Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN ANALISIS JURNAL PERAWATAN LUKA

Literature Review on The Management of


Diabetic Foot Ulcer

Disusun oleh:
Kelompok 4
Eria Riski Artanti
Sandy Dwi Aryanto
Nahkoda Rizky P. S.
Ninggarwati
Handayani Samosir
Ayu Dwi Silvia Putri
Dwi Wahyu Setiyarini
Sherli Damara Pertiwi
Rudy Sigit Kurniawan
Aprilia Tri Astuti

15819
15882
15893
15884
15896
15877
15888
15899
15950
16124

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok berbentuk
laporan Analisis Jurnal dengan tema Perawatan Luka sesuai dengan rencana.
1

Tujuan penugasan ini adalah agar kelompok mampu menganalisis jurnal


terkait dengan masalah perawatan luka. Dalam pengerjaan dan penyelesaian tugas
ini, penulis mendapat dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1.

Anita Kustanti, S.Kep.,Ns. selaku dosen pembimbing

2.

Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas


analisis jurnal ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Untuk itu, kritik

dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan karya penulis
selanjutnya.

Yogyakarta, 6 April 2015

Kelompok 4

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................
2
Daftar Isi............................................................................................................................
3
Daftar Gambar...................................................................................................................
5
Daftar Tabel.......................................................................................................................
6
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar
Belakang
........................................................................................................................
7
1.2Rumusan
Masalah
........................................................................................................................
9
1.3Tujuan
........................................................................................................................
9
1.4Manfaat
........................................................................................................................
9
1.4.1
Manfaat
Bagi
Institusi
Rumah
Sakit
.................................................................................................................
9
1.4.2
Manfaat
Bagi
Profesi
Keperawatan
.................................................................................................................
9
1.4.3
Manfaat
Bagi
Iinstansi
Pendidikan
.................................................................................................................
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diabetes Militus
2.1.1 Definisi Diabetes Melitus.......................................................................11
2.1.2Komplikasi Diabetes Melitus...11
3

2.2 Konsep Diabetic Foot Ulcer


2.2.1 Diabetic Foot Ulcer.... 12
2.2.2 Etiologi Diabetic Foot Ulcer.. 12
2.3 Pemeriksaan Diabetic Foot Ulcer
2.2.3 Pemeriksaan Fisik..15
2.2.4 Pemeriksaan Ekstrimitas....16
2.2.5 Pemeriksaan vaskuler noninvasive16
2.2.6 Pemeriksaan Laboratorium16
2.2.7 Pemeriksaan Radiologis... 17
2.3
Klasifikasi Patologi Diabetic Foot Ulcer .....18
2.4
Managemen
2.4.2 Debridement......20
2.4.3 Off loading.21
2.4.4 Penanganan infeksi....22
2.4.5 Pembedahan.......23
2.5
Pencegahan....23
2.6
Konsep perawatan luka
2.6.1 Definisi perawatan luka...........24
2.6.2 Perawatan luka modern....24
2.6.3 Jenis balutan modern.....................................................................24
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Identitas
Jurnal
.................................................................................................................
25
3.2
Metode
.................................................................................................................
27
3.3
Hasil
.................................................................................................................
27
3.4
Analisis
dan
Pembahasan
.................................................................................................................
28
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................
40
4.2 Saran.....................................................................................................................
40
4.3 Implikasi Keperawatan.........................................................................................
41
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
42
4

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pengaruh Peningkatan Gula Darah...................................................................


14
Gambar 2 Ulkus Pada Tumit.............................................................................................
20
Gambar 3 Etiologi Terjadinya Diabetic Foot Ulcer..........................................................
28
Gambar 4 Debridement Terapi Larva / Maggot Therapy..................................................
32
Gambar 5 Klasifikasi Jenis Dressing................................................................................
34
Gambar 6 Advanced Dressing...........................................................................................
35

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit............................................................


19
Tabel 2 Sistem Klasifikasi Ulkus University Of Texas.....................................................
19
Tabel 3 Macam-Macam Jenis Balutan Modern.................................................................
24
Tabel 4 Metode Metode Teknik Debridement................................................................
31
Tabel 5 Macam Macam Dressing...................................................................................
34

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kami mengerjakan tugas analisis jurnal ini untuk memenuhi tugas
seminar analisis jurnal blok 2.5. Kelompok kami mendapatkan tugas analisis
jurnal dengan tema Perawatan Luka.
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian
di dunia. Angka kematian yang disebabkan oleh PTM semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Hal tersebut dikarenakan adanya perubahan pola hidup
kemajuan teknologi dan peningkatan kesejahteraan yang berdampak secara
langsung pada kesehatan masyarakat. Diabetes mellitus merupakan salah satu
contoh PTM yang sering dialami masyarakat selain penyakit jantung dan
pembuluh darah, stroke dan kanke (Hasbi,2012).
Berdasarkan data WHO (World Health Organization) menunjukan
bahwa pada tahun 2014, 9% remaja yang berusia 18 tahun atau lebih terkena
penyakit diabetes mellitus. Pada tahun 2012, 1,5 juta kematian populasi dunia
disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus. Lebih dari 80% kematian yang
disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus terjadi di negara berpendapatan
rendah dan sedang, selain itu resiko untuk terkena penyakit diabetes mellitus
lebih tinggi pada masyarakat yang mengalami obesitas, mengonsumsi
makanan yang kurang sehat dan memiliki gaya hidup sedentary. Menurut data
saat yang berkembang saat ini, kira kira 150 juta masyarakat di dunia
8

menderita diabetes mellitus, dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlah


penderita penyakit diabetes menjadi dua kali lipat dari jumlah penderita saat
ini (WHO, 2015).
Berdasarkan data dari International Diabetes Federation menunjukan
bahwa jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terjadi pada usia 40 dan 59
tahun. Sebanyak 179 juta masyarakat dunia menderita diabetes mellitus yang
tidak terdiagnosa. Hampir dari setengah jumlah masyarakat di Asia Tenggara
menderita penyakit diabetes mellitus tidak terdiagnosa. (International Diabetes
Federation, 2014).
Berdasarkan data dari hasil riset kesehatan dasar 2013 (RISKESDAS
2013) menunjukan bahwa prevalensi diabetes di Indonesia berdasarkan
wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen. DM terdiagnosis
dokter atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis
dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%),
Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes
yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara
Timur (3,3%). Penderita Diabetes mellitus di Indonesia banyak dialami oleh
masyarakat yang berusia 55-64 tahun (4,8%) (RISKESDAS, 2013).
Penyakit diabetes mellitus memiliki beberapa komplikasi, diantaranya
adalah diabetik neuropathy, diabetik retinopathy dan ulkus diabetik pada kaki
(Sisca Damayanti, 2013).
Ulkus diabetic pada kaki atau Diabetic Foot Ulcer (DFU) adalah
umum komplikasi Diabetes Mellitus (DM) yang telah menunjukkan
kecenderungan meningkat selama beberapa dekade sebelumnya. Secara total,
diperkirakan bahwa 15% pasien dengan diabetes akan menderita DFU selama
seumur hidup mereka. Meskipun angka yang akurat sulit mendapatkan untuk
prevalensi DFU, prevalensi ini komplikasi berkisar 4% -27%. Sampai saat ini,
DFU dianggap sebagai sumber utama morbiditas dan penyebab utama rawat
inap pada pasien dengan diabetes. Memang, DFU dapat menyebabkan infeksi,
gangren, amputasi, dan bahkan kematian jika perawatan yang diperlukan tidak
disediakan (Leila Yazdanpanah,dkk, 2015).
Dengan melihat efek negatif dari Diabetic Foot Ulcer (DFU) apabila
tidak tertangani dengan baik, maka dibutuhkan suatu tindakan yang dapat
9

mencegah terjadinya dampak negative tersebut. Menurut aspek keperawatan


dibutuhkan suatu tindakan perawatan luka supaya mencegah terjadinya efek
negative tersebut.
Tindakan perawatan luka tersebut secara umum dapat diberikan pada
jenis luka apapun selain luka akibat DFU, contohnya luka bakar dan luka
operasi. Akan tetapi dalam analisis jurnal ini yang akan kami bahas adalah
perawatan luka spesifik pada luka Diabetic Foot Ulcer (DFU).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diangkat adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep Diabetic Foot Ulcer (DFU) pada penderita
diabetes?
2. Bagaimana konsep perawatan luka yang tepat pada tatanan
keperawatan saat ini ?
3. Bagaimana prosedur perawatan luka pada pasien yang mengalami
ulkus diabetik pada kaki atau Diabetic Foot Ulcer (DFU) ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, kita dapat mengetahui tujuannya
adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui konsep terjadinya Diabetic Foot Ulcer (DFU) pada
penderita diabetes.
2. Mengetahui konsep perawatan luka yang tepat pada tatanan
keperawatan saat ini
3. Mengetahui prosedur perawatan luka pada pasien yang mengalami
ulkus diabetik pada kaki atau Diabetic Foot Ulcer (DFU) .
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Instansi Rumah Sakit
-

Mendukung tata laksana pasien yang terdiagnosis diabetes mellitus


dengan komplikasi ulkus diabetik pada kaki atau Diabetic Foot
Ulcer (DFU).

1.4.2 Manfaat Bagi Profesi Keperawatan


Bermanfaat dalam memberikan informasi dan wawasan
mengenai pasien dengan penyakit diabetes mellitus dengan komplikasi

10

ulkus diabetik pada kaki atau Diabetic Foot Ulcer (DFU), sehingga bisa
memberikan intervensi yang tepat kepada pasien.
1.4.3 Manfaat Bagi Instansi Pendidikan
Bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan bagi mahasiswa
dan institusi sebagai bahan dalam pembelajaran dan menjadi acuan
untuk penelitian lebih lanjut tentang diabetes mellitus dengan
komplikasi ulkus diabetik pada kaki atau Diabetic Foot Ulcer (DFU).

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Mellitus


2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit
metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai
organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. (ADA 2012)
2.1.2 Komplikasi Diabetes Mellitus
Secara umum komplikasi DM dibagi menjadi 2:
1. Komplikasi Makrovaskular
Komplikasi meliputi penyakit pembuluh darah besar, termasuk penyakit
jantung koroner dan stroke, adalah penyebab terbesar kematian dan kesakitan
pada pasien DM. Komplikasi makrovaskular dapat terjadi ketika tubuh dalam
kondisi hiperglikemia maka tubuh akan meningkatkan reaksi dari glukosa dan
komponen dalam dinding arteri untuk membentuk advanced glycation products.
Product ini cross-link dengan collagen, yang menyebabkan peningkatan arterial
stiffness. Pada dyslipidaemia, peningkatan level dari Low-densityn lipoprotein
(LDL) cholesterol, termasuk semua partikel, meningkatkan atherogenesis.
Hipertensi meningkat dan berkembang menjadi penyakit vaskular. Pencegahan
komplikasi Makrovaskular pengaturan Gaya Hidup, pengaturan gaya hidup
meliputi modifikasi diet, latihan fisik secara teratur, berhenti merokok, mengatasi
Hipertensi, kontrol Dyslipidaemia, kontrol Hiperglikemi, pengontrolan kadar gula
darah secara intensif mengurangi resiko terjadinya retinopathy
2. Komplikasi Mikrovaskular
12

Secara umum mekanisme komplikasi mikrovaskular merupakan dampak dari


hiperglikemia yang lama, dengan kekambuhan hipertensi. Bentuk bentuk
komplikasi mikrovaskular adalah diabetic nephropathy, peripheral neuropathy,
retinopathy. Diabetik neuropathy adalah penyebab tertinggi terjadinya kebutaan
pada usia muda. Diabetik nephropathy adalah penyebab tertinggi kerusakan pada
ginjal yang memerlukan terapi dialysis atau cuci darah. Diabetik neuropathy
adalah penyebab tertinggi terjadinya penyakit vaskuler ekstremitas bawah yang
merupakan penyebab tertinggi penyebab dilakukannya amputasi oleh penyebab
non traumatik.
Ulkus kaki diabetic dan amputasi adalah penyebab terbesar kematian dan
kesakitan, kecacatan termasuk emosional yang menyebabkan biaya perawatan dan
pengobatan yang tinggi (Mendes & Neves, 2012). Pencegahan Komplikasi
Mikrovaskular dengan cara kontrol hiperglikemi dan kontrol hipertensi. Pasien
perlu diberikan pendidikan kesehatan untuk dapat melakukan pemeriksan kaki
secara mandiri dengan rutin, dengan perhatian khusus pada adanya pertumbuhan
callus, kehilangan sensasi pada kulit, infeksi dan kakimelepuh (Yaturu, 2011).
2.2 Konsep Diabetic Foot Ulcer (DFU)
2.2.1 Definisi Diabetic Foot Ulcer
Ulkus kaki diabetik adalah kaki pada pasien dengan diabetes melitus yang
mengalami perubahan patologis akibat infeksi, ulserasi yang berhubungan dengan
abnormalitas neurologis, penyakit vaskular perifer dengan derajat bervariasi, dan
atau komplikasi metabolik dari diabetes pada ekstrimitas bawah.
Prevalensi ulkus kaki diabetik pada populasi diabetes adalah 4 10%, lebih
sering terjadi pada pasien usia lanjut. Sebagian besar (60-80%) ulkus akan sembus
sendiri, 10-15% akan tetap aktif, dan 5-25% akan berakhir pada amputasidalam
kurun waktu 6-18 bulan dari evaluasi pertama.
2.2.2 Etiologi DFU
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetes meliputi neuropati,
penyakit arterial, deformitas kaki dan tekanan.
Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan diperkirakan
merupakan akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum, disfungsi
13

endotel, defisiensi mioinositol-perubahan sintesis mielin dan menurunnya


aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas kronis, menyebabkan edema pada saraf
tubuh serta pengaruh peningkatan sorbitol dan fruktose. Neuropati disebabkan
karena peningkatan gula darah yang lama sehingga menyebabkan kelainan
vaskuler dan metabolik. Peningkatan kadar sorbitol intraseluler, menyebabkan
saraf membengkak dan terganggu fungsinya. Penurunan kadar insulin sejalan
dengan perubahan kadar peptida neurotropik, perubahan metabolisme lemak,
stress oksidatif, perubahan kadar bahan vasoaktif seperti nitrit oxide
mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf. Kadar glukosa yang tidak teregulasi
meningkatkan kadar advanced glycosylated end product (AGE) yang terlihat pada
molekul kolagen yang mengeraskan ruangan-ruangan yang sempit pada
ekstremitas superior dan inferior (carpal, cubital, dan tarsal tunnel). Kombinasi
antara pembengkakan saraf yang disebabkan berbagai mekanisme dan
penyempitan kompartemen karena glikosilasi kolagen menyebabkan double crush
syndrome dimana dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan
autonomik.
Perubahan neuropati yang telah diamati pada kaki diabetik merupakan
akibat langsung dari kelainan pada sistem persarafan motorik, sensorik dan
autonomik. Hilangnya fungsi sudomotor pada neuropati otonomik menyebabkan
anhidrosis dan hiperkeratosis. Kulit yang terbuka akan mengakibatkan masuknya
bakteri dan menimbulkan infeksi. Berkurangnya sensibilitas kulit pada penonjolan
tulang dan sela-sela jari sering menghambat deteksi dari luka luka kecil pada kaki.
Neuropati autonomik mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan pembukaan
arteriovenous (AV) shunt. Neuropati motorik paling sering mempengaruhi otot
intrinsik kaki sebagai akibat dari tekanan saraf plantaris medialis dan lateralis
pada masing-masing lubangnya (tunnel).
Penyakit Arterial, penderita diabetes, seperti orang tanpa diabetes,
kemungkinan akan menderita penyakit atherosklerosis pada arteri besar dan
sedang, misalnya pada aortailiaca, dan
femoropoplitea. Alasan dugaan bentuk penyakit arteri ini pada penderita diabetes
adalah hasil beberapa macam kelainan metabolik, meliputi kadar Low Density
Lipoprotein (LDL), Very Low Density Lipoprotein (VLDL), peningkatan kadar

14

faktor von Willbrand plasma, inhibisi sintesis prostasiklin, peningkatan kadar


fibrinogen plasma, dan peningkatan adhesifitas platelet. Secara keseluruhan,
penderita diabetes mempunyai kemungkinan besar menderita atherosklerosis,
terjadi penebalan membran basalis kapiler, hialinosis arteriolar, dan proliferasi
endotel.
Peningkatan viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul
berawal pada kekakuan mernbran sel darah merah sejalan dengan peningkatan
aggregasi eritrosit, Karena sel darah merah bentuknya harus lentur ketika
melewati kapiler, kekakuan pada membran sel darah merah dapat menyebabkan
hambatan aliran dan kerusakan pada endotelial. Glikosilasi non enzimatik protein
spectrin membran sel darah merah bertanggungjawab pada kekakuan dan
peningkatan aggregasi yang telah terjadi. Akibat yang terjadi dari dua hal tersebut
adalah peningkatan viskositas darah. Mekanisme glikosilasi hampir sama seperti
yang terlihat dengan hemoglobin dan berbanding lurus dengan kadar glukosa
darah.
Penurunan aliran darah sebagai akibat perubahan viskositas memacu
meningkatkan kompensasinya dalam tekanan perfusi sehingga akan meningkatkan
transudasi melalui kapiler dan selanjutnya akan meningkatkan viskositas darah.
Iskemia perifer yang terjadi lebih lanjut disebabkan peningkatan afinitas
hemoglobin terglikolasi terhadap molekul oksigen. Efek merugikan oleh
hiperglikemia terhadap aliran darah dan perfusi jaringan sangatlah signifikan.
(Gambar 1).

15

Deformitas kaki, perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot


menyebabkan kerusakan arkus longitudinal medius, dimana akan menimbulkan
gait biomekanik. Perubahan pada calcaneal pitch menyebabkan regangan ligamen
pada metatarsal, cuneiform, navicular dan tulang kecil lainnya dimana akan
menambah panjang lengkung pada kaki. Perubahan degenerative ini nantinya
akan merubah cara berjalan (gait), mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan
beban, dimana menyebabkan kolaps pada kaki. Ulserasi, infeksi, gangren dan
kehilangan tungkai merupakan hasil yang sering didapatkan jika proses tersebut
tidak dihentikan pada stadium awal.
Tekanan, diabetes dapat memberikan dampak buruk pada beberapa sistem
organ termasuk sendi dan tendon. Hal biasanya tejadi pada tendon achiles dimana
advanced glycosylated end prodruct (AGEs) berhubungan dengan molekul
kolagen pada tendon sehingga menyebabkan hilangnya elastisitas dan bahkan
pemendekan tendon. Akibat ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak kaki,
dengan kata lain arkus dan kaput metatarsal mendapatkan tekanan tinggi dan lama
karena adanya gangguan berjalan (gait).
Hilangnya sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan yang berulang,
injuri dan fraktur, kelainan struktur kaki, misalnya hammertoes, callus, kelainan
metatarsal, atau kaki Charcot; tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya
terjadi kerusakan jaringan lunak. Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan
16

sepatu yang salah, kerusakan akibat benda tumpul atau tajam dapat menyebabkan
pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini ditambah aliran darah yang buruk
meningkatkan resiko kehilangan anggota gerak pada penderita diabetes.
2.3 Pemeriksaan Diabetic Foot Ulcer
2.3.1 Pemeriksaan fisik
Pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
A. Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas
B. Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler
C. Penilaian kemungkinan neuropati perifer
Mengingat diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik, oleh karena itu
pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada pasien sangat penting untuk
dilakukan.
2.3.2 Pemeriksaan Ekstremitas
Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah yang
menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di
telapak, ujung jari yang menonjol (pada jari pertama dan kedua). Ulkus dapat
timbul pada malleolus karena pada daerah ini sering mendapatkan trauma.
Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaa fisik:
Callus hipertropik
Kuku yang rapuh/pecah
Hammer toes
Fissure
2.3.3 Pemeriksaan vaskuler noninvasif
Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen transkutan,
anklebrachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI merupakan
pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat
Doppler. Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada
brachialis tidak dapat dideteksi Doppler (Gambar 5). Cuff kemudian dilepaskan
perlahan sampai Doppler dapat mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan
yang sama dilakukan pada tungkai, dimana cuff dipasang pada calf distal dan
Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. ABI
didapatkan dari tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachialis.
17

2.3.4 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau
infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia.
Adanya insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri
saat istirahat.
Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan
kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan
fungsi ginjal Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume
Recording (PVR), atau plethymosgrafi.
2.3.5 Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya ostomielitis.
Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging
(MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses
dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk membantu
diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.
Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil
false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed
ciprofloxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis.
Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler
atau endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan makna
penyakit atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan injeksi kontras pada
angiografi konvensional berhubungan dengan suntikan dan agen kontras.
Teknik : secara khusus, kateter dimasukan secara retrograde melalui
tusukan pada femur, kontras disuntikkan melalui aorta infrarenal. Gambar diambil
sejalan dengan kontras ke bawah pada kedua kaki.
Komplikasi berkaitan dengan tusukan: resiko dapat berupa perdarahan,
terbentuknya pseudoaneurisma, dan pembekuan atau hilangnya lapisan intima
arteri. Saat ini metode terbaru dengan suntikan secara perkutan dapat mengurangi
komplikasi yang terjadi.
Resiko berkaitan dengan kontras: bahan kontras angiografi merupakan
bahan nefrotoksik. Resiko terjadinya gagal ginjal akut tinggi pada pasien dengan
insufisiensi renal dan pada penderita diabetes. Pada pasien dengan faktor resiko
18

tersebut 30% kemungkinan dapat terjadi kegagalan ginjal akut. Oleh karena itu,
pemeriksaan kreatinin serum dilakukan sebelum dilakukan angiografi.
Untuk mencegah kemungkinan lactic asidosis, penderita diabetes yang
mengkonsumsi Metformin (Glucophage) tidak boleh minum obat tersebut
menjelang dilakukan angiografi dengan kontras. Pasien dapat kembali
mengkonsumsi obat tersebut setelah fungsi ginjal normal kembali dalam 1-2 hari
setelah terpapar kontras.
Alternatif selain angiografi konvensional
Magnetic Resonance Angiography (MRA): MRA merupakan alternatif
yang dapat digunakan pada penderita resiko tinggi atau penderita yang alergi
bahan kontras. Kontras yang digunakan adalah Gadolinum chelates, berpotensi
menimbulkan 3 efek samping pada penderita dengan insufisiensi renal: acute renal
injury, pseudohipokalemia, dan fibrosis nefrogenic sistemik.
Multidetector Computed Tomographic Angiography (MDCT) menghindari
penusukan arteri. Dengan menggunakan injeksi kontras intravenous, CT scan
multidetektor (16 atau 64 channel) dapat meningkatkan resolusi gambar
angiografi dan dengan kecepatan relatif tinggi. Penggunaan kontras pada MDCT
mempunyai resiko yang sama.
Carbondioxide Angiography merupakan salah satu alternatif pada
penderita dengan insufisiensi renal, tetapi tidak secara luas dapat digunakan dan
masih membutuhkan bahan kontras iodium sebagai tambahan gas karbondioksida
untuk mendapatkan gambar yang baik.
Plain radiografi tidak digunakan untuk pemeriksaan rutin pada penyakit
arteri perifer oklusif. Hal ini disebabkan kalsifikasi arteri yang terlihat pada plain
radiografi bukan merupakan indikator spesifik penyakit aterosklerosis. Kalsifikasi
pada lapisan media arteri bukan merupakan diagnosis. aterosklerosis, bahkan juga
kalsifikasi pada lapisan intima yang merupakan diagnosis aterosklerosis, tidak
akan menyebabkan stenosis hemodinamik yang signifikan.
2.4 Klasifikasi Patologi Diabetic Foot Ulcer
Penilaian dan klasifikasi ulkus diabetes sangat penting untuk membantu
perencanaan terapi dari berbagai pendekatan dan membantu memprediksi hasil.
Beberapa sistem klasifikasi ulkus telah dibuat yang didasarkan pada beberapa
parameter yaitu luasnya infeksi, neuropati, iskemia, kedalaman atau luasnya luka,

19

dan lokasi. Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan pada ulkus diabetes
adalah Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit yang didasarkan pada kedalaman
luka dan terdiri dari 6 grade luka (Tabel 1).

University of Texas membagi ulkus berdasarkan dalamnya ulkus dan


membaginya lagi berdasarkan adanya infeksi atau iskemi. Adapun sistem Texas
ini meliputi :
TABEL 2

Setiap tingkatan dibagi menjadi 4 stadium, meliputi:


A : luka bersih
B : luka iskemik
C : luka terinfeksi non iskemik
D : luka terinfeksi dan iskemik
Klasifikasi SAD (Size, Sepsis, Arteriopathy, Depth and Denervation)
mengelompokkan ulkus ke dalam 4 skala berdasarkan 5 bentukan ulkus (ukuran,
kedalaman, sepsis, arteriopati, dan denervasi). The International Working Group
on the Diabetic Foot telah mengusulkan Klasifikasi PEDIS dimana membagi luka
berdasarkan 5 ciri berdasarkan: Perfusion, Extent, Depth, Infection dan Sensation.

20

Berdasarkan

Guideline

The

Infectious

Disease

of

America,

mengelompokkan kaki
diabetik yang terinfeksi dalam beberapa kategori, yaitu:
Mild : terbatas hanya pada kulit dan jaringan subkutan
Moderate : lebih luas atau sampai jaringan yang lebih dalam
Severe :disertai gejala infeksi sistemik atau ketidakstabilan metabolic
2.5 Menejemen Diabetic Foot Ulcer
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus diabetes adalah penutupan
luka. Penatalaksanaan ulkus diabetes secara garis besar ditentukan oleh derajat
keparahan ulkus, vaskularisasi dan adanya infeksi. Dasar dari perawatan ulkus
diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading dan kontrol infeksi.
2.5.1 Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam
perawatan luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan
nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm
dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor
pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka.
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp),
autolitik, enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan
kimia hanya membuang jaringan nekrosis (debridement selektif), sedangkan
metode mekanis membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup (debridement
non selektif).

Gambar 2. Ulkus dalam Tumit

21

Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus diabetes dan


metode yang paling efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat jaringan
nekrosis atau terinfeksi. Pada kasus dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau
membahayakan jiwa pasien, amputasi diperlukan untuk memungkinkan kontrol
infeksi dan penutupan luka selanjutnya. Debridement enzimatis menggunakan
agen topikal yang akan merusak jaringan nekrotik dengan enzim proteolitik
seperti

papain,

colagenase,

fibrinolisin-Dnase,

papainurea,

streptokinase,

streptodornase dan tripsin. Agen topikal diberikan pada luka sehari sekali,
kemudian dibungkus dengan balutan tertutup. Penggunaan agen topikal tersebut
tidak memberikan keuntungan tambahan dibanding dengan perawatan terapi
standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas dan secara umum diindikasikan
untuk memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki dan pada luka dengan perfusi
arteri terbatas.
Debridement mekanis mengurangi dan membuang jaringan nekrotik pada
dasar luka. Teknik debridement mekanis yang sederhana adalah pada aplikasi kasa
basah-kering (wet-to-dry saline gauze). Setelah kain kasa basah dilekatkan pada
dasar luka dan dibiarkan sampai mengering, debris nekrotik menempel pada kasa
dan secara mekanis akan terkelupas dari dasar luka ketika kasa dilepaskan.
2.5.2 Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu
komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak
kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara yang ideal
untuk mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan Total Contact Casting
(TCC) merupakan metode offloading yang paling efektif. TCC dibuat dari gips
yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien keluar dari area
ulkus. Metode ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan dan
bermanfaat

untuk mengontrol

adanya

edema

yang

dapat mengganggu

penyembuhan luka. Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi tekanan
pada luka dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC antara
lain membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat menimbulkan
luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya.

22

Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan Cam


Walker, removable cast walker, sehingga memungkinkan untuk inspeksi luka
setiap hari, penggantian balutan, dan deteksi infeksi dini.
2.5.3 Penanganan Infeksi
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan
infeksi pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus diabetes,
maka diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian yang lengkap. Diagnosis
infeksi terutama berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, lunak,
hangat dan keluarnya nanah dari luka.
Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The Infectious
Diseases
Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu:
a) Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm
b) Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm
c) Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.
Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai tulang atau sendi.
Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang atau sendi, serta
adanya infeksi sistemik.
Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi ulkus diabetes
masih sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman klinis. Terapi
antibiotik harus didasarkan pada hasil kuftur bakteri dan kemampuan toksistas
antibiotika tersebut. Pada infeksi yang tidak membahayakan (non-limb
threatening) biasanya disebabkan oleh staphylokokus dan streptokokus. Infeksi
ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis dengan pemberian antibiotika oral,
misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic, moxifloxin atau clindamycin.
Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti
staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas, enterokokus dan
bakteri anaerob misalnya bacteriodes, peptokokus, peptostreptokokus. Pada
infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan pemberian antibiotika yang
mencakup gram posistif dan gram negatif, serta aerobik dan anaerobik. Pilihan

23

antibiotika intravena untuk infeksi berat meliputi imipenem-cilastatin, B-lactam


B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilintazobactam), dan cephalosporin
spektrum luass.
2.5.4 Pembedahan
1. Debridement
Debridement dilakukan untuk membuang jaringan mati dan terinfeksi dari ulkus,
callus hipertropik. Pada debridement juga ditentukan kedalaman dan adanya
tulang atau sendi yang terinfeksi.
2. Pembedahan Revisional
Pembedahan revisional dilakukan pada tulang untuk memindahkan titik beban.
Tindakan tersebut meliputi reseksi metatarsal atau ostektomi
3.Pembedahan Vaskuler, Indikasi pembedahan vaskuler apabila ditemukan adanya
gejala dari kelainan pembuluh darah, yaitu nyeri hebat, luka yang tidak sembuh,
adanya gangren.
4.Autologous skin graft merupakan ukuran standar penutupan luka partial
thickness.
5.Skin allograft memungkinkan penutupan luka yang luas dan dalam dimana
dasar luka tidak mencukupi untuk dilakukannya autologus skin graft
6. Jaringan pengganti kulit (Dermagraft dan Apligraft)
7. Penutupan dengan flap
2.6 Pencegahan Diabetic Foot Ulcer
Pengawasan dan perawatan penyakit diabetes dapat mencegah ulkus diabetes.
Regulasi kadar gula darah dapat mencegah neuropati perifer atau mencegah
keadaan yang lebih buruk.
Penderita diabetes harus memeriksa kakinya setiap hari, menjaga tetap bersih
dengan sabun dan air serta menjaga kelembaban kaki dengan pelembab topikal.
Sepatu dan alas kaki harus dipilih secara khusus untuk mencegah adanya gesekan
atau tekanan pada kaki.

24

2.7 Konsep Perawatan Luka


2.7.1 Definisi Perawatan Luka
Perawatan Luka adalah tindakan keperawatan yaitu berupa mengganti
balutan dan membersihkan luka baik pada luka yang bersih maupun luka yang
kotor
2.7.2 Perawatan Luka Modern
Perawatan luka modern adalah teknik perawatan luka dengan menciptakan
kondisi lembab pada luka sehingga dapat membantu proses epitelisasi dan
penyembuhan luka, menggunakan balutan semi occlusive, full occlusive dan
impermeable dressing berdasarkan pertimbangan biaya, kenyamanan, keamanan
(Saldy, 2011)
2.7.3 Jenis Balutan Modern

25

Terdapat beberapa jenis balutan modern, diantaranya adalah film, hidrogel,


hidrokoloid, alginat, busa, hidrocoloid.

Tabel 3. Macam macam jenis balutan Modern


BAB III
ANALISA JURNAL
3.1 Identitas Jurnal
Judul Jurnal Utama

: Literature review on the management of

26

Penulis

diabetic foot ulcer


: Leila Yazdanpanah, Morteza Nasiri, Sara
Adarvishi

Tahun Terbit

: 2015

Tempat Terbit

: Iran

Judul Jurnal Pendukung 1

: Debridement Sebagai Tatalaksana Ulkus Kaki


Diabetik

Penulis

: Made Agustya Darmaputra Wesnawa. S.Ked

Tahun Terbit

: 2013

Tempat Terbit

: Denpasar, Bali

Judul Jurnal Pendukung 2

: Efektifitas Perawatan Luka Kaki Diabetik


Menggunakan Balutan Modern Di Rsup
Sanglah Denpasar Dan Klinik Dhalia Care

Penulis

: Dewi

Tahun Terbit

: 2013

Tempat Terbit

: Denpasar, Bali

Judul Jurnal Pendukung 3

: Maggot debridement therapy: a systematic


review

Penulis

: Shi E, Shofler D

Tahun Terbit

: 2014

Tempat Terbit

: UK

Judul Jurnal Pendukung 4

: Topical oxygen wound therapies for


chronic wounds: a review

Penulis

: Dissemond J, Krger K, Storck M, Risse A, Engels


P

Tahun Terbit

: 2015

Tempat Terbit

: Germany

Judul Jurnal Pendukung 5

: Use of collagenase ointment in conjunction


with negative pressure wound therapy in
the care of diabeticwounds: a case series of six
patients
27

Penulis

: Miller JD, Carter E, Hatch DC, Zhubrak


M, Giovinco NA, Armstrong DG

Tahun Terbit

: 2015

Tempat Terbit

: USA

Judul Jurnal Pendukung 6

: Economic outcomes among Medicare patients


receiving bioengineered cellular technologies
for treatment ofdiabetic foot ulcers

Penulis

: Rice JB, Desai U, Ristovska L, Cummings


AK, Birnbaum HG, Skornicki M, Margolis
DJ, Parsons NB

Tahun Terbit

: 2015

Tempat Terbit

: Boston, MA

Judul Jurnal Pendukung 7

: Management of Diabetic Foot Ulcers

Penulis

: Kleopatra Alexiadou, John Doupis

Tahun Terbit

: 2012

Tempat Terbit

: Greece

3.2 Metode Pencarian Jurnal


Setelah melihat tema yang telah diberikan yaitu perawatan luka, maka kami
mencari jurnal yang digunakan sebagai evidence based dengan menggunakan
metode PICO, berikut penjelasan mengenai PICO yang kami gunakan.
P

Patient Diabetes Mellitus

: Wound Care

To recovery wound

Setelah menentukan PICO, kami membuka http://pubmed.com/ untuk


masuk ke laman pubmed, kemudian kami memasukan kata kunci Wound care
AND Diabetes Mellitus, kami memilih pilihan search dan didapatkan 663 jurnal
kemudian setelah itu kami melakukan dua pembatasan dalam pencarian yaitu
pembatasan pertama pada pilihan text availability kami memilih free full text
dan untuk pembatasan yang kedua pada pilihan publication dates kami memilih 5
28

years, kemudian kami menekan tombol enter atau memilih pilihan search.
Setelah memilih pilihan search, ditemukan 175 jurnal. Selanjutnya kami
melakukan pemilihan jurnal dan setelah melakukan pemilihan, kami menemukan
satu jurnal yang menurut kelompok kami dapat menjadi jurnal utama untuk
membahas tema perawatan luka, judul jurnal tersebut adalah Literature Review
on The Management of Diabetic Foot Ulcer.
3.3 Hasil
Dalam jurnal ini, kami mencari artikel yang dipublikasikan antara 1 Maret
1980 dan 28 Juli 2014 di berikut lima database elektronik: PubMed, Science
Direct, Embase, Web of Science, dan Scopus, untuk bahasa Inggris dan artikel
bahasa non-Inggris dengan berikut kata kunci: "Diabetic Foot Ulcer",
"Amputation", "Wound Management","Debridement"," Advanced Dressing",
"Offloading Modalities", "Electrical Stimulation", "Negative Pressure Wound
Therapy","Bio-engineered Skin"," Growth Factors", dan "Foot Care" sebagai
judul subjek medis (MESH). Desain penelitian yang disertakan adalah percobaan
acak terkontrol, studi kasus-kontrol, studi kohort, studi terkontrol prospektif dan
retrospektif, studi crosssectional, dan studi review. Kami mencari bibliografi
untuk publikasi yang relevan untuk mengidentifikasi studi lainnya.
3.4 Analisa Hasil dan Pembahasan
Diabetes adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia yang dihasilkan dari adanya kelainan pada sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya. Hiperglikemia kronis diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ, terutama
mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. (American Diabetes
Association, 2013)
Pasien dengan diabetes mempunyai peluang besar mengalami ulkus
diabetik pada kaki atau sering disebut Diabetic Foot Ulcer (DFU). Ulkus
Kaki Diabetik merupakan Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi
diabetes yang paling signifikan, dan didefinisikan sebagai kaki yang terkena
koreng yang terkait dengan neuropati dan / atau perifer. Ulcus kaki diabetik

29

ini juga sering disebut Penyakit arteri ekstremitas bawah pada pasien dengan
diabetes. (kleopatra, dkk, 2012).
Untuk etiologic penyakit Diabetic Foot Ulcer ini sendiri bisa dilihat
dari skema berikut

Gambar 3. Etiologi terjadinya Diabetic Foot Ulcer


Perawatan luka saat ini yang sedang berkembang adalah perawatan
luka dengan lingkungan lembab. Proses perawatan luka yang menggunakan
prinsip lingkungan lembab dilakukan dikarenakan oleh beberapa factor, factor
tersebut meliputi fibrinolisi, angiogenesis, infeksi, percepatan pembentukan
sel aktif, pembentukan growth factor.
Dengan melihat adanya komplikasi dari penyakit diabetes mellitus,
yaitu diantaranya Diabetic Foot Ulcer (DFU) ini, maka di perlukan
menejemen luka untuk menurunkan, menghambat dan mencegah terjadinya
komplikasi seperti infeksi, gangrene, amputasi dan mencegah terjadinya
kematian. Menejemen luka ini dilakukan oleh tim multidisiplin untuk
mencapai hasil yang maksimal. Sebagai salah satu anggota dari tim
multidisiplin tersebut, seorang perawat professional memiliki tugas dan
tanggung jawab dalam hal menejemen luka Diabetic Foot Ulcer (DFU) yaitu
dengan melakukan tindakan perawatan luka, karena perawatan luka
merupakan aspek mandiri keperawatan.
Berdasarkan jurnal yang berjudul Literature Review on The
Management of Diabetic Foot Ulcer dijelaskan bahwa terdapat dua kategori
terapi dalam menejemen luka Diabeticum Foot Ulcer (DFU), yaitu terapi
30

utama dan terapi tambahan. Untuk terapi utama yang dapat diberikan adalah
dengan mengedukasi, mengkontrol kadar gula darah, teknik debridement,
perawatan luka, offloading, dan pembedahan. Sedangkan terapi tambahan
yang dapat diberikan adalah terapi oksigen hiperbarik (Hyperbaric oxygen
therapy), stimulasi dengan menggunakan listrik (Electrical Stimulation),
terapi luka dengan tekanan negative (Negative pressure wound therapy), Bioengineered skin dan factor pertumbuhan (Growth Factors). Terapi terapi
tersebut juga didukung dalam jurnal yang berjudul Management of Diabetic
Foot Ulcer, didalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa komplikasi serius
diabetes yang memperburuk kondisi pasien, sementara itu juga memiliki
dampak sosial ekonomi yang signifikan. Oleh karenak itu dibutuhkan suatu
menejemen untuk penderita Diabetic Foot Ulcer, terapi tersebut diantaranya
adalah debridement, off-loading, perawatan luka (dressing), Bio-engineered
skin subtitutes, protein matriks ekstraseluler (Extracellular Matrix Proteins),
Modulator MMP (MMP Modulators), terapi luka dengan tekanan negative
(Negative-Pressure Wound Therapy), oksigen hyperbaric (Hyperbaric
Oxygen).
Pemberian terapi tersebut disesuaikan oleh beberapa kriteria dari
berbagai terapi diatas. Untuk memperjelas setiap jenis terapi, maka dalam
pembahasan ini, akan dijelaskan mengenai masing - masing terapi.
Untuk terapi luka yang utama terdiri dari sebagai berikut
a. Edukasi : Program edukasi pada pasien DFU merupakan terapi yang
efektif sehingga dapat meningkatkan tingkat pencegahan hingga 50%.
Program pendidikan yang diberikan pada pasien perlu menekankan
tanggung jawab pasien untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
mereka. Topik pendidikan kesehatan yang dapat diberikan pada pasien
DFU ialah tentang faktor risiko dan pentingnya perawatan kaki, termasuk
kebutuhan untuk inspeksi-diri, pemantauan suhu kaki, kebersihan kaki
sehari-hari, dan penggunaan alas kaki yang tepat.
b. Pengontrolan Kadar Gula Darah : Pada pasien dengan DFU, kontrol
kadar gula darah merupakan faktor metabolik yang paling penting.
Bahkan, dilaporkan kurangnya pengendalian kadar gula darah adalah
penyebab utama dari DFU. Para peneliti menemukan bahwa pasien dengan

31

nilai-nilai gula darah > 220 mg / dL memiliki tingkat infeksi 2,7 kali lebih
tinggi. Kontrol gula darah yang buruk akan mempercepat terjadinya
Penyakit Arteri Peripheral (PAD). Untuk setiap kenaikan 1% HbA1C,
dapat terjadi peningkatan dari 25% - 28% dalam risiko relatif PAD, yang
merupakan penyebab utama dari DFU. Akan tetapi, sampai saat ini, tidak
ada RCT yang telah dilakukan untuk menentukan apakah kontrol kadar
gula darah baik dilakukan saat sudah munculnya ulkus yang semakin
berkembang.
c. Debridement : Debridement adalah teknik perawatan luka dengan cara
menghilangkan jaringan nekrotik, benda asing dan material infeksi dari
luka. Teknik ini dianggap sebagai langkah terapi yang mengarah pada
penutupan luka dan penurunan kemungkinan amputasi anggota tubuh pada
pasien dengan DFU. Debridement berfungsi untuk menurunkan jumlah
bakteri dan merangsang produksi faktor pertumbuhan lokal. Teknik ini
juga mengurangi tekanan, mengevaluasi luka, dan memfasilitasi proses
drainase

pada luka.

Ada beberapa

metode

debridement,

antara

lain surgical or sharp debridement, enzymatic debridement, autolytic


debridement, mechanical debridement, dan biological debridement (tabel
1).

Tabel 4. Metode metode teknik debridement


Berdasarkan jurnal yang berjudul Maggot debridement therapy: a
systematic review di jelaskan bahwa salah satu metode debridement yaitu
dengan agen biologis berupa larva lucilla serricata telah digunakan secara
32

luas di Inggris dalam situasi di masyarakat dan rumah sakit. Metode ini
mempromosikan penyembuhan luka dengan melakukan tiga proses kunci:
debridement, desinfeksi dan mempromosikan aktivitas pertumbuhan.

Gambar 4. debridement terapi larva / maggot therapy


Menurut jurnal pendukung yang berjudul Debridement Sebagai
Tatalaksana Ulkus Kaki Diabetik, surgical debridement merupakan gold
standard untuk penatalaksanaan luka kronis seperti ulkus kaki diabetik.
Keuntungan dari surgical debridement adalah dapat membuang jaringan
nekrotik dan kalus, menurukan tekanan, dapat melakukan inspeksi secara
luas pada ulkus, membantu drainase sekresi atau pus, membantu
optimalisasi efektifitas terapi topikal, serta menstimulasi penyembuhan.
Edmonds et al (2011) merekomendasikan surgical debridement secara
regular untuk membuang kalus dan jaringan nekrotik akan menurunkan
tekanan lokal dan memfasilitasi drainase dan stimulasi pembentukan
jaringan baru. Surgical debridement diperlukan untuk membuang jaringan
hiperkeratosis pada kaki diabetik untuk mengurangi tahanan pada luka
sehingga dapat mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut. Tindakan ini
harus dilakukan secara teliti untuk melindungi jaringan yang sehat, yaitu
dengan tampilan warna merah atau pink (jaringan granulasi). Dengan
menggunakan blade scalpel membentuk sudut 45 terhadap area operasi,
selanjutnya semua jaringan yang mati dibuang hingga jaringan dasar ulkus
33

yang sehat hingga membentuk cawan pada tepi luka. Adanya clotted
vessel, stringy fascia, dan tendon menandakan bahwa jaringan sudah tidak
layak dan harus dibuang. Teknik debridement harus diulang sesering
mungkin jika jaringan nekrotik baru terus terbentuk. Penggunaan teknik
debridement secara teratur (mingguan) dapat menyembuhkan luka lebih
cepat daripada yang kurang melakukan metode debridement.
d. Perawatan luka : Sebuah terobosan besar untuk manajemen DFU selama
dekade terakhir

adalah demonstrasi dressing baru. Idealnya, dressing

harus memberi keseimbangan kelembaban, penyerapan protease, stimulasi


faktor pertumbuhan, kegiatan antimikroba, permeabilitas oksigen, dan
kapasitas untuk mempromosikan debridement autolitik yang memfasilitasi
produksi jaringan granulasi dan proses re-epitelisasi.Selain itu, harus
memiliki waktu tindakan yang panjang, efisiensi yang tinggi, dan
meningkatkan pelepasan obat berkelanjutan dalam kasus terapi dari obat.
Pilihan dressing sebagian besar ditentukan oleh penyebab DFU, luka
lokasi, kedalaman, jumlah bekas luka atau slough, eksudat, kondisi margin
luka, adanya infeksi dan sakit, dan kemudahan untuk dibentuk sesuai
kebutuhan. Dressing untuk luka dapat dikategorikan sebagai pasif, aktif,
atau interaktif. Dressing pasif digunakan sebagai fungsi pelindung dan
untuk luka akut karena mereka menyerap jumlah yang wajar dari eksudat
dan memastikan perlindungan yang baik. Dressing aktif dan interaktif
mampu memodifikasi fisiologi luka dengan merangsang aktivitas selular
dan pelepasan faktor pertumbuhan.Selain itu, dressing digunakan untuk
luka kronis karena dressing mudah beradaptasi dengan luka dan
mempertahankan lingkungan lembab yang dapat merangsang proses
penyembuhan. kategori utama dressing yang digunakan untuk Diabetic
Foot Ulcer adalah sebagai berikut: film, hidrogel, hidrokoloid, alginat,
busa, hidrocoloid (Tabel 2).

34

Tabel 5. Macam macam dressing


Dalam hal pemilihan dressing maka skema dibawah ini dapat
mempermudah dalam hal pemilihan dikarenakan berdasarkan dasar pada
luka.

Gambar 5. Klasifikasi jenis dressing yang berbeda biasanya digunakan


dalam pengobatan ulkus kaki diabetic

35

Gambar 6. Advanced Dressing


e. Pembedahan : Pembedahan kaki diabetes memainkan peran penting dalam
pencegahan dan pengelolaan DFU, dan telah terjadi peningkatan selama 2
dekade terakhir . Secara umum, operasi untuk penyembuhan DFU
termasuk operasi kaki nonvascular, operasi pada pembuluh darah kaki, dan
dalam beberapakasus amputasi. Operasi kaki nonvascular dibagi menjadi
beberapa pilihan, profilaksis, kuratif, dan muncul operasi yang bertujuan
untuk memperbaiki kelainan yang meningkatkan tekanan plantar .
Sedangkan

tujuan

utama

dari

manajemen

DFU

berfokus

pada

penyelamatan ekstremitas. Keputusan untuk memilih amputasi bersifat


individual dan multifaktorial untuk mencocokkan gaya hidup pasien,
kesehatan, komorbiditas fisik, dan psikologis. Ada beberapa metode
pembedahan yang dapat digunakan, diantaranya adalah

elective,

Prophylactic, curative, emergent.


Untuk terapi luka yang tambahan terdiri dari sebagai berikut
a. Terapi Oksigen Hiperbarik (Hyperbaric Oxygen Therapy) : Terapi
oksigen hiperbarik merupakan terapi yang menjanjikan dalam
pengobatan kasus serius DFU yang tidak mengalami perbaikan, yang
resisten terhadap metode terapi lain. Terapi ini melibatkan
penggunaan oksigen100%, biasanya terapi ini dilakukan dalam satu
hari. Menurut jurnal yang berjudul Topical oxygen wound therapies
for chronic wounds: a review. dijelaskan bahwa luka kronis adalah
masalah yang meningkat dalam populasi lansia dan dapat timbul
dalam berbagai cara. Selama dekade terakhir ini telah menjadi jelas
bahwa pasokan oksigen yang cukup merupakan faktor penting dari
penyembuhan luka yang tepat. Defisit oksigen berkelanjutan memiliki
36

dampak merugikan pada penyembuhan luka, terutama untuk pasien


dengan luka kronis. Dalam beberapa tahun terakhir beberapa
pendekatan terapi baru yang berbeda untuk terapi oksigen topikal
telah dikembangkan untuk mendukung penyembuhan luka. Terapi ini
diklasifikasikan kedalam satu dari empat kategori: (1) pengiriman
oksigen murni baik di bawah tekanan atau (2) kondisi kamar, (3) rilis
kimia oksigen melalui reaksi enzimatik atau (4) peningkatan oksigen
oleh

difasilitasi

difusi

menggunakan

oksigen

mengikat

dan

melepaskan molekul.
b. Stimulasi Listrik (Electrical Stimulation) : Stimulasi listrik ini
merupakan terapi tambahan untuk penyembuhan DFU

dalam

berbagai literatur terbaru. Berdasarkan tinjauan literatur, disarankan


agar stimulasi listrik ini bisa memperbaiki kekurangan umum yang
telah terkait dengan penyembuhan luka

DFU, seperti kurangnya

aliran darah, infeksi, dan tanggapan kekurangan dalam tingkat seluler.


Terapi ini memiliki beberapa kelebihan, beberapa kelebihan tersebut
diantaranya adalah aman, murah, dan merupakan intervensi sederhana
untuk meningkatkan penyembuhan luka pada pasien dengan DFU.
c. Terapi Luka dengan Tekanan Negative (Negative Pressure Wound
Therapy) : Terapi luka dengan tekanan negative adalah system
penutupan

luka

noninvasif

yang

menggunakan

mekasnisme

pengontrolan tekanan negatif lokal untuk membantu menyembuhkan


luka kronis dan akut. Sistem ini menggunakan busa poliuretan atau
polivinil alkohol yang bebas latex dan steril dipasang di samping
tempat tidur dengan ukuran yang sesuai untuk setiap luka, dan
kemudian ditutup dengan tirai perekat untuk membuat penutup kedap
udara. Tekanan negative yang paling umum diganakan adalah 80-125
mmHg, baik terus menerus atau dalam suatu siklus.Cairan disedot dari
luka dikumpulkan dalam unit kontrol. Terapi ini dapat menghilangkan
edema

dan

eksudat

kronik,

mengurangi

kolonisasi

bakteri,

meningkatkan pembentukan pembuluh darah baru, meningkatkan


proliferasi sel, dan meningkatkan oksigenasi luka akibat kekuatan
mekanik terapan. Munurut jurnal yang berjudul Use of collagenase
37

ointment in conjunction with negative pressure wound therapy in


the care of diabeticwounds: a case series of six patients dijelaskan
bahwa

aplikasi

dari

terapi

ini

muncul

untuk

mempercepat

penyembuhan luka dengan membersihkan jaringan fibrosa degeneratif


dan mempercepat granulasi luka tanpa komplikasi tambahan. Akan
tetapi tidak semua pasien dapat mencapai kesembuhan secara penuh.
Kesembuhan yang tidak penuh tersebut dikarenakan komorbiditas
alami yang dialami oleh pasien.
d. Bio-engineered skin : Bio-engineered skin (BES) merupakan terapi
baru untuk mengobati DFU. Metode ini menggantikan lingkungan
luka yang mengalami degradasi dan merusak matriks ekstra selular
dengan pengenalan matriks bahan tanah baru dengan komponen
seluler untuk memulai penyembuhan lintasan baru. Saat ini, terdapat
tiga jenis produk bioengineer yang telah disetujui di Amerika Serikat
yang tersedia untuk penyembuhan luka pada DFU diantaranya Derma
graft (Advanced Bio healing Inc., La Jolla, CA), Apligraf
(Organogenesis Inc., Canton, Mass), and, more recently, Oasis (Cook
Biotech, West Lafayette, IN) dan berbagai penelitian RCT lain yang
menunjukkan keberhasilan pada penyembuhan luka pada DFU.
Berdasarkan jurnal yang berjudul Economic outcomes among
Medicare patients receiving bioengineered cellular technologies for
treatment ofdiabetic foot ulcers dikemukakan bahwa untuk menilai
pemanfaatan layanan medis dunia nyata dan biaya yang terkait pasien
Medicare dengan ulkus kaki diabetik (UKD) diobati dengan
Apligraf * (Novartis AG, bilayered living cellular construct
(BLCC)) atau Dermagraft * (Organogenesis Inc, human fibroblastderived dermal substitute (HFDS)) dibandingkan dengan mereka yang
menerima perawatan konvensional atau conventional care (CC). Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan BLCC dan HFDS
untuk pengobatan DFU dapat menurunkan biaya kesehatan secara
keseluruhan melalui pengurangan pemanfaatan layanan kesehatan
mahal.

38

e. Faktor Pertumbuhan (Growth Factors) : DFU telah menunjukkan


manfaat dari faktor pertumbuhan (GFS) seperti faktor pertumbuhan
yang berasal platelet (PDGF), faktor pertumbuhan fibroblast, faktor
pertumbuhan endotel vaskular, faktor pertumbuhan insulin-like (IGF1,
IGF2), dan faktor pertumbuhan epidermal. Di antara GFS tersebut,
hanya rekombinan PDGF manusia (rhPDGF) (becaplermin atau
Regranex), yang merupakan hydrogel yang berisi 0,01% dari PDGFBB (rhPDGF-BB), memiliki menunjukkan peningkatan penyembuhan
jika dibandingkan dengan kontrol di sejumlah uji klinis dan telah
menunjukkan cukup keuntungan perbaikan DFU untuk mendapatkan
persetujuan Food and Drug Administration (FDA).
Untuk implementasi di Indonesia sendiri dijelaskan dalam sebuah jurnal
yang berjudul Efektivitas Perawatan Luka Kaki Diabetik Menggunakan Balutan
Modern di RSUP Sanglah Denpasar dan Klinik Dhalia Care. Penggunaan
balutan modern atau yang disebut moist wound healing telah digunakan
dibeberapa rumah sakit di Indonesia. Dengan seiringnya perkembangan
pengetahuan dalam bidang kesehatan, dari hasil penelitian terdapat perbedaan
yang signifikan antara perawatan luka dengan menggunakan balutan modern dan
balutan konvesional.
Sebelum mengenal balutan modern,
lama atau disebut

manajemen perawatan luka yang

juga dengan metode konvensional di mana hanya

membersihkan luka dengan normal salin atau larutan NaCl 0,9% dan ditambahkan
dengan providone iodine, kemudian ditutup dengan kassa kering. Tujuan dari
balutan konvensional ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi. Akan tetapi
metode konvensional yang digunakan menyebabkan rasa tidak nyaman pada
pasien dikarenakan kassa kering yang menepel pada pasien menimbulkan rasa
sakit. Setelah mengenal adanya metode balutan modern atau manajemen luka
dengan lingkungan yang lembab, beberapa penelitian membuktikan bahwa
balutan modern lebih efekif dibandingkan balutan kassa (metode konvensional),
hasil dari penelitian tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi luka (luas, kedalaman
luka, dan lama perawatan luka) dan standar biaya perawatan yang ditetapkan.

39

Pasien diabetes dengan riwayat ulkus disarankan untuk melakukan


perawatan dan penilaian kaki serta konsultasi vaskular jika dicurigai adanya
penyakit arteri perifer setiap 1-2 bulan oleh dokter spesialis bedah dan penyakit
dalam. Penilaian dan tatalaksana jangka panjang yang dilakukan meliputi
debridement secara regular dari kalus atau jaringan nekrotik untuk mengurangi
tekanan dan risiko ulkus kaki. Kontrol gula yang ketat, pemantauan status
vaskular dan neurologi, serta penggunaan alas kaki yang sesuai akan menurunkan
risiko kelanjutan ulkus kaki diabetik pada pasien yang berisiko tinggi ini.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

40

Pasien dengan diabetes mempunyai peluang besar mengalami ulkus diabetik

pada kaki atau sering disebut Diabetic Foot Ulcer (DFU).


Perawatan luka saat ini yang sedang berkembang adalah perawatan luka
dengan lingkungan lembab (moist). Proses ini menggunakan prinsip
lingkungan lembab dan dilakukan karena memiliki beberapa keuntungan
yaitu, meliputi fibrinolisi, angiogenesis, infeksi, percepatan pembentukan sel

aktif, pembentukan growth factor.


Ada dua kategori terapi dalam menejemen luka Diabeticum Foot Ulcer
(DFU), yaitu terapi utama (mengedukasi, mengkontrol kadar gula darah,
teknik debridement, perawatan luka, off loading, dan pembedahan ) dan terapi
tambahan (terapioksigen hiperbarik (Hyperbaric oxygen therapy), stimulasi
dengan menggunakan listrik (Electrical Stimulation), terapi luka dengan
tekanan negative (Negative pressure wound therapy), Bio-engineered skin dan

factor pertumbuhan (Growth Factors)


Manajemen luka dengan lingkungan yang lembab lebih efekif dibandingkan
balutan kassa (metode konvensional), hasil dari penelitian tersebut juga
dipengaruhi oleh kondisi luka (luas, kedalaman luka, dan lama perawatan
luka).

4.2 Saran
1 Pasien
a) Melakukan perawatan terhadap dirinya (luka).
b) Menjaga kebersihan daerah luka.
c) Konsultasi vaskular jika dicurigai adanya penyakit arteri perifer setiap
1-2 bulan oleh dokter spesialis bedah dan penyakit dalam.
2 Keluarga
a) Mendampingi pasien.
b) Membantu pasien dalam melakukan perawatan.
c) Mengingatkan pasien untuk pengobatan dan kebesihan daerah luka.
3 Perawat
a) Melakukan kontrol secara rutin/ berkala kepada pasien penderita
Diabetic Foot Ulcer (DFU).
b) Memberikan informasi dan wawasan kepada pasien mengenai penyakit
diabetes mellitus dengan komplikasi ulkus diabetik pada kaki atau
Diabetic Foot Ulcer (DFU) serta perawatan yang tepat.
c) Menjaga kondisi luka pasien tetap bersih.

41

4.3 Implikasi Keperawatan


Implikasi keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
1. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat- obatan untuk menangani
2.
3.
4.
5.

Diabetic Foot Ulcer (DFU).


Melakukan perawatan luka yang tepat.
Melakukan pengawasan terhadap penggunaan obat- obatan.
Mengedukasi serta memonitor kondisi luka pasien.
Mengedukasi pasien atau anggota keluarga lain untuk menjaga kebersihan

lingkungan pasien.
6. Mendampingi pasien untuk tetap mengontrol kondisi luka secara berkala.
7. Mengedukasi keluarga supaya selalu memberikan dukungan kepada pasien
untuk proses penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Alexiadou, K, dkk. 2012. Management of Diabetic Foot Ulcers. Diabetes Ther:


(2012): 3:4.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, (2013), Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas 2013), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Cummings, AK., DKK. 2015. Economic outcomes among Medicare patients
receiving bioengineered cellular technologies for treatment ofdiabetic
foot ulcers. J Med Econ.: (2015):1-18.

42

Damayanti, S. 2013. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Self


Managemen pada Pasien Diabetes Melitus di Rumah Sakit. Bandung :
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Dewi . (2013). Efektivitas Perawatan Luka Kaki Diabetik Menggunakan Balutan
Modern di RSUP SANGLAH DENPASAR dan KLINIK DHALIA CARE.
Bali : Universitas Udayana.
E. Shi, dkk. 2014. Maggot debridement therapy: a systematic review. Community
Nurs. 2014 Dec;Suppl Wound Care:S6-13. doi: 10.12968/bjcn.2014.19.Sup

12 .S6.
http://care.diabetesjournals.org/content/36/Supplement_1/S67.short di akses pada
tanggal 03 April 2015 pukul 23.27
http://www.diabetetes.org. American Diabetes Association di akses pada 3 april
2015 pukul 11.15
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-nurulagriy-5372-2babiir-1.pdf diakses pada tanggal 26 Maret 2015 pukul 22.40
http://www.idf.org/diabetesatlas/update-2014 di akses pada tanggal 25 Maret
pukul 14.30
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/02.%20Perawatan%20Ulkus%20Diabetes.pdf
Di akses pada hari Kamis, 26 Maret 2015 pukul 16.00
http://www.pps.unud.ac.id/disertasi/pdf_thesis/unud-89-375372713 isi
%20disertasi.pdf diakses pada tanggal 26 Maret 2015 pukul 22.45
http://www.pps.unud.ac.id/disertasi/pdf_thesis/unud-89-375372713-isi%20disertasi.pdf

di akses pada tanggal 03 April 2015 pukul 23.27


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/ di akses pada tanggal 25
Maret pukul 14.00
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/ di akses pada tanggal 25
Maret pukul 14.10

43

J. Dissemond, dkk. 2015. Topical oxygen wound therapies for chronic wounds: a
review. J Wound Care. 2015 Feb: 24(2):53-4.
JD. Miller, dkk. 2015. Use of collagenase ointment in conjunction with negative
pressure wound therapy in the care of diabeticwounds: a case series of six
patients. Diabet Foot Ankle: (2015): 6:24999.
Mendes, JJ, Neves, J.2012 Diabetic Foot Infections: Current Diagnosis and
Treatment, The Journal of Diabetic FootComplications, 2012; Volume 4,
Issue 2, No. 1, Pages 26-45 All rights reserved
Sinaga, Meidina, dkk. (2012). Jurnal Penggunaan Bahan Pada Perawatan Luka.
Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara
Wesnawa, Made Agustya Darmaputra. 2013. DEBRIDEMENT SEBAGAI
TATALAKSANA ULKUS KAKI DIABETIK. Bali : Universitas Udayana
Yazdanpanah, L. dkk. 2015. Literature review on the management of diabetic foot
ulcer. World J Diabetes 2015 February 15; 6(1): 37-53.
Yaturu, S. 2011 Obesity and type 2 diabetes. Journal of Diabetes Mellitus.
Vol.1.No.4 November 2011

44

Anda mungkin juga menyukai