Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah Lanjut I
OLEH: KELOMPOK IV
Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
Management and First Handling Treatment of Acute Coronary Syndromes in Patients with
Non ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) anugerah-Nya Kelompok bisa
menyelesaikan makalah
Makalah penelitian ini disusun dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas kelompok
mata kuliah Keperawatan Medikal Lanjut I dalam Program Studi Magister Keperawatan di
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta semester dua tahun ajaran
2016/2017. Kelompok menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kelompok menerima saran dan kritik yang bersifat membangun sebagai upaya menjadi
lebih baik.
Selama proses penyusunan makalah ini, kelompok banyak mendapatkan bimbingan,
bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami sampaikan rasa terima
kasih pada bapak Eri Yanuar, SKp., Ns., MSc selaku dosen pengampu dan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa senantiasa memberikan kemudahan dalam setiap proses pembelajaran.
DAFTAR ISI
hal
SAMPUL
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 7
C. Tujuan............................................................................................................. 7
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Tetanus.............................................................................................. 8
B. Pengelolaan pasien terkait tetanus................................................................. 12
BAB III GUIDELINE
A. Guideline yang tepat dan sesuai di terapkan di Indonesia............................. 15
B. Analisis penerapan guidline di indonesia....................................................... 16
C. Kompetensi yang harus dimiliki perawat untuk menerapkan guidline ......... 18
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.................................................................................................... 24
B. Saran............................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pendahuluan dan latar belakang diatas, penulis menyusun
rumusan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran teori tentang gangguan sistem kardiovaskular (angina
pectoris)?
2. Bagaimana penatalaksanaan terbaru dalam pengelolaan gejala pada pasien dengan
gangguan sistem kardiovaskular (angina pectoris) ?
3. Apakah ada guidelines terbaru terkait penyakit ini dan guidelines manakah yang
paling cocok digunakan di Indonesia?
4. Apa sajakah kompetensi yang harus dimiliki perawat dalam penerapan guideline
tersebut
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut ini:
1. Menjelaskan tinjauan teori tentang gangguan sistem kardiovaskular (angina
pectoris)
2. Menjelaskan tatalaksana terbaru terkait pengelolaan gejala pada pasien dengan
angina pectoris yang telah terbukti dan mempunyai evidence basednya
3. Mengumpulkan guideline terbaru terkait angina pectoris dan menganalisa
guideline yang tepat untuk diterapkan di Indonesia
4. Menjelaskan kompotensi perawat terkait penerapan guideline terbaru
BAB III
GUIDELINES DAN PEMBAHASAN
a. Anti Iskemia
1) Penyekat beta (beta blocker), berfungsi menahan reseptor beta-1 yang
menurunkan konsumsi oksigen miokardium. Penyekat beta ini
direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika terdapat
hipertens dan/atau takikardi, dan selama tidak terdapat indikasi kontra (kelas
I-B).Penyekat beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama (kelas I-
B). Penyekat beta juga diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi
ventrikel kiri selama tidak ada indikasi kontra (kelas I-B). pemberian
penyekat beta pada pasien dengan riwayat pengobatan penyekat beta kronis
yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi
kilip III (kelas I-B). beberapa penyekat beta yang sering dpakai dalam
praktek klinik dapat dilihat pada table berikut:
2) Nitrat. Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan kekurangan preload dan volume akhir diastolic ventrikel kiri
sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat
adalah dilatasi pembuluh darah coroner baik yang normal maupun yang
mengalami aterosklerosis
a) Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut
dari episode angina (kelas I-C)
b) Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut
sebaiknya mendapat nitratsublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3
kali pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat
intravena jika tidak ada indikasi kontra (kelas I-C)
c) Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal
jantung, atau hipertensi dalam 48 jam UAP/NSTEMI. Keputusan
menggunakan nitrat intravena tidak boleh menghalangi pengobatan yang
terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat beta atau angiotensin
converting enzymes inhibitor (ACE-I) (kelas I-B).
d) Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90
mmHg atau >30 mmHg dibawah nilai awal, bradikadia berat (<50 kali
/menit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark ventrikel kanan
(kelas III-C)
e) Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi
inhibitor fosfodiesterase: sildenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam.
Waktu yang tepat untuk terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum
dapat ditentukan (Kelas III-C)
Nitrat Dosis
Isosorbid dinitrate (ISDN) Sublingual 2,5-15 mg (onset 5 menit)
Oral 15-80 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Intravena 1,25-5 mg/jam
Isosorbid 5 mononitrate Oral 2x20 mg/hari
Oral (slow release) 120-240 mg/hari
Nitroglycerin (trinitrin, TNT, Sublingual tablet 0,3-0,6 mg- 1,5mg
Intravena 5-200 mcg/menit
glyceryl trinitrate
Antiplatelet Dosis
Aspirin Dosis loading 150-300 mg, dosis pemeliharaan 75-100mg
Ticagrelor Dosis loading 180 mg, dosis pemeliharaan 2x90 mg/hari
Clopidogrel Dosis loading 300 mg, dosis pemeliharaan 75 mg/hari
Antikoagulan Dosis
fondaparinuks 2,5 mg subkutan
Enoksaparin 1 mg/kg, dua kali sehari
Heparin tidak terfraksi Bolus i.v. 60 U/g, dosis maksimal 4000 U.
Infus i.v. 12 U/kg selama 24-48 jam dengan dosis
1
maksimal 1000 U/jam target aPTT 1 2 -2x
kontrol
e. Kombinasi Antiplatelet dengan Antikoagulan
1) Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan
risiko perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau ketat (Kelas I-A)
2) Kombinasi aspirin, clopidogrel dan antagonis vitamin K jika terdapat
indikasi dapat diberikan bersama-sama dalam waktu sesingkat mungkin dan
dipilih targen INR terendah yang masih efektif (Kelas IIa-C)
3) Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama
pada penderita tua atau yang risiko tinggi perdarahan, target INR 2- 2,5
lebih terpilih (Kelas IIb-B).
f. Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin
Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam
mengurangi remodeling dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-
miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal
jantung klinis. Penggunaannya terbatas pada pasien dengan karakteristik
tersebut, walaupun pada penderita dengan faktor risiko PJK atau yang telah
terbukti menderita PJK, beberapa penelitian memperkirakan adanya efek
antiaterogenik.
1) Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang,
kecuali ada indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel
kiri 40% dan pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit
ginjal kronik (PGK) (Kelas I-A)
2) Inhibitor ACE hendaknya dipertimbangkan pada semua penderita selain
seperti di atas (Kelas IIa-B). Pilih jenis dan dosis inhibitor ACE yang telah
direkomendasikan berdasarkan penelitian yang ada (Kelas IIa-C)
3) Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien infark
mikoard yang intoleran terhadap inhibitor ACE dan mempunyai fraksi
ejeksi ventrikel kiri 40%, dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung
(Kelas I-B).
Kelas 2b
1. Monitoring yang dilakukan berkesinambungan atau terus menerus dengan
pengukuran EKG 12 lead merupakan alternatif pilihan yang beralasan
untuk pasien yang pada EKG awal tidak terdiagnosa ACS dan yang
memiliki resiko sedang atau tinggi ACS (level of evidence B)
2. Pengukuran dari B-type natriuretic peptide atau N-terminal pro B-type
natriuretic peptide dapat digunakan untuk mengkaji resiko pada pasien
yang dicurigai mengalami ACS (level of evidence B)
Kelas II a
a) Rasional apabila dilakukan observasi pada pasien dengan gejala
konsisten dengan ACS tanpa adanya bukti objektif dari iskemik
myocard (non inskemik pada EKG awal dan troponin jantung normal)
pada unit nyeri dada atau unit telemetry dengan serial EKG yang
dilakukan dan troponin jantung pada interval 3 dan 6 jam (level of
evidence B)
b) Rasional apabila pasien dengan kemungkinan ACS yang memiliki
EKG serial dan troponin jantung normal untuk memiliki treadmill
EKG, stress, myocardial perfusion imaging, atau stres ekokardiografi
sebelum kepulangan atau dalam 72 jam setelah kepulangan (level of
evidence B)
c) Pada pasien yang kemungkinan memiliki ACS dan dengan EKG
normal, troponin jantung juga normal, dan tidak memiliki riwayat
CAD, rasional apabila diinisiai untuk melakukan coronary CT
angiography (tanpa melakukan EKG serial dan troponin) untuk
mengkaji anatomi arteri koroner atau istirahatkan pencitraan perfusi
myocardial dengan techetium-99m radiopharmaceutical untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya myocardial ischemia (level of
evidence B)
d) Rasional untuk memberikan pasien dengan resiko rendah yang dirujuk
untuk pengujian pasien rawat jalan terkait dengan penggunaan aspirin,
short-acting nitroglycerin dan medikasi lain yang tepat dalam
kesehariannya (misalnya bera bloker) dengan instruksi tentang level
aktivitas dan follow up dokter (level of evidence C)
Kelas IIa
Kelas IIa
Kelas IIb
Kelas IIb
a) Rasional untuk menggunakan ticagrelor dalam preferensi untuk
clopidogrel untuk perawatan P2Y12 pada pasien dengan NSTEMI
yang menjalani
awal invasif awal atau iskemia-dipandu strategi (Level of Evidence: B)
KELAS IIb
a) Pada pasien dengan NSTEMI yang diobati dengan strategi invasif awal
Strategi dan terapi antiplatelet ganda (DAPT) dengan berisiko tinggi
(misalnya, troponin positif), inhibitor GP IIb / IIIa dapat dianggap
sebagai bagian dari awal terapi awal antiplatelet. Pilihan yang lebih
disukai adalah eptifibatide atau tirofiban (Level of Evidence: B)
1) Aspirin
Aspirin merupakan first line terapi adalah pada pasien
dengan NSTEMI dan mengurangi kejadian berulang MI
dan kematian. Sebuah dosis muatan non-enteric coated aspirin 162
mg sampai 325 mg adalah antiplatelet awal terapi. Dosis
pemeliharaan berikutnya adalah 81 mg per hari ke 162 mg per hari;
dalam keadaan khusus, lebih tinggi pemeliharaan dosis hingga 325
mg sehari-hari telah digunakan. Dosis rendah disukai dan semua
pasien yang diobati dengan ticagrelor harus menerima hanya 81 mg
per hari. Di negara-negara lain, tersedia formasi aspirin dosis
rendah mungkin termasuk 75 mg dan 100 mg. Dosis tinggi ( 160
mg) versus-dosis rendah (<160 mg) aspirin dikaitkan dengan
peningkatan risiko pendarahan dalam ketiadaan ditingkatkan hasil.
Kebanyakan NSAID reversibel mengikat COX-1, mencegah
penghambatan oleh aspirin dan dengan COX-2 dan dapat
menyebabkan efek prothrombotic. Aspirin enteric harus dihindari
awalnya karena yang tertunda dan mengurangi penyerapan.
2) P2Y12 receptor inhibitors
Terdapat 3 jenis yang biasa digunakan yaitu clopidogrel,
prasugrel dan ticagrelor. Pemberian Clopidogrel dengan
administrasi clopidogrel dengan aspirin lebih unggul dibandingkan
pemberian aspirin saja dalam mengurangi insiden kematian
kardiovaskular dan nonfatal MI atau Stroke kedua akut dan selama
11 bulan berikutnya.
Pada pasien dengan NSTE-ACS dan didefinisikan anatomi
koroner yang menjalani PCI direncanakan, 60-mg dosis muatan
prasugrel diikuti oleh 10 mg sehari-hari adalah dibandingkan
dengan 300-mg dosis loading dan 75 mg sehari-hari clopidogrel.
Komposit akhir primer (kardiovaskular kematian, nonfatal MI, dan
stroke) berkurang di pasien yang diobati dengan prasugrel.
2) Terapi inisial parenteral antikoagulan pada pasien dengan definite
NSTEMI : rekomendasi
Kelas I
a) Pada pasien dengan NSTEMI, antikogulasi, ditambahkan untuk
terapi antiplatelet, hal ini direkomendasikan untuk semua pasien
terlepas dari strategi pengobatan awal atau inisial (yang tidak
mendapatkan terapi awal atau inisial). Pilihan pengobatannya
adalah
o Enoxaparin
Pemerian dengan dosis 1 mg/kg subcutaneous (SC) setiap
12 jam (kurangi dosisnya hingga 1 mg/kg SC sekali sehari
pada pasien dengan once daily in patients with creatinine
clearance [CrCl] <30 mL/min), lanjutkan untuk durasi
rawat inap atau hingga dilakukannya PCI. Pemberian awal
dengan loading dose 30 mg digunakan untuk pasien-pasien
terrtentu (Level of evidence A)
o Bivalirudin : 0.10 mg/kg dosis yang diberikan diikuti
dengan pemberian 0.25 mg/kg per jam (hanya pada pasien
yang mendapatkan strategi invasif awal),
o Fondaparinux: 2,5 mg SC harian, terus untuk durasi
rawat inap atau sampai PCI dilakukan dengan hanya
menggunakan sementara dari inhibitor GP IIb / IIIa,
tersedia pasien juga diobati dengan DAPT (Level of
Evidence: B)
o Jika PCI dilakukan saat pasien berada pada fondaparinux,
sebuah antikoagulan tambahan dengan aktivitas anti-IIa
(baik UFH atau bivalirudin) harus diberikan karena risiko
kateter trombosis (Level of Evidence: B)
o UFH IV: awal pemuatan dosis 60 IU / kg (maksimum
4.000 IU) dengan infus awal 12 IU / kg per jam
(Maksimum 1.000 IU / h) disesuaikan per diaktifkan parsial
tromboplastin waktu untuk mempertahankan antikoagulan
terapi sesuai dengan protokol rumah sakit tertentu,
terus selama 48 jam atau sampai PCI dilakukan
(Level of Evidence: B)
Kelas IIa
a) Rasional untuk memilih strategi invasif awal (dalam
24 jam pemberian) dibandingkan dengan menunda strategi invasif
(Dalam waktu 25 sampai 72 jam) untuk awalnya pada pasien
berisiko tinggi dengan NSTEMI. Bagi mereka yang tidak pada
resiko tinggi/ menengah, pendekatan invasif ditunda rasiona untuk
dilakukan (Level of Evidence: B)
Kelas IIb
Myocardial Revascularisasi
Perbedaan pokok antara pasien dengan stable ischemic heart disease
dan NSTE-ACS adalah kekuatan pendorong di iskemik stabil lebih kuat
dibandingkan pada NSTE-ACS. Myocardial iskemik pada ACS
mempunyai peluang MI dan berpotensi besar mengancam kehidupan.
Selanjutnya (pada pasien ACS) angina akan mudah dikurangi dengan
rwvaskuarisasi dibandingkan dengan medical terapi.
Sebuah pendekatan heart team untuk membuat keputusan
revaskularisasi,(melibatkan intervensi dari ahli kardiologi dan ahli bedah
jantung) dilakukan pada pasien yang memiliki CAD yang komplek dan
tidak aman. Kalkulasi SYNTAX (synergi antara PCI dengan TAXUS dan
pembedahan jantung) dan score STS dijadikan pertimbangan pada pasien
tersebut untuk menmantau pemilihan revaskularisasi yang dilakukan.
Factor-faktor yang mempengaruihi pemilihan prosedur revaskularisasi
dengan melihat keluasan dan kekompleksitas CAD, resiko jangka pendek
dan jangka panjang dari daya tahan PCI, kematian saat tindakan (yang
dikalkulasi dari skore STS), diabetes mellitus, CKD, kompleksitas
revaskularisasi, disfungsi sistolik ventrikel kiri, riwayat CABG
sebelumnya, dan kemampuan pasien untuk bertoleransi dan menerima
proses dari DAPT. Secara umum semakin komplek dan luas
perkembangan penyakit akan mempengaruhi kekomplek CABG. Pada
pasien dengan NSTE-ACS, PCI dengan tidak melindungi arteri utama
jantung kiri dan merupakan pilihan terakhir bagi pasien yang tidak bisa di
CABG.
a. Tindakan PCI
a. Keadaan umum yang direkomendasikan PCI
kelas IIb
a) Sebuah strategi dari multivessel PCI, berbeda untuk culprit-
pengulangan revaskularisasi.
B)
c) Setelah PCI, aspirin harus dilanjutkan tanpa ada ketentuan
dengan pilihan
Clopidogrel: 600 mg (level evidence: B) atau
Prasugrel: 60 mg (level evidence: B) atau
Ticagrelor: 180 mg (level evidence: B)
e) Pada pasien dengan NSTE-ACS dan ciri-ciri resiko tinggi
pilihan:
Clopidogrel: 75 mg/ hari (level evidence: B) atau
Prasugrel: 10 mg/ hari (level evidence: B) atau
Ticagrelor: 90 mg/ hari (level evidence: B)
Kelas IIa
(level evidence: B)
c) Pada pasien dengan NSTE-ACS dan mempunyai tanda
B)
d) Setelah PCI, ada alasan untuk menggunakan 81 mg/ hari
B)
e) Jika resiko kematian karena pendarahan diantisipasi
Kelas IIb
B).
Pasien yang menjalani PCI yang sebelumnya telah menerima dosis 300
mg clopidogrel dan pada dosis pemeliharaan harian 75-mg harus menerima
dosis 300 mg lainnya. Tidak ada data yang sesuai untuk prasugrel karena obat
ini diberikan sebelum PCI. Untuk ticagrelor, tidak ada data tambahan yang
mendukung.
Kelas I
Kelas IIb
c. Pada pasien yang dirujuk untuk CABG segera, adalah wajar untuk
melakukan operasi kurang dari 5 hari setelah clopidogrel atau
ticagrelor dihentikan dan kurang dari 7 hari setelah prasugrel telah
dihentikan (Level of Evidence: C)
Perawatan Rumah Sakit Yang Telat, Keluar Rumah Sakit Dan Perawatan Setelah Keluar
Rumah Sakit
Hasil dapat didiskusikan dengan pasien, keluarga pasien dan atau advokat
pasien. Hasil tes harus digunakan untuk membantu menentukan kemungkinan
untuk melakukan coronary angiography, kebutuhan untuk pengaturan pada
regimen medis dan pengukuran spesifik pada pencegahan sekunder.
Kelas II a
Rasional untuk menggunakan nonselective NSAIDs, seperti naproxen, apabila
terapi awal dengan acetaminophen, nonacetylated salicylates, tramadl atau
dosis kecil dari narkotika tidak cukup
Kelas II b
NSAID dengan peningkatan derajat relatif COX-2 selektivitas dapat
dipertimbangkan untuk menghilangkan rasa sakit hanya untuk situasi di mana
ketidaknyamanan yang tidak dapat ditoleransi terus berlanjut meskipun upaya
perawatan bertahap dengan terapi dengan acetaminophen, salisilat
nonacetylated, tramadol, dosis kecil narkotika, atau NSAID nonselektif.
Dalam semua kasus, penggunaan dosis efektif yang terendah untuk waktu
terpendek yang mungking didorong pelaksanaannnya.
Kelas III : Harm
NSAID dengan peningkatan derajat relatif COX-2 selektivitas tidak boleh
diberikan pada pasien dengan STEMI dan ketidaknyamanan muskuloskeletal
kronis bila terapi dengan acetaminophen, salisilat nonacetylated, tramadol,
kecil dosis kecil narkotika, atau NSAID nonselektif memberikan pereda sakit
yang dapat diterima
e. Terapi Hormon : Rekomendasi
Terapi hormon dengan estrogen dan progestin atau estrogen saja, tidak boleh
diberikan sebagai obat baru untuk pencegahan primer dari kejadian koroner kepada
wanita post menopause setelah NSTEMI dan tidak boleh dilanjutkan pada
pengguna sebelumnya kecuali manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan
kerugian yang timbul
e Vitamin antioksidan dan asam folat: Rekomendasi
7. Post-CABG
Kelas I
Pasien dengn CABG seeelumnya dan NSTEMI harus mendapatkan terapi
antiplatelet dan antikoagulan berdasarkan pada GDMT dan harus dipertimbangkan
dengan kut untuk strategi invasif awal karena meningkaktkn resiko
8. Perioperatif NSTEMI berhubungan dengan Pembedahan Noncardia : Rekomendsi
Kelas I
Pasien yang dalam perkembangan NSTEMI yang diikuti dengan pembedahan
noncrdiac harus mendpatkan GDMT seperti direkomendassikan untuk pasien pada
populasi ggeneral tetapi dengan modifikasi dengan pprosedur pembedahan noncardiac
dan keparahan dari NSTEMI
Pada pasien yang dalam perkembangan NSTEMI setelah pembeahan noncardia,
manajemenharus lngsung pada penyebab awalnya
9. CKD : Rekomendsi
Kelas I
CrCl harus diperkirakan pada pasien dengan NSTEMI, dan dosis obat renally yng
diberikan harus disesuaikan menurut data farmakokinetik untuk pengobatan yang
spesifik
Pasien yang menjalani angiografi koroner dan LV harus menerima hidrasi yang
memadai
Kelas IIa
Strategi invasif adalah wajar pada pasien dengan CKD ringan
(Tahap 2) dan sedang (tahap 3)
10. Terapi Antiplatelet
Pasien CKD dengan ACS memiliki resiko yang lebih untuk komplikasi iskemik,
termasuk didalamnya adalah trombosis dan kejadian iskemik post-PCI. Selain itu juga
merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan hebat. Pasien dengan CKD berat
menunjjukkan adanya reaktivitas residual platelet walaupun tta laksana dengan
clopidogrel independen dari adanya diabeetes mellitus. Hiporesponsif pada nopyridines
berhubungan dengan peningkatn efek lain pada kardiovaskular.
Wanita dengan semua kelompok umur memiliki angka kejadian yang lebih
besar di rumah sakit dan komplikasi jangka panjang dari NSTEMI dibandingkan pda
laki-laki termasuk perdarahan, MI baru, stroke dan perawatan kembali dirumah sakit..
wanit dilaporkan memiliki gejala atipical yang lebih banyak dibandingkan dengan
laki-laki.
12. Anemia, Perdarahan dan Transfusi : Rekomendasi
Kelas I
Semua pasien dengan nstemi harus dievaluasi untuk resiko perdarahan (level of
evidence C)
Terapi antikoagulan dan antiplatelet harus diukur dengan sesuai dan haru diberikan
ketika dibutuhkan untuk CKD untuk menurunkan resiko perdarahan pada pasien
dengan NSTEMI (leveel of evidence B)
Kelas III : No benefit (tidak ada manfaat)
Sebuah strategi rrutin transfusidarah pad pasien yang secara hemodinamik stabil
dengan NSTEMI dan level hemoglobin lebih tinggi dari 8 g/dL tidak
direkomendasikan (level of evidence B)
13. Thrombocytopenia
Insiden terjadinya thrombocytopenia pada pasien dengan NSTEMI bervasiasi dari 1-
13%. Sepertigga dari pasien diberikan terapi prolonged heparin dapat mengembangkan
atau menyebabkan thrombocytopenia termsuk penghitungan jumlah platelet rendah,
umur lebih tua ACS, pembedahan jantung dan embuluh darah, intravena UFH atau
kkeduanya UFH dan LMWH, selama terapi heparin, dan rendahnya BMI. Resiko
keadaan ini meningkat pada pasien yang mendaatkan pengobatan dengn abciximab dan
lebih sedikit dengn eptifibate atau tirofiban.
14. Penggunaan Kokain dan Methamphetamine : Rekomendasi
Kelas I
Pasien dengan NSTEMI dan memiliki riwayat bbaru penggunaan kokain atau
methamphetamine hrus dirawat dengan cra yang sama dengan pasien bukn pemakai.
Ha yang berbeda adalah pada pasien dengan tanda-tanda dari intoksikasi akut
(euforia, takikardi, dan/atau hipertensi) dan penggunaan beta blocker, kecuali pasien
menerima terraoi vasodilator koroner (level of evidence C)
Kelas IIa
Benzodiazepines sendiri atau kombinasi dengan nitroglycerin wajar diberikan atau
rasional diberikan untuk manajemen hipertensi ddan takikrdi pada pasien dengan
NSTEMI dan tanda-tanda intoksikasi akut kokain atau methampethamine (level of
evidence C)
Kelas III : Harm (Bahaya)
Beta blocker tidak boleh diberikan kepd pasien dengan ACS dengan riwayat
penggunaan baru kokain atau methampethmine yang menunjukkan adanya gejalan
intoksikasi akut karena resiko potensial terjadinya spasme koroner (level of evidence
C)
15. Angina Vasospastik : Rekomendasi
Kelas I
CCBs sendiri atau kombinasi dengan penggunaan nitrat yang waktu paruhnya jngka
panjang berguna untuk pengobatn dan mengurangi frekuensi dri angina vsospastik
(level of evidence B)
Pengobatan dengan inhibitor HMG-CoA reductase berhenti merokok dan tambahan
modifikasi faktor resiko atherosclerosis berguna pada pasien dengn angina vsospastik
Angiografi koroner (invasif atupun non invasif) direkomendasikan pada pasien dengn
nyeri dada episodik yang diikuti dengn transient ST-elevasi untuk mengetahui adanya
CAD osbtruktif yng buruk (level of evidence C)
Kelas II b
Penilaian provokatif selama angiografi koroner invsif dapat dipertimbangkan pada
pasien dengan dicurigai mengalami angina vasospastik ketika kriteria klinis dn
penilaian non invasif ggal untul menegakkan diagnosa (level of evidence B)
Nyeri dada angina vasospastik (Prinzmetal) jenisnya muncul tnpa provokasi yang
berhubungan dengan ST-elevasi dan biasanya dipecahkan secara spontan atau dengan
nitrogliserin dengan waktu paruh yang cepat
16. ACS dengan Secara Angiograsi Memiliki Arteri Koroner Normal
Kelas II b
Apabila angiografi koroner menunjukkan arteri koroner normal dan dicurigai adanya
disfungsi endhotel, pengkajian prikologikal invasif seperti pengukuran aliran koroner
dpat dipertimbangkn (level of evidence B)
17. sttress (takotsubo) Carrdiomyopathy Rekomendsi
Kelas I
Kardiomiopati strres harus dipertimbangkan pda pasien yang menunjukkan ACS yng
jelas dan saat pangiografi menunjukkan CAD non obstruktif (level of evidence C)
Pencitraan tau imging dengan ventrikulografi, ekokardiogrfi, atau magnetic
resonance imaging harus dilakukan untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan
diagnosa dari stres karddiomiopati tersebut (level of evidencce B)
Pasien harus dirawat dengan agen konvensional (ACE inhibitor, beta blocker, aspirin,
dan diuretik) yang diindikasikan apabila hemodinamikanya stabil (level of evidence
C)
Antikoagulan harus diberikan pada pasien yang mengalami LV thrombi (level of
evidence C)
Kelas II a
Wajar atau rasional untuk menggunakan cathecolamin untuk pasien dengan gejala
hiptensi apabila obstruksi aliran tract atau saluran tidak dijumpai (level of evidence C)
Penggunaan IABP rasional untuk pasien dengan shock refraktori
Rasional untuk menggunakan beta blocker dan agen alpha adrenergik pada pasien
dengan obstruk s aliran tract
Kelas II b
Antikoagulasi profilaksis dapat dipertimbangkan untuk menghalangi perkembangan
dari trhombus LV
18. Obesitas
Obesitas berhubungan dengan kondisi seperti dislipidemia, diabetes mellitus,
hipertensi, aritmia, dan HF yang berefek merugikan pada outcome ACS. Pada percobaan
MADIT-II (Multicenter Automatic Defiblirator Implementation), terdapat hubungan
terbalik antara BMI dan kedua penyebab dari mortalitas dan kematian jantug mendadak
pada pasien dengan disfungsi LV setelah MI. Standar pendekatan untuk penurunan berat
badan pada pasien obesitas biasanya tidak berhasil untuk penurunan besar berat badan.
Sebuah studi penurunan berat obesitas dan pasien obesitas dengan AMI mengakibatkan
kehilangan berat badan hanya 0,5% pada pasien obesitas dan 3,5% di bukan pasien
obesitas setelah 1 tahun.
19. Pasien dengan Terapi Antineoplastic/Immunosuppressif
Terapi Antineoplastic/Immunosuppressif dapat berkontribusi untuk perkembangan
NSTEMI. Contohnya adalah agen antineoplastik seperti geemcitabine, sorafenib
sunitinib, dan 5-fluorouracil mempunyai hubungan dengan spasme arteri koroner atau
stenosis. Trastuzumub dan obat anti kanker lain yang mungkin dapat mengubah level
biomarker. Agen antineoplastik dapat meenyebabkan perubahan pada dinding arteri dan
modulator darri inflamasi dapat menyebaban atau mengarahkan pada aterogenesis. Padda
pasien yang meendapatkan agen teersebut, bijaksana untuk mengkomunikasikan dengan
dokter terkait pereesepa untuk kebutuhan keberlanjutan perawatannya selama NSTEMI
dan perawatan selanjutnya.
Kualitas Perawatan dan Hasil Untuk Penggunaan Ukuran Kinerja dan Registriees
a Penggunaan dari Ukuran Kinerja dan Registries : Rekomendasi
Kelas II a
Partisipasi dalam kualitas kualitas perawatanndata standar dirancang untuk melacak
dan mengukur hasil, komplikasi dan pengukuran performa atau kinerja dapat
bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dai NSTEMI
2 Guideline 2015
Guideline kedua yang dibahas dalam makalah ini adalah guideline yang diterbitkan ESC
tahun 2015 yang berjudul 2015 ESC Guidelines for the management of acute coronary
syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation. Guideline
tersebut menjelaskan tentang :
a Definisi, Patofisiologi dan Epidemiologi
Berdasarkan pemeriksaan EKG terdapat 2 kelompok yang dapat dibedakan yaitu :
1) Pasien dengan nyeri dada akut dan elevasi segmen ST persisten (>20 menit)
Kondisi ini terjadi karena elevasi segmen ST dan mencerminkan terjadinya oklusi
koroner akut yang total. Pengobatan terbaik yang dapat dilakukan pada pasien ini
adalah dengan segera melakukan reperfusi oleh angioplasti primer atau terapi
fibrinolitik
2) Pasien dengan nyeri dada akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten
Perubahan EKG dapat termasuk elevasi transient segmen ST, depresi segmen ST
persisten atau transient, inversi gelombang T, gelombang T datar atau flat atau EKG
dapat pula normal.
a) Definisi Universal untuk Infark Myocardial
Acute myocardial infarction (MI) didefinisikan sevagai nekrosis
cardiomyocyte pada setting klinik konsisten dengan iskemia myocardial akut.
Kombinasi kriteria yang diperlukan untuk memenuhi diagnosis Ami yaitu
peningkatan dan/atau penurunan biomarker jantung, troponin jantung lebih
disukai karena tingkat sensitivitasnya tinggi, dengan setidaknya 1 nilai berada
diatas 99 percentile dari batas atas referensi dan setidaknya 1 dari gejala
o Gejala iskemia
o Baru atau diduga baru terdapat perubahan yang signifikan pada gelombang atau
segmen ST atau terdapat block pada bundle branch pada ke-12 lead EKG
o Perkembangan patologis dari gelombang Q pada EKG
o Bukti pencitraan baru atau diduga baru hilangnya viable myocardiuum atau
gerakan dindingnya abnormal
o Thrombus intracooroner yang terdeteksi pada angiografi atau otopsi
(1) Tipe 1 MI
karakteristik jenis ini adalah adanya ruptur plaq aterosklerosis, ulserasi,
fissura, erosi atau diseksi yang menyebabkan trombus intraluminal
trombus dalam satu atau lebih arteri koroner yang menyebabkan penurunan
aliran darah miokard dan / atau embolisasi distal dan selanjutnya
nekrosis miokard.
(2) Tipe 2 MI
Jenis inni terjadi pada kondisi ketidakstabilan plak koroner berkontribusi
terhadap ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke dalam miokard dan
kebutuhannya.
(3) unstable angina pada pemeriksaan troponin jantung
unstable angina atau angina yang tidak stabil didefinisikan sebagai iskemia
miokard pada saat istirahat atau minimal tenaga tanpa adanya nekrosis
cardiomyocyte.
b Diagnosis
1) presentasi klinis
Nyeri angina pada NSTEMI pasien dapat mengalami gejala klinis sebagai berikut :
a) adanya nyeri anginal yang lama atau panjang atau prolonged saat istirahat (>20 menit)
b) onset baru angina (de novo) (kelas 1 atau 2 dari klasifikasi Canadian
Cardiovascular Society)
c) destabilisasi baru-baru angina sebelumnya stabil dengan setidaknya
Karakteristik angina Cardiovascular Society Kelas III Kanada
(Angina crescendo); atau
d) post MI-angina
2) Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada orang yang mengalami NSTEMI sering kali
tidak terlihat. Tanda adanya kegagalan jantung atau hemodinamik atau
ketidakstabilan kelistrikan membutuhkan diagnosa dan treatment yang
cepat.jantung auskultasi dapat menghasilkan suara murmur sistolik
karenaregurgitasi iskemik mitral, yang berhubungan dengan prognosis yang buruk,
atau aorta stenosis (meniru ACS) 0,25 Jarang, murmur sistolik mungkin
menunjukkan komplikasi mekanik (misalnya ruptur otot papilaris atau ventrikel
cacat septum) dari subakut dan mungkin tidak terdeteksi MI. Pemeriksaan fisik
dapat mengidentifikasi tanda-tanda penyebab non-koroner nyeri dada nyeri
(misalnya emboli paru, sindrom aorta akut, myopericarditis, stenosis aorta) atau
patologi extracardiac patologi (misalnya pneumothorax, pneumonia atau penyakit
muskuloskeletal).
c. Alat diagnostik
1) Elektrokardiogram
Penilaian awal didasarkan pada integrasi kemungkinan rendah dan/atau
kemungkinan tinggi dari presentasi klinis (misalnya, gejala, tanda-tanda vital),
12-lead EKG, dan troponin jantung. Proporsi dari diagnosis akhir berasal dari
integrasi parameter ini divisualisasikan dengan ukuran masing-masing kotak.
Jantung lain termasuk, antara lain, miokarditis, Tako-Tsubo kardiomiopati,
atau takiaritmia. Non-jantung mengacu pada penyakit toraks seperti
pneumonia atau pneumotoraks. troponin jantung harus ditafsirkan sebagai
penanda kuantitatif: semakin tinggi tingkat, semakin tinggi kemungkinan
untuk kehadiran infark miokard. Pada pasien dengan serangan jantung atau
ketidakstabilan hemodinamik yang diduga berasal dari kardiovaskular,
echocardiography harus dilakukan / ditafsirkan oleh dokter yang terlatih segera
setelah EKG 12-lead. Jika evaluasi awal menunjukkan diseksi aorta atau
emboli paru, D-dimer dan multi-detektor computed tomography angiography
dianjurkan sesuai dengan algoritma khusus
b) Elektrokardiogram
EKG merupakan awal prediksi dari resiko. Pasien dengan ST
depressi memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien
dengan EKG normal. Jumlah lead menunjukkan ST depresi dan
kekuatan dari ST depresi mengindikasikan iskemia dan di satu sisi
berhubngan dengan pronogsis, serta keuntungan dari tindakan
invasive. Kombinasi ST depressi dengan ST elevasi transient
mengindikasikan kelompok risiko tinggi, meskipun gelombang T
inversi tidak menurunkan prognostik dari ST depresi.
c) Biomarker
Kadar troponin jantung dapat dijadikan prognostik mortality.
Meskipun sensitivitas troponin T dan I harus dibandingkan dengan
diagnostik yang akurat sensitivitas troponin T lebih tinggi
akurasinya. Tingginya kadar troponin mengindikasikan besarnya
resiko kematian. Beberapa biormarker dihubungkan dengan
kematian pada pasien NSTEACS sebagian menambahkan nilai
prognostik melalui troponin. Serum kreatinin dan perkiraan GFR
juga harus ditentukan pada semua pasien NSTEACS karena
mempengaruhi prognosis dan merupakan elemen dalam
penghitungan resiko. Selain itu dapat juga menggunakan protein C-
reactive dan biormarker baru seperti midregional pro-
adrenomedullin, growth differentiation factor 15 and copeptin.
2) Penilaian risiko iskemik
The grace risk score merupakan alat penilaian yang akurat baik
saat dirawat ataupun sesudah pulang. The grace membantu
menyediakan estimasi secara langsung melalui penghitungan skor,
kematian di rumah sakit pada 6 bulan ,1 tahun dan 3 tahun. Selain itu
juga dapat memberikan resiko kematian atau infark miokard pada
rentang 1 tahun. Variabel yang digunakan pada the grace meliputi
umur, tekanan darah sistolik, nadi, serum kreatinin, adanya killip, henti
jantung dirumahsakit, peningkatan biomarker jantung dan
penyimpangan segmen ST.
a) Penilaian resiko akut
Pasien dengan suspect NSTEACS harus segera dievaluasi
untuk mengidentifikasi kearah miokard iskemik yang mempunyai
resiko aritmia dan membutuhkan koronari angiografi segera.
Pasien harus diobservasi secara interdisiplin diruang gawat darurat
sampai kemngkinan diagnosis miokard infark terkonfirmasi.
Pengkajian resiko akut memandu evaluasi awal pemilihan
perawatan dan terapi, termasuk anti trombotik dan waktu yang
tepat untuk koronari angiografi.
b) Monitoring ritme kardioakut
Revaskularisasi dini sama baiknya dengan penggunaan
antitrombotik dan betabloker yang dapat menurunkan insidensi
aritmia yang mengancam jiwa pada fase akut hingga kurang dari 3
%. Sebagian besar aritmia muncul 12 jam setelah onset. Pasien
NSTEMI dengan resiko rendah terjadinya aritmia membutuhkan
monitoring < 24 jam sampai revaskularisasi koroner. Sedangkan
pada resikosedang dan tinggi membutuhkan monitoring < 24 jam
tergantung pada kondisi klinis yang muncul, derajat revaskularisasi
dan tindakan setelah revaskularisasi.
c) Resiko jangka panjang
Selain faktor resiko jangka pendek beberapa kondisi
dihubungkan dengan resiko jangka panjang meliputi tindakan
klinis yang kompleks, disfungsi sistolik LV,atrial fibrilasi
keparahan CAD status revaskularisasi dan komorbid non cardiac.
Pada 1 tahun tingkat kematian, miokardinfark dan ACS yang
berulang > 10%. Kejadian berhubungan dengan rupturnya plak di
koroner dan berhubungan dengan trombosis.
3) Penilaian resiko perdarahan
The Crusade bleeding risk score menentukan kondisi awal
karektiristik pasien ( jenis kelamin perempuan,riwayat diabetes,
riwayat stroke), variabel klinik ( denyut jantung, tekanan darah sistolik,
tanda gagal jantung) dan nilai laboratorium ( hematokrit,kreatinin
clearence) untuk memperkirakan kejadian perdarahan dirumah sakit.
4) Rekomendasi untuk diagnosis, resiko stratifikasi, pencitraan dan
monitoring ritme padapasien dengan gejala Non-ST-elevation sindrom
koroner akut
f. Pengobatan
1) Terapi farmakologis dari iskemia
a) langkah-langkah dukungan Umum
Tujuan terapi anti-iskemik farmakologis adalah dengan
menurunkan kebutuhan oksigen miokard (penurunan denyut
jantung, tekanan darah, preload atau kontraktilitas miokard) atau
meningkatkan suplai oksigen miokard (dengan pemberian oksigen
atau melalui vasodilatasi koroner). Jika setelah pengobatan pasien
tidak cepat menjadi bebas dari tanda-tanda iskemik, segera
coronary angiography direkomendasikan meskipun hanya dengan
temuan EKG dan tingkat troponin jantung. Oksigen harus
diberikan jika saturasi oksigen kurang dari 90%atapaien dengan
distress pernafasan. Pada pasien dengan gejala iskemik, tidak dapat
dikurangi dengan pemberian nitrat dan beta blocker, pe,berian
opiad merupakan alasan sambil menunggu tindakan angiografi,
dengan pertimbangan bahwa morphin mungkin lambat
untukdiabsorbsi pada intestinal.
b) Nitrat
Nitrat per Iv lebih efektifdibandingkan dengan nitrat sub
lingual nutuk menurunkan gejala dan regresi dari ST depresi.
Monitoring tekanan darah secara hati-hati, dosisi titrasi samapai
gejala dapat diturunkan danhipertensi pasien sampai tekanan darah
normal, meskipun efek samping muncul (sakit kepala, hipotensi).
Pasien yang baru saja mendapatkan phosphosiasterase tipe 5
inhivitor, nitrat tidak diberikan karena alasan resiko hipotensi.
c) Beta-blockers
Beta blocker menghambat efek miokardial dan menurunkan
konsumsi oksigen dengan menurunkan denyut jantung,
tekanandarah, dan kontraktilitas miokard. Pemberian beta bloker
secara dini harus menghindari pada pasien dengan fungsi
ventrikelyang tidak diketahui. Beta bloker tidak diberikan pada
pasien dengan gejalayang memungkinkan vasospasme koroner
atau penggunaan kokain.
d) Golongan obat lainnya (terlampir)
e) Rekomendasi obat anti iskemikpada fase akut non ST elevai
sindromkoroner akut
2) Platelet inhibiton
a) Aspirin
Aspirin menunjukkan efek yang efektif pada pasien dengan
unstable angina. Pemberian aspirin sampai lebih dari 2 tahun
berhubungan dengan penurunan kejadian vaskuler yang signifikan.
Pemberian aspirin oral 150-300mg direkomendasikan, sedangkan
aspirin per IV direkomendasikan 150 mg.
b) P2Y12 inhibitors
(4) Clopidogrel
Clopidogrel 300-600 mg dan 75 mg/ hari untuk dosis
maintenance merupakan obat yang membutuhkan oksidassi
hepar cytochrome P450. Dual antiplatelet therapy (DAPT),yait
kombinasi aspirin dan clopidogrel menunjukkan penurunan
kejadian iskemik pada NSTE ACS dibandingkan dengan hanya
mengguanakan aspirin.
(5) Prasugrel
Prasugrel 60mg dan 10 mg/ hari dosis maintenance,
merupakan obat yang memblok reseptor P2Y12 dengan onset
yang lebih cepat dibandingkan clopidrogel. Pasugrel
dikontraindikasi pada pasien stroke/transient (TIA).
(6) Ticagrelor
Ticagrelor merupakan obat oral, berikatan dengan
inhibitor P2Y12 dengan plasma,waktu paruh 6-12 jam. Obat ini
juga menghambat pengambilan kembali adenosin melalui
equilabrative nucleoside transporter 1 (ENT1). Obat ini
meningkatkan metabolisme obat lain seperti simvastatin,
sementara inhibitor CYP3A golongan sedang seperti
diltiazem,meningkatkan plasma ticagelor dan memungkinkan
tertundanya efek obat.
(7) Cangrelor
Cangrelor merupakan analog adenosin triphosphat per
IV yang mengikat dengan afinitas tinggi terhadap platelet
P2Y12. Obat ini efektif menghambat ADP yang dipengarhuhi
agregasi platelet segera setelah pemberian per I.V. Cangrelor
diberikan dengan dosis 30 g/kg bolus dan 4 g/kg/menit
dengan infus.
3) Antikoagulasi
a) Antikoagulan selama fase akut
Antikoagulan digunakan untuk menghambat pembentukan
trombinsehingga mengurangi peristiwa terkait trombus. Ada bukti
bahwa antikoagulan efektif dalam mengurangi kejadian iskemik di
NSTE-ACS dan bahwa kombinasi dengan inhibitor trombosit lebih
efektif daripada baik pengobatan alone. Beberapa lants
antikoagulan, bertindak pada tingkat yang berbeda dari kaskade
koagulasi, telah disetujui atau diselidiki untuk indikasi ini (Gambar
4). Dosis antikoagulan pada pasien dengan gangguan tion func-
ginjal dilaporkan dalam Tabel 11.
(1) Unfractionated heparin
UFH bervariasi pada masing-masing individ.
Pemberiannya berdasarkan dengan berat badan 60-70 IU / kg
bb sampai maksimum 5000 IU, diikuti dengan infus 12-15
IU / kg / jam sampai maksimal 1000 IU / jam. Tingkat
antikoagulan biasanya dimonitoring pada saatkateterisasi
jantung.
Tabel 11 Dosis antikoagulan pada pasien dengan normal dan gangguan fungsi ginjal
b) Antikoagulan selama fase akut
Pemberian aspirin dan clopidogrel masih direkomendasikan
selama fase akut yang tidak memiliki fibrilasi atrium atau indikasi
lainnya untuk antikoagulan oral (OAC). Sedangkan pemberian
faktor Xa inhibitor apixaban 5 mg dua kali sehari, meningkatan
risiko perdarahan berat, termasuk perdarahan intrakranial, tanpa
manfaat yang jelas dalam hal kejadian iskemik dibandingkan
dengan plasebo
c) Rekomendasi untuk antikoagulasi di non-ST-elevasi sindrom
koroner akut. Rekomendasi untuk antikoagulasi di non-ST elevasi
sindrom koroner akut
4) Mengelola agen antiplatelet oral pada pasien yang memerlukan
antikoagulan jangka panjang
a) Pasien yang menjalani intervensi koroner perkutan
Sekitar 6-8% dari pasien yang menjalani PCI memiliki
indikasi untuk OAC jangka panjang dengan VKA atau NOACs
karena berbagai kondisi seperti fibrilasi atrium, katup jantung
mekanik atau trombo emboli vena. Pada tahap periprosedural harus
mempertimbangkan untuk melakukan angiografi koroner pada
OAC, karena indikasi dari OAC dan mennghubungkan dengan
antikoagulan parenteral dapat menyebabkan peningkatan
tromboemboli dan darah. Strategi untuk meminimalkan komplikasi
yang berhubungan dengan PCI pada pasien antikoagulan oral
STEMI
NSTE-ACS dengan iskemia yang sedang berlangsung atau
ketidakstabilan hemodinamik
NSTE-ACS tanpa iskemia yang sedang berlangsung atau
ketidakstabilan hemodinamik
NSTE-ACS tidak spesifik
Segera strategi invasif (<2 jam). sejalan dengan jalur STEMI, strategi ini
harus dilakukan untuk pasien dengan iskemia yang sedang berlangsung,
ditandai dengan setidaknya didapat satu resiko yang sangat tinggi dari
kriteria yang sudah ada. Pelayanan kesehatan tanpa program STEMI yang
sedang berlangsung harus segera mentransfer pasien.
Strategi Awal invasif (<24 jam). Kebanyakan pasien dalam kategori ini
mendapatkan pengobatan farmakologi awal namun beresiko tinggi dan
perlu angiografi awal yang diikuti revascularisasi. Pasien memenuhi
syarat jika mereka memiliki setidaknya satu kriteria berisiko tinggi.
Penerapan transfer pasien tepat waktu untuk pasien yang dirawat di rumah
sakit tanpa fasilitas kateterisasi dirumah sakit tersebut.
Strategi invasif (<72 jam). Ini adalah batas keterlambatan maksimal yang
direkomendasikan untuk angiografi koroner pada pasien tanpa
kekambuhan gejala tetapi memiliki setidaknya satu kriteria berisiko
menengah. Tidak terlalu penting pentransferan segera kerumah sakit yang
memiliki fasilitas kateterisasi tetapi selama 72 jam tindakan angiografi
koroner harus selesai dilakukan.
Strategi invasif selektif. Pasien yang tidak memiliki kambuhan nyeri dada,
tidak ada tanda-tanda gagal jantung, tidak ada kelainan hasil pemeriksaan
EKG awal atau tidak ada peningkatan ( dengan pemeriksaan sensitivitas
lebih tinggi) tingkat troponin jantung yang menunjukkan beresiko rendah
terjadinya CV berikutnya. Dalam pengaturan ini, pemeriksaan stress non-
invasif (sebaiknya dengan pencitraan) untuk mengidentifikasi iskemia
dianjurkan sebelum memutuskan melakukan strategi invasif.
ACS= sindrom koroner akut; CABG= koroner artery bypass graft; CAD= penyakit
arteri koroner; eGFR= laju filtrasi glomerulus; GRACE= Pendataan kejadian Koroner
Akut Global; LV= ventrikel kiri; LVEF= fraksi ejeksi ventrikel kiri; MI= infark
miokard; PCI= intervensi koroner perkutan; SYNTAX= sinergi antara intervensi
koroner perkutan dengan Taxus dan operasi jantung.
*a) = Class rekomendasi
*b)= Level Bukti.
*c)= Kontraindikasi untuk ticagrelor: perdarahan intrakranial sebelumnya atau
perdarahan yang sedang berlangsung. Kontraindikasi untuk prasugrel: perdarahan
intrakranial sebelumnya, stroke iskemik sebelumnya atau transient ischemic attack
atau perdarahan yang sedang berlangsung; prasugrel umumnya tidak dianjurkan
selama bertahun-tahun pasien 75 usia atau dengan berat badan, 60 kg.