Anda di halaman 1dari 42

INSTITUSI PENERIMA WAJIB

LAPOR

dr.Deciana Sri Dewayanti , M.Si


Palu, 9 September 2014
Bagaimana cara ke Institusi
Penerima Wajib Lapor
(IPWL)
Dasar hukum

UU No. 35/2009 tentang Narkotika

Pasal 54-59 Rehabilitasi

Peraturan Pemerintah No. 25/2011

tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu


Narkotika
Kebijakan Wajib Lapor dalam Ps. 55 UU No. 35/2009

(1) Orang tua atau wali dari pecandu yang


belum cukup umur wajib melaporkan kepada
pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit
dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan
lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh
Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan
dan atau perawatan melalui rehablitasi medis
dan rehabilitasi sosial
Lanjutan Kebijakan

(2)Pecandu Narkotika yang sudah cukup


umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan
oleh kelurganya kepada pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit dan/atau lembaga
rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi
sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan dan atau
perawatan melalui rehablitasi medis dan
rehabilitasi sosial
Peraturan Pemerintah
tentang Pelaksanaan
Wajib Lapor Pecandu
Narkotika
(PP No. 25/2011)
Kegiatan melaporkan diri yang
dilakukan oleh Pecandu
Narkotika yang sudah cukup
umur atau keluarganya,
dan/atau orang tua atau wali
dari Pecandu Narkotika yang
belum cukup umur kepada
Institusi Penerima Wajib Lapor
untuk mendapatkan
pengobatan dan/atau
perawatan melalui rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
Latar Belakang (1)
Gangguan
penggunaan Penanganan
Narkotika multidisipliner
merupakan masalah dan lintas
bio-psiko-sosio- sektor secara
kultural yang komprehensif
kompleks

3 Pilar :
- Supply reduction
- Demand reduction
- Harm reduction
Latar belakang (2)
Rendahnya cakupan
pecandu narkotika yg
mengakses layanan Perubahan
kesehatan : perilaku yg
- Kultur tidak mudah
- stigma dan dilakukan di
diskriminasi Lapas/Rutan
- minimnya
ketersediaan dana
Wajib Lapor untuk
mendapatkan
pengobatan
/perawatan
Dimana

tempat

IPWL ?
Penyelenggara Wajib Lapor

Institusi Penerima Wajib Lapor pusat


kesehatan masyarakat, rumah sakit,
dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan
lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk
oleh Pemerintah

Institusi Penerima Wajib Lapor harus


memenuhi persyaratan:
Ketenagaan kewenangan /keahlian di
bidang ketergantungan narkotika
IPWL di Sulawesi Tengah

RSD Madani
RSUD Undata
RSU Anutapura
RS Bhayangkara
PROSES LAPOR DIRI
Penyelenggaraan Wajib Lapor

Terapi &
Asesme Rencana
Rehabilit
n Terapi
asi
Asesmen.

- Wawancara Tim Asesmen :


- Observasi Dokter sebagai
- Pemeriksaan penanggung jawab
fisik/psikis Tenaga kesehatan
terlatih
asesmen
riwayat kesehatan,
riwayat penggunaan
narkotika,
Wawanc riwayat pengobatan dan
perawatan,
ara riwayat keterlibatan pada
tindak kriminalitas,
riwayat psikiatris,
riwayat keluarga dan sosial
Verbal
Observasi Non verbal

Pemeriksa Fisik
an Psikologis
Lanjutan.
Hasilasesmen dicatat pada rekam medis
atau catatan perubahan perilaku Pecandu
Narkotika rahasia. Kerahasiaan hasil
asesmen dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rencana terapi yang telah disusun


berdasarkan hasil asesmen harus
disepakati oleh Pecandu Narkotika, orang
tua, wali, atau keluarga Pecandu Narkotika
dan pimpinan Institusi Penerima Wajib
Lanjutan.
Institusi Penerima Wajib Lapor tidak memiliki
kemampuan untuk melakukan pengobatan
dan/atau perawatan tertentu sesuai rencana
rehabilitasi atau atas permintaan Pecandu
Narkotika, orang tua, wali dan/atau keluarganya,
maka Institusi Penerima Wajib Lapor harus
melakukan rujukan kepada institusi yang memiliki
kemampuan tersebut.

Pecandu Narkotika yang sedang menjalani


pengobatan dan/atau perawatan di fasyankes,
lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi
sosial serta terapi berbasis komunitas (therapeutic
community) atau melalui pendekatan keagamaan
dan tradisional tetap harus melakukan Wajib Lapor
Rancangan Permenkes
tentang
Rehabilitasi Medis
Pecandu Narkotika
Definisi Rehabilitasi
Medis

Suatu proses kegiatan pengobatan


secara terpadu untuk membebaskan
pecandu dari ketergantungan
Narkotika
(UU No. 35/2009)
Rehabilitasi (1)
Wajib bagi pecandu yg sudah melaporkan diri dan
putusan pengadilan

Pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses


peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga
rehabilitasi medis dan/atau lembaga rehabilitasi sosial
kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim
sesuai dengan tingkat pemeriksaan setelah
mendapatkan rekomendasi dari Tim Dokter.

Ketentuan penempatan dalam lembaga rehabilitasi


medis dan/atau lembaga rehabilitasi sosial berlaku juga
bagi Korban Penyalahgunaan Narkotika.
Rehabilitasi (2)

Rehabilitasi medis dapat dilaksanakan


melalui rawat jalan atau rawat inap sesuai
dengan rencana rehabilitasi dengan
mempertimbangkan hasil asesmen.

Rehabilitasi sosial dapat dilaksanakan baik


di dalam maupun di luar lembaga
rehabilitasi sosial sesuai dengan rencana
rehabilitasi dengan mempertimbangkan
hasil asesmen.
Penyelenggaraan Rehabilitasi Medis

Pelaksanaan rawat jalan


intervensi medis, antara lain detoksifikasi, terapi
simtomatik, dan/atau terapi rumatan metadon,
buprenorfin dan terapi rumatan lainnya, serta bila
dibutuhkan terapi atas penyakit komplikasi;
intervensi psikososial, antara lain konseling,
Cognitive Behavior Therapy;
Pelaksanaan rawat inap
intervensi medis antara lain: detoksifikasi, terapi
simtomatik, dan terapi atas penyakit komplikasi;
intervensi psikososial antara lain konseling, dan
vokasional.
Pendekatan therapeutic community, 12 langkah
Lanjutan Penyelenggaraan Rehabilitasi Medis

Proses pemulihan pecandu,


penyalahguna dan korban
penyalahgunaan Narkotika yang
diselenggarakan oleh instansi
pemerintah atau masyarakat melalui
pendekatan keagamaan dan tradisional
harus bekerjasama dengan Rumah Sakit
dan Puskesmas yang ditetapkan oleh
Menteri
Penyelenggaraan Rehabilitasi Medis terkait
putusan pengadilan

Di Faskes milik Pemerintah


yg ditetapkan Menteri

Tahapan
Rawat inap awal
Program lanjutan
Pasca rawat
Penyelenggaraan Rehabilitasi Medis terkait
putusan pengadilan (2)

minimal 3 (tiga) bulan untuk


Rawat Inap kepentingan asesmen
lanjutan, serta
awal penatalaksanaan medis untuk
gangguan fisik dan mental.

rawat inap jangka panjang


Program atau program rawat jalan
yang dilaksanakan sesuai
Lanjutan SOP
Rajal penggunaan
rekreasional, amfetamin,
ganja, < 18 th
Pasca rawat Rehab sos & pengembalian
pd masyarakat
Penyelenggaraan Rehab Medis
bagi Pecandu, Penyalahguna yg
dlm Proses Peradilan
Penetapan rehabilitasi medis dilakukan oleh
tim dokter yang terdiri dari dokter dari
fasilitas rehabilitasi medis dan rumah sakit
kepolisian.
Diselenggarakan di fasilitas rehabilitasi
medis milik pemerintah yang memenuhi
standar keamanan tertentu sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sesuai standar dan pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri.
PENATALAKSANAAN TERAPI
DAN REHABILITASI
Masalah gangguan penggunaan narkotika
merupakan problemaTERAPI
PENATALAKSANAAN bio-psiko-sosio-
DAN
kultural yang kompleks
REHABILITASI

Penatalaksanaannya melibatkan banyak


bidang keilmuan (medik dan non-medik)

Penatalaksanaan seseorang dengan


ketergantungan narkotika merupakan
suatu proses panjang

Penatalaksanannya secara ideal


membutuhkan program yang menyeluruh
(komprehensif) serta konsisten.
TUJUAN TERAPI KETERGANTUNGAN NARKOTIKA
Abstinensia:
Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal. Sebagian
besar pasien ketergantungan narkotika tidak
mampu atau kurang termotivasi untuk mencapai
tujuan ini.

Pengurangan frekuensi dan keparahan kekambuhan


Pelatihan relapse prevention program, cognitive
behavior therapy, opiate antagonist maintenance
therapy merupakan beberapa alternatif untuk
mencapai tujuan terapi ini.

Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial


Tujuan utama terapi ini agar dampak buruk akibat
ketergantungan narkotika dapat dikendalikan dan
pasien dapat meneruskan kebiasaannya yang
positif.
Konsep Dasar Proses Terapi
1. Tidak ada satu bentuk terapi yang sesuai untuk
semua individu.
2. Kebutuhan guna mendapatkan terapi harus selalu
tersedia sepanjang waktu, karena pasien
ketergantungan narkotika tidak mempunyai
pendirian yang stabil.
3. Terapi yang efektif harus mampu memenuhi
banyak kebutuhan individu, tidak hanya
mengatasi perilaku penggunaan narkotika.
4. Rencana pelayanan dan terapi seorang individu
harus dinilai secara kontinyu dan sewaktu-waktu
perlu dimodifikasi guna memastikan bahwa
rencana terapi telah sesuai dengan perubahan
kebutuhan orang tersebut.
Lanjutan

5. Mempertahankan pasien dalam periode terapi


yang adekuat merupakan sesuatu yang penting
guna menilai apakah terapi efektif atau tidak
6. Konseling dan terapi perilaku lainnya merupakan
komponen penting sebagai bagian penting
terapi ketergantungan narkotika
7. Medikasi merupakan elemen penting pada terapi
kebanyakan pasien ketergantungan narkotika
8. Seorang pasien ketergantungan narkotika yang
juga menderita gangguan mental harus
mendapatkan terapi untuk kedua-duanya secara
integratif
Lanjutan.
9. Detoksifikasi medik hanya merupakan taraf permulaan terapi
ketergantungan narkotika dan kalau dianggap sebagai satu-
satunya cara maka keberhasilannya hanya sedikit
10. Terapi yang dilakukan secara sukarela tidak menjamin bahwa
terapi akan efektif
11. Kemungkinan penggunaan narkotika kembali selama terapi
berlangsung harus dimonitor secara kontinyu
12. Program terapi harus menyediakan assesmen untuk
HIVAIDS, Hepatitis B dan C, Tuberkulosis dan penyakit infeksi
lain
13. Pemulihan ketergantungan narkotika merupakan proses
jangka panjang dan sering terdapat episode terapi yg berulang
Modalitas terapi pada pasien
ketergantungan narkotika
1. Terapi detoksifikasi (terapi gejala putus
narkotika).
2. Terapi pasca detoksifikasi / rehabilitasi
3. Harm Reduction Program
4. Dual Diagnosis Treatment Program
5. Penatalaksanaan komorbiditas penyakit
fisik (HIV/AIDS, Hepatitis, Tuberkulosis, dll)
6. Penatalaksanaan kedaruratan medik dan
psikiatrik yang terjadi akibat
ketergantungan narkotika
TERAPI DETOKSIFIKASI

Merupakan langkah awal proses terapi ketergantungan


opioida dan merupakan intervensi medik jangka singkat.
Tujuannya:
Untuk mengurangi, meringankan atau meredakan
keparahan gejala- gejala putus opioda.
Untuk mengurangi keinginan, tuntutan dan kebutuhan
pasien untuk mengobati dirinya sendiri dengan
menggunakan zat-zat ilegal.
Mempersiapkan untuk proses terapi lanjutan yang
dikaitkan dengan modalitas terapi lainnya, seperti:
therapeutic community, berbagai jenis terapi rumatan
atau terapi lain.
Menentukan dan memeriksa komplikasi fisik dan mental,
serta mempersiapkan perencanaan terapi jangka
panjang.
DUAL
DUALDIAGNOSIS
DIAGNOSISTREATMENT
TREATMENTPROGRAM
PROGRAM

Dual diagnosis adalah istilah klinis untuk


penyebutan diagnosis ganda atau multiple
pada pasien ketergantungan narkotika dan
terdapat bersama-sama dengan gangguan
psikiatri lain secara independen.

Pasien-pasien dengan dual diagnosis


membutuhkan terapi khusus, dan guna
mempersiapkan dirinya dalam program
pemulihan yang sesuai dan adekuat.
Penatalaksanaan komorbiditas penyakit fisik

Penggunaan narkotika dengan cara suntik, dapat


membuat seseorang menderita penyakit penyulit
(komplikasi) seperti HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual
(IMS), hepatitis B atau C dan lain-lain.

Sesuai dengan konsep dasar proses terapi, program


terapi harus menyediakan assesmen untuk HIVAIDS,
Hepatitis B dan C, Tuberkulosis dan penyakit infeksi lain

Perlu
dilakukan konseling untuk membantu pasien
merubah perilakunya, agar tidak menyebabkan dirinya
atau diri orang lain pada posisi yang berisiko
mendapatkan infeksi.
Penatalaksanaan kedaruratan medik
dan psikiatrik
Kondisi kedaruratan psikiatrik dan medik terkait
ketergantungan narkotika perlu mendapatkan
prioritas utama untuk diatasi
Kedaruratan medik terkait ketergantungan
narkotika:
Overdosis opioid.
Intoksikasi benzodiazepin.
Intoksikasi amfetamin.
Gangguan paranoid.
Gangguan psikotik. Gaduh gelisah.
Ganguan cemas/panik.
Depresi berat dan percobaan bunuh diri
Terapi Pasca Detoksifikasi (Rehabilitasi)

1.Program terapi rumatan (rawat jalan)


2. Residential treatment (rawat inap)
3. Pemulihan Adiksi Berbasis Masyarakat.
Rehabilitasi dilaksanakan di fasilitas rehabilitasi
yang diselenggarakan oleh masyarakat
4. Terapi penyakit komplikasi sesuai indikasi
(penatalaksanaan medis untuk fisik dan mental)
5. Intervensi psikososial antara lain melalui
konseling adiksi narkotika, wawancara
motivasional, terapi perilaku dan kognitif
(Cognitive Behavior Therapy), dan pencegahan
kambuh.
Program terapi rumatan (rawat
jalan)
1. Metadon
Dimulai sejak tahun 1960an di Amerika dan Eropa
Substitusi opioida yang bersifat agonis dan long acting
Kelemahan terapi metadon: datang setiap hari ke klinik &
dapat terjadi overdosis, ketergantungan metadon dan
kemungkinan peredaran ilegal metadon.
2. Naltrekson
Substitusi opioida antagonis
Tidak lagi populer; dapat digunakan untuk alkoholik
3. Bufrenorfin
Bufrenorfin dapat diberikan 2 atau 3 kali dalam seminggu
karena masa aksinya yang panjang; partial-agonis
Apa yang bisa dilakukan oleh
Kader ?

Anda mungkin juga menyukai