Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. P DENGAN DIAGNOSA MEDIS STROKE NON


HEMORAGIK DI RUANG NUSA INDAH
RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
Alvina Putri
NIM : 2019.C.11a.0998

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Alvina Putri
NIM : 2019.C.11a.0998
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.
P Dengan Diagnosa Medis Stroke Non Hemoragik Di
Ruang Nusa Indah RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk
menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan III Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan Studi Kasus ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Christephanie, S.Kep.,Ners. Ridawati, SST.,Ners.


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang
berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. P Dengan
Diagnosa Medis Stroke Non Hemoragik Di Ruang Nusa Indah RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya”
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan
pendahuluan ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih
terutama kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes. selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Ika Paskaria S.Kep.,Ners. Selaku Koordinator PPK III.
4. Ibu Christephanie, S.Kep.,Ners. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan ini.
5. Ibu Ridawati, SST.,Ners. selaku pembimbing lahan yang telah memberikan
bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan ini.
6. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan studi kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan
penulisan studi kasus ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan
semoga laporan studi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 21 Maret 2022

Alvina Putri
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN....................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit.................................................................................................3
2.1.1 Definisi.....................................................................................................3
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi...............................................................................3
2.1.3 Etiologi.....................................................................................................5
2.1.4 Klasifikasi.................................................................................................6
2.1.5 Faktor Resiko............................................................................................8
2.1.6 Patofisiologi.............................................................................................13
2.1.7 Manifestasi Klinis....................................................................................14
2.1.8 Komplikasi...............................................................................................15
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................16
2.1.10 Penatalaksanaan Medis..........................................................................17
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.....................................................................20
2.2.1 Pengkajian................................................................................................20
2.2.2 Diagnosa Keperawatan.............................................................................24
2.2.3 Intervensi..................................................................................................26
2.2.4 Implementasi............................................................................................34
2.2.5 Evaluasi....................................................................................................34
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian..........................................................................................................39
3.2 Analisa Data.......................................................................................................50
3.3 Rencana Keperawatan........................................................................................54
3.4 Implementasi dan Evaluasi................................................................................59
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................................65
4.2 Saran...................................................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................66
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark miokard
dan kanker serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh dunia. Dampak
stroke tidak hanya dirasakan oleh penderita, namun juga oleh keluarga dan
masyarakat disekitarnya. Penelitian menunjukkan kejadian stroke terus
meningkat di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia (Endriyani,
dkk., 2011; Halim dkk., 2013).
Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke
tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia.
Diperkirakan jumlah stroke iskemik terjadi 85% dari jumlah stroke yang ada.
Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di
dunia. Di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke mencapai 8,3 per 1000
penduduk, 60,7 persennya disebabkan oleh stroke non hemoragik. Sebanyak
28,5 % penderita meninggal dunia dan sisanya mengalami kelumpuhan total
atau sebagian. Hanya 15 % saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke
atau kecacatan (Nasution, 2013; Halim dkk., 2013). Dinas Kesehatan Jawa
Tengah menunjukkan bahwa pravalensi stroke non hemoragik di Jawa Tengah
tahun 2014 adalah 0,05% lebih tinggi dibandingkan dengan angka tahun 2013
sebesar 0,03%. Sedangkan pada tahun 2014 di RSUD Sukoharjo saja terdapat
kasus stroke non hemoragik 1.419 orang (DKK Sukoharjo, 2014).
Stroke non hemoragik dapat didahului oleh oleh banyak faktor pencetus
dan sering kali berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan
masalah penyakit vaskular seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes,
obesitas, kolesterol, merokok, dan stres.
Pada kenyataannya, banyak klien yang datang ke rumah sakit dalam
keadaan kesadaran yang sudah jauh menurun dan stroke merupakan penyakit
yang memerlukan perawatan dan penanganan yang cukup lama. Oleh karena
itu peran perawat sangat penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien stroke non hemoragik, serta diharapkan tidak hanya fokus terhadap
keadaan fisiknya saja tetapi juga psikologis penderita.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Ny. P dengan diagnosa medis Stroke
Non Hemoragik di ruang Nusa Indah RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk Mengatahui Asuhan Keperwatan Pada Ny. P dengan diagnosa medis
Stroke Non Hemoragik di ruang Nusa Indah.
2. Tujuan Khusus
Mengetahui tingkat pengetahuan keluarga pasien tentang Stroke Non
Hemoragik .
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi penderita
Dengan penelitian ini penderita dapat menambah pengetahuannya
tentang Stroke Non Hemoragik dalam kehidupan sehari- hari dan dapat
meningkatkan motivasi untuk memeriksakan diri dalam berobat.
2. Bagi keluarga
Memberikan informasi dan saran bagi keluarga mengenai pentingnya
pengetahuan pada Stroke Non Hemoragik dan motivasi untuk
memeriksakan diri berobat
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi masyarakat
bahwa pengetahuan tentang Stroke Non Hemoragik sangat dibutuhkan .
4. Bagi peneliti
Memberi pengalaman bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian
serta mengaplikasikan berbagai teori dan konsep yang didapat di bangku
kuliah ke dalam bentuk penelitian ilmiah.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1)
2)
2.1 Konsep Dasar Stroke Non Hemoragik
2.1.1 Definisi
Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah sindrom klinis
yang awal timbulnya mendadak, progesif, cepat, berupa defisit neurologis fokal
dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik (Mansjoer A, 2014; Rumantir CU, 2013.).
Stroke non hemoragik atau disebut juga stroke iskemik didefinisikan
sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini
berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran
darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Stroke non hemoragik
sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus)
yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.
Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus (Price, 2012).
Sedangkan menurut Pahria, (2015) Stroke Non Haemoragik adalah cedera
otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di
tubuh.
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi
2.1 Gambar Anatomi Otak
Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak
menerima 15% dari curah jantung memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen
tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak bertanggung jawab
terhadap bermacam-macam sensasi atau rangsangan terhadap kemampuan
manusia untuk melakukan gerakan-gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk
melaksanakan berbagai macam proses mental, seperti ingatan atau memori,
perasaan emosional, intelegensi, berkomuniasi, sifat atau kepribadian, dan
pertimbangan. Berdasarkan gambar dibawah, otak dibagi menjadi lima bagian,
yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah (mesensefalon),
otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons varoli).
2.1.2.1 Anatomi Fisiologi Otak
1) Otak Besar (Serebrum)
Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar
mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan
dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan
pertimbangan. Otak besar terdiri atas Lobus Oksipitalis sebagai pusat
pendengaran, dan Lobus frontalis yang berfungsi sebagai pusat kepribadian
dan pusat komunikasi.
2) Otak Kecil (Serebelum)
Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot,
keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau
berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
Otak kecil juga berfungsi mengkoordinasikan gerakan yang halus dan cepat.
3) Otak Tengah (Mesensefalon)
Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi
penting pada refleks mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan
tubuh.
4) Otak Depan (Diensefalon)
Terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua
rangsang dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam
pengaturan suhu, pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap bangun, dan
penumbuhan sikap agresif.
5) Jembatan Varol (Pons Varoli)
Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan
kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
2.1.3 Etiologi
Menurut Smeltzer (2008) dalam Priadi, (2018) penyebab stroke non
hemoragik yaitu:
2.1.3.1 Trombosis
Ketika berusia muda, seseorang memiliki arteri yang luas dan fleksibel,
namun seiring bertambahnya usia dinding arteri menjadi lebih tebal dan
kurang lentur. Sebuah kondisi yang disebut aterosklerosis kemudian dapat
berkembang dimana menggambarkan pengerasan dan penebalan arteri
besar dalam tubuh akibat deposito lemak, atau patch yang disebut 'ateroma'
pada dinding bagian dalam arteri. Mereka dapat menjadi lebih tebal dan
menyebabkan penyempitan dan mengurangi aliran darah yang melewati
pembuluh darah tersebut sehingga akhirnya terjadi penyumbatan. (Stroke
Association, 2012). Penyumbatan yang terjadi dapat membuat dinding
permukaan arteri menjadi rapuh dan mudah patah sehingga dapat
menyebabkan pendarahan fokal dan terbentuk trombus. Trombus yang
terbentuk dapat pecah dan mengalir ke pembuluh darah yang lain,
sehinnga terjadi penyumbatan didaerah lain (Joao Gomes, 2013)
(bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher) Stroke terjadi saat
trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke jaringan
otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan
radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2.1.3.2 Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik.
Emboli pada umumnya disebabkan oleh bekuan darah yang terbentuk
dilokasi lain dalam sistem peredaran darah seperti jantung dan arteri besar
dada bagian atas dan leher. Kondisi jantung dan kelainan darah seperti
denyut jantung yang tidak teratur atau Fibrilasi Atrium dapat
menyebabkan penumpukkan darah dijantung dan meningkatkan resiko
pembentukan gumpalan darah dibilik jantung. Sebagian bekuan darah
tersebut lepas dan berjalan memasuki pembuluh darah otak hingga
mencapai pembuluh darah otak kecil dan menyebabkan penghambatan
aliran darah (National Institute of Health, 2016).
2.1.3.3 Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah. Terjadi ketika gumpalan darah membuat
darah tidak mengalir ke otak. Gumpalan darah sering disebabkan oleh
aterosklerosis, yang merupakan penumpukan timbunan lemak pada lapisan
dalam pembuluh darah. Sebagian dari timbunan lemak ini dapat
memutuskan dan menghambat aliran darah di otak.
2.1.4 Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut:
2.1.4.1 Berdasarkan kelainan patologis
1) Stroke hemoragik, yaitu pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang
cairan serebrospinalis di sekitar otak atau kombinasi keduanya.
Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak
melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang
menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan
intracranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan
otak dan menekan batang otak (Price, 2012).
a) Perdarahan intra serebral
b) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
2) Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
a) Stroke akibat trombosis serebri
b) Emboli serebri
c) Hipoperfusi sistemik

Gambar 2.2 Stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik


2.1.4.2 Berdasarkan waktu terjadinya
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
4) Completed stroke
2.1.4.3 Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
1) Sistem karotis
a) Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
b) Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
c) Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral,
amaurosis fugaks
d) Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2) Sistem vertebrobasiler
a) Motorik: hemiparese alternans, disartria
b) Sensorik: hemihipestesi alternans, parestesia
c) Gangguan lain: gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia.

2.1.5 Faktor Resiko


Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan seseorang beresiko terhadap
stroke. Faktor risiko ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang tidak
dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan. Faktor yang dapat
dikendalikan yaitu faktor yang tidak dimodifikasi. Sedangkan, faktor yang
dapat diubah sesuai dengan perilaku masing-masing individu. (Farida &
Amalia , 2013)
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan
1) Usia
Lebih tua umur lebih mungkin terjadinya stroke (Irfan, 2012).
Resiko semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia terbanyak
terkena serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas (Indrawati,
Sari, & Dewi, 2008). Namun stroke tidak hanya diderita oleh
orang lanjut usia saja, melainkan golongan remaja akhir dan
dewasa juga beresiko terkena stroke. Stroke juga dapat terjadi
pada usia muda, bahkan anak anak. Anak-anak biasanya sangat
senang bermain dan dapat beresiko jatuh serta mengalami
benturan dikepala.Apabila terjadi benturan di kepala, maka ini
dapat mengakibatkan stroke.Hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya stroke hemoragik yaitu stroke yang diakibatkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak(Farida & Amalia, 2013).
2) Jenis kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan
perempuan (Indarwati , Sari, & Dewi, 2015). Hal ini dikarenakan
perempuan memiliki hormon esterogen yang berperan dalam
mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan
sebagai proteksi atau pelindung pada proses ateroskerosis.
Namun setelah perempuan tersebut mengalami menopouse ,
besar risiko terkena stroke antara laki-laki dan perempuan
menjadi sama (Farida & Amalia, 2014).
3) Ras dan Etnis
Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada
ras kulit hitam, Asia dan Kepulauan Pasifik, serta Hispanik
dibandingkan kulit putih (Indarwati, Sari, & Dewi, 2013).
Menurut Price dan Wilson (2015) bahwa orang Amerika
keturunan Afrika memiliki angka resiko yang lebih tinggi
daripada orang Kaukasia. Dengan kata lain, orang berkulit hitam
lebih beresiko terkena stroke. Orang kulit hitam lebih banyak
terkena hipertensi daripada orang berkulit putih karena berkaitan
dengan konsumsi garam(Farida & Amalia, 2017).
4) Riwayat Stroke dalam Keluarga
Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi, sebagian besar
penderita stroke memiliki faktor riwayat stroke dalam
keluarganya. Keturunan dari penderita stroke diketahui
menyebabkan perubahan penanda aterosklerosis awal, yaitu
proses terjadinya timbunan zat lemak dibawah lapisan dinding
pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya stroke. Beberapa
penelitian lain yang telah dilakukan mengesankan bahwa riwayat
stroke dalam keluarga mencerminkan suatu hubungan antara
faktor genetis dengan tidak berfungsinya lapisan dinding
pembuluh darah dalam arteri koronaria (Farida & Amalia, 2015).
b. Faktor Risiko yang dapat dikendalikan
1) Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi merupakan faktor risiko baik untuk orangtua maupun
dewasa muda (Irfan, 2012). Hipertensi mempercepat terjadinya
aterosklerosis, yaitu dengan cara menyebabkan perlukaan secara
mekanis pada sel endotel (dinding pembuluh darah) di tempat
yang mengalami tekanan tinggi (Farida & Amalia, 2009). Jika
proses tekanan berlangsung lama, dapat menyebabkan
kelemahan pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi
rapuh dan mudah pecah (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).

2) Kadar Kolestrol
Hiperkolestrolemia dapat menyebabkan aterosklerosis.
Aterosklerosis berperan dalam menyebabkan penyakit jantung
koroner dan stroke itu sendiri (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).
Karena kolestrol tidak dapat langsung larut dalam darah dan
cenderung menempel di pembuluh darah, akibatnya kolestrol
membentuk bekuan dan plak yang menyumbat arteri dan
akhirnya memutuskan aliran darah ke jantung (menyebabkan
serangan jantung) dan ke otak (menyebabkan stroke)(Farida &
Amalia, 2009).
3) Obesitas
Makan berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (obesitas).
Obesitas lebih cepat terjadi dengan pola hidup pasif (kurang
gerak dan olahraga). Jika makanan yang dimakan banyak
mengandung lemak jahat (seperti kolestrol), maka ini dapat
menyebabkan penimbunan lemak disepanjang pembuluh darah.
Penyempitan pembuluh darah ini menyebabkan aliran darah
kurang lancar dan memicu terjadinya aterosklerosis atau
penyumbatan dalam pembuluh darah yang pada akhirnya
beresiko terserang stroke. Penyumbatan tersebut biasanya
diakibatkan oleh plak-plak yang menempel pada dinding
pembuluh darah(Farida & Amalia, 2009).
4) Life style
Life style atau gaya hidup sering kali dikaitkan sebagai pemicu
berbagai penyakit yang menyerang, baik pada usia produktif
maupun usia lanjut. Salah satu contoh life style yaitu berkaitan
dengan pola makan.Generasi muda biasanya sering menerapkan
pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi
makanan siap saji yang serat lemak dan kolesterol namun rendah
sehat. Kemudian, seringnya mengonsumsi makanan yang
digoreng atau makanan dengan kadar gula tinggi dan berbagai
jenis makanan yang ditambah zat pewarna/penyedap/pemanis
dan lain-lain. Faktor gaya hidup lain yang dapat beresiko terkena
stroke yaitu sedentary life style atau kebiasaan hidup santai dan
malas berolah raga. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya
kemampuan metabolisme tubuh dalam pembakaran zat-zat
makanan yang dikonsumsi. Sehingga, beresiko membentuk
terjadinya tumpukan kadar lemak dan kolestrol dalam darah yang
beresiko membentuk ateroskelorosis (plak) yang dapat
menyumbat pembuluh darah yang dapat berakibat pada
munculnya serangan jantung dan stroke(Farida & Amalia, 2013)
5) Stres
Pada umumnya, stroke diawali oleh stres. Karena, orang yang
stres umumnya mudah marah,mudah tersinggung, susah tidur
dan tekanan darahnya tidak stabil. Marah menyebabkan
pencarian listrik yang sangat tinggi dalam urat syaraf. Marah
yang berlebihan akan melemahkan bahkan mematikan fungsi
sensoris dan motorik serta dapat mematikan sel otak. Stres juga
dapat meningkatkan kekentalan darah yang akan berakibatkan
pada tidak stabilnya tekanan darah. Jika darah tersebut menuju
pembuluh darah halus diotak untuk memasok oksigen ke otak ,
dan pembuluh darah tidak lentur dan tersumbat, maka hal ini
dapat mengakibatkan resiko terkena serangan stroke. (Farida &
Amalia , 2015)
6) Penyakit Kardiovaskuler
Beberapa penyakit jantung, antara lain fibrilasi atrial (salah satu
jenis gangguan irama jantung), penyakit jantung koroner,
penyakit jantung rematik, dan orang yang melakukan
pemasangan katub jantung buatan akan meningkatkan risiko
stroke (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Pada fibrilasi atrium
menyebabkan penurunan CO², sehingga perfusi darah
keotakmenurun, maka otak akan kekurangan oksigen yang
akhirnya dapat terjadi stroke (Wijaya & Putri, 2013).
7) Diabetes mellitus
Seseorang yang mengidap diabetes mempunyai risiko serangan
stroke iskemik 2 kali lipat dibandingkan mereka yang tidak
diabetes (Indarwati , Sari, & Dewi, 2013). Pada penyakit DM
akan mengalami vaskuler, sehingga terjadi mikrovaskularisasi
dan terjadi aterosklerosis, terjadinya aterosklerosis dapat
menyebabkan emboli yang kemudian menyumbat dan terjadi
iskemia, iskemia menyababkan perfusi otak menurun dan pada
akhirnya terjadi stroke (Wijaya & Putri, 2013).
8) Merokok
Perokok lebih rentan mengalami stroke dibandingkan bukan
perokok. Nikotin dalam rokok membuat jantung bekerja keras
karena frekuensi denyut jantung dan tekanan darah meningkat
(Indarwati , Sari, & Dewi, 2016). Pada perokok akan timbul
plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
memungkinkan penumpukan arterosklerosis dan kemudian
berakibat pada stroke (Wijaya & Putri, 2013).
9) Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran
darah ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan motilitas
pembuluh darah sehingga terjadi emboli serebral (Wijaya &
Putri, 2013).
2.1.6 Patofisiologi
Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran
darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari
metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen
untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari
30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan
otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan
bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal. Bila aliran darah jaringan otak
berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP
akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran
potensial akan menurun.13 K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion
Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi
lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi
membran sel masih reversibel,tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural
ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila
perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan,yaitu bila aliran darah
berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit. Pengurangan aliran darah
yang disebabkan oleh sumbatan akan menyebabkan iskemia disuatu daerah otak.
Menurut Wijaya (2013) dalam Ibrahim, (2014) terdapatnya kolateral disekitarnya
disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan
terjadinya beberapa keadaan berikut :
2.1.6.1 Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dikompensasidengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara
klinis gejala yang timbuladalah transient ischemic attack (TIA) yang
timbul dapat berupa hemiparesis yang menghilang sebelum 24 jam atau
amnesia umum sepintas.
2.1.6.2 Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF
regional lebihbesar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu
memulihkan fungsineurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan
2 minggu. Mungkin padapemeriksaan klinik ada sedikit gangguan.
Keadaan ini secara klinis disebut RIND (Reversible Ischemic Neurologic
Deficit).
2.1.6.3 Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas
sehinggamekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya.
Dalam keadaan ini timbuldefisit neurologi yang berlanjut.
WOC STROKE NON HEMORAGIK

Penyakit yang mendasari stroke


Aterosklerosis (elastisitas (alkohol, hiperkolesteroid, Pembentukan trombus,
pembuluh darah menurun) merokok, stres, depresi,
obtruksi trombus di otak
Kepekatan darah meningkat kegemukan)

Stroke non hemoragik

B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

Infark jaringan Trombus, emboli Penurunan darah ke Kematian sel-sel otak Suplai darah ke otak Infark jaringan serebral
serebral serebral otak berkurang

Perubahan perfusi
Cerebrum (otak besar)
Infark batang otak Sumbatan aliran darah Hipoksia serebri Iskemik jaringan
& O2 serebral

Kelemahan oto spicter


Nervus 12 Infark jaringan otak Terkena saraf ke 12 Hemiplegi, paraplegi,
Infrak jaringan serebral (hipoglosus) tetraplegi

Reflek mengunyah Gangguan eliminasi


O2 keotak berkurang urine/defekasi
menurun
Menelan terganggu/tidak Kelemahan fisik
Perfusi jaringan simetris
serebral tidak efektif Penuruna kapasitas
Tersedak intra adaptif kranial
Tirah baring lama
Risiko defisit nutrisi
Obstruksi jalan nafas
Ganggian mobilitas fisik

Bersihan jalan nafas Gangguan komunikasi


tidak efektif verbal
Risiko luka tekan Defisit perawatan diri
2.1.7 Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada lesi atau
pembuluh darah mana yang tersumbat dan ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat. Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Defisit
neurologi pada stroke antara lain Masaayu, (2014) dalam Priadi, (2018).
2.1.7.1 Defisit motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah paralisis pada salah satu sisi atau
hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Diawal tahapan
stroke, gambaran klinis yang muncul adalah paralisis dan hilang atau
menurunnya refleks tendon dalam atau penurunan kekuatan otot untuk
melakukan pergerakkan, apabila refleks tendon dalam ini muncul
kembali biasanya dalam waktu 48 jam, peningkatan tonus disertai dengan
spastisitas atau peningkatan tonus otot abnormal pada ekstremitas yang
terkena dapat dilihat.
2.1.7.2 Defisit komunikasi
Difungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1) Kesulitan dalam membentuk kata (disartria), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
2) Bicara defektif atau kehilangan bicara (disfasia atau afasia), yang
terutama ekspresif atau reseptif.
3) Ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya (apraksia) seperti terlihat ketika penderita mengambil
sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
2.1.7.3 Defisit persepsi sensori
Gangguan persepsi sensori merupakan ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Gangguan persepsi sensori pada stroke
meliputi:
1) Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual. Kehilangan setengah lapang
pandang terjadi sementara atau permanen (homonimus
hemianopsia). Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh
yang paralisis. Kepala penderita berpaling dari sisi tubuh yang sakit
dan cendrung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi
tersebut yang disebut dengan amorfosintesis. Pada keadaan ini
penderita hanya mampu melihat makanan pada setengah nampan,
dan hanya setengah ruangan yang terlihat.
2) Gangguan hubungan visual-spasial yaitu mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial sering terlihat pada penderita
dengan hemiplegia kiri. Penderita tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian
ke bagian tubuh.
3) Kehilangan sensori, karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan
ringan atau berat dengan kehilangan propriosepsi yaitu kemampuan
untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh serta kesulitan
dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
2.1.7.4 Defisit fungsi kognitif dan efek psikologi
Disfungsi ini ditunjukkan dalam lapang pandang terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan
penderita ini menghadapi masalah stress dalam program rehabilitasi.
2.1.7.5 Defisit kandung kemih
Kerusakan kontrol motorik dan postural menyebabkan penderita pasca
stroke mengalami ketidakmampuan menggunakan urinal, mengalami
inkontinensia urinarius sementara karena konfusi. Tonus otot meningkat
dan refleks tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat, dan
spastisitas kandung kemih dapat terjadi.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
2.1.8.1 Berhubungan dengan immobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi.
2.1.8.2 Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
2.1.8.3 Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
2.1.8.4 Hidrosefalus
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin (2008) dalam Ibrahim, (2014), pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut:
2.1.9.1 Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2.1.9.2 Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan  perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
2.1.9.3 Computerized Tomografi Scaning (CT Scan)
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.
2.1.9.4 Magnetic Imaging Resonance (MRI)
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
2.1.9.5 USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
2.1.9.6 Elektro Encephalografi (EEG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
2.1.10 Penatalaksanaan Medis
2.1.10.1 Penatalaksanaan Medis
1) Terapi pada penderita stroke non hemoragik menurut Esther (2010)
dalam Setyadi (2014) bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah
ke otak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosis
lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif dan mencegah
cedera sekunder lain, beberapa terapinya adalah :
2) Terapi trombolitik : menggunakan recombinant tissue plasminogen
activator (rTPA) yang berfungsi memperbaiki aliran darah dengan
menguraikan bekuan darah, tetapi terapi ini harus dimulai dalam
waktu 3 jam sejak manifestasi klinis stroke timbul dan hanya
dilakukan setelah kemungkinan perdarahan atau penyebab lain
disingkirkan.
3) Terapi antikoagulan : terapi ini diberikan bila penderita
terdapatresiko tinggi kekambuhan emboli, infark miokard yang baru
terjadi, atau fibrilasi atrial.
4) Terapi antitrombosit : seperti aspirin, dipiridamol, atau klopidogrel
dapat diberikan untuk mengurangi pembentukan trombus dan
memperpanjang waktu pembekuan.
5) Terapi suportif : yang berfungsi untuk mencegah perluasan stroke
dengan tindakannya meliputi penatalaksanaan jalan nafas dan
oksigenasi, pemantauan dan pengendalian tekanan darah untuk 13
mencegah perdarahan lebih lanjut, pengendalian hiperglikemi pada
pasien diabetes sangat penting karena kadar glukosa yang
menyimpang akan memperluas daerah infark.
2.1.10.2 Penalaksanaan Keperawatan
1) Terapi Non Farmakologi
a) Perubahan Gaya Hidup Terapeutik Modifikasi diet,
pengendalian berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik
merupakan perubahan gaya hidup terapeutik yang penting untuk
semua pasien yang berisiko aterotrombosis. Pada pasien yang
membutuhkan terapi obat untuk hipertensi atau dislipidemia,
obat tersebut harus diberikan, bukannya digantikan oleh
modifikasi diet dan perubahan gaya hidup lainnya Goldszmidt et
al., 2011 dalam Ibrahim, (2014). Diet tinggi buah-buahan sitrus
dan sayuran hijau berbunga terbukti memberikan perlindungan
terhadap stroke iskemik pada studi Framingham (JAMA
1995;273:1113) dalam Ibrahim, (2014) dan studi Nurses Health
setiap peningkatan konsumsi per kali per hari mengurangi risiko
stroke iskemik sebesar 6%. Diet rendah lemak trans dan jenuh
serta tinggi lemak omega-3 juga direkomendasikan. Konsumsi
alkohol ringan-sedang (1 kali per minggu hingga 1 kali per hari)
dapat mengurangi risiko stroke iskemik pada laki-laki hingga
20% dalam 12 tahun namun konsumsi alkohol berat (> 5 kali/ hari)
meningkatkan risiko stroke.
b) Aktivitas fisik
Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke
setara dengan merokok, dan lebih dari 70% orang dewasa hanya
melakukan sedikit latihan fisik atau bahkan tidak sama sekali, semua
pasien harus diberitahu untuk melakukan aktivitas aerobik sekitar 30-
45 menit setiap hari menurut Goldszmidt et al., 2011 dalam Ibrahim,
(2014)). Latihan fisik rutin seperti olahraga dapat meningkatkan
metabolisme karbohidrat, sensitivitas insulin dan fungsi
kardiovaskular (jantung). Latihan juga merupakan komponen
yang berguna dalam memaksimalkan program penurunan berat
badan, meskipun pengaturan pola makan lebih efektif dalam
menurunkan berat badan dan pengendalian metabolism.
Sweetman, 2009 dalam Ibrahim, (2014)).
2) Rehabilitasi Pemberian Stimulasi Dua Dimensi
a) Pengertian rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan dasar dari program pemulihan penderita
stroke (Wang, 2014 dalam Fitriani, 2016). Rehabilitasi stroke
merupakan sebuah program komprehensif yang terkoordinasi
antara medis dan rehabilitasi yang bertujuan untuk
mengoptimalkan dan memodifikasi keampuan fungsional yang
ada. Rehabilitasi dini diunit 21 penanganan stroke dapat
berpengaruh kepada keselamatan hidup penderita stroke (Ginsberg,
2007 dalam Fitriani, 2016).
b) Tujuan rehabilitasi Tujuan Rehabilitasi medis menurut Stein (2009)
dalam Fitriani (2016) yaitu: a. Mengoptimalkan dan memodifikasi
keampuan fungsional b. Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif
dan fungsi lain yang terganggu c. Membantu melakukan kegiatan
aktivitas sehari – hari d. Readaptasi sosial dan mental untuk
memulihkan hubungan interpersonal dan aktivitas sosial
c) Kegiatan rehabilitasi pemberian stimulasi dua dimensi
Menurut (Lingga, 2013) program rehabilitasi mencakup berbagai
macam kegiatan untuk melatih kembali fungsi tubuh pasien yang
lemah akibat stroke yang dialami. Kegiatan yang dapat dilakukan
dalam rehabilitasi medik pasien stroke meliputi:
(a) Latihan Rentang Gerak Aktif Dengan Cylindrical Grip
Pengertian latihan rentang gerak aktif asistif dengan
cylindrical grip adalah latihan rentang gerak aktif
merupakan latihan yang dilakukan untuk mempertahankan
atau memperbaiki pergerakkan sendi untuk meningkatkan
masa otot dan kekuatan otot (Potter & Perry, 2005 dalam
Fitriani, 2016). Latihan cylindrical grip merupakan suatu
bentuk latihan fungsional tangan dengan cara
menggenggam sebuah benda berbentuk silindris 22 seperti
tisu gulung pada telapak tangan, yang bertujuan untuk
menunjang pemulihan kemampuan gerak dan fungsi
tangan, dengan melakukan latihan dengan menggunakan
cylindrical grip akan membantu proses perkembangan
motorik tangan (Irfan, 2010 dalam Fitriani, 2016).
(b) Terapi Musik
Pengertian terapi musik adalah terapi yang menggunakan
musik secara terapeutik terhadap fungsi fisik, fisiologis,
kognitif dan fungsi sosial (American Music Therapy
Association, 2011 dalam Fitriani, 2016). Musik merupakan
seni mengatur suara dalam waktu yang berkelanjutan,
terpadu dan menggugah komposisi melalui melodi,
harmoni, ritme, dan timbre atau warna nada (Snyder, 2010
dalam Fitriani, 2016). Tujuan dan manfaat terapi musik
Tujuan dan manfaat dari terapi musik yaitu untuk
mengembalikan fungsi individu sehingga dapat mencapai
kualitas hidup yang lebih baik, melakukan pencegahan,
pengobatan, dan rehabilitasi dengan pemberian terapi
karena musik dianggap mempunyai kekuatan untuk
menyembuhkan (Wigram, 2004 dalam Fitriani, 2016).
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), nomor
register, diagnosa medis.
2.2.1.2 Keluhan Utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo
dan tidak dapat berkomunikasi.
2.2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, di samping gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
2.2.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat adiktif, kegemukan.
2.2.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
2.2.1.6 Pengkajian Primer
1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
2) Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar ronchi/aspirasi.
3) Circulation
Tekanan darah dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, distritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
4) Disability
Yang dinilai adalah tingkat kesadaran dan reaksi pupil. Tingkat kesadaran
sopor, GCS: M=2 V=2 E=2. Pupil isoko dan anemis.
5) Eksposure
Pasien harus dibuka pakaiannya, misalnya ditemukan luka lecet, adanya
odema dll.
2.2.1.7 Pengkajian Sekunder
1) B1 (Breathing): batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan.
2) B2 (Blood): renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada pasien
stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi massif (tekanan darah > 200 mmHg).
3) B3 (Brain): defisit neurologis (tergantung pada lokasi lesi/pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area perfusinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori).
4) B4 (Bladder): inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.
5) B5 (Bowel): kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada
fase akut. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.
6) B6 (Bone): kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada kulit, jika pasien kurang oksigen, kulit
akan pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.

2.2.1.8 Pengkajian Tingkat Kesadaran


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan
untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
2.2.1.9 Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
1) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
2) Fungsi Intelektual
3) Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
4) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
2.2.1.10 Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
(1)Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
(2)Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
(3)Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
(4)Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
(5)Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
(6)Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
(7)Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
(8)Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
(9)Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
1
2
2.2
2.2.2 Diagnosa Keperawatan (SDKI Defenisi dan Indikator Diagnostik Edisi
1)
Diagnosis keperawatan adalah sebuah label singkat, menggambarkan
kondisi pasien yang diobservasi di lapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah-
masalah aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan stroke non hemoragik yaitu sebagai berikut:
1) Bersihan jalan napas tidak efektik berhubungan dengan obstruksi jalan
napas . (SDKI D.0001 Hal 18)
2) Penurunan kapasitas intra adaptif kranial berhubungan dengan O2 keotak
berkurang. (SDKI D.0066 Hal 149)
3) Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan infark jaringan
serebral. (SDKI D.0017 Hal 51)
4) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kelemaham otot spicter.
(SDKI D.0040 Hal 96)
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring lama. (SDKI
D.0109 Hal 240)
6) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tirah baring lama. (SDKI
D.0054 Hal 124)
7) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan O2 keotak berkurang.
(SDKI D.0119 Hal 264)
8) Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan menelan terganggu atau tidak
simetris. (SDKI D.0032 Hal 81)
9) Risiko luka tekan berhubungan dengan tirah baring lama. (SDKI D.0144
Hal 308)
2.2.3 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Dx 1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Latihan batuk efektif I.01006 halaman 142
selama 3 x 4 jam Jalan nafas tetap efektif.
Bersihan jalan napas tidak Observasi
efektik berhubungan dengan Kriteria hasil :
- Identifikasi kemampuan batuk
obstruksi jalan napas . SLKI L.01001 - Monitor adanya retensi sputum
(SDKI D.0001 Hal 18) - Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
1. Batuk efektif meningkat 1 - Monitor input dan ouput cairan
2. Produksi sputum menurun 1 Terapeutik
3. Gelisah menurun 5
4. Frekuensi napas membaik 5 - Atur posisi semi-Fowler
5. Pola napas membaik 5 - Buang secret pada tempat sputum
Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif


- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4
detik
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas
dalam
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran

2 Dx 2 Setelah diberikan asuhan keperawatan SIKI Manajemen peningkatan tekanan intrakarnial I.06194
selama 3 x 4 jam, diharapkan Penurunan hal.205
Penurunan kapasitas adaptif kapasitas adaptif intrakarnial stabil.
intrakranial berhubungan Observasi
dengan 02 keotak Kriteria Hasil : - Identifikasi penyebab peningkatan TIK
berkurang. (SDKI D.0066 (mis.lesi,gangguan metabolisme,edema serebral)
SLKI L.0649
Hal 149) - Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan
1. Fungsi kognitif meningkat 5 darah miningkat, tekanan nadi melabar,bradikardia,pola
2. Gelisah menurun 5 napas ireguler,kesadaran menurun)
3. Tekanan nadi membaik 5 - Monitor MAP (mean Arterial Pressure)
4. Pola napas membaik 5 - Monitor CVP ( Sentral Venous Pressure), jika perlu
5. Respon pupil membaik 5 - Monitor PAWP, jika perlu
6. Tekanan intrakranial : (5) - Monitor PAP, jika perlu
- Monitor ICP (Intra Carnial Pressure), jika tersedia
- Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernapasan
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor cairan serebro-spinalis (mis.warna,konsistensi)
Terapeutik

- Meminimalkan stimulus dengan menyediakan


lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari manuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsa, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunan tinja, jika perlu

3 Dx 3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Manajemen peningkatan tekanan intracranial I.06294
selama 3x4 jam risiko perfusi serebral halaman 205
Perfusi jaringan serebral tidak efektif meningkat dengan kriteria
tidak efektif berhubungan hasil : Obsevasi
dengan infark jaringan - Identifikasi penyebab TIK
SLKI L.02014
serebral. (SDKI D.0017 Hal - Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
51) 1. Tingkat kesadaran meningkat 5 - Monitor MAP
2. Sakit kepala menurun 5 - Monitor CVP
3. Gelisah menurun 5 - Monitor PAP
4. Nilai rata-rata tekanan darah menurun - Monitor ICP (cerebral perfusion pressure)
5 - Monitor status pernapasan
5. Kesadaran meningkat 5 - Monitor intake ouput
Terapeutik

- Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan


yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari maneuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Atur ventilator PaCO2 optimal
Kolaborasi

- Kolaborasi pemebrian sedasi dan anti konvulsan


- Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja

4 Dx 4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Dukungan perawatan diri BAB/BAK I.11349 halaman
selama 3 x4 jam gangguam eliminasi urin 37
Gangguan eliminasi urine membaik dengan kriteria hasil :
berhubungan dengan Obsevasi
kelemaham otot spicter. SLKI L.04034 - Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai usia
(SDKI D.0040 Hal 96) 1. Sensasi berkemih :menurun 5 - Monitor integritas kulit pasien
2. Desakan berkemih meningkat 1 Terapeutik
3. Frekuensi BAK membaik 5
4. Karakteritis urine membaik 5 - Buka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan
eliminasi
- Ganti pakaian pasien setelah eliminasi
- Latih BAL/BAB
- Sediakan alat bantu
Edukasi

- Anjurkan BAK/BAN secara utin


- Anjurkan ke kamar mandi/toilet

5 Dx 5 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI dukungan perawatan diri I.11348 Halaman 36
selama 3 x4 jam gangguam defisit
Defisit perawatan diri perawatan diri meningkat dengan kriteria Obsevasi
berhubungan dengan tirah hasil :
- Indentifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai
baring lama. (SDKI D.0109 usia
SLKI L.11103
Hal 240) - Monitor tingkat kemandirian
1. Kemampuan mandi meningkat 5 - Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri ,
2. Kemampuan mengenakan pakaian
meningkat 5 berpakaian, berhias, dan makan
3. Kemampuan makan meningkat 5 Terapeutik
4. Melakukan perawatan diri meningkat
5 - Sediakan lingkugan yang terapeutik misalnya suasana
5. Minat melakukan perawatan diri hangat
meningkat 5 - Siapkan keperluan pribadi misalnya parfum
- Damping dalam melakukan perawatan diri sampai
mandiri
- Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
- Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri
- Jadwalkan ritinitas perawaan diri
Edukasi

- Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten


sesui kemampuan

6 Dx 6 Setelah diberikan asuhan keperawatan SIKI Dukungan ambulasi I.06171 halaman 22


3x4 jam diharapkan mobilisasi klien
Gangguan mobilitas fisik mengalami peningkatan. Observasi
berhubungan dengan tirah
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
baring lama. (SDKI D.0054 Kriteria hasil: - Indentifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
Hal 124) SLKI L.05042 - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai ambulasi
1. Pergerakan ekstermitas meningkat 5 - Monitor kondisi selama melakukan ambulasi
2. Kekuatan otot meningkat 5 Terapeutik
3. Rentang gerak ROM meningkat 5
4. Kecemasan menurun 5 - Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
5. Kaku sendi menurun 5 - Fasilitasi melakukan ambulasi fisik
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
6. Gerakan terbatas menurun 5 meningkatkan ambulasi
7. Kelemahan fisik menurun 5 Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi


- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang haru dilakukan
misalnya berjalan dari tempat tidur ke kursi roda

7 Dx 7 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Promosi komunikasi defisit bicara I. 13491
selama 3 x 4 jam gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi verbal membaik dengan kriteria hasil :
Observasi
verbal berhubungan dengan
02 keotak berkurang. (SDKI SLKI. 13118 - Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dan
D.0119 Hal 264) diksi bicara
1. Kemampuan berbicara meningkat - Monitor proses kognitif, yang berkaitan dengan
5 bicara
2. Kemampuan mendengan - Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang
meningkat 5 menganggu bicara
3. Kesesuaian eksperesi wajah/tubuh - Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai
meningkat 5 bentuk komunikasi
4. Kontak mata meningkat 5 Terapeutik
5. Pemahaman komunikasi
meningkat 5 - Gunakan komunikasi altenatif misalnya menulis,
6. Afasia menurun 5 mata berkedip, papan komunikasi dengan gambar
dan huruf, dan isyarat tangan
- Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan
misalnya berdiri didepan pasien
- Modifikasi lingkungan untuk meminimal bantuan
- Gunakan juru bicara
Edukasi

- Anjurkan berbicara perlahan


Kolaborasi

- Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

8 Dx 8 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI manajemen gangguan makanan I.03111 halaman 177
selama 3x4 jam resiko defisit nutrisi
Risiko defisitnutrisi membaik dengan kriteria hasil : Obsevasi
berhubungan dengan
- Monitor asupan makanan dan keluarnya makanan dan
menelan terganggu atau SLKI L.03030 caran serta kebutuhan kalori
tidak simetris. (SDKI 1. Porsi makanan yang dihabiskan Terapeutik
D.0032 Hal 81) meningkat 5
2. Berat Badan membaik 5 - Timbang berat badan secara rutin
3. Indeks massa tubuh IMT membaik 5 - Diskusi perilakukan makan dan jumlah aktifitas fisik
4. Frekuensi makan membaik 5 - Lakukan kontrak prilaku misalnya target berat badan
5. Nafsu Makan membaik 5 - Damping perilaku ke kamar mandi untuk pengamatan
memuntahkan kembali makanan
Edukasi

- Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan


situasi pemicu pengeluaran maknan
- Ajarkan pengaturan diet yang tepat
- Ajarkan keterampiral koping untuk penyelesaian masalah
perilaku maknan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan makanan

9 Dx 9 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI manajemen sensasi perifer I.06195


selama 3x4 jam risiko luka tekan
Risiko luka tekan meningkat dengan kriteria hasil : Observasi
berhubungan dengan tirah
- Identifikasi penyebab perubahan sensasi
baring lama. (SDKI D.0144 SLKI L.14125
- Identifikasi penggunaan alat pengikat
Hal 308)
1. Elastisitas meningkat 5 - Monitor terjadinya paretesia
2. Hidrasi meningkat 5 - Monitor perubahan kulit
3. Kerusakan jaringan menurun 5 - Monitor adanya tromboemboli
4. Kerusakan lapisan kulit menurun 5 Terapeutik
5. Kemerahan menurun 5
- Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan
suhunya (terlalu panas atau dingin)
Edukasi

- Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji


suhu air
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik


- Kolaborasi pemberian kortikosteroid
2.2.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
menggunakan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan
keperawatan terhadap pasien dengan Stroke Non Hemoragik. Perawat harus
mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi dimaksudkan yaitu untuk pencapaian tujuan dalam asuhan
keperawatan yang telah dilakukan pasien. Evaluasi merupakan langkah terakhir
dari proses keperawatan dan berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana
keperawatan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 22 Maret 2022 Jam
09.00 WIB Pagi didapatkan hasil :
1.1 Pengkajian
1.1.1 Identitas Pasien
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal pada 22 Maret 2022 Jam
09.00 Wib Pagi nama Ny. P umur 62 Tahun, jenis kelamin perempuan,
suku/bangsa jawa/indonesia agama islam, pekerjaan IRT, pendidikan SD, status
perkawinan menikah, alamat jln. G.Obos 14, Tanggal masuk 20 Maret 2022,
dengan diagnosa medis Stroke Non Hemoragik (SNH).
1.1.2 Riwayat Kesehatan
1.1.2.1 Keluhan Utama
Klien mengeluh sakit kepala, nyeri seperti ditusuk-tusuk, dengan skala
nyeri 4 (sedang), nyeri berlangsung kurang lebih 10 menit.
1.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 20 Maret 2022 pada pukul 07.29 WIB pagi, pasien berinisial
Ny. P, umur 62 tahun, mengalami kejang-kejang sebanyak 2 kali pada saat
diumah, lalu datang ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
diantar oleh anaknya untuk mendapatkan pertolongan, pada saat dilakukan
pengkajian oleh perawat klien mengalami kelemahan anggota gerak
dibadan bagian kiri, hasil TTV di IGD TD : 173/102 mmHg, N : 104
x/mnt, RR : 22 x/mnt, S : 37°C . Lalu dilakukan pemasangan oksigen nasal
kanul 2 lpm, terpasang infus Nacl 0,9 % 1500 ml/24 jam, terpasang NGT,
dan diberikan injeksi Diazepam 3 mg, injeksi Citicoline 2x500 mg, Injeksi
mecobalamin 2x500 mg, injeksi ranitidine 50mg, Injeksi Antrain 1gr,
Phenitoin 2x100 mg, pemberian obat Aspilet, Candesartan 16 mg, Pada
tanggal 20 Maret 2022 jam 18.00 WIB malam klien di bawa ke ruang
Nusa Indah untuk mendapatkan penanganan yang lebih lanjut. Hasil
pengkajian TTV di Nusa Indah didapatkan TD : 121/77 mmHg, N : 89
x/mnt, RR : 18 x/mnt, S : 36°C, SpO2 : 98%.
1.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Keluarga klien mengatakan bahwa klien ada riwayat stroke kurang lebih 1
tahun.
1.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien mengatakan dari keluarga tidak ada yang mengalami
penyakit stroke.
GENOGRAM KELUARGA :

1.1.3 Pemeriksaan Fisik


1.1.3.1 Keadaan Umum
Pasien tampak terbaring lemah ditempat tidur, kesadaran composmentis,
klien mengalami kelemahan fisik ekstremitas kiri atas dan bawah,
terpasang NGT, terpasang kateter, terpasang infus NaCl 0,9 % 20 tpm di
tangan sebelah kanan.
1.1.3.2 Status Mental
Tingkat kesadaran composmentis, ekspresi wajah meringis, bentuk badan
agak berisi, posisi cara berbaring/bergerak klien terlentang, klien bisa
berbicara namun kurang jelas, suasana hati tidak bisa dikaji klien tidak
sadar, penampilan kurang rapi, fungsi kognitif orientasi waktu klien dapat
membedakan pagi,siang,malam, Orientasi orang klien mengetahui keluarga
dan petugas kesehatan, Orientasi tempat klien mengetahui bahwa dirinya di
Rumah Sakit.
1.1.3.3 Tanda-tanda Vital
Dari hasil pengkajian TTV didapatkan TD : 121/77 mmHg, N : 89 x/mnt,
RR : 18 x/mnt, S : 36°C, SpO2 : 98%.
Masalah Keperawatan : Tidak ada
1.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, kebiasaan merokok keluarga klien mengatakan klien
tidak merokok, tidak ada sputum, tidak ada sesak, type pernafasan dada
dan perut, irama pernafasan teratur, tidak ada suara nafas tambahan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada
1.1.3.5 Cardiovaskuler (Bleeding)
Tekanan Darah: 121/77 mmHg, Nadi : 89x/mnt dan teraba kuat,tidak ada
nyeri, suara jantung normal S1 S2 lup dup, suhu 36 oC, CRT < 2detik, tidak
cyanosis, akral teraba hangat.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
1.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Penilaian kesadaran pada didapatkan nilai GCS 15 dimana E:4 (membuka
mata pelan-pelan), V:5 (berorientasi baik dan mampu berbicara meskipun
kurang jelas) M:6 (mampu mendengar perintah dengan baik). Kesadaran
composmentis. Pupil isokor, anemis, dan reflek pupil +/+.
1) Saraf kranial I (Olfaktorius) : saraf sensorik untuk penciuman klien
dapat mencium aroma minyak kayu putih.
2) Saraf Kranial II (Optikus) : saraf sensorik penglihatan klien dapat
melihat dengan cukup baik.
3) Saraf kranial III (Okulomotorius): saraf motorik pasien dapat
membuka matanya pada saat di panggil.
4) Saraf kranial IV (Trochlear) : saraf motorik gerakan mata kebawah
dan kedalam, klien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan ke
bawah.
5) Saraf kranial V (Trigeminus) : saraf motorik gerakan mengunyah,
sensasi wajah lidah gigi dan reflek kornea dan reflek kedip, klien
mengalami penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
6) Saraf kranial VI (Obdusen) : saraf motorik deviasi mata pasien
mampu menggerakan bola matanya ke kiri dan kekanan
7) Saraf kranial VII (Fasialis) : saraf motorik untuk eksperesi wajah
Presepsi pengecapan klien normal pasien dapat membedakan rasa
manis dan asin, dan wajah simetris.
8) Saraf kranial VIII (Vestibulokokhlearis) : saraf sensorik untuk
pendengaran dan keseimbangan, pendengaran klien baik.
9) Saraf kranial IX (Glosofaringeus) : saraf sensorik dan motorik untuk
sensasi rasa, kemampuan menelan klien kurang baik.
10) Saraf kranial X (Vagus) : saraf sensorik dan motorik reflex muntah dan
menelan, pada saat makan pasien dapat mengontrol proses menelan.
11) Saraf kranial XI ( Aksesorius) : saaf motorik untuk gerakan bahu, klien
dalam menggerakan bahu sebelah kiri masih terbatas.
12) Saraf kranial XII (Hipoglosus) : saraf motorik untuk gerakan lidah, klien
berbicara pelo dan kurang jelas.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung
positif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan positif;
pasien belum dapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep
kanan positif dengan skala 5 dan kiri negatif dengan skala 1, refleks
brakioradialis kanan positif dengan skala 5 dan kiri negatif dengan skala 1,
refleks patela kanan positif dengan skala 5 dan kiri negatif dengan skala 1,
refleks akhiles kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks babinski
kanan dan kiri positif dengan skala 5. Uji sensasi pasien di sentuh bisa
merespon.
Masalah keperawatan:
Penurunan kapasitas adaptif intrakarnial
Gangguan komunikasi verbal
1.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Kandung kencing tidak tegang. Pasien terpasang kateter, produksi urin 400
ml/hari, dan bewarna kuning
Masalah keparawatan: Tidak ada masalah
1.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir terlihat tampak lembab dan agak kotor kering, tidak ada lesi, gigi
tampak kotor ada caries, gusi terlihat tidak ada peradangan dan
perdarahan, lidah tampak kotor dan tidak ada peradangan, tidak ada
perdarahan pada mukosa, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak ada
keluhan nyeri pada tenggorokan saat menelan. Palpasi abdomen tidak
teraba massa dan tidak ada nyeri tekan pada abdomen. Tidak ada hemoroid
pada rectum. Pasien BAB 1x sehari warna kuning dan lunak
konsistensinya.
Masalah keperawatan :
Defisit Perawatan Diri
1.1.3.9 Tulang-Otot-Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan terbatas, hemiparase sinistra di 1 3
anggota tubuh ekstremitas atas dan bawah, ukuran otot
1 4
simetris, uji kekuatan otot ekstremitas 1 ekstremitas bawah 1,
dan tulang belakang normal.

Keluhan : Tidak ada keluhan


Masalah keparawatan:
Gangguan Mobilitas Fisik
1.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut
Riwayat alergi pasien tidak pernah mengalami alergi obat, tidak ada alergi
makanan, suhu kulit klien hangat , warna kulit normal tidak ada kelainan,
turgor kulit baik halus tidak kasar maupun kemerahan tidak ada
peradangan, jaringan parut tidak ada, tekstur rambut agak kasar, distribusi
rambut merata, bentuk kuku simetris tidak ada kelainan.
Masalah keparawatan: tidak ada masalah
1.1.3.11 Sistem Pengindraan
1) Sistem Penglihatan
Mata simetris kanan dan kiri, gerakan bola mata bergerak normal,
selera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, dan reflek pupil +/+.
Masalah keparawatan: tidak ada masalah
2) Telinga/pendengarran
Fungsi pendengaran baik
Masalah keparawatan: tidak ada masalah
3) Hidung/penciuman
Bentuk hidung simetris, Terpasang NGT warna keruh, tidak ada
secret di hidung, tidak ada napas cuping hidung.
Masalah keparawatan: tidak ada masalah
1.1.3.12 Leher dan Kelenjar Limfe
Massa tidak teraba, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tyroid tidak
teraba, mobilitas leher terbatas.
1.1.3.13 Sistem Reproduksi Wanita
Reproduksi tidak di kaji karena pasien menolak untuk di kaji
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
1.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
1.1.4.1 Persepsi terhadap Kesehatan dan penyakit
Sebelum sakit pasien dapat melakukkan aktivitas sendiri pasien biasa
makan 2-3 kali (pagi,siang,malam) tidak teratur jamnya,minum air mineral
hanya 240 ml perhari. Saat sakit pasien hanya terbaring di tempat tidur
tidak melakukan aktivitas klien juga makan melalui NGT.
1.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
TB : 160 Cm
BB sekarang : 60 Kg
BB Sebelum sakit : 60 Kg
Rumus IMT : BB (kg) : Kuadrat Tinggi Badan (m)
BB=60 kg dan TB : 160 cm jadi 1,60 m
IMT=60 (kg) :1,602 (m)
= 60 : 2,56
Hasil IMT Yaitu 23, 43 Normal
Klasifikasi Nilai IMT :
IMT Status Gizi Kategori
<17.0 Gizi Kurang Sangat Kurus
17.0-18.5 Gizi Kurang Kurus
18.5-25.0 Gizi Baik Normal
25.0-27.0 Gizi Lebih Gemuk
>27.0 Gizi Lebih Sangat gemuk

Pola Makan Sehari-hari Selama Sakit Sebelum Sakit

Frekuensi/hari sonde/hari: 1420 kkal 3-4 kali sehari


Porsi 6x100 cc/24 jam Penuh
Nafsu makan Spooling Baik
Jenis Makanan Sonde, bubur Nasi,lauk,sayur

Jenis Minuman Sonde, air dan susu Air putih

Jumlah minuman/cc/24 jam Sonde, 200 cc/24 jam 200 cc/24 jam

Kebiasaan makan Pagi, siang, sore dan malam Pagi, siang, sore dan
malam
Keluhan/masalah Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan

Diet : Cair
Diet khusus : rendah lemak.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
1.1.4.3 Pola istirahat dan Tidur
Sebelum sakit pasien tidur siang ± 1 jam, tidur malam hari ± 5-6 jam.
Kebiasaan tidur pasien tidak mempengaruhi kehidupannya, karena tidak
pernah mengkonsumsi obat untuk pemenuhan tidur.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
1.1.4.4 Kognitif
Pasien masih mampu berkomunikasi dan berorientasi dengan baik pada
saat dilakukan pengkajian. Pendengaran, pengecapan dan penciuman,
klien berfungsi dengan baik. Sensori, klien mampu membedakan sensori
tajam dan tumpul sekalipun harus dengan tekanan yang kuat dan
keluarga pasien mengatakan mengerti tentang penyakit yang di derita
pasien.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
1.1.4.5 Konsep Diri
Gambaran diri : Klien mengatakan tidak bisa bekerja.
Identitas diri : Pasien merupakan seorang ibu yang sudah
memiliki 6 anak.
Harga diri : Pasien percaya dirinya dapat sembuh dan segera
melakukan aktivitas sehari hari yaitu menjalani hidup dengan
keluarganya.
Ideal Diri : Pasien ingin segera sembuh dan ingin segera
berkumpul dengan keluarga
Peran Diri : Pasien mengatakan dirinya tidak bisa melakukan
kegiatan yang terlalu berat
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
1.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Aktivitas sehari-hari pasien adalah menjadi ibu rumah tangga, sebelum
sakit pasien dapat beraktivitas seperti biasanya, namun setelah sakit
pasien hanya bisa berbaring ditempat tidur, skala aktivitas 4 sangat
bergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan dan perawatan diri pasien dibantu oleh keluarga, penampilan
klien juga kurang rapi.
Masalah keperawatan :
Gangguan Mobilitas Fisik
Defisit Perawatan Diri
1.1.4.7 Koping-Toleransi terhadap stress
Koping individu baik, bila sakit pasien hanya bisa menangis.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
1.1.4.8 Nilai-Pola keyakinan
Menganut agama Islam, nilai keyakinan dengan tindakan medis tidak ada
pengaruhnya, pasien menerima tindakan medis.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
1.1.5 Sosial – Spiritual
1.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik pada saat di ajak berbicara,
tetapi kurang jelas.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
1.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Pasien menggunakan bahasa indonesia/jawa.
1.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Baik, ditandai dengan perhatian yang diberikan oleh suami, anak, dan
keluarga saat Ny. P di rawat di ruangan terlihat keluarga selalu
menjenguk.
1.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Saat di rumah sakit klien dapat berinteraksi baik dengan keluarga pasien
lain, perawat dan juga tenaga medis lainnya, walaupun terkadang kurang
jelas.
1.1.5.5 Orang penting/terdekat
Orang yang paling dekat dengan klien adalah suami, anak, dan keluarga.
1.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang
Pasien mengunakan waktu yang luang dengan berkumpul bersama
keluarga dan beristirahat.
1.1.5.7 Kegiatan beribadah
Sebelum sakit pasien ibadah dimesjid, setelah sakit pasien hanya bisa
berdoa
1.1.5.8 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 20 Maret 2022
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 16.45 [10^3/uL] (4.50-11.00)
RBC 4.15 [10^6/uL] (4.00-6.00)
HGB 12.1 [g/dL] (10.5-18.0)
HCT 35.7 [%] (37.0-48.0)
MCV 86.0[fL] (86.6-102.0)
MCH 29.2 [pg] (25.6-30.7)
MCHC 33.9 [g/dL] (28.2-31.5)
PLT 306 [10^3/uL] 150 - 400
RDW-SD 45.7 [fL] 38.0 - 50.0
RDW-CV 14.2 [%] 11.2 - 13.7
PDW 10.2 [fL] 9.5 - 15.2
MPV 9.4 [fL] 9.2 – 12.1
P-LCR 20.6 [%]
PCT 0.29 [%]

NEUT 9.76 [10^3/uL] 1.50 – 7.00


LYMPH 4.79 [10^3/uL] 1.00 – 3.70
MONO 0.89 [10^3/uL] 0.00 – 0.70
EO 0.96 [10^3/uL] 0.00 – 0.40
BASO 0.05 [10^3/uL] 0.00 – 0.10
IG 0.12 [10^3/uL]

HBs Ag Negatif Negatif


Natrium (Na) 135 135-148
Kalium (K) 4,6 3,5 – 5,3
Calcium (Ca) 1,15 0,98 – 1,2
Clotting Time (CT) 4’00” 4-10
Bleeding Time 2’00” 1-3
Glukosa Sewaktu 95 < 200
Ureum 82 21-53
Kreatinin 0,90 0,17 – 1,5

1.1.5.9 Penatalaksanaan Medis


Tanggal 20 Maret 2022

No Nama Dosis Rute Indikasi


Obat
1 Inf. NacL 0,9 20 tpm IV Untuk mengembalikan keseimbangan
% elektrolit dan dehidrasi.
2 Inj. Citicolin 2x1 Untuk penurun demam dan pereda nyeri.
3 Inj. 2x500 IV Digunakan untuk mengatasi kekurangan
Mecobelamin ml vitamin B12.
4 Inj. Ranitidin 50 mg IV Digunakan untuk mengatasi gangguan
lambung atau menurunkan produksi asam
lambung.

5 Inj. Antrain 1 gr IV Untuk meredakan nyeri parah serta demam


seperti nyeri pasca operasi atau nyeri kolik.
6 Phenitoin 2x100 IV sebagai antikonvulsan untuk mengatasi
mg berbagai jenis kejang.
7 Aspilet 1x8 mg Oral Untuk meredakan demam, sakit gigi, nyeri
otot, dan nyeri sendi. Meredakan peradangan
pada sendi. Sebagai pengencer darah pada
pasien yang mengalami infark miokard
(penyumbatan pada otot jantung).
Mencegah nyeri dada atau angina.
8 Candesartan 1x16 Oral untuk menangani hipertensi pada orang dewasa
mg dan anak berusia ≥1 tahun, serta untuk menangani
gagal jantung pada orang dewasa.

Palangka Raya, 21 Maret 2022


Mahasiswa

Alvina Putri
ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB

Ds : Penurunan darah ke otak Penurunan


Keluarga klien mengatakan Kapasitas Adaftif
Intra Kranial
klien sakit kepala, nyeri Hipoksia serebri
seperti ditusuk-tusuk, dengan
skala nyeri 4 (sedang), nyeri Infark jaringan otak
berlangsung kurang lebih 10
menit. O2 ke otak berkurang
Do :
1. Kesadaran composmentis
2. GCS E:4 V:5 M:6= 15
3. Tekanan darah klien
meningkat 173/102
mmHg
4. Nadi : 104x/mnt dan
teraba kuat
5. Suhu 37oC

DS: Infark jaringan serebral Gangguan mobilitas


- Keluarga mengatakan fisik
klien mengalami Perubahan perfusi
jaringan
kelemahan pada tubuh
sebelah kiri
Hemiplegi, paraplegi,
DO : tetraplegi
- Aktivitas dibantu
keluarga Kelemahan fisik
- Gerakan terlihat kaku
Gangguan Mobilitas
- Klien terlihat tidak bisa
Fisik
menggerakkan tubuh
bagian kirinya
- Klien tampak gelisah.
- Kemampuan pergerakan
sendi terbatas
- Terpasang kateter urin
- Kekuatan otot

1 3

1 4

- GCS E:4 V:5


M:6= 15
DS: Infark Cerebellum Gangguan
- Keluarga mengatakan klien komunikasi verbal
kesulitan dalam komunikasi. Kerusakan pada saraf
DO: hipoglosus (XII)
- Lidah dan bibir klien
tampak sulit digerakkan Gangguan fungsi motorik

dan terlihat kaku.


- Klien terlihat memiliki Gangguan fungsi bicara

gangguan bahasa
Disatria
(Aphasia)
- Klien berbicara pelo
Gangguan komunikasi
(disatria)
verbal
- GCS E:4 V:5 M:6= 15

Ds : Infark jaringan serebral Defisit Perawatan


Keluarga pasien mengatakan
Diri
selama sakit pasien tidak
pernah di mandi selama di Perubahan perfusi
RS jaringan
Do :
1. Pasien tidak mampu
mandi sendiri Hemiplegi, paraplegi,
2. Pasien tampak kurang tetraplegi

rapi
3. Aktivitas dibantu Kelemahan fisik

keluarga.
Tirah baring lama
4. Kebersihan diri pasien
kurang.
5. TTV :
- TD : 121/77 mmHg
- N : 89 x/mnt
- RR : 18 x/mnt
- S : 36°C
- SpO2 : 98%

PRIORITAS MASALAH
1. Penurunan Kapasitas Adaftif Intra Kranial berhubungan dengan O2 ke
otak berkurang ditandai dengan Keluarga klien mengatakan klien sakit
kepala, Kesadaran composmentis, Nilai GCS E:4 V:5 M:6= 15, Tekanan
darah klien meningkat 173/102 mmHg, Nadi : 104x/mnt dan teraba kuat,
Suhu 37°C
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot
ditandai dengan tidak bisa menggerakkan tangan dan kaki sebelah kiri,
Aktivitas dibantu keluarga, Gerakan terlihat kaku, Klien terlihat tidak bisa
menggerakkan tubuh bagian kirinya, Klien tampak gelisah, Kemampuan
pergerakan sendi terbatas, Terpasang kateter urin, Kekuatan otot :
1 3

1 4

3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan


sirkulasi serebral ditandai dengan kesulitan dalam berkomunikasi, Lidah
dan bibir klien tampak sulit digerakkan dan terlihat kaku, Klien terlihat
memiliki gangguan bahasa (Aphasia), Klien berbicara pelo (disatria).
4. Defisit Perawatan diri berhubungan dengan tirah baring lama ditandai
dengan Keluarga pasien mengatakan selama sakit pasien tidak pernah di
mandi, Pasien tidak mampu mandi, Pasien tampak kurang rapi, Aktivitas
dibantu keluarga, Kebersihan diri pasien kurang. TTV : TD : 121/77
mmHg, N : 89 x/mnt, RR : 18 x/mnt, S : 36°C, SpO2 : 98%
3.1 Rencana Keperawatan

Nama Pasien : Ny. P


Ruang Rawat : Nusa Indah
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Diagnosa 1 Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
keperawatan selama 1x 4 jam, gangguan metabolisme, edema serebral).
Penurunan Kapasitas Adaftif Intra
diharapkan Penurunan 2. Monitor input dan output cairan
Kranial berhubungan dengan O2 kapasitas adaptif intrakarnial 3. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan
stabil. darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia,
ke otak berkurang ditandai
Kriteria Hasil : pola napas ireguler, kesadaran menurun)
dengan Keluarga klien SLKI L.0649 4. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
1. Fungsi kognitif meningkat 5 5. Monitor status pernapasan
mengatakan klien sakit kepala,
2. Gelisah menurun 5 6. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan
Kesadaran composmentis, Nilai 3. Tekanan nadi membaik 5 yang tenang
4. Pola napas membaik 5 7. Berikan posisi semi fowler
GCS E:4 V:5 M:6= 15, Tekanan
5. Respon pupil membaik 5 8. Petahankan suhu tubuh normal
darah klien meningkat 173/102 Tekanan intrakranial : (5) 9. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
mmHg, Nadi : 104x/mnt dan
teraba kuat, Suhu 37°C
Diagnosa 2 Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi
Gangguan mobilitas fisik keperawatan selama 1x4 jam Observasi
berhubungan dengan diharapkan mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
penurunan kendali otot tidak terganggu dengan kriteria 2. Identifikasi adanya toleransi fisik saat melakukan
ditandai dengan tidak bisa hasil: pergerakan
menggerakkan tangan dan - Pergerakan Ekstermitas 3. Monitor tekanan darah sebelum memulai mobilitas
kaki sebelah kiri, Aktivitas Meningkat (5) 4. Monitor keadaan umum selama melakukan
dibantu keluarga, Gerakan - Kekuatan Otot Meningkat mobilitatas
terlihat kaku, Klien terlihat (5) Terapeutik
tidak bisa menggerakkan - Rentang Gerak (ROM) 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
tubuh bagian kirinya, Klien Meningkat (5) (misalnya pagar tempat tidur)
tampak gelisah, Kemampuan - Kaku Sendi Menurun (5) 2. Fasilitasi melakukan pergerakan , jika perlu
pergerakan sendi terbatas, - Gerakan Terbatas Menurun 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
Terpasang kateter urin, (5) meningkatkan pergerakan
Kekuatan otot : - Kelemahan Fisik Menurun Edukasi
1 3 (5) 1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
1 4
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(misalnya duduk ditempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
Diagnosa 3 Setelah dilakukan tindakan Observasi
Gangguan komunikasi verbal keperawatan selama 1x4 jam 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dasn
berhubungan dengan penurunan diharapkan gangguan diksi bicara
sirkulasi serebral. komunikasi verbal membaik 2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
dengan kriteria hasil: berkaitan dengan bicara
- Kemampuan Bicara 3. Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang
Meningkat (5) menganggu bicara
- Kontak Mata Meningkat (5) 4. Identifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
- Afasia Menurun (5) komunikasi
- Disatria Menurun (5) Terapeutik
- Pelo Menurun (5) 1. Gunakan metode Komunikasi alternative (mis:
- Pemahaman Komunikasi menulis, berkedip, papan Komunikasi dengan gambar
Membaik (5) dan huruf, isyarat tangan, dan computer)
2. Sesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan (mis:
berdiri di depan pasien, dengarkan dengan seksama,
tunjukkan satu gagasan atau pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan perlahan sambil menghindari
teriakan, gunakan Komunikasi tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk memahami ucapan pasien.
3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
4. Ulangi apa yang disampaikan pasien
5. Berikan dukungan psikologis
6. Gunakan juru bicara, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis
dan fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan
berbicara

Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
Diagnosa 4 Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1x4 jam 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai
Defisit Perawatan diri
Kebutuhan perawatan diri klien usia
berhubungan dengan tirah terpenuhi.
Kriteria hasil : 2. Monitor tingkat kemandirian
baring lama ditandai dengan
1. Kemampuan mandi
Keluarga pasien mengatakan meningkat 5 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
2. Kemampuan mengenakan berpakaian, berhias, dan makan
selama sakit pasien tidak
pakaian meningkat 5
pernah di mandi, Pasien tidak 3. Kemampuan makan Terapeutik
meningkat 5 4. Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. Suasana
mampu mandi, Pasien tampak
4. Melakukan perawatan diri hangat, rileks, privasi)
kurang rapi, Aktivitas dibantu meningkat 5 5. Siapkan keperluan pribadi (mis. Parfum, sikat gigi, dan
5. Minat melakukan sabun mandi)
keluarga, Kebersihan diri
perawatan diri meningkat 5 6. Dampingi dalam melakkukan perawatan diri sampai
pasien kurang. TTV : TD : mandiri
7. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
121/77 mmHg, N : 89 x/mnt,
RR : 18 x/mnt, S : 36°C, 8. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
SpO2 : 98% Edukasi
9. Anjurkan melakukkan perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien : Ny.P
Ruang Rawat : Nusa Indah
Hari/Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD Perawat
Selasa , 22 Maret 2022 Diagnosa 1 S:-
1. Mengidentifikasi
18.00
penyebab peningkatan O :
TIK (mis. Lesi, gangguan - Kesadaran klien masih
metabolisme, edema composmentis Alvina Putri
serebral). - GCS E:4 V:5 M:6= 15
2. Memonitor input dan - Tekanan Darah menurun
output cairan menjadi 121/80
3. Memonitor tanda/gejala - Nadi : 84x/mnt
peningkatan TIK (mis. - Suhu 37oC
Tekanan darah meningkat, - Masih terpasang NGT
tekanan nadi melebar, A: Masalah penurunan
bradikardia, pola napas kesadaran adaftif intra kranial
ireguler, kesadaran teratasi sebagian
menurun) P : Lanjukan intervensi
4. Memonitor MAP (Mean
Arterial Pressure)
5. Memonitor status
pernapasan
6. Meminimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
7. Memberikan posisi semi
fowler
8. Mempertahankan suhu
tubuh normal
9. Berkolaborasi dalam
pemberian obat hipertensi,
yaitu Candesartan 1x16
mg
Selasa , 22 Maret 2022 Diagnosa 2 S: Keluarga pasien mengatakan
18.00 1. Mengidentifikasi adanya pasien masih belum bisa
nyeri atau keluhan fisik menggerakkan tangan sebelah Alvina Putri

lainnya kirinya
2. Mengidentifikasi adanya O:
toleransi fisik saat -Tampak gerakan klien masih
melakukan pergerakan kaku
3. Memonitor tekanan darah -ADL masih dibantu penuh oleh
sebelum memulai keluarga & perawat.
mobilitas -Klien masih tidak bisa
4. Memonitor keadaan umum menggerakan badan sebelah
selama melakukan kiri.
mobilitatas - Kekuatan otot
5. Memfasilitasi aktivitas
mobilisasi (ROM Pasif) 1 3
-
6. Melibatkan keluarga untuk
1 4 -
membantu pasien dalam
-
meningkatkan pergerakan.
- TD : 121/80
7. Menjelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi mmHg
-Nilai M : 6
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Selasa , 22 Maret 2022 Diagnosa 3 S: Keluarga pasien mengatakan
18.00 1. Memonitor kecepatan, pasien sedikit bisa
tekanan, kuantitas, volume menggerakkan lidah dan
dan diksi bicara bibirnya
Alvina Putri
2. Menyesuaikan gaya O:
Komunikasi dengan berdiri - Pasien masih berbicara pelo
di depan pasien, dengarkan , beberapa kata masih sulit
dengan seksama, bicaralah dipahami, volume suara
dengan perlahan sambil kecil
menghindari teriakan, - Pasien tampak berbicara
3. Memodifikasi lingkungan dengan perlahan
untuk meminimalkan - Bibir dan lidah pasien masih
bantuan terlihat sedikit kaku saat
4. Mengulangi apa yang bicara/digerakkan
disampaikan pasien - Nilai V : 5
5. Memberikan dukungan A: Masalah belum sepenuhnya
psikologis teratasi
6. Menganjurkan berbicara P: Lanjutkan Intervensi
perlahan

Selasa , 22 Maret 2022 1. Mengidentifikasi S :-


kebiasaan aktivitas O:
18.00
perawatan diri sesuai usia -Kesadaran klien
2. Memonitor tingkat composmentis
kemandirian - Kemampuan Alvina Putri
3. Mengidentifikasi pergerakan masih
kebutuhan alat bantu terbatas
kebersihan diri, - Kekuatan otot
berpakaian, berhias, dan ektermitas atas masih 1
makan dan ektermitas bawah
4. Menyediakan lingkungan masih 1
yang terapeutik (mis. - Perawatan diri masih
Suasana hangat, rileks, dibantu oleh perawat
privasi) dan keluarga
5. Menyiapkan keperluan - Bibir masih pucat
pribadi (mis. Parfum, sikat A : Masalah defisit perawatan
gigi, dan sabun mandi) diri belum teratasi
6. Mendampingi dalam P : Lanjutkan intervensi
melakkukan perawatan
diri sampai mandiri
7. Memfasilitasi untuk
menerima keadaan
ketergantungan
8. Menjadwalkan rutinitas
perawatan diri
9. Menganjurkan
melakukkan perawatan
diri secara konsisten
sesuai kemampuan
BAB 4
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan studi kasus pada Ny. P dengan Stroke Non Hemoragik di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dapat disimpulkan beberapa hal
diantaranya :
Pada pengkajian klien denganSNH, kita harus cermat dalam pengumpulan
data yaitu dengan mengetahui keluhan utama yang normal, riwayat kesehatan
yang lalu dan sekarang, pemeriksaan fisik dan pola kehidupan sehari-hari klien.
Diagnosa yang muncul ditentukan dari kondisi klien dan patofisiologi penyakit
klien.Untuk menentukan prioritas diperlukan pengetahuan perawat mengenai
kondisi klien yang ada di lapangan, dengan mendahulukan kebutuhan/ keadaan
yang mendesak untuk diselesaikan/diatasi yang mungkin dapat membahayakan
klien. Pada rencana tindakan tidak semua diterpkan dalam implemntasi secara
ideal, tetapi disesuaikan dengan situasi kondisi dan fasilitas ruangan. Evaluasi
secara umum terhadap klien setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah
teratasi dan masalah teratasi sebagian. Hal ini terjadi karena keterbatasan dalam
waktu. Keberhasilan tujuan dapat dicapai dalam asuhan keperawatan yang
diberikan pada Tn.J jika melibatkan peran klien, keluarga dan tim kesehatan lain.
Asuhan keperawatan medis pada Ny. P dengan penyakit Stroke No
Hemoragik dalam pemberian asuhan keperawatan disesuaikan dengan standar
keperawatan dalam pelaksanaan intervensi dan implementasi.
3.2 Saran
Dalam melakukan perawatan perawat harus mampu mengetahui kondisi
klien secara keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk
kemampuan fungsional pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim
kesehatan lain dan keluarga untuk mendukung adanya proses keperawatan serta
dalam pemberian asuhan keperawatan diperlukan .
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI Cetakan I 2016 Cetakan II 2017, Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan.Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLLKI DPP PPNI Cetakan II 2019. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia.Jakarta Selatan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI Cetakan II 2019.Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia.Jakarta Selatan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Ackley BJ, Ladwig GB. Nursing Diagnosis Handbook. An Evidance-Based
Guide to Planning Care. Ninth Edition. United States of Amerika:
Elsevier, 2011.
Israr YA. Stroke. Riau: Faculty of Medicine, 2008. http://case-s-t-r-o-k-e.pdf
Diakses pada 1 Juni 2013.
Kneafsey R: A systematic review of nursing contributions to mobility
rehabilitation: examining the quality and content of the evidence, J Clin
Nurs 16(11c):325-340, 2007.
Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009. Medan: FK USU, 2010.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421 Diakses pada 1 Juni
2013.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran
edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2014.
Nurarif AH, Hardhi K. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction, 2013.
Price, Sylvia A, Lorraine MW. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC, 2012.
Ibrahim, H. (2014). No TitleKonsep Stroke Non Hemoragik.
hhtp://eprints.umpo.ac.id
Priadi, S. (2018). Program studi d iii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan
perintis padang tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai