1
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan.......................................................................................... 2
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karuniaNya sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Laporan ini ditulis
dimaksudkan untuk memenuhi syarat administrasi dalam rotasi stase ortopedi
pada bulan Maret 2019. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
staf ortopedi khususnya dr. I Wayan Suryanto Dusak, Sp. OT(K) atas bimbingan
dan arahannya sehingga laporan ini dapat diselesaikan.
3
BAB I
PENDAHULUAN
Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunis luar. Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Bentuk-bentuk
perpatahan antara lain transfersal, oblique, spiral, kompresi atau crush,
comminuted dan greenstick.2
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Umur : 61 tahun
Nomor MR : 19008425
Pembayaran : BPJS
Ruang : Angsoka 3
2.2 Annamnesa
Keluhan Utama :
5
anaknya, pasien terjatuh karena terpeleset dengan posisi pantat kanan terlebih
dahulu, pasien tetap sadar saat terjatuh. Pasien sempat mengobati kakinya ke
pengobatan tradisional sangkal putung tetapi nyeri tidak membaik. Pasien tidak
mengeluhkan mual muntah dan tidak ada gangguan buang air besar atau buang air
kecil.
Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5oC
RR : 20 x/mnt
BB : 50 kg
6
Keadaan Umum
Perkusi : tympani
Status Lokalis
7
ROM aktif 0/135
ROM aktif Ankle 30/40
ROM aktif MTP-IP 0/9
LLD D S
FL 78 79
AL 73 74
8
Diagnosis awal:
CF femur kanan proksimal dd
- CF intertrochanter femur kanan
- CF subtrochanter femur kanan
9
2.4.2 Pemeriksaan Laboratorium (24-02-2019)
Parameter Hasil
WBC 10,00
NEU 6,07
HGB 10,52
PLT 307,7
LED 60,5
PPT 12,9
INR 1,03
APTT 22,5
SGOT 19,4
SGPT 11,1
Alb 3,5
GDS 113
BUN 23,2
Cr 2,12
Na 140
K 3,96
2.5 Diagnosis
CF Intertrochanter Femur Kanan Boyd Griffin Tipe II
Severe Osteoporosis
2.6 Penatalaksanaan
Analgesik
Imobilisasi dengan skin traction beban 5 kg
Direncanakan untuk dilakukan hemiarthroplasty bipolar
10
Gambar 4. Gambaran klinis pasien setelah dilakukan pemasangan backslab
11
9. Mempersiapkan kanal femoral.
10. Insersi stem kemudian disemen dengan ukuran 14 mm dan trial
reduction.
11. Pasang femoral head ukuran 43 mm.
12. Cek stabilitas stabil.
13. Rawat perdarahan.
14. Pasang drain.
15. Jahit lapis demi lapis.
16. Selesai operasi.
12
Gambar 7. Foto panggul kanan AP/Lat pasien post operasi (05-03-2019)
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
Femur adalah tulang yang paling panjang dan paling berat di dalam
tubuh manusia. Panjang tulang ini sepertiga tinggi badan seseorang
manusia dan bisa menyokong berat sehingga 30 kali lipat berat tubuh
badannya. Femur, sama halnya dengan tulang yang lainnya didalam tubuh,
terdiri atas badan (corpus) dan dua ekstremitas.2
14
Gambar 9. Bagian atas dari femur kanan dilihat dari sisi atas dan belakang.
15
1.3 Trochanter
Trochanter adalah penonjolan yang merupakan tempat perlekatan bagi
otot-otot yang berfungsi untuk memberi pergerakan memutar untuk femur.
Terdapat dua trochanter; trochanter major dan trochanter minor. Trochanter
major adalah prominensia (penonjolan) yang paling lateral dari femur, sedangkan
trochanter minor pula adalah ekstensi dari bagian terendah dari collum femoris
yang berbentuk kon. Kedua trochanter ini dihubungkan oleh crista
intertrochanteric di bagian belakang dan linea intertrochanteric di bagian depan.2
16
2. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh
darah, otot dan persarafan.1
3. Etiologi
Fraktur adalah suatu keadaan diskontinuitas jaringan (korteks) pada
tulang, paling sering disebabkan oleh trauma, namun bisa juga karena faktor
patologi atau karena penyakit tertentu yang mendasari. 1 Fraktur Neck Femur
adalah adanya kontinuitas jaringan korteks pada daerah collum femur. Sering
terjadi pada tulang rangka, jika tulang mengalami benturan yang melebihi tahanan
normal yang dapat diterima oleh tulang, dapat menyebabkan fraktur pada tulang
tersebut. Ketika terjadi fraktur maka periosteum, pembuluh darah, korteks dan
jaringan sekitarnya mengalami kerusakan jaringan di ujung tulang. Hal ini akan
menyebabkan terbentuknya hematoma yang menyebabkan jaringan sekitar tulang
akan mengalami kematian sebab suplay nutrisi ke daerah tersebut jadi terhambat.
17
Jika keadaan ini terus menerus terjadi maka akan menyebabkan nekrosis pada
jaringan ini yang nantinya merangsang kecenderungan untuk terjadi peradangan
yang ditandai dengan vasodilatasi, pengeluaran plasma dan leukosit, serta
inflamasi dari sel-sel darah putih yang lain.3
18
Garden I : fraktur inkomplit atau impacted
Garden II : fraktur komplit tanpa displacement
Garden III : fraktur komplit dengan partial displacement
Garden IV : fraktur komplit dengan total displacement.
c) Menurut Pauwel, fraktur femur diklasifikasikan berdasarkan sudut fraktur
yang terbentuk, yaitu :15
19
1. Grup A1 mempunyai tipe fraktur simpel atau hanya 2 fragmen
utama fraktur, dengan karakteristik garis frakturnya dari
trokhanter mayor ke kortek medial dan kortek lateral
trokhanter mayor masih tetap utuh.
2. Grup A2 mempunyai tipe fraktur kominutif di kortek
posteromedial, namun kortek lateral trokhanter mayor intak.
Tipe fraktur ini umumnya tidak stabil dan tergantung pada
besar fragmen kortek medial.
3. Grup A3 mempunyai garis fraktur yang meluas dari kortek
lateral hingga medial, termasuk dalam grup ini adalah tipe
reverse oblique.
Subtrochanteric, fraktur jenis ini terletak di bawah trochanter minor,
pada daerah antara trochanter minor dan sekitar 2 ½ inchi ke bawah.
Klasifikasi fraktur subtrokhanter menjadi dua tipe utama, yaitu tipe 1
dan tipe 2. Fraktur tipe 1 tidak melibatkan fossa piriformis dan dibagi
ke dalam subtype A, untuk fraktur di bawah trokanter minor, dan tipe
B yang melibatkan trokanter minor. Sedangkan fraktur tipe 2
melibatkan fossa piriformis. Tipe 2A memiliki buttress medial stabil
dan tipe 2B tidak memiliki stabilitas korteks medial. 13
5. Diagnosis
Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut : 2,3
5.1 Anamnesis
20
Biasanya riwayat cedera (bagaimana proses cederanya), diikuti dengan
ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera. Setelah jatuh
tidak dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih berotasi keluar dibandingkan pada
fraktur collum (karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat
mengangkat kakinya.
21
5.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis secara
anteroposterior (AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula foto panggul
secara lateral view. Pada beberapa kasus, CT scan mungkin diperlukan.
6. Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai
usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang dialaminya.
Penyembuhan daru fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan fraktor
sistemik, adapun fraktur lokal :12,16
a. Lokasi fraktur
b. Jenis tulang yang mengalami fraktur
c. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil
d. Adanya kontak antar fragmen
e. Ada tidaknya infeksi
f. Tingkatan dari fraktur
22
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi
atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.16,17
1. Proses penyembuhan fraktur primer
Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi
upaya langsung oleh korteks untuk membangun kemabli dirinya
ketika kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang
pada salah satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi
lainnya (kontak langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis.
Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal
remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur
dari tulang yang patah.
2. Proses penyembuhan fraktur sekunder
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan
jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini
secara garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom
(inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.
a. Fase inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
b. Fase Proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan
unutk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.
d. Stadium konsolidasi
23
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus,
tulang yang immature (wovwn bown) diubah menjadi mature
(lamellar bone).
e. Stadium remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat
dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses
pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella
yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.
7. Terapi Fraktur
a. Terapi Konservatif
Proteksi
Immobilisasi saja tanpa reposisi
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Traksi
24
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka
operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui
tulang/jaringan metal. Kegunaan pemasangan traksi :
- Mengurangi nyeri akibat spasme otot
- Memperbaiki dan mencegah deformitas
- Immobilisasi
- Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang
sendi)
- Mengencangkan pada perlekatannya.
b. Operatif
Terapi operatif hampir sering dilakukan pada orang tua karena:
Perlu reduksi yang akurat dan stabil.
Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah
komplikasi.
Jenis-jenis operasi:
a. Pemasangan pin
Pemasangan pin haruslah dengan akurasi yang baik karena pemasangan
pin yang tidak akurat ( percobaan pemasangan pin secara multiple atau di
bawah trokanter) telah diasosiasi dengan fraktur femoral sukbtrokanter.
b. Pemasangan plate dan screw / Open Reduction Internal Fixation (ORIF),
indikasi ORIF :13,16,17
Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi.
Fraktur leher femur sering dipasang dengan konfigurasi apex distal screw
atau apex proximal screw.Pemasangan screw secara distal sering gagal
berbanding dengan distal.fiksasi dengan cannulated screw hanya bias
25
dilakukan jika reduksi yang baik telah dilakukan. Setelah fraktur
direduksi, fraktur ditahan dengan menggunakan screw atau sliding screw
dan side plate yang menempel pada shaft femoralis.Sliding hip screw
(fixed-angle device) ditambah derotation screw diindikasikan untuk
fraktur cervical basal dan patah tulang berorientasi vertikal.
8. Komplikasi
a. Komplikasi umum
Pasien yang berusia tua sangat rentan untuk menderita komplikasi umum
seperti thrombosis vena dalam, emboli paru, pneumonia dan ulkus
dekubitus.
26
b. Nekrosis avascular
Nekrosis iskemik dari caput femoris terjadi pada sekitar 30 kasus dengan
fraktur pergeseran dan 10 persen pada fraktur tanpa pergeseran. Hampir
tidak mungkin untuk mendiagnosisnya pada saat fraktur baru terjadi.
Perubahan pada sinar-x mungkin tidak nampak hingga beberapa bulan
bahkan tahun. Baik terjadi penyatuan tulang maupun tidak, kolaps dari
caput femoris akan menyebabkan nyeri dan kehilangan fungsi yang
progresif.
c. Non-union
Lebih dari 30 persen kasus fraktur collum femur gagal menyatu, terutama
pada fraktur dengan pergeseran. Penyebabnya ada banyak: asupan darah
yang buruk, reduksi yang tidak sempurna, fiksasi tidak sempurna, dan
penyembuhan yang lama.
d. Osteoartritis
Nekrosis avaskular atau kolaps kaput femur akan berujung pada
osteoartritis panggung. Jika terdapat kehilangan pergerakan sendi serta
kerusakan yang meluas, maka diperlukan total joint replacement.
27
BAB IV
DISKUSI
28
4.2 Aspek Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien ini dengan terapi konservatif yaitu
imobilisasi berupa pemasangan skin traksi dan terapi injeksi. Pasien juga
diberikan analgesik berupa metamizole untuk mengurangi keluhan nyeri dari
pasien serta ranitidine sebagai anti stress ulcer post trauma. Intervensi bedah
bertujuan untuk memfiksasi kembali jaringan tulang yang terputus akibat trauma
yang dialami pasien. Jenis operasi berupa Hemiarthoplasty bipolar.2
Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam karena pasien secara fisik
fungsi vital dan fungsi organ dapat kearah baik dan aktivitas pasien dapat kembali
sebagaimana biasanya jika pasien memilih untuk dilakukan operasi untuk
penggantian sendi.
29
BAB V
KESIMPULAN
Proses penyembuhan tulang melalui beberapa fase dan bila tidak segera
ditangani memiliki risiko terkena komplikasi awal seperti syok, sindrom emboli
lemak atau sindroma kompartemen. Dan komplikasi juga dapat terjadi seperti
malunion, delayed union atau non union.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat RW, De Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC. 2005;589.
2. Apley AG, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem apley. Widya Medika,
Jakarta. 1995.
3. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Pt. Yarsif Watampone; 2007.
4. Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas Anatomi Manusia.
5. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran, edisi III. Jakarta: Media Aesculapius. 2007.
6. Ash AB. Studi komparasi modified singh index pada kasus fraktur collum femur dan
fraktur intertrochanter femur pada pasien wanita geriatri (tesis). Solo: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2016.
7. Agustin A, Purwanti OS, Ns MK, Suryandari D. Upaya Peningkatan Mobilisasi Pada
Pasien Post Operasi Fraktur Intertrochanter Femur (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surakarta).
8. Ardiansyah A, Magetsari R, Rukmoyo T. STUDI KASUS-KONTROL EVALUASI
FAKTOR RISIKO FRAKTUR INTERTROKANTER FEMUR PADA USIA LANJUT DI
RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA (SEPTEMBER 2013-JULI 2015) (Doctoral
dissertation, Universitas Gadjah Mada).
9. Ariyanto MW. KELUARAN KLINIS FRAKTUR INTERTROKHANTER FEMUR PADA
LANSIA YANG DILAKUKAN FIKSASI INTERNAL DAN
HEMIARTHROPLASTI (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
10. Anglen JO, Weinstein JN, American Board of Orthopaedic Surgery Research
Committee. Nail or plate fixation of intertrochanteric hip fractures: changing pattern
of practice: a review of the American Board of Orthopaedic Surgery Database. JBJS.
2008 Apr 1;90(4):700-7.
11. Kaplan K, Miyamoto R, Levine BR, Egol KA, Zuckerman JD. Surgical management
of hip fractures: an evidence-based review of the literature. II: intertrochanteric
fractures. JAAOS-Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2008
Nov 1;16(11):665-73.
12. Kokoroghiannis C, Aktselis I, Deligeorgis A, Fragkomichalos E, Papadimas D,
Pappadas I. Evolving concepts of stability and intramedullary fixation of
intertrochanteric fractures—a review. Injury. 2012 Jun 1;43(6):686-93.
13. Raia FJ, Chapman CB, Herrera MF, Schweppe MW, Michelsen CB, Rosenwasser
MP. Unipolar or bipolar hemiarthroplasty for femoral neck fractures in the elderly?.
Clinical orthopaedics and related research. 2003 Sep 1;414:259-65.
31
14. Keating JF, Grant A, Masson M, Scott NW, Forbes JF. Randomized comparison of
reduction and fixation, bipolar hemiarthroplasty, and total hip arthroplasty: treatment
of displaced intracapsular hip fractures in healthy older patients. JBJS. 2006 Feb
1;88(2):249-60.
15. Blomfeldt R, Törnkvist H, Eriksson K, Söderqvist A, Ponzer S, Tidermark J. A
randomised controlled trial comparing bipolar hemiarthroplasty with total hip
replacement for displaced intracapsular fractures of the femoral neck in elderly
patients. The Journal of bone and joint surgery. British volume. 2007 Feb;89(2):160-
5.
16. Chan KC, Gill GS. Cemented hemiarthroplasties for elderly patients with
intertrochanteric fractures. Clinical Orthopaedics and Related Research®. 2000 Feb
1;371:206-15.
17. Bridle SH, Patel AD, Bircher M, Calvert PT. Fixation of intertrochanteric fractures of
the femur. A randomised prospective comparison of the gamma nail and the
dynamic hip screw. The Journal of bone and joint surgery. British volume. 1991
Mar;73(2):330-4.
32