Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA STEMI DAN NSTEMI


Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu Tugas Mata Kuliah Critical Care
Nursing
Oleh :
Kelompok 5

Merry Rotua P 1420116003


Midzi Nur O 1420116013
Michail Meyer 1420116030
Melva Lestari S 1420116032

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada yang Maha Kuasa karena atas berkat dan
kemurahanNya sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Adapun makalah ini
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA STEMI DAN
NSTEMI “ dengan disusunnya makalah ini sebagai salah satu tugas mata kuliah
Critical Care Nursingdapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik
materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan
segala kemampun dan pengetahuan yang dimiliki sehingga tugas ini dapat selesai
dengan baik. Oleh karenanya, kami dengan rendah hati dan tangan terbuk amenerim
amasukan dan saran dari teman-teman dan dosen ajar.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimaksih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Bandung, September 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom koroner akut adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard yang
terjadi akibat kurangnya aliran darah ke miokardium berupa nyeri dada, perubahan
segmen ST pada Electrocardiogram (EKG), dan perubahan biomarker jantung (Kumar
& Cannon, 2009). Keadaan iskemia yang akut dapat menyebabkan nekrosis miokardial
yang dapat berlanjut menjadi Infark Miokard Akut. Nekrosis atau kematian sel otot
jantung disebabkan karena adanya gangguan aliran darah ke jantung. Daerah otot yang
tidak mendapat aliran darah dan tidak dapat mempertahankan fungsinya, dikatakan
mengalami infark (Guyton, 2007).

Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasarkan hasil EKG menjadi Infark Miokard
Akut ST-elevasi (STEMI) dan Infark Miokard non ST-elevasi (NSTEMI). Pada Infark
Miokard Akut ST-elevasi (STEMI) terjadi oklusi total arteri koroner sehingga
menyebabkan daerah infark yang lebih luas meliputi seluruh miokardium, yang pada
pemeriksaan EKG ditemukan adanya elevasi segmen ST, sedangkan pada Infark
Miokard non ST-elevasi (NSTEMI) terjadi oklusi yang tidak menyeluruh dan tidak
melibatkan seluruh miokardium, sehingga pada pemeriksaaan EKG tidak ditemukan
adanya elevasi segmen ST (Alwi, 2009).

Menurut WHO tahun 2008, penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama
kematian di dunia (12,8%) sedangkan di Indonesia menempati urutan ke tiga. Di negara
industri dan negara-negara yang sedang berkembang Sindrom koroner akut (SKA)
masih menjadi masalah kesehatan publik yang bermakna (O'Gara, et al., 2012).
Sindrom koroner akut merupakan salah satu kasus penyebab rawat inap di Amerika
Serikat, tercatat 1, 36 juta adalah kasus SKA, 0, 81 juta di antaranya adalah infark
miokardium, dan sisanya angina pektoris tidak stabil (Kumar & Cannon, 2009).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah salah satu diagnosis yang paling sering di negara
maju. Laju mortalitas awal dalam 30 hari pada IMA adalah 30% dengan separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Infark Miokard Akut terdiri
dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa ST elevasi dan IMA dengan ST elevasi (Fox,
2004).
Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia pada
tahun 2013 diperkirakan sekitar 883.447 atau sebesar 0,5%, sementara berdasarkan
diagnosis dokter ditemukan gejala sebesar 1,5% atau sekitar 2.650.340 orang.
Berdasarkan diagnosis dokter estimasi jumlah penderita di Provinsi Jawa Barat
Sebanyak 0,5% atau sekitar 160.812 orang, sedangkan di Provinsi Maluku Utara paling
sedikit, yaitu 1.436 orang(0,2%). Berdasarkan diagnosis/gejala, estimasi jumlah
penderita terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 375.1227 orang atau
sekitar (1,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Papua
Barat, yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2%). Prevalensi jantung koroner yang
terdiagnosis di Jawa Tengah sebesar 0,5 persen, dan berdasar terdiagnosis dan gejala
sebesar 1,4 persen, sedangkan di Kota Surakarta angka prevalensi PJK yang
terdiagnosis adalah 0,7 % (Santoso, 2013).

Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) atau disebut juga enzim Aspartat
Aminotransferase (AST) dapat ditemukan di jantung, hati, otot rangka, otak, ginjal, dan
sel darah merah. Kadar SGOT dapat meningkat pada infark miokard, penyakit hati,
pankreatitis akut, anemia hemolitik, penyakit ginjal akut, penyakit otot, dan cedera.
Kadar normal SGOT: 4-35 unit/L (Pagana, 2015). Cedera yang terjadi pada sel-sel hati
dan otot jantung, menyebabkan enzim ini dilepaskan ke dalam darah.
Biomarker/penanda adanya gangguan pada sel hati dan otot jantung adalah salah fungsi
enzim ini. Pada infark miokard kadar SGOT akan meningkat setelah 10 jam dan akan
mencapai puncak pada 24-48jam. Kadar SGOT akan kembali normal setelah 4-6 hari
apabila tidak ada infark tambahan (Pagana, 2015).
Peningkatan kadar SGOT pada awal infark miokard menggambarkan luasnya daerah
infark meskipun SGOT tidak spesifik pada organ jantung (Chernecky & Berger, 2008
cit Boy, et al.,2012). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Srikrishna, et al.,(2015) di
India, terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar SGOT pada penderita STEMI
dan NSTEMI. Ditemukan kadar SGOT pada STEMI lebih tinggi dibandingkan
NSTEMI (147.50 ± 38.97 vs 81.33 ± 26.13). Sedangkan pada penelitian Prabodh, et
al.,(2012) kadar SGOT pada infark miokard ditemukan peningkatan yang signifikan
(296.02 ± 135.69) dengan nilai p= 0.0007.

Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa Infark Miokard Akut adalah salah satu
penyakit yang mempunyai prevalensi dan angka kematian yang tinggi. Karena masih
terbatasnya infromasi terkait dengan adanya peningkatan kadar SGOT pada STEMI
dan NSTEMI dalam darah, maka penulis tertarik meneliti perbedaan kadar SGOT pada
pasien STEMI dan NSTEMI di RSUD Dr. Moewardi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar SGOT pada STEMI dan NSTEMI.
Harapannya pada akhir penelitian ini SGOT dapat dijadikan sebagai salah satu acuan
dalam diagnostik biomarker dan prognostik pada pasien STEMI dan NSTEMI.

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar dari STEMI dan NSTEMI

2. Bagaimana melakukan pengkajian pada pasien STEMI dan NSTEMI


3. Bagaimana cara menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas pada
pasien STEMI dan NSTEMI
4. Bagaimana merumuskan intervensi keperawatan berdasarkan prioritas pada pasien
STEMI dan NSTEMI
5. Bagaimana mengimplementasikan intervensi keperawatan berdasarkan prioritas
pada pasien STEMI dan NSTEMI Dapat menjelaskan komplikasi dari STEMI dan
NSTEMI
6. Bagaimana mengevaluasi tindakan yang dilakukan dan tujuan yang ditetapkan pada
pasien STEMI dan NSTEMI

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang konsep dasar dan
asuhan keperawatan pada pasien dengan STEMI dan NSTEMI
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami konsep dasar dari STEMI dan NSTEMI
b. Mahasiswa dapat mampu melakukan pengkajian pada pasien STEMI dan
NSTEMI

c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnose keperawatan berdasarkan prioritas


pada pasien STEMI dan NSTEMI

d. Mahasiswa mampu merumuskan intervensi keperawatan berdasarkan


prioritas pada pasien STEMI dan NSTEMI

e. Mahasiswa mampu mengimplementasika intervensi keperawatan


berdasarkan prioritas pada pasien STEMI dan NSTEMI

f. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan yang dilakukan dan tujuan yang


ditetapkan pada pasien STEMI dan NSTEMI

D. Sistematika Penulisan
BAB 1 Pendahuluan
BAB II Tinjauan Teori
BAB III Tinjauan Kasus (Teori Mendalam)
BAB IV Penutup
BAB II
Tinjauan Teoritis

1. Pengertian
Definisi Infark Miokard Akut (IMA)

Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian jaringan otot jantung (miokard) yang
disebabkan oleh insufisiensi suplai atau banyaknya darah baik relatif maupun secara
absolut (Muwarni, 2011).

Infark Miokard Akut (IMA) oleh orang awam disebut serangan jantung yaitu
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner sehingga aliran darah ke otot
jantung tidak cukup sehingga menyebabkan jantung mati (Rendi&Margareth, 2012).

Infark Miokard Akut (IMA) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena
sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik
pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung
(Black&Joyce, 2014).
a. STEMI
Menurut AHA (2013), STEMI adalah syndrome klinis yang merupakan tanda dan
gejala infark miokard yang ditandai dengan ST elevasi yang menetap dan juga diikuti
dengan pelepasan biomarker nekrosis miokard. Menurut Sutoyo, (2010) infark miokard
akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri
ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Sedangkan menurut Pusponegoro (2015), STEMI adalah fase akut dari nyeri dada yang
ditampilkan terjadi peningkatan baik frekuensi, lama nyeri dada dan tidak dapat di atasi
dengan pemberian nitrat, yang dapat terjadi saat istirahat maupun sewaktu-waktu yang
disertai infark miokard akut dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya
trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa STEMI adalah penyakit jantung yang
dapat ditandai dengan adanya gambaran ST elevasi pada hasil EKG dikarenakan
adanya trombus pada arteri koroner, dimana kondisi ini disertai dengan adanya nyeri
dada yang hebat.

b. NSTEMI
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan
untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang
meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard
gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation
myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark
miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI)
(Morton, 2012).

Infark miokard akut didefenisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan oleh
tidak adequatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan
ini sebagian besar di sebabkan oleh terjadinya trombosis vasokontriksi reaksi
inflamasi, dan microembolisasi distal. (Muttaqin,A, 2013).

Unstable Angina (UA) dan Non ST Elevasi Infark Miokard diketahui merupakan suatu
kesinambungan dengan kemiripan patofisiologis dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan
jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard
berupa peningkatan biomarker jantung
Non ST Elevasi Infark Miokard merupakan adanya ketidakseimbangan permintaan dan
suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan oleh arteri koroner akan
menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan
menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan (Sylvia, 2009)
2. Etiologi
a. STEMI
Berikut ini ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA
Menurut Kumar,(2007) diantaranya yaitu :
1. Faktor yang dapat dirubah :
a. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di
atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan
meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan
lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol
LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria,
sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung
terhadap penyakit ini.
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko dari IMA, baik tekanan darah systole maupun
diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat meningkatkan risiko ischemic
heart disease (IHD) sekitar 60% dibandingkan dengan individu normotensive.
Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD
atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena
stroke
c. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok mungkin
merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan atherosclerosis pada
wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama meningkatkan
kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko
secara substansial
d. Diabetes melitus
Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita
diabetes.
e. Stress psikologik.
Stress menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat aterogenik.
2. Faktor yang tidak dapat dirubah :
a. Usia
Akumulasi plak merupakan proses yang progressif, manifestasi klinis tidak akan
muncul sampai lesi mencapai ambang kritis, dan mulai menimbulkan kerusakan
organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Pada usia 40-60 tahun , insidens
IMA meningkat lima kali lipat.
b. Jenis kelamin
IMA jarang ditemukan pada wanita premenopause, kecuali jika diabetes,
hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause insiden plak meningkat
lebih besar, karena pengaruh hormon estrogen.
c. Riwayat Keluarga
3. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard, disebabkan tiga faktor :
a. Pembuluh darah
Berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-
sel jantung. Beberapa hal yang mempengaruhi kepatenan pembuluh darah yaitu:
athelerosclerosis, spasme, arteritis.
b. Spasme pembuluh darah
Dipengaruhi pengkonsumsian obat-obatan tertentu, stress emosional atau nyeri,
terpapar suhu dingin yang ekstrim, dan merokok.
c. Sirkulasi
Berkaitan dengan faktor pemompaan dan volume darah yang dipompakan,
stenosis atau insufisiensi yang terjadi pada beberapa bagian katup jantung
menyebabkan suplasi oksigen tidak adekuat.
d. Darah
Jika daya angkut darah berkurang, maka suplai oksigen tetap tidak cukup
walaupun pembuluh darah dan pemompaan jantung bagus.
e. Meningkatnya kebutuhan oksigen
Pada orang yang mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi
(meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan COP saat meningkatnya
kebutuhan oksigen) dapat memicu terjadinya infark, karena kebutuhan oksigen
meningkat sedangkan suplai oksigen tidak bertambah. Hipertrofi miokard dapat
memicu terjadinya infark, karena pemompaan jantung tidak efektif.

b. NSTEMI
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi Koroner. NSTEMI terjadi karena
thrombosis akut atau prosesvasokonstrikai koroner, sehingga terjadi iskemia miokard
dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya
terbatas pada sub endokardium.

Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan
pelepasan penandanekrosis. Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard
yang dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh
thrombusnonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu.
1. Faktor resiko yg tidak dapat diubah :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Riwayat penyakit jantung koroner
d. Hereditas
e. Ras
2. Faktor resiko yg dapat di ubah :
a. Mayor : hyperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes,obesitas, diet tinggi lemak
jenuh, kalori
b. Minor : inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, stress psikologis
berlebihan
3. Faktor penyebab
a. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena
penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak
aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari
plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan penyebab
keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
b. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan
oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium
(angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos
pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner
dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih
kecil.
c. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena
spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis
progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
d. Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh yang berhubungan dengan
infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur
dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan
ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan
ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.
e. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi
pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa penyempitan
arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka
biasanya menderita angina stabil yang kronik. SKA jenis ini antara lain karena:
1) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan
tirotoksikosis
2) Berkurangnya aliran darah koroner
3) Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak
terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari
satu penyebab dan saling terkait.

3. Anatomi Fisiologi Jantung


Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan
jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot
serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita
(dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Bentuk jantung menyerupai jantung pisang,
bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Di sebelah
bawah agak runcing yang disebut apeks kordis. Letak jantung di dalam rongga dada
sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan
rongga dada, di atas diafragma, dan pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta
V dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan
jantung yang disebut iktus kordis. Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman tangan
kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. Di antara dua lapisan jantung ini terdapat
lender sebagai pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara pericardium pleura tidak
menimbulkan gangguan terhadap jantung (Syaifuddin, 2013).

Jantung terdiri dari jaringan yang memiliki fungsi kontraksi. Dan hampir separuh dari
seluruh berat jantung, terdiri dari otot bergaris. Jika ia berkontraksi dan berelaksasi,
maka timbul perubahan-perubahan tekanan di dalam jantung dan pembuluh darah,
yang menyebabkan pengaliran darah di seluruh jaringan tubuh. Otot jantung,
merupakan jaringan sel-sel yang bersifat “Kontraktif” (pegas) dan terdapat di dalam
atrium maupun ventrikel, serta memiliki kemampuan meneruskan rangsang listrik
jantung secara mudah dan cepat di seluruh bagian otot-otot jantung. Tiap sel otot
jantung di pisahkan satu sama lain oleh “intercalated discs” dan cabang-cabangnya
membentuk suatu anyaman di dalam jantung. “intercalated discs” inilah yang dapat
mempercepat hantaran rangsang listrik potensial di antara serabut-serabut sel otot-otot
jantung. Proses demikian itu terjadi karena “intercalated discs” memiliki tahanan aliran
listrik potensial yang lebih rendah dibandingkan bagian otot jantung lainnya. Dan
keadaan inilah yang mempermudah timbulnya mekanisme “Excitation” di semua
bagian jantung. Otot bergaris jantung tersusun sedemikian rupa, sehingga membentuk
ruang-ruang jantung dan menjadikan jantung sebagai “a globular muscular organ”.
Jaringan serabut elastisnya membentuk suatu lingkaran yang mengelilingi katup-katup
jantung. Otot-otot atrium umumnya tipis dan terdiri dari dua lapisan yang berasal dari
sudut sebelah kanan jantung, sedangkan otot ventrikelnya lebih tebal dan terdiri dari
tiga lapisan yaitu lapisan superficial, lapisan tengah dan laipsan dalam. Ventrikel kiri
memiliki dinding 2-3 kali lebih tebal daripada dinding ventrikel kanan dan
mendominasi bangunan dasar otot jantung dalam membentuk ruang-ruangnya. Ketiga
lapisan otot jantung tersebut berkesinambungan satu dengan lainnya, dengan lapisan
superficial berlanjut menjadi lapisan tengah dan lapisan dalam. Di dalam ventrikel,
ketiga lapisan otot jantung tersebut mengandung berkas-berkas serabut otot (Masud
Ibnu, 2012)

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot jantung, bentuk dan susunannya
sama dengan otot serat lintang tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar
kesadaran.
a. Bentuk
Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul dan disebut juga basis
cordis.Disebelah bawah agak ruang disebut apexcordis.
b. Letak
Di dalam rongga dada sebelah depan (cavum mediastinum arteriol), sebelah kiri
bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma dan pangkalnya dibelakang
kiri ICS 5 dan ICS 6 dua jari dibawah papilla mammae. Pada tempat itu teraba
adanya pukulan jantung yang disebut Ictus Cordis.
c. Ukuran
Kurang lebih sebesar kepalan tangan dengan berat kira-kira 250-300 gram.
d. Lapisan
1) Endokardium :Lapisan jantung sebelah dalam, yang menutupi katupjantung.
2) Miokardium :Lapisan inti dari jantung yang berisi otot untuk berkontraksi.
3) Perikardium :Lapisan bagian luar yang berdekatan dengan pericardium
viseralis.
Jantung sebagai pompa karena fungsi jantung adalah untuk memompa darah
sehingga dibagi jadi dua bagian besar, yaitu pompa kiri dan pompa
kanan.Pompa jantung kiri: peredaran darah yang mengalirkan darah ke
seluruh tubuh dimulai dari ventrikel kiri – aorta – arteri - arteriola-kapiler –
venula - vena cava superior dan inferior - atriumkanan.

4. Patofisiologi
a. STEMI
STEMI terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba setelah oklusi
trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami atherosclerosis. STEMI
terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang secara cepat pada tempat
terjadinya kerusakan vaskuler. Faktor penyebab kerusakan ini, seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid. STEMI terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic
mengalami ruptur dan terbentuklah trombus, sehingga terjadi oklusi pada arteri koroner
arteri koroner sering kali mengalami thrombus yang terdiri dari agregat platelet, dan
benang-benang fibrin. Pada sebagian kecil kasusnya, penyebab lain dari STEMI yaitu
karena emboli arteri koroner, abnormalitas congenital, spasme coroner, dan berbagai
penyakit sistemik, terutama inflasmasi Zainal, (2013).

b. NSTEMI
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI dapat
terjadi karena trombosis akut atau proses vasokontriksi koroner. Trombosis akut pada
arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tidak stabil. Plak yang tidak
stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah,
fibrous cap yang tipis dan konsentrasifaktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang
cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak
tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai selmakrofag dan limfosit
T yang menunjukkan adanya proses inflamasi.Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin
proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 merangsang pengeluaran
hsCRP di hati.(Sudoyono Aru W, 2009).
Pathway
5. Manifestasi Klinis
a. STEMI
Menurut Kumar (2007) dan Sudoyo (2009) manifestasi klinis STEMI dibagi menjadi
3 hal, yaitu:
1. Nyeri dada yang khas seperti tertusuk, terbakar atau tertimpa benda berat yang
menjalar sampai ke lengan. Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain
perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan
gastrointestinal. Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah).
Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar
seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf
simpatis (takikardi dan atau hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi fentrikular
adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split
paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late
sistlik apical yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan
pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam
minggu pertama pasca STEMI.
2. Gambaran EKG dengan adanya elevasi ST ≥2mm, minimal pada 2 sandapan
prekordial yang berdampingan atau ≥1mm pada 2 sandapan ekstremitas.
Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat
diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu
menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip
utama penatalaksanaan adalah time is muscle. Pemeriksaan EKG 12 sandapan
harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai
STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan
di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan senter dalam menentukan keputusan
terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat
mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi perfusi. JIka
pemeriksan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi pasien tetap
simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10
menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara continue harus dilakukan untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI
inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada
ventrikel kanan.
3. Peningkatan enzim CK-MB dan troponin, yaitu pemeriksaan infrak miokard
terdiri dari tiga pemeriksaan atau yang disebut dengan triple cardiac marker yaitu
CK-MB, Myoglobin, dan Troponin I.

b. NSTEMI
a. Nyeri dada, berlangsung minimal 30 menit sedangkan serangan angina kurang
dari itu.Selain itu pada angina,nyeri akan hilang dengan beristirahat namun lain
halnya dengan NSTEMI.
b. Sesak Nafas, disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi.
Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya
disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
c. Gejala gastrointestinal, peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan
muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior,dan stimulasi diafragma
pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
d. Gejala lain termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel,
gelisah.

6. KOMPLIKASI
a. STEMI
Kumar (2007) menyatakan bahwa jika STEMI tidak diatasi dengan segera, maka
STEMI dapat menimbulkan kerusakan yang lebih parah lagi pada jantung, antara lain:
1. Disfungsi ventrikel
Setelah stemi, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, ketebalan, baik
pada segmen yang infark maupun non infark
2. Pump failure
Tanda klinis yang sering dijumpai yaitu ronki basah di paru dan bunyi jantung S3
dan S4 gallop
3. Aritmia
Infark meliputi ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbang
elektrolit, iskemia dan konduksi yang lambat pada zona iskemik
4. Gagal jantung kongestif
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan kongesti Vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
menimbulkan kongesti Vena sistemik
5. Syok kardiogenik
Akibat disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif
6. Edema paru akut
Timbunan cairan abnormal di dalam rongga interstisial dan alveoli. akibatnya paru
menjadi kaku, tidak dapat mengembang, dan udara tidak dapat masuk, sehingga
hipoksia berat
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik otot-otot papilaris akan mengganggu fungsi katup mitralis,
sehingga terjadi versi daun katup selama sistolik
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis sistem intravaskuler dapat menyebabkan ruptur dinding septum sehingga
terjadi defek septum ventrikel
9. Ruptur jantung
Terjadi saat pembuangan nekrotik sebelum pembentukan jaringan parut, dinding
nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi perdarahan masif. Kantong perikardium
penuh terisi darah dan menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung
b. NSTEMI
Beberapa komplikasi yang terjadi akibat gagal jantung:
a. Syokkardiogenik
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan
berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada
syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya
40 % atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di seluruh
ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan supply oksigen
miokardium.
b. Edema paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam
tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari
batas negative menjadi batas positif.Penyebab kelainan paru yang paling umum
adalah:
1) Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan
tekanan kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli.
2) Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti
pneumonia atau terhirupnya bahan - bahan yang berbahaya seperti gas klorin
atau gas sulfur dioksida. Masing-masing menyebabkan kebocoran protein
plasma dan cairan secara cepat keluar dari kapiler.

7. PENATALAKSANAAN
a. STEMI
Menurut Yasmin, (2010) penatalaksanaan keperawatan untuk penyakit jantung dapat
ditinjau dari aktivitas, diet, dan bowel pasien yaitu :
1. Aktivitas
Pasien dengan STEMI harus istirahat di tempat tidur 12 jam pertama, jika tidak
terjadi komplikasi, maka pasien harus didukung untuk melanjutkan postur tegak
dengan menggantungkan salah satu kaki di sisi tempat tidur dan duduk di kursi
dalam 24 jam pertama.
2. Diet.
Hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun 4-12 jam pertama. Asupan
nutrisi harus mengandung kolesterol kurang lebih 300 mg/dl.
3. Tatalaksana
a. Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang
merupakan kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke
ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien
dengan STEMI.

b. Tatalaksana Umum
 Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.
 Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau
pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan
NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk mngendalikan
hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien
dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai
menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada
pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam
24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
 Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri
dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan
meningkatkan beban jantung.
 Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai
dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian
morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis,
sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan
tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai
pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%.
Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan
bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark
posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5
mgIV.
 Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2
dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang
emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
 Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta
IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasadiberikan adalah
metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat
frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval
PR <0,24 detik dan ronchi tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima
belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral
dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis
50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
 Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan
pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia
ventricular yang maligna.
 Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau
medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat
dicapai dalam 30 menit atau door-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai
dalam 90 menit. Tujuan manajemen medis dicapai dengan reperfusi
melalui penggunaan obat trombolitik atau PTCA (percutaneous
transluminal coronary angioplasty). PTCA dapat dikenal juga sebagai PCI
(percutaneous cardiac intervention). PCI (Percutaneous Cardiac
Intervention) primer: metode reperfusi yang direkomendasikan untuk
dilakukan dengan cara yang tepat waktu oleh tenaga ahli berpengalaman.
Dilakukan pada klien dengan STEMI dan gejala iskemik pada waktu
kurang dari 12 jam. PCI dilakukan untuk membuka hambatan pada arteri
koroner dan menunjang reperfusi pada area yang kekurangan oksigen.
Biasanya dilakukan dengan menggunakan balon/ stent/ ring.

b. NSTEMI
a. Istirahat
b. Diet jantung, makanan lunak, rendah garam.
c. Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensijantung. Hasil yang diharapkanpeningkatan curah jantung, penurunan
tekananvena dan volumedarah dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema.
Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau terhadap hilangnya dispnea,
ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema perifer. Apabila terjadi keracunan
ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah namun itu gejala awal selanjutnya
akan terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini
(denyut normal dan premature saling berganti ), dan takikardia atria proksimal.
d. Pemberian Diuretic, yaitu untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.
Bila sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak mengganggu
istirahat pasien pada malam hari, intake dan output pasien harus dicatat mungkin
pasien dapat mengalami kehilangan cairan setelah pemberian diuretic, pasien
juga harus menimbang badannya setiap hari turgor kulit untuk menghindari
terjadinya tanda-tanda dehidrasi.
e. Morfin,diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati
depresipernapasan.
f. Pemberian oksigen
g. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan
pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung untuk mengurangi
impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.
BAB III
Tinjauan Askep

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Asuhan Keperawatan adalah merupakan suatu tindakan kegiatan atau proses dalam
praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien (pasien) untuk
memenuhi kebutuhan objektif klien, sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang
dihadapinya, dan asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan kaidah - kaidah ilmu
keperawatan.
Pengertian Asuhan Keperawatan adalah merupakan proses atau rangkaian
kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien
di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah - kaidah
keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
bersifat humanistic, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi
masalah yang dihadapi klien.

A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas meliputi identitas pasien dan identitas penanggung jawab. Identitas
biasanya terdiri dari nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomer RM, umur, status
2. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien STEMI pasien mengeluh nyeri dada dan sesak napas
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian penyakit saat ini yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara
PQRST yang meliputi :
a. Provoking Incident : Nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
b. Quality of Paint : Seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Sifat nyeri dapat seperti tertekan, diperas atau diremas.
c. Region Radiation, Relief : Lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri diatas
perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas hingga area dada. Dapat terjadi
nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan
d. Severity (Scale)of Paint Klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4
atau 0-10 (visual analogue scale – VAS) dan klien akan menilai berapa
berat nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri
berkisar antara 3-4 (skala 0-4) atau 7-9 (skala 0-10).
e. Time : Sifat mulai timbulnya (onset). Biasanya gejala nyeri timbul mendadak
Lama timbulnya (durasi) nyeri dada umumnya dikeluhkan lebih dari 15
menit. Nyeri oleh infark miokard dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri
biasanya dirasakan lebih berat dan berlangsung lebih lama.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Mengkaji adanya riwayat penyait dahulu, pola hidup pasien seperti kebiasaan
mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung soda, merokok, nikotin,
kafein, riwayat pemakaian obat, dan alergi obat, adanya riwayat hipertensi,
hiperdelimia, stress psikologik dan diabetes melitus
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada/tidaknya penyakit yang sama yang dialami keluarga dan pola hidup
keluarga pasien.
6. Pengkajian Primer
A. Airway
Pada pengkajian ini hal yang perlu diketahui adalah apakah jalan nafas klien
lancar atau tidak, namun pada kasus STEMI dan NSTEMI tidak ada keluhan
mengenai gangguan jalan nafas.
B. Breathing
Sesak Nafas, disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi.
Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya
disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
C. Circulation
Pada pengkajian ini hal yang perlu diketahui adalah tekanan darah yang
menunjukkan hipertensi, adanya edema di ekstremitas, CRT yang lebih dari 3
detik sebagai bentuk penurunan curah jantung, akral yang dingin.
D. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale
(GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan
kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja.
Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium :
keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak
sadar terhadap orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan
kesadaran yang menyerupai koma, reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan
rangsang nyeri. Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak
dapat dibangunkan dengan rangsang apapun.
E. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.
7. Pengkajian Sekunder persistem
a. Sistem pernafasan (B1)
Pada sistem ini pengkajian pada klien biasa didapati Pernafasan cepat, sesak,
menggunakan otot otot tambahan, pernafasan cuping hidung, RR lebih dari 26
kali/mt, ada suara tambahan seperti ronchi basah, saturasi O2 menurun.
b. Sistem kardiovaskular (B2)
Pada sistem ini hal yang perlu dikaji ialah kerja jantung dalam bentuk TD yang
meningkat, akral hangat atau dingin, CRT yang lebih dari 3 detik, suara jantung.
c. Sistem persyarafan (B3)
Pada sistem ini pengkajian pada klien adalah bagaimana tingkat kesadaran dari
klien, apakah sadar sepenuhnya atau kesadaran menurun. Jika terjadi komplikasi
akan mengakibatkan syok kardiogenik, sehingga dapat membuat kesadaran
pasien menurun..
d. Sistem perkemihan (B4)
Pada sistem perkemihan yang perlu dikaji adalah sistem urinaria seperti urin
output per jam (o,5-1ml/kg BB), warna urin dan bau.
e. Sistem percernaan (B5)
Pada sistem pencernaan hal yang perlu dikaji ialah gerak peristaltik usus, feses,
frekuensi BAB per hari, konsistensi dan keluhan pencernaan pasien.(Jika pasien
mengalami masalah gangguan nutrisi)
f. Sistem Muskoloskeletal (B6)
Hal yang perlu dikaji dari muskoloskeletal ialah bagaimana tingkat ROM pasien
dalam beraktivitas atau gerak. Kekuatan untuk menahan dorongan ataupun
melawan gravitasi.
4. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS: Jaringan miokard iskemik Nyer Akut
- Klien mengatakan nyeri pada dada
menjalar ke punggung dan pundak
- Klien mengatakan nyeri saat Metabolisme anaerob
aktivitas
- Klien mengatakan nyeri seperti di
tusuk dan diremas Peningkatan asam laktat
DO :
- Klien merintih
- Klien mengusap daerah nyeri NYERI
- Klien gelisah
- Posisi klien tidak nyaman
- Klien mengatakan skala nyeri 6
2 DS : Jaringan miokard iskemik Penurunan Curah
- Klien mengeluh sesak nafas Jantung
- Klien mengeluh pusing
DO : Gangguan kontraktilitas
- Bunyi nafas mengi ventrikal
- Klien mengalami udem ringan
derajat 1
Penurunan volume sekecup

Penurunan Cardiac output


PENURUNAN CURAH
JANTUNG
3 DS: Penerimaan volume
sekencup
DO:

Penurunan cardiac output

Penurunan suplai darah


sistemik

GANGGUAN PERFUSI
JARINGAN
4 DS: Penunuran suplai darah
sistemik
DO:

Proses metabolik inadekuat

Penurunan pembentukan
ATP

Kelemahan
INTOLERANSI
AKTIVITAS
5 DS:

DO:

1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses keperawatan yang mana
didukung oleh penyebab serta tanda-tanda dan gejalanya.Intervensi Keperawatan
Merupakan tahap ketiga proses keperawatan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan klien berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu prioritas masalah,
menetapkan tujuan, menetapkan kriteria hasil, mengidentifikasi tindakan keperawatan
yang tetap untuk mencapai tujuan.

Menurut (NANDA NIC NOC 2015)


1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri
koroner
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan/ penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
3. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan
utama paru, perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasis, kolaps jalan napas/
alveolar edem paru/ efusi, sekresi berlebihan/ perdarahan aktif)
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan infark miokard
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan miokard infark
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan
2. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan tahap ketiga proses keperawatan yang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan klien berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu prioritas
masalah, menetapkan tujuan, menetapkan kriteria hasil, mengidentifikasi tindakan
keperawatan yang tetap untuk mencapai tujuan.
a. Intervensi Keperawatan STEMI

Dx Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1 Setelah dilakukan1. Kaji nyeri secara1. Menentukan tindakan
tindakan keperawatan komprehensif ( yang tepat
selama 2 x 24 jam, Lokasi,Karakteristik,Kual
diharapkan nyeri pada itas,dan Derajat nyeri)
pasien dapat berkurang2. Anjurkan klien untuk
dengan Kriteria Hasil : istirahat di tempat tidur 122. Menjadi data pendukung
1. Mampu Mengontrol jam pertama, jika tidak penentuan Dx
nyeri terjadi komplikasi,3. Mengurangi rasa nyeri
2. Melaporkan nyeri anjurkan untuk istirahat dengan cara
berkurang dengan postur tegak dan meningkatkan rasa
3. Mampu mengenali satu kaki menggantung nyaman
nyeri 3. Ajarkan teknik nafas4. Mempercepat
(skala,intensitas,frekue dalam kesembuhan
nsi,dan tanda nyeri) 5. Meningkatkan ekspansi
4. Menyatakansecara 4. Anjurkan pasien bedrest paru,memaksimalkan
nyaman bahwa nyeri total ventilasi
berkurang 5. Anjurkan pasien posisi6. Menurunkan resiko
fowler atau semi fowler alergi obat
6. Kolaborasikan dengan7. Mengetahui keadaan
dokteruntuk pemberian umum
analgetik 8. Mengurangi nyeri
bila diperlukan
9. Menentukan tindakan
7. Berikan morfin saat nyeri selanjutnya
mulai terasa

2 Setelah dilakukan1. Monitor adanya daerah1. Untuk mengetahui akral


tindakan keperawatan yang peka terhadap panas, pada pasien
diharapkan masalah dingin, tajam, tumpul
gangguan perfusi2. Monitor gambar EKG
jaringan dengan
kriteria hasil: 3. Bantu pasien untuk2. Untuk mengetahui tanda
a. Tanda Vital dalam ambulasi tanda alkalosis metabolik
rentang normal 4. Kolaborasi pemeriksaan3. Untuk mengurangi
- TD : 110 – 130 /70 – 90 laboratorium (gas darah, resiko dekubitus
mmHg BUN, kretinin, elektrolit) 4. Penting sebagai indikator
- HR:80 – 100 X/menit 5. Kolaborasi dalam perfusi/fungsi organ.
- RR : 20 – 24 X/menit pemberian terapi obat
b. Tidak ada tanda- tanda aspirin 5. Untuk mempercepat
peningkatan tekanan penyembuhan
intrakranial (tidak
lebih dari 15 mmHg)
3 Setelah dilakukan1. Auskultasi suara nafas,1. Menunjukan adanya
tindakan keperawatan catat adanya krekels bendungna pulmonal/
diharapkan masalah penumpukan secret
pertukaran gas teratasi2. Pantau BGA, nadi2. Untuk mengetahui
dengan kriteria hasil: Oksimetri hipoksemia dan dapat
a. BGA dalam rentang menjadi berat selama
normal oedem paru
- pH : 7,38-7,42 3. Atur posisi semiflower 3. Untuk memberikan
- HCO3: 22-28 kesempatan paru
- PO2: 75 -100 mm Hg mengembang secara
- PCO2: 38-42 mm Hg 4. Bantu pasien untuk maksimal
- SaO2: 94-100% melakukan teknik nafas4. Memberikan rasa rileks/
b. RR dalam rentang dalam nyaman
normal (16-24x/menit)5. Kolaborasi dengan dokter
c. Kebutuhan oksigen untuk pemberian terapi
adekuat dibuktikan Oksigen 5. Untuk proses
dengan pasien tidak penyembuhan
mengeluh sesak nafas
4 Setelah dilakukan1. Monitor TTV 1. Mengetahui keadaan
tindakan keperawatan umum pasien
selama 2 x 24 jam, 2. Menilai cardiac output
diharapkan penurunan2. Catat adanya tanda dan
curah jantung dapat gejala penurunan cardiac
teratasi dengan Kriteria output 3. Mengetahui haluaran
Hasil : 3. Monitor balance cairan urine
1. TTV dalam rentang4. Kaji ulang EKG 4. Menunjukkan perbaikan/
normal kemnajuan infark fungsi
TD : 110 – 130 /70 – 90 ventrikel terutama pada
mmHg gambar ST menunjukkan
N : 80 – 100 X/menit kestabilan.
RR : 20 – 24 5. Mengetahui adanya
X/menit kongesti paru karena
2. Tidak ada disaritmia 5. Auskultasi bunyi nafas penurunan fungsi
3. Penurunan dispnea miokard
4. Tidak ada penurunan
kesadaran
5. Haluaran urine adekuat
6. Tidak ada edema
paru,perifer,dan ascites
7. AGD dalam batas
normal
5 Setelah dilakukan1. Observasi pola nafas klien1. Mengidentifikasi
tindakan keperawatan kepatenan jalan nafas
selama 1 x 24 jam, dan keperluan tambahan
diharapkan pola nafas oksigen
kembali efektif,dengan2. Auskultasi suara nafas2. Mengidentifikasi adanya
Kriteria Hasil : tambahan(Ronchi kelainan di paru
1. Sesak nafas berkurang ,wheezing)
2. Penggunaan ventilator3. Atur posisi untuk3. Meningkatkan ekspansi
O2 berkurang memaksimalkan ventilasi paru dan
3. Frekuensi RR = 20 – (fowler atau semi fowler) memaksimalkan
24 X/menit 4. Ajarkan teknik nafas ventilasi
4. Menunjukakan jalan dalam 4. Meningkatkan rasa
nafas yang paten 5. Ukur RR dan SpO2 nyaman
5. Mengidentifikasi
keperluan tambahan O2
6. Kolaborasi pemberian O2 6. Pemberian 02 adekuat
7. Kolaborasi pemberian7. Menjaga kepatenan jalan
bronkodilator nafas.

6 Setelah dilakukan1. Observasi adanya1. Mengurangi pasien


tindakan keperawatan pembatasan klien dalam kelelahan
selama 3 x 24 jam, melakukan aktivitas
diharapkan ada2. Kaji adanya factor yang
peningkatan aktivitas menyebabkan kelelahan 2. Menurunkan resiko
pada pasien,dengan3. Monitor nutrisi dan kelelahan
Kriteria Hasil : sumber energy yang
8. Keseimbangan antara adekuat 3. Nutrisi yang adekuat
aktivitas dan istirahat mengurangi kelehan saat
aktivitas
9. TTV dalam rentang4. Bantu klien4. Aktivitas yang tidak
normal mengidentifikasi aktivitas sesuai kemmpuan akan
TD : 110 – 130 /70 – 90 yang mampu dilakukan menyebabkan resiko
mmHg komplikasi
N : 80 – 100 X/menit
RR : 20 – 24 X/menit

3. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan yang telah disusun dan disesuaikan dengan kondisi
klien. Pelaksanaan pada klien dengan NSTEMI antara lain meningkatkan cardiac
output, memandirikan klien untuk melakukan aktivitas, mengotrol keseimbangan
cairan, mencegah terjadinya gangguan pertukaran gas, mencegah terjadinya kerusakan
integritas kulit, memberikan informasi tentang kondisi dan program pengobatan.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah proses membandingkan efek atau hasil suatu tindakan
keperawatan dengan normal atau kriteria tujuan yang sudah dibuat merupakan tahap
akhir dari proses keperawatan evaluasi terdiri dari :
1. Evaluasi Formatif:Hasil observasi dan analisa perawatterhadap respon segera
pada saat dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif:Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan
perkembangan.Sedangkan evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien
dengan NSTEMI yaitu :
a) Tidak terjadi penurunan cardiac output
b) Mampu melakukan aktifitas secara mandiri
c) Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan,
d) Tidak terjadi gangguan pertukaran gas,
e) Memahami tentang kondisi dan program pengobatan.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

STEMI terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi
trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-
faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Tanda gejala dai STEMI ini
adalah nyeri dada yang khas seperti tertuuk atau tertimpa benda berat yang menjalar
sampai ke lengan.Dan jika STEM ini tidak diatasi maka akan mengakibatkan
komplikasi antara lain Disfungsi ventrikel, Pup failure, Aitmi, ga Jatung kongetif,Syok
kardigenik,Edema paru akut, Disfungsi otot papilaris, defek septum ventrikel, Ruptur
jatung.
Non ST Elevasi Infark Miokard merupakan adanya ketidakseimbangan permintaan dan
suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan oleh arteri koroner akan
menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan
menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan (Sylvia, 2009).
Daftar Pustaka

Guyton, Arthur C. 2007 . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta; EGC

Alwi I., 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST, dalam: Buku Ajar Ilmu
Pengetahuan Penyakit Dalam Jilid II. Sudoyo A. W, Setryohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing pp. 1741- 1754g

Kumar, A., Cannon, C.P. 2009. Acute Coronary Syndrome:Diagnosis and


Management,Part I. Mayo Clin Proc;84(10)917-938

Pagana, K. D., 2015. Diagnostic and Laboratory Test Reference. 12 ed. United States
of America: Elsevier.

Pusponegoro, D Aryono. 2010. Buku Panduan Basic Trauma and Cardiac Life
Support, Jakarta : Diklat Ambulance AGD 118

Morton G.P. 2012, Keperawatan Kritis, Edisi 2, Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2013. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC; 2012

Kumar, Vinay, Cotran, et al. 2007. Buku Ajar Patologi Anatomi Edisi 7 Vol. 2.
Jakarta : EGC
Syaifuddin, H. 2013. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk
Keperawatan & Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.

Kumar, V., Cotran, R.S., dan Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7; ali
Bahasa, Brahm U, Pendt ;editor Bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto, Nurwany
Darmaniah, Nanda Wulandari.-ed.7-Jakarta: EGC

Potter, P. A and Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 1. Penerjemah Yasmin Asih, dkk. Jakarta :
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai