Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA “TOTAL AV BLOCK”


DI RUANG ICCU RSUDZA BANDA ACEH

Disusun Oleh :

Faris Augus Tirtana, S.Kep 1812101020004


Azhari, S.Kep 1812101020099
Julianti, S.Kep 1812101020100
Sri Azizah Pase, S.Kep 1812101020101
Yuni Ellyana, S.Kep 1812101020102
Verra Zeverina, S.Kep 1812101020103

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)


KEPER AWATA N GAWAT D AR UR AT
PROGRAM STUDY PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNSYIAH
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
TOTAL AV BLOCK

1. Definisi
Pada blok jantung komplit, nodus sinus terus memberi cetusan secara normal,
tetapi tidak ada impuls yang mencapai ventrikel. Ventrikel dirangsang dari sel-sel pacu
jantung yang keluar dan dipertemu (frekuensi 40-60 denyut/menit) atau pada ventrikel
(frekuensi 20-40 denyut/menit) tergantung pada tingkat AV blok. Pada gambaran EKG
gelombang P dan kompleks QRS ada tetapi tidak ada hubungan antara keduanya.
Interval PP dan RR akan teratur tetapi interval RR bervariasi. Jika pacu jantung
pertemuan memacu ventrikel, QRS akan mengecil. Pacu jantung idioventrikular akan
mengakibatkan kompleks QRS yang lebar (Akhanksha, 2018).
Gangguan pada nodus AV dan/atau system konduksi menyebabkan kegagalan
transmisi gelombang P ke ventrikel (Davey, 2005). AV block merupakan komplikasi
infark miokardium yang sering terjadi (Boswick, 1988).
Blok atrioventrikular derajat tiga disebut juga sebagai blok jantung derajat tiga
atau blok jantung lengkap (Complete Heart Block / CHB) atau Total AV Block, adalah
irama jantung abnormal yang dihasilkan dari kegagalan pada sistem konduksi jantung
di mana tidak ada konduksi melalui simpul atrioventrikular (AVN), yang mengarah ke
pemisahan lengkap atrium dan ventrikel (Akhanksha, 2018).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa AV block adalah gangguan system konduksi
AV yang menyebabkan kegagalan transmisi gelombang P ke ventrikel dan ditimbulkan
sebagai bagian komplikasi IMA.

2. Etiologi
Penyebab dari tipe ini sama dengan penyebab pada AV blok pada derajat yang
lebih kecil, PR yang memanjang lebih dari 0,2 detik dapat disebabkan oleh obat-obatan
seperti digitalis, ß blocker, toksisitas digoxin, penghambatan saluran kalsium, serta
penyakit arteri koroner, berbagai penyakit infeksi, dan lesi congenital. Blok jantung
lengkap atau derajat tiga bisa terlihat setelah terjadi serangan IMA (Janice, 2009).
Dalam irama utama ini, tidak ada koordinasi antara kontraksi atrium dan
ventrikel. Karena kecepatan ventrikel sendiri sekitar 20 sampai 40 kali permenit, maka
sering penderita menyajikan tanda-tanda curah jantung yang buruk seperti hipotensi
dan perfusi serebrum yang buruk (Dharma, 2009).
3. Manifestasi klinis
a. Total AV blok sering menyebabkan bradikardia
b. Tampak tanda-tanda curah jantung yang buruk seperti hipotensi/tekanan darah
menurun dan perfusi serebrum yang buruk
c. Pusing, lemas, sinkop, dan dapat menyebabkan kematian mendadak.
(Janice, 2009).

4. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
Pada EKG akan ditemukan :
1) Gelombang P dan kompleks QRS ada tetapi tidak ada hubungan antara
keduanya,
2) Lebih banyak gelombang P daripada kompleks QRS
3) Interval PP dan RR akan teratur/reguler tetapi interval RR bervariasi.
(Janice, 2009).
b. Foto dada
Dapat ditunjukkan adanya pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel dan katup
c. Elektrolit
Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium, dan magnesium dapat menyebabkan
disritmia.

5. Patofisiologi
Blok jantung adalah perlambatan atau pemutusan hantaran impuls antara atrium
dan venrikel. Impuls jantung biasanya menyebar mulai dari nodus sinus, mengikuti
jalur internodal menuju nodus AV dan ventrikel dalam 0,20 detik (interval PR normal);
depolarisasi ventrikel terjadi dalam waktu 0,10 detik (lama QRS komplek).
Pada blok jantung derajat tiga atau Total AV Block, tidak ada impuls yang
dihantarkan ke ventrikel, terjadi henti jantung, kecuali bila escape pacemaker dari
ventrikel ataupun sambungan atrioventrikuler mulai berfungsi. Blok berkas cabang
adalah terputusnya hantaran berkas cabang yang memperpanjang waktu depolarisasi
hingga lebih dari 0,10 detik.
6. Pathway

(Prince dan Wilson, 2006)


7. Penatalaksanaan
a. Obat antiaritmia
RESEPTOR KELAS OBAT CARA KERJA OBAT
Saluran Na+, K+ 1 A Procainamide, - Mencegah masuknya Na
ke dalam sel
Quinidine,
- Menghambat konduksi,
Amiodarone memperlambat masa
Saluran Na+ 1B Lidocaine, pemulihan (recovery) dan
mengurangi kecepatan
Phenitoin otot jantung untuk
discharge secara spontan
- Class 1A memperpanjang
aksi potensial
ß-adrenergik 2 Esmolol, Metoprolol, - Anti simpatetik, mencegah
efek katekolamin pada
Propanolol,
aksi potensial
Sotalol*, Amiodarone - Termasuk golongan ß-
adrenergik antagonis
Saluran K+ 3 Sotalol*, Bretylium, - Memperpanjang waktu
aksi potensial
Ibutilide, Dofetilide
Saluran Ca+ 4 Verapamil, Diltiazem, - Mencegah masuknya Ca
ke dalam sel otot jantung
Amiodarone
- Mengurangi waktu plateau
aksi potensial, efektif
memperlambat konduksi
di jaringan nodal.

b. Atropin (0,5 sampai 1 mg) bisa diberikan dengan dorongan IV. Bila tidak ada
kenaikan denyut nadi dalam respon terhadap atropine maka bisa dimulai tetesan
isoproterenol 1 mg dalam 500 ml D5W dengan tetesan keciluntuk meningkatkan
kecepatan denyut ventrikel. Penderita yang menunjukkan blok jantung derajat tiga
memerlukan pemasangan alat pacu jantung untuk menjamin curah jantung yang
mencukupi (Boswick, 1988).

c. Implantasi pacu jantung (pace maker)


Merupakan terapi terpilih untuk bradiatritmia simtomatik. Pacu jantung
permanen adalah suatu alat elektronik kecil yang menghasilkan impuls regular
untuk mendepolarisasi jantung melalui electrode yang dimasukkan ke sisi kanan
jantung melalui system vena.
Suatu pacu jantung satu bilik memiliki electrode pada ventrikel kanan atau
atrium kanan. Pacu jantung dua bilik memberikan impuls ke atrium dan ventrikel
melalui dua electrode dan bisa menghasilkan impuls yang sinkron pada ventrikel
setelah tiap gelombang P yang terjadi di atrium. Sehingga timbul impuls yang
mendekati depolarisasi fisiologis pada jantung, dan memungkinkan jantung
berdenyut sesuai dengan nodus sinus.
Nomenklatur pacu jantung :
- huruf pertama – rongga yang dipacu (V : ventrikel, A : atrium, D : keduanya)
- huruf kedua – rongga yang dituju (V, A, atau 0 bila tidak ada)
- huruf ketiga – pacu jantung merespon terhadap deteksi aktivitas listrik jaunting
(I : diinhibisi, T : dipicu, D : keduanya)
- huruf keempat – menunjukkan apakah pacu jantung menstimulasi lebih cepat
saat aktivitas fisik yang disimbolkan dengan huruf R, artinya denyut responsive
(misal VVI-R)
(Davey, 2010).

8. Komplikasi
Kompikasi Total AV Block dibedakan menjadi komplikasi akibat penyakit atau
komplikasi akibat pemasangan pacemaker.
a. Komplikasi akibat penyakit meliputi, (Sandesara, 2017 dan Jones, 2018):
1) Kematian jantung mendadak (sudden cardiac death) akibat asistole atau torsade
de pointes
2) Sinkope/ pingsan
3) Nyeri dada/perburukan penyakit jantung iskemik
4) Gagal jantung kongestif
5) Perburukan penyakit ginjal

b. Komplikasi akibat pemasangan pacemaker (Kotsakou, et al, 2015)


1) Lead dislodgement lebih sering terjadi jika lead terdapat di atrium
2) Pneumothorax
3) Infeksi
4) Perdarahan
5) Pacemaker syndrome: sesak, pusing, palpitasi, nyeri dada
6) Perforasi miokard

TINJAUAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Pengkajian primer :
1) Airway
Penilaian akan kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan mengenai adanya
obstruksi jalan nafas, karena benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat
dianggap bahwa jalan nafas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara
nafas tambahan misalnya stridor
2) Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, adanya sesak
nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi adanya suara nafas tambahan
seperti ronchi, wheezing, kaji adanya trauma pada dada yang dapat
menyebabkan takipnea dan dispnea.
3) Circulation
Dilakukan pengkajian dan monitor secara teratur status hemodinamik, warna
kulit, dan tanda-tanda vital terutama nadi dan tekanan darah.
4) Disability
Nilai tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil

b. Pengkajian sekunder :
Meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format
AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illness, Last meal, dan Event/environment, yang
berhubungan dengan kejadian perlukaan).

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi konduksi listrik
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen
c. Defisit pengetahuan: proses penyakit dan prosedur terapi berhubungan dengan
kurangnya paparan informasi
d. Resiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder inadequate dan prosedur
invasive
(Nanda, 2015)
3. Rencana Tindakan Asuhan Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d disfungsi konduksi listrik
NOC:
Klien dapat memiliki pompa jantung, sirkulasi, perfusi jaringan & status tanda vital
yang normal. Dengan kriteria hasil: Mendemonstrasikan curah jantung yang cukup
dilihat dari TD, nadi, ritme normal, nadi perifer kuat, melakukan aktivitas tanpa
dipsnea
NIC:
1) Monitor gejala gagal jantung dan CO menurun termasuk nadi perifer yang
kualitasnya menurun, kulit dingin dan ekstremitas, RR ↑, dipsnea, HR↑,
distensi vena jugularis, ↓ kesadaran dan adanya edema
2) Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, ritme, adanya S3&S4 dan bunyi baru
3) Observasi bingung, kurang tidur, pusing
4) Observasi adanya nyeri dada/ketidaknyamanan, lokasi, penyebaran, keparahan,
kualitas, durasi, manifestasi seperti mual dan faktor yang memperburuk dan
mengurangi
5) Jika ada nyeri dada, baringkan klien, monitor ritme jantung, beri oksigen,
medikasi dan beri tahu dokter
6) Monitor intake dan output per 24 jam
7) Catat hasil EKGdan Rongtsen dada
8) Kaji hasil lab, nilai AGD, elektrolit termasuk kalsium
9) Monitor CBC, [Na], kreatinin serum
10) Memberi oksigen sesuai kebutuhan
11) Posisikan klien dalam posisi semi fowler atau posisi yang nyaman
12) Cek TD, nadi dan kondisi sebelum medikasi jatung seperti ACE inhibitor,
digoxin dan β bloker. Beritahu dokter bila nadi dan TD rendah sebelum
medikasi
13) Selama fase akut, pastikan klien bedrest dan melakukan aktivitas yang dapat
ditoleransi jantung
14) Berikan makanan rendah garam, kolesterol
15) Berikan lingkungan yang tenang dgn meminimalkan gangguan dan stressor,
jadwalkan istirahat setelahmakan dan aktivitas

b. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen


NOC:
Penghematan energi
1) Keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
2) Menggunakan teknik penghematan energi
3) Merubah gaya hidup sesuai dengan tingkat energi
4) Menjaga keadekuatan nutrisi
NIC:
Pengelolaan energi
1) Pantau respon kardiorespirasi terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, pucat,
frekuensi respirasi)
2) Pantau respon oksigenasi pasien ( nadi, irama jantung, dan frekuensi respirasi)
3) Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan energy
4) Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik menejemen waktu untuk
mencegah kelelahan
5) Bantu pasien dalam aktivitas fisik secara teratur
6) Bantu pasien dalam mengidentifikasi pilihan aktivitas
Terapi aktivitas
1) Kaji kemampuan klien melakukan aktivitas
2) Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk meningkatkan aktivitas
3) Jelaskan pada klien manfaat aktivitas secara bertahap
4) Bantu dalam pemenuhan aktivitas perawatan diri jika klien belum dapat
mentoleransi aktivitas tersebut
5) Orientasikan klien beraktivitas secara bertahap sesuai toleransi
6) Tetap sertakan O2 selama aktivitas
7) Bantu klien mengidentifikasi pilihan aktivitas

c. Defisit pengetahuan: proses penyakit dan prosedur terapi b.d kurangnya paparan
informasi
NOC:
Pengetahuan: proses penyakit dan prosedur terapi
1) Familiar terhadap nama penyakit
2) Mampu mendiskripsikan proses penyakit
3) Mampu mendiskripsikan penyeban, tanda dan gejala, komplikasi dari penyakit
NIC:
Pembelajaran : proses penyakit
1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
2) Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana kaitannya dengan anatomi dan
fisiologi tubuh
3) Identifikasi kemungkinan penyebab dan tanda dan gejala umum penyakit
4) Berikan informasi tentang kondisi klien dan hasil pemeriksaan diagnostik
5) Instruksikan klien untuk melaporkan tanda dan gejala kepada petugas
Pembelajaran : prosedur/perawatan
1) Informasikan klien waktu dan lama waktu pelaksanaan prosedur/perawatan
2) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang prosedur yang akan dilakukan
3) Jelaskan tujuan prosedur/perawatan dan hal-hal yang perlu dilakukan setelah
prosedur/perawatan
4) Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk mengontrol beberapa
aspek selama prosedur/perawatan (relaksasi da imagery)

d. Resiko Infeksi b.d pertahanan sekunder inadequate dan prosedur invasive


NOC:
Pengendalian risiko
1) Monitor factor risiko lingkungan
2) Monitor perubahan status kesehatan
3) Pengguanaan strategi kontrolrisikoyang efektif
Deteksi risiko
1) Mengenali tanda dan gejala timbulnya risiko
2) Mengidentifikasi risiko potensial kesehatan
3) Menggunakan perawatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
NIC:
Pengendalian infeksi
1) Ajarkan kepada pengunjung untuk cuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruangan
2) Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tanda/gejala infeksi
3) Kolaborasi pemberian antibiotic bila diperlukan
4) Lakukan tindakan perawatan secara aseptic
5) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
6) Gunakan universal precaution
7) Batasi jumlah pengunjung
Perlindungan terhadap infeksi
1) Pantau tanda dan gejala adanya infeksi
2) Monitor hasil laboratorium (limfosit, leukosit, granulosit, DPL, protein serum)
3) Monitor tanda-tanda vital
4) Monitor kulit dan membrane mukosa adannya kemerahan, panas, dan drainase
5) Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan sesuai dengan kebutuhan
6) Anjurkan untuk istirahat yang cukup
7) Anjurkan untuk meningkatkan mobilitas dan latihan
8) Ajarkan pada pasien dan keluarga bagaimana menghindari infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Akanksha, A. (2018). Third-Degree AV Block (Complete Heart Block). Retriefed from


https://emedicine.medscape.com/article/162007-overview.

Boswick, John A. (1988). Perawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC.


Davey. (2010). At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.

Dharma, S. (2009). Pedoman Praktis Sistematika Interprestasi EKG. Jakarta: EGC.

Jones, Janice., et al. (2009). Perawatan Kritis Seri Panduan Klinis. Jakarta: Erlangga.

Jones, M. W., Napier L. Rhythm. (2018). Atrioventicular Block, Second Degree. Retrieved
from https://www.ncbi.nlm.gov/books/NBIC482359/

Kotsakou M, Kroumis I, Lazaridris G, Pitsiou G, Lampaki S, Papaiwannou A, et al. (2015).


Pacemaker Incertion. Ann Transl Med. 3 (3) : 42. Retrieved from https://www.
.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC435861/

Nanda International. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC.

Prince & Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6. Vol. 1.
Jakarta: EGC.

Sandesara CM, Olshansky, B. (2017). Atrioventricular Block. Medscape. Retrieved from


https://emedicine.medscape.com/article/151597-overview

Anda mungkin juga menyukai