Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan manusia, salah satu
faktor yang mempengaruhi adalah faktor kesehatan. Kesehatan dapat dicapai
apabila terjadi keseimbangan antara lingkungan, perilaku dan budaya hidup dari
setiap manusia.
Faktor perilaku yang mempengaruhi diantaranya adalah pola eliminasi dari
setiap individu dan aktivitasnya. Pola eliminasi yang tidak baik dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pada sitem perkemihan. Salah satu
diantaranya adalah batu ginjal. Batu ginjal dapat terjadi karena kebiasaan
pasien dalam menahan buang air kecil yang lama sehingga urine tertahan dan
juga dari aktivitas pasien. Angka kejadian batu ginjal lebih banyak ditemukan
pada laki-laki dengan usia 30 - 50 tahun dan juga pada pasien yang sebelumnya
pernah menderita batu ginjal.
Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium tinggi dan asam
urat bisa mendorong terjadi batu diantaranya batu ginjal.
Dengan melihat hal-hal tersebut maka perawat mempunyai peran yang sangat
penting dalam memberikan asuhan keperawatan baik dalam rangka
meningkatkan kesehatan, mencegah terjadinya penyakit, penanganan penyakit
dan pengembalian fungsi optimal pasien tersebut.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah agar :
1. Perawat senantiasa mengenal tanda dan gejala serta cara mencegah dan
mengobati penyakit batu ginjal sehingga dapat menerapkan asuhan
keperawatan secara langsung kepada penderita batu ginjal.
2. Perawat semakin menambah wawasannya secara jelas mengenai penyakit
batu ginjal, cara pencegahan dan penanggulangannya sehingga dapat
berguna bagi masyarakat.
3. Perawat dapat melakukan studi asuhan keperawatan pada penderita batu
ginjal.

1
C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Melalui berbagai studi kepustakaan .
2. Mengadakan pengamatan langsung pada pasien di unit Xaverius yang
meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.

D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan sistematika sebagai berikut:
Bab I pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan. Bab II merupakan tinjauan teorits yang
menerangkan tenteng teori terjadinya penyakit batu ginjal ditinjau dari konsep
dasar medik dan konsep dasar keperawatan. Bab III berupa pengamatan kasus.
Bab IV merupakan pembahasan kasus yang membandingkan antara konsep
dasar keperawatan dengan kasus penyakit batu ginjal yang terdapat di unit
Xaverius. Bab V berisi kesimpulan berdasarkan pada bab-bab terdahulu .

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik


1. Definisi
Batu ginjal adalah pembentukan batu di ginjal ( luckman sorensen. Medical
Surgical a Psychophysiologic Approuch, 1993. )
2. Anatomi fisiologi
a. Anatomi ginjal
Ginjal adalah bagian utama dari sitem perkemihan yang juga
termasuk didalamnya ureter, kandung kemih dan uretra. Ginjal terletak
pada rongga abdomen posterior, dibelakang peritoneum di area kanan
dan kiri dari kolumna vertebralis. Ginjal dipertahankan dalam posisi
tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Pada orang dewasa normal
panjangnya 12-13 cm, lebar 6 cm dan beratnya antara 120 -150 gram.
Setiap ginjal memiliki korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam
yang terbagi menjadi piramid-piramid. Papila dari tiap piramid
membentuk duktus papilaris bertini yang selanjutnya menjadi kaliks
minor, kaliks mayor dan bersatu membentuk pelvis ginjal tempat
terkumpulnya urine. Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan
kandung kemih.
b. Pembuluh darah ginjal
Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah per menit. Lebih dari
90 % darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya
dialirkan ke medula. Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis
dan bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid
yang selanjutnya membentuk arteria arkuata yang melengkung melintasi
batas piramid-piramid tersebut. Arteri arkuata kemudian membentuk
arteriola-arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks.
Arteriola interlobularis ini selanjutnya membentuk arteriola eferen yang
yang berahir di gomelurus. Selnjutnya glomerulus membentuk arterioa
eferen yang kemudian bercabang-cabang membentuk sistem portal ini
akan dialirkan kedalam jalinan vena. Selanjutnya menuju vena arkuata,

3
vena interlobaris dan vena renalis dan akhirnya mencapai vena cava
inferior.
c. Struktur miskroskopik ginjal
Nefron adalah unit fungsional dari ginjal. Setiap nefron terdiri dari
glomelurus dengan arteriola aferen dan eferen, kapsula bowmans, tubulus
proksimal, ansa henle, tubulus distal dan duktus pengumpul. Fungsi
utama dari komponoen nefron adalah : Glomerulus untuk filtrasi, tubulus
proksimal mereabsorbsi Na, K ,H, ADH, glukose, K, asam amino, CL,
HCO3, po4, urea, mensekresi H dan subtabsi asing. Ansa henle untuk
mengantisipasi arus aliran konsentrasi urine, Na direabsorbsi secara pasif
dan Cl direabsorsi secara aktif.
d. Fungsi Ginjal
1) Fungsi ekskresi
 Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 m osmol dengan
mengubah ekskresi air
 Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
 Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan dan membentuk kembali HCO3
 Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
2) Fungsi non ekskresi
 Menghasilkan renin, penting untuk pengaturan tekanan darah
 Menghasilkan eritropoietin, faktor penting dalam stimulasi
produksi sel darah merah oleh sumsum tulang
 Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktif nya
 Degradasi insulin
 Menghasilkan prostaglandin

4
GAMBAR

5
3 Etiologi
Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu :
 Urine stasis
 UTI ( urinary tract infektion )
 Diit tinggi kalsium
 Dehidrasi
 Immobilisasi
 Heriditer
4 Pathopisiologi
Batu ginjal terbentuk dari kelebihan kalsium, magnesium, asam urat,
sistin di dalam urine. Mekanisme pasti terbentuknya batu tidak diketahui secara
pasti. Faktor utama dalam terbentuknya batu adalah kejenuhan urine oleh
elemen seperti kalsium, fosfat, dan oxalat. Selain itu yang mempengaruhi
adalah pH urine dan jumlah zat terlarut dalam urine. Asam urat dan sistin akan
mengendap pada urine yang bersifat asam. Kalsium, fosfat akan mengendap
pada urine yang bersifat basa .
Immobilisasi yang lama menyebabkan stasis urine dan terjadi
perpindahan kalsium dari tulang. Apabila masukan cairan kurang tidak adekuat
maka terjadi penggumpalan kalsium dalam urine dan membentuk batu.
5 Tanda dan gejala
 Rasa tidak nyaman di daerah suprapubika
 Penurunan output urine
 Gejala UTI : nyeri ,urgency , frekuensi
 Mual dan muntah
6 Test diagnostik
a. Laboratorium
 Urinalysis : Terdapat sel darah merah, sel darah putih, kristal,
mineral, perubahan pH
 Urine kultur : Terdapat bakteri
 Urine tampung (24 jam) : menunjukan peningkatan kalsium,
phospor, asam urat kreatinin, oxalat dan sistin
 Tes kreatinin dalam serum urine : kadar kreatinin dalam darah
meningkat, kadar kreatinin dalam urine menurun

6
b. X - ray : menunjukan kehadiran batu kalsium dan perubahan anatomi
seperti pembesaran
c. IVP (Intravenous Pyelografi) : Menunjukan struktur yang abnormal,
lokasi obstruksi
d. CT Scan : menunjukan adanya batu ,masa atau kelainan lainnya
e. Cystoscopy : menunjukan obstruksi batu
7 Therapy
a. Obat
 Allopurinol
 Narcotik
 Antispasmodik
b. Diet
 Diet rendah kalsium dan oxalate.
c. Pembedahan
8 Komplikasi
 Perdarahan
 Sepsis
 Perforasi piala ginjal
 Gagal ginjal

B Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
 Sebelum operasi
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
 Nyeri sesuai dengan lokasi batu.
 Riwayat UTI
 Riwayat pembentukan batu yang terdahulu
b. Pola nutrisi metabolik
 Mual dan muntah
 Diare
 Rasa tidak enak pada abdomen
 Diit tinggi kalsium
 Penurunan intake cairan

7
c. Pola elimnisai
 Hematuria
 Nyeri saat berkemih
 Urgency
 Frekuensi
 Penurunan output urine
d. Pola aktivitas dan latihan
 Banyak duduk
 immobilisasi
e. Pola persepsi sensorik dan kognitif
 Tidak mengerti tentang penyebab penyakit dan pengobatannya
f. Pola reproduksi seksualitas
 Gangguan berhubungan seksual berhubungan dengan nyeri
g. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
- Cemas
 Sesudah operasi. :
a. Pola nutrisi metabolik
 Klien mengalami mual dan muntah
 Demam
b. Pola elimnisai
 Penggunaan kateter
 Urine berwarna merah sampai 1-2 pos op.
c. Pola aktivitas dan latihan
 Istirahat baring dalam 24 jam pertama, terutama pada passien
dengan bius total dan spinal.
 Aktivitas terbatas karen adanya nyeri pada luka, operasi.
d. Pola persepsi kognitif
 Keluhan nyeri pada daerah pepbedahan.

2. Diagnosa Keperawatan
 Sebelum operasi
1) Nyeri b.d iritasi akibat perpindahan batu
2) Perubahan pola eliminasi : dysuria, oliguria, pyuria b.d perjalanan batu,
obstruksi hematuria, infeksi.
3) Kurang pengetahuan b.d kuang informas

8
 Sesudah operasi
1) Resiko kurang volume cairan b.d. haemoragik/ hipovolemik
2) Nyeri b.d insisi bedah
3) Perubahan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter
4) Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter.

3 Rencana Keperawatan.
 Sebelum operasi
1. Nyeri b.d iritasi akibat perpindahan batu
HYD : - Nyeri berkurang
- Expresi wajah relax
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat nyeri pasien dan waktu terjadinya nyeri
R/ Nyeri timbul karena perubahan batu, nyeri yang menetap karena
obstruksi atau perforasi, nyeri yang hilang timbul karena perjalanan
batu
2) Obsevasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam
R/ Perubahan tanda-tanda vital mengindetifikasikan infeksi atau
komplikasi
3) Beri kompres hangat pada area nyeri 15-20 menit tiap 2 jam
R/ Kompres hangat merelaksasikan otot dan mengurangi kram
4) Anjurkan untuk tarik napas dalam
R/ Tarik napas dalam dapat merelaksasikan otot dan mengurangi nyeri
5) Anjurkan untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuan pasien
R/ Aktifitas mencegah stasis urin, membantu memperlambat
pembentukan batu, mencegah kembalinya batu ke saluran kemih.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anagetik dan
antispasmodik
R/ Analgetik dan anti spamodik mengurangi nyeri dan merelaksasikan
otot dan mengurangi kram
2. Perubahan pola eliminasi : dysuria, oliguri,pyuria b.d perjalanan batu,
obstruksi, hematuri atau infeksi .
HYD :
 Infeksi tidak terjadi

9
 Hematuri tidak terjadi
 Kembali ke fungsi eliminasi yang normal
Rencana Tindakan:
1) Monitor intake out put tiap 4 - 8 jam
R/ Intake yang adekuat sangat diperlukan untuk mendorong
batu keluar dari ginjal, Mencegah kerusakan jaringan .
2) Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam
R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat mengidentifikasikan
infeksi atau komplikasi.
3) Observasi tanda-tanda obstruksi ureter (peningkatan nyeri, oliguri )
Atau obstruksi uretra ( ketegangan vesika urinaria , nyeri
disuprapubika).
R/ Perpindahan batu ke saluran kemih lebih sering tersumbat
diureter atau uretra
4) Observasi tanda-tanda dehidrasi seperti kulit seperti kulit kering,
membran mukosa kering, haus, turgor kulit kering, output urina
turun, penurunan takanan darah, tachycardia, kehilangan berat
badan.
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan konsentrasi urine sehingga
meningkatkan resiko pembentukan batu dan infeksi
5) Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan 3-4 liter per hari
R/ Cairan yang adekuat mencegah terjadinya pembentukan batu
dan mencegah obstruksi dan infeksi
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotok
R/ Antibiotik untuk mencegah infeksi
3. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi
HYD: Pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit selam masa perawatan
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit batu ginjal
R/ Penjelasan klien yang keliru dapat dibenarkan oleh perawat
2) Jelaskan tetang proses penyakit dan pengobatan yang diberikan pada pasien
R/ Memberikan pengetahuan berdasrkan tingkat kebutuhan pasien .
3) Anjurkan pasien untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan
R/ Menentukan intensitas pengetahuan yang dimiliki pasien .

10
4) Beri kesempatan kepada klien untuk bertanya
R/ Mengetahui kebutuhan kognitif pasien tentang penyakitnya
5) Bila perlu anjurkan klien untuk follw up secara teratur
R/ Memonitor keadaan fungsi ginjal serta pengobatan yang diperlukan .
 Sesudah operasi
1. Resiko kekurangan volume cairan b.d. haemoregik / hipovolemik
HYD : - tanda tanda vital stabil
- kulit kering dan elastis
- intake output seimbang
- insisi mulai sembuh, tidak ada perdarahan melalui selang
Rencana tindakan :
1) Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan setiap jam dan lapor
dokter
R/ mengetahui adanya perdarahan.
2) Anjurkan pasien untuk mengubah posisi selang atau kateter saat
mengubah posisi.
R/ mencegah perdarahan pada luka insisi
3) Pantau dan catat intake output tiap 4 jam, dan laporan ketidak
seimbangan.
R/ mengetahui kesimbangan dalam tubuh.
4) Kaji tanda vital dan turgor kulit, suhu tiap 4-8 jam.
R/ dapat menunjukan adanya dehidrasi / kurangnya volume cairan

2. Nyeri b.d. insisi bedah


HYD : - pasien melaporkan meningkatanya kenyamanan yang ditandai
dengan mudah untuk bergertak, menunjukkan ekspresi
wayah dan tubuh yang relaks.
Rencana tindakan :
1) Kaji intensitas,ifat, lokasi pencetus daan penghalang factor nyeri.
R/ menentukan tindakan selanjutnya
2) Berikan tindakan kenyamanan non farmakologis, anjarkan tehnik
relaksasi, bantu pasien memilih posisi yang nyaman.
R/ dengan otot relkas posisi dan kenyamanan dapat mengurangi nyeri.
3) Kaji nyeri tekan, bengkak dan kemerahan.
R/ peradangan dapat menimbulkan nyeri.

11
4) Anjurkan pasien untuk menahan daerah insisi dengan kedua tangan bila
sedang batuk.
R/ untuk mengurangi rasa nyeri.
5) Kolaaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.
R/ obat analgetik dapat mengurangi nyeri.
3. Perubahan eliminasi perkemihan b.d pemasangan alat medik ( kateter).
HYD : - pasien berkemih dengan baik, warna urine kuning jernih dan
dapat berkemih spontan bila kateter dilepas setelah 7 hari.
Rencana tindakan :
1) Kaji pola berkemih normal pasien.
R/ untuk membandingkan apakah ada perubahan pola berkemih.
2) Kaji keluhan distensi kandung kemih tiap 4 jam
R/ kandung kemih yang tegang disebabkan kaarena sumbatan kateter.
3) .Ukur intake output cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan caira.n
4) Kaji warna dan bau urine dan nyeri.
R/ untuk mengetahui fungsi ginjal.
5) Anjurkan klien untuk minum air putih 2 -3. Lt /sehari , bila tidak ada
kontra indikasi.
R/ untuk melancarkan urineren
4. Resiko infeksi b.d. insisi bedah dan pemasangan kateter.
HYD : - Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi.
- Drainase dan selang kateter bersih.
Rencana tindakan :
1) Kaji dan laporkan tanda dan gejala infeksi luka (demam, kemerahan,
bengkak, nyeri tekan dan pus)
R/ mengintervensi tindakan selanjutnya.
2) Kaji suhu tiap 4 jam.
R/ peningkatan suhu menandakan adanya infeksi.
3) Anjurkan klien untuk menghindari atau menyentuk insisi.
R/ menghindarkan infeksi.
4) Pertahankan tehnik steril untuk mengganti balutan dan perawatan
luka.
R/ menghindari infeksi silang.

12
4. DISCHARGE PLANNING
Penyuluhan pada pasien dan keluarganya :
- Perlunya untuk memenuhi diit, terutama kalsium dan protein.
- Menghindari makanan yang mengandung kalsium tinggi dan asam urat.
- Mengan jurkan klien untuk berolah raga.
- Menganjurkan pasien untuk minum air putih 2 –3 lt/sehari, diluar waktu
makan.
- Menjelaskan hygiene perseorangan yang benar, contohnya perawatan dan
kebersihan daerah genitalia.
- Hindari peningkatan suhu lingkungan yang mendadak yang dapat menyebabkan
keringat berlebih dan dehidrasi.

13
PATOFLOW DIAGRAM

BATU GINJAL

Heriditer
Lingkungan Super Saturasi Inhibitor kristal
Pekerjaan Ph Urine
Diet tinggi kalsium
Jumlah Minum Meningkatnya
Zat Ca. Mg, F
Dari ginjal

Kelainan Biokimia
Urine
Kristalisasi

Membentuk batu

Batu kecil Batu besar

Lolos kedalam Tinggal di Pelvis


Ureter melalui urine

Obstruksi

Ph Urine Retensi Urine Mengiritasi

Infeksi / UTI Refluk urine Perforasi ginjal

Uritritis Hydronefrosis Perdarahan

Panas / Nyeri Gagal ginjal Hematuria

Ureum meningkat

Koma

14
BAB III
PENGAMATAN KASUS

Pengamatan kasus dilakukan pada TN. K usia 54 th. Dirawat di unit Xaverius,
PK Sint. Carolus, pada tanggal 4 Februari 2004 dengan diagnosa medik batu ginjal.
Pasien masuk dikirim melalui URJSU ( Poli Dokter).
Alasan pasien masuk rumah sakit karena hasil check-up pada bulan Januari
2004 , ditemukan banyak endapan pada pemeriksaan urine. Kemudian dari dokter
Perusahaan pasien dirujuk ke dokter urologi di PK. Sint Carolus.
Pasien pernah dilakukan tindakan operasi yang pertama pada tahun 1987 operasi ginjal
kanan karena ada batu. K di R S C M. Pada tahun 1997 operasi ginjal kiri karena ada
batu di PK Sint Carolus. Menurut pasien walaupun ia telah melakukan diit tetapi pada
tahun 1999 dilakukan ESWL pada ginjal kanan karena batu dan dilakukan di R S C
M, tetapi pasien dirawat di PK Sint Carolus.
Pada hasil pemeriksaan BNO / IVP tanggal 30 Januari 2004
kesan : - Hidroneprosis bilateral dengan nephrolitiasis bilatera..
- Suspek Uretritis bilateral.
- Buli buli baik.
Pada pemeriksaan thorax foto tanggal 4 Februari 2004
diketemukan hasil : Dextra cardia besar dan tampak cor dalam batas-batas normal
tidak tampak kelainan di paru-paru. Sinus-sinus dan diafragma
baik.
Pemeriksaan. EKG : gambaran EKG normal.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan :
Kimia - SGOT 50 u/l
- SGPT 95 u/l
- Asam urat 8.2 mgr/dl
Urine - Leukosit 2-4
- Erythrosit 35 - 40
Setelah makan pagi pasien sedang dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operasi
Extended phyolonephrolitotomi tanggal 5 Februari 2004 jam 16.00.

Dilakukan pencukuran didaerah operasi dan lavamen  berhasil, pasien dapat buang
air besar di kamar mandi, kemudian pasien dipuasakan.

15
Perawat menjelaskan kepada pasien hal-hal yang akan dialam sebelum dan sesudah
pembedahan, termasuk. Perawatan di Unit Intensif.
Untuk persiapan operasi disiapkan darah P.C.. 360 cc /unit golongan O. Kemudian
dilakukan pengetesan terapi antibiotika TRICEFIN di tangan kanan, pasien tahan.
Obat akan diberikan 1g sebelum pasien operasi.

16

Anda mungkin juga menyukai