Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh
dunia terutama di negara berkembang. Indonesia merupakan negara ketiga di
dunia setelah Cina dan India yang mempunyai kasus TBC terbesar. Setiap
tahun terdapat 580.000 kasus TBC di Indonesia. Secara nasional, TBC
membunuh kira-kira 140.000 jiwa setiap tahun. Setiap hari ada 425 orang
meninggal akibat TBC. Tingkat resiko untuk terserang TBC di Indonesia
berkisar antara 1,7% - 44%, 75% TBC terjadi pada usia produktif (15-45
tahun), 60% merupakan penduduk miskin. (Kompas, Maret 2004).
Pada tahun 1995 dari hasil survei kesehatan rumah tangga di Indonesia
menunjukkan bahwa TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada
semua kelompok usia dan nomor 1 dari golongan penyakit infeksi.
Dari data di atas menunjukkan TBC merupakan masalah kesehatan
yang harus ditanggulangi. Penyakit TBC dapat menular tetapi dapat dicegah.
Penderita TBC mendapat obat-obatan selama 6 bulan untuk sembuh.
Pengobatan harus teratur, jika tidak kuman TBC akan menjadi resisten/kebal
dan diperlukan kombinasi pengobatan untuk membunuh kuman-kuman
tersebut, serta jangka waktu yang diperlukan lebih lama. Untuk keberhasilan
pencegahan TBC bergantung pada kesadaran masyarakat dan peran
pemerintah serta tenaga kesehatan.
Oleh karena itu perawat sangat diharapkan dapat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan TBC dengan bentuk preventif dan promotif
dengan melakukan penyuluhan atau pendidikan kesehatan dan kuratif agar
penderita menjalankan pengobatan secara teratur serta rehabilitatif.

B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Menerapkan asuhan keperawatan secara nyata dan komprehensif pada
pasien tuberkulosis.

3
2. Menerapkan komunikasi yang terapeutik dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien tuberkulosis.
3. Memenuhi syarat kelulusan mata ajar Keperawatan Medikal Bedah V
(DKA 400).

C. METODE PENULISAN
Metode penulisan makalah ini adalah :
1. Metode studi kepustakaan
Dengan mengambil dari sumber berbagai literatur yang berhubungan
dengan tuberkulosis.
2. Metode studi kasus
Dengan menerapkan asuhan keperawatan dan mengamati langsung dari
kasus nyata yang ada di unit Fransiskus pada Tn. B.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan makalah ini dimulai dari Bab I yaitu
pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan
dan sistematika penulisan. Bab II tinjauan teoritis yang berisi konsep medik
yaitu definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,
pemeriksaan diagnostik dan komplikasi; sedangkan konsep asuhan
keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, perencanaan pulang dan patoflowdiagram. Bab III memuat
tentang pengamatan kasus, Bab IV berisi tentang pembahasan kasus yang
membandingkan antara teori yang telah dipelajari dengan kasus yang ada di
lapangan. Bab V berisi tentang kesimpulan dari pembahasan dan halaman
terakhir dilampirkan daftar pustaka sebagai pedoman dan acuan ut ama dalam
penulisan makalah ini.

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

E. KONSEP DASAR MEDIK


1. Definisi
 Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosis terutama menyerang parenkim paru, dapat juga ditularkan ke
bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe.
(Brunner and Suddarth, 2001).
 Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberkulosis yang merupakan bakteri batang aerobik tahan asam yang
patogen dan saprofit.
(Sylvia A. Price/Lorraine Mc. Carty. Patofisiologi, 1999)
 Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman ini
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain.
(Dep.Kes.RI. Pedoman Nasional Penanggulangan TBC, 2002)

2. Klasifikasi
Klasifikasi TBC (American Lung Association “Price Sylvia Anderson, 1993,
Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, Buku 2).
0 : tidak terpapar TB, tidak terinfeksi
1 : terpapar TB, tidak ada bukti infeksi
2 : infeksi TB tidak sakit, tes tuberkulin (+), sputum BTA (-)
3 : saat ini menderita TB (tes diagnostik, uji tuberkulin (+), manifestasi
klini (+)
4 : tidak sedang menderita TB (diagnosa sementara, digunakan selama tes
diagnostik pada individu yang bersangkutan tidak lebih dari 3 bulan)

3. Anatomi Fisiologi
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks,
yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan
tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan

5
dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian
meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada
meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunan tekanan
di dalam, dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma
kembali ke ukuran semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut
mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase
inspirasi dari pernapasan normalnya membutuhkan energi : fase ekspirasi
normalnya pasif. Inspirasi menempati sepertiga dari siklus pernapasan,
ekspirasi menempati dua pertiganya.
Pleura. Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin
yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior thoraks
dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan
pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang,
yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang
melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas
selama ventilasi.
Mediastinum. Merupakan dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua
bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapis pleura. Semua struktur toraks
kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.
Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus
bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan
bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang
dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan pleura.
Bronkus dan Bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus di dalam setiap
lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua
pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada
paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika
memilih posisi drainase postural yang paling efektif untuk pasien tertentu.
Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub-segmental.
Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan
saraf.
Bronkus sub segmental kemudian membentuk percabangan menjadi
bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago pada dindingnya. Patensi

6
bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos sekelilingnya
dan pada tekanan alveolar. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa,
yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk
lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh
sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “Rambut” pendek yang disebut silia.
Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi
mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis
yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis
kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran
transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
Sampai pada titik ini, jalan udara dalam percabangan trakeobronkial yang
tidak ikut serta dalam pertukaran gas mengandung sekitar 150 ml udara yang
dikenal sebagai ruang Rugi Fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian
mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli.
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.
Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam
kluster antara 15 sampai 20 alveoli.
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar :
- Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar.
- Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik,
mensekresi surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam
dan mencegah alveolar agar tidak kolaps.
- Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis
yang besar yang memakan benda asing (misal : lendir, bakteri) dan
bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.
Mekanisme Ventilasi
Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea,
bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani
rute yang sama dengan arah yang berlawanan.
Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru secara
bersamaan disebut sebagai mekanika ventilasi dan mencakup varians tekanan
udara, resistensi terhadap aliran darah, dan kompliens paru.

7
Varians tekanan udara. Udara mengalir dari region yang tekanannya tinggi
ke region dengan tekanan lebih rendah.
Selama inspirasi, gerakan diafragma dan otot-otot pernapasan lain
memperbesar rongga toraks dan dengan demikian menurunkan tekanan di
dalam toraks sampai tingkat di bawah atmosfir. Karenanya, udara tertarik
melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli.
Selama ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru-paru mengempis,
mengakibatkan penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan alveo lar kemudian
melebihi tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke dalam
atmosfir.
Resistensi Jalan Udara. Resistensi ditentukan oleh diameter atau ukuran
saluran udara tempat udara mengalir. Karenanya setiap proses yang
mengubah diameter atau kelebaran bronkial akan mempengaruhi resisten
jalan udara dan mengubah kecepatan aliran udara sampai gradien tekanan
tertentu selama respirasi. Faktor-faktor yang dapat mengubah diameter
bronkial termasuk kontraksi otot polos bronkial, seperti pada asma,
penebalan mukosa bronkus seperti pada bronkitis kronis atau obstruksi jalan
udara akibat lendir, tumor atau benda asing. Dengan meningkatnya resistensi,
dibutuhkannya upaya pernapasan yang lebih besar dari normal untuk
mencapai tingkat ventilasi normal.
Kompliens. Ukuran elastisitas, ekspandibilitas dan distensibilitas paru-paru
dan struktur toraks disebut kompliens. Faktor yang menentukan kompliens
paru adalah tahanan permukaan alveoli (normalnya rendah dengan adanya
surfaktan) dan jaringan ikat (mis: kolagen dan elastin) paru-paru. Kompliens
ditentukan dengan memeriksa hubungan volume-tekanan dalam paru-paru
dan toraks. Dalam kompliens normal (1,0 L/cm H 2 O), paru-paru dan toraks
dapat meregang dan membesar dengan mudah ketika diberi tekanan.
Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika paru-paru kehilangan
daya elastisitasnya dan toraks terlalu tertekan (mis: emfisema). Saat paru-
paru dan toraks dalam keadaan “kaku” terjadi kompliens yang rendah atau
turun. Kondisi ini termasuk pnemotorak, hematorak, efusi pleura, edema
pulmonal, atelektasis, fibrosis pulmonal dan ARDS. Paru-paru dengan

8
penurunan kompliens membutuhkan penggunaan energi lebih banyak dari
normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.
Fungsi Paru. Mencerminkan mekanisme ventilasi disebut dengan istilah
volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi volume tidal,
volume cadangan inspirasi, volume cadangan ekspirasi dan volume residual.
Kapasitas paru di evaluasi dalam hal yang disebut kapasitas vital. Kapasitas
inspirasi, kapasitas residual fungsional dan kapasitas paru total. Dalam posisi
tegak, ventilasi paling besar dalam region paru yang lebih rendah dan
berkurang ke arah apeks. Ketidaksamaan ini disebabkan oleh gaya gravitasi.
Kapiler pada dasar paru-paru menerima lebih banyak aliran darah dibanding
dari bagian apeks. Karena tekanan yang diperlukan untuk memompa darah ke
atas. Selain ketidaksamaan ventilasi regional ini, juga terdapat
ketidakmerataan ventilasi antara alveoli, sehingga memungkinkan udara
untuk didistribusikan lebih merata di antara alveoli.

Difusi dan Perfusi


Difusi. Adalah proses dimana terjadi pertukaran gas oksigen dan karbon-
dioksida pada tempat pertemuan udara-darah. Membran alveolar-kapiler
merupakan tempat yang ideal untuk difusi karena membran ini mempunyai
permukaan yang luas dan tipis.
Perfusi Pulmonal. Adalah aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal.
Darah dipompakan ke dalam paru-paru oleh ventrikel kanan melalui arteri
pulmonal. Normalnya sekitar 2% darah yang dipompa oleh ventrikel kanan
tidak berfungsi melalui kapiler pulmonal perfusi dipengaruhi oleh tekanan
arteri pulmonal, tekanan alveolar dan gravitasi.

Pertukaran Gas
Udara yang kita hirup untuk bernapas adalah campuran gas-gas yang
terutama terdiri dari nitrogen (78,62%) dan oksigen (20,84%), dengan renik
karbondiosida (0,04%), uap air (0,05%), helium, argon dan sebagainya.
Tekanan atmosfir pada ketinggian laut sekitar 760 mmHg.

9
Tekanan parsial gas-gas. Tekanan parsial nitrogen adalah 79% dari 769
(0,79 x 760) = 600 mmHg dan tekanan parsial oksigen adalah 21% dari 760
(0,21 x 760) = 160 mmHg.

Transpor Oksigen
Oksigen dibawa ke dalam darah dengan dua bentuk : (1) sebagai oksigen
terlarut secara fisik dalam plasma dan (2) kombinasi dengan hemoglobin dari
sel-sel darah merah. Setiap 100 ml darah arteri normal membawa 0,4 ml
oksigen yang terlarut secara fisik dalam plasma dan 20 ml oksigen dalam
kombinasi dengan haemoglobin.
O2 + Hb HbO 2
Jumlah oksigen yang bergabung dengan hemoglobin juga tergantung pada
PaO2, tetapi hanya pada PaO2 sekitar 150 mmHg. Ketika PaO 2 adalah 150
mmHg, Hb tersaturasi 100% dan tidak akan bergabung dengan oksigen lagi.
Jika Hb sudah tersaturasi 100%, 1 g Hb akan bergabung dengan 1,34 ml
oksigen. Contoh : pada PaO 2 100 mmHg (nilai normal) saturasi adalah 97%
dan pada PaO2 40 mmHg saturasi adalah 70%.

Transpor Karbondioksida
Normalnya, hanya 6% karbondioksida vena yang dibuang dan jumlah yang
cukup tetap ada di arteri untuk memberikan tekanan 40 mmHg. Kebanyakan
karbondioksida (9%) memasuki sel-sel darah merah dan sejumlah kecil (5%)
yang tersisa dilarutkan dalam plasma (PCO 2 ) adalah faktor penting yang
menentukan gerakan karbondioksida masuk dan keluar dari darah.

4. Etiologi
 Mycobacterium tuberculosa : gram positif, basil tahan asam, aerob.
 Riwayat merokok, polusi, imunitas.
Faktor Resiko :
 Individu yang rentan terpajan TBC yang kontak langsung dengan
penderita TBC aktif.
 Individu dengan imunosupresif
 Individu dengan perawatan kesehatan buruk
 Petugas kesehatan.

10
5. Patofisiologi
Penularan TBC dapat terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan secara “droplet infection” yaitu udara yang dihirup ketika
bernapas. Percikan halus akan segera mengering, tetapi bagian yang paling
kecil akan tetap melayang di udara selama beberapa jam, hanya partikel yang
kurang dari 10 mikrometer dapat mencapai alveoli. Bila seseorang
menghirup udara yang mengandung basil TBC, maka basil tersebut akan
masuk ke dalam alveoli dan terjadi infeksi. Tempat implantasi kuman TBC
paling sering adalah permukaan alveoli dari parenkim paru pada bagian lobus
atas atau bagian atas lobus bawah. Reaksi yang ditimbulkan oleh basil ini
merupakan proses peradangan alveoli yang akut. Tahap tersebut dapat
sembuh sendiri, dapat pula berkembang lebih lanjut, dimana peradangan
menjadi degeneratif dan eksudat menjadi lebih banyak.
Ada kalanya pada paru-paru terdapat kaverne sehingga eksudat juga
dapat terbawa melalui kelenjar limfe maupun aliran darah yang
mengakibatkan peradangan pada organ lainnya. Tetapi bagaimanapun gejala
klinik penyakit ini bervariasi dari tanda dan gejala, hanya dengan
pemeriksaan kulit positif, sampai adanya gangguan pada paru-paru dan
sistemik. Reaksi individu yang terinfeksi TBC tergantung daya tahan tubuh
individu, jumlah basil dan virulensi kuman. Banyak individu yang terinfeksi
ini tidak menunjukkan hasil positif dan dari foto thorax ditemukan adanya
klasifikasi dan kantas.

6. Tanda dan Gejala


a. Demam biasanya sub-febris menyerupai demam influenza.
b. Keletihan
c. Anoreksia
d. Penurunan berat badan
e. Berkeringat terutama pada malam hari
f. Hemaptoe
g. Nyeri dada
h. Batuk pada awalnya non produktif dapat berkembang menjadi produktif.
i. Sesak napas.

11
7. Tes Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologis
Foto thorax : infiltrat pada paru, lesi nodular.
b. Pemeriksaan laboratorium
- Darah : leukosit, LED meningkat
- Biakan kultur (sputum, cairan pleura)
- Test tuberkulin (Purified Protein Derivate test) :
0-4 mm : negatif
> 5 mm : mungkin terinfeksi TB
> 10 mm : positif

8. Penatalaksanaan Medik
 Obat utama : INH, Ethambutol, Rifampicin, Streptomicin.
 Obat sekunder : PAS, pirazinamide, Ethambutol
 Analgetik
 Diet tinggi protein tinggi karbohidrat
 Isolasi pencegahan penularan melalui udara bila dibutuhkan
 Tindak lanjut pada keluarga dan orang yang kontak dengan pasien setelah
pulang.
 Terapi bedah antara lain drainase abses paru, reseksi paru.

9. Komplikasi
a. TBC Miliary
Jika nekrotik ghon melalui pembuluh darah sejumlah besar organisme
menyebar ke seluruh tubuh. Tuberculosis ini diakibatkan oleh invasi
aliran darah oleh basilus tuberkel (tuberkel ghon). Invasi terjadi akibat
reaksi lambat infeksi dorman dalam paru-paru/tempat lain dan menyebar
melalui darah ke organ lainnya.
b. Pleura Effusion
Disebabkan oleh penjelasan material masuk ke dalam ruang pleura.
Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi
inflamasi dan eksudat pleura yang kaya akan protein.

12
c. Pneumonia tuberkulosis
Pneumonia akut dapat terjadi pelepasan jumlah hasil tuberkel dan
pencairan luka nekrotik ke dalam paru/kelenjar limfe.
d. Organ lain yang terserang
Sumsum tulang belakang bisa terinfeksi diikuti ruptur dan tuberkel
menuju ruang sub arachnoid tulang dan jaringan tulang sendi bisa
terserang pada proses penyakit infeksi, gagal, limpa.

F. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Batuk produktif, batuk darah
- Riwayat tuberkulosis
- Riwayat pengobatan tuberkulosis (terputus, gagal)
- Penyakit infeksi saluran nafas atas
- Kebiasaan merokok
- Kaji tempat tinggal cahaya matahari sumber polusi sekitar rumah.
b. Pola nutrisi metabolik
- BB menurun, mual dan muntah
- Demam, keringat malam hari
c. Pola aktivitas
- Lekas lelah, batuk-batuk banyak dahak
- Banyak keringat malam hari
- Tachipnea
- Nyeri dada
d. Pola tidur dan istirahat
- Tidur terganggu karena batuk dan nyeri dada
- Demam dan keringat malam hari.
e. Pola persepsi dan konsep diri
- Malu terhadap penyakitnya.
f. Pola persepsi kognitif
- Nyeri dada
- Nyeri otot

13
g. Pola mekanisme koping toleransi terhadap stress
- Respon klien saat menghadapi stress.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi yang
kental dan refleks batuk yang menurun.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
nausea, anoreksia.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveoli.
4) Nyeri berhubungan dengan peradangan pada pleura.
5) Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pencegahan penyakit.

3. Perencanaan Keperawatan
DP 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi
yang kental dan refleks batuk yang menurun.
HYD: Jalan napas kembali efektif.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, irama, kedalaman, dan bunyi napas serta penggunaan otot-
otot pernapasan tambahan.
Rasional: Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis.
b. Kaji kualitas sputum : warna, bau, konsistensi, catat adanya hemoptoe.
Rasional: Sputum berdarah kental menunjukkan kerusakan paru.
c. Beri posisi yang mengoptimalkan pernapasan : semifowler atau fowler.
Rasional: Meningkatkan ventilasi dan mempermudah ekspansi paru.
d. Beri banyak minum  2-3 liter/24 jam bila tidak ada kontraindikasi.
Rasional: Mengencerkan sputum sehingga mudah dibatukkan.
e. Bantu pasien rumah posisi.
Rasional: Meningkatkan mobilisasi sputum.
f. Anjurkan pasien cara batuk efektif dan cara napas dalam.
Rasional: Meningkatkan pengeluaran lendir.
g. Anjurkan pasien menekan dada saat batuk.
Rasional: Agar batuk menjadi efektif dan produktif.
h. Kolaborasi pemberian obat bronkodilator, analgesik.
Rasional: Menurunkan spasme jalan napas.

14
DP 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
nausea, anoreksia.
HYD: Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi:
a. Kaji keluhan mual, muntah dan refleks menelan.
Rasional: Membantu mengidentifikasi kebutuhan.
b. Kaji cara/bagaimana menghidangkan makanan.
Rasional: Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu
makan.
c. Beri makanan yang hangat dan mudah ditelan sesuai diet dalam porsi
kecil dan frekuensi sering.
Rasional: Untuk mengurangi mual dan muntah.
d. Jelaskan manfaat makanan/nutrisi bagi tubuh.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehingga
motivasi makan meningkat.
e. Catat jumlah/porsi makan yang dihabiskan setiap hari.
Rasional: Mengetahui pemenuhan nutrisi pasien.
f. Timbang BB setiap hari (bila mungkin)
g. Anjurkan bernapas dalam bila mual.
Rasional: Merelaksasi otot-otot abdomen.
h. Kolaborasi : pemeriksaan laboratorium, mis : albumin, glukosa, fungsi
hati.
Rasional: Mengevaluasi dan mengawasi keefektifan therapi nutrisi.

DP 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveoli.


HYD: Oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan
bebas gejala distress pernapasan.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah
untuk bernapas.
Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk
tinggi.

15
c. Kaji warna kulit dan membran mukosa.
Rasional: Sianosis mengindikasikan beratnya hipoksemia.
d. Dorong mengeluarkan lendir, suction k/p.
Rasional: Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas.
e. Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran darah
atau area konsolidasi.
f. Awasi tingkat kesadaran dan status mental.
Rasional: Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia.
g. Observasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
Rasional: Takikardi, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
h. Kolaborasi : nilai GDA.
Rasional: PaCO2 biasanya meningkat (bronkitis, emfisema) dan PaO 2
secara umum menurun.

DP 4. Nyeri berhubungan dengan peradangan di pleura.


HYD: Rasa nyeri berkurang.
Intervensi:
a. Kaji tipe, lamanya, frekuensi dan intensitas nyeri.
Rasional: Mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri.
Rasional: Persepsi individu terhadap nyeri berbeda dan bervariasi.
c. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
d. Alihkan perhatian dari rasa nyeri seperti membaca buku dan mendengar
musik.
Rasional: Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat sedikit
melupakan perhatiannya terhadap nyeri.
e. Ajarkan tehnik mengurangi nyeri : relaksasi dengan bernafas dalam,
massage daerah nyeri.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
f. Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah saat nyeri.
Rasional: Mengidentifikasi kebutuhan program terapi.

16
g. Kolaborasi dengan medik pemberian analgesik.
Rasional: Meningkatkan kenyamanan.

DP 5. Resiko penyebaran/penularan infeksi berhubungan dengan kurang


pengetahuan tentang penyakit.
HYD: Aktivitas ulang infeksi tidak terjadi ditandai dengan pasien mampu
menyebutkan cara penularan dan pencegahan penyakit, juga menjaga
kondisi tubuh dengan mengubah pola hidup.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang proses penyakit dan
cara penanganan.
Rasional: Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit
yang memerlukan evaluasi.
b. Identifikasi orang lain yang beresiko tertular.
Rasional: Orang yang terpajan perlu program terapi untuk mencegah
penyebaran infeksi.
c. Jelaskan pentingnya pemenuhan diet tinggi protein dan tinggi karbohidrat
Rasional: Mempercepat proses pemulihan jaringan.
d. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi pengobatan tanpa seizin
dokter.
Rasional: Penghentian tanpa indikasi klinis akan memperburuk kondisi
paru terhadap infeksi.
e. Jelaskan pentingnya isolasi bagi pencegahan penularan melalui udara
sampai tingkat pengobatan memadai.
Rasional: Mencegah penularan terhadap orang lain.
f. Jelaskan pentingnya pengobatan lanjutan di rumah dan kontrol teratur.
Rasional: Mempercepat proses penyembuhan.
g. Diskusikan bersama pasien dan keluarganya, gejala yang perlu dilaporkan
pada waktu kontrol yaitu batuk darah, sakit dada, kesulitan bernafas,
vertigo, hilangnya pendengaran.
Rasional: Mencegah komplikasi lanjut.

17
4. Perencanaan Pulang
Hal-hal yang dapat diberikan pada pasien/keluarga yaitu :
1) Penjelasan mengenai pentingnya pemenuhan diet tinggi protein dan tinggi
karbohidrat dan makan teratur.
2) Menekankan pentingnya pengobatan lanjutan di rumah dan kontrol
teratur.
3) Menganjurkan pasien banyak istirahat dan menghindari kerja fisik yang berat.
4) Mengurangi penularan dengan cara :
Menganjurkan pasien menutup mulut dengan kertas tissue saat batuk atau
bersin, membuang tissue ke dalam kantong tertutup, jangan membuang
ludah di sembarang tempat.
5) Anjurkan keluarga menjemur kasur, bantal, karpet setiap satu seminggu
sekali.
6) Anjurkan menjauhkan individu yang rentan terpajan oleh pasien, misalnya
anak balita, lansia dan keluarga yang malnutrisi.

18
BAB III
PENGAMATAN KASUS

Pengamatan kasus dilakukan di unit Fransiskus pada tanggal 20 Januari


2006 pada Tn. B, umur 18 tahun, agama Islam. Klien masuk melalui UGD pada
tanggal 17 Januari 2006 dengan diagnosa masuk observasi sesak nafas, nyeri
dada dan KP, pasien dokter Wiwin dengan keluhan 10 hari yang lalu klien batuk
ada darah, sesak nafas, nyeri dada, sudah berobat ke puskesmas dan mendapat
obat Ampisilin. Klien di anjurkan untuk dirawat.
Saat pengkajian klien dirawat hari ke-4. Keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran composmentis. Observasi tanda-tanda vital : tekanan darah
130/90 mmHg, suhu 36C, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, hasil foto
thorax tanggal 12 Januari 2006, kesan : KP aktif duplex, cek darah leukosit
11.800/ul. Tinggi badan 161 cm, BB 49 kg, IMT 18,9 kg/m 2 , kesimpulan : berat
badan kurang.
Klien mendapat terapi : Rifampisin 450 mg 1x1 AC, INH 300 mg 1x1,
Sartibi 500 mg 3x1, Sanaset 2x1, Bisolvon 3x1 Ampul dan Cefovel 3x1 gram.
Masalah yang timbul pada klien adalah :
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan infeksi paru.
- Resiko tinggi intoleransi beraktivitas berhubungan dengan kelemahan.
- Resiko terjadi penularan/penyebaran infeksi pada keluarga berhubungan
dengan kurang pengetahuan.

19
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Setelah penulis mempelajari teori mengenai tuberkulosis paru dari


berbagai sumber literatur dan membandingkan dengan kasus nyata pada
Tn. B, maka penulis membuat pembahasan dilihat dari segi kesesuaian
antara teori dan kasus nyata dari pengkajian sampai evaluasi.

G. Pengkajian
Tanda dan gejala yang sesuai dengan teori adalah adanya batuk darah,
sesak nafas, nyeri dada, cepat lelah, berat badan turun, suara nafas bronkial
dan suara tambahan rales. Ada perbedaan antara teori dan kasus nyata
mengenai keringat dingin pada malam hari, demam. Dalam keluarga, ibu
klien sedang menderita TBC berulang. Klien dinyatakan TBC dengan
pemeriksaan PPD test tidak dilakukan karena klien keberatan biaya dan mau
pulang, untuk pemeriksaan spontan belum dapat dilakukan karena slym tidak
ada.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien adalah perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pola makan tidak
teratur, klien memang tidak ada keluhan mual, muntah, anoreksia tapi dari
pola makan yang tidak teratur dapat menjadi faktor nutrisi kurang serta
adanya infeksi dalam paru. Dilihat dari BB dan TB serta hasil IMT yang
menunjukkan BB kurang, Resti intoleransi beraktivitas berhubungan dengan
kelemahan, saya mengangkat DP ini karena pada klien mengeluh bila klien
melakukan beraktivitas seperti naik tangga, mengangkat beban seperti
komputer klien merasa sesak nafas. Dan kemungkinan apabila klien kembali
ke rumah dan akan timbul sesak nafas apabila tidak dibatasi aktivitas.
Kemudian masalah lain Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan infeksi pada paru. Saat pengkajian klien tidak ada
keluhan batuk, sesak nafas, nyeri dada, dan adanya slym yang sulit
dikeluarkan, tetapi saya hubungkan dengan hasil foto thorax yang hasilnya
berbunyi KP aktif duplek. Resiko penularan/penyebaran infeksi pada

20
keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan dari hasil pengkajian
ditemukan ibu klien sedang menderita TBC berulang, ibu klien menderita
TBC sudah 10 tahun lebih, jadi kemungkinan besar klien menderita TBC
tertular dari ibu klien.

H. Rencana Keperawatan
Dalam membuat perencanaan saya menyesuaikan dengan teori dan
memberi penyuluhan tentang pentingnya mempertahankan status gizi dengan
makan makanan tinggi kalori dan tinggi protein, memberi informasi
mengenai pencegahan dan penularan penyakit tuberkulosis paru pada klien
dan keluarga, minum obat secara teratur.

I. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan yang saya lakukan berdasarkan rencana yang telah
disusun dan dimana pelaksanaan diagnosa yang satu dapat berkaitan dengan
diagnosa yang lain seperti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
dengan resiko penularan/penyebaran infeksi pada keluarga. Dalam diagnosa
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang sudah dilakukan
menimbang BB, memberikan makan dalam porsi kecil dan sering, serta
keluarga terlibat dalam memberikan makanan yang disukai klien.
Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas rencana yang sudah
dilaksanakan adalah mengukur tanda-tanda vital, mengkaji sesak nafas.
Resiko tinggi intoleransi beraktifitas, rencana yang sudah
dilaksanakan adalah mengkaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas pada diagnosa resiko penularan/penyebaran infeksi pada keluarga
berhubungan dengan kurang pengetahuan, pelaksanaan yang sudah dilakukan
adalah menjelaskan proses penyakit, menjelaskan pentingnya faktor nutrisi,
mengidentifikasi orang lain yang beresiko tertular, menganjurkan untuk
batuk dan bersih menggunakan sapu tangan atau tissue serta membuang
ludah tidak di sembarang tempat.

Evaluasi
Dari semua rencana keperawatan dan setelah memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai dengan masalah yang terdapat pada klien.

21
BAB V
KESIMPULAN

Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh


mycobacterium tuberkulosis yang sangat mudah ditularkan melalui
droplet infection. Tanda dan gejalanya antara lain : batuk ada darah,
demam ringan, keringat malam hari, nyeri dada, sesak nafas, mual.
Penyakit TBC yang dialami oleh Tn. B kemungkinan didapat dari droplet
infection dari penderita TBC aktif karena klien tinggal bersama ibunya
yang sedang menderita TBC aktif dan ibu klien sedang dalam
pengobatan. Klien mudah terpapar karena status gizi klien buruk.
Untuk pencegahan penularan berulang dan serangan berulang, peran
perawat dalam memberikan motivasi dan penyuluhan pada pasien dan
keluarga sehingga klien dapat memahami penyakitnya. Adapun
penyuluhan yang diberikan adalah mengenai nutrisi yang adekuat dengan
TKTP, klien banyak istirahat, kontrol tepat waktu, pengobatan (minum
obat secara teratur) dan untuk pencegahan penularan menganjurkan klien
menutup mulut dengan sapu tangan saat batuk atau bersin.
Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama antara klien, keluarga dan
petugas kesehatan dalam mengatasi masalah TBC. Petugas kesehatan
harus selalu melakukan upaya preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif pada masyarakat dan penderita TBC.

22
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth (2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Volume 1 Edisi 8,
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doengoes, Marilyn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Volume 2 Edisi 3.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lewis, Sharon Mantik (2000). Medical Surgical Nursing: Assessment and


Management of Clinical Problem. St. Louis. Mosby.

Price, Sylvia A. Lorraine M. Wilson (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


proses Penyakit. Edisi 4. Buku 1. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002. Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke-4. Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai