Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diabetes melitus saat ini telah menjadi penyakit epidemik.


Dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan 2-3 kali lipat yang disebabkan
oleh pertambahan umur, kelebihan berat badan dan gaya hidup. Hasil laporan
dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa Indonesia
menempati urutan ke-4 angka kesakitan diabetes melitus di dunia setelah
India, Cina dan Amerika Serikat. Meningkatnya jumlah penderita diabetes
mellitus menyebabkan peningkatan kejadian komplikasi diabetes,
diantaranya luka pada kaki (WHO, 2013).
Manifestasi komplikasi luka diabetes dapat dijumpai dalam berbagai
stadium yang masing-masing membutuhkan perawatan tersendiri, mulai dari
stadium ringan yang cukup menggunakan alat-alat sederhana sampai stadium
lebih berat yang harus mengunakan sarana prasarana dan seorang perawat
khusus diabetes. Perawat mempunyai peran yang sangat menentukan dalam
merawat pasien diabetes mellitus dengan cara membuat perencanaan untuk
mencegah timbulnya luka kaki diabetes dengan cara melakukan perawatan
kaki; mengendalikan beban pada kaki, memotong kuku, inspeksi kaki setiap
hari, menjaga kelembaban, menggunakan alas kaki yang sesuai, melakukan
olah raga kaki. Pencegahan terhadap timbulnya luka memberikan pengaruh
positif terhadap pencegahan amputasi pada kaki diabetik, sehingga
diperlukan program penanganan pasien diabetes mellitus yang komprehensif.
Faktor kejadian infeksi luka antara lain dari pasien misalnya diabetes
mellitus, obesitas, malnutrsi berat serta faktor lokasi luka yang meliputi
pencukuran daerah operasi, suplai darah yang buruk ke daerah operasi, dan
lokasi luka yang mudah tercemar sedangkan, nanah atau pus dan
kemungkinan terinfeksi apabila luka tersebut mengalami tanda-tanda
inflamasi. Infeksi luka merupakan salah satu masalah utama dalam praktek
pembedahan dan infeksi menghambat proses penyembuhan luka sehingga
menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas bertambah besar yang

PERARAWATAN LUKA GANGREN 1


menyebabkan lama hari perawatan. Lama perawatan yang memanjang
disebabkan karena beberapa faktor, yaitu faktor ekstrinsik dan faktor
intrinsik. Faktor ekstrinsik terdiri dari pemenuhan nutrisi yang tidak adekuat,
teknik operasi, obat - obatan, dan perawatan luka sedangkan faktor intrinsik
terdiri dari usia, gangguan sirkulasi, nyeri, dan penyakit penyerta serta faktor
lainnya adalah mobilisasi (Giatarja, 2008).
Luka diabetes (diabetic ulcers) sering kali disebut diabetics foot ulcers,
luka neuropati, luka diabetik neuropath. Luka diabetes atau neuropati adalah
luka yang terjadi pada pasien yang diabetik melibatkan gangguan pada saraf
perifer dan otonomik. Luka diabetes adalah luka yang terjadi pada kaki
penderita diabetes, dimana terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibat
diabetes melitus yang tidak terkendali. Kelainan kaki diabetes melitus dapat
disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan
adanya infeksi (Maryunani, 2013)
Luka diabetes dengan gangren didefinisikan sebagai jaringan nekrosis
atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar
arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Gangren adalah luka
yang terinfeksi disertai dengan adanya jaringan yang mati. Komplikasi
Diabetes Mellitus (DM) yang paling berbahaya adalah komplikasi pada
pembuluh darah. Pembuluh darah besar maupun kecil ataupun kapiler
penderita DM mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah
(angiopati diabetik). Jika sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang atau
besar di tungkai (makroangopati diabetik) tungkai akan lebih mudah
mengalami gangren diabetik, yaitu luka pada kaki yang merah kehitam-
hitaman dan berbau busuk. Bila sumbatan terjadi pada pembuluh darah yang
lebih besar, penderita DM akan merasa tungkainya sakit sesudah ia berjalan
pada jarak tertentu, karena aliran darah ke tungkai tersebut berkurang dan
disebut claudicatio intermitten. Beberapa faktor secara bersama-sama
berperan pada terjadinya ulkus/ gangren diabetes. Dimulai dari faktor
pengelolaan penderita DM terhadap penyakitnya yang tidak baik, adanya
neuropati perifer dan autonom, faktor komplikasi vaskuler yang
memeperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor kerentanan terhadap

PERARAWATAN LUKA GANGREN 2


infeksi akibat respons kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan DM tidak
terkendali, serta kemudian faktor ketidaktahuan pasien sehingga terjadi
masalah gangren diabetik.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana perawatan pada luka gangren?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui perawatan pada luka gangren.

PERARAWATAN LUKA GANGREN 3


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai
dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila tidak
dikendalikan, penyakit ini akan menimbulkan penyulit-penyulit yang dapat
berakibat fatal, termasuk amputasi pada penyakit kaki diabetes (gangren
diabet). Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai
ke dalam dermis, yang biasanya terjadi di telapak kaki.
Penyulit-penyulit pada kaki diabetes termasuk gabungan dari beberapa
penyulit, yaitu :
a Penyulit akut ketoasidosis diabetik, hiperosmolar non–kelotik
hiploglikemia.
b Penyulit menahun: makroangipati (pembuluh darah jantung ,pembuluh
darah tepi, pembuluh darah otak/ stroke) mikroangiopati (retinopati
diabetik,nefropati diabetik), neuropati: rentan infeksi (tuberkulosis
paru, ginggivitis dan infeksi saluran kemih) kaki diabetik.

Beberapa literatur menyebutkan infeksi mikrobakteria non-tuberkulosis


(mikrobakteria atipic atau atypical mycobacteria) sering di temukan pada kaki
dibetes. Sampai saat ini masalah kaki diabetes masih belum mendapat
perhatian sehingga muncul konsep dasar yang kurang tepat pada pengelolaan
penyakit ini. Akibatnya, banyak penderita yang penyakitnya berkembang
menjadi ppenderita osteomyelitis danteramputasik kakinya kompleksitas
permasakalahan kaki diabtes memerlukan pendekatan terpadu dari bebrapa
bidang spesialisasi terkait termasuk dokter umum, ahli diagnostik
laboratorium, dan peneliti. Kerjasama yang baik antar berbagai keahlian
tersebut akan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Pengelolaan kaki diabetes mencakup pengendalian gula darah,
debridemen/membuang jaringan yang rusak pemberian antibiotik dan obat-
obatan vaskularisasi serta amputasi. Penyebab infeksi pada kaki DM
biasanya multibakterial yaitu gram negatif, gram positif, dan bakteri anaerob.

PERARAWATAN LUKA GANGREN 4


2.2. Klasifikasi dan Stadium Kaki Diabetik
Ada beberapa klasifikasi kaki diabetes yang digunakan diantaranya
adalah klasifikasi berdasarkan sistem Wagner yang lebih terkait dengan
pengelolaan kaki diabetes. Adapun sistem klasifikasi menurut Wagner adalah
sebagai berikut :

Tingkatan Lesi
0 Kulit intak / utuh, Tidak terdapat lesi terbuka, mungkin hanya
deformitas dan selulitis
1 Ulkus diabetik superfisialis (partial atau full thickness)
2 Ulkus meluas mengenai ligament, tendon, kapsul sendi atau otot
dalam tanpa abses atau osteomileitis
3 Ulkus dalam dengan abses, osteomileitis atau infeksi sendi
4 Ganggren setempat pada bagian depan kaki, tumit atau 1-2 jari kaki
5 Ganggren luas meliputi seluruh kaki

Stadium Grade
0 1 2 3
A Tanpa tukak Luka Luka Luka
atau pasca superficial sampai sampai
tukak Kulit tidak sampai tendon atau tulang dan
intak/utuh tendom kapsul sendi
kapsul sensi sendi
atau tulang
B ………………………………………dengan
infeksi………………………….
C …………………………dengan
iskemia………………………………………
D …………………………dengan infeksi dan
iskemia…………………………

PERARAWATAN LUKA GANGREN 5


2.3. Etiologi
a Secara umum, gangren diabetik biasanya terjadi akibat:
1. Neuropati perifer
2. Insufisiensi Vaskuler Perifer (Iskemik)
3. Infeksi
b Penderita yang beresiko tinggi mengalami gangren diabetik adalah :
1. Menderita diabetes lebih dari 10 tahun, terutama jika kadar gula
darah selalu tinggi
2. Riwayat merokok
3. Obesitas dengan dislipidemia
4. Tekanan darah tinggi / hipertensi
5. Riwayat penyakit jantung
6. Penurunan denyut nadi perifer
7. Penurunan sensibilitas
8. Deformitas anatomis atau bagian yang menonjol seperti bunion
atau kalus
9. Perawatan kaki yang tidak adekuat
10. Gangguan penglihatan
11. Penggunaan alas kaki yang kurang tepat
12. Terlambat meminta pertolongan
13. Masalah kaki sebelumnya
14. Depresi

2.4. Patofisiologi
2.3.1 Neuropati perifer
Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan
diperkirakan merupakan akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa
nervorum, disfungsi endotel, defisiensi mioinositol-perubahan sintesis
mielin dan menurunnya aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas
kronis, menyebabkan edema pada saraf tubuh serta pengaruh
peningkatan sorbitol dan fruktose.

PERARAWATAN LUKA GANGREN 6


Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama
sehingga menyebabkan kelainan vaskuler dan metabolik. Peningkatan
kadar sorbitol intraseluler, menyebabkan saraf membengkak dan
terganggu fungsinya. Penurunan kadar insulin sejalan dengan
perubahan kadar peptida neurotropik, perubahan metabolisme lemak,
stres oksidatif, perubahan kadar bahan vasoaktif seperti nitrit oxide
mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf. Kadar glukosa yang tidak
teregulasi meningkatkan kadar advanced glycosylated end product
(AGE) yang terlihat pada molekul kolagen yang mengeraskan ruangan-
ruangan yang sempit pada ekstremitas superior dan inferior (carpal,
cubital, dan tarsal tunnel). Kombinasi antara pembengkakan saraf yang
disebabkan berbagai mekanisme dan penyempitan kompartemen
karena glikosilasi kolagen menyebabkan double crush syndrome
dimana dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan
autonomik. Perubahan neuropati yang telah diamati pada kaki diabetik
merupakan akibat langsung dari kelainan pada sistem persarafan
motorik, sensorik dan autonomik. Hilangnya fungsi sudomotor pada
neuropati otonomik menyebabkan anhidrosis dan hiperkeratosis. Kulit
yang terbuka akan mengakibatkan masuknya bakteri dan menimbulkan
infeksi. Berkurangnya sensibilitas kulit pada penonjolan tulang dan
sela-sela jari sering menghambat deteksi dari luka-luka kecil pada kaki.
Neuropati autonomik mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan
pembukaan arteriovenous (AV) shunt. Neuropati motorik paling sering
mempengaruhi otot intrinsik kaki sebagai akibat dari tekanan saraf
plantaris medialis dan lateralis pada masing-masing lubangnya (tunnel).
2.3.2 Penyakit Arterial
Penderita diabetes, seperti orang tanpa diabetes, kemungkinan
akan menderita penyakit atherosklerosis pada arteri besar dan sedang,
misalnya pada aortailiaca, dan femoropoplitea. Alasan dugaan bentuk
penyakit arteri ini pada penderita diabetes adalah hasil beberapa macam
kelainan metabolik, meliputi kadar Low Density Lipoprotein (LDL),
Very Low Density Lipoprotein (VLDL), peningkatan kadar faktor von

PERARAWATAN LUKA GANGREN 7


Willbrand plasma, inhibisi sintesis prostasiklin, peningkatan kadar
fibrinogen plasma, dan peningkatan adhesifitas platelet. Secara
keseluruhan, penderita diabetes mempunyai kemungkinan besar
menderita atherosklerosis, terjadi penebalan membran basalis kapiler,
hialinosis arteriolar, dan proliferasi endotel. Peningkatan viskositas
darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul berawal pada kekakuan
mernbran sel darah merah sejalan dengan peningkatan aggregasi
eritrosit, Karena sel darah merah bentuknya harus lentur ketika
melewati kapiler, kekakuan pada membran sel darah merah dapat
menyebabkan hambatan aliran dan kerusakan pada endotelial.
Glikosilasi non enzimatik protein spectrin membran sel darah merah
bertanggung jawab pada kekakuan dan peningkatan aggregasi yang
telah terjadi. Akibat yang terjadi dari dua hal tersebut adalah
peningkatan viskositas darah. Mekanisme glikosilasi hampir sama
seperti yang terlihat dengan hemoglobin dan berbanding lurus dengan
kadar glukosa darah Penurunan aliran darah sebagai akibat perubahan
viskositas memacu meningkatkan kompensasinya dalam tekanan
perfusi sehingga akan meningkatkan transudasi melalui kapiler dan
selanjutnya akan meningkatkan viskositas darah. Iskemia perifer yang
terjadi lebih lanjut disebabkan peningkatan afinitas hemoglobin
terglikolasi terhadap molekul oksigen. Efek merugikan oleh
hiperglikemia terhadap aliran darah dan perfusi jaringan sangatlah
signifikan.
2.3.3 Infeksi

Penderita diabet yang kurang terkontrol akan akan cenderung


menjadi pertumbuhan bakteri, terutama bakteri golongan
Mycobacterial dan Anaerobic serta infeksi fungi. Tuberculosis paru dan
system organ lain, infeksi jamur pada kulit dan membran mucosa,
infeksi bakteri pada saluran kemih, serta infeksi bakteri anaerobic pada
jaringan dalam, akan merupakan ancaman serius terhadap kesehatan,
terutama di lingkungan yang kurang sehat. Jika tidak dicegah dengan
cepat dan tepat maka infeksi akan berkembang dengan cepat. Infeksi

PERARAWATAN LUKA GANGREN 8


saluran kemih lebih sering pada individu dengan diabet dan pada orang
non diabet yang disebabkan oleh penggunaan alat bantu
kencing/kateter. Dapat juga disebabkan oleh masalah saluran urin yang
mengalami rintangan dan neuropatty bladder. Pyelitis (infeksi pylum
ginjal) dan pyelonephritis (infeksi pyelum dan nefron ginjal)
menyulitkan penderita diabetes neorophthi perkencingan. Infeksi pada
penderita diabet satu tempat berbeda dengan tempat lai, tergantung
pada jenis infeksi yang didapat, tingkat sanitasi lingkungan, status
nutrisi, dan tingkat imunitas individu. Infeksi kronis dapat
menyebabkan kehilangan rasa sakit, karena perusakan saraf kaki
neuropathy dan atau kaki ischemic.

PERARAWATAN LUKA GANGREN 9


2.5. Peran Perawat Dalam Perawatan Kaki
1. Kaji keadaan kaki dengan seksama
Perawat harus memastikan kemampuan pasien dalam melakukan
pengkajian kaki. Terkadang pasien DM tidak dapat melihat dengan
jelas keadaan kakinya. Dalam melakukan pengkajian, informasi yang
harus ditanyakan meliputi :
a. Riwayat pengobatan yang lalu
 Kontrol glikemik
 Masalah kaki sebelumnya / adanya deformitas
 Kebiasaan merokok
 Faktor risiko gangguan saraf dan vaskular
 Nyeri saat istirahat / klaudikasio intermitten
 Luka kaki sebelumnya / amputasi
 Konsumsi alkohol
b. Tipe alas kaki
 Kebersihan
 Tingkat aktivitas
c. Faktor sosial
 Hidup sendiri
 Usia lanjut
2. Saat mengkaji kaki, kaji kedua kaki
a. Periksa pulsasi / denyutan arteri dorsalis pedis, posterior tibialis
b. Kaji kuku kaki : ketebalan, lapisan, kelengkungan, pertumbuhan
kuku kaki yang perlu mendapat perhatian
c. Catat struktur kaki, keadaan tulang metatarsal yang lebih
menonjol
d. Periksa adanya kallus, infeksi jamur yang mengindikasikan
kebersihan kaki yang kurang
3. Catatan lain :
a. Warna kepucatan saat posisi kaki elevasi / ditinggikan
b. Pengisian kapiler (normalnya 1-2 detik)
c. Warna lain yang tidak lazim pada laki

PERARAWATAN LUKA GANGREN 10


d. Kehilangan rambut
4. Saat membersihkan kaki
a. Gunakan air hangat, sabun dengan pH netral yang tidak membuat
kaki kering terutama pasien lansia yang menggunakan obat-obat
steroid dan kulit atopik
b. Cek suhu air yang akan digunakan pasien dengan punggung
tangan
c. Keringkan kaki secara cermat termasuk diantara sela-sela jari
kaki
d. Gunakan krim untuk mencegah kekeringan dan kasar pada kaki
5. Hindari penggunaan kaos kaki terlalu ketat yang dapat mengakibatkan
gangguan sirkulasi pada kaki
6. Pertahankan keamanan lingkungan
a. Gunakan pengaman tempat tidur
b. Gunakan selalu alas kaki
c. Tirah baring / tidak menggunakan kaki sebagai tumpuan saat
proses penyembuhan
d. Pertahankan tehnik aseptik
7. Periksa kaki tiap hari dan lapor ke petugas kesehatan jika ditemukan
adanya callus, abrasi atau luka
8. Monitor kadar gula darah
9. Berikan perawatan luka dan antibiotik jika perlu. Antibiotik biasanya
diberikan melalui intravena jika ditemukan adanya luka
10. Berikan edukasi pada pasien yang meliputi pengetahuan :
a. Efek diabetes pada kaki
b. Pengetahuan tentang alas kaki
c. Kemampuan mengidentifikasi faktor risiko kaki
d. Pemahaman tentang efek kadar gula darah yang tidak terkontrol
pada kesehatan kaki
e. Sarana pelayanan yang dapat membantu tentang pelayanan
diabetes dan perawatan kaki

PERARAWATAN LUKA GANGREN 11


f. Kemampuan perawatan kaki dan memeriksa kaki setiap hari dan
mencari pertolongan jika ditemukan masalah pada kaki
g. Mengontrol bau pada luka ganggren dengan menggunakan
balutan luka yang tepat dan menjaga kebersihan kaki
h.
2.6. Komplikasi

Salah satu masalah komplikasi kronis yang paling ditakuti adalah kaki
diabetes karena sering berakhir dengan kecacatan dan kematian. Masalah kaki
diabetes menjadi masalah yang rumit terutama di negara berkembang seperti
di Indonesia karena beberapa hal seperti :

 Masih sedikit sekali orang yang berminat menggeluti kaki diabetes


 Belum ada pendidikan khusus untuk mengelola kaki diabetes
 Pengetahuan mengenai kaki diabetes masyarakat khususnya diabetisi
masih rendah
 Besarnya biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan kaki diabetes.

Proses terjadinya kaki diabetes melibatkan tiga komplikasi utama


seperti pada bagan dibawah ini yang melibatkan neuropati sensorik dan
otonom, penyakit vaskuler perifer dan penurunan daya imunitas.

2.7. SOP Perawatan Luka Gangren

Persiapan Alat :

A. Alat dan Bahan Steril


1. Bak Instrument 1 buah
2. Pinset Anatomi 1 buah
3. Pinset Chirurgis 1 buah
4. Gunting 1 buah
5. Handschoon 1 pasang
6. Kasa, deppers
7. Korentang dalam tempatnya.
B. Alat dan Bahan tidak steril
1. Skort

PERARAWATAN LUKA GANGREN 12


2. Bengkok
3. Handschoon tidak steril
4. Tempat sampah
5. Plester
6. Gunting Verbant
C. Obat
1. Antiseptik
2. Analgesik
3. Tulle
4. Cairan Isotonik

Persiapan Perawat dan Lingkungan :

1. Mengatur lingkungan dengan nyaman dan aman untuk pasien


2. Mempersiapkan alat – alat dan mendekatkan pasien
3. Memperkenalkan diri pada pasien dan keluarga
4. Menjelaskan maksud dan tujuan
5. Memberitahu pasien bahwa pasien perlu diberikan obat analgesik
untuk mencegah sakit saat dirawat lukanya ±30 menit sebelum
dilakukan perawatan

Pelaksanaan Prosedur

1. Perawat memakai skort dan masker


2. Perawat cuci tangan dan memakai handschoon tidak steril
3. Mendekatkan alat – alat ke pasien
4. Membasahi balutan luka dengan cairan isotonis
5. Membuka balutan luka perlahan – lahan, jika masih terdapat
perlengketan, pada luka basahi kembali dengan cairan isotonis.
6. Buang kassa kotor pada tempatnya (bengkok atau kresek tempat
sampah)
7. Melepas sarung tangan kotor dan mengganti dengan sarung
tangan steril
8. Mengkaji kondisi luka
9. Membersihkan luka dengan cairan isotonis

PERARAWATAN LUKA GANGREN 13


10. Mengeringkan luka dengan kassa steril
11. Jika luka kotor, berikan kompres metronidasole infus.
12. Diberikan beberapa saat (kurang lebih 5 – 10 nmenit)
13. Bersihkan dengan cairan isotonis sampai bersih
14. Membersihkan luka dengan kassa steril
15. Jika luka bersih tutup luka dengan tulle dan tutup dengan kassa
steril serta difiksasi.
16. Merapikan tempat tidur dan merapikan pasien.
17. Mencucci alat, merapikan dan menyimpan kembali alat – alat dan
bahan pada tempatnya.
18. Mempersiapkan alat rawat luka set untuk disteril.
19. Perawat mencuci tangan.
20. Perawat mendokumentasikan tindakan perawatan luka dan
menjelaskan kondisi luka pada catatan keperawatan.

Evaluasi Pasien :

1. Luka terawat dengan aseptik


2. Pasien tidak kesakitan
3. Pasien mengatakan puas dengan perawatan yang dilakukan.

Evaluasi Lingkungan :

1. Sketsel dikembalikan ke tempat semula.


2. Lingkungan kembali rapi, tidak terdapat kassa tercecer di ruang
perawatan.

Peralatan dan Bahan :

1. Alat dan bahan dikembalikan ke teampat semula.


2. Peralatan siap dikirim ke CSSD untuk disterilkan.

2.8. Perawatan Luka Konvensional


Perawatan luka konvensional/tradisional adalah metode perawatan luka
yang dilakukan dengan menggukan balutan luka berdaya serap kurang dan

PERARAWATAN LUKA GANGREN 14


cairan antiseptik yang sama pada semua jenis luka. Berikut ini diuraikan
tentang kelebihan dan kekurangan dari perawatan luka konvesional.
a. Prinsip-prinsip umum perawatan luka konvensional.
1) Dalam perawatan luka konvensional, perawatan luka sering
menggunakan antiseptik pada luka dengan tujuan untuk menjaga
luka tersebut agar menjadi ‘steril’
2) Bahkan di setiap trolley perawatan luka/kotak obat/ kotak P3K
biasa disediakan antiseptik seperti: hydrogen peroxide, povidone
iodine, rivanol, acetic acid, dan chlorhexidine.
3) Untuk kondisi saat ini berkaitan dengan penggunaan antiseptic
pada luka.
 Perlu diketahui bahwa antiseptik-antiseptik seperti ini dapat
mengganggu proses penyembuhan dari tubuh kita sendiri.
 Masalah utama yang timbul adalah antiseptik tersebut tidak
hanya membunuh kuman-kuman yang ada, tetapi juga
membunuh leukosit, yaitu sel darah yang dapat membunuh
bakteri pathogen dan jaringan fibroblast yang membentuk
jaringan kulit baru
4) Dalam metode perawatan luka konvensional, beberapa hal yang
sering terjadi:
 Perawatan luka dilakukan sering (sehari 2-3 kali, bahkan
lebih)
 Pasien merasakan nyeri yang sering
 Perbaikan luka yang lama
 Perasaan minder pada pasien karena bau
5) Tentang penggunaan balutan, dalam perawatan luka
konvensional, terdapat beberapa pendapat, antara lain:
 Orang percaya bahwa membiarkan luka pada kondisi bersih
dan kering akan mempercepat proses penyembuhan
 Oleh karena itu, pada perawatan luka konvensional atau
orang yang zaman dahulu lakukan, biasanya luka dibalut
dengan menggunakan kain pembalut/balutan yang tipis,

PERARAWATAN LUKA GANGREN 15


yang memungkinkan udara masuk dan membiarkan luka
mongering berbentuk ‘scab/koreng’.
 Dengan adanya luka yang mongering berbentuk ‘koreng’
ini dianggap bahwa luka telah sembuh. Pengetahuan dahulu
menyatakan bahwa ‘scab/koreng’ atau ‘luka yang
mengering’ merupakan penghalang alami untuk mencegah
hilangnya kelembaban. Scab’ atau ‘luka yang mengering’
juga mencegah sel-sel baru untuk berkolonisasi di area
luka. Ketika ‘scab’ tersebut mulai berubah bentuk, sel
epidermis harus masuk ke lapisan dermis yang paling dalam
sebelum melakukan proliferasi, karena di area tersebut
merupakan daerah yang lembab sel dapat hidup. Dari
proses tersebut dapat diketahui bahwa dalam lingkungan
kering, luka akan memulih dari dalam keluar.
 Beberapa fakta yang berkaitan dengan hal tersebut, antara
lain; Faktanya adalah memang luka yang berbentuk koreng
tersebut telah mongering, tetapi biasanya yang kering
hanyalah pada bagian luarnya saja, sementara luka bagian
dalam masih basah, bahkan luka bisa meluas kedalam.
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, pengetahuan
terkini telah membuktikan bahwa luka dalam kondisi
kering dapat memperlambat proses penyembuhan dan akan
menimbulkan bekas luka. Bila kita dapat mengoptimalkan
lingkungan yang lembab pada luka, proses penyembuhan
luka akan berlangsung dari daerah pinggir/ sekitar dan dari
dalam secara serempak.
b. Kelebihan ‘Perawatan Luka Konvensional dengan Balutan
Konvensional’:
1) Mudah di dapat: apotik, took obat, dan lain-lain.
2) Murah
c. Kekurangan ‘Perawatan Luka Konvensional dengan Balutan
Konvensional’:

PERARAWATAN LUKA GANGREN 16


1) Sering diganti balutanya
2) Balutan cepat kering
3) Kurang menyerap eksudat, karena absorbsi minimal
4) Beresiko menimbulkan luka baru pada saat penggantian balutan
sehingga dapat merusak sel-sel baru. (Dalam hal ini, dapat
membuat trauma pada luka)
5) Menimbulkan nyeri saat ganti balutan (Dalam hal ini, balutan
kuat melekat pada luka)
6) Tidak mendukung proses lembab
7) Menghambat proses penyembuhan karena sering diganti
8) Resiko terjadi infeksi sangat besar (tidak bisa menghambat
kuman)

2.9. Perawatan Luka Modern


Perawatan luka dengan metode modern adalah metode penyembuhan
luka dengan cara memperthatikan kelembababan luka (moist wound healing)
dengan menggunakan tehnik okulsif dan tertutup.
a Prinsip-prinsip umum perawatan luka modern:
1) Untuk meminimalisir penggunaan antibiotika/antiseptic, maka
untuk membersihkan luka dalam perawatan luka modern, cara
yang terbaik dalam membersihannya adalah:
a) Dengan menggunakan cairan fisiologis seperti normal
saline (NaCl 0.9%).
b) Untuk luka yang sangat kotor dapat menggunakan tehnik
‘irigasi/water pressure’
c) Untuk membersihkan luka dirumah (perawatan di rumah),
apabila tidak ada cairan NaCl, dapat menggunakan air
mengalir atau menggunakan shower bertekanan rendah.
2) Mengenai penggunaan balutan dalam perawatan luka modern,
maka criteria balutan, yang digunakan antara lain:

PERARAWATAN LUKA GANGREN 17


a) Balutan dalam kondisi lembab merupakan cara yang paling
efektif untuk penyembuhan luka.
b) Balutan dalam kondisi lembab tidak menghambat aliran
oksigen, nitrogen dan zat-zat udara lainya
c) Kondisi lembab adalah lingkungan yang baik untuk sel-sel
tubuh tetap hidup dan melakukan replikasi secara optimum,
karena pada dasarnya sel dapat hidup dilingkungan yang
lembab atau basah. (kecuali sel kuku dan rambut, sel-sel ini
merupakan sel mati).
d) Mengenai penyembuhan dengan menggunakan lingkungan
yang lembab sebagai pemerhati perawatan luka, seharusnya
memperkenalkan ke semua pihak tentang kondisi yang
mendukung penyembuhan luka ini. Dengan pertimbangan,
antara lain:
i. Penyembuhan dengan lingkungan yang lembab
masih menjadi hal yang baru dan jarang
diaplikasikan di masyarakat.
ii. Masyarakat kebanyakan berpendapat bahwa
lingkungan yang lembab akan menjadi tempat
berkembangbiaknya kuman penyakit.
iii. Namun pernyataan ini tidak disertai dengan
kenyataan bahwa tubuh kita mempunyai sistem
imun yang efisien.
iv. Segala jenis luka dengan berbagai tingkat
keseterilannya memang merupakan bentuk
kolonisasi bakteri, tetapi koloni bakteri tersebut
selama masih dalam jumlah yang wajar tidak
menimbulkan risiko infeksi.
v. Masalah akan timbul jika bakteri tersebut mulai
melipatgandakan koloninya.

PERARAWATAN LUKA GANGREN 18


vi. Jika tubuh kita dalam koloni yang normal, maka
antibody dalam tubuh akan dapat mencegah
bakteri untuk tidak bermitosis.
e) Dengan menggunakan balutan yang lembab, maka klien
dengan luka biasanya akan jarang/kurang mengeluh rasa
nyeri atau sakit yang dirasakan ketika luka dibiarkan dalam
lingkungan yang lembab.
f) Balutan yang mensupport lingkungan lembab pada luka ini,
akan menjaga saraf dari lingkungan luar dengan memberikan
lingkungan yang lembab sehingga dapat mengurangi rasa
nyeri.
g) (jika dengan balutan yang kerig, dikhawatirkan saraf akan
mudah mengalami risiko kerusakan selama berproliferasi).
3) Dalam metode perawatan luka modern, beberapa hal yang sering
terjadi antara lain:
a) Perawatan luka bisa dilakukan 3-5 hari sekali/tergantung
jenis luka dan kotornya balutan.
b) Pasien merasa nyaman.
c) Perbaikan luka lebih cepat.
d) Tidak bau.
e) Biaya perawatan lebih rendah.
f) Kelebihan Perawatan Luka Modern dengan balutan
modern:
i. Mengurangi biaya pada pasien.
ii. jam perawatan perawat di Rumah Sakit.
iii. Bisa mempertahankan kelembaban luka lebih lama
(5-7hari).
iv. Mendukung penyembuhan luka.
v. Menyerap eksudat dengan baik.
vi. Tidak menimbulkan nyeri pada saat ganti balutan.
vii. Tidak bau.

PERARAWATAN LUKA GANGREN 19


g) Kekurangan ‘Perawatan Luka Modern dengan balutan
modern’:
i. Hanya apotik-apotik tertentu menyediakan modern
dressing.
ii. Tidak masuk dalam anggaran
4) Dalam metode perawatan luka modern, beberapa hal yang sering
terjadi antara lain:
a) Perawatan luka bisa dilakukan 3-5 hari sekali/tergantung
jenis luka dan kotornya balutan.
b) merasa nyaman.
c) Perbaikan luka lebih cepat.
d) Tidak bau.
e) Biaya perawatan lebih rendah.
f) Kelebihan ‘Perawatan Luka Modern dengan balutan
modern:
i. Mengurangi biaya pada pasien.
ii. Mengefektifkan jam perawatan perawat di Rumah
Sakit.
iii. mempertahankan kelembaban luka lebih lama (5-
7hari).
iv. Mendukung penyembuhan luka.
v. Menyerap eksudat dengan baik.
vi. Tidak menimbulkan nyeri pada saat ganti balutan.
vii. Tidak bau.
g. Kekurangan Perawatan Luka Modern dengan balutan
modern:
i. Hanya apotik-apotik tertentu menyediakan modern
dressing.
ii. Tidak masuk dalam anggaran

PERARAWATAN LUKA GANGREN 20


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyembuhan luka selalu terjadi melalui tahapan yang berurutan mulai
dari proses inflamasi, proliferasi, pematangan dan penutupan luka. Pada
gangren, tindakan debridement yang baik sangat penting untuk mendapatkan
hasil pengelolaan yang memadai.

3.2 Saran
Merawat Luka tersebut agar tidak terkonta minasi. Menghilangkan
jaringan Oleh bakteri dan benda asing yang terkontaminasi sehingga Pasien
dilindungi terhadap kemingkinan invasi bakteri. Menghilangkan jaringan yg
sdh mati dalam persiapan penyembuhan luka.

PERARAWATAN LUKA GANGREN 21


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC

Boulton JM, Kirsner RS, Vileykite L. 2004. Neuropathic Diabetic Foot Ulcers.
NEJM ;351:48-55

Misnadiarly. 2006. Diabetes Melitus: Gangren, ulcer, infeksi, mengenal gejala,


menanggulangi, dan mencegah komplikasi Ed 1. Jakarta: Pustaka popular obor.

Kariardi, Sri Hartini. 2009. Diabetes? Siapa Takut, Bandung : Qanita

Kruse I, Edelman S. 2006. Evaluation dan Treatmen of Diabetic Foot Ulcer.


Clinical Diabetes Vol24, Number 2, p 91-93

PERARAWATAN LUKA GANGREN 22

Anda mungkin juga menyukai