DISUSUN OLEH :
VIRGO MANDALA PUTRA
2019.C.11a.1033
NIM : 2019.C.11a.1033
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada dengan diagnosa medis STEMI di Ruang IGD RSUD
dr.Doris Sylvanus Palangkaraya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi
tugas (PPK 4).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka
Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes Eka
Harap Palangka Raya.
3. Ibu Elin Ria Resty,S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan
ini
4. Ibu Ati Sidabutar, S.Kep.,Ners.,selaku pembimbing lahan yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan
ini
5. Ibu Ika Paskaria,S.Kep.,Ners.,selaku koordinator Praktik PraKlinik keperawatan IV
Program Studi Sarjana Keperawatan.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat
mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.3 Etiologi
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah miokard. Penyebab
penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan kritis arteri koroner karena
ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit / penyumbatan total arteri oleh embolus atau
thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan. Pada kasus ini selalu terjadi
ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen.
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.
Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
Penyempitan aterorosklerotik
Trombus
Plak aterosklerotik
Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
2.1.4 Klasifikasi
2.1.5 Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis
arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu
STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian
besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi
dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus
mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai
vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut
terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari
endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun
nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury
terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan
daerah non infark mengalami dilatasi.
WOC
2.1.6 Manifestasi Klinis
1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak mereda, bagian
bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan
lagi.
3. Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah
menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4. Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pusing atau
kepala ringan dan mual muntah.
7. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(menyimpulkan pengalaman nyeri)
2.1.7 Komplikasi
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMi, ventrikuler kiri mengalami serial perubahan bentuk,ukuran dan
ketebalan pada segment yang mengalami infak miokard dan non infak. Proses ini
disebut remodeling ventrikuler dan pada umumnya mendahulukan berkembangnya
gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun paska infak, segera
setelah infak ventrikel kiri memgalami dilatasi secara akut hasil ini berasal dari
ekspansi infak antara lain:slippage serat otot,disfungsi sel miokardial normal dan
hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadinya penampungan
segment non infak mengakibatkan penipisan yang diproporsionalkan dan elegasi
zona infak. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi ditentukan
dengan ukuran dalam lokasi infak dengan dilatasi terbesar paska infak pada afeks
pentrikel kiri yang menyebabkan penurunan hemodinamik yang nyata. Lebih sering
terjadi gagal jantung dan prognosis yang lebih buruk progresivitas dilatasi dan
konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor dan vasodilator yang
lain. Pada pasien dengan fraksi injeksi <40% tanpa melihat ada tidaknya gagal
jantung,inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian pada STEMI.
Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari infak) dan sesudahnya. Tanda klinis
yang sering dijumpai adalah ronki bassah di paru- paru dan bunyi jantung S3 dan
S4 gallop pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.
3. Komplikasi mekanik
Rupture muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel rupture dinding ventrikel,
penatalaksanaannya hanya oprasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk,
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses
inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah
infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi
infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan
dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan
penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung
secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih
buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan
terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 %
tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang
baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark )
dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan
bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pilmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikrel
j. Otot papilar
k. Kelainan septal ventrikel
l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel
n. Sindroma infark pascamiokardias
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung :
- CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat
pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam (3-
5 hari).
- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan kembali
normal pada 48-72 jam
- LDH(laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24 jam dan
memakan waktu lama untuk kembali normal
- AST (/SGOT : Meningkat b.
b. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik jantung. Melalui
aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung, besarnya jantung, dan
kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah yang memiliki kaitanya dengan
PJK.
c. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk
mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita penyakit jantung dan juga untuk
menstratifikasi berat ringannya penyakit jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat
dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
d. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra untuk
mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai fungsi jantung.
e. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan
kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan diarteri
koroner.
f. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X yang
menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang
mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk
diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
g. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran, yang
menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-frekuensi
dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk menghasilkan tampilan
penampang (irisan) tubuh.
h. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien, kemudian
dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera positron, sehingga pola
tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan sinar gamma.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
a. Medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah memperkecil kerusakan
jantuang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan
jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat- obatan ,pemberian O2, tirah
baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-
obatan dan O2 digunakan untuk meningkatkan suplay O2, sementara tirah baring
digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2. Hilangnya nyeri merupakan indicator
utama bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah mencapai keseimbangan. Dan dengan
penghentian aktifitas fisik untuk mengurangi beben kerja jantung membatasi
luas kerusakan.
b. Farmakologi
Ada 3 kelas obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen;
Vasodilator untuk mengurangi nyeri jantung,missal;NTG (nitrogliserin). Anti
koagulan Missal;heparin (untuk mempertahankan integritas jantung) Trombolitik
Streptokinase (mekanisme pembekuan dalam tubuh). (Smeltzer & Bare,2006).
2.2.4 Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah tahap ke empat dari proses keperawatan.
Pelaksanaan atau implementasi adalah realita tindakan untuk mencapai tujuan yang di
tetapkan. Kegiatan dalam implementasi meliputi pengumpulan data,mengobservasi
respon selama dan sesudah melaksanakan tindakan, serta menilai data yang baru
(Rohman&Wahid,2014.)
Implementasi yang akan dilakukan sesuai dengan diagnosis diambil dalam SIKI
(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia). Berdasarkan terminology SIKI (2018),
implementasi merupakan mendokumentasikan dan melakukan tindakan khusus untuk
melaksanakan intervensi.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan akhir dari proses asuhan keperawatan
(Tarwoto&Wartonah,2015). Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif (proses) yaitu
menghasilkan respon umpan balik selama berlangsungnya implementasi keperawatan
sekaligus mengidentifikasi hambatan serta efektivitas intervensi tersebut dan evaluasi
sumatif (hasil) yaitu perubahan perilkau setelah implementasi selesai dan mendapatkan
rekapitulasi dari observasi dan informasi efektivitas sesuai waktu pada tujuan
(Dewani,2011). Evaluasi merupakan tindakan akhir dari proses asuhan keperawatan
(Tarwoto&Wartonah,2015).
Evaluasi merupakan penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang telah diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil pada tahap
perencanaan. Tujuan dari evaluasi diantaranya: mengakhiri rencana tindakan
keperawatan, memodifikasi rencana tindakan keperawatan, meneruskan rencana
tindakan keperawatan (Rohmah & Walid, 2014) Format yang digunakan dalam table
evaluasi adalah SOAP :
1. S (Subjective) yaitu ungkapan dari pasien setelah diberikan tindakan
2. O (Objective) yaitu data observasi,penilaian,dan pengukuran setelah dilakukan
tindakan
3. A (Analisis) yaitu kesimpulan dari data subjektif dan objektif bahwa masalah
teratasi,teratasi sebagian,ataukah tidak teratasi
4. P (Planning) yaitu rencana tindakan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
analisi