Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

FRAKTUR INTERTROCHANTER FEMUR

Oleh : dr. I Made Bagus Wirawan

Pembimbing : dr. I Wayan Suryanto Dusak, Sp. OT(K)

DEPARTMEN ILMU BEDAH


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 1

BAB I Pendahuluan.......................................................................................... 2

BAB II Laporan Kasus ..................................................................................... 3

BAB III Tinjauan Pustaka ................................................................................ 12

BAB IV Diskusi ............................................................................................... 22

BAB V Kesimpulan ......................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 25

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karuniaNya sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Laporan ini ditulis
dimaksudkan untuk memenuhi syarat administrasi dalam rotasi stase ortopedi
pada bulan Maret 2019. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
staf ortopedi khususnya dr. I Wayan Suryanto Dusak, Sp. OT(K) atas bimbingan
dan arahannya sehingga laporan ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih terdapat banyak


kekurangan, untuk itu masukan berupa kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.

Denpasar, 28 Maret 2019

I Made Bagus Wirawan

3
BAB I

PENDAHULUAN

Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh,


pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut biasa saja hilang dengan
terjatuh, benturan atau kecelakaan yang mengakibatkan fraktur. Fraktur atau patah
tulang adalah suatu peristiwa terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.1

Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunis luar. Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Bentuk-bentuk
perpatahan antara lain transfersal, oblique, spiral, kompresi atau crush,
comminuted dan greenstick.2

Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan


umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau
luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak
dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya resiko fraktur. Sedangkan
pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan
hormon pada menopause. Fraktur intertrochanter femur merupakan salah satu dari
3 tipe fraktur panggul. Fraktur intertrochanter terjadi diantara 2 trochanter dimana
trochanter mayor terdapat musculus gluteus medius dan minimus (ekstensi dan
abduksi panggul) dan trochanter minor dimana terdapat musculus iliopsoas (fleksi
panggul).2

4
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : Ni Ketut Jenek

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 30-12-1957

Umur : 61 tahun

Nomor MR : 19008425

Alamat : Ketewel, Sukawati, Gianyar, Bali

Tanggal MRS : 23-02-2019

Pembayaran : BPJS

Ruang : Angsoka 3

2.2 Annamnesa

Keluhan Utama :

Nyeri pinggul kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien dibawa ke IGD Rumah Sakit Sanglah dengan keluhan nyeri pada
pinggul kanan disertai bengkak setelah 2 hari sebelumnya jatuh. Nyeri seperti
ditusuk-tusuk, terus menerus, memberat seiring dengan berjalannya waktu dan
membaik saat beristirahat. Nyeri juga membaik dengan pemberian anti nyeri.
Pasien memberikan skor 5/10 untuk nyeri saat pertama kali terjatuh dan skor 7/10
saat datang ke IGD. Pasien awalnya terjatuh di kamar mandi dan ditemukan oleh

5
anaknya, pasien terjatuh karena terpeleset dengan posisi pantat kanan terlebih
dahulu, pasien tetap sadar saat terjatuh. Pasien sempat mengobati kakinya ke
pengobatan tradisional sangkal putung tetapi nyeri tidak membaik. Pasien tidak
mengeluhkan mual muntah dan tidak ada gangguan buang air besar atau buang air
kecil.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya. Tidak ada
riwayat alergi. Penyakit lain seperti diabetes, penyakit auto imun, atau trauma
berat pada kaki juga disangkal. Pasien sebelumnya tidak pernah menjalani
prosedur operasi. Pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap saat masih anak-
anak.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada riwayat keluarga yang terkena diabetes, hipertensi, penyakit
sendi asam urat, atau penyakit autoimun. Tidak ada anggota keluarga lain yang
memiliki penyakit serupa.

Status Sosio-ekonomi Pasien :


Pasien bekerja sebagai petani.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 110 x/mnt

Suhu : 36,5oC

RR : 20 x/mnt

BB : 50 kg

6
Keadaan Umum

Kepala : cephalhematoma (-)

Mata : anemis (-), ikterik (-)

THT : dalam batas normal

Maksilofasial : dalam batas normal

Thorax : Inspeksi : simetris, memar (-)

Palpasi : tenderness (-), krepitasi (-)

Perkusi : sonor simetris

Auskultasi : vesikuler simetris, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi : memar (-), distensi (-)

Auscultasi : BU (+) normal

Perkusi : tympani

Palpasi : defans (-), tenderness (-)

Ekstremitas : hangat, dijelaskan lebih lanjut pada status lokalis

Anogenital : dalam batas normal

Status Lokalis

Regio pinggul kanan

Look : Bengkak (+) pada pinggul, memar (-), deformity (+)


shortening dan external rotation

Feel : Tenderness (+) pada pinggul, pulsasi arteri dorsalis pedis


dan tibialis posterior (+) terpalpasi, CRT <2 detik, sensoris
dalam batas normal

Move : ROM aktif dari pinggul terbatas dikarenakan nyeri

7
ROM aktif 0/135
ROM aktif Ankle 30/40
ROM aktif MTP-IP 0/9

LLD D S
FL 78 79
AL 73 74

Gambar 1. Gambaran klinis pinggul kanan pasien saat ke RS Sanglah

8
Diagnosis awal:
CF femur kanan proksimal dd
- CF intertrochanter femur kanan
- CF subtrochanter femur kanan

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Radiologi

Gambar 2. X-ray pelvis AP pasien (23-02-2019)

Gambar 3. X-ray paha kanan AP/Lat (23-02-2019)

9
2.4.2 Pemeriksaan Laboratorium (24-02-2019)
Parameter Hasil
WBC 10,00
NEU 6,07
HGB 10,52
PLT 307,7
LED 60,5
PPT 12,9
INR 1,03
APTT 22,5
SGOT 19,4
SGPT 11,1
Alb 3,5
GDS 113
BUN 23,2
Cr 2,12
Na 140
K 3,96

2.5 Diagnosis
 CF Intertrochanter Femur Kanan Boyd Griffin Tipe II
 Severe Osteoporosis

2.6 Penatalaksanaan
 Analgesik
 Imobilisasi dengan skin traction beban 5 kg
 Direncanakan untuk dilakukan hemiarthroplasty bipolar

10
Gambar 4. Gambaran klinis pasien setelah dilakukan pemasangan backslab

2.7 Laporan Operasi


a. Tanggal : 04-03-2019 pukul 09.40-12.30 WITA
b. Tipe : Elektif
c. Anestesi : General Anesthesia
d. Bedah : Hemiarthoplasty bipolar
e. Laporan :
1. Setelah diberikan anestesi, pasien dalam posisi lateral dekubitus.
2. Dilakukan desinfektan dengan povidone iodine dan kemudian
dilakukan pembatasan ruang kerja.
3. Insisi Kocher-Langenback; longitudinal pada posterolateral dari PSIS,
ke anterior greater trochanter hingga sepertiga lateral dari femoral shaft
(distal tendon gluteus maximus).
4. Diseksi tajam dilakukan pada fasialata, otot gluteus maximus disekitar
greater trochanter dengan gunting dan iliotibial tract dengan scalpel.
5. Bebaskan lemak yang menutupi otot short external rotator sehingga
tampak insersi tendon piriformis, gemelli dan otot obturator interna.
6. Pastikan tidak ada tekanan pada nervus sciatic yang terletak di posterior
gemeli dan otot obturator internal, anterior dari otot piriformis.
7. Diseksi tendon piriformis, gemelli dan otot obturator interna hingga
tampak garis fraktur.
8. Head femoral osteotomy dan ukur head.

11
9. Mempersiapkan kanal femoral.
10. Insersi stem kemudian disemen dengan ukuran 14 mm dan trial
reduction.
11. Pasang femoral head ukuran 43 mm.
12. Cek stabilitas  stabil.
13. Rawat perdarahan.
14. Pasang drain.
15. Jahit lapis demi lapis.
16. Selesai operasi.

Gambar 5. Gambaran klinis post operasi

Gambar 6. Foto pelvis AP pasien post operasi (05-03-2019)

12
Gambar 7. Foto panggul kanan AP/Lat pasien post operasi (05-03-2019)

2.7.1 Pemeriksaan Laboratorium (03-03-2019)


Parameter Hasil
WBC 12,29
NEU 7,28
HGB 10,57
PLT 469,4
PPT 13,3
INR 1,07
APTT 27,6
SGOT 21,1
SGPT 17,2
GDS 122
BUN 24,7
Cr 1,65
Na 135
K 4,39
Cl 95,6

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi
Femur adalah tulang yang paling panjang dan paling berat di dalam
tubuh manusia. Panjang tulang ini sepertiga tinggi badan seseorang
manusia dan bisa menyokong berat sehingga 30 kali lipat berat tubuh
badannya. Femur, sama halnya dengan tulang yang lainnya didalam tubuh,
terdiri atas badan (corpus) dan dua ekstremitas.2

Gambar 8. Anatomi femur dextra. anterior et posterior surface4

Ekstremitas atas (proximal extremity) terdiri dari kepala (head/caput),


leher (neck/collum), trochanter major dan trochanter minor.2

14
Gambar 9. Bagian atas dari femur kanan dilihat dari sisi atas dan belakang.

1.1 Caput Femoris


Kepala dari femur yang membentuk lebih kepada bentuk dua pertiga
sphere, diarahkan keatas, medial dan sedikit kedepan. Sebagian besar
kecembungannya berada diatas dan di depan. Permukaan caput femoris licin
karena dilapisi oleh kartilago bersendi, kecuali pada bagian fovea capitis femoris,
cekungan yang terletak sedikit bawah di caput femoris, yang merupakan tempat
perlekatan ligamentum teres.2

1.2 Collum Femoris


Collum femoris menghubungkan caput femoris dengan corpus femur.
Collum femoris mendatar dari belakang caput femoris, mengecil di tengah, dan
melebar ke arah lateral. Diameter bagian ini adalah kurang lebih tiga perempat
dari caput femoris. Permukaan anterior dari collum femoris mempunyai banyak
foramen pembuluh darah. Permukaan posterior licin, lebih lebar dan lebih konkaf
dari bagian anterior. Di sini juga merupakan tempat perlekatan dari bagian
posterior dari kapsul persendian pinggul, kurang lebih 1 cm diatas
intertrochanteric crest. Batas superior pendek dan tebal dan berujung di lateral di
trochanter major; permukaannya dilalui oleh foramen yang besar. Batas
inferiornya panjang dan sempit, melengkung sedikit kebelakang ke arah ujung
trochanter minor.2

15
1.3 Trochanter
Trochanter adalah penonjolan yang merupakan tempat perlekatan bagi
otot-otot yang berfungsi untuk memberi pergerakan memutar untuk femur.
Terdapat dua trochanter; trochanter major dan trochanter minor. Trochanter
major adalah prominensia (penonjolan) yang paling lateral dari femur, sedangkan
trochanter minor pula adalah ekstensi dari bagian terendah dari collum femoris
yang berbentuk kon. Kedua trochanter ini dihubungkan oleh crista
intertrochanteric di bagian belakang dan linea intertrochanteric di bagian depan.2

1.4 Vaskularisasi Femur Proksimal


Vaskularisasi femur berasal dari arteri iliaka komunis kanan dan kiri. Saat
arteri ini memasuki daerah femur maka disebut sebagai arteri femoralis. Tiap-tiap
arteri femoralis kanan dan kiri akan bercabang menjadi arteri profunda femoris,
ramiarteria sirkumfleksia femoris lateralis asenden, rami arteria sirkumfleksia
femoris lateralis desenden, arteri sirkumfleksia femoris medialis dan arteria
perforantes. Perpanjangan dari arteri femoralis akan membentuk arteri yang
memperdarahi daerah genu dan ekstremitas inferior yang lebih distal. Aliran balik
darah menuju jantung dari bagian femur dibawa oleh vena femoralis kanan dan
kiri.
Caput femur mendapat pasokan darah dari tiga sumber utama yaitu:
a. Extracapsular arterial ring yaitu pembuluh darah yang melewati collum
bersama dengan retinakula capsularis dan memasuki caput melalui
foramina besar pada basis caput. Pembuluh darah ini berasal dari cabang-
cabang arteri sirkumfleksa femoralis melalui anastomosis arteri krusiata
dan arteri trokanterika. Pada orang dewasa merupakan sumber pasokan
darah terpenting.
b. Pembuluh darah dalam ligamentum teres yang memasuki caput melalui
foramina kecil pada fovea. Pembuluh ini berasal dari cabang-cabang arteri
obturatoria.
c. Pembuluh darah yang melalui diafisis dari pembuluh darah femoralis
nutrisia.

16
2. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh
darah, otot dan persarafan.1

Gambar 10. Fraktur pada tulanng paha11

Definisi fraktur Intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas


tulang pada area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat
ekstrakapsular.1

3. Etiologi
Fraktur adalah suatu keadaan diskontinuitas jaringan (korteks) pada
tulang, paling sering disebabkan oleh trauma, namun bisa juga karena faktor
patologi atau karena penyakit tertentu yang mendasari. 1 Fraktur Neck Femur
adalah adanya kontinuitas jaringan korteks pada daerah collum femur. Sering
terjadi pada tulang rangka, jika tulang mengalami benturan yang melebihi tahanan
normal yang dapat diterima oleh tulang, dapat menyebabkan fraktur pada tulang
tersebut. Ketika terjadi fraktur maka periosteum, pembuluh darah, korteks dan
jaringan sekitarnya mengalami kerusakan jaringan di ujung tulang. Hal ini akan
menyebabkan terbentuknya hematoma yang menyebabkan jaringan sekitar tulang
akan mengalami kematian sebab suplay nutrisi ke daerah tersebut jadi terhambat.

17
Jika keadaan ini terus menerus terjadi maka akan menyebabkan nekrosis pada
jaringan ini yang nantinya merangsang kecenderungan untuk terjadi peradangan
yang ditandai dengan vasodilatasi, pengeluaran plasma dan leukosit, serta
inflamasi dari sel-sel darah putih yang lain.3

Pada usia lanjut, biasanya paling sering karena mekanisme trauma,


misalnya jatuh terduduk yang menyebabkan tekanan yang berlebihan pada pelvis
dan juga dapat berefek pada fraktur collum femur, sedangkan pada usia yang lebih
muda, fraktur pada collum femur juga karena trauma, tetapi kebanyakan pada
kasus-kasus kecelakaan lalu lintas dengan posisi hip joint abduksi.3

4. Klasifikasi Fraktur Femur


a) Berdasarkan letak anatominya, ada 4 jenis fraktur femur, yaitu :2
 Capital : Fraktur pada Caput Femoris
 Subcapital : Fraktur pada bagian bawah caput femoris
 Transcervical : Fraktur pada collum Femoris
 Basiccervical : Fraktur pada bagian ujung lateral collum femoris
b) Menurut Garden, fraktur femur diklasifikasikan berdasarkan tingkat
pergeseran patahnya, yang terbagi menjadi :

Gambar 11. Klasifikasi fraktur menurut Garden

18
 Garden I : fraktur inkomplit atau impacted
 Garden II : fraktur komplit tanpa displacement
 Garden III : fraktur komplit dengan partial displacement
 Garden IV : fraktur komplit dengan total displacement.
c) Menurut Pauwel, fraktur femur diklasifikasikan berdasarkan sudut fraktur
yang terbentuk, yaitu :15

Gambar 12. Klasifikasi fraktur menurut Pauwel

 Tipe I adalah fraktur 30o dari horisontal


 Tipe II adalah fraktur 50o dari horisontal
 Tipe III adalah fraktur 70o dari horisontal
d) Ada juga yang membagi fraktur femur menjadi 2 bagian, yaitu :
Ekstrakapsular: yakni fraktur yang terjadi pada daerah luar dari kapsul
femur mulai dari trochanter, metafisis femur dan distal femur.
 Intertrochanteric, fraktur jenis ini terletak antara collum femoris dan
trochanter minor. Trochanter minor merupakan tempat perlekatan dari
salah satu otot pinggul. Fraktur intertrochanter umumnya
menyeberang di daerah antara trochanter minor dan trochanter mayor.
Pembagian klasifikasi fraktur intertrochanter dilakukan mengikuti
klasifikasi Evans 1949:
1. Fraktur obliq standar
2. Fraktur obliq bertentangan
Menurut klasifikasi OTA (Orthopaedic Trauma Association), fraktur
intertrokhanter termasuk dalam grup 31A (3: femur, 1: segmen
proksimal, tipe: A1, A2, A3):

19
1. Grup A1 mempunyai tipe fraktur simpel atau hanya 2 fragmen
utama fraktur, dengan karakteristik garis frakturnya dari
trokhanter mayor ke kortek medial dan kortek lateral
trokhanter mayor masih tetap utuh.
2. Grup A2 mempunyai tipe fraktur kominutif di kortek
posteromedial, namun kortek lateral trokhanter mayor intak.
Tipe fraktur ini umumnya tidak stabil dan tergantung pada
besar fragmen kortek medial.
3. Grup A3 mempunyai garis fraktur yang meluas dari kortek
lateral hingga medial, termasuk dalam grup ini adalah tipe
reverse oblique.
 Subtrochanteric, fraktur jenis ini terletak di bawah trochanter minor,
pada daerah antara trochanter minor dan sekitar 2 ½ inchi ke bawah.
Klasifikasi fraktur subtrokhanter menjadi dua tipe utama, yaitu tipe 1
dan tipe 2. Fraktur tipe 1 tidak melibatkan fossa piriformis dan dibagi
ke dalam subtype A, untuk fraktur di bawah trokanter minor, dan tipe
B yang melibatkan trokanter minor. Sedangkan fraktur tipe 2
melibatkan fossa piriformis. Tipe 2A memiliki buttress medial stabil
dan tipe 2B tidak memiliki stabilitas korteks medial. 13

Intrakapsular: yakni fraktur yang terjadi pada kapsul femur, dimana


pembuluh darah pada bagian proksimal femur terganggu sehingga
menyebabkan penyatuan kembali atau union pada fraktur terhambat.
Fraktur intrakapsular sendiri dapat dibagi berdasarkan daerah collum
femur yang dilalui oleh garis fraktur menjadi:

5. Diagnosis
Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut : 2,3

5.1 Anamnesis

20
Biasanya riwayat cedera (bagaimana proses cederanya), diikuti dengan
ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera. Setelah jatuh
tidak dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih berotasi keluar dibandingkan pada
fraktur collum (karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat
mengangkat kakinya.

5.2 Pemeriksaan Fisik1,2


Tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara lain:
a. Penampilan (look)
Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang
penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak.
b. Rasa (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal
dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensai.
c. Gerakan (movement)
Krepitasi dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian
distal cedera.
d. Pengukuran
Pada fraktur dengan pergeseran atau dislokasi, hal ini nampak jelas. Pada
kasus malunion atau nonunion, penilaian pemendekan atau pemanjangan
sangat penting.
Apparent leg length discrepancy dapat diukur dari xiphisternum ke
maleolus medial dengan menjaga tubuh dan kaki sejajar dengan alas dan
tidak membuat setiap upaya untuk menyamakan sisi panggul. Hal ini akan
memberikan perbedaan fungsional pada panjang kaki.
Raba spina iliaka anterior superior (SIAS) dan atur panggul agar sejajar
(garis yang menghubungkan kedua SIAS tegak lurus dengan alas). Lalu
ukur panjang kaki dari SIAS ke maleolus medial, maka akan didapatkan
true length measurement. Pastikan kaki berada dalam sikap dan posisi
yang sama.

21
5.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis secara
anteroposterior (AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula foto panggul
secara lateral view. Pada beberapa kasus, CT scan mungkin diperlukan.

6. Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai
usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang dialaminya.
Penyembuhan daru fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan fraktor
sistemik, adapun fraktur lokal :12,16
a. Lokasi fraktur
b. Jenis tulang yang mengalami fraktur
c. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil
d. Adanya kontak antar fragmen
e. Ada tidaknya infeksi
f. Tingkatan dari fraktur

Adapun faktor sistemik adalah :14


a. Keadaan umum pasien
b. Umur
c. Malnutrisi
d. Penyakit sistemik.

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut:16


1. Fase Reaktif
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
a. Fase pembentukan callus
b. Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
a. Remodelling ke bentuk tulang semula

22
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi
atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.16,17
1. Proses penyembuhan fraktur primer
Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi
upaya langsung oleh korteks untuk membangun kemabli dirinya
ketika kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang
pada salah satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi
lainnya (kontak langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis.
Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal
remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur
dari tulang yang patah.
2. Proses penyembuhan fraktur sekunder
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan
jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini
secara garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom
(inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.
a. Fase inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

b. Fase Proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan
unutk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.

c. Fase pembentukan kalus


Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulasi
terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang krondosit yang
mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang
rawan.

d. Stadium konsolidasi

23
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus,
tulang yang immature (wovwn bown) diubah menjadi mature
(lamellar bone).

e. Stadium remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat
dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses
pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella
yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.

7. Terapi Fraktur
a. Terapi Konservatif
 Proteksi
 Immobilisasi saja tanpa reposisi
 Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
 Traksi

Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah


dalam jangka waktu sesingkat mungkin.5

Metode pemasangan traksi :7,8


 Traksi manual
Tujuan : perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, pada keadaan
emergency dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
 Traksi mekanik
Ada dua macam. Yaitu :
 Traksi kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain,
misalnya: otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban
< 5 kg.
 Traksi skeletal

24
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka
operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui
tulang/jaringan metal. Kegunaan pemasangan traksi :
- Mengurangi nyeri akibat spasme otot
- Memperbaiki dan mencegah deformitas
- Immobilisasi
- Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang
sendi)
- Mengencangkan pada perlekatannya.
b. Operatif
Terapi operatif hampir sering dilakukan pada orang tua karena:
 Perlu reduksi yang akurat dan stabil.
 Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah
komplikasi.
Jenis-jenis operasi:
a. Pemasangan pin
Pemasangan pin haruslah dengan akurasi yang baik karena pemasangan
pin yang tidak akurat ( percobaan pemasangan pin secara multiple atau di
bawah trokanter) telah diasosiasi dengan fraktur femoral sukbtrokanter.
b. Pemasangan plate dan screw / Open Reduction Internal Fixation (ORIF),
indikasi ORIF :13,16,17
 Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
 Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
 Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
 Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi.

Fraktur leher femur sering dipasang dengan konfigurasi apex distal screw
atau apex proximal screw.Pemasangan screw secara distal sering gagal
berbanding dengan distal.fiksasi dengan cannulated screw hanya bias

25
dilakukan jika reduksi yang baik telah dilakukan. Setelah fraktur
direduksi, fraktur ditahan dengan menggunakan screw atau sliding screw
dan side plate yang menempel pada shaft femoralis.Sliding hip screw
(fixed-angle device) ditambah derotation screw diindikasikan untuk
fraktur cervical basal dan patah tulang berorientasi vertikal.

c. Artroplasti; dilakukan pada penderita umur di atas 55 tahun, berupa:


 Eksisi artroplasti
 Hemiartroplasti

Diindikasikan untuk pasien usia lanjut dengan fraktur displaced risiko


yang lebih rendah untuk dislokasi berbanding artroplasti pinggul total,
terutama pada pasien tidak dapat memenuhi tindakan pencegahan
dislokasi (demensia, penyakit Parkinson). Prostesis disemen memiliki
mobilitas yang lebih baik dan kurang nyeri paha; prostesis tidak disemen
harus disediakan untuk pasien yang sangat lemah di mana status pra
cedera menunjukkan bahwa mobilitas tidak mungkin dicapai setelah
operasi.

 Artroplasti total, indikasi:


 Untuk pasien usia lanjut yang aktif dengan fraktur displaced.
 Pilihan untuk pasien dengan pra hip arthropathy (OA dan RA).
 Jika pengobatan telah terlambat untuk beberapa minggu dan curiga
kerusakan acetabulum.
 Pasien dengan metastatic bone disease seperti Paget’s Disease
 Hasil fungsional lebih baik daripada hemiartroplasti.
 Tingkat dislokasi lebih tinggi dari hemiartroplasti.

8. Komplikasi
a. Komplikasi umum
Pasien yang berusia tua sangat rentan untuk menderita komplikasi umum
seperti thrombosis vena dalam, emboli paru, pneumonia dan ulkus
dekubitus.

26
b. Nekrosis avascular
Nekrosis iskemik dari caput femoris terjadi pada sekitar 30 kasus dengan
fraktur pergeseran dan 10 persen pada fraktur tanpa pergeseran. Hampir
tidak mungkin untuk mendiagnosisnya pada saat fraktur baru terjadi.
Perubahan pada sinar-x mungkin tidak nampak hingga beberapa bulan
bahkan tahun. Baik terjadi penyatuan tulang maupun tidak, kolaps dari
caput femoris akan menyebabkan nyeri dan kehilangan fungsi yang
progresif.
c. Non-union
Lebih dari 30 persen kasus fraktur collum femur gagal menyatu, terutama
pada fraktur dengan pergeseran. Penyebabnya ada banyak: asupan darah
yang buruk, reduksi yang tidak sempurna, fiksasi tidak sempurna, dan
penyembuhan yang lama.
d. Osteoartritis
Nekrosis avaskular atau kolaps kaput femur akan berujung pada
osteoartritis panggung. Jika terdapat kehilangan pergerakan sendi serta
kerusakan yang meluas, maka diperlukan total joint replacement.

27
BAB IV
DISKUSI

4.1 Aspek Diagnosis


Pasien ini didiagnosis Closed Fraktur Intertrochanter Femur Dextra
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (radiologi).
Berdasarkan anamnesis didapatkan dari keluhan utama tampak edema dan nyeri
pada tungkai kaki kanan disertai kaki sulit digerakkan. Pasien mengalami patah
tulang pada bagian leher tulang femur akibat terjatuh (terpeleset) di depan pintu
rumah. Pada pemeriksaan fisik secara keseluruhan didapatkan adanya kelainan
pada ekstremitas inferior dekstra. Pada regio femur dextra tampak adanya edema,
nyeri tekan (+), kaki sulit digerakkan. Pada pasien ini juga melalui pemeriksaan
radiologis X-ray rontgen femur dekstra antero-posterior tampak adanya fraktur
pada intertrokhanter femur dekstra. Disesuaikan dengan teori berdasarkan definisi
fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis, atau
tulang rawan sendi.1 Fraktur dapat terjadi akibat trauma tunggal, dan tekanan
berulang – ulang atau kelemahan abnormal (faktor patologik). Sebagian besar
fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan yang dapat
berupa pemukulan, penghancuran atau pemuntiran.2 Fraktur dapat disebabkan
oleh trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada
tulang mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik
tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.3

Dari pemeriksaan akan ditemukan pemendekan pada kaki yang mengalami


fraktur collum femur. Pemendekkan ini dapat dibuktikan dengan jalan pengukuran
LLD (Leg Length Discrepancy), yaitu anatomical length, apparent length, dan true
length. Pada fraktur collum femur akan terjadi perbedaan panjang antara kanan
dan kiri pada apparent length dan true length.3

28
4.2 Aspek Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien ini dengan terapi konservatif yaitu
imobilisasi berupa pemasangan skin traksi dan terapi injeksi. Pasien juga
diberikan analgesik berupa metamizole untuk mengurangi keluhan nyeri dari
pasien serta ranitidine sebagai anti stress ulcer post trauma. Intervensi bedah
bertujuan untuk memfiksasi kembali jaringan tulang yang terputus akibat trauma
yang dialami pasien. Jenis operasi berupa Hemiarthoplasty bipolar.2

Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam karena pasien secara fisik
fungsi vital dan fungsi organ dapat kearah baik dan aktivitas pasien dapat kembali
sebagaimana biasanya jika pasien memilih untuk dilakukan operasi untuk
penggantian sendi.

29
BAB V

KESIMPULAN

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang


rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Kebanyakan fraktur
terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan untuk
membengkok memutar dan tarikan.

Penyebab terjadinya fraktur dapat disebabkan oleh adanya kekerasan yang


terjadi secara langsung, tidak langsung ataupun akibat tarikan otot. Manifestasi
klinis dapat berupa nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai tulang
dimobilisasi, deformitas, pemendekan tulang, krepus dan pembengkokan tulang.

Proses penyembuhan tulang melalui beberapa fase dan bila tidak segera
ditangani memiliki risiko terkena komplikasi awal seperti syok, sindrom emboli
lemak atau sindroma kompartemen. Dan komplikasi juga dapat terjadi seperti
malunion, delayed union atau non union.

Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian


antibiotika, imobilisasi dan intervensi bedah bila diperlukan.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat RW, De Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC. 2005;589.
2. Apley AG, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem apley. Widya Medika,
Jakarta. 1995.
3. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Pt. Yarsif Watampone; 2007.
4. Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas Anatomi Manusia.
5. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran, edisi III. Jakarta: Media Aesculapius. 2007.
6. Ash AB. Studi komparasi modified singh index pada kasus fraktur collum femur dan
fraktur intertrochanter femur pada pasien wanita geriatri (tesis). Solo: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2016.
7. Agustin A, Purwanti OS, Ns MK, Suryandari D. Upaya Peningkatan Mobilisasi Pada
Pasien Post Operasi Fraktur Intertrochanter Femur (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surakarta).
8. Ardiansyah A, Magetsari R, Rukmoyo T. STUDI KASUS-KONTROL EVALUASI
FAKTOR RISIKO FRAKTUR INTERTROKANTER FEMUR PADA USIA LANJUT DI
RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA (SEPTEMBER 2013-JULI 2015) (Doctoral
dissertation, Universitas Gadjah Mada).
9. Ariyanto MW. KELUARAN KLINIS FRAKTUR INTERTROKHANTER FEMUR PADA
LANSIA YANG DILAKUKAN FIKSASI INTERNAL DAN
HEMIARTHROPLASTI (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
10. Anglen JO, Weinstein JN, American Board of Orthopaedic Surgery Research
Committee. Nail or plate fixation of intertrochanteric hip fractures: changing pattern
of practice: a review of the American Board of Orthopaedic Surgery Database. JBJS.
2008 Apr 1;90(4):700-7.
11. Kaplan K, Miyamoto R, Levine BR, Egol KA, Zuckerman JD. Surgical management
of hip fractures: an evidence-based review of the literature. II: intertrochanteric
fractures. JAAOS-Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2008
Nov 1;16(11):665-73.
12. Kokoroghiannis C, Aktselis I, Deligeorgis A, Fragkomichalos E, Papadimas D,
Pappadas I. Evolving concepts of stability and intramedullary fixation of
intertrochanteric fractures—a review. Injury. 2012 Jun 1;43(6):686-93.
13. Raia FJ, Chapman CB, Herrera MF, Schweppe MW, Michelsen CB, Rosenwasser
MP. Unipolar or bipolar hemiarthroplasty for femoral neck fractures in the elderly?.
Clinical orthopaedics and related research. 2003 Sep 1;414:259-65.

31
14. Keating JF, Grant A, Masson M, Scott NW, Forbes JF. Randomized comparison of
reduction and fixation, bipolar hemiarthroplasty, and total hip arthroplasty: treatment
of displaced intracapsular hip fractures in healthy older patients. JBJS. 2006 Feb
1;88(2):249-60.
15. Blomfeldt R, Törnkvist H, Eriksson K, Söderqvist A, Ponzer S, Tidermark J. A
randomised controlled trial comparing bipolar hemiarthroplasty with total hip
replacement for displaced intracapsular fractures of the femoral neck in elderly
patients. The Journal of bone and joint surgery. British volume. 2007 Feb;89(2):160-
5.
16. Chan KC, Gill GS. Cemented hemiarthroplasties for elderly patients with
intertrochanteric fractures. Clinical Orthopaedics and Related Research®. 2000 Feb
1;371:206-15.
17. Bridle SH, Patel AD, Bircher M, Calvert PT. Fixation of intertrochanteric fractures of
the femur. A randomised prospective comparison of the gamma nail and the
dynamic hip screw. The Journal of bone and joint surgery. British volume. 1991
Mar;73(2):330-4.

32

Anda mungkin juga menyukai