Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

N (47 TAHUN)
DENGAN DIAGNOSA MEDIS CORONARY ARTERY DISEASE ST
ELEVASI MIOKARDIAL INFARK (CAD STEMI) DI RUANG RAWAT
INAP ICCU RSUD AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT

Dosen Pengampu: Santy Sanusi, S.Kep.,Ners., M.Kep

Disusun Oleh:
Aini Rachmawati (402021048)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha


Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-
Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Kasus gawat
darurat dan kritis dengan Diagnosa Coronary Artery Disease ST Elevasi Miokardial
Infark (CAD STEMI) Di Ruangan ICCU RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar makalah ini dapat
diperbaiki sebagaimana mestinya.

Akhir kata saya berharap semoga makalah mengenai laporan kasus dengan
Diagnosa Coronary Artery Disease ST Elevasi Miokardial Infark (CAD STEMI) Di
Ruangan ICCU RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat. Ini berguna dan dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandung, Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang.................................................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2


BAB II TINJAUAN TEORITIS .......................................................................... 3

A. Coronary Artery Desease ST Elevasi Miokardial Infark (CAD STEMI) .......... 3

B. Percutaneous Coronary Intervention (PCI) ...................................................... 14

C. Konsep Asuhan Keperawatan .......................................................................... 17

BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN ...................................... 27

A. Tinjauan Kasus ................................................................................................. 27


B. Pembahasan ...................................................................................................... 63
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 66

A. Kesimpulan....................................................................................................... 66

B. Saran ................................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) merupakan salah satu masalah


kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. STEMI
mempunyai gejala khas yang berkaitan erat dengan hasil EKG yaitu elevasi
segmen ST yang persisten. Data menunjukkan bahwa mortalitas akibat STEMI
sering terjadi dalam 24-48 jam pasca onset dan 30 hari setelah serangan adalah
30% (Brunner & Suddarth, 2013). Berdasarkan data WHO 2015 menunjukkan
bahwa 45% kematian disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah yaitu
17,7 dari 39,5 juta kematian (Riskesdas, 2019). Sedangkan menurut Jakarta Acute
Syndrome (JAC) Registry pada tahun 2015 jumlah pasien STEMI di Jakarta
mencapai 1.024 orang (Dharma et al., 2016). STEMI merupakan penyakit
kardiovaskuler penyebab kecacatan dan kematian terbesar seluruh dunia. STEMI
menyebabkan kematian 6%-14% dari jumlah total kematian pasien yang
disebabkan oleh SKA (Danchin et al., 2016)

STEMI disebabkan oleh adanya aterosklerosis pada arteri koroner atau


penyebab lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen miokardium (Andrayani, 2016). Pada kondisi awal
akan terjadi iskemia miokardium, namun bila tidak dilakukan tindakan reperfusi
segera maka akan menimbulkan nekrosis miokard yang bersifat irreversible.
Komplikasi yang biasa terjadi pada penderita STEMI yaitu adanya remodelling
ventrikel yang pada akhirnya akan mengakibatkan shock kardiogenik, gagal
jantung kongestif, serta disritmia ventrikel yang bersifat lethal aritmia (Carrick et
al., 2016).

Diagnosis awal yang cepat dan penanganan yang tepat setelah pasien tiba di
ruang IGD dapat mencegah kerusakan miokardial yang besar serta mengurangi
komplikasi yang dapat terjadi pada pasien sehingga menurunkan risiko kematian.
Pencegahan keterlambatan dalam penanganan STEMI sangat penting di fase awal

1
2

yaitu saat pasien mengalami nyeri dada yang hebat. Defibrillator harus tersedia,
pemberian terapi pada tahap awal terutama terapi reperfusi (Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian Ermiati, Rampengan, & Joseph (2017)


menjelaskan bahwa angka keberhasilan terapi reperfusi relative tinggi dan sukses
yaitu mencapai 100% untuk terapi primary PCI dan fibrinolitik yang diberikan
tepat waktu yaitu kurang dari 30 menit untuk fibrinolitik dan kurang dari 90 menit
untuk primary PCI. Terapi awal seperti suplementasi O2, aspirin, klopidogrel,
nitrat dan morfin untuk mengurangi nyeri dapat diberikan kepada pasien STEMI
jika tidak ada kontraindikasi (Fitriadi & Putra, 2018). Selain itu hasil penelitian
Ashar (2017) menjelaskan bahwa terapi music dapat menurunkan tingkat nyeri
pada pasien STEMI sehingga disarankan bagi perawat untuk menjadikan terapi
music dapat menjadi salah satu terapi mandiri bagi perawat untuk mengatasi
respon nyeri STEMI.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Melakukan asuhan keperawatan pada Ny.N dengan kasus Coronary
Artery Disease ST Elevasi Miokardial Infark (CAD STEMI) di ruang ICCU
RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian pada pasien Ny. N dengan kasus CAD STEMI
diruang ICCU RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat
b. Melakukan analisis perumusan diagnosis keperawatan pasien Ny.N dengan
kasus CAD STEMI di ruang ICCU RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat
c. Membuat perencanaan keperawatan pasien Ny.N dengan kasus CAD
STEMI di ruang ICCU RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat
d. Melakukan implementasi keperawatan pasien Ny.N dengan kasus CAD
STEMI di ruang ICCU RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat
e. Melakukan evaluasi keperawatan pasien Ny.N dengan kasus CAD STEMI
di ruang ICCU RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Coronary Artery Desease ST Elevasi Miokardial Infark (CAD STEMI)


1. Definisi Coronary Artery Desease ST Elevasi Miokardial Infark (CAD
STEMI)
Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu gangguan fungsi jantung
yang disebabkan karena otot miokard kekurangan suplai darah akibat adanya
penyempitan arteri koroner dan tersumbatnya pembuluh darah jantung. Kondisi ini
dapat mengakibatkan perubahan pada berbagai aspek, baik fisik, psikologis,
maupun sosial yang berakibat pada penurunan kapasitas fungsional jantung dan
kenyaman (Mutarobin, 2019).
ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) merupakan oklusi (hambatan) total
dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh
ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG
(Black &Hawks, 2014).
STEMI merupakan bagian dari Sindrom Koroner Akut (SKA) yang pada
umumnya diakibatkan oleh rupturnya (robek) plak aterosklerosis yang
mengakibatkanoklusi total pada arteri koroner dan disertai dengan tanda dan gejala
klinis iskemia miokard seperti munculnya nyeri dada, adanya J point yang
persistent, adanya elevasi segmen ST serta meningkatnya biomarker kematian sel
miokardium yaitu troponin (Wahyunadi, Sargowo, & Suharsono, 2017).

Gambar 1. Gambaran EKG CAD STEMI

3
4

2. Etiologi

Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya


rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat
beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara lain
aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional dan penyakit dalam lainnya.
Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko
yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah menurut (Smeltzer,
Bare, Hankle, & Cheever, 2013) yakni:

a. Faktor yang tidak dapat diubah

1) Usia

Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang


progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi
mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia
menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60
tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat.
2) Jenis kelamin

Infark miokard jarang ditemukan pada wanita pre- menopause kecuali


jika terdapat diabetes, hiperlipidemia dan hipertensi berat. Setelah
menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis
meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini
diperkirakan merupakan pengaruh dari hormone estrogen.
3) Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner


(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun)
meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.
5

b. Faktor risiko yang dapat diubah:

1) Hiperlipidemia

Hiperlipidemia merupakan tingginya kolesterol dengan kejadian


penyakit arteri koroner memiliki hubungan yang erat. Lemak yang tidak
larut dalam air terikat dengan lipoprotein yang larut dengan air yang
memungkinkannya dapat diangkut dalam sistem peredaran darah. Tiga
komponen metabolisme lemak, kolesterol total, lipoprotein densitas renah
(low density lipoprotein) dan lipoprotein densitas tinggi (high density
lipoprotein). Peningkatan kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL)
dihubungkan dengan meningkatnya risiko koronaria dan mempercepat
proses arterosklerosis. Sedangkan kadar kolesterol High DensityLipoprotein
(HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit
arteri koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati, mengalami
biodegradasi dan kemudian diekskresi.
2) Hipertensi

Hipertensi juga merupakan faktor risiko yang menyebabkan penyakit


arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat meningkatkan gradien
tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat memompa darah.
Tekanan darah yang tinggi terus menerus dapat mengakibatkan suplai
kebutuhan oksigen di jantung meningkat.
3) Merokok

Merokok dapat membuat penyakit koroner semakin memburuk di


akibatkan karena karbondioksida yang terkandung dalam asap rokok akan
lebih mudah mengikat hemoglobin daripada oksigen, sehingga oksigen yang
dikirim ke jantung menjadi berkurang. Nikotin pada tembakau dapat
memicu pelepasan katekolamin yang mengakibatkan konstriksi pada arteri
dan membuat aliran darah serta oksigen ke jaringan menjadi terganggu.
Merokok dapat meningkatkan adhesi trombosit yang akan dapat
mengakibatkan kemungkinan peningkatan pembentukan thrombus
(gumpalan darah yang mengakibatkan penyumbatan).
6

4) Diabetes mellitus
Penyakit DM dapat menginduksi hiperkolesterolemia serta
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Penderita diabetes lebih berisiko
menderita infark miokard dari pada yang tidak menderita diabetes. Penderita
diabetes mellitus mempunyai prevalensi yang lebih tinggi mengalami
aterosklerosis, karena hiperglikemia dapat mengakibatkan peningkatan
agregasi trombosit yang dapat membentuk thrombus.
5) Stres psikologik
Stres dapat mengakibatkan peningkatan katekolamin yang bersifat
aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

3. Patofisiologi

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara


mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya pembuluh darah kolateral sepanjang
waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vascular dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid (Ginanjar & Sjaaf, 2019). Pada sebagian besar
kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur/celah, ruptur atau
ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis dan akumulasi
lipid atau lemak. Sehingga terjadi trombus mular pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner
cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrosis cup yang tipis dan kaya inti.
Pada STEMI gambaran patologi klasik terdiri dari fibrin rich red trombus yang
dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terapi trombolitik
(Ginanjar & Sjaaf, 2019).

Kemudian pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP (untuk
kontraksi otot), epinefrin (meningkatkan curah jantung), serotonin (pengantar
sinyal antar jaringan syaraf)) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya akan
7

memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang paten).


Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan formasi reseptor glikoprotein
IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai fungsi tinggi
terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti
faktor von willebrand dan fibrinogen dimana keduanya adalah molekulmultivalent
yang dapat mengikat platelet yang berbeda secara simultan.Menghasilkan ikatan
silang platelet yang agregasi (Ashar, 2017).

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konkersi protrombin
menjadi thrombin yang kemudian mengonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri
dari agregat trombosit dan fibrin. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45
menit akan menyebabkan kerusakan sel irreversible serta nekrosis atau kematian
otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti
berkontraksi secara permanen (Ginanjar & Sjaaf, 2019).

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Ashar, 2017).
8

4. Pathway

5. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala yang dirasakan pada pasien STEMI menurut (Black &
Hawks, 2014):

a. Nyeri dada sentral yang berat terjadi secara mendadak dan terus menerus tidak
mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas, seperti rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas,
dipelintir, tertekan yang berlangsung lebih dari 20 menit, tidak berkurang
dengan pemberian nitrat. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang, lengan, leher
dan punggung. Gejala yang menyertai yaitu berkeringat, pucat, mual, sulit
9

bernapas, cemas dan lemas.

b. Ekstremitas yang teraba dingin, perspirasi, rasa cemas dan gelisah akibat
pelepasan katekolamin

c. Tekanan darah dan denyut nadi pada mulanya meninggi sebagai akibat aktivasi
sistem saraf simpatik. Jika curah jantung berkurang, tekanan darah mungkin
turun.

d. Keletihan dan rasa lemah akibat penurunan perfusi darah ke otot rangka

e. Nausea dan vomitus akibat stimulasi yang bersifat refleks pada pusat muntah
oleh serabut saraf nyeri atau akibat refleks vasovagal

f. Sesak napas dan bunyi krekels yang mencerminkan gagal jantung

g. Suhu tubuh yang rendah selama beberapa hari setelah serangan infark miokard
akut akibat respon inflamasi

h. Distensi vena jugularis yang mencerminkan disfungsi ventrikel kanan dan


kongesti paru

i. Bunyi jantung S3 dan S4 yang mencerminkan disfungsi ventrikel

6. Komplikasi

a. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik pada pasien denga STEMI dapat disebabkan oeh left
ventricle infark luas atau dengan komplikasi mekanik, termasuk pecah papiler
otot, septum ventrikel pecah, bebas dinding pecah denga tamponade dan righ
ventricle infark. Timbulnya syok kardiogenik akibat komplikasi mekanik
setelah STEMI. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 24 jam. Bagi mereka
dengan kegagalan pompa, 15% kasus terjadi saat STEMI sedang berlangsung
dan 85% berkembang selama di rumah sakit (Wahyudi & Gani, 2019).
b. Gagal jantung berat

Perkembangan gagal jantung atau heart failure setelah STEMI


merupakan indikasi untuk melakukan angiografi denga maksud untuk
melanjutkan dengan revaskularisasi jika tidak dilakukan sebelumnya. Left
10

ventricle miokardium mungkin iskemik, tertegun, hibernasi atau injuri yang


tidak dapat diperbaiki serta penilaian kelayakan mungkin diperlukan
tergantung pada waktu revaskularisasi (Wahyudi & Gani, 2019).
c. Infark ventrikel kanan

Infark right ventricle paling sering disebabkan oleh oklusi proksimal


arteri koroner kanan dan berkaitan dengan risiko kematian yang lebih tinggi.
Triase klinis hipotensi, bidang paru- paru yang jelas dan tekanan vena jugularis
yang meningkat (Fitriadi & Putra, 2018).
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penderita STEMI menurut (Smeltzer et al.,
2013) yaitu:
a. Elektrokardiogram (EKG)
EKG memberi informasi mengenai elektrofisiologi jantung. Lokasi dan
ukuran relative infark juga dapat ditentukan dengan EKG. Pemeriksaan EKG
harus dilakukan segera dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di IGD sebagai
landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG
awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan
terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG dengan interval 5-10 menit atau
pemantauan EKG 12 lead secara lanjutan harus dilakukan untuk mendeteksi
potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada
pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark
ventrikel kanan.
b. Angiografi koroner
Angiografi koroner adalah pemeriksaan diagnostik invasif yang
dilakukan untuk mengamati pembuluh darah jantung dengan menggunakan
teknologi pencitraan sinar X. Angiografi koroner memberikan informasi
mengenai keberadaan dan tingkat keparahan PJK.
c. Foto polos dada
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menentukan diagnosis banding,
identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.
11

d. Pemeriksaan Enzim Jantung


1) Creatinine Kinase-MB (CK-MB) meningkatkan setelah 2-4 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 12-20 jam dan kembali normal
dalam 2-3 hari.
2) Creatinine Kinase (CK) meningkat setelah 3-6 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 12-24 jam dan kembali normal 3-5 hari.
3) cTn ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T
masaih dapat di deteksi setelah 5- 14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
8. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1) Nitrogliserin

Nitrogliserin (NTG) seblingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg


dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. NTG selain
untuk mengurangi nyeri dada juga untuk menurunkan kebutuhan oksigen
miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau
pembuluh kolateral. NTG harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah
sistolik < 90 mmHg atau pasien yang mengalami infark ventrikel kanan
(Bosson et al., 2019).
2) Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakananalgesik


pilihan dalam tata laksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan
dosis 2 - 4 mg dapat tingkatkan 2 - 8 mg IV serta dapat di ulang dengan
interval 5 - 15 menit. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian
morfin adalah konstriksi vena dan arteriol melalui penurunan simpatis,
sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan
tekanan arteri (Tussolihah, 2018).
12

3) Aspirin

Aspirin merupakan tata laksana dasar pada pasien yang dicurigai


STEMI. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan dengan
reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan
dosis 162 mg - 325 mg di ruang emergensi dengan daily dosis 75-162 mg
(Tussolihah, 2018).
4) Beta blocker

Beta‐blocker mulai diberikan segera setelah keadaan pasien stabil.


Jika tidak ada kontraindikasi, pasien diberi beta‐ blocker kardioselektif
misalnya metoprolol atau atenolol. Heart rate dan tekanan darah harus terus
rutin di.monitor setelah keluar dari rumah sakit. Kontraindikasi terapi beta‐
blocker adalah: hipotensi dengan tekanan darah sistolik <100 mmHg,
bradikardi <50 denyut/menit, adanya heart block, riwayat penyakit saluran
nafas yang reversible, beta‐blocker harus dititrasi sampai dosis maksimum
yang dapat ditoleransi (Tussolihah, 2018).
5) Terapi reperfusi

Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi


lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang
berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur
infuse (agen fibrinolitik) (Bosson et al., 2019).
b. Non farmakologi

1) Aktivitas

Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal


infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan
STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama.
Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk
untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi
tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini
bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan kapiler
13

paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat
berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan
secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus
sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari (Smeltzer et al., 2013).

2) Istirahat fisik

Bedrest dengan posisi semifowler atau menggunakan cardiac chair


dapat mengurangi nyeri dada dan dispnea. Posisi kepala yang lebih tinggi
sangat bermanfaat bagi pasien karena. (1)Volume tidal dapat diperbaiki
karena tekanan isi abdomen terhadap diafragma berkurang sehinngga
pertukaran gas dapat lebih baik, (2) Drainase lobus atas paru lebih baik serta
(3) Aliran balik vena ke jantung (preload) berkurang sehingga mengurangi
kerja jantung (Gusti, 2019).
3) Diet

Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI,


pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12
jam pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ±
300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori
total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi
rendah natrium (Itsiopoulos et al., 2018)
14

B. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

1. Definisi PCI

Percutaneous Coronary Intervention (PCI) adalah prosedur intervensi non


bedah dengan menggunakan kateter untuk melebarkan atau membuka pembuluh
darah koroner yang menyempit dengan balon atau stent (Kowalak, Welsh, &
Mayer, 2017).

2. Jenis-Jenis PCI
Pembagian PCI berdasarkan onset, sebagai berikut: (Harselia S. , 2018)

a. Primary Percutaneous Coronary Intervention adalah tindakan angiosplasthy


(dengan atau tanpa stent) yang dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan
Onset gejala kurang dari 12 Jam pada lumen koroner yang mengalami
penyumbatan tanpa di dahului pemberian fibronilitik atau obat lain yang dapat
melarutkan bekuan darah.
b. Early Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang dilakukan pada
Akut Coroner Infark dengan Onset gejala lebih dari 12 Jam
c. Rescue Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang dilakukan
pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala kurang dari 12 Jam setelah
mengalami kegagalan terapi Fibrinolitik
d. Percutaneous Coronary Intervention Elektif adalah tindakan yang dilakukan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengurangi gejala dari penyakit
arteri koroner pada penderita yang sudah stabil atau tidak muncul gejala.

3. Indikasi PCI
Indikasi dilakukan tindakan kateterisasi jantung pada pasien menurut
Darliana, (2017) adalah sebagai berikut:
a. Memiliki gejala penyakit arteri koroner meskipun telah mendapat terapi
medis yang adekuat
b. Penentuan prognosis pada pasien dengan penyakit arteri koroner

c. Nyeri dada stabil dengan perubahan iskemik bermakna pada tes latihan

d. Pasien dengan nyeri dada tanpa etiologi yang jelas


15

e. Sindrom koroner tidak stabil (terutama dengan peningkatan Troponin T atau I).
f. Pasca infark miokard gelombang Q pada pasien risiko tinggi (ditentukan
dengan tes latihan atau pemindaian perfusi miokard).
g. Gejala berulang pasca coronary artery bypass Graft (CABG) atau percutaneus
coronary intervention (PCI)

4. Kontraindikasi PCI
Kontraindikasi tindakan PCI antara lain gagal jantung yang tidak terkontrol,
klien pasca serangan stroke kurang dari 1 bulan, infeksi berat disertai demam.
Gangguan keseimbangan elektrolit, perdarahan lambung akut yang disertai
dengan anemia, wanita hamil, gagal ginjal, riwayat perdarahan tidak terkontrol,
dan intoksikasi digitalis (Pintaningrum, 2016).

5. Prosedur Pemasangan PCI

Prosedur PCI juga hanya menggunakan pembiusan/anastesi lokal di kulit.


Akses pembuluh darah bisa di pergelangan tangan ataupun di pangkal paha.
Pembuluh darah yang lazim digunakan adalah arteri femoralis, arteri brachialis,
arteri axilaris, arteri subclavia dan arteri translumbal, sedangkan vena femoralis,
vena brachialis, vena jugularis interna dan vena subclavian.

Setelah dipasang selongsong (sheath) di pembuluh darah kaki atau tangan,


maka kateter akan dimasukan sampai pada pembuluh darah koroner jantung.
Kateter yang digunakan mempunyai diameter lumen yang lebih besar
dibandingkan dengan kateter yang digunakan untuk kateterisasi jantung. Untuk
masuk ke pembuluh darah koroner yang menyempit, harus dipandu dengan
menggunakan guide wire dengan ukuran sangat kecil, yaitu 0,014 inchi (Harselia
S. , 2018). Setelah guide wire ini melewati daerah penyempitan, baru dilakukan
pengembangan (inflasi) balon pada daerah yang menyempit. Setelah pembuluh
darah terbuka, akan dilanjutkan dengan pemasangan stent (gorong- gorong)
dengan tujuan untuk mempertahankan pembuluh darah tersebut tetap terbuka.

Ada 2 jenis stent yang ada di pasaran, yaitu stent tanpa salut obat (bare metal
stent) dan stent dengan salut obat (drug eluting stent). Bare metal stent terbuat dari
16

baja tahan karat (stainless steel) yang didesain untuk dapat menahan kolaps radial
dan memiliki kemampuan mempertahankan diameter yang diinginkan setelah
angioplasti. Meskipun tidak ditemukan stenosis setelah pemasangan BMS dalam
jangka waktu pendek, setelah ditunggu lama diamati terjadinya penyempitan
lumen disertai trombosis parsial. Stent yang telah dilepaskan diamati dan didapati
bahwa stent sudah dilapisi lapisan fibrin yang menandakan proses
reendotelialisasi. Drug Elutting stent menggunakan menggunakan 12 obat yang
dapat menghambat proses penyembuhan hanya di area yang diperlukan tanpa
menimbulkan komplikasi sistemik. DES memiliki tiga komponen, yaitu: bahan
dasar logam, bagian penyimpanan obat dimana dapat terjadi difusi obat ke
jaringan vaskuler secara terkontrol (coating material, biasanya matriks polimer)
dan agen terapetik yang efektif mengurangi pertumbuhan neointimal yang
dicetuskan oleh pemasangan stent. Stent yang telah terpasang ini akan tertinggal
di pembuluh darah koroner dan lama kelamaan akan bersatu dengan pembuluh
darah koroner tersebut.

Kateterisasi jantung merupakan tindakan untuk memasukkan kateter melalui


femoral (Judkins) atau brachialis (Sones) menuju ke aorta assendens dan arteri
koronaria yang dituju dengan bantuan fluoroskopi. Pada saat ini kateter femoral
lebih banyak digunakan kateter ukuran 6 atau bahkan 5 French. Setelah
diposisikan dalam ostium arteri koroner, media kontras dimasukkan untuk
mengopasifikasi arteri koroner sehingga gambar arteri koroner dapat diperoleh
dengan manuver kamera radiografi disekitar pasien untuk mendapatkan gambar
dari sudut yang berbeda (Darliana, 2017).

Derajat keparahan lesi koroner dideskripsikan sebagai persentase stenosis


dan bila stenosis lebih dari 50% biasanya dikatakan sebagai stenosis
bermakna.Penyakit jantung koroner sering diklasifikasikan sebagai penyakit 1
pembuluh, 2 pembuluh, atau 3 pembuluh tergantung pada distribusi lesi bermakna
pada 3 pembuluh darah koroner utama. Rekomendasi terapi pada pasien
berdasarkan pada luas dan tingkat keparahan penyakit jantung koroner (Darliana,
2017).
17

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu aspek penting perawatan
pasien STEMI. Adapun pengkajian yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Tingkat kesadaran

Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang dipantau dengan


ketat. Perubahan penginderaan berarti jantung tidak mampu memompadarah
yang cukup untuk oksigenasi otak.

b. Nyeri dada

Nyeri dada bisa menjalar ke bagian lengan kiri, ke leher, rahang


bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.
Nyeri juga dapat di jumpai pada daerah epigastrium dan menstimulasi
gangguan pada saluran percernaan seperti mual, muntah,. Rasa tidak
nyaman didada dapat menyebabkan sulit bernafas, keringat dingin, cemas
dan lemas.
c. Frekuensi dan irama jantung

Frekuensi dan irama jantung perlu dipantau secara terus menerus.


Adanya disritmia dapat merupakan petunjuk ketidakseimbangan suplai
dengan kebutuhan oksigen jantung dan di pantau terhadap perlunya
diberikan terapi antidisritmia.
d. Bunyi jantung

Bunyi jantung harus diauskultasi secara terus-menerus, karena bunyi


jantung abnormal dapat timbul. Deteksi dini S3 yang diikutipenatalaksanaan
medis yang agresif dapat mencegah edema paru yang mengancam jiwa.
Adanya bunyi murmur yang sebelumnya tidak ada menunjukkan perubahan
fungsi otot miokard sedangkan friction rub menunjukkan adanya
perikarditis.
18

e. Tekanan darah

Tekanan darah di ukur dan di monitor untuk menentukan respon


terhadap nyeri dan keberhasilan terapi khususnya vasodilator.
f. Denyut nadi perifer

Denyut nadi perifer dievaluasi secara teratur. Perbedaan frekuensi


nadi perifer dengan frekuensi denyut jantung menegaskan adanya disritmia
seperti atrial fibrilasi. Denyut nadi perifer paling sering di evaluasi untuk
menentukan kecukupan aliran darah ke ekstremitas.
g. Status volume cairan

Pengukuran intake dan output cairan penting dilakukan. Cairan yang


seimbang dan cenderung negatif akan lebih baik untuk menghindari
kelebihan cairan dan kemungkinan gagal jantung. Berkurangnya haluran
urine (oliguria) yang disertai hipotensi merupakan tanda awal shock
kardiogenik.
h. Pemberian oksigen

Hipoksemia dapat terjadi akibat dari abnormalitas ventilasi dan


perfusi akibat gangguan ventrikel kiri. Oksigen harus diberikan pada pasien
dengan saturasi oksigen arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa
komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. Pemberian
oksigen harus diberikan bersama dengan terapi medis untuk mengurangi
nyeri secara maksimal (Rachmawati, 2017).
2. Diagnosis Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


dan kebutuhan oksigen
c. Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar-kapiler
d. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi

e. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas


19

3. Rencana Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
agens cedera 3x 24 jam diharapkan nyeri Observasi: Observasi
biologis dan agens akut teratasi, dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. untuk mengetahui keadaan
cedera fisik kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas umum pasien
1. Tidak mengeluh nyeri nyeri. 2. untuk mengetahui nyeri
di area post operasi di 2. Identifikasi skala nyeri secara keseluruhan yang
daerah abdomen 3. Identifikasi respons nyeri non verbal dirasakan
pasien. 4. Identifikasi faktor yang memperberat 3. untuk mengetahui frekuensi
2. Tidak nyeri ketika saat dan memperingan nyeri nyeri
bergerak miring ke kiri 5. Monitor efek samping penggunaan 4. untuk mengetahui adanya
atau ke kanan analgetik. nyeri saat di tekan
3. Skala nyeri menurun Terapeutik 5. untuk mengetahui efek
menjadi 0 dari 10 1. Berikan teknik non farmakologi untuk samping dari analgetic
4. Pasien mampu mengurangi rasa nyeri (mis: akupresur, Terapeutik
mengendalikan rasa terapi musik, aromaterapi, hipnosis 1. Untuk mengurangi rasa nyeri
dll.) yang dirasakan pasien.
20

nyeri dengan teknik 2. Kontrol lingkungan yang memperberat 2. Untuk mengurangi rasa nyeri
non farmakologi rasa nyeri (mis: suhu ruangan, yang dirasakan pasien
5. Waktu tidur pasien pencahayaan, kebisingan, dll.) Edukasi
normal 7-8 jam perhari Edukasi 1. Agar pasien dapatmengontrol
1. Jelaskan penyebab, periode, dan nyeri yangdirasakan.
pemicu nyeri 2. Agar pasien dapatmengontrol
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri nyeri yangdirasakan
3. Ajarkan teknik non farmakologi untuk Kolaborasi
mnegurangi nyeri 1. Untuk mengurangi nyeri yang
Kolaborasi dirasakan pasien
1. Kolaborasi pemberian analgetik , jika
perlu
2. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung Perawatan jantung
jantung b.d 3x 24 jam diharapkan Observasi Observasi
perubahan irama Penurunan curah jantung 1. Identifikasi tanda/gejala primer 1. Untuk mengetahui
jantung teratasi, dengan kriteria penurunan curah jantung (meliputi tanda/gejala primer
hasil : dipsnea, kelelahan, edema,ortopnea, penurunan curah jantung
paroxysmal nocturnal dyspnea, (meliputi dipsnea, kelelahan,
1. Tekanan darah dalam
peningkatan CVP edema,ortopnea, paroxysmal
batas normal 120/80
21

mmHg 2. Monitor tekanan darah nocturnal dyspnea,


3. Monitor saturasi oksigen peningkatan CVP
2. Denyut jantung
4. Monitor keluhan nyeri dada 2. Untuk memantau tekanan
reguler
5. Monitor EKG 12 sadapan darah
3. Gambaran EKG
6. Monitor aritmia (kelainan irama dan 3. Untuk memantau perbaikan
normal
frekuensi) saturasi oksigen
4. Denyut nadi perifer Terapeutik 4. Untuk memonitor keluhan
dalam batas normal 1. Posisikan pasien semi – fowler atau nyeri dada yang di rasakan
60-100/menit fowler dengan kaki ke bawah atau 5. Untuk memonitor gambaran
posisi nyaman EKG 12 sadapan
2. Berikan terapi relaksasi untuk 6. Untuk mengetahui jika
mengurangi stress, jika perlu terjadinya aritmia (kelainan
Edukasi irama dan frekuensi)
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai Terapeutik
toleransi 1. Untuk memberikan rasa
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara nyaman dan mengurangi rasa
bertahap sesak yang di rasakan klien
Kolaborasi 2. Agar klien lebih tenang dan
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika rileks dengan kondisi yang
22

perlu sekarang
2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung Edukasi
1. Untuk melakukan peregangan
supaya otot-otot atau sendi-
sendi tidak kaku
2. Berikan aktivitas fisik ringan
dengan mobilisasi sesuai
kemampuan klien
Kolaborasi
1. Untuk membantu dalam
menangani keluhan klien
2. Agar kondisi klien dapat
segera ditangani oleh tim
program rehabilitasi jantung.
3. Setelah dilakukan tindakan Rehabilitasi Jantung Rehabilitasi Jantung
Intoleransi
keperawatan selama 3x24 Observasi Observasi
aktivitas b.d
jam diharapkan intoleransi 1. monitor tingkat toleransi aktivitas 1. untuk memantau tingkat
ketidakseimbangan
aktifitas membaik dengan 2. periksa kontraindikasi Latihan toleransi aktivitas agar klien
antara suplai dan
kriteria hasil: (takikardi >120x/menit, TDS >180 tidak kelelahan
kebutuhan oksigen
23

1. frekuensi nadi normal mmHg, TDD >110 mmHg, hipotensi 2. untuk mengetahui
60-100x/menit ortostatik >20 mmHg, angina, dipsnea, keabnormalan yang terjadi
2. perasaan lemah menurun gambaran EKG iskemia, blok pada klien
3. tekanan darah membaik atrioventrikel derajat 2 dan 3, takikardia 3. untuk mengetahui kecemasan
120/80 mmHg ventrikel) pada klien
3. lakukan skrining ansietas dan depresi, Terapeutik
jika perlu 1. Latihan fase 1 (inpatient)
Terapeutik adalah program yang
1. fasilitasi pasien menjalani Latihan fase dilakukan saat pasien masih
1 (inpatient) dalam perawatan rumah sakit.
2. fasilitasi pasien menjalani Latihan fase Tujuannya, untuk
2 (outpatient) menghindarkan pasien dari
3. fasilitasi pasien menjalani Latihan fase efek penyakit, efek tindakan
3 (maintenance) medis, efek tirah baring, dan
4. fasilitasi pasien menjalani Latihan fase mengupayakan mobilisasi dini
4 (long term) agar pasien bisa pulang ke
Edukasi rumah dengan segera serta
1. jelaskan rangkaian fase-fase rehabilitasi menjalani perawatan secara
jantung mandiri.
24

2. anjurkan menjalani Latihan sesuai 2. Latihan fase 2 (outpatient)


toleransi kegiatan pelayanan rawat
3. anjurkan pasien dan keluarga untuk jalan kepada pasien yang
meodifikasi faktor risiko (mis. Latihan, dilakukan selama 1 – 3 bulan
diet, berhenti merokok, menurunkan setelah pasien mendapatkan
berat badan) perawatan medis dari penyakit
4. anjurkan pasien dan keluarga mematuhi jantungnya di rumah sakit.
jadawal control kesehatan Tujuan dari perawatan ini
adalah untuk mengembalikan
ke kondisi fisik, mental, dan
sosial pasien.
3. Latihan fase 3 (maintenance)
tujuannya untuk
mempertahankan
(pemeliharaan) terkontrolnya
faktor risiko,
mempertahankan kebiasaan
hidup sehat yang bisa
dilakukan secara mandiri.
25

Dokter akan membantu pasien


membuat program latihan
kebugaran di rumah,
pengobatan, dan konsultasi
lanjutan yang dilakukan setiap
6 sampai 12 bulan.
4. fasilitasi pasien menjalani
Latihan fase 4 (long term)
yaitu Latihan dalam jangka
panjang
Edukasi
1. agar klien mengetahui fase-
fase yang harus di lakukan
untuk menjaga kesehatan
jantung
2. untuk membanu dalam
toleransi aktivitas klien
3. agar pasien dan keluarga
dapat mengubah pola hidup
26

dari terjadinya faktor risiko


yang memperberat
penyakitnya
4. agar jadwal kontrol klien dapat
terlaksana sesuai yang
telah di anjurkan
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN

1. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny.N


Tgl. Lahir : 2 April 1975
Jenis Kelamin Laki-laki √ Perempuan
Pendidikan SD SMP
√ SMA/SMK Diploma
Sarjana Lainnya………………..
Pekerjaan : IRT
No. RM : 00-812194
Alamat : Kec. Bojongsoang

Tgl/jam masuk ICU : 27-03-2022 , Pkl. 09.00WIB


Tanggal Pengkajian : 28-03-2022 , Pkl. 09.30.WIB
Sumber Data √ Pasien Keluarga
Rekam Medik ………………………
Rujukan Ya √ Tidak
Bila (ya) dari RS………………………………………………

Puskesmas
………………………………………..
Dokter praktek
…………………………………....

27
28

Diagnosis rujukan : CAD STEMI


Penanggung jawab : Tn. P
Hubungan dengan : Anak
pasien
Alamat : Kec.Bojongsoang

2. ANAMNESA

a. Keluhan Utama

Klien mengeluh nyeri dada

Keluhan nyeri √ Ya Tidak


Area/lokasi : nyeri dada sebelah kiri Skala nyeri: 3

Penyebaran: ke lengan Kualitas: seperti tertimpa benda berat


hingga punggung
Frekwensi & durasi: hilang timbul ± 5 Cara mengurangi nyeri beristirahat
menit

Nyeri meningkat apabila sedang


melakukan aktivitas sedang-berat
29

b. Riwayat Penyakit Sekarang

1) Kronologis pasien masuk rumah sakit

2 hari SMRS Pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri disertai sesak seperti tertimpa
benda berat, nyeri di rasakan mendadak secara tiba-tiba ketika pasien sedang berjalan-
jalan mengelilingi komplek, nyeri menyebar ke bagian lengan kiri sampai punggung.
Kemudian klien dilarikan ke rumah sakit di antar oleh keluarganya.

2) Kronologis penanganan saat di UGD/ruangan sebelum masuk ICU

Pasien datang ke IGD RSUD Al-Ihsan pada pukul 18.00 dengan keluhan nyeri dada
sebelah kiri di sertai sesak kemudian klien diberikan 02 NC 5 liter, swab antigen (-),
infus NaCl D5% 20 cc/ jam, pemeriksaan lab. Darah lengkap, Kimia,elektrolit,
dilakukan EKG, DC kateter (+), dan diberikan streptokinase 1,5jt unit dalam 30-60
menit yang merupakan obat golongan fibrinolitik atau trombolitik yang berfungsi
untuk melarutkan gumpalan darah, obat aspilet 2 tab (analgetic, antipiretik,
antiinflamasi), dan brilinta 2 tab untuk menurunkan resiko serangan jantung. Setelah
dilakukan pemeriksaan oleh dokter dimana setelah pemberian trombolitik pasien
masih mengeluh nyeri dada sehingga dianjurkan untuk di rawat di ruang intensive
karena harus dilakukan DCA (Diagnostic Coronary Angiography) untuk melihat
apakah ada sumbatan di jantung atau tidak yang selanjutkannya akan dilakukan
tindakan PCI percutaneous coronary intervention.

3) Riwayat pembedahan dan anestesi (bila dari OK)

Klien tidak ada riwayat pembedahan

4) Riwayat PQRST saat dilakukan pengkajian

Saat dilakukan pengkajian klien mengeluh nyeri dada sebelah kiri disertai sesak
seperti tertimpa benda berat, nyeri di rasakan mendadak secara tiba-tiba, nyeri
menyebar ke bagian lengan kiri sampai punggung, nyeri berkurang ketika istirahat
dengan tidur dan nyeri bertambah apabila klien beraktivitas, klien tampak meringis,
skala nyeri 3 (0-10). Klien juga mengeluh lemas. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital TD: 130/84 mmHg, R: 31 x/menit, S: 36,5oC, N: 93 x/menit, Saturasi 98%.
30

c. Riwayat Penyakit Sebelumnya

Riwayat penyakit sebelumnya pada klien hipertensi sudah 10 tahun namun klien
mengkonsumsi obat hipertensi secara tidak rutin, kliensuka merokok dari sejak remaja
dan senang meminum kopi sehari menghabiskan rokok sampai 1 bungkus/hari.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

klien mengatakan dari keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama yaitu ayah
dari klien mempunyai penyakit jantung juga. Untuk penyakit penyerta lainnya seperti
hipertensi atau diabetes melitus tidak ada.

3. PEMERIKSAAN FISIK

a. KEADAAN UMUM
Kesadaran √ Sadar Letargi Obtundasi
Stupor Koma DPO
Bila DPO, jenis obat
……………………….. Dosis obat……………………………
Tekanan Darah: 130/84 mmHg Frekuensi nadi : 93x/menit
Frekuensi Pernapasan: 31 x/menit Suhu 36,5ºC Saturasi 98%
BB: 66 kg TB160 cm BMI 25,7 (Overweight)
Resiko Jatuh √ Ya Tidak
Bantuan √ Bantuan
Status Fungsional penuh sebagian Mandiri

b. PERNAPASAN
Work of Breathing Ada Tidak ada
Alat bantu napas Tidak √ Ya, 3 ltr/menit
√ O2 canule Sungkup sdrhn NRM
RM Ventury Mask NIPPV/CPAP
Ventilator ETT Tracheostomi
Bila terpasang ventilator, mode setting CMV IPPV
SIMV SIMV + PS
………….……………………………
.
31

TV………… MV….….…PEEP .............. I : E


……………FiO2….….….Rate.….………
Jalan napas √ Bersih Sumbatan ……………..
Penyebab sumbatan Lidah jatuh Sputum Darah
EdemaLaring Cairan lambung

√ Cairan buih Benda asing : ……………………….


Bunyi napas Vesikuler Ronchi Stridor
Wheezing Gargling
Crackles √ Pada lobus mana…….…….……….
Bau napas keton Ya Tidak
Irama & kedalaman Dispneu Kusmaul Cheynestokes
Ortopneu
Kecepatan Eupneu Bradipneu √ Tachipneu
√ Apneu
Retraksi dada Simetris Asimetris Flial chest

Penggunaan otot bantu pernapasan Ya Tidak

Penurunan kotraksi otot pernapasan Ya Tidak

Peningkatan diameter anterior posterior Ya Tidak

Pernapasan bibir Ya Tidak

Pernapasan cuping hidung Ya Tidak

Posisi trachea Lurus Bergeser
Bila trachea bergeser,ke arah manakah Kiri Kanan
Jejas/lebam dada Kiri Kanan

Luka terbuka dada dengan sucking
wound Ya Tidak

Krepitasi Ya Tidak
Hasil perkusi
Dullness Kiri √ kanan
Timpani / hipertimpani √ Kiri kanan
Sonor / hipersonor √ Kiri kanan

c. PERSARAFAN
32

FOUR Score ……………………….. GCS Score : E4 M6 V5=15


Riwayat sincope Ya √ Tidak
Bila (ya) berapa Berapa lama
kali…………………….. sincope…………………….
Diameter pupil √ Simetris Asimetris Ki/ka….…/.….cm
Refleks cahaya Dilatasi Midriasis
√ Tidak Skala nyeri
Nyeri kepala Ya ……..…..
Merasa berputar Ya √ Tidak
Bila (ya) Muntah Limbung Rasa takut jatuh
Tekanan Intra Cranial Tekanan Perfusi Serebral
(ICP)………mmHg ……..….mmHg
Kejang Ya √ Tidak
Frekwensi Kejang… ......................... kali Berapa lama setiap kejang……..………..
Kaku kuduk Ya √ Tidak
Tanda dolls eyes Ya √ Tidak
Paralisis Ya √ Tidak
Bila (ya) dimana Hemiplegi Paraplegi
Kanan Kiri
Atas Bawah
Refleks √ Mengedip

d. CARDIOVASKULER
Gambaran jantung √ Sinus Rithm Bradikardi Takhikardi
Aritmia, bila (ya) tuliskan gambaran aritmia
…………………
Rentang Tekanan Darah 130/84 mmHg 116/74 mmHg
Rentang Mean Arterial Pressure (MAP) 99,3 mmHg 88 mmHg
Rentang Cardiac Output (CO) 4,2 liter/menit 4,2 liter/menit
Rentang Stroke Volume 46 cc 42 cc
Rentang Frekuensi Nadi 93 x/menit 102 x/menit
33

Amplitudo nadi Lemah √ Kuat


Amplitudo kiri & √
kanan sama Tidak sama

Bila amplitudo nadi tidak sama, jelaskan


………………………………………………..
Irama nadi Tidak teratur √ Teratur
Akral Dingin √ Hangat
Warna kulit Sianosis Pucat √ Kemerahan
Jaundice
Konjungtiva √ Anemis Kemerahan
Diaporesis Ya √ Tidak Keringat dingin
CapillaryRefillTime > 2 detik √ ≤ 2 detik
Peningkatan JVP √ Ya Tidak
Bunyi Jantung √ S1 S2 S3/Murmur
Gallop Suara redup/menjauh
Ictus Cordis terlihat pada ICS 5 midklav √
kiri Ya √ Tidak
Teraba getaran melebihi midklav ICS 5 √
kiri Ya √ Tidak
Perdarahan Ya √ Tidak
Bila (ya), di area tubuh Derajat kehilangan
mana…………… cairan… ................... cc
Sindrome kompartemen Ya √ Tidak
Area syndrome kompartemen Tangan………. Kaki…………
Penyebab syndrome kompartemen Trombosis Cedera

Pembebatan ………………
34

e. PENCERNAAN
Rute nutrisi √ Per oral NGT Stoma
Parentral
Program nutrisi

NGT Decompresi Ya √ Tidak


Produk cairan
lambung Warna Jumlah……………………
Ascites Ya √ Tidak Lingkar perut… ........... cm
Distensi abdomen Ya √ Tidak Bising usus (+)/(-) 8 x/m
Bentuk abdomen √ Simetris Asimetris
Teraba hepatomegali Ya √ Tidak
Ya, √
Teraba massa kuadran… Tidak

…………………
Keluhan mual Tidak Ya ….

Muntah Tidak Ya Proyektil
Bila (ya), jenis
material Makanan Darah Cairan Lambung
Frekwensi muntah Sering Jarang ……….. x/hari

Riwayat diare Ya Tidak

Frekwensi BAB Sering Jarang …1…x/hari

Konsistensi Cair Lunak Darah

Nyeri,
Tonjolan hernia Ya Tidak Skala………
Bila (ya) dimana Inguinalis Scrotalis ……………….

Konstipasi Ya Tidak …………….hari

Sulit Flatus Ya Tidak …………….hari

Ya Nyeri,
Distensi Suprapubik Tidak Skala………
35

f. PERKEMIHAN
Pola berkemih √ Normal √ Melalui kateter urine
Terapi diuretik √ Tidak Ya, jenis obat………..dosis…………
Jumlah urine 1400 cc/24 jam Warna urine Kuning pekat
Konsistensi urine cair Bau …-………………………………….

Intake cairan 24 jam terakhir 1480 cc : □ Infus 460 cc

□ Makan/minum 1000 cc

□ Cairan oplos obat 20 cc


Balancing 24 jam terakhir
Berdasarkan data pada pasien: IWL = 10 – 15 cc x BB / 24 jam
Pasien usia 47 tahun dengan berat badan = 10 x 66 / 24
66 kg. = 28 cc/jam
10 kg pertama: 1000 cc cairan Intake : 1380 cc
10 kg kedua: 500 cc cairan Output = BAK+ BAB + IWL
46 kg terakhir: 20 ml x 26 kg = 840 cc = 1400 + 200 + 28
cairan = 1628 cc
Total cairan yang di butuhkan : Balance Cairan = intake - output
1000 cc + 500 cc + 520 cc = 2020 cc = 1480 - 1628
= -148
Penggunaan kateter urine lama (> 5 hari) Ya √ Tidak
Bila (ya) sudah berapa lama menggunakan kateter urine
Ganti kateter setiap berapa hari 5 hari nomor kateter 12
Jenis bahan kateter Nelaton Silikon …………………
Retensi Urine √ Tidak Ya
Bila (ya) sejak kapan tidak keluar urine
……………………………………………….
Hidroneprosis √ Tidak Ya Kanan Kiri
Edema Anasarka Ekstre atas Ekstre bawah
Turgor kulit √ Baik Jelek
Irigasi kandung √ Ya, hari ke….…
kemih Tidak warna………….…….
36

g. MUSKULOSKELETAL
Kekuatan Otot ( 0 – 5) Atrofi Otot (+ / -)
4 4 - -

4 4 - -

Kontraktur sendi (+ / -)
- -

- -

Rentang gerak ekstremitas atas √ > 45º <45º


Rentang gerak ekstermitas bawah √ > 45º <45º
Farktur √ Tidak Ya
Jenis fraktur Terbuka Tertutup
Area fraktur Cranium Humerus Radius/ulna
Femoralis Patela Vertebra
…………………..................................
Panggul .....
Terpasang alat Skin traksi Skeletal traksi ……………kg
………………
Gips/bidai ….. ………………
Ya, area
Keluhan nyeri sendi √ Tidak sendi…………………………
37

h. INTEGUMEN
Luka Ya √ Tidak
Jenis luka /lesi Luka bakar Dekubitus Luka tusuk
Vulnus Gangren Abses

………………………………………
Kanker …
Area luka/lesi decubitus/gangrene/vulnus/kanker,
dll.…………………….…..……………
Luas /
diameter……………….…………….. Derajat ……………. Bau : ya / tidak
Merah…….
Warna % Kuning… .......% Hitam …….%
Eksudat (+) / (-), warna Jumlah eksudat : banyak / sedang /
………….……...... sedikit

i. KEBUTUHAN EDUKASI
Hambatan edukasi Ya √ Tidak
Faktor hambatan Kesadaran Pendengaran Penglihatan
Kognitif Status mental Bahasa
………………………………………
Budaya …..

j. KONDISI PSIKIS DAN SPIRITUALITAS


Status Mental √ Menerima Menolak/marah Cemas/gelisah
Depresi HDR Menarik diri
…………………..……………………
Apatis .
Kebutuhan pendampingan √ Sesuai kebutuhan Setiap waktu
Bantuan
Ritual ibadah penuh Bantuan sebagian √ Mandiri
38

Jenis ibadah dibantu Thaharah Shalat Baca Al Quran


………………
Do’a/dzikir Tausyiyah lisan ..
Libatkan rohaniawan Ya √ Tidak
Libatkan keluarga √ Ya Tidak

SKRINNING GIZI (berdasarkan Malnutrition Screening Tool / MST )

(Lingkari skor sesuai dengan jawaban, Total skor adalah jumlah skor yang dilingkari)

No Parameter Skor
Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak diinginkan
1.
dalam 6 bulan terakhir ?
a. Tidak penurunan berat badan 0
b. Tidak yakin / tidak tahu / terasa baju lebih longgar 2

c. Jika ya, berapa penurunan berat badan tersebut


1-5 kg 1
6-10 kg 2
11-15 kg 3
> 15 kg 4
Tidak yakin penurunannya 2
2. Apakah asupan makan berkurang karena berkurangnya nafsu makan ?

a. Tidak 0

b. Ya 1

Total skor

3. BB/TB = 66 kg/160 cm BMI : 25,7 (Ideal)


4. Pasien dengan diagnosa khusus : Tidak √ Ya
5. DM Ginjal Hati √ Jantung Paru Stroke Kanker
6. Penurunan Imunitas Geriatri Lain-lain………………….
39

Hitung kebutuhan kalori pasien :


BBI = (TB-100) - (10% x TB - 100)
BBI = (160-100) – ( 10% x 160– 100)
BBI = 60 – 6
BBI = 54

Perhitungan kebutuhan kalori basal (KKB)


KKB = 25 kkal x BBI
KKB = 25 x 54
KKB = 1350
40

SCORING PASIEN ICU

ASPEK PENILAIAN METODE INDIKATOR SKOR INTERPRETASI


15-14 : compos mentis
13-12 : Apatis
1) Eye : 4
Document level of 11-10 : Delirium
GCS Score 2) Motorik : 6 15
consciousness 9-7 : Somnolen
3) Verbal : 5
6-5 : Stupor
4-3 : Comatus
Cardiac Output Cardiac Output-Fick SV= ESV-EDV Nilai Normal Cardiac
Cardiac output = Oxygen = 130 -84 Output :
= 46 Normal cardiac output =
consumption / Arteriovenous
oxygen gradient CO= SV x HR 4-8 L/min
= 46 x 93 Normal cardiac index =
= 4.278 = 4,278 2.5-4 L/min/m²
CI= CO/BSA Normal stroke volume =
𝑇𝐵𝑥𝐵𝐵 60-100 ml/beat
BSA (m2) = √ 3600 Normal stroke volume
160𝑥66 index = 33-47
=√ 3600 ml/beat/m²

= 2,9 L/min/m²
CI=4,278/2,9
= 1,47
41

Memandu terapi STEMI TIMI Risk Score STEMI Usia: 47 th 5 Prediksi kematian pasien
Riwayat penyakit hipertensi yaitu 12.4%
BP: 130/84 mmHg
HR: 93x/menit
Killip class: 2
Weight: 66 kg
ECG: Anterior ST Elevation
Time to treatment: <4 hours
Killips Class Killips Class tidak terdapat gagal 2 Prediksi kematian pasien
jantung (tidak terdapat ronchi yaitu 2,2%
maupun S3)
Grace Usia: 46 th 9.3% Perkiraan kematian
HR: 93 x/menit dirumah sakit setelah
Systolic blood pressure: 130 ACS: 9.3%
mmHg Perkiraan resiko
Kreatinin: 0.62 mg/dl kematian pa 1 tahun
Killip class: II setelah ACS: 12.8%
Cardiac arrest: +
Enzyme positif: +
ST depresi:+
42

4. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

JENIS TANGGAL RUJUKAN KET


PEMERIKSA 2703/22
AN
Hematologi
Hemoglobin 13,6 g/dl 12.0 – 16.0 Normal
Leukosit 10810 sel/uL 3800 – 10600 Normal
Eritrosit 4.86 juta/ uL 3.6 – 5.8 Normal
Hematokrit 40.2 % 35 – 47 Normal
Trombosit 292000 sel/ uL 150000 – 440000 Normal
Kimia klinik
Non reactive:<2 Positif
Intermediate: 2-100
Reactive: >=100
Periksa ulang 2 jam, jika hasil
pertama dan kedua sama atau <6
maka hasil negated dan jika
selisih hasil pertama dan kedua
Troponin I. Hs 710 ng/L >10 maka hasil positif
AST (SGOT) 40 U/L 10 – 31 Positif
ALT (SGPT) 20 U/L 9 – 36 Normal
Ureum 13 mg/dL 10 – 50 Normal
Kreatinin 0.62 mg/dL 0.7 - 1.13 Normal
GDS 181 mg/dL 70 – 200 Normal
Natrium (Na) 135 mmol/L 134-145 Normal
Kalium (K) 3.6 mmol/L 3.6-5.6 Normal
Kalsium 0.80 mmol/L 1.15-1.35 Positif
43

Hemostasis
APTT 52 detik 27 – 42 Positif
Control APTT 27 detik 27 – 42 27 detik
Control PT 15.0 detik 12 – 19 15.0 detik
Masa 12 – 19
prothrombin 25.40 detik 25.40 detik
INR 1.83 detik 12 – 19 1.83 detik

Pemeriksaan Echocardiography
Tanggal Pengukuran Hasil Nilai normal Pengukuran Hasil Nilai normal
29/03/22 Aorta 26 20-37 mm LVEDD 52 55 – 52 mm
Atrium kiri 36 15 – 40 mm LVESD 40 26 – 36 mm
LAVI IVSD 12 7 – 11 mm
Ventrikel 32 <42 mm IVSS 14
kanan
Fraksi Ejeksi 38 53 – 77 % PWD 12 7 – 11 mm
PWS 16
E/A 0.7
TAPSE 22 >17 mm mPAP 27
44

Pemeriksaan diagnostic
Hasil EKG
Tanggal 28-03-2022

Tanggal 29-03-2022
45

Pemeriksaan Radiologi
Hasil radiologi dilakukan rescue PCI atas indikasi CAD, STEMI anterior luas, post
trombolitik, CHF. EKG: SR, ST elevasi V1-6, I, aVL. FR: hipertensi.
PCI

Terapi obat

No Nama Obat Dosis Rute Jam Kegunaan

Aspilet PO
1 1x1 09.00 obat yang mengandung acetylsalicylic
acid atau aspirin yang merupakan
senyawa analgetic non steroid yang
digunakan sebagai analgetic,
antipiretik, antiinflamasi dan anti
platelet. Obatini digunakan sebagai
pereda nyeri yang efektif untuk
penderita infark miokard atau
seranagn jantung

ISDN 5mg K/P PO Obat untuk mencegah dan


2 meredakan angina atau nyeri dada
akibat penyakit jantung coroner
46

Laxadine 1x15 PO 06.00 Obat pencahar yang dapat


merangsang gerak peristaltic pada
mg
3 usus besar sehingga feses lebih
mudah di keluarkan
Atorvactatin 1x40 PO 18.00 Menurunkan kadar kolesterol dalam
4 mg tubuh Menurunkan risiko penyakit
jantung dan penyakit pembuluh darah

Nitrocaf-K 2x2,5m PO 08.00 Oobat pada penderita angina yang


5 g 18.00 bekerja dengan cara mempelebar
pembuluh darah yang dapat
meningkatkan aliran darah dan
oksigen ke jantung.
6 Ramipril 1x5mg PO 08.00 Obat jenis ACE inhibitor yang
digunakan untuk mengobati tekanan
darah tinggi, gagal jantung.

Brilinta 2x1 PO 08.00 Menurunkan risiko serangan jantung,


18.00 stroke dan kematian. Selain itu, untuk
7 mencegah penyumbatan pada
stent/ring jantung pasca prosedur
pemasangan ring jantung
8 Bisoprolol 1x2,5m PO Obat jenis beta blocker yang berguna
g untuk menurunkan tekanan darah
tinggi dan mencegah serangan
jantung.

9 Amlodipine 1x5mg 18.00 Obat penghambat saluran kalsium


yang digunakan untuk mengobati
tekanan darah tinggi dan penyakit
arteri coroner.

10 Diazepam 1x 18.00 Obat yang digunakan untuk


5mg mengatasi gangguan kecemasan,
meredakan kejang, kaku otot atau
sebagai obat penenang.

11 Lovenox 2x60m Inject 08.00 Obat ini digunakan untuk mencegah


g IM 20.00 deep vein trombosis atau trombosis vena
dalam serta mengatasi dvt akut. Selain
itu untuk mencegah komplikasi angina
tidak stabil dan infark miokard non q
wave
47

5. ANALISIS DATA
No. DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DS: Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi Nyeri akut
1. klien mengatakan nyeri arteri koronaria
dada sebelah kiri seperti
tertimpa benda berat, Penurunan aliran darah ke jantung
nyeri dirasakan
mendadak secara tiba- Kekurangan O2 dan nutrisi
tiba, nyeri menyebar ke
bagian lengan kiri Iskemik pada jaringan miokard
sampai punggung,
dengan skala nyeri 3, Nekrosis
nyeriberkurang ketika
istirahat dengan tidur Suplay dan kebutuhan O2 ke jantung
dan nyeri bertambah tidak seimbang
apabila klien
beraktivitas Suplay O2 ke miokard menurun
DO:
Metabolism anaerob
1. Klien tampak
meringis
Timbunan asam laktat meningkat
2. hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital
Nyeri akut
TD: 130/84 mmHg
R: 31 x/menit
S: 36,5oC
N: 93 x/menit.
SPO2: 98%
02: 5 lt/menit
48

DS: Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi Penurunan curah


Klien mengeluh sesak arteri koronaria jantung
dan lemas, klien
mengatakan sesak yang Penurunan aliran darah ke jantung
di rasakan seperti
tertimpa benda berat, Kekurangan O2 dan nutrisi
dengan skala sesak 3 (0-
10) Iskemik pada jaringan miokard
DO:
1. Klien terlihat sesak Nekrosis
2.Gambar EKG ST-
Elevasi Suplay dan kebutuhan O2 ke jantung
tidak seimbang
3. Troponin I. Hs 710
ng/L
Suplay O2 ke miokard menurun
4.Hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital
Seluler hipoksia
TD: 130/84 mmHg
R: 31 x/menit
Penurunan curah jantung
S: 36,5oC
N: 93 x/menit.
SPO2: 98%
02: 5 lt/menit

3. DS: Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi Intoleransi


Klien mengeluh lemas arteri koronaria aktivitas
DO:
Penurunan aliran darah ke jantung
1. Klien tampak
berbaring di tempat
tidur Kekurangan O2 dan nutrisi

2. Klien terpasang
Iskemik pada jaringan miokard
49

elektroda, terpasang
infus dan terpasang Nekrosis
DC Kateter.
Suplay dan kebutuhan O2 ke jantung
3. Kekuatan otot 4/4
tidak seimbang

Suplay O2 ke miokard menurun

Metabolism anaerob

Timbunan asam laktat meningkat

Kelemahan

Intoleransi aktivitas

6. DIAGNOSIS KEPERAWATAN :

a. Nyeri akut b.d agens cedera biologis

b. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas

c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


48

7. Nursing Care Planning (NCP)


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agens Setelah dilakukan tindakan 3x Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri

cedera biologis 24 jam diharapkan nyeri akut Observasi: Observasi


teratasi, dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, 1. untuk mengetahui keadaan umum pasien
1. Tidak mengeluh nyeri di karakteristik, durasi, frekuensi, 2. untuk mengetahui nyeri secara
area post operasi di daerah kualitas, intensitas nyeri. keseluruhan yang dirasakan
abdomen pasien. 2. Identifikasi skala nyeri 3. untuk mengetahui frekuensi nyeri
2. Tidak nyeri ketika saat 3. Identifikasi respons nyeri non 4. untuk mengetahui adanya nyeri saat di
bergerak miring ke kiri atau verbal tekan
ke kanan 4. Identifikasi faktor yang 5. untuk mengetahui efek samping dari
3. Skala nyeri menurun memperberat dan memperingan analgetic
menjadi 0 dari 10 nyeri Terapeutik
4. Pasien mampu 5. Monitor efek samping 1. Dalam jurnal Pengaruh Teknik Relaksasi
mengendalikan rasa nyeri penggunaan analgetik. Napas Dalam Terhadap Nyeri Dada Pada
dengan teknik non Terapeutik Pasien Infark Miokard Akut, untuk
farmakologi 1. Berikan teknik non farmakologi mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
5. Waktu tidur pasien normal untuk mengurangi rasa nyeri pasien salahsatunya dengan teknik
7-8 jam perhari (mis: akupresur, terapi musik, relaksasi nafas dalam. Pemberian teknik
49

teknik relaksasi nafas dalam, relaksasi napas dalam akan


aromaterapi, hipnosis dll.) meningkatkan suplai oksigen ke jaringan
2. Kontrol lingkungan yang sehingga menurunkan tingkat nyeri yang
memperberat rasa nyeri (mis: dialami individu. Teknik relaksasi napas
suhu ruangan, pencahayaan, dalam dapat menurunkan intensitas
kebisingan, dll.) nyeri dengan mekanisme yaitu Pada saat
Edukasi relaksasi, sel-sel otot jantung yang
1. Jelaskan penyebab, periode, dan mengalami vasokonstriksi akibat adanya

pemicu nyeri iskemia dan nekrosis, akan mengalami


vasodilatasi pembuluh darah dan akan
2. Jelaskan strategi meredakan
meningkatkan aliran darah sehingga
nyeri
kebutuhan darah dan oksigen tercukupi
3. Ajarkan teknik non farmakologi
(Iskandar, 2012).
untuk mnegurangi nyeri
2. Untuk mengurangi rasa nyeri yang
Kolaborasi
dirasakan pasien
1. Kolaborasi pemberian analgetik
Edukasi
, jika perlu
1. Agar pasien dapat mengontrol nyeri
yang dirasakan.
2. Agar pasien dapat mengontrol nyeri
yang dirasakan
50

Kolaborasi
1. Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
pasien

2. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan 3x Perawatan jantung Perawatan jantung

jantung b.d 24 jam diharapkan Penurunan Observasi Observasi

perubahan curah jantung teratasi, dengan 1. Identifikasi tanda/gejala primer 1. Untuk mengetahui tanda/gejala primer

kontraktilitas kriteria hasil : penurunan curah jantung penurunan curah jantung (meliputi
(meliputi dipsnea, kelelahan, dipsnea, kelelahan, edema,ortopnea,
1. Tekanan darah dalam batas
edema,ortopnea, paroxysmal paroxysmal nocturnal dyspnea,
normal 120/80 mmHg
nocturnal dyspnea, peningkatan peningkatan CVP
2. Denyut jantung reguler
CVP 2. Untuk memantau tekanan darah
3. Gambaran EKG normal 2. Monitor tekanan darah 3. Untuk memantau perbaikan saturasi
3. Monitor saturasi oksigen oksigen
4. Denyut nadi perifer dalam
4. Monitor keluhan nyeri dada 4. Untuk memonitor keluhan nyeri dada
batas normal 60-100/menit
5. Monitor EKG 12 sadapan yang di rasakan
6. Monitor aritmia (kelainan 5. Untuk memonitor gambaran EKG 12
irama dan frekuensi) sadapan
Terapeutik 6. Untuk mengetahui jika terjadinya
51

1. Posisikan pasien semi – fowler aritmia (kelainan irama dan frekuensi)


atau fowler dengan kaki ke Terapeutik
bawah atau posisi nyaman 1. Posisi semi fowler adalah posisi setengah
2. Berikan terapi relaksasi untuk duduk dimana bagian kepala di tempat
mengurangi stress, jika perlu tidur lebih tinggi dari posisi badan
Edukasi karena manfaat posisi ini sangat efektif
1. Anjurkan beraktivitas fisik untuk memberikan posisinyaman. Posisi
sesuai toleransi ini efektif untuk pasien dengan penyakit
2. Anjurkan beraktivitas fisik kardiopulmonal dimana bagian kepala
secara bertahap dan tubuh dinaikkan dengan derajat
Kolaborasi kemiringan 45 derajat, yaitu dengan
1. Kolaborasi pemberian menggunakan gayagravitasi untuk
antiaritmia, jika perlu membantu
2. Rujuk ke program rehabilitasi pengembangan paru dan mengurangi
jantung tekanan dari abdomen ke diafragma.
Posisi ini akan mengurangi kerusakan
membran alveolus akibat tertimbunnya
cairan. Hal tersebut dipengaruhi oleh
gaya gravitasi sehingga pengiriman
oksigen menjadi optimal yang
52

berdampak nyeri akan berkurang dan


akhirnya proses perbaikan kondisipasien
akan lebih cepat. Posisi ini bertujuan
untuk meningkatkan curah jantung dan
ventilasi serta mempermudah eliminasi
fekal danberkemih (Febraska, 2014).
2. Agar klien lebih tenang dan rileks
dengan kondisi yang sekarang
Edukasi
1. Untuk melakukan peregangan supaya
otot-otot atau sendi-sendi tidak kaku
2. Berikan aktivitas fisik ringan dengan
mobilisasi sesuai kemampuan klien
Kolaborasi
1. Untuk membantu dalam menangani
keluhan klien
2. Agar kondisi klien dapat segera
ditangani oleh tim program rehabilitasi
jantung.
53

3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Rehabilitasi Jantung Rehabilitasi Jantung

b.d keperawatan selama 3x24 jam Observasi Observasi

ketidakseimbangan diharapkan intoleransi aktifitas 1. monitor tingkat toleransi 1. untuk memantau tingkat toleransi

antara suplai dan membaik dengan kriteria hasil: aktivitas aktivitas agar klien tidak kelelahan

kebutuhan oksigen 1. frekuensi nadi normal 60- 2. periksa kontraindikasi Latihan 2. untuk mengetahui keabnormalan yang
100x/menit (takikardi >120x/menit, TDS terjadi pada klien
2. perasaan lemah menurun >180 mmHg, TDD >110 3. untuk mengetahui kecemasan pada klien
3. Tekanan darah membaik mmHg, hipotensi ortostatik >20 Terapeutik
120/80 mmHg mmHg, angina, dipsnea, 1. Latihan fase 1 (inpatient) adalahprogram
gambaran EKG iskemia, blok yang dilakukan saat pasien masih dalam
atrioventrikel derajat 2 dan 3, perawatan rumah sakit. Tujuannya,
takikardia ventrikel) untuk menghindarkan pasien dari efek
3. lakukan skrining ansietas dan penyakit, efek tindakan medis,efek tirah
depresi, jika perlu baring, dan mengupayakan mobilisasi
Terapeutik dini agar pasien bisa pulang ke rumah
1. fasilitasi pasien menjalani dengan segera serta menjalaniperawatan
Latihan fase 1 (inpatient) secara mandiri.
2. fasilitasi pasien menjalani 2. Latihan fase 2 (outpatient) kegiatan
Latihan fase 2 (outpatient) pelayanan rawat jalan kepada pasien
3. fasilitasi pasien menjalani yang dilakukan selama 1 – 3 bulan
54

Latihan fase 3 (maintenance) setelah pasien mendapatkan perawatan


4. fasilitasi pasien menjalani medis dari penyakit jantungnya di rumah
Latihan fase 4 (long term) sakit. Tujuan dari perawatan ini adalah
Edukasi untuk mengembalikan ke kondisi fisik,
1. jelaskan rangkaian fase-fase mental, dan sosial pasien.
rehabilitasi jantung 3. Latihan fase 3 (maintenance) tujuannya
2. anjurkan menjalani Latihan untuk mempertahankan (pemeliharaan)
sesuai toleransi terkontrolnya faktor risiko,
3. anjurkan pasien dan keluarga mempertahankan kebiasaan hidup sehat.
untuk meodifikasi faktor risiko Dokter akan membantu pasien membuat
(mis. Latihan, diet, berhenti program latihan kebugaran di rumah,
merokok, menurunkan berat pengobatan, dan konsultasi lanjutan
badan) yang dilakukan setiap 6 sampai 12 bulan.
4. anjurkan pasien dan keluarga 4. fasilitasi pasien menjalani Latihan fase 4
mematuhi jadawal control (long term) yaitu Latihan dalam jangka
kesehatan panjang
Edukasi
1. agar klien mengetahui fase-fase yang
harus di lakukan untuk menjaga
kesehatan jantung
55

2. untuk membanu dalam toleransi


aktivitas klien
3. agar pasien dan keluarga dapat
mengubah pola hidup dari terjadinya
faktor risiko yang memperberat
penyakitnya
4. agar jadwal kontrol klien dapat
terlaksana sesuai yang telah di anjurkan
56

8. IMPLEMENTASI, CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI (Menggunakan Clinical Pathway)

IMPLEMENTASI, CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI

NO INDIKATOR TANGGAL

28-03-2022 29-03-2022 28-03-2022 29-03-2022


- GCS E4 M6 V5 - GCS E4 M6 V5 EVALUASI
1 DIAGNOSA EVALUASI
- Tingkat kesadaran - Tingkat kesadaran DX. 1
KEPERAWATAN : DX. 1
compos mentis compos mentis S: Klien mengatakan nyeri dada
a. Nyeri akut S: Klien mengeluh
- TD 127/80 mmHg - TD 133/95 mmHg berkurang dan rasa nyerinya
nyeri dada
b. Penurunan curah
- Nadi 102x/menit - Nadi 84 x/menit hanya sesekali muncul
O: klien tampak meringis,
jantung
- RR 27 x/menit - RR 22 x/menit O: klien tampak tenang, tidak
gelisah skala nyeri 3, TD
c. Intoleransi tampak gelisah karna sesak, skala
- Suhu: 36,8oC - Suhu: 36 oC
127/80 mmHg,Nadi 102 nyeri 1, TD 133/95 mmHg, Nadi
aktivitas - SaO2 97% - SaO2 98 % 84 x/menit, RR 22 x/menit, Suhu:
x/menit, RR27x/menit,
36 oC, SaO2 98 %
- Nyeri klien pada - Nyeri klien pada skala 1
Suhu: 36,8 oC A: Masalah teratasi
skala 3 dalam rentang dalam rentang skala
A: masalah belum teratasi P: intervensi di hentikan, pasien
skala nyeri(0-10) nyeri (0-10) bleh pulang
P: lanjutkan intervensi
57

DX.02 DX.02
- Tampak klien sedikit Klien terlihat lebih
tenang dan tidak S: Klienmengeluh S: Klien mengatakan sesak
gelisah karna masih
tampak sesak
sesak sepertitertimpa yang dirasa sudahberkurang
merasakan sesak dan
bendaberat O: GCS E4M6V5, RR
sesekali nyeri dada
O: GCS E4 M6V5, RR 27 22x/menit, akral hangat
- Terpasang O2 5lt/m
x/menit, akral hangat, Suhu: A: Masalahteratasi
36,8 C, TD127/80 mmHg, P: Hentikanintervensi
Nadi 102 x/menit O2 5 DX.03
lt/menit S: Klien mengatakansudah tiak
lemas
A: Masalah belum teratasi
O: pasientampak sedang
P: Lanjutkan Intervensi
dudukdi tempat tidurA: Masalah
DX.03
teratasi
S: Klien mengatakan
P: Intervensidihentikan
lemas
O: pasien tampak sedang
berbaring ditempat tidur,
terpasang elektroda,
terpasang infusdan
terpasangDC Kateter.
58

TD 127/80

mmHg, Nadi 102x/menit,


RR27x/menit, Suhu: 36,8 C
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan

intervensi

- GCS Score: 15
2 NURSING GCS Score: 15
- Cardiac output: 3,1
OUTCOME Cardiac output: 4,2 - TIMI Risk Score STEMI:
3
TIMI Risk ScoreSTEMI:
Dx Kep : Nyeri akut
5
3 TINDAKAN - Memantau EKG
- Memantau EKG
KEPERAWATAN
- Mengobservasi TTV
- Mengobservasi
1 jam sekali
TTV 1 jam sekali
- Memberikan oksigen
- Memberikan
2 lt/menit
oksigen 5 lt/menit
- Memberikan posisi
- Memberikan posisi
semifowler
semifowler
- Melatih teknik
59

- Melatih teknik
relaksasi nafasdalam
relaksasi nafas
- Aff infus, elektroda, O2
dalam
pukul 11.00
- Pasien pulang

4 PENGOBATAN
- Memberikan obat - Memberikan obat
lovenox 0,6 mg, lovenox 0,6 mg,
brilinta 1 mg, brilinta 1 mg,
mitrocaf K 2,5 mg, mitrocaf K 2,5 mg,
ramipril 5 mg jam ramipril 5 mg jam
08.00 08.00

- Mengganti cairan - Mengganti cairan


infus DS 5% 20cc/j infus DS 5% 20cc/j
- Memberikan cairan - Memberikan obat
infus NTG 2amp aspilet 1 mg jam
20cc/j 09.00
- Memberikan obat - Memberikan obat
aspilet 1 mg jam bisoprolol 2,5 mg jam
09.00 10.00
60

5 LAB & PROSEDUR


- Hasil Lab: - Dilakukan tindakan
DIAGNOSTIK
echocardiography,
Hb 13,6 g/dl
hasil;
Leukosit 10810 sel/uL Midly dilated LV,
reduced LV systolic
Eritrosit 4.86 juta/uL function LVEF 38%
(simpson’s), LV
Hematokrit 40.2 % diastolic dysfunction
grade I, mild to
Trombosit 292000 moderate MR,
moderate AR, low
sel/uL
probability of PH, Mild
Kreatinin 0.62 mg/dl TR, normal RV
contractility (TAPSE
Troponin I. Hs 22mm)
710 ng/L

- Dilakukan
pemeriksaan
radiologi pukul 10.30

- Dilakukan tindakan
PCI pukul 14.00
61

6 DIET
Makan habis 1P Makan habis 1P

Minum 200cc Minum 200 cc


7 AKTIVITAS
Aktivitas klien di tempat Aktivitas klien di tempat
tidur tidur
8 EDUKASI
- Memberi edukasi - Memberi edukasi
mengenai kondisi mengenai kondisi klien
klien dan mengenai saat ini
penyakit yang klien
- Memberi edukasi
derita saat ini
kepada klien mengenai
- Member edukasi perawatan pasca post
mengenai PCI meliputi
pemasangan PCI yang memonitor apabaila
merupakan tindakan terjadadi pendarahan,
untuk memasukkan hematom, dan
kateter melalui femoral bengkak di area
(Judkins) atau brachialis penusukan menjelaskan
(Sones) menuju ke aorta pentingnya
assendens dan arteri mempertahankan
koronaria yang dituju tungkai tetap lurus
dengan bantuan dengan posisi kepala
fluoroskopi tidak lebih dari 450C.
- Memberi edukasi
kepada klien tentang
62

pola hidup sehat (rajin


berolahraga,
mengurangi konsumsi
rokok, kopi, dan patuh
meminum obat)
9 RENCANA TINDAK - Mengobs TTV 1jam
- Mengobservasi
LANJUT
sekali
TTV 1 jam sekali
- Atur posisi
- Atur posisi
semifowler
semifowler
- Berikan O2 5lt - Berikan O2 sesuai
- Hasil dari radiologi
kebutuhan
rescue PCI di LAD
- Lanjutkan terapi
- Rencana pulang
- Rencana tindakan
PCI
10 TTD PERAWAT
Aini Rachmawati Aini Rachmawati
63

C. Pembahasan
Pembahasan kasus ini merupakan bagian dari perbandingan antara asuhan
keperawatan dilapangan selama ini dengan tujuan kasus penulis berupaya dalam
menerapkan asuhan keperawatan dilapangan melalui tahap proses keperawatan dengan
kesenjangan dan kesamaan teori, selain itu juga penulis menemukan faktor yang
menghambat dan mendukung tingkat kesembuhan klien dengan asuhan keperawatan
yang diberikan berdasarkan diagnosa medis pasien yaitu CAD STEMI. Diagnosa CAD
STEMI pada klien ini ditunjang dengan pemeriksaan diagnostik yaitu Protein
troponin I (710 ng/L) yang menyatakan hasil pemeriksaan pada klien positif. Protein
troponin berfungsi dalam proses kontraksi otot jantung dan otot rangka. Pada kerusakan
atau kematian sel otot, troponin dilepaskan ke aliran darah. Pengukuran kadar troponin
dalam darah berfungsi sebagai penanda adanya kerusakan sel otot jantung atau otot
rangka.
Kejadian CAD STEMI bisa disebabkan oleh beberapa faktor, Pada sebagian
besar kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya
STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional dan penyakit dalam
lainnya. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktorresiko
yang tidak dapat diubah seperti usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga dan faktor
resiko yang dapat diubah seperti hiperglikemia, diabetes melitus, hipertensi, merokok
dan stress psikologis (Smeltzer, Bare, Hankle, & Cheever, 2013). Pada klien salah
satunya terjadi karena kebiasaan merokok sejak remaja dan perhari bisa menghabiskan
sampai 1 bungkus/hari. Merokok dapat membuat penyakit koroner semakin memburuk
di akibatkan karena karbondioksida yang terkandung dalam asap rokok akan lebih
mudah mengikat hemoglobin daripada oksigen, sehingga oksigen yang dikirim ke
jantung menjadi berkurang. Nikotin pada tembakau dapat memicu pelepasan
katekolamin yang mengakibatkan konstriksi pada arteri dan membuat alirandarah serta
oksigen ke jaringan menjadi terganggu. Merokok dapat meningkatkan adhesi trombosit
yang akan dapat mengakibatkan kemungkinan peningkatan pembentukan thrombus.
Dan hipertensi juga merupakan faktor risiko yang menyebabkan penyakit arteri
koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat meningkatkan gradien tekanan yang
harus dilawan oleh ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan darah yang tinggi terus
menerus dapat mengakibatkan suplai kebutuhan oksigen di jantung meningkat.
64

Keluhan utama pada klien mengeluh nyeri dada disertai sesak seperti tertimpa
beban berat, nyeri di rasakan secara tiba-tiba, nyeri menyebar ke bagian lengan kiri
sampai punggung, nyeri berkurang ketika istirahat dengan tidur dan nyeri bertambah
apabila klien beraktivitas, skala nyeri 3. Klien juga mengeluh lemas. Dari hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital TD: 130/84 mmHg, R: 31 x/menit, S: 36,5oC, N: 92
x/menit, Saturasi 98%. Data yang ditemukkan di atas sesuai dengan teori manisfestasi
klinis yaitu nyeri dada yang berat terjadi secara mendadak dirasakan seperti ditindih
benda berat, Nyeri dapat menjalar ke arah rahang, lengan, leher dan punggung (Black
& Hawks, 2014).
Setelah melakukan pengkajian dan mendapatkan data-data, penulis
mengelompokan data, menganalisa, dan merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.
N pada pengambilan diagnosa keperawatan penulis merumuskan data berdasarkan
prioiritas mengacu pada kaidah dalam menentukan diagnosa prioritas. Penulis
mengambil 3 diagnosa yang sesuai dengan kondisi pasien. Berikut adalah diagnose
yang penulis ambil:

1. Nyeri akut

Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan


dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional dengn onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Diagnosa ini diangkat berdasarkan keluhan klien yang mengatakan nyeri dada.
nyeri dada pada pasien jantung disebabkan oleh adanya sumbatan diarteri koroner
atau penurunan curah jantung, akibatnya suplai darah yang membawa oksigen dan
nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme menurun sehingga menyebabkan
peningkatan asam laktat yang dapat menimbulkan nyeri dada (kambu, 2020). Salah
satu intervensi untuk mengatasi nyeri yaitu dengan teknik relaksasi napas dalam
dapat menurunkan intensitas nyeri. Pada saat relaksasi, sel-sel otot jantung yang
mengalami vasokonstriksi akibat adanya iskemia dan nekrosis, akan mengalami
vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah sehingga
kebutuhan darah dan oksigen tercukupi (Iskandar, 2012).
65

2. Penurunan curah jantung

Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan jantung memompa darah


untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Pada proses pengkajian klien
mengeluh nyeri dada seperti tertimpa beban berat disertai sesak. kondisi ini terjadi
saat pembuluh darah arteri yang ada di jantung tersumbat total, sehingga
menyebabkan jantung kehilangan suplai darah dan oksigen. Salahsatu intervensi
yang diberika untuk mengatasi keluhan sesak yaitu dengan Posisi semi fowler.
Posisi tidur semi fowler dengan sudut 45˚ menghasilkan kualitas tidur yang lebih
baik karena dapat mengembangan rongga dada dan paru-paru menyebabkan asupan
oksigen membaik dan proses respirasi akan kembali normal. Selain itu pasien juga
dilakukan tindakan PCI yang bertujuan untuk melebarkan atau membuka pembuluh
darah koroner yang menyempit dengan balon atau stent. Adapun hal-hal yang perlu
diperhatikan pada post PCI meliputi, mengkaji keluhan yang dirasakan (Adanya nyeri
dada memerlukan tindakan segera karena hal tersebut dapat merupakan indikasi
adanya vasospasme atau penyumbatan secara tiba-tiba), Monitor tanda-tanda vital
1 jam pertama selama 15 menit, 1 jam kedua selama 30 menit sampai keadaan
umum baik, Monitor adanya perdarahan, hematoma dan bengkak disekitar area
penusukan, Monitor adanya tanda-tanda dari efek samping zat kontras seperti:
adanya urtikaria, menggigil, mual, muntah, ansietas dan spasme laring, observasi
volume cairan yang masuk dan keluar, monitor adanya tanda infeksi, dan monitor
adanya tanda ganguan sirkulasi ke perifer (Darliana, 2016).

3. Intoleransi aktivitas

Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-


hari. Pada kasus klien mengeluh lemas dan kekuatan otot menurun 4/4. ntoleransi
terhadap aktivitas pada penderita CAD STEMI disebabkan oleh ketidakmampuan
jantung dalam memompa darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh
dalam memenuhi kebutuhan metabolik, misalnya untuk pergerakan otot sehingga
menyebabkan kelelahan. Kebanyakan para penderita akanmerasa sesak nafas dan cepat
lelah sehingga menyebabkan mereka mengurangi aktivitasnya (Dube, B., Agostoni, P.,
Laveneziana, P., 2016).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan asuhan keperawatan pada pasien


dengan diagnose CAD STEMI, penulis memperoleh kesimpulan yang dapat diambil
dari pembahasan diatas bahwa CAD STEMI merupakan suatu gangguan fungsi jantung
yang diakibatkan oleh rupturnya plak aterosklerosis yang mengakibatkan oklusi total
pada arteri koroner dan disertai dengan tanda dan gejala klinis iskemia miokard seperti
munculnya nyeri dada, adanya elevasi segmen ST serta meningkatnya biomarker
kematian sel miokardium yaitu troponin (Wahyunadi, Sargowo, & Suharsono, 2017).
Banyak factor yang dapat menimbulkan terjadinya CAD STEMI seperti faktor resiko
yang tidak dapat diubah seperti usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga dan faktor
resiko yang dapat diubah seperti hiperglikemia, diabetes melitus, hipertensi, merokok
dan stress psikologis (Smeltzer, Bare, Hankle, & Cheever, 2013). Masalah yang dapat
di ambil yaitu Nyeri akut b.d agens cedera biologis, Penurunan curah jantung b.d
perubahan kontraktilitas dan Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
Perawat selama 24 jam berada dengan pasien memiliki peranan penting dalam
merespon tanda gejala yang dialami oleh pasien dengan memulai tindakan keperawatan
yang tepat terhadap respon pasien. Dengan intervensi keperawatan yang tepat pada
masalah keperawatan nyeri akut maka perawat memberikan intervensi teknik relaksasi
nafas dalam, kemudian penurunan curah jantung dimana klien mengeluh sesak maka
intervensi yang diberikan dengan pengaturan posisi semifowler 45 derajat serta
intoleransi aktivitas dengan membatasi aktivitas klien agar tidak kelelahan

66
67

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyampaikan saran antara lain:

1. Bagi rumah sakit

Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien lebih optimal untuk


meningkatkan pelayanan mutu rumah sakit.

2. Bagi institusi pendidikan

Sebagai tempat menempuh ilmu keperawatan diharapkan hasil pembahasan ini


dijadikan sebagai acuan dalam pemberian asuhan keperawatan yang selanjutnya
terkait dengan masalah penyakit CAD STEMI.

3. Bagi penulis selanjutnya

Diharapkan penulis selanjutnya dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu


seefektif mungkin sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien
secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Ashar, A. H. (2017). Analisa Asuhan Keperawatan Pada Pasien STEMI Dengan


Gangguan Rasa Aman Nyaman: Nyeri Akut Di Ruang ICCU RSUD Prof. DR.
Margono Soekarjo Purwokerto., 4, 9–15.
Asmara, winda. Dkk. 2021. Penerapan Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap Kualitas Tidur
Pasien Congestive Gagal Jantung. Jurnal Cendikia Muda Volume 1, Nomor 2, Juni 2021
ISSN : 2807-3649
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Di alih bahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba
Emban Patria.
Bosson, N., Isakson, B., Morgan, J. A., Kaji, A. H., Uner, A., Hurley, K., … Niemann,
J. T. (2019). Safety and Effectiveness of Field Nitroglycerin in Patients with
Suspected ST Elevation Myocardial Infarction. Prehospital Emergency Care,
23(5), 603–611. https://doi.org/10.1080/10903127.2018.1558318
Darliana, D. (2016). Perawatan Pasien Yang Menjalani Prosedur Kateterisasi Jantung.
Ideal Nursing Journal, 3(3), 67–74.
Fitriadi, B., & Putra, K. (2018). Laporan Kasus Stemi Inferior dengan Bradikardi dan
Hipotensi. Jurnal Rs Widodo Ngawi, 45(1), 34–37.
Iskandar, Herlina. dkk. 2012. Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Nyeri
Dada Pada Pasien Infark Miokard Akut. Jurnal keperawatan. VOL. V NO. 3 Desember
2012 ISSN 1979-8091
Mutarobin. et al. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan Pasien Coronary Artery
Disease Pre Coronary Artery Bypass Grafting. Jurnal Kesehatan. 13(1) : 9-21.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Tussolihah, M. (2018). Analisa Praktek Klinik Keperawatan Pada Pasien Coronary
Artery Disease (CAD) Non Stemi Dengan Intervensi Inovasi Terapi Pijat Kaki
Terhadap Kualitas Tidur Diruang Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018. Univesitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur, 2, 227–249.
Wahyudi, H., & Gani, A. (2019). Keberhasilan Tatalaksana ST Elevation Myocardial
Infarction ( STEMI ) dengan Streptokinase. 2(2), 33–38.

Anda mungkin juga menyukai