DI SUSUN OLEH :
Shinta Nengsih Mahardika, S. Kep
2114901042
( ) ( )
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kemudahan,
sehinggakami dapat menyelesaian Makalah ini dengan lancar. Laporan pendahuluan ini telah
disusun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan laporan pendahuluan ini.
saya berharap semoga laporan pendahuluan ini dapat menambah pengetahuan dan
bermanfaat bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang
kami miliki, kekurangan pastimasih ada dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yangmembangun dari pembaca demi kesempurnaan Kaporan
Pendahuluan ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang.............................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi........................................................................................................................
2.2 Etiologi.........................................................................................................................
2.3 Epidemiologi................................................................................................................
2.4 Patofisiologi..................................................................................................................
2.5 Pemeriksaan Diagnostik...............................................................................................
2.6 Penatalaksanaan............................................................................................................
4.2Saran.............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infark Miokardadalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat yang terjadi secara
tiba – tiba. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang diikuti dengan proses
pembentukan trombus oleh trombosit(Hastuti dkk, 2013). ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh
proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor yang ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG (Doengos, 2003).
Berdasarkan laporan World HealthOrganization (WHO) pada tahun 2008, infark
miokardmerupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7,25 juta (12,8%)
kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Menurut data statistik National Health and
Nutrition ExaminationSurvey (NHANES) 2007 – 2010, prevalensi infark miokard lebih banyak
diderita laki – laki dibandingkan perempuan. Kejadian ini mulai meningkat pada laki – laki saat
berusia ≥ 45 tahun dan perempuan ≥55 tahun(Hastuti dkk, 2013).
Penyakit infark miokard juga merupakan salah satumasalah kesehatan di Indonesia. Laporan
Riskesdastahun 2007 memperlihatkan bahwa penyakit infarkmiokard termasuk 10 penyebab
kematian terbanyakdengan proporsi kematian sebesar 5,1%.Menurutdata Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) tahun2010, penyakit infark miokard menduduki peringkat 10 besar Penyakit Tidak
Menular (PTM) yang menyebabkan rawat jalan (1.88%) dan rawat inap(2,29%) rumah sakit di
Indonesia(Hastuti dkk, 2013).
Penatalaksanaan Infark Miokard Akut Elevasi ST dimulai sejak kontak medis pertama, baik
untuk diagnosis dan perawatan. Diagnosis kerja infark miokard harus dibuat berdasarkan riwayat
nyeri dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih, yang tidak membaik dengan pemberian
nitrogliserin. Adanya riwayat penyakit jantung dan penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah, atau
lengan kanan memperkuat dugaan ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan pada setiap pasien dengan
dugaan STEMI. Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan
interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit saat pasien tiba untuk mendukung
keberhasilan tata laksana (PERKI,2018).
Tatalaksana pasien di ruangan ICCU adalah pembatasan aktifitas pasien selama 12 jam
pertama, pasien harus puasa atau hanya minum dalam 4-12 jam karena resiko muntah dan aspirasi
segera setelah infark miokard, istirahat ditempat tidur dan efek menggunakan narkotik untuk
menghilangkan rasa nyeri sering mengakibatkan konstipasi, sehingga dianjurkan penggunaan kursi
komo di samping tempat tidur, diet tinggi serat, dan penggunaan obat pencahar secara rutin seperti
laxadine syrup 1-2 sendok teh (Farissa, 2012).
Penanganan STEMI farmakologi pada prinsipnya ditujukan untuk mengatasi nyeri angina
dengan cepat, intensif dan mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark miokard akut atau
kematian mendadak. Pasien diberikan terapi antiiskemik seperti nitrat, penyekat, antagonis kalsium,
morfin, terapi antitrombotik, aspirin/asam asetil salisilat (ASA), terapi antikoagulan seperti heparin.
Adapun penanganan STEMI non-farmakologi yaitu dengan tindakan revaskularisasi, rehabilitasi
medik, modifikasi faktor risiko.
Peran perawat dalam pelayanan di ruangan ICCU ada 3 yaitu independent (mandiri),
dependent, serta interdependen. Peran perawat sebagai independen dimana perawat dapat
melakukan perannya secara mandiri. Peran perawat sebagai dependen dimana perawat melakukan
tindakan berdasarkan instruksi dari dokter ketika dokter tidak ada di tempat. Peran perawat
kolaborasi yaitu tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim
kesehatan lainnya.
1.2 RumusanMasalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan miokard infark dengan elevasi pada
segmen ST (STEMI)?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengembangkan pola pikir ilmiah tentang asuhan keperawatan dengan STEMI
menggunakan pendekatan keperawatan di ruang ICCU.
1.3.2 Tujuan Studi Kasus
1. Melakukan pengkajian keperawatan dengan diagnosa medik STEMI di ruang ICCU.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. D. M dengan diagnosa medik STEMI di ruang
ICCU
3. Membuat perencanaan keperawatan dengan diagnosa medik STEMI di ruang ICCU
4. Melakukantindakan keperawatan dengan diagnosa medik STEMI di ruang ICCU
5. Melakukan evaluasi hasil asuhan keperawatan dengan diagnosa medik STEMI di ruang ICCU
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen
akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh
banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST
elevasi pada pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total
sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi -
oksigen dan mati. Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosa rawat inap
terserang di Negara maju. IMA dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spectrum
koroner akut yang terdiri atas angka pectoris yang tidak stabil. IMA tanpa elevasi ST dan IMA
dengan elevasi STEMI umumnya secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
arterosklerosis yang sudah ada sebelumnya (Sudarjo, 2016).
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard,yang biasanya timbul sebagai akibat
penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk menghasilkan nekrosis inversibel otot
jantung. (Huan H Gray,dkk,2015,136). Infark miokard Akut adalah kematian jaringan miokard
diakibatkan oleh kerusakan darah koroner miokard karena ketidakadekuatan aliran darah
(Carpenito, 2018).
Infark miokard Akut adalah iskemia atau nekrosis pada oto jantung yang diakibatkan
karena penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri koroner (Doengos, 2013). Infark
miokard merupakan akibat dari iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit yang
memyebabkan kerusakan selular yang irreversible dan kematian otot atau nekrosis pada bagian
miokardium (Price &Wilson, 2016).
2.2 ETIOLOGI
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah miokard. Penyebab
penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan kritis arteri koroner
karena ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit / penyumbatan total arteri oleh embolus atau
thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan. Pada kasus ini selalu terjadi ketidakseimbangan
antara suplai darah dan kebutuhan oksigen.Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
B. Laboratotium
1. Pemeriksaan Enzim jantung
- CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat pada 3-6
jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari).
- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan kembali normal
pada 48-72 jam
- LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2 : Meningkat dalam 24
2. EKG
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu gelombang Q nyata, elevasi
segmen ST, dan gelombang T terbalik. Perubahan- perubahan ini tampak pada hantaran
yang terletak diatas daerah miokardium yang mengalami nekrosis. Selang beberapa waktu
gelombang ST dan gelombang T akan kembali normal hanya gelombang Q tetap bertahan
sebagai bukti elektrokardiograf adanya infark lama.
2.4 PATOFISIOLOGI
Penyebab paling sering Akut Miokard Infark adalah penyempitan pembuluh darah
yang disebabkan oleh karena atheromatous. Pecahnya plak menyebabkan terjadinya agregasi
trombosit, pembentukan thrombus dan akumulasi fibrin, perdarahan dalam plak dan beberapa
tingkatan vasospasm. Keadaan ini akan mengakibatkan sumbatan baik parsial maupun total,
yang berakibat iskemi miokard. Sumbatan total pembuluh darah yang lebih dari 4-6 jam
berakibat nekrosis miokard yang irreversible tetapi reperfusi yang dilakukan dalam waktu ini
dapat menyelamatkan miokardium dan menurunkan morbiditas
dan mortalitas.
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan oleh iskemia pada
miokard yang berkepanjangan yang bersifat irreversible. Waktu diperlukan bagi sel-sel otot
jantung mengalami kerusakan adalah iskemia selama 15-20 menit. Infark miokard hampir
selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi ventrikel kiri, makin luas
daerah infark, makin kurang daya kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan : berkurangnya kontraksi dengan
gerak dinding abnormal, terganggunya kepaduan ventrikel kiri, berkurangnya volume
denyutan, berkurangnya waktu pengeluaran dan meningkatnya tekanan akhir diastole
ventrikel kiri. Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi juga lokasinya
karena berhubungan dengan pasokan darah. Infark juga dinamakan berdasarkan tempat
terdapatnya seperti infark subendokardial, infark intramural, infark subepikardial, dan infark
transmural. Infark transmural meluas dari endokardium sampai epikardium. Semua infark
miokard memiliki daerah daerah pusat yang nekrotik/infark, dikelilingi daerah cedera,
diluarnya dikelilingi lagi lingkaran iskemik. Masing-masing menunjukkan pola EKG yang
khas. Saat otot miokard mati, dilepaskan enzim intramiokard, enzim ini membantu
menentukkan beratnya infark. Jaringan otot jantung yang mati, diganti jaringan parut yang
dapat mengganggu fungsinya (Dr. Jan Tambayong, 2017)
2.5 PATHWAY
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.7 KOMPLIKASI
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMi, ventrikuler kiri mengalami serial perubahan bentuk,ukuran dan
ketebalan pada segment yang mengalami infak miokard dan non infak. Proses ini disebut
remodeling ventrikuler dan pada umumnya mendahulukan berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun paska infak, segera setelah infak ventrikel kiri
memgalami dilatasi secara akut hasil ini berasal dari ekspansi infak antara lain:slippage serat
otot,disfungsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya
terjadinya penampungan segment non infak mengakibatkan penipisan yang diproporsionalkan
dan elegasi zona infak. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi ditentukan
dengan ukuran dalam lokasi infak dengan dilatasi terbesar paska infak pada afeks pentrikel
kiri yang menyebabkan penurunan hemodinamik yang nyata. Lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis yang lebih buruk progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat
dihambat dengan terapi inhibitor dan vasodilator yang lain. Pada pasien dengan fraksi injeksi
<40% tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung,inhibitor ACE harus diberikan.
a. Gangguan hemodinamik
A.PENGKAJIAN
Pengkajian Emergency
Primery Survey
1) Circulation
- Nadi lemah/tidak teratur
- Takikardi.
- TD meningkat/menurun.
- Edema.
- Gelisah.
- Akral dingin.
- Kulit pucat atau sianosis.
- Output urine menurun.
2) Airway
- Sumbatan atau penumpukan secret.
- Gurgling, snoring, crowing.
3) Breathing
- Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
- RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
- Ronki,krekels.
- Ekspansi dada tidak maksimal/penuh
- Penggunaan obat bantu nafas
4) Disability
- Penurunan kesadaran.
- Penurunan refleks.
5) Eksposure
- Nyeri dada spontan dan menjalar.
Secondary Survey.
1. TTV
a. Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari tidur sampai
duduk/berdiri.
b. Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
c. RR lebih dari 20 x/menit.
d. Suhu hipotermi/normal.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemakaian otot pernafasan tambahan.
b. Nyeri dada.
c. Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih,krekels, mengi),
sputum.
d. Pelebaran batas jantung.
e. Bunyi jantung ekstra; S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung/ penurunan
kontraktilitas atau komplain ventrikel.
f. Odem ekstremitas.
Pemeriksaan selanjutnya
a. Keluhan nyeri dada.
b. Obat-obat anti hipertensi.
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. CPKMB, LDH, AST
b. Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
1) Sel darah putih (10.000-20.000).
2) GDA (hipoksia).
2. Pemeriksaan Rotgen Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri akut
Vital Sign Status ❖ Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
DO/DS: ❖ Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
Tissue perfusion: perifer
- Aritmia, takikardia, bradikardia jantung
Setelah dilakukan asuhan
Palpitasi, oedem ❖ Monitor balance cairan
selama………penurunan kardiak
- Kelelahan ❖ Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
output klien teratasi dengan kriteria
Peningkatan/penurunan JVP antiaritmia
- hasil:
Distensi vena jugularis ❖ Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
❖ Tanda Vital dalam rentang normal
Kulit dingin dan lembab kelelahan
- (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
Penurunan denyut nadi perifer ❖ Monitor toleransi aktivitas pasien
❖ Dapat mentoleransi aktivitas,
- Oliguria, kaplari refill lambat ❖ Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
tidak ada kelelahan
Nafas pendek/ sesak nafas ❖ Anjurkan untuk menurunkan stress
❖ Tidak ada edema paru, ▪ Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Perubahan warna kulit
perifer, dan tidak ada asites
Batuk, bunyi jantung S3/S4 ▪ Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
- ❖ Tidak ada penurunan kesadaran
Kecemasan ▪ Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
❖ AGD dalam batas normal ▪ Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
-
❖ Tidak ada distensi vena leher aktivitas
❖ Warna kulit normal ▪ Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
-
Intoleransi aktivitas
NOC :
Berhubungan dengan :
❖ Self Care : ADLs
❖
Memelihara kebersihan paru paru
pernafasan
❖
Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
❖
Tanda tanda vital dalam rentang
normal
❖
AGD dalam batas normal
❖ Status neurologis dalam batas Inhalasi)
-
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J. (2009). Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit,BU. Jakarta: EGC.
Tambayong. J.(2007). Patofisiologi Keperawatan editor Monica Ester, S.Kep. Jakarta: EGC.
Rokhaeni, H. (2003). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama. Jakarta: Bidang
Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita.
Smeltzer. C.S & Bare.B (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC.
Suyono, S et al. (2003). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI