Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN DIAGNOSA

MEDIS (STEMI) DI RUANG IGD RSUD dr. DORIS SYLVANUS


PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH :
VIRGO MANDALA PUTRA
2019.C.11a.1033

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANAKEPERAWATAN
TAHUNAJARAN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:

Nama : Virgo Mandala Putra

NIM : 2019.C.11a.1033

Program Studi : S1 Keperawatan

Judul : “Asuhan Keperawatan pada dengan diagnosa medis STEMI di


Ruang IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangkaraya”

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Praktik


Pra-Klinik Keperawatan 4 Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Elin Ria Resty, S.Kep., Ners Ati Sidabutar, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada dengan diagnosa medis STEMI di Ruang IGD RSUD
dr.Doris Sylvanus Palangkaraya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi
tugas (PPK 4).

Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka
Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes Eka
Harap Palangka Raya.
3. Ibu Elin Ria Resty,S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan
ini
4. Ibu Ati Sidabutar, S.Kep.,Ners.,selaku pembimbing lahan yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan
ini
5. Ibu Ika Paskaria,S.Kep.,Ners.,selaku koordinator Praktik PraKlinik keperawatan IV
Program Studi Sarjana Keperawatan.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat
mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangkaraya, September 2022

Virgo Mandala Putra


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
STEMI adalah fase akut dari nyeri dada yang ditampilkan, terjadi peningkatan baik
frekuensi, lama nyeri dada dan tidak dapat di atasi dengan pemberian nitrat, yang dapat
terjadi saat istirahat maupun sewaktu-waktu yang disertai Infark Miokard Akut dengan
ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak
aterosklerosis yang tak stabil (Pusponegoro,2015).
Menurut American Heart Association (AHA) infark miokard tetap menjadi
penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia, Setiap tahun diperkirakan785
ribu orang Amerika Serikat mengalami infark miokard dan sekitar 470 ribu orang akan
mengalami kekambuhan berulang, setiap 25 detik diperkirakan terdapat 1 orang
Amerika yang mati dikarenakan Infark Miokard (AHA,2012).
Di Indonesia menurut Kemenkes (2013) prevalensi jantung koroner berdasarkan
wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 %, dan berdasarkan terdiagnosis
dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Prevalensi jantung koroner berdasarkan
terdiagnosis dokter tertinggi Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI
Jakarta, Aceh masing-masing 0,7 persen. Sementara prevalensi jantung koroner menurut
diagnosis atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah
(3,8%), Sulawesi Selatan (2,9%), dan Sulawesi Barat (2,6%). Prevalensi penyakit
jantung
koroner (PJK) berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter atau gejala, meningkat
seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu
2,0 % dan 3,6 % menurun sedikit pada kelompok umur ≥ 75 tahun. Prevalensi penyakit
jantung koroner yang didiagnosis dokter maupun berdasarkan diagnosis dokter atau
gejala lebih tinggi pada perempuan (0,5% dan 1,5%).
STEMI dapat menimbulkan nyeri dada hebat yang tidak dapat hilang dengan
istirahat, berpindah posisi, ataupun pemberian nitrat; kulit mungkin pucat, berkeringat
dan dingin saat disentuh; pada gejala awal tekanan darah dan nadi dapat naik, tetapi
juga dapat berubah menjadi turun drastis akibat dari penurunan curah jantung, jika
keadaan semakin buruk hal ini dapat mengakibatkan perfusi ginjal dan pengeluaran urin
menurun. Jika keadaan ini bertahan beberapa jam sampai beberapa hari, dapat
menunjukkan disfungsi ventrikel kiri. Pasien juga terkadang ada yang mengalami mual
muntah dan demam (Lewis, 2011).
Adapun komplikasi penyakit STEMI menurut Black & Hawks (2014) yaitu
disritmia yang meliputi supraventrikal takikardia (SVT), disosiasi atrium dan ventrikel
(blok jantung), takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, bradikardi simtomatik; syok
kardiogenik; gagal jantung dan edema paru; emboli paru; infark miokardium berulang;
komplikasi yang disebabkan oleh nekrosis miokardium; perikarditis dan sindrom
dressler (perikarditis akhir).
Gangguan kebutuhan dasar pada pasien STEMI akan menimbulkan masalah
keperawatan, seperti gangguan kebutuhan aktivitas dan juga sesak napas yang
diakibatkan penurunan curah jantung, serta gangguan kenyamanan pasien. Sehingga
perlu dilakukan penatalaknasanaan pasien yang lebih baik seperti terapi modalitas
mencakup medikasi, penatalaksanaan cairan, perubahan diet, modifikasi gaya hidup dan
pemantauan tindak lanjut yang intensif. Pendidikan pasien dan kepatuhan merupakan
aspek penting untuk hasil yang lebih baik (Marreli, 2007).
Peran perawat terhadap pasien dengan STEMI yaitu meliputi peranpreventif,
promotif, kuratif, dan rehabilitatif sangat diperlukan. Terutama peran promotif melalui
edukasi dapat merubah klien dalam mengubah gaya hidup dan mengontrol kebiasaan
pribadi untuk menghindari faktor risiko. Dengan edukasi semakin banyak klien yang
mengerti bagaimana harus mengubah perilaku sehingga mereka mampu melakukan
pengobatan dan perawatan mandirinya. Perawatan yang baik hanya dapat tercapai
apabila ada kerjasama antara perawat dan klien untuk mengatasi masalah tersebut (Perry
& Potter, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pembahasan diatas “Bagaimana pelaksanaan Asuhan Keperawatan
Pada Pasien dengan Diagnosa Medis STEMI di Ruang IGD RSUD Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi sampai
dengan evaluasi keperawatan?”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung
tentang bagaimana menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis STEMI di Ruang IGD RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melengkapi asuhan keperawatan dengan diagnosa medis
STEMI di Ruang IGD RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
2. Mahasiwa mampu melakukan pengkajian keperawatan dengan diagnosa medis
STEMI di Ruang IGD RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
3. Mahasiswa mampu menganalisa kasus dan merumuskan masalah keperawatan
dengan diagnosa medis STEMI di Ruang IGD RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya
4. Mahasiswa mampu menyususn asuhan keperawatan yang mencakup intervensi
dengan medis STEMI di Ruang IGD RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
5. Mahasiswa mampu melakukan implementasi atau pelaksanaan asuhan keperawatan
dengan diagnosa medis STEMI di Ruang IGD RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya
6. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan dengan diagnosa
medis STEMI di Ruang IGD RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
7. Mahasiswa mampu mendokumentasi hasil dari asuhan keperawatan dengan
diagnosa medis STEMI di Ruang IGD RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.4 Manfaat
1.4.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Definisi
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh
darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar
terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.
Miokard infrak merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatka penurunan
secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan
kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup.
(Sudiarto,2011).
Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut juga STEMI (ST
Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan iskemia miokard
berkepanjangan yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit kardiak.
Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada letak dan lamanya sumbatan aliran
darah, ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah miokard yang diperdarahi
pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan Kita, 2009). STEMI (ST Elevasi
Myocard Infarction)merupakan bagian dari sindrom koroner akut yang ditandai dengan
adanya elevasi segmen ST. STEMI terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner
yang tiba-tiba (Fuster, 2007).
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total
sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak
dapat nutrisi - oksigen dan mati. Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu
diagnosa rawat inap terserang di Negara maju. IMA dengan elevasi ST (STEMI)
merupakan bagian dari spectrum koroner akut yang terdiri atas angka pectoris yang
tidak stabil. IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi STEMI umumnya secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak arterosklerosis yang sudah ada
sebelumnya (Sudarjo, 2006).
2.1.2 Anatomfi Fisiologi
Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, pembuluh darah, dan darah. Fungsi
utama sistem kardiovaskular antara lain distribusi O2, nutrien, air, elektrolit, dan
hormon ke seluruh jaringan tubuh, transportasi CO2 dan produk sisa metabolik,
berperan dalam infrastruktur sistem imun, dan termoregulasi. Jantung terdiri atas empat
ruang. Darah mengalir ke dalam atrium kanan melalui vena kava superior dan inferior.
Atrium kanan dan kiri masingmasing terubung keventrikel melalui katup
atrioventrikular (AV) mitral (dua daun katup) dan trikuspid (tiga daun katup) Aliran
dari ventrikel kanan keluar melalui katup pulmonal semilunaris ke arteri pulmonalis,
dan aliran dari ventrikel kiri memasuki aorta melalui katup aorta semilunaris. Daun
katup dari katup jantung dibentuk oleh jaringan ikat fibrosa, yang diselubungi oleh
lapisan tipis sel-selyang serupa dan berbatasan dengan endokardium dan endotelium.
Sisi dalam jantung dilapisi oleh lapisan tipis sel yang disebut endokardium. Permukaan
luar miokardium dilapisi oleh epikardium, yang merupakan lapisan sel mesotel.
Keseluruhan jantung terselubung dalam perikardium, yang merupakan kantung fibrosa
tipis agar mencegah pelebaran jantung secara berlebihan (Aaronson et al., 2013)

Gambar 2. 1 Anatomi Jantung


(Health Life Media, 2016)

2.1.3 Etiologi
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah miokard. Penyebab
penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan kritis arteri koroner karena
ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit / penyumbatan total arteri oleh embolus atau
thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan. Pada kasus ini selalu terjadi
ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen.
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.
 Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
 Penyempitan aterorosklerotik
 Trombus
 Plak aterosklerotik
 Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
 Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
 Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
 Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
 Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
2.1.4 Klasifikasi
2.1.5 Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis
arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu
STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian
besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi
dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus
mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai
vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut
terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari
endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun
nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury
terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan
daerah non infark mengalami dilatasi.
WOC
2.1.6 Manifestasi Klinis
1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak mereda, bagian
bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan
lagi.
3. Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah
menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4. Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pusing atau
kepala ringan dan mual muntah.
7. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(menyimpulkan pengalaman nyeri)
2.1.7 Komplikasi
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMi, ventrikuler kiri mengalami serial perubahan bentuk,ukuran dan
ketebalan pada segment yang mengalami infak miokard dan non infak. Proses ini
disebut remodeling ventrikuler dan pada umumnya mendahulukan berkembangnya
gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun paska infak, segera
setelah infak ventrikel kiri memgalami dilatasi secara akut hasil ini berasal dari
ekspansi infak antara lain:slippage serat otot,disfungsi sel miokardial normal dan
hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadinya penampungan
segment non infak mengakibatkan penipisan yang diproporsionalkan dan elegasi
zona infak. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi ditentukan
dengan ukuran dalam lokasi infak dengan dilatasi terbesar paska infak pada afeks
pentrikel kiri yang menyebabkan penurunan hemodinamik yang nyata. Lebih sering
terjadi gagal jantung dan prognosis yang lebih buruk progresivitas dilatasi dan
konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor dan vasodilator yang
lain. Pada pasien dengan fraksi injeksi <40% tanpa melihat ada tidaknya gagal
jantung,inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian pada STEMI.
Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari infak) dan sesudahnya. Tanda klinis
yang sering dijumpai adalah ronki bassah di paru- paru dan bunyi jantung S3 dan
S4 gallop pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.
3. Komplikasi mekanik
Rupture muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel rupture dinding ventrikel,
penatalaksanaannya hanya oprasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk,
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses
inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah
infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi
infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan
dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan
penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung
secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih
buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan
terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 %
tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang
baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark )
dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan
bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pilmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikrel
j. Otot papilar
k. Kelainan septal ventrikel
l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel
n. Sindroma infark pascamiokardias
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung :
- CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat
pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam (3-
5 hari).
- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan kembali
normal pada 48-72 jam
- LDH(laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24 jam dan
memakan waktu lama untuk kembali normal
- AST (/SGOT : Meningkat b.
b. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik jantung. Melalui
aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung, besarnya jantung, dan
kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah yang memiliki kaitanya dengan
PJK.
c. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk
mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita penyakit jantung dan juga untuk
menstratifikasi berat ringannya penyakit jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat
dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
d. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra untuk
mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai fungsi jantung.
e. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan
kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan diarteri
koroner.
f. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X yang
menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang
mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk
diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
g. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran, yang
menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-frekuensi
dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk menghasilkan tampilan
penampang (irisan) tubuh.
h. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien, kemudian
dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera positron, sehingga pola
tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan sinar gamma.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
a. Medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah memperkecil kerusakan
jantuang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan
jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat- obatan ,pemberian O2, tirah
baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-
obatan dan O2 digunakan untuk meningkatkan suplay O2, sementara tirah baring
digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2. Hilangnya nyeri merupakan indicator
utama bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah mencapai keseimbangan. Dan dengan
penghentian aktifitas fisik untuk mengurangi beben kerja jantung membatasi
luas kerusakan.
b. Farmakologi
Ada 3 kelas obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen;
Vasodilator untuk mengurangi nyeri jantung,missal;NTG (nitrogliserin). Anti
koagulan Missal;heparin (untuk mempertahankan integritas jantung) Trombolitik
Streptokinase (mekanisme pembekuan dalam tubuh). (Smeltzer & Bare,2006).

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan pasien dengan penyakit jantung meliputi mendapatkan
riwayat kesehatan , melakukan pemeriksaan fisik, dan memantau hasil tes fungsi
jantung (Suddarth,2014).
1. Pengkajian Primer
a. Airway (Jalan napas)
Pada pengkajian ini dilakukan observasi kepatenan jalan napas. Pada pasien
stemi kadang ditemukan gejala nyeri dada yang kemungkinan menganggu
kepatenan jalan nafas. Maka perlu dikaji apakah ada penyumbatan jalan nafas
(secret menumpuk) atau tidak dan apakah terdengar suara wheezing atau krekles
b. Breathing (Pernafasan)
Pada pengkajian ini dilakukan observasi keefektifan usaha ventilasi pada saat
pasien bernafas. Pada pasien stemi dapat ditemukan terjadinya peningkatan
frekuensi nafas yang dapat mengakibatkan gangguan pernafasan. Maka perlu di
kaji frekuensi nafas , saturasi oksigen , dan adanya otot bantu nafas tambahan
c. Circulation (Sirkulasi)
Pada pasien stemi ditemukan banyak terdapat adanya sianosis pada mukosa
mulut maupun ujung jari tangan dan kaki. Dan biasanya pada pasien stemi
tekanan darah meningkat dapat juga menurun , nadi lemah atau tidak teratur ,
dan turgor kulit menurun. Maka perlu dikaji kekuatan nadi perifer , mengukur
tanda-tanda vital , dan memonitor perubahan turgor, membrane mukosa dan
capillary refill time
d. Disability (Kesadaran)
Pada pasien stemi biasanya mengalami penurunan kesadaran akibat suplay dan
kebutuhan oksigen kejantung tidak seimbang sehingga mengalami penunurunan
suplay oksigen ke miokard dan dapat menyebabkan resiko penurunan perfusi
jaringan jantung. Maka dari itu perlu dilakukan pemantauan respirasi dan
perhatikan respon pasien sebagai respon stimulus.
e. Exposure (Paparan)
Pada pasien stemi mengalami nyeri dada bagian kiri akibatnya kekurangan
oksigen pada jantung sehingga mengalami iskemia yang dapat menyebabkan
peningkatan asam laktat yang menyentuh ujung saraf reseptor sehingga terjadi
proses transduksi, modulasi, persepsi sehingga mengalami nyeri. Perlu
dilakukannya pemantauan skala nyeri, dan kaji tentang waktu sampai adanya
gejala, kemudian lakukan pemeriksaan lebih lanjut.
2. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan Head To Toe
a. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar
getah bening pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah simestris atau terdapat
konjungtiva anemis atau tidak, penglihatan kabur / ganda.
b. Dada
Kaji status pernapasan pasien meliputi frekuensi napas, irama napas, kedalaman
napas, suara napas tambahan, retraksi dinding dada. Observasi adanya sesak
nafas, batuk, sputum dan nyeri dada. Pada penderita stemi mudah terjadi sesak
napas dan nyeri
c. Abdomen
Kaji abdomen simetris atau tidak, terdapat asites atau tidak, apakah terdapat
nyeri tekan, perubahan berat badan, peningkatan lingkaran abdomen, obesitas.
d. Punggung
Kaji paru-paru apakah simetris, nyeri atau tidak, observasi adanya suara nafas
tambahan, vocal premitus.
e. Ekstremitas
Melakukan pemeriksaan oedema pada ekremitas, mengamati keseimetrisan otot,
adanya pus atau tidak, adanya luka atau tidak dan uji kekuatan otot.
2.2.2 Diagnoasa
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi
kebutuhan spesifik klien secara respon terhadap masalah aktual dan resiko
tinggi.Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengetahui respon perorangan,keluarga
klien terhadap kondisi yang berhubungan dengan kesehatan. (PPNI,2018)
1. Nyeri Akut
2. Resiko penurunan curah jantung
3. Intoleransi Aktivitas
4. Gangguan perfusi jaringan
5. Kerusakan pertukaran gas
2.2.3 Intervensi
Perencanaan atau intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang
dikerjakan oleh perawat berdasarkan pada penilaian klinis dan pengetahuan untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan
Masalah Keperawatan SLKI SIKI
Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan Observasi :
selama 1 x 24 jam  Identifikasi lokasi , karakteristik,
diharapkan nyeri durasi , frekuensi,kualitas,intensitas
menurun dengan nyeri
kriteria hasil :  Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri  Identifikasi respon nyeri non verbal
menurun  Identifikasi faktor yang memperberat
 Meringis menurun dan memperingan nyeri
 Sikap protektif  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
menurun tentang nyeri
 Gelisah menurun  Identifikasi pengaruh budaya terhadap
 Kesulitan tidur respon nyeri
menurun  Identifikasi pengaruh nyeri pada
 Tekanan darah kualitas hidup
membaik  Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik :
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis, TENS,
hypnosis, akupersur, terapi pijat,
aromaterapi, kompres hangat/dingin)
 Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
 Jelaskan penyebab,periode,dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor meredakan nyeri
secara mandiri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgetik , jika
perlu

2.2.4 Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah tahap ke empat dari proses keperawatan.
Pelaksanaan atau implementasi adalah realita tindakan untuk mencapai tujuan yang di
tetapkan. Kegiatan dalam implementasi meliputi pengumpulan data,mengobservasi
respon selama dan sesudah melaksanakan tindakan, serta menilai data yang baru
(Rohman&Wahid,2014.)
Implementasi yang akan dilakukan sesuai dengan diagnosis diambil dalam SIKI
(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia). Berdasarkan terminology SIKI (2018),
implementasi merupakan mendokumentasikan dan melakukan tindakan khusus untuk
melaksanakan intervensi.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan akhir dari proses asuhan keperawatan
(Tarwoto&Wartonah,2015). Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif (proses) yaitu
menghasilkan respon umpan balik selama berlangsungnya implementasi keperawatan
sekaligus mengidentifikasi hambatan serta efektivitas intervensi tersebut dan evaluasi
sumatif (hasil) yaitu perubahan perilkau setelah implementasi selesai dan mendapatkan
rekapitulasi dari observasi dan informasi efektivitas sesuai waktu pada tujuan
(Dewani,2011). Evaluasi merupakan tindakan akhir dari proses asuhan keperawatan
(Tarwoto&Wartonah,2015).
Evaluasi merupakan penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang telah diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil pada tahap
perencanaan. Tujuan dari evaluasi diantaranya: mengakhiri rencana tindakan
keperawatan, memodifikasi rencana tindakan keperawatan, meneruskan rencana
tindakan keperawatan (Rohmah & Walid, 2014) Format yang digunakan dalam table
evaluasi adalah SOAP :
1. S (Subjective) yaitu ungkapan dari pasien setelah diberikan tindakan
2. O (Objective) yaitu data observasi,penilaian,dan pengukuran setelah dilakukan
tindakan
3. A (Analisis) yaitu kesimpulan dari data subjektif dan objektif bahwa masalah
teratasi,teratasi sebagian,ataukah tidak teratasi
4. P (Planning) yaitu rencana tindakan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
analisi

Anda mungkin juga menyukai