Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR

DISUSUN OLEH :

1. NURMIATI 70300117002
2. KHAERATUNNAFISAH 70300117005
3. ISMAWATI 70300117006
4. GITA LESTARI AMIN 70300117015
5. NURUL FADHILLAH IHSAN 70300117028
6. KAISAR AGUS 70300117041

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fraktur merupakan penyakit yang disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik
dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi
pada laki – laki daripada perempuan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor. (lukman,2014)

Menurut data dari depkes 1996, jumlah korban kecelakaan lalu lintas
diindonesia cenderung turun yaitu 47.401 orang pada tahun 1989, menjadi 32.815
orang pada tahun 1995. Rasio jumlah korban cedera sebesar 16,80 per 10.000
penduduk dan rasio korban meninggal sebesar 5,63 per 100.000 penduduk. Angka
kematian tertinggi berada diwilayah kalimantan timur, yaitu 11,07 per 100.000
penduduk dan terendah di jawa tengah, yaitu sebesar 2,67 per 100.000 penduduk
(Depkes, 1996).

Sementara data tahun 2013, didapatlan sekitar 8 juta orang mengalami


kejadian fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Dari hasil survei tim
Dinkes RI didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% cacat
fisik, 15% stress psikologis seperti cemas atau bahkan depresi, dan 10% mengalami
kesembuhan dengan baik. (Depkes RI,2013)

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan fraktur ?
2. Jelaskan etiologi fraktur !
3. sebutkan manifestasi klinik faktur ?
4. apa sajakah penatalaksanaan dari fraktur ?
5. jelaskan asuhan keperawatan pasien fraktur.
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa,sedangkan menurut Linda juall C.dalam buku
Nursing Care plans and dokumentation Menyebutkan bahwa fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan dari luar yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (A.Aziz Alimul,2012)
Fraktur menurut Smeltzer (2002) Adalah terputusnya kontuinitas
Tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya demikian pula menurut
syamsul hidayat (2005) Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontuinitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa.Sementara doenges (2000) Memberikan batasan fraktur adalah
pemisahan atau patah tulang.Fraktur adalah patah tulang,biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik (price,1995).Sedangkan fraktur menurut reeves
(2001) adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh
Berdasarkan batasan diatas,dapat disimpulkan bahwa Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang,retak atau patahnya tulang yang utuh,yang
biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya trauma (Lukman,2012)
B. ETIOLOGI
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung,gaya meremuk,gerakan
puntir mendadak,dan bahkan kontraksi otot ekstrem.Umumnya fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang.fraktur cenderung terjadi pada laki-laki biasanya fraktur terjadi pada
umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan
olahraga,pekerjaan,atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan
bermotor.sedangkan pada orang tua,perempuan lebih sering mengalami
fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada monopouse
(Lukman,2012)
Ada beberapa faktor penyebab fraktur,diantaranya
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung,menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan.fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan.yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.kekuatan dapat
berupah pemutiran,penekukan,dan penekanan,kombinasi dari
ketiganya,dan penarikan (kholid,2013)
C. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dpaat diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.setelah
terjadinya fraktur,periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks,marrow,dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak.perdarahan terjadi karna kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma
di rongga medulla tulang.jaringan tulang segera berdekatan sebagian tulang
yang patah.jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimilasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasolidatasi,eksudasi plasma dan
leukosit,dan inflitrasi sel darah putih.kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar,waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari
tekanan,elastisitas,kelelahan dan kepadatan atau kekerasan tulang
(Khalid,2013)
D. KLASIFIKASI FRAKTUR
Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis,dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu

Berdasarkan sifat fraktur (Luka yang ditimbulkan)

1) Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara fragmen


tulang dengan dunia luar,disebut juga fraktur bersih (karna kulit masih
utuh)tanpa komplikasi (khalid,2013)
Fraktur tertutup(fraktur simpel) adalah fraktur yang tidak menyebabkan
robeknya kulit atau kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang
(Lukman,2012)
2) Fraktur terbuka (Open),bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karna adanya perlukaan kulit
(Khalid,2013),Fraktur terbuka,merupakan fraktur dengan luka pada kulit
atau membran mukosa sampai kepatahan tulang (Lukman,2013)

Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.


1) Fraktur komplit,bila Garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang (Khalid,2013) Faktor komplit adalah
patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran (bergeser dari posisi Normal),(Lukman,2012)
2) Fraktur inkomplit,Bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti :
a. Hair line Fraktur ( patah retak rambut)
b. Buckle atau Torus fraktur, bila terjadi Lipatan dari suau korteks
dengan kompresif tulang spongiosa di bawahnya
c. Green stick fraktur, mengenai satu korteks dengan agulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang (khalid,2013)

Fraktur tidak komplit terjadi ketika tulang yang patah hanya terjadi pada
sebagian dari setengah tulang (Lukman,2012)

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme


Trauma

1) Fraktur Transversal,Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan


merupakan akibat Trauma angulasi/Langsung (khalid, 2013)
Fraktur Transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang.pada fraktur semacam ini,segmen-segmen
tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ketempatnya
semula,maka segmen-segmen itu akan stabil,dan biasanya mudah di
kontrol dengan bidai gips (Lukman,2012)
2) Fraktur Oblik,Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga
(khalid,2013)
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya mebentuk sudut terhadap
tulang,fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki (lukman,2012)
3) Fraktur spiral,Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi (khalid,2013)
Fraktur spiral adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang
(reevers,2001)
4) Fraktur kompresi,Fraktur yang terjadi karna trauma aksial freksi yang
mendorong tulang kearah permukaan lain
5) Fraktur avulasi,fraktur yang diakibatkan karna trauma tarikan atau fraksi
otot pada insersinya pada tulang.

Berdasarkan jumlah Garis patah


1) Fraktur komunitif, Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur segmental, fraktur dimana garis oatah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur multitiple,Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
Berdasarkan pereseran fragmen tulang
1) Fraktur undisplaced (Tidak bergeser) Garis patah Lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur displaced (Bergeser),Terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen,terbagi atas :
a. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbuh)
b. Dislokasi Ad Axim (Pergeseran yang membentuk sudut)
c. Dislokasi Ad latus (Pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh) (kholid,2013)
E. MANISFESTASI KLINIS
a. Deformitas
b. Bengkak/edema
c. Echimosis (Memar)
d. Spasme Otot
e. Nyeri
f. Kurang/hilang sensasi
g. Krepitasi
h. Pergerakan abnormal
i. Rontgen Abnormal (khalid,2013)
Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri,hilangnya
fungsi,deformitas,pemendekatan ekstremitas,refitus,pembengkakan
lokal,dan perubahan warna .Gejala umum fraktur menurut Reeves (2001)
Adalah Rasa sakit,pembengkakan,dan kelainan bentuk
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang di imobilisasi.spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
menimalkan gerakan antar fragmen tulang
2. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan Luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya.pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstramitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
intregritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawa
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5-5cm (1-2 inchi).
4. Saat ektremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan anatara
fragmen 1 dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cederah.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Rontgen: Menentukan lokasi/luasanya fraktur/luasnya
trauma, scan tulang temogram, scan CI: Memperlihatkan fraktur juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringa lunak
b. Hitung darah lengkap: Hb mungkin meningkat dan menurun
c. Peningkatan jumlah sop adalah respon stres normal setelah trauma
d. Kreatining: Trauma otot meningkatkan beban kreatining untuk ginjal.
e. Profil koagulasi: Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple proma atau cedera hati.
G. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan di sertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotok.
b. Seluruh Fraktur
1) Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menetukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya.
2) Reduksi/Menipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi frakmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan reduksi fraktur
(setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasfanotomis (Brunner,2001).
Redupsi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan
untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung
sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya, tetap sama.
Biasanya dokter melakukan reduksi fraktursesegerah mungkin
untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat
infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus,
reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan
untuk menjalani prosedur: Memperoleh izin untuk melakukan
prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin
perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan menipulasi harus
ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup
dilakukan dengan pengembalian fragmen tulang keposisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan menipulasi dan
traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan,
sementara gips, bidai dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat
immobilisasi akan menjadi reduksi dan menstabilkan ekstramitas
untuk penyembuhan tulang. Sinar –X harus dilakukan untuk
mengetahui apakah pragmen tulang telah dalam kesejajaran yang
benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan redupsi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi. Sinar –X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan
aproksimasi frakmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat
pembentukan kalus pada sinar X. ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi
terbuka. Dengan pendekatan beda, fragmen tulang diredupsi. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau
batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang sulit terjadi.
Alat ini dapat diletakkan disisi tulang atau langsung kerongga
sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang
kuat bagi fragmen tulang.
3) Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus di imibilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobiolisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontiniu, pin dan teksik
gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fikasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
Status neorofaskuler (misalnya: pengkajian peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli beda artopedi diberitahu
segera bila ada tanda gangguan neorofaskuler. Kegelisaan, ansietas
dan ketidak nyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan
(misalnya: meyakinkan, perubahan posisi, stategi peredahan nyeri,
termaksud analgetika). Latihan isometrik dan setting otot
diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse (atrofi otot) dan
meningkatkan peredaran darah. Partisispasi dalam hidup sehari-
hari di usahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga
diri. Pengemdalian bertahap pada aktifitas semula diusahakan
sesuai batasan terapeotika. Biasanya, fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli beda yang
memperkirakan stabilitas spiksasi fraktur, menentukan luasnya
gerakan dan sters pada ekstremitas yang diperbolehkan, dan
menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.
H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembulu darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembulu darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena
sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrau kuning masuk kealiran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan. Tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma artohpedic infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan
masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi biasa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permiabilitas apiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
Delayet Union
Delayet Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi (bergabung)
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
Nonunion
Nonunion merupakan kegagaln fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Noninion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan raimobilisasi yang baik.
I. PENYIMPANGAN KDM
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama,jenis kelamin,umur,alamat,agama,suku,status
perkawinan,pendidikan,pekerjaan,golongan darah,nomor register,tanggal
MRS,diagnose medis
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
a. Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi factor
presipitasi nyeri
b. Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien.apakah seperti terbar,berdenyut atau menusuk
c. Region : Radiation, Relief : Apakah rasa Sakit bisa reda,apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi
d. Severity (scale ) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang di rasakan
klien,bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya
e. Time : Berapa lama nyeri berlangsung,kapan,apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur,yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien.ini bisa berupa buat rencana tindakan terhadap klien.ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa di
tentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.selain
itu,dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa di ketahui
luka kecelakaan yang lain
4. Riwayat penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung.penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung.selain itu,penyakit diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu factor predisposisi terjadinya fraktur,seperti
diabetes,osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang cenderung di turunkan secara genetic
6. Riwayat psikososial
Merupakan respons emosi klien tergadap penyakit yang di deritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan Tata laksana hidup sehat
b. Pola Nutrisi dan metabolism
c. Pola Eliminasi
d. Pola tidur dan istirahat
e. Pola Aktivitas
f. Pola Hubungan dan peran
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola sensori dan kognitif
i. Pola Reproduksi Seksual
j. Pola Penanggulangan stress
k. Pola Tata Nilai dan keyakinan
B. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum : Baik atau buruknya yang di catat adalah tanda-
tanda,seperti
a. Kesadaran penderita
b. Kesakitan,keadaan penyakit
c. Tanda-tanda vital tidak normal karna ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk
2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a. System Intergumen
b. Kepala
c. Leher
d. Muka
e. Mata
f. Telinga
g. Hidung
h. Mulut dan faring
i. Thoraks
j. Paru
1) Inspeksi : Pernafasan meningkat,regular atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhbungan dengan paru
2) Palpasi : Pergerakan sama atau simetris,fernitus raba sama.
3) Perkusi : Suara ketok sonor,tidak ada redup atau suara tambahan
lainnya
4) Auskultasi : Suara nafas normal,tidak ada wheezy,atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronghi
k. Jantung
1) Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung
2) Palpasi : Nadi meningkat,ektus tidak teraba
3) Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal,tidak ada mor mor
l. Abdomen
1) Inspeksi : Bentuk datar,simetris,tidak ada hernia
2) Palpasi : Tugor baik,tidak ada defens moskular (Nyeri tekan pada
seluruh lapang abdomen),Hepar tidak teraba
3) Perkusi : Suara timpani,ada pantulan gelombang cairan
4) Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20x / menit
C. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan radiologi
Hal yang harus dibaca pada x-ray :
a. Bayangan jaringan Lunak
b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi peroosteum atau
biomekanik atau juga rotasi
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) Mungkin perlu teknik khususnya
seperti :
a. Tomogradi : Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur
yang lain tertutup yang sulit di visualisasi
b. Myelografi : Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah diruang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma
c. Arthrografi : Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena rudapaksa
d. Computed tomografi-screening : Menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimanai di dapatkan suatu struktur tulang yang
rusak
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
b. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukankegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase,laktat dehydrogenase (LDH-
5),Asparat amino transferasi (AST),Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan Mikroorganisme kultur dan test sensitive
b. Biopsy tulang dan otot
c. Elektromyografi
d. Arthroscopi
e. Indium imaging
f. MRI
D. Diagnosa keperawatan
Diagnosa 1 : Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang
Diagnosa 2 : Nyeri akut b/d agen pencedera fisik
Diagnosa 3 : gangguan mobilitas fisik
Diagnosa 4 : resiko tinggi infeksi

E. Intervensi keperawatan
Dx 1 : Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang

No Tujuan dan kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Setelah dilakukan a. Pertahankan pelaksanaan a. Memfokuskan
tindakan keperawatan aktivitas rekreasi terapeutik perhatian,
diharapkan mobilitas b.Bantu latihan rentang gerak meningkatkan rasa
fisik klien pasif aktif pada ekstremitas control diri/harga
optimal.dengan kriteria yang dakit maupun yang diri,membantu
hasil : sehat sesuai keadaan klien menurunkan isolasi
Klien dapat c. Berikan papan penyangga social
meningkatkan/memperta kaki,gulungan b. Meningkatkan sirkulasi
hankan mobilitas pada trokater/tangan sesuai darah
tingkat paling tinggi indikasi musculoskeletal,mempe
yang mungkin d.Bantu dan dorong rtahankan tonus otot,
mempertahankan posisi perawatan diri mempertahankan gerak
fungsional meningkatkan (kebersihan/eliminasi)sesu sendi, mencegah
kekuatan/fungsi yang ai keadaan klien kontraktur/atrofi dan
sakit dan e. Ubah posisi secara periodic mencegah reabsorpsi
mengkompensasi bagian sesuai keadaan klien kalsium karna
tubuh,menunjukan f. Dorong/pertahankan imobilisasi
teknik yang asupan cairan 2000-3000 c. Mempertahankan posisi
memampukan ml/hari fungsional ekstremitas
melakukan aktivitas g.Berikan diet TKTP d. Menningkatkan
h.Kolaborasi pelaksanaan kemandirian klien
fisioterapi sesuai indikasi dalam perawatan diri
i. Evaluasi kemampuan sesuai kondisi
mobilisasi klien dan keterbatasan klien
program imobilisasi e. Menurunkan insiden
komplikasi kulit dan
pernapasan
f. Mempertahankan hidrasi
adekuat mencegah
komplikasi urinaruis
dan konstipas
g. Kalori dan protein yang
cukup diperlukan untuk
proses penyembuhan
dan mempertahankan
fungsi fisiologis tubuh
h. Kerjasama dengan
fisioteraoi perlu untuk
menyusun program
aktivitas fisik secara
individual
i. Menilai perkembangan
masalah klien

Dx 2. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik

No Tujuan dan kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Setelah diberikan tindakan a. Pertahankan a. Mengurangi nyeri dan
keperawatan diharapkan imobilisasi bagian yang mencegah malformasi
klien mengatakan nyeri sakit dengan tirah b.Meningkatkan aliran
berkuran atau baring,gips,bebat atau balik vena,mengurangi
hilang,dengan kriteria hasil traksi edema/nyeri
: b.Tinggikan posisi c. Mempertahanan
a. Menunjukan tindakan ekstremitas yang kekuatan otot dan
santa,mampu terkena meningkatkan sirkulasi
berpartisipasi dalam c. Lakukan dan awasi veskuler
beraktivitas,tidur,istira latihan gerak pasif/aktif d.Meningkatkan
hat dengan tepat d.Lakukan tindakan sirkulasi
b.Menunjukan untuk meningkatkan umum,menurunkan
penggunaan kenyamanan area tekanan lokal dan
keterampilan relaksasi e. Ajarkan penggunaan kelelahan otot
dan aktivitas terapeutik teknik manajemen e. Mengalihkan perhatian
sesuai indikasi untuk nyeri terhadap
situasi individual f. Lakukan kompres nyeri,meningkatkan
dingin selama fase akut kontrolterhadap nyeri
(24-48 jam pertama) yang mungkin
sesuai keperluan berlangsung lama
g.Kolaborasi pemberian f. Menurunkan edema
analgetik sesuai dan mengurangi rada
indikasi nyeri
h.Evaluasi keluhan nyeri g. Menurunkan nyeri
melalui mekanisme
penghambatan
rangsang nyeri baik
secara sentral maupun
perifer
h.Menilai
perkembahangan
masakah klien

Dx 3 : Gangguan mobilitas fisik

No Tujuan dan kriteria hasil intervensi Rasional


1 Setelah diberikan tindakan a. Kaji tingkat kecemasan a. Untuk mengetahui
keperawatan (…x…) jam klien tingkat kecemasan
diharapkan cemas pasien (ringan,sedang,berat,pani klien
berkurang k) b.Agar klien merasa
Kriteria hasil : b.Damping klien aman dan nyaman
Pasien menggunakan c. Beri support system dan c. Meningkatkan pola
mekanisme koping yang motivasi klien koping yang efektif
efektif d.Beri dorongan spiritual d.Agar klien dapat
e. Jelaskan jenis prosedur menerima kondisinya
dan tindakan pengobatan saat ini
e. Informasi yang
lengkap dapat
mengurangi ansietas
klien.

Dx 4 : Resiko tinggi infeksi

No Kriteria hasil/ tujuan Intervensi Rasional

1. Setelah dilakukan asuhan 1. kaji tanda-tanda infeksi : 1.untuk mengetahui tanda


keperawatan selama ....x suhu tubuh, nyeri, infeksi dan perubahan
24 jam diharapkan akan pendarahan, dan suhu, nyeri, perdarahan
menangani atau pemeriksaan laboratorium serta mengetahui hasil
meminimalkan komplikasi dan radiologi. abnormal yang terjadi
dan mencegah terjadinya 2. monitor tanda dan gejala pada pasien.
penyebaran infeksi. infeksi sistemik dan lokal 2. mengetahui tanda dan
1. mengenali tanda dan 3. menaikkan asupan gizi gejala infeksi pada pasien
gejala yang mengindikasi yang cukup dan cairan yang 3. memberikan lingkungan
risiko dalam penyebaran sesuai yang bersih untuk
infeksi (skala 5) 4. membersihkan mengurangi resiko infeksi
2. mengetahui cara lingkungan setelah setiap 4. meminimalkan
mengurangi penularan digunakan pasien. timbulnya infeksi pada
infeksi (skala 5) 5. mencuci tangan sebelum pasien.
3. mengetahui cara dan sesudah melakukan 5. untuk menghindari
mengurangi penularan kegiatan perawatan pasien. infeksi yang mungkin
infeksi (skala 5) 6. mengajarkan kepada timbul
4. mengetahui aktivitas pasien dan keluarga tentang
yang dapat meningkatkan tanda dan gejala infeksi dan
infeksi ( skala 4 ) kapan harus dilaporkan di
penyedia pelayanan
kesehatan.
7. mengajarkan kepada
pasien dan keluarga
bagaimana menghindari
infeksi

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


1. KESIMPULAN
Fraktur Adalah terputusnya hubungan satu tulang dengan tulang
lainnya sehingga menyebabkan terjadi cedera yang mengakibatkan intoleransi
aktivitas. Fraktur biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, ataupun
jatuh.
Fraktur adalah masalah yang akhir – akhir ini sangat banyak menyita
perhatian masyarakat, pada arus balik idul fitri maupun hari libur kejadiannya
semakin meningkat karena terjadi kecelakaan lalu lintas dan banyak
korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga
yang banyak menyebabkan fraktur. Seringkali penanganan fraktur ini tidak
tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia.
2. SARAN
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat atau
pembaca, agar dapat menjaga kesehatan diri agar terhindar dari penyakit
fraktur. dan diharapkan kepada pembaca dapat mengetahui penyebab maupun
penanganan apabila terkena fraktur

DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Black J, M., Jane, H.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta
: Salemba Medika Brunner & Sudarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi. 2.
Jakarta : EGC
Carpenito, L.J. (2011). Buku Saku Asuhan Diagnosa Keperawatan. Jakarta.
EGC
Departemen Kesehatan Republik. (2013). Latar Belakang Fraktur Femur.
Retrivied : 20-12-2013. From http :// Depkes.go.id
Dinkes. (2013) Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang
Helmi, N.Z, (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : EGC Lewis, S.
L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2011). Medical Surgical
Nursing : Assessment And Managemen Of Clinica Problems (8thed). USA : Elsevier
Mosby.
Lukman, Ningsih, Nurna. (2009). Asuhan Keperwatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin. A. (2008). Asuhan Keperawatan Gangguan Integumen. Jakarta : Salemba
Medika
Noor Helmi, Zairin. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta :
Salemba Medika
Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis. Jilid 2. Jakarta : EGC
Nursing Interventions Classification (NIC). 6th Indonesian Edision. By Gloria
Bulechek, Howard Butcher, Joanne Dochterman and Cheryl Wagner. 2016.
Singapura : Elsevier
Nursing Outcome Classification (NOC). 5th Indonesia Edision. By Sue
Moorhead, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson. 2016. Singapura
: Elsevier
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta. Nuha
medika
Price, S. A., & Wilson, M. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC
Sjamsuhidayat. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakartab: EGC
Smeltzer, S.C. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
T. Heather Herdman & Shigemi Kamitsuru. 2015-2017. Diagnosa
Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Edisi 10. Jakarta : EGC
Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Mukuloskeletal. Jakarta : CV Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai