
Dormia.
d. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini
sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
e. Bedah terbuka
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi
unutk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter.
Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal
karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteks sudah
sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang
menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.

B. Konsep asuhan keperawatan


1. Pengkajian
a. Keluhhan utama
Biasanya keluhan utama klien merasakan nyeri, akut/kronik dan kolik yang
menyebar ke paha dan genetelia. Yang dimana keluhan yang paling dirasakan
oleh oasien itu sendiri adalah terjadi penurunan produksi miksi
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien yang menderita penyakit batu ginjal, pernah menderita penyakit
infeksi saluran kemih. Riwayat terpapar toksin, obat nefrotik dengan penggunaan
berulang, riwayat tes diagnostik dengan kontras radiografik.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak adanya anggota keluarga yang memiliki riwayat ginjal.
d. Riwayat kesehatan sekarang

12
Tidak bisa BAK (produksi sedikit), sering BAK pada malam hari, kelemahan otot
atau tanpa keluhan lainnya.
2. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum : klien tampak sakit sedang, nyeri dibagian punggung bawah
hingga pangkal paha dan gangguan dalam berkomunikasi.
b. Kesadaran : apatis
 Eye : 3
 Verbal : 4
 Motorik : 5
c. Tanda-tanda vital :
 Nadi : 60-100 x/menit
 Respirasi : 16-2 0x/menit
 Suhu tubuh : 37 derajat c
 Tekanan darah : 100-120 / 10-80 mmHg
d. Pemeriksaan fisik head to toe
1) Kepala
Inspeksi : bentuk bulat, tidak ada lesi, distribusi rambut baik, warna rambut
hitam
2) Mata
Inspeksi : strabismus, konjungtiva tidak anemis
3) Telinga
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, terlihat sedikit serumen, tidak ada lesi.
4) Hidung
Inspeksi : tidak ada polip ataupun lesi.
5) Mulut
Inspeksi : bau mulut (ammonia breath), tidak ada lesi, terkadang timbul
stomatitis.
6) Leher
Inspeksi dan palpasi : tidak ada pembesaran kelenjat tiroid dan vena
jugularis.
7) Dada

13
Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspansi paru simetris saat inspirasi dan
ekspirasi.
Perkusi : suara resonan.
Auskultasi : tidak ada bunyi wheezing
8) Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi
Auskultasi : terdengar bising usus
Perkusi : tidak terdapat massa abdomen, bunyi timpani.
Palpasi : sedikit mengertas dan adanya nyeri tekan pada perut bagian bawah
9) Ekstremitas atas
Inspeksi : pergerakan tangan kanan dan kiri baik, ROM baik.
10) Ekstremitas bawah
Inspeksi : pergerakan tangan kanan dan kiri baik, ROM aktif.
11) Genetalia
Inspeksi : penyebaran rambut pubis merata, kebersihan baik.
3. Diagnosis dan intervensi keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan iritasi kandung kemih
c. Risiko hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
4. Rencana asuhan keperawatan

n Diagnosa SLKI SIKI


o keperawatan

1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri


berhubungan dengan tindakan keperawatan
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
agen pencedera selama 3x24 jam
frekuensi, kualitas , intensitas nyeri
fisiologis diharapkan masalah
2. Identifikasi skala nyeri
teratasi dengan
3. Identifikasi faktor pemberat dan
kriteria:
memperingan nyeri
1. Kemampuan 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk

14
menuntaskan mengurangi rasa nyeri
aktivitas 5. Kontrol lingkungan yang memperberat
2. Keluhan nyeri rasa nyeri
menurun 6. Failitasi istirahat dan tidur
3. Meringis 7. Jelaskan penyebab, periode dan pemcu
menurun nyeri
4. Sikap protektif 8. Jelaskan strategi meredakan
menurun nyeriMembantu mengevaluasi tempat
5. Gelisah menurun obstruksi dan kemajuan gerakan
6. Kesulitan tidur kalkulus
menurun 9. Pemberian analgesic sessuai waktu
7. Frekuensi nadi 10. Meningkatkan relaksasi, menurunkan
membaik tegangan otot
11. Diberikan selama akut untuk
menurunkan kolik uretral dan
meningkatkan relaksasi otot/mental
12. Menghilangkan tegangan otot dan dapat
menurunkan reflex spasme

2 Gangguan eliminasi Setelah dilakukan 1. Manajemen eliminasi urin


urin berhubungan tindakan keperawatan a. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau
diharapkan masalah
dengan iritasi Hipovolemia dapat inkontinensia urin
kandung kemih teratsi dengan kriteria b. Identifikasi factor yang menyebabkan
hasil:
retensi urin atau inkontinensia urin
1. Eliminasi urin
c. Monitor eliminasi urin
a. Distensi
d. Catat waktu dan haluaran berkemih
kandung kemih
e. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran
menurun
kemih
b. Berkemih
f. Ajarkan mengukur asupan cairan dan
tindak tuntas
haluaran urin
menurun
g. Ajarkan mengambil specimen urin
c. Volume residu

15
urin menurun mindstream
d. Urin menetes h. Anjurkan minum yang cukup
menurun i. Kolanorasi pemberian obat supositoria
e. Karakteristik urin jika perlu
urin membaik

3 Risiko hipovolemia Setelah dilakukan 1. Manajemen hipovolemia


berhubungan dengan tindakan keperawatan a. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
diharapkan masalah
kekurangan intake Hipovolemia dapat b. Identifikasi penyebab hipervolemia
cairan teratsi dengan kriteria c. Monitor intake dan output cairan
hasil:
d. Hitung kebutuhan cairan
1. Status cairan
e. Berikan asupan cairan oral
a. Kekuatan nadi
meningkat f. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
b. Output urin
oral
meningkat
c. Membrane g. Anjurkan menghindari perubahan posisi
mukosa
mendadak
lembab
meningkat h. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonic
d. Dyspnea
i. Kolaborasi pemberian cairan IV
menurun
e. Edema perifer hipotonis
menurun
j. Kolaborasi pemberian cairan IV koloid
f. Frekuensi nadi
membaik k. Kolaborasi pemberian produk darah
g. Tekanan darah
membaik
h. Frekuensi nadi
membaik
i. Turgor kulit
membaik
j. Berat badan
membaik

16
Daftar pustaka

1. PPNI, Tim Pokja SDKI. “Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia”. Jakarta selatan :
DPP: Dewan Pengurus Pusat. 2016. 1-2
2. PPNI, Tim Pokja SDKI. “Standar Luaran Keperawatan Indonesia”. Jakarta selatan : DPP:
Dewan Pengurus Pusat. 2016. 1-2
3. PPNI, Tim Pokja SIKI. “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia”. Jakarta selatan : DPP:
Dewan Pengurus Pusat. 2016. 1-2
4. Purnomo, Basuki B. “dasar-dasar urologi.” Jakarta : Sagung seto. 2011, 6-9
5. Sakhae. “kindey stones 2012: pathogenesis, diagnosis, and managemen”. The Journal of
clinical Endocrinology & Metabolisme, 2012
6. Setiadi, Setiadi. 2017. Konsep manajemen keperawatan.

17

Anda mungkin juga menyukai