&
VITALIANA EDWAS
(16061009)
FAKULTAS KEPERAWATAN
MANADO
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , sehingga saya dapat
menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya . Makalah ini merupakan tugas untuk
memenuhi persyaratan penilaian dari Mata Kuliah Keperawatan HIV/AIDS
Dalam tugas ini saya mencoba membahas tentang “Epidemiologi global dan
local kecenderungan HIV/AIDS dan Aspek psiko, sosio, kultural dan spiritual klien
HIV/AIDS” Dalam penulisan tugas ini masih banyak kesalahan , untuk itu sangat
dibutuhkan saran dan kritik yang dapat memotivasi saya untuk meningkatkan kualitas
tugas-tugas yang berikutnya .
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh
dunia adalah grup HIV-1
Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut golongan umur (cumulative AIDS cases by
age group)
Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis kelamin (comulative AIDS cases by
sex)
Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut faktor risiko (cumulative AIDS cases by
mode of transmission)
Jumlah Kumulatif Kasus HIV & AIDS Berdasarkan Provinsi (Cumulative HIV &
AIDS Cases by Province)
2. Tujuan umum
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. HIV/AIDS
1. Definisi HIV/AIDS
1
2. Etiologi
Tahap pre patogenesis tidak terjadi pada penyakit HIV AIDS. Hal
ini karena penularan penyakit HIV terjadi secara langsung (kontak
langsung dengan penderita). HIV dapat menular dari suatu satu manusia
ke manusia lainnya melalui kontak cairan pada alat reproduksi, kontak
darah (misalnya trafusi darah, kontak luka, dll), penggunaan jarum suntik
secara bergantian dan kehamilan.
Tahap Patogenesis
mengidap AIDS. Gejala klinis pada orang dewasa ialah jika ditemukan
dua dari tiga gejala utama dan satu dari lima gejala minor. Gejala
utamanya antara lain demam berkepanjangan, penurunan berat badan
lebih dari 10% dalam kurun waktu tiga bulan, dan diare kronis selama
lebih dari satu bulan secara berulang-ulang maupun terus menerus.
Tahap Inkubasi
hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara
untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani uji antibody HIV
terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang
beresiko terkena virus HIV.
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA,
2007). Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak
dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan
dan pemberian ASI (Air Susu Ibu).
a. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki.
Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral
1
(mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal
yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
b. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus
HIV.
c. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke
dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau
pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika
melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja
(tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
d. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut
disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
e. Melalui transplantasi organ pengidap HIV.
f. Penularan dari ibu ke anak.
g. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung,
dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai
penyakit berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur
muda karena sebagian besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu
ke anak. Lima puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3
tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum
memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme
yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi
nonspesifik berupa gagal tumbuh, berat badan menurun, anemia, panas berulang,
limfadenopati, dan hepatosplenomegali. Gejala yang menjurus kemungkinan adanya
infeksi HIV adalah adanya infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit,
jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit pada anak normal.
Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak akan
menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih
berat serta sering berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat
menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis carinii, radang paru karena
mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium
tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak.
Anak sering juga menderita diare berulang.
Sebagian besar penularan HIV terjadi melalui hubungan seksual. Oleh karena
itu, membiasakan diri dengan perilaku seks yang sehat dapat menjauhkan diri
dari penularan HIV. Misalnya, dengan tidak berhubungan seks di luar nikah,
tidak berganti-ganti pasangan, dan menggunakan pengaman (terutama pada
kelompok perilaku beresiko tinggi) sewaktu melakukan aktivitas seksual.
Para pangguna narkoba sangat rentan tertular HIV, terutama pengguna narkoba
suntik. Fakta menunjukkan bahwa penyebaran HIV di kalangan pengguna
narkoba suntik tiga sampai lima kali lebih cepat dibanding perilaku resiko
lainnya.
Pemeriksaan medis yang ketat pada setiap transfusi darah dapat mencegah
penularan HIV. Sebelum transfusi darah berlangsung, para ahli kesehatan
sebaiknya melakukan tes HIV untuk memastikan bahwa darah yang akan
didonorkan bebas dari HIV.
Meskipun hamil adalah hak setiap wanita, namun bagi wanita pengidap HIV
dianjurkan untuk tidak hamil. Sebab, wanita hamil pengidap HIV dapat
1
menularkan virus kepada janin yang dikandungnya. Jika ingin hamil, sebaiknya
mereka selalu berkonsultasi.
Cara-cara mengurangi resiko penularan AIDS antara lain melalui seks aman
yaitu dengan melakukan hubungan seks tanpa melakukan penetrasi penis ke
dalam vagina, anus, ataupun mulut.
B. SURVEILENS EPIDEMIOLOGI
C. INDIKATOR
Proposi
Case Fatality Rate
Incidence Rate
1. ASPEK PSIKOLOGIS
Respons adaptasi psikologis terhadap stresor menurut Potter & Perry (2005)
dalam Nursalam dkk (2014) menguraikan lima tahap reaksi emosi seseorang
terhadap stresor yakni, pengingkaran, marah, tawa menawa, depresi, dan,
menerima.
Tahapan psikologis Tindakan yang dibutuhkan
Tahap pengingkaran - Mengidentifikasi terhadap penyakit pasien
(denial) - Mendorong pasien untuk mengekpresikan
perasaaan takut menghadapi kematian dan
mengeluarkan keluh kesahnya
Tahap kemarahan (anger) - Memberikan kesempatan mengekspresikan
marahnya
- Memahami kemarahan pasien
Tahap tawar menawar - Mendorong pasien agar mau mendiskusikan
(bergaining) perasaan kehilangan dan takut menghadapi
penyakit pasien
- Mendorong pasien untuk menggunakan
kelebihan (positif) yang ada pada dirinya.
Tahap depresi - Memberikan dukungan dan perhatian
- Mendorong pasien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai kondisi.
- Membantu menghilangkan rasa bersalah, bila
perlu mendatangkan pemuka agama.
Tahap menerima - Memotivasi pasien untuk mau berdoa dan
sembahyang
- Memberikan bimbingan keagamaan sesuai
keyakinan pasien.
2. ASPEK SOSIAL
1. Stigma sosial memperparah depresi dan pandangan yang negatif tentang harga
diri individu
2. Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya penolakan bekerja
dan hidup serumah juga akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan.
3. Terjadinya waktu yang lama terhadap respons psikologis mulai penolakan,
marah-marah, tawar menawar, dan depresi berakibat terhadap keterlambatan
upaya pencegahan dan pengobatan. Adanya dukungan sosial yang baik dari
keluarga, teman, maupun tenaga kesehatan dapat meningkatkan kualitas hidup
ODHA. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Payuk, dkk (2012) tentang
hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup ODHA di daerah kerja
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Jumpandang Baru, Makasar.
Bentuk dukungan sosial terutama kepada ODHA menurut Nurbani & Zulkaida
(2012) antara lain emotional support, informational support, instrumental or
tangible support, dan companionship support, dukungan tersebut berdampak
positif pada kehidupan ODHA. Untuk kesehatan, ODHA menjadi lebih
memperhatikan kesehatannya. Adapun dampak sosial, ODHA menjadi
lebih banyak teman, merasa dirinya berarti, serta ODHA diikutsertakan
dalam kegiatan kelompok. Selain dampak tersebut, ada pula dampak
perkerjaan yang dapat mengoptimalkan kemampuannya, menjadikan
kemampuan ODHA bertambah, ODHA dapat mengevaluasi pekerjaan-nya
serta mendapatkan informasi yang dibutuhkan, sehingga ODHA dapat
membantu dalam memberikan informasi mengenai akses kesehatan kepada
kelompok anggota dukungan.
a. Jenis dukungan sosial
1) Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan
2) Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat/penghargaan
positif untuk orang tersebut.
3) Dukungan Instrumental, mencakup bantuan langsung, misalnya memberi
pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan, dll.
4) Dukungan informatif, mencakup pemberian nasihat, saran, pengerahuan,
dan informasi serta petunjuk.
b. Dampak bagi lingkungan
1) Menurunnya produktivitas masyarakat
Salah satu masalah sosial yang dihadapi ODHA adalah menurunnya
produktivitas mereka. Daya tahan tubuh yang melemah, dan angka
harapan hidup yang menurun, membuat daya produktivitas ODHA tidak
lagi sama seperti orang pada umumnya. Hal ini menyebabkan kebanyakan
dari mereka kehilangan kesempatan kerja ataupun pekerjaan tetapnya
semula. Hal ini juga berpengaruh terhadap permasalahan dalam aspek
ekonomi yang mereka dihadapi.
2) Mengganggu terhadap program pengentasan kemiskinan
1
3. ASPEK KULTURAL
Berlangsungnya perubahan nilai budaya tersebut disebabkan oleh tindakan
diskriminasi dari masyarakat umum terhadap penderita HIV/AIDS, serta
pengabaian nilai-nilai dari kebudayaan itu sendiri. Perilaku seksual yang salah
satunya dapat menjadi faktor utama tingginya penyebaran HIV/AIDS dari bidang
budaya. Ditemukan beberapa budaya tradisional yang ternyata meluruskan jalan
1
bagi perilaku seksual yang salah ini. Meskipun kini tidak lagi nampak, budaya
tersebut pernah berpengaruh kuat dalam kehidupan masyarakat. Seperti budaya
di salah satu daerah di provinsi Jawa Barat, kebanyakan orangtua menganggap
bila memiliki anak perempuan, dia adalah aset keluarga. Menurut mereka, jika
anak perempuan menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) di luar negeri akan
meningkatkan penghasilan keluarga. Dan bagi keluarga yang anak wanitanya
menjadi PSK, sebagian warga wilayah Pantura tersebut bisa menjadi orang kaya
di kampungnya. Hal tersebut merupakan permasalahan HIV/AIDS dalam aspek
budaya, dan budaya adat seperti ini seharusnya dihapuskan.
4. ASPEK SPIRITUAL
Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan mengajarkan kepada
pasien untuk selalu berfikiran positif terhadap semua cobaan yang dialaminya.
Dibalik semua cobaan yang dialami pasien, pasti ada maksud dari Sang
Pencipta. Pasien harus difasilitasi untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang
Pencipta dengan jalan melakukan ibadah secara terus menerus. Sehingga pasien
diharapkan memperoleh suatu ketenangan selama sakit.
1
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. (2014). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Situasi dan Analisis
HIV AIDS. Diakses pada tanggal 22 Maret 2019 dari
(http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin
%20AIDS.pdf).
Depkes. (2016). Petunjuk Teknis Program Pengendalian HIV AIDS dan PMS Di Fasilitas
Tingkat Pertama. Diakses pada tanggal 22 Maret 2019 dari
(http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/4__Pedoman_Fasyankes_Primer_ok.pdf).
Kemenkes RI. 2017. Laporan situasi perkembangan HIV-AIDS & PIMS di Indonesia
Januari- Desember 2017. Diakses pada tanggal 22 Maret 2019 dari
(http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Laporan_HIV_AIDS_TW_4_Tahun_201
7__1_.pdf).
Lindayani, L., & Maryam, N. N. A. 2017. Tinjauan sistematis: Efektifitas Palliative Home
Care untuk Pasien dengan HIV/AIDS. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 5(1).
Payuk, I., Arsin, A.A., Abdullah, A.Z. 2012. Hubungan dukungan sosial
dengan kualitas hidup orang dengan HIV/ AIDS di Puskesmas Jumpang Baru
Makassar