Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT I

SYOK HIPOVOLEMIK DAN SYOK KARDIOGENIK

KELOMPOK 1:

ADELIA KRISTIANI 1302001


LEODERIK PAPUARA 1302075
KATARINA OKTAVIANA DONGORAN 1302065
SRY EFY YERUSA 1302120
YUNI KARTIKA SARI 1302144
INDRA KELANA TASIRILELEU 1202064

SEMESTER VII PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya
kami diberikan kesehatan serta kemampuan sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah
GAWAT DARURAT I berjudul “syok hipovolemik dan syok kardiogenik ” dengan lancar
tanpa halangan suatu apapun.
Dalam makalah ini penulis mengaharapkan agar makalah ini dapat di pergunakan oleh
berbagai pihak terutama unutuk teman-teman sejawat serta dapat menjadi referensi pembuatan
makalah tentang penyakit syok hipovolemik dan syok kardiogenik selanjutnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat
menjadi yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua
pembaca.

Yogyakarta, 08 september 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................. i

DAFTAR ISI………………………………………………... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi............................................................................... 3

1. Syok hipovolemik.......................................................... 3

2. Syok kardiogenik.......................................................... 3

B. Patofisiologi......................................................................... 4

C. Penatalaksanaan .................................................................... 7

D. Asuhan keperawatan.............................................................. 12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...................................................................... 16
B. Saran.................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syok merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh
dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak
adekuat. Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok
hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan
hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik
yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat
perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen. Penyebab
utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada
aneurysme aortic abdomen. Syok bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan
tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok
hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis
refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah
terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai
kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun
1900an telah memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip
penanganan resusitasi syok hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon
merekomendasikan untuk memperlambat pemberian resusitasi cairan sehingga
penyebab utama terjadinya syok diatasi secara pembedahan. Pemberian
kristalloid dan darah digunakan secara ekstensif ketika Perang Dunia II untuk
menangani pasien dengan keadaan yang tidak stabil. Pengalaman yang di dapat
semasa perang melawan Korea dan Vietnam memperlihatkan bahawa resusitasi
cairan dan intervensi pembedahan awal merupakan langkah terpenting untuk
menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan syok hemoragik. Ini
dan beberapa prisip lain membantu dalam perkembangan garis panduan untuk
penanganan syok hemoragik kaibat trauma. Akan tetapi, peneliti-peneliti terbaru
telah mempersoalkan garis panduan ini, dan hari ini telah timbul pelbagai kontroversi
tentang cara penanganan syok hemoragik yang paling optimal.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien syock hipovolemik
dan syok kardiogenik.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui : pengertian, patofisiologi syok hipovolemik dan syok
kardiogenik , dan penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan syok hipovolemik
dan syok kardiogenik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
1. Syok Hipovolemik
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perkusi yang adekuat ke oragan-organ vital tubuh.
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah
dalam pembuluh darah yang berkurang.
Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti
perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik),
infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang
tak terkontrol (syok septik), tonovasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik),
atau akibat respon imun (syok anafilaktik).

2. Syok kardiogenik
Adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada
keadaan volume intravaskular yang cukup dan mengakibatkan hipoksia jaringan.
Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian utama pada pasien yang dirawat
dengan infark miokard akut.
B. Patofisiologi
C. Penatalaksanaan
1. Syok Hipovolemik
Penatalaksanaan awal pada syok hipovolemik meliputi penilaian ABC, yaitu pada airway
dan breathing, pastikan jalan napas paten dengan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.
Pemberian oksigen tambahan dapat diberikan untuk mempertahankan saturasi oksigen di
atas 95%. Pada circulation, hal utama yang perlu diperhatikan adalah kontrol perdarahan
yang terlihat, lakukan akses intravena, dan nilai perfusi jaringan (American College of
Surgeons Committee on Trauma, 2008).

Akses intravena dilakukan dengan memasang 2 kateter intravena ukuran besar (minimal
nomor 16) pada vena perifer. Lokasi terbaik untuk intravena perifer pada orang dewasa
adalah vena di lengan bawah atau kubiti. Namun, bila keadaan tidak memungkinkan pada
pembuluh darah perifer, maka dapat digunakan pembuluh darah sentral. Bila kaketer
intravena sudah terpasang, contoh darah diambil untuk pemeriksaan golongan darah dan
crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai, dan tes kehamilan pada semua
wanita usia subur. (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008). Setelah
akses intravena terpasang, selanjutnya dilakukan resusitasi cairan.

Tujuan resusitasi cairan adalah untuk mengganti volume darah yang hilang dan
mengembalikan perfusi organ (Kelley, 2005). Tahap awal terapi dilakukan dengan
memberikan bolus cairan secepatnya. Dosis umumnya 1-2 liter untuk dewasa. Cairan
resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau Ringer Laktat.
Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan
hemodinamik (Hardisman, 2013).

Jumlah darah dan cairan yang diperlukan untuk resusitasi sulit diprediksi dalam evaluasi
awal pasien. Namun, Tabel 2.2 dapat menjadi panduan untuk menentukan kehilangan
volume darah yang harus digantikan. Adalah sangat penting untuk menilai respon pasien
terhadap resusitasi cairan dengan adanya bukti perfusi dan oksigenasi yang adekuat, yaitu
produksi urin, tingkat kesadaran, dan perfusi perifer serta kembalinya tekanan darah yang
normal (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).

Jika setelah pemberian cairan tidak terjadi perbaikan tanda-tanda hemodinamik, maka
dapat dipersiapkan untuk memberi transfusi darah (Harisman, 2013). Tujuan utama
transfusi darah adalah untuk mengembalikan kapasitas angkut oksigen di dalam
intravaskular (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Untuk melakukan transfusi, harus didasari dengan jumlah kehilangan perdarahan,
kemampuan kompensasi pasien, dan ketersediaan darah. Jika pasien sampai di IGD
dengan derajat syok yang berat dan golongan darah spesifik tidak tersedia, maka dapat
diberikan tranfusi darah dengan golongan O. Golongan darah spesifik biasanya dapat
tersedia dalam waktu 10-15 menit (Kelley, 2005).

Evaluasi harus dilakukan untuk melihat perbaikan pasien syok hipovolemik. Jumlah
produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif dari perfusi ginjal karena
menandakan aliran darah ke ginjal yang adekuat. Jumlah produksi urin yang normal
sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa (American College of Surgeons Committee
on Trauma, 2008). Defisit basa juga dapat digunakan untuk evaluasi resusitasi, prediksi
morbiditas serta mortalitas pada pasien syok hipovolemik (Privette dan Dicker, 2013).

2. Syok Kardiogenik
Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok kardiogenik. Setiap disritmia
mayor harus dikoreksi karena mungkin dapat menyebabkan atau berperan pada
terjadinya syok. Bila dari hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi
hipovolemia atau volume intravaskuler rendah. Pasien harus diberi infus IV untuk
menambah jumlah cairan dalam sistem sirkulasi. Bila terjadi hipoksia, berikan oksigen,
kadang dengan tekanan positif bila aliran biasa tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan jaringan.

Farmakoterapi. Terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan curah jantung dan
tekanan darah arteri rerata. Salah satu kelompok obat yang biasa digunakan adalah
katekolamin yang dapat meningkatkan tekanan darah dan curah jantung. Namun
demikian mereka cenderung meningkatkan beban kerja jantung dengan meningkatkan
kebutuhan oksigen.

Bahan vasoaktif seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin adalah obat yang efektif
untuk menurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung menurun. Bahan-bahan ini
menyebabkan arteri dan vena mengalami dilatasi, sehingga menimbulkan lebih banyak
pintasan volume intravaskuler keperifer dan menyebabkan penurunan preload dan
afterload. Bahan vasoaktif ini biasanya diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor
yang membantu memelihara tekanan darah yang adekuat.
Pompa Balon Intra Aorta. Terapi lain yang digunakan untuk menangani syok kardiogenik
meliputi penggunaan alat bantu sirkulasi. Sistem bantuan mekanis yang paling sering
digunakan adalah Pompa Balon Intra Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump). IABP
menggunakan counterpulsation internal untuk menguatkan kerja pemompaan jantung
dengan cara pengembangan dan pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di
aorta descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang seirama dengan
aktivitas elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga sangat penting untuk
menentukan position sirkulasi pasien selama penggunaan IABP.

Balon dikembangkan selam diastole ventrikel dan dikempiskan selama sistole dengan
kecepatan yang sama dengan frekuensi jantung. IABP akan menguatkan diastole,yang
mengakibatkan peningkatan perfusi arteria koronaria jantung. IABP dikempiskan selama
sistole, yang akan mengurangi beban kerja ventrikel.

Penatalaksanaan yang lain :

1. Istirahat
2. Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam
3. Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena,
dan volume darah dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat
pemberian ini pasien harus dipantau terhadap hilangnya dispnea, ortopnea,
berkurangnya krekel, dan edema perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan
anoreksia, mual dan muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan
irama, bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan
premature saling bergantian), dan takikardia atria proksimal.
4. Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Bila
sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak menganggu istirahat pada
malam hari, intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami
kehilangan cairan setelah pemberian diuretik. Pasien juga harus menimbang badannya
setiap hari turgor kulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.
5. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi
pernapasan.
6. Pemberian oksigen
7. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan
pengobatan utama untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel.

D. Asuhan keperawatan syok hipovolemik dan syok kardiogenik

1. Pengkajian
Observasi (temuan) pada syok hipovolemik:
a. Sinkope
b. Vertigo
c. Gelisah
d. Ansietas
e. Penurunan TD
f. Penurunan CVP
g. Takikardia
h. Takipnea
i. Perubahan tingkat status mental (letargi, setengah sadar, koma)
j. Kulit pucat, dingin dan sianosis
k. Mual muntah
l. Status ginjal (kreatin serum meningkat, Nitrogen urea meningkat, Natrium urin
rendah)
m. Penurunan sirkulasi volume darah
n. Kehilangan volume plasma (luka bakar, diare berat, muntah)

Observasi (temuan) pada syok kardiogenik:

a. Gelisah
b. TD menurun
c. Tekanan ventrikel kiri (peningkatan TDAVKi, peningkatan TAKi, peningkatan
PCWP)
d. Curah jantung (2,2 L/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks jantung)
e. Takikardia
f. Distress pernapasan (takipnea, ortopnea, hipoksia)
g. Adanya gallop, S3, S4 atau murmur
h. Nyeri dada dan abdominal
i. Perubahan EKG (iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel)
j. Suhu meningkat

Pemeriksaan Laboratorium pada syok hipovolemik


a. Elektrolit
b. Kimia
c. Gas darah arteri
d. Berat jenis

Pemeriksaan Laboratorium pada syok kardiogenik


a. Serum (GDA, kimia, elektrolit, kadar obat, enzim jantung)
b. EKG
c. Pemeriksaan sinar X dada
d. Ekokardiogram
e. Radionukleid Ventrikulografi

2. Diagnose
a. Gangguan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubungan dengan
penurunan curah jantung
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis ( preload, afterload
dan kontraktilitas miokard)
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
pulmonal
d. Ansietas berhubungan dengan faktor biologis

3. Intervensi
a. Gangguan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubungan dengan
penurunan curah jantung
1) Kaji tanda dan gejala yang menunjukan gangguan perfusi jaringan
2) Pertahankan tirah baring untuk meminimalkan kebutuhan metabolic dan
memfasilitasi sirkulasi
3) Ukur masukan dan haluan cairan setiap jam untuk mengevaluasi fungsi ginjal
dan volume tubuh
4) Berikan tekanan untuk mengontrol perdarahan bila perlu
5) Pertahankan terapi parenteral sesuai program (darah lengkap, plasmanat,
volume expander untuk mempertahankan volume sirkulasi adekuat)
6) Berikan medikasi sesuai program

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis ( preload, afterload


dan kontraktilitas miokard)
1) Pantau TTV
2) Pertahankan cairan parenteral sesuai program
3) Pertahankan tirah baring
4) Pantau EKG untuk mendeteksi disritmia yang dapat terjadi akibat depresi
kontraktilitas miokardium
5) Ukur asupan dan haluran setiap jam untuk mengkaji tanda penurunan
CO/hipovolemia
6) Berikan medikasi sesuaiprogram (vasodilator, kortikosteroid)

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler


pulmonal
1) Kaji pola napas untuk mengkaji keadekuatan oksigenasi darah dan menentukan
kebutuhan intubasi
2) Pantau AGD untuk mengkaji penurunan perfusi oksigen paru
3) Pantau saturasi oksigen
4) Ajarkan pasien untuk batuk dan napas dalam
5) Berikan oksigen sesuai program

d. Ansietas berhubungan dengan faktor biologis


1) Kaji sumber ketakutan dan ansietas untuk memahami persepsi pasien mengenai
situasi pasien
2) Pertahankan lingkungan yang tenang
3) Dorong untuk mengungkapkan kebutuhan dan ketakutan terhadap kematian
4) Jelaskan semua prosedur dan pengobatan
4. Evaluasi
a. Gangguan perfusi jaringan teratasi
b. Penurunan curah jantung teratasi
c. Gangguan pertukaran gas teratasi
d. Ansietas teratasi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Syok berbeda dengan syok emosional atau syok psikologi yang dapat terjadi setelah
kejadian emosional yang traumatik atau menakutkan. Syok hipovolemik adalah
terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam pembuluh darah yang
berkurang. Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian utama pada pasien yang
dirawat dengan infark miokard akut.
Syok memerlukan perawatan segera karena gejala-gejala dapat memburuk secara cepat.
Tipe atau penyeab syok, perawatan-perawatannya akan berbeda. Pada umumnya,
memberikan jumlah cairan yang besar untuk menaikan tekanan darah dengan cepat
dengan IV (intravena) kamar keadaan darurat adalah perawatan garis pertama untuk
semua tipe-tipe syok.
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-
gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan
efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini pastilah masih terdapat banyak kekurangan. Kami
menyadari bahwa penbuatan makalah ini masihlah sangat kurang. Kritik dan saran
sangat diperlukan guna untuk membangun pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Az Rifki, (2006). Kontrol terhadap syok hipovolemik. (online).Http://www. Kalbefarma. Com
/ file/cdk/15 penatalaksanaan. (diakses pada pukul 11.07 wib tanggal 08-09-2016).

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). Jakarta:EGC

Guyton, Arthur C.2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC

Martin, Susan.2010.Standar Keperawatan Pasien:Proses Keperawatan, Diagnosis, dan


Evaluasi.Jakarta: EGC

Setiati Siti, dkk.2015.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Jakarta:EGC

Suyono, Slamet.2010.Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Jakarta:Balai Penerbit FKUI

Toni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik. (online). Http:// www. Medicastore.


Com/med/.detail-pyk. Phd?id. (diakses pada pukul 11.07 wib tanggal 08-09-2016).

Anda mungkin juga menyukai