Puji dan syukur saya panjatkan kepada yang Maha Kuasa karena atas berkat dan kemurahanNya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Adapun makalah ini berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA STEMI DAN NSTEMI “ dengan disusunnya
makalah ini sebagai salah satu tugas mata kuliah Critical Care Nursing dapat kami selesaikan
sesuai yang diharapkan.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik materi
maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampun dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga tugas ini dapat selesai dengan baik. Oleh karenanya, kami
dengan rendah hati dan tangan terbuk amenerim amasukan dan saran dari teman-teman dan
dosen ajar.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk
itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom koroner akut adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard yang terjadi akibat
kurangnya aliran darah ke miokardium berupa nyeri dada, perubahan segmen ST pada
Electrocardiogram (EKG), dan perubahan biomarker jantung (Kumar & Cannon, 2009). Keadaan
iskemia yang akut dapat menyebabkan nekrosis miokardial yang dapat berlanjut menjadi Infark
Miokard Akut. Nekrosis atau kematian sel otot jantung disebabkan karena adanya gangguan
aliran darah ke jantung. Daerah otot yang tidak mendapat aliran darah dan tidak dapat
mempertahankan fungsinya, dikatakan mengalami infark (Guyton, 2007).
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasarkan hasil EKG menjadi Infark Miokard Akut ST-
elevasi (STEMI) dan Infark Miokard non ST-elevasi (NSTEMI). Pada Infark Miokard Akut ST-
elevasi (STEMI) terjadi oklusi total arteri koroner sehingga menyebabkan daerah infark yang
lebih luas meliputi seluruh miokardium, yang pada pemeriksaan EKG ditemukan adanya elevasi
segmen ST, sedangkan pada Infark Miokard non ST-elevasi (NSTEMI) terjadi oklusi yang tidak
menyeluruh dan tidak melibatkan seluruh miokardium, sehingga pada pemeriksaaan EKG tidak
ditemukan adanya elevasi segmen ST (Alwi, 2009).
Menurut WHO tahun 2008, penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama kematian di
dunia (12,8%) sedangkan di Indonesia menempati urutan ke tiga. Di negara industri dan negara-
negara yang sedang berkembang Sindrom koroner akut (SKA) masih menjadi masalah kesehatan
publik yang bermakna (O'Gara, et al., 2012). Sindrom koroner akut merupakan salah satu kasus
penyebab rawat inap di Amerika Serikat, tercatat 1, 36 juta adalah kasus SKA, 0, 81 juta di
antaranya adalah infark miokardium, dan sisanya angina pektoris tidak stabil (Kumar & Cannon,
2009).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah salah satu diagnosis yang paling sering di negara maju. Laju
mortalitas awal dalam 30 hari pada IMA adalah 30% dengan separuh kematian terjadi sebelum
pasien mencapai rumah sakit. Infark Miokard Akut terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA
tanpa ST elevasi dan IMA dengan ST elevasi (Fox, 2004).
Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia pada tahun 2013
diperkirakan sekitar 883.447 atau sebesar 0,5%, sementara berdasarkan diagnosis dokter
ditemukan gejala sebesar 1,5% atau sekitar 2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis dokter
estimasi jumlah penderita di Provinsi Jawa Barat Sebanyak 0,5% atau sekitar 160.812 orang,
sedangkan di Provinsi Maluku Utara paling sedikit, yaitu 1.436 orang(0,2%). Berdasarkan
diagnosis/gejala, estimasi jumlah penderita terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak
375.1227 orang atau sekitar (1,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di
Provinsi Papua Barat, yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2%). Prevalensi jantung koroner yang
terdiagnosis di Jawa Tengah sebesar 0,5 persen, dan berdasar terdiagnosis dan gejala sebesar 1,4
persen, sedangkan di Kota Surakarta angka prevalensi PJK yang terdiagnosis adalah 0,7 %
(Santoso, 2013).
Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) atau disebut juga enzim Aspartat
Aminotransferase (AST) dapat ditemukan di jantung, hati, otot rangka, otak, ginjal, dan sel darah
merah. Kadar SGOT dapat meningkat pada infark miokard, penyakit hati, pankreatitis akut,
anemia hemolitik, penyakit ginjal akut, penyakit otot, dan cedera. Kadar normal SGOT: 4-35
unit/L (Pagana, 2015). Cedera yang terjadi pada sel-sel hati dan otot jantung, menyebabkan
enzim ini dilepaskan ke dalam darah. Biomarker/penanda adanya gangguan pada sel hati dan otot
jantung adalah salah fungsi enzim ini. Pada infark miokard kadar SGOT akan meningkat setelah
10 jam dan akan mencapai puncak pada 24-48jam. Kadar SGOT akan kembali normal setelah 4-
6 hari apabila tidak ada infark tambahan (Pagana, 2015).
Peningkatan kadar SGOT pada awal infark miokard menggambarkan luasnya daerah infark
meskipun SGOT tidak spesifik pada organ jantung (Chernecky & Berger, 2008 cit Boy, et
al.,2012). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Srikrishna, et al.,(2015) di India, terdapat
perbedaan yang bermakna antara kadar SGOT pada penderita STEMI dan NSTEMI. Ditemukan
kadar SGOT pada STEMI lebih tinggi dibandingkan NSTEMI (147.50 ± 38.97 vs 81.33 ±
26.13). Sedangkan pada penelitian Prabodh, et al.,(2012) kadar SGOT pada infark miokard
ditemukan peningkatan yang signifikan (296.02 ± 135.69) dengan nilai p= 0.0007.
Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa Infark Miokard Akut adalah salah satu penyakit yang
mempunyai prevalensi dan angka kematian yang tinggi. Karena masih terbatasnya infromasi
terkait dengan adanya peningkatan kadar SGOT pada STEMI dan NSTEMI dalam darah, maka
penulis tertarik meneliti perbedaan kadar SGOT pada pasien STEMI dan NSTEMI di RSUD Dr.
Moewardi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar SGOT
pada STEMI dan NSTEMI. Harapannya pada akhir penelitian ini SGOT dapat dijadikan sebagai
salah satu acuan dalam diagnostik biomarker dan prognostik pada pasien STEMI dan NSTEMI.
B. Rumusan Masalah
1. Dapat menjelaskan pengertian dari STEMI dan NSTEMI
2. Dapat menjelaskan etiologi dari STEMI dan NSTEMI
3. Dapat menjelaskan anatomi fisiologi dari STEMI dan NSTEMI
4. Dapat menjelaskan patofisiologi dari STEMI dan NSTEMI
5. Dapat menjelaskan manifestasi klinis dari STEMI dan NSTEMI
6. Dapat menjelaskan komplikasi dari STEMI dan NSTEMI
7. Dapat menjelaskan penatalaksanaan STEMI dan NSTEMI
C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari STEMI dan NSTEMI
2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari STEMI dan NSTEMI
3. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi fisiologi dari STEMI dan NSTEMI
4. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari STEMI dan NSTEMI
5. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari STEMI dan NSTEMI
6. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari STEMI dan NSTEMI
7. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan STEMI dan NSTEMI
D. Sistematika Penulisan
BAB 1 Pendahuluan
BAB II Tinjauan Teori
BAB III Tinjauan Kasus (Teori Mendalam)
BAB IV Penutup
BAB II
Tinjauan Teoritis
1. Pengertian
a. STEMI
Menurut AHA (2013), STEMI adalah syndrome klinis yang merupakan tanda dan
gejala infark miokard yang ditandai dengan ST elevasi yang menetap dan juga diikuti
dengan pelepasan biomarker nekrosis miokard. Menurut Sutoyo, (2010) infark
miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler,
dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid. Sedangkan menurut Pusponegoro (2015), STEMI adalah fase akut
dari nyeri dada yang ditampilkan terjadi peningkatan baik frekuensi, lama nyeri dada
dan tidak dapat di atasi dengan pemberian nitrat, yang dapat terjadi saat istirahat
maupun sewaktu-waktu yang disertai infark miokard akut dengan ST elevasi (STEMI)
yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak
stabil.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa STEMI adalah penyakit jantung yang
dapat ditandai dengan adanya gambaran ST elevasi pada hasil EKG dikarenakan
adanya trombus pada arteri koroner, dimana kondisi ini disertai dengan adanya nyeri
dada yang hebat.
b. NSTEMI
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan
untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang
meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard
gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation
myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark
miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI)
(Morton, 2012).
Infark miokard akut didefenisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan oleh
tidak adequatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan
ini sebagian besar di sebabkan oleh terjadinya trombosis vasokontriksi reaksi
inflamasi, dan microembolisasi distal. (Muttaqin,A, 2013).
Unstable Angina (UA) dan Non ST Elevasi Infark Miokard diketahui merupakan suatu
kesinambungan dengan kemiripan patofisiologis dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan
jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard
berupa peningkatan biomarker jantung (Ilmu penyakit dalam, jilid II).
2. Etiologi
a. STEMI
Berikut ini ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA
Menurut Kumar,(2007) diantaranya yaitu :
1. Faktor yang dapat dirubah :
a. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di
atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan
meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan
lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL
dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan
kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap
penyakit ini.
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko dari IMA, baik tekanan darah systole maupun
diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat meningkatkan risiko ischemic
heart disease (IHD) sekitar 60% dibandingkan dengan individu normotensive.
Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau
gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke
c. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok mungkin
merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan atherosclerosis pada
wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama meningkatkan kematian
karena IHD sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara
substansial
d. Diabetes melitus
Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita
diabetes.
e. Stress psikologik.
Stress menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat aterogenik.
2. Faktor yang tidak dapat dirubah :
a. Usia
Akumulasi plak merupakan proses yang progressif, manifestasi klinis tidak akan
muncul sampai lesi mencapai ambang kritis, dan mulai menimbulkan kerusakan
organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Pada usia 40-60 tahun , insidens
IMA meningkat lima kali lipat.
b. Jenis kelamin
IMA jarang ditemukan pada wanita premenopause, kecuali jika diabetes,
hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause insiden plak meningkat
lebih besar, karena pengaruh hormon estrogen.
c. Riwayat Keluarga
3. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard, disebabkan tiga faktor :
a. Pembuluh darah
Berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel
jantung. Beberapa hal yang mempengaruhi kepatenan pembuluh darah yaitu:
athelerosclerosis, spasme, arteritis.
b. Spasme pembuluh darah
Dipengaruhi pengkonsumsian obat-obatan tertentu, stress emosional atau nyeri,
terpapar suhu dingin yang ekstrim, dan merokok.
c. Sirkulasi
Berkaitan dengan faktor pemompaan dan volume darah yang dipompakan, stenosis
atau insufisiensi yang terjadi pada beberapa bagian katup jantung menyebabkan
suplasi oksigen tidak adekuat.
d. Darah
Jika daya angkut darah berkurang, maka suplai oksigen tetap tidak cukup walaupun
pembuluh darah dan pemompaan jantung bagus.
e. Meningkatnya kebutuhan oksigen
Pada orang yang mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi
(meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan COP saat meningkatnya
kebutuhan oksigen) dapat memicu terjadinya infark, karena kebutuhan oksigen
meningkat sedangkan suplai oksigen tidak bertambah. Hipertrofi miokard dapat
memicu terjadinya infark, karena pemompaan jantung tidak efektif.
b. NSTEMI
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi Koroner. NSTEMI terjadi karena
thrombosis akut atau prosesvasokonstrikai koroner, sehingga terjadi iskemia
miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih
kecil, biasanya terbatas pada sub endokardium.
Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan
pelepasan penandanekrosis. Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi
miokard yang dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh
thrombusnonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu.
1. Faktor resiko yg tidak dapat diubah :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Riwayat penyakit jantung koroner
d. Hereditas
e. Ras
2. Faktor resiko yg dapat di ubah :
a. Mayor : hyperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi
lemak jenuh, kalori
b. Minor : inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, stress psikologis
berlebihan
3. Faktor penyebab
a. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena
penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak
aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya
dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan
penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
b. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin
diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri
koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi
endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi
abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
c. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena
spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan
aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi
koroner perkutan (PCI).
d. Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh yang berhubungan
dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri,
destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di
dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang
dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat
mengakibatkan SKA.
e. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi
pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa
penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi
miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik. SKA
jenis ini antara lain karena:
1) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan
tirotoksikosis
2) Berkurangnya aliran darah koroner
3) Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan
hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak
terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih
dari satu penyebab dan saling terkait.
Jantung terdiri dari jaringan yang memiliki fungsi kontraksi. Dan hampir separuh dari
seluruh berat jantung, terdiri dari otot bergaris. Jika ia berkontraksi dan berelaksasi,
maka timbul perubahan-perubahan tekanan di dalam jantung dan pembuluh darah,
yang menyebabkan pengaliran darah di seluruh jaringan tubuh. Otot jantung,
merupakan jaringan sel-sel yang bersifat “Kontraktif” (pegas) dan terdapat di dalam
atrium maupun ventrikel, serta memiliki kemampuan meneruskan rangsang listrik
jantung secara mudah dan cepat di seluruh bagian otot-otot jantung. Tiap sel otot
jantung di pisahkan satu sama lain oleh “intercalated discs” dan cabang-cabangnya
membentuk suatu anyaman di dalam jantung. “intercalated discs” inilah yang dapat
mempercepat hantaran rangsang listrik potensial di antara serabut-serabut sel otot-otot
jantung. Proses demikian itu terjadi karena “intercalated discs” memiliki tahanan
aliran listrik potensial yang lebih rendah dibandingkan bagian otot jantung lainnya.
Dan keadaan inilah yang mempermudah timbulnya mekanisme “Excitation” di semua
bagian jantung. Otot bergaris jantung tersusun sedemikian rupa, sehingga membentuk
ruang-ruang jantung dan menjadikan jantung sebagai “a globular muscular organ”.
Jaringan serabut elastisnya membentuk suatu lingkaran yang mengelilingi katup-katup
jantung. Otot-otot atrium umumnya tipis dan terdiri dari dua lapisan yang berasal dari
sudut sebelah kanan jantung, sedangkan otot ventrikelnya lebih tebal dan terdiri dari
tiga lapisan yaitu lapisan superficial, lapisan tengah dan laipsan dalam. Ventrikel kiri
memiliki dinding 2-3 kali lebih tebal daripada dinding ventrikel kanan dan
mendominasi bangunan dasar otot jantung dalam membentuk ruang-ruangnya. Ketiga
lapisan otot jantung tersebut berkesinambungan satu dengan lainnya, dengan lapisan
superficial berlanjut menjadi lapisan tengah dan lapisan dalam. Di dalam ventrikel,
ketiga lapisan otot jantung tersebut mengandung berkas-berkas serabut otot (Masud
Ibnu, 2012)
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot jantung, bentuk dan
susunannya sama dengan otot serat lintang tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos
yaitu diluar kesadaran.
a. Bentuk
Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul dan disebut juga basis
cordis. Disebelah bawah agak ruang disebut apexcordis.
b. Letak
Di dalam rongga dada sebelah depan (cavum mediastinum arteriol), sebelah kiri
bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma dan pangkalnya dibelakang
kiri ICS 5 dan ICS 6 dua jari dibawah papilla mammae. Pada tempat itu teraba
adanya pukulan jantung yang disebut Ictus Cordis.
c. Ukuran
Kurang lebih sebesar kepalan tangan dengan berat kira-kira 250-300 gram.
d. Lapisan
1) Endokardium : Lapisan jantung sebelah dalam, yang menutupi katup jantung.
2) Miokardium : Lapisan inti dari jantung yang berisi otot untuk
berkontraksi.
3) Perikardium : Lapisan bagian luar yang berdekatan dengan pericardium
viseralis.
Jantung sebagai pompa karena fungsi jantung adalah untuk memompa darah sehingga
dibagi jadi dua bagian besar, yaitu pompa kiri dan pompa kanan. Pompa jantung kiri:
peredaran darah yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh dimulai dari ventrikel kiri –
aorta – arteri - arteriola-kapiler – venula - vena cava superior dan inferior - atrium
kanan.
4. Patofisiologi
a. STEMI
STEMI terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba setelah oklusi
trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami atherosclerosis. STEMI
terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang secara cepat pada tempat
terjadinya kerusakan vaskuler. Faktor penyebab kerusakan ini, seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid. STEMI terjadi ketika permukaan plak
atherosclerotic mengalami ruptur dan terbentuklah trombus, sehingga terjadi oklusi
pada arteri koroner arteri koroner sering kali mengalami thrombus yang terdiri dari
agregat platelet, dan benang-benang fibrin. Pada sebagian kecil kasusnya, penyebab
lain dari STEMI yaitu karena emboli arteri koroner, abnormalitas congenital,
spasme coroner, dan berbagai penyakit sistemik, terutama inflasmasi Zainal,
(2013).
b. NSTEMI
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI dapat
terjadi karena trombosis akut atau proses vasokontriksi koroner. Trombosis akut
pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tidak stabil. Plak yang
tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang
rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasifaktor jaringan yang tinggi. Inti lemak
yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi
asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai
selmakrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi.Sel-sel ini
akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. Selanjutnya IL-6
merangsang pengeluaran hsCRP di hati.(Sudoyono Aru W, 2009).
5. Manifestasi Klinis
a. STEMI
Menurut Kumar (2007) dan Sudoyo (2009) manifestasi klinis STEMI dibagi menjadi
3 hal, yaitu:
1. Nyeri dada yang khas seperti tertusuk, terbakar atau tertimpa benda berat yang
menjalar sampai ke lengan. Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain
perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan
gastrointestinal. Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah).
Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar
seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf
simpatis (takikardi dan atau hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi fentrikular
adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split
paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late
sistlik apical yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan
pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam
minggu pertama pasca STEMI.
2. Gambaran EKG dengan adanya elevasi ST ≥2mm, minimal pada 2 sandapan
prekordial yang berdampingan atau ≥1mm pada 2 sandapan ekstremitas.
Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat
diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu
menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip
utama penatalaksanaan adalah time is muscle. Pemeriksaan EKG 12 sandapan
harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai
STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan
di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan senter dalam menentukan
keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST
dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi perfusi.
JIka pemeriksan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi pasien tetap
simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10
menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara continue harus dilakukan untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan
STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan
infark pada ventrikel kanan.
3. Peningkatan enzim CK-MB dan troponin, yaitu pemeriksaan infrak miokard
terdiri dari tiga pemeriksaan atau yang disebut dengan triple cardiac marker yaitu
CK-MB, Myoglobin, dan Troponin I.
b. NSTEMI
a. Nyeri dada, berlangsung minimal 30 menit sedangkan serangan angina kurang
dari itu.Selain itu pada angina,nyeri akan hilang dengan beristirahat namun lain
halnya dengan NSTEMI.
b. Sesak Nafas, disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi.
Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya
disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
c. Gejala gastrointestinal, peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan
muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior,dan stimulasi diafragma
pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
d. Gejala lain termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel,
gelisah.
6. KOMPLIKASI
a. STEMI
Kumar (2007) menyatakan bahwa jika STEMI tidak diatasi dengan segera, maka
STEMI dapat menimbulkan kerusakan yang lebih parah lagi pada jantung, antara lain:
1. Disfungsi ventrikel
Setelah stemi, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, ketebalan, baik
pada segmen yang infark maupun non infark
2. Pump failure
Tanda klinis yang sering dijumpai yaitu ronki basah di paru dan bunyi jantung S3
dan S4 gallop
3. Aritmia
Infark meliputi ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbang
elektrolit, iskemia dan konduksi yang lambat pada zona iskemik
4. Gagal jantung kongestif
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan kongesti Vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
menimbulkan kongesti Vena sistemik
5. Syok kardiogenik
Akibat disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif
6. Edema paru akut
Timbunan cairan abnormal di dalam rongga interstisial dan alveoli. akibatnya paru
menjadi kaku, tidak dapat mengembang, dan udara tidak dapat masuk, sehingga
hipoksia berat
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik otot-otot papilaris akan mengganggu fungsi katup mitralis,
sehingga terjadi versi daun katup selama sistolik
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis sistem intravaskuler dapat menyebabkan ruptur dinding septum sehingga
terjadi defek septum ventrikel
9. Ruptur jantung
Terjadi saat pembuangan nekrotik sebelum pembentukan jaringan parut, dinding
nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi perdarahan masif. Kantong perikardium
penuh terisi darah dan menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung
b. NSTEMI
Beberapa komplikasi yang terjadi akibat gagal jantung:
a. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan
berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada
syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya
40 % atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di seluruh
ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan supply oksigen
miokardium.
b. Edema paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam
tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari
batas negative menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru yang paling umum
adalah:
1) Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan
tekanan kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli.
2) Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti
pneumonia atau terhirupnya bahan - bahan yang berbahaya seperti gas klorin
atau gas sulfur dioksida. Masing-masing menyebabkan kebocoran protein
plasma dan cairan secara cepat keluar dari kapiler.
7. PENATALAKSANAAN
a. STEMI
Menurut Yasmin, (2010) penatalaksanaan keperawatan untuk penyakit jantung
dapat ditinjau dari aktivitas, diet, dan bowel pasien yaitu :
1. Aktivitas
Pasien dengan STEMI harus istirahat di tempat tidur 12 jam pertama, jika tidak
terjadi komplikasi, maka pasien harus didukung untuk melanjutkan postur tegak
dengan menggantungkan salah satu kaki di sisi tempat tidur dan duduk di kursi
dalam 24 jam pertama.
2. Diet.
Hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun 4-12 jam pertama.
Asupan nutrisi harus mengandung kolesterol kurang lebih 300 mg/dl.
3. Bowel
Bedrest dan pemberian terapi obat menurut Sudoyo, (2010) sebagai berikut :
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
c. Morfin
Sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
d. Aspirin
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg.
e. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta
intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5
mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60
kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik
dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah
dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg
tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam
b. NSTEMI
a. Istirahat
b. Diet jantung, makanan lunak, rendah garam.
c. Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresis akan
mengurangi edema.
Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau terhadap hilangnya dispnea,
ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema perifer. Apabila terjadi keracunan
ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah namun itu gejala awal
selanjutnya akan terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel
premature, bigemini (denyut normal dan premature saling berganti ), dan
takikardia atria proksimal.
d. Pemberian Diuretic, yaitu untuk memacu eksresi natrium dan air melalui
ginjal. Bila sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak
mengganggu istirahat pasien pada malam hari, intake dan output pasien
harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami kehilangan cairan setelah
pemberian diuretic, pasien juga harus menimbang badannya setiap hari
turgor kulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.
e. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-
hati depresi pernapasan.
f. Pemberian oksigen
g. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung untuk
mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh
ventrikel.
BAB III
Tinjauan Kasus (Teori Mendalam)
A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas meliputi identitas pasien dan identitas penanggung jawab. Identitas biasanya
terdiri dari nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomer RM, umur, status, alamat
2. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien STEMI pasien mengeluh nyeri dada dan sesak napas
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien saat dianamnesa
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji adanya riwayat penyait dahulu, pola hidup pasien seperti kebiasaan
mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung soda, merokok, nikotin,
kafein, riwayat pemakaian obat, dan alergi obat
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada/tidaknya penyakit yang sama yang dialami keluarga dan pola hidup
keluarga pasien.
6. Pengkajian Primer
a. Airway
Pada pengkajian ini hal yang perlu diketahui adalah adanya sumbatan di
kerongkongan, penumpukan sekret di tenggorokan, adanya wheezing, ronchi atau
suara crakcel yang menunjukkan ketidak efektifan pertukaran gas.
b. Breathing
Pada pengkajian ini hal yang perlu diketahui adalah sesak nafas akibat aktivitas
maupun tanpa aktivitas, irama nafas dan suara nafas.
c. Circulation
Pada pengkajian ini hal yang perlu diketahui adalah tekanan darah yang
menunjukkan hipertensi, adanya edema di ekstremitas, CRT yang lebih dari 3 detik
sebagai bentuk penurunan curah jantung, akral yang dingin.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale
(GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan
kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat
dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan kacau
motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang
lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai
koma, reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri. Koma : keadaan
kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan rangsang
apapun.
e. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan ketidaknyamanan
(nyeri) dengan pengkajian PQRST.
10.Kolaborasi
pemberian
analgetik
2 Penurunan curah Cardiaac pump 1. Aukskultasi 1. Agar mengetahui
jantung effectiveness nadi, kaji seberapa besar
berhubungan Status srikulasi frekuensi jantung, tingkatan
dengan perubahan Tanda-tanda vital irama perkembangan
faktor listrik, Kriteria Hasil : jantung. penyakit secara
penurunan 1. Menununjukan universal
karakteristik tanda vital dalam
miokard. batas normal, dan 2. Pantau tekanan 2. Pada kelainan
Definisi : bebas gejala darah jantung
Ketidakadekuatan gagal jantung. peningkatan
darah yang di pompa tekanan darah bisa
oleh jantung untuk 2. Melaporkan terjadi kapanpun
memenuhi penurunan episode
kebutuhan metabolik dispnea, angina. 3.Kaji kulit 3. Pucat atau
tubuh terhadap pucat sianosis
Batasan 3. Ikut serta dalam dan sianosis menunjukan
karakteristik: aktvitas menurunnya
Perubahan mengurangi perfusi
frekuensi atau beban kerja jantung perifer sekunder
irama jantung terhadap tidak
Perubahan adekuatnya curah
preload jantung.
Perubahan
afterload 4. Berikan 4. Meningkatkan
Perubahan oksigen sediaan oksigen
kontraktilitas tambahan dengan untuk kebutuhan
Perilaku/emosi kanula miokard
nasal/masker
sesuai indikasi.
5. vasodilator
5.Kolaborasi digunakan untuk
pemberian meningkatkan
vasodilator curah
jantung, dan
menurunkan
volume
sirkulasi
3. a. Ketidakefektifan NOC: NIC:
perfusi jaringan Circulation status 1. Monitor 1. Penurunan
perifer berhubungan Tissue perfusion: adanya daerah tanda dan gejala
dengan iskemik, cerebral. tertentu yang neurologis atau
kerusakan otot Kriteria hasil: hanya peka kegagalan
jantung - tanda-tanda terhadap panas, dalam
penyumbatan vital dalam dingin, tajam, pemulihannya
pembuluh darah batas normal tumpul merupakan
arteri koronaria. - mendemonstras awal pemulihan
Definisi: penurunan ikan dalam
sirkulasi darah ke kemampuan memantau TIK
perifer yang dapat kognitif. 2. Untuk
mengganggu - Menunjukkan mengetahui
kesehatan. fungsi sensorik keadaan umun
Batasan motorik karnial 2. Monitor TTV pasien
karakteristik: yang utuh tiap 2-4 jam
Tidak ada nadi dan kesadaran 3. Untuk
Perubahan fungsi mengetahui
motorik adanya lesi atau
Perubahan 3. Intruksikan laserasi
karakteristik kulit kekeluarga
Kelambatan untuk
penyembuhan mengopservasi
3. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan yang telah disusun dan disesuaikan dengan kondisi klien.
Pelaksanaan pada klien dengan NSTEMI antara lain meningkatkan cardiac output,
memandirikan klien untuk melakukan aktivitas, mengotrol keseimbangan cairan,
mencegah terjadinya gangguan pertukaran gas, mencegah terjadinya kerusakan
integritas kulit, memberikan informasi tentang kondisi dan program pengobatan.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah proses membandingkan efek atau hasil suatu
tindakan keperawatan dengan normal atau kriteria tujuan yang sudah dibuat merupakan
tahap akhir dari proses keperawatan evaluasi terdiri dari :
1. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon segera
pada saat dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan
perkembangan.Sedangkan evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien
dengan NSTEMI yaitu :
a) Tidak terjadi penurunan cardiac output
b) Mampu melakukan aktifitas secara mandiri
c) Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan,
d) Tidak terjadi gangguan pertukaran gas,
e) Memahami tentang kondisi dan program pengobatan.
BAB IV
Kesimpulan
STEMI terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus
pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor
seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Tanda gejala dai STEMI ini adalah
nyeri dada yang khas seperti tertuuk atau tertimpa benda berat yang menjalar sampai ke
lengan.Dan jika STEM ini tidak diatasi maka akan mengakibatkan komplikasi antara lain
Disfungsi ventrikel, Pup failure, Aitmi, ga Jatung kongetif,Syok kardigenik,Edema paru
akut, Disfungsi otot papilaris, defek septum ventrikel, Ruptur jatung.
Non ST Elevasi Infark Miokard merupakan adanya ketidakseimbangan permintaan dan
suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan oleh arteri koroner akan
menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan
menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan (Sylvia, 2009).
Daftar Pustaka
Alwi I., 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST, dalam: Buku Ajar Ilmu
Pengetahuan Penyakit Dalam Jilid II. Sudoyo A. W, Setryohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing pp. 1741- 1754g
Pagana, K. D., 2015. Diagnostic and Laboratory Test Reference. 12 ed. United States of
America: Elsevier.
Pusponegoro, D Aryono. 2010. Buku Panduan Basic Trauma and Cardiac Life Support,
Jakarta : Diklat Ambulance AGD 118
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2013. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Kumar, Vinay, Cotran, et al. 2007. Buku Ajar Patologi Anatomi Edisi 7 Vol. 2. Jakarta :
EGC
Kumar, V., Cotran, R.S., dan Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7; ali Bahasa,
Brahm U, Pendt ;editor Bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto, Nurwany Darmaniah,
Nanda Wulandari.-ed.7-Jakarta: EGC