Anda di halaman 1dari 127

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN

MOTIVASI SEMBUH PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG


ANGGREK RSUD KABUPATEN SUMEDANG
TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) pada
Jurusan Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Sebelas April Sumedang

Nama : AHMAD HARUN ALRASYID


NPM : 1210105073

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

YAYASAN PENDIDIKAN SEBELAS APRIL SUMEDANG

2016
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Skripsi, Agustus 2016

Ahmad Harun Alrasyid

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN


MOTIVASI SEMBUH PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG
ANGGREK RSUD SUMEDANG TAHUN 2016

XV + 84 halaman + 10 tabel + 2 gambar + 6 lampiran

ABSTRAK

Banyak persoalan muncul ketika seseorang menderita penyakit tertentu tetapi


tidak memiliki motivasi untuk sembuh terhadap dirinya sendiri. Hambatan ini
terjadi karena kurangnya dukungan dari lingkungan pasien. Kemampuan
komunikasi terapeutik perawat dapat memberikan dukungan dan semangat serta
informasi yang menjadi jalan keluar positif bagi pasien untuk menerima keadaan
yang dialami dan mampu mengadakan perubahan yang dapat meningkatkan
kesehatan pasien.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik
perawat dengan motivasi sembuh pasien rawat inap di ruang Anggrek RSUD
Sumedang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Adapun subyek
penelitian ini adalah pasien rawat inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang
sebanyak 68 responden, dengan cara accidential sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunkan kuesioner yang di isi oleh
responden dan juga lembar observasi. Analisis data melalui dua tahapan, yaitu
univariat untuk melihat distribusi frekuensi, dan bivariat untuk melihat hubungan
(chi Square).
Hasil uji statistik menujukan bahwa ada hubungan yang signifikan yaitu
komunikasi terapeutik perawat dari aspek kesejatian perawat terhadap motivasi
sembuh pada pasien dengan nilai ( P-Value 0,008 < 0,05 ). Empati perawat
terhadap motivasi sembuh pada pasien dengan nilai ( P-Value 0,025 < 0,05).
Respek/hormat perawat terhadap motivasi sembuh pada pasien dengan nilai ( P-
Value 0,005 < 0,05). Dan konkret perawat terhadap motivasi sembuh pada pasien
dengan nilai ( P-Value 0,017 < 0,05).
Disarankan Perawat untuk tetap mempertahankan komunikasi terapeutik yang
sudah terjalin, baik komunikasi terapeutik secara verbal maupun non verbal agar
tetap tercipta hubungan yang benar-benar terapeutik antara perawat dan pasien
sehingga tercipta keterbukaan yang bisa memotivasi pasien untuk segera sembuh
dari penyakitnya.

Kata Kunci : kuantitatif, komunikasi terapeutik, motivasi Sembuh


Daftar Pustaka : 32 (2006-2013)
INSTITUTE OF HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF NURSING

Skripsi, August 2016

Ahmad Harun Alrasyid

THERAPEUTIC NURSE COMMUNICATION LINK WITH THE


MOTIVATION TO RECOVER IN HOSPITALIZED PATIENTS IN THE
GENERAL HOSPITAL ORCHIDS SUMEDANG 2016

XV + 84 pages + 10 tables + 2 pictures + 6 attachments

ABSTRACT

Many problems arise when a person suffers from a particular disease but do not have
the motivation to recover against itself. This bottleneck occurs because of lack of
support from the patient's environment. Therapeutic communication skills nurses can
provide support and encouragement as well as the information becomes a positive
outlet for patients to receive state is experienced and able to make changes that can
improve the health of patients.
The purpose of the study was to determine the relationship of therapeutic
communication nurse with motivation to recover inpatients in hospitals Orchid room
Sumedang. This research is a quantitative research. The subject of this study are in-
patients at hospitals Orchid room Sumedang many as 68 respondents, by way of
accidential sampling.
The data collection is done by using questionnaires filled out by respondents and
observation sheet. Analysis of data through two phases, namely univariate to see the
frequency distribution and bivariate to see the relationship (chi square).
Statistical test results addressed that there is a significant relationship is communication
therapeutic nurse of authenticity aspects of nurses to recover motivation in patients
with grades (P-Value 0.008 <0.05). Empathy nurse to recover motivation in patients with
grades (P-Value 0.025 <0.05). Respect / reverence nurses to recover motivation in
patients with grades (P-Value 0.005 <0.05). And concrete motivation of nurses to heal in
patients with grades (P-Value 0.017 <0.05).
Nurses are advised to maintain therapeutic communication that has been established,
therapeutic communication both verbal and non-verbal it creates a relationship that
really therapeutic between nurses and patients so as to create openness that can
motivate the patient to be cured of his illness.

Keywords: quantitative, therapeutic communication, motivation cured


Bibliography: 32 (2006-2013)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan

rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

“HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN

MOTIVASI SEMBUH PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG

ANGGREK RSUD SUMEDANG TAHUN 2016” ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari dalam menyusun sebuah skripsi yang baik dan benar

tidaklah mudah. Hambatan dan rintangan silih berganti menghampiri mencoba

mematahkan semangat. Akhirnya hanya dengan ketabahan hati dan dukungan dari

berbagai pihak penyusunan skripsi ini dapat di selesaikan.

Banyak pihak yang secara langsung dan tidak langsung berperan dalam

penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Bapak H. Hilman Taufik WS.,dr.,M.Kes., selaku Ketua STIKES Sebelas

April Sumedang.

2. Bapak H. Sutisna, SKM.,M.Si. selaku Pembantu Ketua I STIKES Sebelas

April Sumedang.

3. Ibu Hj. Karwati, S.Kep,.Ners M.Kep selaku kaprodi keperawatan di

STIKES Sebelas April Sumedang.


4. Bapak Burdahyat, S.KM.,M.Kep. selaku pembimbing utama yang telah

memberikan bimbingan, arahan, saran dan kritik yang membangun hingga

terselesaikannya skripsi ini.

5. Yanto Rohyadi, S.Kep.,Ners. Selaku pembimbing pendamping yang telah

memberikan bimbingan dan selalu mengingatkan cara penyusunan skripsi

yang baik dan benar.

6. Direktur RSUD Sumedang yang telah memberikan izin tempat untuk

penelitian.

7. Direktur RSUD Cibabat Cimahi yang telah memberikan izin untuk uji

validitas.

8. Kedua orangtua yang selalu memberikan dukungan moral maupun materil.

9. Teman- teman seangkatan tahun 2012 Program Studi S-1 Keperawatan

terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dan saran-sarannya.

Akhir kata semoga Allah berkenan memberikan balasan yang berlipat

ganda atas segala bantuannya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat

bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Sumedang, Agustus 2016

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................ i

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

ABSTRACT .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………..... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 8

1.3 Tujuan ................................................................................ 8

1.3.1 Tujuan Umum ......................................................... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................ 9

1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………….. 9

1.4.1 Manfaat Praktis …………………………………… 9

1.4.2 Manfaat Teoritis ………………………………….. 10


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………. 11

2.1 Motivasi Sembuh ............................................................. 11

2.1.1 Pengertian Motivasi .............................................. 11

2.1.2 Unsur-Unsur Motivasi ........................................... 13

2.1.3 Jenis Motivasi ....................................................... 13

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Motivasi ................... 17

2.1.5 Kesembuhan atau Kesehatan ................................ 21

2.1.6 Aspek-Aspek Motivasi Kesembuhan .................... 22

2.2 Komunikasi Terapeutik …………………………………. 23

2.2.1 Pengertian Komunikasi ………………………….. 23

2.2.2 Komunikasi Antar Pribadi ………………………. 25

2.2.3 Pengertian Komunikasi Terapeutik ……………… 32

2.2.4 Tujuan dari Komunikasi Terapeutik …………….. 33

2.2.5 Karakteristik Komunikasi Terapeutik …………… 34

2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

Terapeutik ............................................................. 36

2.2.7 Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik …………. 38

2.2.8 Sikap Perawat Dalam Komunikasi Terapeutik ….. 39

2.2.9 Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien … 40

2.3 Kerangka Teori ………………………………………….. 43


BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN …………………………….. 44

3.1 Metode Penelitian ............................................................... 44

3.1.1 Rancangan Penelitian .............................................. 44

3.1.2 Paradigma Penelitian ............................................... 44

3.1.3 Hipotesis Penelitian ................................................. 45

3.1.4 Variabel Penelitian .................................................. 46

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................... 48

3.2.1 Populasi ................................................................... 48

3.2.2 Sampel ……………………………………………. 49

3.3 Pengumpulan Data ............................................................. 51

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data ...................................... 51

3.3.2 Instrumen Penelitian ……………………………… 51

3.3.3 Uji Validitas dan Reliabilitas .................................. 54

3.4 Prosedur Penelitian ............................................................ 57

3.5 Pengolahan dan Analisa Data ............................................. 58

3.5.1 Pengolahan Data .................................................... 58

3.5.2 Analisa Data ............................................................ 59

3.6 Etika Penelitian .................................................................. 61

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................. 62


BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………....... 63

4.1 Hasil Penelitian …………..... ............................................. 63

4.1.1 Analisa Univariat .................................................... 63

4.1.2 Analisa Bivariat ....................................................... 66

4.2 Pembahasan ........................................................................ 70

4.2.1 Gambaran Komunikasi Terapeutik Perawat ........... 70

4.2.2 Gambaran Motivasi Sembuh Pasien ....................... 72

4.2.3 Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat

Dengan Motivasi Sembuh Pasien ........................... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 82

5.1 Kesimpulan ........................................................................ 82

5.2 Saran ................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian .......................................................... 47

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kesejatian Perawat Pada Pasien di Ruang

Anggrek RSUD Sumedang Tahun 2016……………………………. 63

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Empati Perawat Pada Pasien di Ruang

Anggrek RSUD Sumedang Tahun 2016…………………………….. 64

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Respek atau Hormat Perawat Pada Pasien di

Ruang Anggrek RSUD Sumedang Tahun 2016 …………………… 64

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Konkret Perawat Pada Pasien di Ruang

Anggrek RSUD Sumedang Tahun 2016……………………………. 65

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Motivasi Sembuh Pada Pasien di Ruang

Anggrek RSUD Sumedang Tahun 2016…………………………….. 65

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Hubungan Kesejatian Perawat dengan Motivasi

Sembuh Pasien di Ruang Anggrek RSUD Sumedang Tahun

2016…………………………………………………………………. 66

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Hubungan Empati Perawat dengan Motivasi

Sembuh pada Pasien di Ruang Anggrek RSUD Sumdang Tahun

2016…………………………………………………………………. 67

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Hubungan Respek/Hormat Perawat dengan Motivasi


Sembuh pada Pasien di Ruang Anggrek RSUD Sumedang Tahun
2016…………………………………………………………………. 68
Tabel 4.9 Tabulasi Silang Hubungan Konkret Perawat dengan Motivasi Sembuh
pada Pasien di Ruang Anggrek RSUD Sumedang Tahun
2016…………………………………………………………………. 69
DAFTAR GAMBAR

Bagan 2.1 Kerangka Teori menurut Mukhripah ................................................. 43

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian.............................................................. 45


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Informasi Menjadi Responden

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian

Lampiran 4 Uji Validitas dan Reabilitas

Lampiran 5 Analisis Univariat dan Bivariat

Lampiran 6 Format Bimbingan Skripsi


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan adalah sebuah bentuk pelayanan professional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Pelaksanaannya

berdasar pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk bio-psikososial-

medic-spiritual yang komprehensif, ditunjukkan pada individu, keluarga

dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup proses

kehidupan manusia (Effendi dalam Kurniawan, 2011).

Layanan keperawatan yang bermutu adalah layanan keperawatan

yang senantiasa berupaya memenuhi harapan klien sehingga klien akan

selalu puas terhadap pelayanan yang diberikan perawat. Pendekatan

jaminan mutu pelayanan keperawatan mengutamakan keluaran (outcome)

layanan keperawatan atau apa yang akan dihasilkan atau diakibatkan oleh

layanan keperawatan. Hasil layanan yang bermutu hanya mungkin

dihasilkan oleh pekerjaan yang benar. Dengan demikian klien akan selalu

berada dalam lingkungan organisasi layanan keperawatan yang terbaik

karena segala kebutuhan kesehatan dan penyakit klien tersebut sangat

diperhatikan dan kemudian dilayani dalam layanan kesehatan dengan mutu

terbaik (Efendi dalam Kurniawan, 2011).


Memasuki era globalisasi, berbagai pelayanan kesehatan termasuk

rumah sakit dituntut untuk lebih meningkatkan profesionalisme kerja dan

mutu pelayanan kesehatan yang berujung pada motivasi untuk sembuh

pada klien. Keberhasilan pelayanan kesehatan dalam asuhan keperawatan

diantaranya dapat diukur dari cepatnya kesembuhan klien, menurunnya

kecemasan klien, dan meningkatnya kepuasan klien akan pelayanan

kesehatan. Pasien yang sedang sakit memerlukan sugesti dan penyemangat

dari perawat (Kurniawan,2011).

Motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam

diri seseorang yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan

tingkah lakunya. Pada dasarnya, motivasi merupakan pengertian yang

melingkupi penggerak, alasan-alasan atau dorongan dalam diri manusialah

yang menyebabkan manusia itu berbuat sesuatu. Semua tingkah laku

manusia pada hakikatnya mempunyai motif. Juga tingkah laku yang

disebut tingkah laku secara refleks dan yang berlangsung secara otomatis

mempunyai maksud tertentu (Sobur, 2008).

Motivasi akan mampu mempengaruhi kesembuhan pasien, karena

dengan adanya motivasi pasien akan mau melakukan pengobatan. motivasi

merupakan istilah yang lebih umum yang menunjuk pada seluruh proses

gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam

diri individu, tingkah laku yang ditimbulkannya dan tujuan atau akhir

darigerakan atau perbuatan pasien yang dinyatakan dokter menderita


penyakit tertentu, jika tidak didukung adanya motivasi untuk sembuh dari

diri pasien tersebut dipastikan akan menghambat proses kesembuhan

(Sobur 2008).

Motivasi untuk sembuh menjadi suatu kekuatan yang berasal dari

dalam diri pasien yang mendorong perilaku menuju kesembuhan yang

ingin dicapai. Banyak persoalan timbul ketika seseorang menderita

penyakit tertentu tidak memiliki motivasi bagi kesembuhannya sendiri.

Hambatan ini mungkin terjadi karena sebagian besar kurangnya dukungan

dari lingkungan yang ada pada dirinya. Pasien sangat membutuhkan

banyak dukungan dan bantuan dari diri orang lain yang ada disekitarnya,

dukungan informasi sangat diperlukan bagi pasien untuk mendapatkan

petunjuk dan informasi yang dibutuhkan (Smet dalam Munandar 2007).

Tujuan utama pasien masuk rumah sakit adalah mencapai

kesembuhan, namun demikian terdapat beberapa pasien yang mempunyai

motivasi sembuh yang rendah. Rendahnya motivasi sembuh oleh pasien

tersebut ditunjukkan dengan penolakan pasien dalam menerima

pengobatan dari tim medis. Pasien melepas sendiri infus yang melekat

pada tubuhnya atau menolak pemberian obat yang dilakukan oleh tim

medis. Pasien yang melakukan hal ini biasanya setelah mengetahui tentang

penyakitnya yang susah untuk disembuhkan atau pasien tua yang tidak

ingin menambah beban keluarga dan selalu merepotkan. Sehingga pilihan

untuk menghadapi kematian dianggapkan sebagai jalan yang terbaik.

Kecemasan adalah satu perasaan subjektif yang dialami seseorang


terutama oleh adanya pengalaman baru, termasuk pada pasien yang akan

mengalami tindakan invasif seperti pembedahan, pasien mengalami cemas

karena hospitalisasi, pemeriksaan dan prosedur tindakan medik yang

menyebabkan perasaan tidak nyaman ( Rawling dalam Setiawan dan

Tanjung, 2010).

Keadaan pikiran pasien sangat berpengaruh untuk dapat

menghambat atau mendorong kesembuhan pasien dari penyakit. Begitu

pula adanya motivasi mampu mempengaruhi kesembuhan pasien, karena

dengan adanya motivasi pasien akan mau melakukan pengobatan.

Motivasi untuk sembuh menjadi suatu kekuatan yang berasal dari dalam

diri pasien yang mendorong perilaku untuk sembuh yang ingin di capai.

Banyak persoalan timbul ketika seseorang menderita penyakit tertentu

tidak memiliki motivasi untuk kesembuhannya sendiri, hambatan ini

mungkin terjadi karena sebagian besar kurangnya dukungan dari

lingkungan pada dirinya. Motivasi dengan intensitas yang cukup akan

memberikan arah pada individu untuk melakukan sesuatu secara tekun dan

kontinyu (Rachmawati dan Turniani, 2006).

Pasien sangat membutuhkan banyak dukungan dan bantuan dari

diri orang lain yang ada di sekitarnya, dukungan informasi sangat

diperlukan bagi pasien untuk mendapatkan petunjuk informasi yang

dibutuhkan. Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan

atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh

keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai


manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima (Rachmawati

dan Turniani, 2006).

Pasien akan dapat termotivasi apabila didukung dengan

kepercayaan pasien terhadap perawat. Dalam memulai hubungan tugas

utama perawat adalah penerimaan dan pengertian, komunikasi yang

terbuka, perumusan kontrak dengan klien dan membina hubungan saling

percaya klien terhadap perawat. Terbinanya hubungan percaya (trust)

merupakan media dalam mengembangkan hubungan antara perawat dan

klien maupun keluarga untuk melakukan suatu tindakan penolongan yang

nyaman bagi klien (Istiyanto,2008)

Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi atau proses

yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti, pada profesi

keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan

metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan

(Taylor,dkk dalam Mukhripah 2010).

Ruesch (Rakhmat, 2007), menyatakan bahwa komunikasi

therapeutic atau therapeutic communication adalah suatu metode dimana

seorang perawat mengarahkan komunikasi begitu rupa sehingga pasien

diharapkan pada situasi dan pertukaran peran yang dapat menimbulkan

hubungan sosial yang bermanfaat.

Kemampuan komunikasi terapeutik perawat dapat

mengembangkan hubungan dengan pasien yang dapat meningkatkan

pemahaman manusia sebagai manusia seutuhnya. proses ini meliputi


kemampuan khusus, karena perawat harus memperhatikan pada berbagai

interaksi dan tingkah laku non verbal. Dengan itu dimensi respons yang

harus dimiliki perawat yaitu kesejatian, empati, respek/hormat dan konkret

(Mukhripah, 2010).

Perawat yang terapeutik berarti dalam melakukan interaksi dengan

klien, interaksinya tersebut memfasilitasi proses penyembuhan

(Mukhripah, 2010).

Perawat dilihat sebagai sumber dengan kredibilitas tinggi. Dalam

hal ini upaya dilakukan oleh perawat yang berada disekitar pasien untuk

memberikan dukungan dan semangat serta informasi dapat menjadi jalan

keluar yang positif bagi pasien untuk menerima dengan tenang dan berani

atas beban penderitaan yang dialami. Tetapi untuk perawat, komunikasi

teraupetik adalah suatu kewajiban. Hal ini berkaitan dengan tugas perawat

itu sendiri (Nurjannah, 2008).

Berdasarkan hasil wawancara sebelum penelitian yang dilakukan

oleh peneliti terhadap petugas di ruang Anggrek di RSUD Sumedang, di

dalam ruangan terdapat 32 orang pasien rawat inap. Beberapa pasien

berobat dengan menggunakan fasilitas jaminan kesehatan. Wawancara

dilakukan pada tanggal 29 Maret 2016, Peneliti memfokuskan tempat

penelitian di RSUD Sumedang yaitu di Ruang Anggrek, karena di Ruang

Anggrek dengan lama di rawat pasien rata-ratanya adalah 4 hari

sedangkan di ruang yang lain rata-rata nya adalah 3 hari.


Adapun menurut hasil studi pendahuluan melalui wawancara yang

dilakukan peneliti kepada 10 pasien yang dirawat di Ruang Anggrek

RSUD Sumedang pada tanggal 29 Maret 2016 tersebut didapatkan

keluhan 4 pasien merasa termotivasi dan 6 pasien mengatakan kurang

termotivasi dikarenakan adanya perawat yang kurang memahami apa yang

di rasakan pasien, kurang perhatian kepada pasien, komunikasi yang

terjalin antara pasien dan perawat hanya seperlunya saja. Tidak ada

percakapan atau penguatan dari perawat untuk memotivasi pasien, begitu

juga sebaliknya, pasien terkesan pasif untuk bertanya kepada perawat.

Berdasarkan hasil wawancara diatas, bahwa pasien tidak memiliki

motivasi untuk sembuh karena kurangnya komunikasi yang terapeutik

dengan perawatnya.

Hasil yang dilakukan oleh Wiji Purwanti (2015) melakukan

penelitian berkaitan dengan motivasi sembuh pada pasien di Rumah Sakit

Dr. Soedirman Kebumen. Berdasarkan penelitian ini menemukan motivasi

sembuh yang rendah pada pasien. Perlunya motivasi sembuh bagi pasien

sangat penting karena dengan motivasi sembuh dapat menjadi salah satu

kekuatan untuk mempercepat kesembuhan. Motivasi ini dapat menjadikan

pasien bersedia menjalani setiap terapi kesehatan yang dilakukan oleh

petugas kesehatan. Namun demikian, masih banyak ditemukan motivasi

sembuh yang rendah yang dirasakan oleh pasien. Seolah-olah merasa

harapan hidupnya sudah rendah dan tidak ada lagi yang patut untuk

diperjuangkan.
Mencermati uraian di atas, terdapat pada tindakan-tindakan

keperawatan umumnya perawat terkesan kurang berkomunikasi terapeutik,

sehingga pasien tampak bingung, gelisah dan cemas, dengan ditandai

munculnya pertanyaan pasien terhadap perawat yang sedang melakukan

tindakan keperawatan untuk kesembuhan pasien. Dari uraian tersebut di

atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang hubungan

komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi sembuh pada pasien rawat

inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti

merumuskan masalah penelitian sebagai berikut “Apakah ada hubungan

komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi sembuh pada pasien

rawat inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang”.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk memberikan gambaran hubungan antara komunikasi

terapeutik perawat dengan motivasi sembuh pada pasien rawat inap

di ruang Anggrek RSUD Sumedang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Memberikan gambaran komunikasi terapeutik perawat

rawat inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang yang


terdiri dari 4 aspek, yaitu kesejatian, empati, respek atau

hormat dan konkret.

1.3.2.2 Memberikan gambaran motivasi untuk sembuh pada pasien

rawat inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang.

1.3.2.3 Memberikan gambaran hubungan komunikasi terapeutik

perawat yang meliputi kesejatian, empati, respek atau

hormat dan konkret dengan motivasi untuk sembuh pada

pasien rawat inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

1.4.1.1 Bagi perawat

Sebagai bahan masukan bagi perawat untuk melaksanakan

komunikasi terapeutik perawat dengan pasien sehingga

dapat meningkatkan motivasi sembuh pasien dan

diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada

pasien.

1.4.1.2 Bagi pasien

Terciptanya hubungan terapeutik antara perawat dengan

pasien, dapat lebih terbuka dalam menyampaikan masalah

dan keinginannya sehingga dapat memotivasi diri untuk

sembuh.
1.4.2 Manfaat Teoritis

1.4.2.1 Diharapkan hasil penelitian ini menjadi pengembangan

dari teori hasil penelitian sebelumnya mengenai komunikasi

terapeutik perawat dengan motivasi untuk sembuh pada

pasien.

1.4.2.2 Sebagai suatu acuan untuk melakukan penelitian

selanjutnya, sehingga wawasan atau pengetahuan mengenai

pelayanan keperawatan tentang komunikasi terapeutik

perawat dan motivasi untuk sembuh pada pasien menjadi

berkembang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Motivasi Sembuh

2.1.1 Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan istilah yang lebih umum yang

menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang

mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah

laku yang ditimbulkannya dan tujuan atau akhir dari gerakan atau

perbuatan. Karena itu, bisa juga dikatakan bahwa motivasi berarti

membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, atau

menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu

dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan Sobur (2008),

Pendapat lain dari Fiedman dan Schustack (2006), motivasi

adalah dorongan psikobiologis internal yang membantu pola

perilaku tertentu. Konsep motivasi menunjukkan pemikiran adanya

dorongan dalam diri manusia yang mendorong munculnya

perilaku-untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, bermain,

bersenang-senang, dan sebagainya.


Motivasi adalah keadaan pribadi seseorang yang

mendorong keinginan individu kegiatan tertentu guna mencapai

suatu tujuan. Motivasi merupakan konstruksi dengan 3 (tiga)

karakteristik yaitu, intensitas, arah dan persisten (Rahmawati dan

Turniani, 2006).

Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang

mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu

guna mencapai suatu tujuan. Jadi, motivasi bukanlah hal yang

dapat diamati, tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan adanya

karena sesuatu yang dapat disaksikan. Tiap aktivitas yang

dilakukan oleh seseorang itu didorong oleh sesuatu kekuatan dari

dalam diri orang itu (Sardiman,2011)

Berdasarkan pendapat ahli diatas maka dapat diambil

kesimpulan bahwa motivasi adalah daya dalam diri, sebagai

penggerak, pendorong, sebab, yang melatarbelakangi, merupakan

kehendak atau alasan yang diberikan pada individu untuk

membangkitkan, mengarahkan, mengontrol, menjalankan tingkah

laku atau bertindak serta berpengaruh terhadap perilaku manusia

dalam mencapai tujuan tertentuatau yang digunakan dalam

memenuhi kebutuha baik psikis maupun fisik.


2.1.2 Unsur-Unsur Motivasi

Menurut Dirgagunarsa (Sobur, 2008), unsur motivasi terdiri dari :

2.1.2.1 Kebutuhan

Motivasi pada dasarnya bukan hanya merupakan

suatu dorongan fisik, tetapi juga berorientasi kognitif

elementer yang diarahkan pada pemuasan kebutuhan.

2.1.2.2 Tingkah laku

Tingkah laku adalah cara atau alat yang

dipergunakan untuk mencapai tujuan. Jadi, tingkah laku

pada dasarnya ditujukan untuk memperoleh tujuan yang

diinginkannya.

2.1.2.3. Tujuan

Tujuan berfungsi untuk memotivasi tingkah laku.

Tujuan juga menentukan seberapa aktif individu bertingkah

laku. Sebab, selain ditentukan oleh motif dasar, tingkah

laku juga ditentukan oleh keadaan dari tujuan. Jika

tujuannya menarik, indivuidu akan lebih aktif bertingkah

laku. Tingkah laku yang dilatar belakangi oleh adanya

kebutuhan, diarahkan pada pencapaian suatu tujuan, agar

suatu kebutuhan terpenuhi dan suatu kehendak terpuaskan.

2.1.3 Jenis Motivasi

Motivasi adalah keadaan dalam pribadi orang yang

mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu


guna mencapai suatu tujuan (Suryabrata, 2010). Menurut Sobur

(2008) Berdasarkan sumber dorongan terhadap perilaku, motivasi

dibedakan menjadi enam, yaitu:

2.1.3.1 Motivasi primer dan motivasi sekunder

Motivasi primer bergantung pada keadaan organic

individu. Motif primer sangat bergantung pada keadaan

fisiologis, karena motif primer bertujuan menjaga

keseimbangan tubuh, motif primer sering kali juga disebut

homeostasis. Motivasi sekunder tidak bergantung pada

proses fisio-kemis yang tejadi di dalam tubuh. Motif

sekunder sangat tergantung pada pengalaman individu.

Sobur (2008) ada dua cirri pokok yang membedakan

apakah suatu motif tergolong dalam motif primer

berdasarkan pada keadaan fisiologis manusia, sedangkan

motif sekunder tidak berhubungan dengan keadaan

fisiologis manusia. Motif primer juga tidak bergantung

pada pengalaman seseorang, sedangkan motif sekunder

sangat bergantung pada pengalaman seseorang.

2.1.3.2 Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik

Menurut Suryabrata (2010), motivasi intrinsik

merupakan motif-motif yang berfungsinya tidak usah

dirangsang dari luar. Dalam diri individu sendiri, memang

telah ada dorongan itu. Biasanya timbul dari perilaku yang


dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi

puas. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang berfungsi

karena adanya perangsang dari luar. Perilaku yang

dilakukan dengan motivasi ekstrinsik penuh dengan

kesangsian, kekhawatiran, apabila tidak tercapai kebutuhan.

2.1.3.3 Motivasi tunggal dan motivasi bergabung

Menurut Gerungan (2010) motivasi dari semua

kegiatan dapat merupakan motif tunggal dan motif

gabungan. Merupakan motif kompleks, motif kegiatan

sehari-hari bisa merupakan motif tunggal ataupun motif

bergabung.

2.1.3.4 Motivasi mendekat dan motivasi menjauh

Suatu motif disebut motif mendekat bila reaksi

terhadap stimulus yang datang bersifat mendekati

stimulus, sedangkan motif menjauh terjadi bila respon

terhadap stimulus yang datang sifatnya menghindari

stimulus atau menjauhi stimulus yang datang.

2.1.3.5 Motivasi sadar dan motivasi tak sadar

Pengklasifikasian motif menjadi motif sadar dan

motif tidak sadar, semata-mata didasarkan pada taraf

kesadaran manusia terhadap motif yang sedang

melatarbelakangi tingkah lakunya . Apabila ada seseorang

yang bertingkah laku. tertentu, namun seseorang tersebut


tidak bisa mengatakan alasannya, motif yang

menggerakkan tingkah laku itu adalah motif tidak sadar.

Sebaliknya, jika seseorang bertingkah laku tertentu dan dia

mengerti alasannya berbuat demikian, maka motif yang

melatar belakangi tingkah laku itu disebut motif sadar

(Sobur, 2008) .

2.1.3.6 Motivasi Biogenetis, Sosiogenetis, dan Teogenetis

Menurut Gerungan (2010), motif teogenesis yaitu

motif-motif yang berasal sari Tuhan Yang Maha Esa. Motif

tersebut berasal dari interaksi antara manusia dengan Tuhan

seperti yang terwujud dalam ibadahnya dan dalam

kehidupannya sehari-hari di mana ia berusaha

merealisasikannya norma-norma agamanya. Motivasi

biogenetis menurut Gerungan (2010) merupakan motif-

motif yang berasal dari kebutuhan organisme orang demi

kelanjutan kehidupannya secara biologis. Motif biogenesis

ini ini bercorak universal dan kurang terikat dengan

lingkungan kebudayaan tempat manusia itu kebetulan

berada dan berkembang. Motif biogenetis ini adalah asli

dalam diri orang dan berkembang dengan sendirinya.

Motivasi sosiogenetis adalah motif-motif yang dipelajari

orang dan berasal dari lingkungan kebudayaan tempat

orang itu berada dan berkembang. Motif sosiogenetis ini


berbeda-beda sesuai dengan perbedaan yang terdapat di

antara bermacam-macam corak kebudayaan di dunia

(Gerungan, 2010).

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Menurut Gerungan (2010) ada dua faktor yang

mempengaruhi motivasi, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

2.1.4.1 Faktor internal

Faktor internal adalah motivasi yang berasal dari

dalam diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang

dapat memenuhi kebutuhan sehingga menjadi puas. Faktor

internal meliputi :

a Faktor fisik

Faktor fisik adalah segala sesuatu yang

berkaitan dengan kondisi fisik, missal status

kesehatan pasien. Fisik yang kurang sehat dan cacat

yang tidak dapat disembuhkan berbahaya bagi

penyesuaian pribadi dan sosial. Pasien yang

mempunyai hambatan fisik karena kesehatannya

buruk sebagai akibatnya mereka selalu frustasi

terhadap kesehatannya.

b Faktor proses mental

Motivasi merupakan suatu proses yang tidak

terjadi begitu saja, tapi ada kebutuhan yang


mendasari munculnya motivasi tersebut. Pasien

dengan fungsi mental yang normal akan

menyebabkan bias yang positif pada diri. Seperti

halnya ada kemampuan untuk mengontrol kejadian-

kejadian dalam hidup yang harus dihadapi, keadaan

pemikiran dan pandangan hidup yang positif dari

diri pasien dalam reaksi terhadap perawatan akan

meningkatkan penerimaan diri serta keyakinan diri,

sehingga mampu mengatasi kecemasan dan selalu

berpikir optimis untuk kesembuhannya.

c Keinginan dalam diri sendiri

Misalnya keinginan untuk lepas dari

keadaan sakit yang mengganggu aktivitasnya

sehari-hari, masih ingin menikmati prestasi yang

masih berada dipuncak karir, merasa belum

sepenuhnya mengembangkan potensi-potensi yang

dimiliki.

d Kematangan usia

Kematangan usia akan mempengaruhi

proses berfikir dan pengambilan keputusan dalam

melakukan pengobatan yang menunjang

kesembuhan pasien.
2.1.4.2 Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor motivasi yang berasal

dari luar diri seseorang yang merupakan pengaruh dari

orang lain atau lingkungan (Gerungan, 2010). Faktor

eksternal meliputi :

a Faktor lingkungan

Lingkungan adalah suatu yang berada

disekitar pasien, baik fisik, psikologis, maupun

sosial. Lingkungan rumah sakit sangat berpengaruh

terhadap motivasi pasien untuk sembuh.

Lingkungan rumah sakit yang tidak mendukung dan

kurang kondusif akan membuat stress bertambah.

Secara fisik misalnya penataan ruangan dirumah

sakit, konstruksi bangunan akan meningkatkan

ataupun mengurangi stress dan secara biologis

lingkungan ini tidak mengganggu kenyamanan yang

dapat memicu stress, sedangkan lingkungan sosial

salah satunya adalah dukungan perawat khususnya

dukungan sosial.

b Dukungan sosial

Menurut Rachmawati dan Turniani (2006),

dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat

verbal dan atau nonverbal, bantuan nyata atau


tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau

didapat karena kehadiran mereka yang mempunyai

manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak

penerima. Dukungan social sangat mempengaruhi

dalam memotivasi pasien untuk sembuh, meliputi

dukungan emosional, dukungan instrumental,

dukungan informasi, dan dukungan jaringan.

Komunikasi teraupetik perawat yang ditujukan

untuk menolong pasien dalam melakukan koping

secara efektif dimana perawat membutuhkan waktu

untuk menanyakan dan mendengarkan ketakutan,

kekhawatiran, keyakinan mengenai kesehatan dan

keadaan pasien sendiri.

c Fasilitas (sarana dan prasarana)

Ketersediaan fasilitas yang menunjang

kesembuhan pasien tersedia, mudah dijangkau

menjadi motivasi pasien untuk sembuh. Termasuk

dalam fasilitas adalah tersedianya sumber biaya

yang mencukupi bagi kesembuhan pasien,

tersedianya alat-alat medis yang menunjang

kesembuhan pasien.
d Media

Menurut Rachmawati dan Turniani (2006),

media yaitu dukungan yang diberikan dalam bentuk

informasi pengetahuan tentang penyakit, nasehat,

atau petunjuk saran. Adanya media ini pasien

menjadi lebih tahu tentang kesehatannya dan pada

akhirnya dapat menjadi motivasi untuk sembuh.

2.1.5 Kesembuhan atau Kesehatan

Menurut World Health Organization (Munandar 2007),

kesehatan atau kesembuhan adalah keadaan (status) sehat secara

utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial, dan bukan hanya

suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.

Lyttle (dalam Latipun dan Notosoedirdjo, 2007), sehat dikatakan

sebagai orang yang tidak mengalami gangguan atau kesakitan.

Kesehatan pada prinsipnya berada pada rentangan yang kontinum,

yaitu antara titik yang benar-benar sakit dan titik yang benar-benar

sehat. Sehat didefinisikan sebagai suatu kondisi keseimbangan

antara status kesehatan jasmani, mental, sosial dan spiritual yang

memungkinkan orang tersebut hidup secara mandiri dan produktif

yang memerlukan intervensi pengobatan dan perawatan karena

keduanya mempunyai peran yang sama dalam penyembuhan

penyakit. Berdasarkan devinisi diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa sembuh adalah hal yang baik atau pulih menjadi sehat
kembali setelah sakit. Sedangkan kesembuhan adalah suatu

keadaan perihal sembuh.

2.1.6 Aspek-aspek Motivasi Kesembuhan

Aspek-aspek motivasi kesembuhan menurut Conger (1997)

dalam munandar (2007) adalah sebagai berikut:

2.1.6.1 Memiliki sikap positif

Hal ini menunjukkan adanya kepercayaan diri yang

kuat, perencanaan diri yang tinggi, selalu optimis dalam

menghadapi suatu hal.

2.1.6.2 Berorientasi pada pencapaian suatu tujuan

Aspek ini menunjukkan bahwa motivasi

menyediakan suatu orientasi tujuan tingkah laku yang

diarahkan pada sesuatu.

2.1.6.3 Kekuatan yang mendorong individu

Hal ini menunjukkan bahwa timbulnya kekuatan

akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

Kekuatan ini berasal dari dalam diri individu, lingkungan

sekitar, serta keyakinan individu akan kekuatan kodrati.

Disimpulkan bahwa pengertian motivasi kesembuhan disini

adalah daya atau kekuatan yang berasal dari dalam diri

individu atau penderita suatu penyakit yang mendorong,

membangkitkan, menggerakkan, melatarbelakangi,

menjalankan dan mengontrol seseorang serta mengarahkan


pada tindakan penyembuhan atau pulih kembali serta bebas

dari suatu penyakit yang telah dideritanya selama beberapa

waktu dan membentuk suatu keadaan yang lebih baik dari

dalam badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan

seseorang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

2.2 Komunikasi Terapeutik

2.2.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi merupakan kegiatan manusia menjalin

hubungan satu dengan sama lain yang demikian otomatis

keadaannya, sehingga tidak disadari bahwa ketrampilan

berkomunikasi merupakan hasil belajar (Sugiyo, 2011). Keinginan

untuk berkomunikasi dengan orang lain menunjukkan bahwa

manusia tidak dapat hidup sendiri atau dapat dikatakan bahwa

setiap manusia mempunyai naluri untuk berkawan atau

berkelompok dengan manusia lain. Manusia merupakan mahluk

sosial, karena itu manusia selalu ditandai dengan pergaulan antar

manusia. Pergaulan manusia merupakan salah satu peristiwa

komunikasi. Komunikasi berasal dari bahasa Latin communis“

yang berarti bersama” Sedangkan menurut kamus, defin

ungkapan-ungkapan seperti berbagi informasi atau pengetahuan,

member gagasan atau bertukar pikiran, informasi atau yang

sejenisnya dengan tulisan atau ucapan. Definisi lain terbatas pada


situasi stimulus-response. Pesan dengan sengaja disampaikan

untuk mendapatkan respon seperti pertanyaan yang diajukan

memerlukan jawaban, instruksi yang diberikan perlu bukti

(Machfoedz, 2009).

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan

perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan

orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993)

dalam Purba (2007), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu

intrapersonal, interpersonal dan publik.

Menurut Dance (dalam Rakhmat, 2007) komunikasi dalam

kerangka psikologi adalah usaha yang menimbulkan respon

melalui lambang-lambang verbal, ketika lambing-lambang verbal

tersebut bertindak sebagai stimuli.

Pendapat lain dari Goyer (Tubbs dan Moss, 2009),

komunikasi adalah kemampuan manusia untuk dapat berbagi

pengalaman secara tidak langsung maupun memahami pengalaman

orang lain, komunikasi adalah proses pembentukan makna di

antara dua orang atau lebih. Menurut Yuwono (Nurjannah, 2008),

komunikasi yaitu kegiatan mengajukan pengertian yang diinginkan

dari pengirim informasi kepada penerima informasi dan

menimbulkan tingkah laku yang diinginkan dari penerima

informasi.
2.2.2 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi di mana orang-

orang yang terlibat dalam komunikasi menganggap orang lain

sebagai pribadi dan bukan sebagai objek yang disamakan dengan

benda, dan komunikasi antarpribadi merupakan suatu pertemuan

(ecounter) diantara pribadi-pribadi (Sugiyo, 2011). Di samping itu

komunikasi juga merupakan interaksi antara orang-orang atau

pribadi-pribadi yang terlibat secara utuh dan langsung satu sama

lain dalam menyampaikan dan menerima pesan secara nyata.

Menurut Liliweri (2008) komunikasi manusia disebut

komunikasi antarpribadi adalah proses di mana individu

berhubungan dengan orang-orang lain di dalam kelompok,

organisasi, masyarakat. Hubungan ini bertujuan untuk menciptakan

dan menggunakan informasi yang bersumber dari lingkungannya

itu demi memahami kemanusiaan bersama.

2.2.2.1 Tujuan umum komunikasi menurut Stanton (1982) dalam

Liliweri (2008), yaitu :

a. Membangun atau mengelola relasi antar personal

b. Meentukan perbedaan jenis pengetahuan

c. Membantu orang lain

d. Bermain atau bergurau

e. Mempengaruhi orang lain


Komunikasi Antarpribadi (interpersonal communication)

merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka

antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada

kerumunan orang. KAP adalah komunikasi yang berlangsung

dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara

terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Masing-masing

anggota menyadari keberadaan anggota lain, memiliki minat yang

sama dan/atau bekerja untuk suatu tujuan.

2.2.2.2 Komunikasi antarpribadi sangat penting bagi kebahagiaan

hidup manusia, menurut Johnson (1981) dalam Supratiknya

(2006) menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan

oleh komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan

kebahagiaan hidup manusia.

a. Komunikasi antarpribadi membantu perkembangan

intelektual dan sosial.

b. Identitas atau jati-diri terbentuk dalam dan lewat

komunikasi dengan orang lain.

c. Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita

serta menguji kebenaran kesan-kesan dan

pengertian tentang dunia di sekitar kita, tentu saja

perbandingan sosial (social comparison) semacam

itu hanya dapat dilakukan lewat komunikasi dengan

orang lain.
d. Kesehatan mental sebagian besar ditentukan oleh

kualitas komunikasi atau hubungan dengan orang

lain.

Komunikasi Antarpribadi sebagai komunikasi antara dua

orang yang berlangsung secara tatap muka. Nama lain dari

komunikasi ini adalah komunikasi diadik (dyadic). Komunikasi

diadik biasanya bersifat spontan dan informal. Partisipan satu

dengan yang lain saling menerima umpan balik secara maksimal.

Partisipan berperan secara fleksibel sebagai pengirim dan

penerima. Hubungan diadik mengartikan KAP sebagai komunikasi

yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan

mantap dan jelas. Komunikasi tatap muka antara suami dan istri,

pramuniaga dengan pembeli merupakan bentuk komunikasi diadik.

Definisi hubungan diadik ini dapat diperluas sehingga mencakup

sekelompok kecil orang. KAP merupakan komunikasi paling

efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang,

2.2.2.3 Lima ciri efektifitas KAP menurut Sugiyo (2011) sebagai

berikut:

a. Keterbukaan (openess).

Adanya kesediaan kedua belah pihak untuk

membuka diri, mereaksi kepada orang lain,

merasakan pikiran dan perasaan orang lain.

Keterbukaan ini sangat penting dalam komunikasi


antarpribadi agar komunikasi menjadi lebih

bermakna dan efektif. Keterbukaan ini brarti adanya

niat dari masing-masing pihak yang dalam hal ini

antara komunikator dengan komunikan saling

memahami dan membuka pribadi masing-masing.

b. Empati (empathy).

Komunikasi antarpribadi akan berlangsung

secara kondusif apabila pihak komunikator

menunjukkan rasa empati pada komunikan. Empati

dapat diartikan sebagai menghayati perasaan orang

lain atau turut merasakan apa yang dirasakan orang

lain.

c. Dukungan (supportiveness).

Komunikasi antarpribadi perlu dimunculkan

sikap member dukungan dari pihak komunikator

agar komunikan mau berpartisipasi dalam

komunikasi. Dengan adanya dukungan yang

menyenangkan klien akan merasa diterima dan akan

mampu memecahkan masalahnya.

d. Rasa positif (positiveness)

Sikap positif dalam hal ini ditunjukkan

dengan adanya kecenderungan bertindak dalam diri

komunikator untuk memberikan penilaian penilaian


terhadap komunikan.

e. Kesetaraan(equality).

Kesetaraan menunjukkan kesamaan antara

komunikator dengan komunikan. Dalam

komiunikasi antarpribadi kesetaraan ini merupakan

ciri yang penting dalam keberlangsungan

komunikasi dan bahkan keberhasilan komunikasi

antarpribadi.

Feedback yang diperoleh dalam KAP berupa feedback

positif, negative dan netral. Prinsip mendasar dalam komunikasi

manusia berupa penerusan gagasan. Konsep empati menjadi teori

komunikasi.

2.2.2.4 Empat tingkat ketergantungan komunikasi adalah:

a. Peserta komunikasi memilih pasangan sesuai

dirinya.

b. Tanggapan yang diharapkan berupa umpan balik.

c. Individu mempunyai kemampuan untuk

menanggapi, mengantisipasi bagaimana merespon

informasi, serta mengembangkan harapan-harapan

tingkah laku partisipan komunikasi.

d. Terjadi pergantian peran untuk mencapai kesamaan

pengalaman dalam perilaku empati.


2.2.2.5 Teori empati ada dua, yaitu :

a. Teori Penyimpulan (inference theory), orang dapat

mengamati atau mengidentifikasi perilakunya

sendiri.

b. Teori Pengambilan Peran (role taking theory),

seseorang harus lebih dulu mengenal dan mengerti

perilaku orang lain

2.2.2.6 Tahapan proses empati:

a. Kelayakan (decentering)

Bagaimana individu memusatkan perhatian kepada

orang lain dan mempertimbangkan apa yang di pikirkan

dan dikatakan orang lain tersebut.

b. Pengambilan peran (role taking)

Mengidentifikasikan orang lain kedalam dirinya,

menyentuh kesadaran diri melalui orang lain.

Tingkatan dalam pengambilan peran:

1. Tingkatan budaya (cultural level), mendasarkan

keseluruhan karakteristik dari norma dan nilai

masyarakat.

2. Tingkatan sosiologis (sociological level),

mendasarkan pada asumsis ebagian kelompok

budaya.
3. Tingkatan psikologis (psycological level),

mendasarkan pada apa yang dialami oleh individu.

c. Empati komunikasi (empathic communication)

Empati komunikasi meliputi penyampaian perasaan,

kejadian, persepsi atau proses yang menyatakan tidak

langsung perubahan sikap atau perilaku penerima karena

Manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar

makna (meaning) yang dipunyai objek tersebut bagi

dirinya.

2.2.2.7 Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Menurut Surya dalam Sugiyo (2011) tujuan

komunikasi antarpribadi yaitu :

a. Menemukan diri sendiri

b. Menemukan dunia luar

c. Membentuk dan memelihara hubungan yang

bermakna dengan orang lain

d. Mengubah sikap dan perilaku sendiri dan orang lain

e. Bermain dan hiburan

f. Memberi bantuan

2.2.2.8 Pentingnya Komunikasi Antarpribadi

Menurut Sugiyo (2011) pentingnya komunikasi antar

pribadi yaitu:

a. Komunikasi antarpribadi membantu perkembangan


intelektual dan sosial.

b. Identitas atau jati diri kita dalam diri lewat

komunikasi dengan orang lain.

2.2.3 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan

untuk kesembuhan pasien menurut Purwanto (1994) dalam

Setiawan dan Tanjung (2008). Komunikasi terapeutik ialah

pengalaman interaktif bersama antara perawat dan pasien dalam

komunikasi yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapi oleh pasien (Machfoedz, 2009).

Menurut Hornby (Mukhripah, 2010), komunikasi terapeutik

adalah merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dan

penyembuhan. Disini dapat diartikan bahwa teraupetik adalah

segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Ruesch

(Rakhmat, 2007), menyatakan bahwa komunikasi terapeutik atau

therapeutic communication adalah suatu metode dimana seorang

perawat mengarahkan komunikasi begitu rupa sehingga pasien

diharapkan pada situasi dan pertukaran peran yang dapat

menimbulkan hubungan sosial yang bermanfaat.

Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan

komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu

penyembuhan pasien. Komunikasi interpersonal antara perawat


dan pasien karena adanya saling membutuhkan dan mengutamakan

saling pengertian yang direncanakan secara sadar dengan

menggunakan ungkapan-ungkapan atau isyarat tertentu dan

bertujuan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik

berbeda dari komunikasi sosial, yaitu pada komunikasi terapeutik

selalu terdapat tujuan atau arah yang spesifik untuk komunikasi;

oleh karena itu, komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

terencana. Komunikasi paling terapeutik berlangsung ketika pasien

dan perawat keduanya menunjukkan sikap hormat akan

individualitas dan harga diri, menurut Kathleen (2007) dalam

Hermawan (2009). Perawat yang terapeutik berarti dalam

melakukan interaksi dengan klien atau pasien, interaksinya tersebut

memfasilitasi proses penyembuhan. Sedangkan hubungan

terapeutik artinya adalah suatu hubungan interaksi yang

mempunyai sifat menyembuhkan, dan tentu saja hal ini berbeda

dengan hubungan sosial (Nurjannah, 2008)

2.2.4 Tujuan dari Komunikasi Terapeutik

Menurut Machfoedz (2009) pelaksanaan komunikasi

teraupetik bertujuan membantu pasien memperjelas dan

mengurangi beban pikiran dan perasaan untuk dasar tindakan guna

mengubah situasi yang ada apabila pasien percaya pada hal-hal

yang diperlukan.
Komunikasi dengan pasien pada umumnya diawali sosial

secara singkat. Pesan yang disampaikanpun bersifat umum, belum

membahas sesuatu secara rinci. Interaksi pada tahap ini membuat

kedua belah pihak merasa aman karena dalam perbincangan yang

dilakukan tidak terdapat niat yang bertujuan menyingkap tabir

rahasia seseorang. Mampu terapeutik berarti seseorang mampu

melakukan atau mengkomunikasikan perkataan, perbuatan, atau

ekspresi yang memfasilitasi proses kesembuhan. Menurut

Purwanto (1994) dalam Mukhripah (2010), tujuan Komunikasi

terapeutik adalah :

2.2.4.1 Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi

beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil

tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien

percaya pada hal yang di perlukan.

2.2.4.2 Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil

tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan

egonya.

2.2.4.3 Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya

sendiri.

2.2.5 Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Menurut Mukhripah (2010), karakteristik yang harus

dimiliki perawat untuk melakukan komunikasi terapeutik adalah:

2.2.5.1 Kesejatian
Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain

tentang gambaran diri kita yang sebenarnya. Perawat

menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki

terhadap keadaan pasien. Perawat yang mampu

menunjukkan rasa iklasnya mempunyai kesadaran

mengenai sikap yang dipunyai pasien. Perawat tidak

menolak segala bentuk perasaan negatif yang dimiliki

pasien.

2.2.5.2 Empati

Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita

pada diri orang lain dan bahwa kita telah memahami

bagaimana perasaan orang lain tersebut dan apa yang

menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita larut dalam

emosi orang lain.

2.2.5.3 Respek atau Hormat

Respek mempunyai pengertian perilaku yang

menunjukkan kepedulian atau perhatian, rasa suka dan

menghargai pasien. Perawat menghargai pasien sebagai

orang yang bernilai dan menerima pasien tanpa syarat.

2.2.5.4 Konkret

Perawat menggunakan terminologi yang spesifik

dan bukan abstrak pada saat mendiskusikan dengan pasien

mengenai perasaan, pengalaman dan tingkah lakunya.


Fungsi dari dimensi ini adalah dapat mempertahankan

respon perawat terhadap perasaan pasien, penjelasan

dengan akurat tentang masalah dan mendorong pasien

memikirkan masalah yang spesifik.

2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik

Menurut Potter dan Perry (Nurjannah, 2008), proses

komunikasi terapeutik dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain :

2.2.6.1 Perkembangan

Agar dapat berkomunikasi dengan efektif dengan

pasien, perawat harus mengerti pengaruh perkembangan

usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berfikir dari

orang tersebut. Cara komunikasi pasien anak-anak, remaja,

dewasa sangat berbeda, untuk itu perawat diharapkan bisa

berkomunikasi dengan lancar.

2.2.6.2 Emosi

Emosi merupakan perasaan subjek terhadap suatu

kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang, akan dapat

mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan

pasien. Perawat perlu mengkaji emosi pasien dan

keluarganya sehingga perawat mampu memberikan asuhan

keperawatan yang tepat.

2.2.6.3 Jenis kelamin


Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi

yang berbeda. mulai usia 3 tahun seorang wanita bisa

bermain dengan teman baiknya dan menggunakan bahasa

untuk mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta

membangun dan mendukung keintiman. Laki-laki dilain

pihak, menggunakan bahasa untuk mendapatkan

kemandirian bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan

yang tinggi.

2.2.6.4 Peran dan hubungan

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan

hubungan antar orang yang berkomunikasi. Cara

komunikasi seorang perawat dengan perawat lain, dengan

cara komunikasi seorang perawat dengan pasien akan

berbeda.

2.2.6.5 Lingkungan

Lingkungan interaksi akan mempengaruhi

komunikasi yang efektif. Suasana yang bising, tidak ada

privasi yang tepat akan menimbulkan keracuan,

ketengangan serta ketidak nyamanan.

2.2.6.6 Jarak

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak

tertentu menyediakan rasa aman dan kontrol.


2.2.7 Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik

Menurut Carl Rogers (1994) dalam Mukhripah (2010),

prinsip-prinsip komunikasi terapeutik terdiri dari :

2.2.7.1 Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti

menghayati,memahami dirinya sendiri serta nilai yang di

anut.

2.2.7.2 Komunikasi harus di tandai dengan sikap saling menerima,

saling percaya dan saling menghargai.

2.2.7.3 Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien

baik fisik maupun mental.

2.2.7.4 Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan

pasien bebas berkembang tanpa rasa takut.

2.2.7.5 Perawat harus dapat menciptakan suasana yang

memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah

dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh

makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah

yang di hadapi.

2.2.7.6 Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara

bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaaan

gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.

2.2.7.7 Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat

mempertahankan konsistensinya.

2.2.7.8 Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang


terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang

terapeutik.

2.2.7.9 Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari

hubungan terapeutik.

2.2.7.10 Mampu berperan sebagai role model agar dapat

menujukan dan menyakinkan orang lain tentang kesehatan,

oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu

keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya hidup.

2.2.7.11 Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila diangap

menganggu.

2.2.7.12 Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong

orang lain secara manusiawi.

2.2.7.13 Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat

mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip

kesejahteraan manusia.

2.2.7.14 Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung

jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang di lakukan

dan tanggung jawab terhadap orang lain.

2.2.8 Sikap Perawat dalam Komunikasi Terapeutik

Sikap atau kinesics merupakan komunikasi non verbal

yang dilakukan melalui pergerakan tubuh (Nurjannah, 2008),

kinesics ini terdiri dari :

2.2.8.1 Ekspresi muka : posisi mulut, alis, mata, senyum dan


lainnya. Perawat sangat perlu melakukan validasi persepsi

dari ekspresi muka yang ada pada pasien sehingga perawat

tidak salah mempersepsikan apa yang diobservasi dari

klien.

2.2.8.2 Gesture (gerak, isyarat, sikap)

Egan cit. Keliat (1992) dalam Nurjannah (2008),

menerangkan sikap atau cara untuk menghadirkan diri

secara fisik sehingga dapat memfasilitasi komunikasi yang

terapeutik.

2.2.8.3 Gerakan tubuh dan postur

Membungkuk kearah pasien merupakan posisi yang

menunjukkan keinginan untuk mengatakan keinginan untuk

tetap berkomunikasi.

2.2.8.4 Gerak mata

Rosdahl (1999) dalam Nurjannah (2008), gerak atau kontak

mata diartikan sebagai melihat langsung ke mata orang

lain. Kontak mata merupakan kegiatan yang menghargai

pasien dan mengatakan keinginan untuk tetap

berkomunikasi.

2.2.9 Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien

Seorang perawat harus mampu menghargai klien dengan

segala kekurangannya. Apabila perawat tidak mengenali keunikan

sifat pasien, ia akan mengalami kesulitan dalam memberikan


bantuan kepada pasien untuk mengatasi masalahnya. Oleh karena

itu diperlukan suatu metode yang tepat dalam mengakomodasi sifat

pasien agar perawat mengetahui dengan tepat tentang pasien yang

ditanganinya. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat

dapat menghadapi, mempersepsikan, bereaksi, dan menghargai

pasien dengan segala kekurangan dan kelebihannya (Machfoedz,

2009). Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) perawat

mempunyai 4 tahap yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas

yang harus diseleseikan oleh perawat. Keempat tahap tersebut

menurut Stuart dan Sundeen (2003) dalam Mukhripah (2010)

adalah :

2.2.9.1 Tahap Prainteraksi

Merupakan tahap dimana perawat belum bertemu dengan

pasien. Tugas perawat dalam tahap ini adalah :

a Evaluasi diri

b Penetapan tahapan hubungan/interaksi

c Rencana interaksi

2.2.9.2.Tahap Orientasi atau perkenalan

Merupakan tahap dimana perawat pertama kali bertemu

dengan klien.

a Memberi salam

b Memperkenalkan diri perawat

c Menanyakan nama klien


d Menyepakati pertemuan (kontrak)

e Menghadapi kontrak

f Memulai percakapan awal

g Menyepakati masalah klien

h Mengakhiri perkenalan

2.2.9.3 Tahap Kerja

Merupakan tahap dimana pasien memulai kegiatan. Tugas

perawat pada saai ini adalah melaksanakan kegiatan yang

telah direncanakan pada tahap pra-interaksi.

a Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien

akan dirinya,perilakunya, perasaanya, pikirannya.

Tujuan ini sering disebut dengan tujuan kognitif.

b Mengembangkan, mempertahankan dan

meningkatkan kemampuan klien secara mandiri

menyelesaikan masalah yang di hadapi. Tujuan ini

sering disebut tujuan afektif dan psikomotor.

c Melaksanakan terapi/teknika keperawatan.

d Melaksanakan pendidikan kesehatan.

e Melaksanakan kolaborasi.

f Melaksanakan observasi dan monitoring.

2.2.9.4 Tahap Terminasi

Merupakan tahap dimana perawat akan menghentikan

interaksinya dengan klien, tahap ini merupakan terminasi


sementara ataupun terminasi akhir.

a Menyediakan fasilitas perpisahan

b Bicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan,

saling mengeksplorasi perasaan penolakan dan

kehilangan, sedih, marah dan perilaku lain.

2.3 Kerangka Teori

Gambar 2.1

Kerangka Teori Menurut Mukhripah Tahun 2010

Komunikasi Terapeutik

 Kesejatian
 Empati
Motivasi sembuh pada
 Respek/Hormat pasien
 Konkret
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

3.1.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan Kuantitatif,

yaitu menekankan analisannya pada data-data numerical (angka-

angka) yang di olah dengan metoda statistik. Pada dasarnya

pendekatan ini dilakukan pada jenis penelitian inferensial dan

menyadarkan kesimpulan hasil penelitian pada suatu probabilitas

kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan pendekatan kuantitatif

akan di peroleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikasi

hubungan antar variabel yang di teliti. Penelitian kuantitatif

merupakan penelitian dengan jumlah sampel besar (Badriah, 2006)

3.1.2 Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian adalah pola pikir yang menunjukan

hubungan antara variabel yang akan di teliti dan sekaligus

mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu di jawab

melalui penelitian, teori dan teknik analisis statistik yang akan di

gunakan (Sugiyono,2006)

Motivasi untuk sembuh menjadi suatu kekuatan yang berasal dari

dalam diri pasien yang mendorong perilaku menuju kesembuhan yang


ingin dicapai. Banyak persoalan timbul ketika seseorang menderita

penyakit tertentu tidak memiliki motivasi bagi kesembuhannya sendiri.

Hambatan ini mungkin terjadi karena sebagian besar kurangnya

dukungan dari lingkungan yang ada pada dirinya. Pasien sangat

membutuhkan banyak dukungan dan bantuan dari diri orang lain yang

ada disekitarnya, dukungan informasi sangat diperlukan bagi pasien

untuk mendapatkan petunjuk dan informasi yang dibutuhkan

(Munandar 2007).

Gambar 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Komunikasi
Terapeutik

 Kesejatian Motivasi sembuh pada


 Empati pasien
 Respek/Hormat
 Konkret

Sumber: Mukhripah, 2010

3.1.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau

dalil sementara yang kebenaranya akan di buktikan dalam penelitian


(Notoatmodjo, 2012). Hipotesis dalam penelitian ini merupakan

jawaban sementara atas pertanyaan penelitian “ Apakah ada hubungan

komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi sembuh pada pasien

rawat inap diruang Anggrek RSUD Sumedang”

Hipotesis yang di rumuskan adalah:

Ho: Tidak terdapat hubungan antara komunikasi terapeutik perawat

dengan motivasi untuk sembuh pada pasien rawat inap diruang

Anggrek RSUD Sumedang”

Ha: Terdapat hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan

motivasi untuk sembuh pada pasien rawat inap diruang Anggrek

RSUD Sumedang”

3.1.4 Variabel Penelitian

3.1.4.1 Variabel

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri,

sifat, atau ukuran yang dimiliki atau di dapatkan oleh satuan

penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu

(Notoatmodjo,2012). Pada penelitian ini variabel independen

(variabel bebas yang mempengaruhi), yaitu”komunikasi

terapeutik perawat”. dan variabel depeden (Variabel yang

dipengaruhi), yaitu “Motivasi Sembuh pada pasien rawat

inap”.
3.1.4.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

NO VARIABEL DEFINISI ALAT HASIL SKALA


OPERASIONAL UKUR UKUR UKUR
1 Independen
Komunikasi
Terapeutik:

Sub Variabel
a. Kesejatian Sikap perawat Kuesioner 0. Kurang, Ordinal
dalam jika <
menyampaikan median
pesan tindakan 1 Tinggi, jika
untuk motivasi > median
kesembuhan (Setiadi, 2008)
pasien

b. Empati Kemampuan Kuesioner 0. Kurang, Ordinal


perawat dalam jika <
memahami median
perasaan pasien 1. Tinggi,
dalam motivasi jika >
kesembuhan median
pasien (Setiadi, 2008)

c. Respek atau Perawat Kuesioner 0. Kurang, Ordinal


Hormat menunjukan jika <
kepedulian,meng median
hargai dan 1. Tinggi,
menerima pasien jika >
untuk motivasi median
kesembuhan (Setiadi, 2008)
pasien

d. Konkret Perawat Kuesioner 0. Kurang, Ordinal


memberikan jika <
penjelasan median
tentang masalah 1. Tinggi,
pasien dan jika >
mendorong median
memikirkan (Setiadi, 2008)
kesembuhan
pasien

2 Dependen Kekuatan pasien Kuesioner 0. Kurang, Ordinal


Motivasi dalam jika <
Sembuh mendorong,memb median
angkitkan, 1. Tinggi,
mengontrol dan jika >
melakukan median
tindakan (Setiadi, 2008)
penyembuhan.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek

/ subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

diterapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Populasi dapat bersifat terbatas dan tidak terbatas.

Dikatakan terbatas apabila jumlah individu atau objek dalam

populasi tersebut dapat di hitung, sedangkan tidak terbatas dalam

arti tidak dapat di tentukan jumlah individu atau objek dalam

populasi tersebut (Hidayat, 2013).

Dalam penelitian ini karakteristik populasi yang ditentukan

adalah seluruh pasien yang menjalani perawatan inap (opname) di

ruang Anggrek RSUD Sumedang adalah 217 pasien pada bulan

April 2016.
3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Arikunto, 2006).

Pemilihan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan

non probability sampling dengan teknik accidental sampling yaitu

pengambilan sampling berdasarkan faktor spontanitas artinya siapa

saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti maka orang

tersebut dapat dijadikan sampel (Hidayat, 2013).

Adapun besarnya sampel yang sudah di teliti di tentukan

dengan rumus berikut ini:

n=

Keterangan:

n : besarnya sampel

N : besarnya populasi

d : derajat penyimpangan terhadap populasi yang di

inginkan

(10%=0,10 5%=0,05 1%=0,01)

n=
,

n=
,
217
n = 3,17

n = 68.45

n = 68

Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini

adalah 68 responden.

Supaya hasil penelitian sesuai dengan tujuan maka

penentuan sampel harus sesuai dengan kriteria tertentu yang telah

ditetapkan, kriteria ini berupa kriteria inklusi yaitu batasan karakter

pada subjek penelitian. Sebagian subjek yang tidak memenuhi

kriteria inklusi harus dikeluarkan atau dibuang karena berbagai

sebab yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, hal ini disebut

kriteria eksklusi (Saryono, 2008). Berikut ini kriteria tersebut :

3.2.2.1 Kriteria Inklusi

a. Pasien dalam masa perawatan minimal 1x24 jam

(sehari semalam).

b. Pasien yang bersedia menjadi subjek atau responden

penelitian.

c. Pasien dapat berkomunikasi dengan baik.

d. Seluruh pasien di dalam ruangan.

3.2.2.2 Kriteria Eksklusi

a. Pasien tidak dalam masa perawatan minimal 1x24 jam

(sehari semalam).

b. Pasien yang tidak bersedia menjadi subjek atau


responden penelitian.

c. Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.

d. Bukan seluruh pasien di dalam ruangan.

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada

subjek dan proses pengumpulan karateristik subjek yang di perlukan

dalam suatu penelitian (Nursalam, 2011)

Adapun langkah-langkah pengumpulan data yang akan

dilakukan:

3.3.1.1 Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan di lakukan penelitian,

serta meminta izin kepada kepala ruangan untuk melakukan

penelitian tersebut.

3.3.1.2 Menentukan responden yang memenuhi kriteria inklusi sesuai

dengan teknik pengambilan sampel.

3.3.1.3 Meminta kesedian responden untuk menjadi sample dengan

terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.

3.3.1.4 Meminta dengan sukarela kepada responden untuk

menandatangani lembar informed consent.

3.3.1.5 Mencatat data responden sesuai dengan tujuan penelitian.

3.3.1.6 Melakukan pengisian kuisioner tentang komunikasi

therapeutic dan motivasi sembuh.

3.3.1.7 Mengumpulkan hasil pengumpulan data untuk

selanjutnya diolah dan dianalisis.


3.3.2 Instrumen Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2010) intrumen penelitian adalah

suatu alat yang di gunakan untuk pengumpulan data dengan sesuatu

metoda. Untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah yang

di teliti, maka diperlukan alat pengumpul data atau instrument yang

tepat.

Skala komunikasi terapeutik di gunakan untuk mengukur

komunikasi terapeutik perawat rawat inap di ruang Anggrek RSUD

Sumedang. Dalam hal ini adalah mengenai komunikasi terapeutik

perawat dengan dimensi-dimensi meliputi kesejatian, empati, respek

atau hormat, konkret. Skala yang digunakan dalam penelitian ini

bersifat langsung dimana daftar pernyataan diberikan secara langsung

kepada subjek penelitian yang akan dimintai pendapat dan

keyakinannya. Bentuk skala yang dibuat dalam penelitian ini adalah

tertutup, dimana subjek penelitian harus memilih jawaban yang telah

disediakan. Responden mengisi salah satu jawaban dengan memberi

tanda checklist (√) pada kolom yang di sediakan. Skala ini terdiri dari

28 pernyataan. Kuesioner ini peneliti buat sendiri dan sudah di uji

validitas.

Pilihan jawaban dari setiap pernyataan terdiri dari 4 alternatif,

yaitu: Sangat Sesuai (SS),Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat

Tidak Sesuai (STS). Untuk pernyataan positif SS=4, S=3, TS=2 dan

STS=1, sedangkan untuk pernyataan negatif SS=1, S=2, TS=3, dan

STS=4. Hasil ukur untuk komunikasi terapeutik ini ditetapkan bahwa


0 = kurang (bila < median) dan 1= tinggi (bila > median). Cut of

point yang digunakan adalah median karena apabila nilai dari hasil uji

normalitas data di dapatkan bahwa data tidak berdistribusi normal

maka nilai tengah yang digunakannya atau median.

Skala motivasi untuk sembuh di gunakan untuk mengukur

motivasi untuk sembuh pada pasien rawat inap di ruang Anggrek

RSUD Sumedang. Skala yang digunakan dalam penelitian ini bersifat

langsung dimana daftar pernyataan diberikan secara langsung kepada

subjek penelitian yang akan dimintai pendapat dan keyakinannya.

Bentuk skala yang dibuat dalam penelitian ini adalah tertutup, dimana

subjek penelitian harus memilih jawaban yang telah disediakan.

Responden mengisi salah satu jawaban dengan memberi tanda

checklist (√) pada kolom yang di sediakan. Skala ini terdiri dari 20

pernyataan. Kuesioner ini peneliti buat sendiri dan sudah di uji

validitas.

Pilihan jawaban dari setiap pernyataan terdiri dari 4 alternatif,

yaitu: Sangat Sesuai (SS),Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat

Tidak Sesuai (STS). Untuk pernyataan positif SS=4, S=3, TS=2 dan

STS=1, sedangkan untuk pernyataan negatif SS=1, S=2, TS=3, dan

STS=4. Hasil ukur untuk motivasi untuk sembuh ini ditetapkan

bahwa 0 = kurang (bila < median) dan 1= tinggi (bila > median).

Cut of point yang digunakan adalah median karena apabila nilai dari

hasil uji normalitas data di dapatkan bahwa data tidak berdistribusi

normal maka nilai tengah yang digunakannya atau median.


3.3.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.3.3.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat

ukur itu benar-benar mengukur apa yang di ukur

(Notoatmodjo, 2010). Suatu intrumen penelitian di katakan

valid apabila mampu mengukur apa yang di inginkan atau

dapat mengungkapkan data dari variable yang di teliti secara

tepat (Arikunto, 2012). Dalam penelitian ini instrument yang

digunakan adalah kuesioner menggunakan skala likert,

dimana kuesioner yang di gunakan peneliti susun sendiri

untuk komunikasi terapeutik (sangat sesuai, sesuai, tidak

sesuai dan sangat tidak sesuai) dan untuk motivasi

sembuh(sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai dan sangat tidak

sesuai). Uji validitas menggunakan rumus uji korelasi Product

Moment, dengan rumus:

(∑ )− ∑ .( ∑ )
rhitung=
2 2
.∑ 2− ( ∑ ) . .∑ 2− ( ∑ )

Keterangan:

r hitung = koefisien korelasi

∑Χİ = jumlah skor item

∑Yİ = jumlah skor total

N = jumlah responden

Untuk mengetahui validitas intrumen di lakukan


dengan membandingkan r table dengan nilai r hasil, jika r

hasil > r table maka pertanyaan tersebut valid dan jika r

hasil < r table maka pertanyaan tersebut tidak valid.

Berdasarkan table taraf significancy yang di perlukan

dengan nilai df dengan 20 orang responden adalah 0,444.

Adapun uji validitas dalam penelitian ini dilakukan

pada 20 responden sesuai dengan jumlah responden yang

disarankan untuk uji validitas sebanyak 15-20 responden

(Nursalam, 2011). Uji Validitas di lakukan di RSUD

Cibabat Cimahi yang mempunyai karateristik hampir sama

dengan RSUD Sumedang. Hasil dari uji validitas ini ada 5

pernyataan yang dikatakan tidak valid, yaitu di pernyataan

komunikasi terapeutik ada 3 pernyataan dan di pernyataan

motivasi sembuh ada 2 pernyataan karena nilai r hasil <

nilai r tabel. Untuk pernyataan-pernyataan yang tidak valid

tersebut tidak di masukan dan tidak di ganti karena waktu

yang terbatas jika melakukan uji validitas kembali.

3.3.3.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh

mana suatu alat pengukur dapat di percaya atau dapat di

andalakan. Hal ini berarti menujukan sejauh mana hasil

pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas (ajeg) bila di

lakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala

yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama


(Notoatmodjo, 2010)

Uji reliabilitas menggunkan uji Alpha Cronbach, dengan

rumus:


r= { } {1- }

Keterangan:

r = koefisien reliabilitas instrument

k = banyaknya butir pertanyaan

∑σb2 = total varians butir

σt2 = total varians

Pertanyaan dikatakan reliabel apabila koefisien

reliabilitasnya lebih dari 0,60. Pengambilan keputusan:

a) Jika r alpha positif, serta r > 0,60 maka factor atau

variable tersebut reliabel.

b) Jika r alpha tidak positif, serta r < 0,60 maka factor atau

variable tersebut tidak reliabel.

Untuk hasil uji reliabilitas, diketahui nilai Crobach

Alpha untuk pernyataan komunikasi terapeutik = 0,954

(Alpha > 0,60), sehingga semua pernyataan reliabel. Dan

untuk hasil uji reliabilitas diketahui nilai nilai Crobach

Alpha untuk pernyataan motivasi sembuh = 0,918 (Alpha >

0,60), sehingga semua pernyataan reliabel.


3.4 Prosedur Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian dilakukan perencanaan penelitian

agar penelitian yang dilakukan berjalan dengan baik, sistematis dan efektif.

Prosedur penelitian-penelitian yang akan dilakukan adalah:

3.4.1 Tahap Persiapan

3.4.1.1 Menyusun rencana penelitian

3.4.1.2 Memilih lapangan penelitian

3.4.1.3 Mengurus administrasi penelitian

3.4.1.4 Melakukan studi pendahuluan

3.4.1.5 Menyusun proposal penelitian

3.4.1.6 Seminar proposal

3.4.2 Tahap pelaksanaan

3.4.2.1 Mengurus perizinan

3.4.2.2 Memilih partisipan dan inform consent

3.4.2.3 Menyiapkan perlengkapan penelitian

3.4.2.4 Melakukan penelitian

3.4.2.5 Pengolahan dan analisa data

3.4.2.6 Menarik kesimpulan

3.4.3 Tahap Akhir

3.4.3.1 Menyusun laporan penelitian

3.4.3.2 Menyajikan hasil penelitian

3.4.3.3 Penggandaan laporan penelitian


3.5 Pengolahan dan Analisa Data

3.5.1 Pengolahan Data

Menurut Hidayat (2013) dalam melakukan analisis, data terlebih

dahulu harus diubah dengan tujuan mengubah data menjadi

informasi. Langkah-langkah pengolahan data menurut Hidayat

(2013), adalah sebagai berikut:

3.5.1.1 Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang di peroleh atau dikumpulkan. Dalam penelitian ini

pada tahap editing data yang telah di peroleh semuanya sudah

lengkap dan tidak ada yang kosong.

3.5.1.2 Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (Angka)

terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori. Pemberian

kode ini sangat penting bila pengolahan data dan analisis data

menggunakan computer. Dalam penelitian ini apabila

pengetahuan responden dalam kategori baik maka di beri kode

2, kategori cukup di beri kode 1 dan kategori kurang diberi

kode 0.
3.5.1.3 Data entry

Data entry adalah kegiatan memasukan data yang telah di

kumpulkan kedalam master tabel atau database computer,

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau

dengan membuat tabel kontingensi.

3.5.1.4 Cleaning

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan

pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada

kesalahan atau tidak. Pada penelitian ini, saat cleaning tidak

ada data yang salah saat di entry data.

3.5.1.5 Tabulating

Membuat tabulasi dalam penelitian ini ialah dengan

memasukkan data kedalam tabel yang digunakan yaitu tabel

distribusi frekuensi yang terdiri dari tiga tabel, yaitu

komunikasi terapeutik perawat, tabel motivasi sembuh pada

pasien dan tabel hubungan antara komunikasi terapeutik

perawat dengan motivasi sembuh pada pasien.

3.5.2 Analisa Data

3.5.2.1 Analisa Univariat

Setelah data terkumpul selanjutnya di tabulasi ke

dalam tabel untuk mendapatkan proporsi sehingga di


dapatkan data dasar gambaran hubungan antara komunikasi

terapeutik perawat dengan motivasi sembuh pada pasien di

ruang rawat inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang.

Data diolah dan di analisis dengan statistik deskriptif

agar lebih bermakna dan mudah di pahami, hasilnya di

persentasikan secara automatic dengan teknik computerized

dengan cara melihat distribusi frekuensinya.

3.5.2.2 Analisa Bivariat

Analisis bivariat digunakan unutk mengungkapkan

hubungan atara komunikasi terapeutik perawat dengan

motivasi sembuh pada pasien di ruang Anggrek RSUD

sumedang. Adapun jenis statistik yang digunakan

disesuaikan dengan skala pengukuran dari variabel yang

sedang di hubungkan. Seluruh pengolahan data/ entry data

di lakukan dengan bantuan program computer dengan cara

melihat hasil crosstab (tabulasi silang). Analisis

menggunkan uji Chi kuadrat, yaitu uji non-parametik yang

digunakan untuk analisis bivariat dimana variable I dan II

berbentuk kategorik (Riduwan, dkk, 2007). Adapun rumus

yang di pakai adalah Chi Square Test dengan menggunkan

tingkat kemaknaan 95% atau nilai alpha 0,05 (55).


Dengan Ketentuan:

a. Bila P-Value lebih kecil atau sama dengan alpha (P <

0.05) berarti hipotesis alternatif di terima, artinya secara

statistik terdapat hubungan yang bermakna (Significant)

antara kedua variabel yang di teliti.

b. Bila nilai P-Value lebih besar dari alpha (P > 0.05)

berarti hipotesis alternatif di tolak, artinya secara statistik

tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kedua

variabel yang di teliti. (Arikunto, 2012).

3.6 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat adanya

rekomendasi dari institusi atau pihak lain dengan mengajukan permohonan

izin kepada institusi/lembaga tempat penelitian. Setelah mendapat

persetujuan barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah

etika yang meliputi:

3.6.1 Informed Consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang

akan di teliti di sertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila

subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan menghormati hak-

hak subjek.
3.6.2 Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden tetapi hanya inisial pasien.

3.6.3 Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden di jamin peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan di laporkan sebagai hasil

penelitian.

3.6.4 Privacy

Yang berarti bahwa identitas responden tidak akan diketahui

oleh orang lain dan bahkan mungkin oleh peneliti itu sendiri,

sehingga responden dapat secara bebas untuk menentukan jawaban

dari kuesioner tanpa takut oleh intimidasi dari yang lain.

3.6.5 Bebas dari bahaya dimana penelitian ini tidak akan

berdampak secara lansung terhadap responden dan tidak

membahayakan.

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap di ruang Anggrek

RSUD Sumedang pada bulan juli 2016.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Analisa Univariat

Adapun hasil analisis univariat dideskripsikan sebagai berikut :

4.1.1.1 Distribusi Frekuensi Kesejatian Perawat pada Pasien

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Kesejatian Perawat pada
Pasien Rawat Inap di Ruang Anggrek RSUD
sumedang
Tahun 2016

Kesejatian Frekuensi Persentase (%)


Kurang 21 30,9
Tinggi 47 69,1
Jumlah 68 100

Interprestasi Data:

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa kesejatian

perawat pada pasien dalam kategori tinggi yaitu (69,1%).


4.1.1.2 Distribusi Frekuensi Empati Perawat pada Pasien

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Empati Perawat pada Pasien Rawat
Inap di Ruang Anggrek RSUD Sumedang
Tahun 2016

Empati Frekuensi Persentase (%)


Kurang 21 30,9
Tinggi 47 69,1
Jumlah 68 100

Interprestasi Data:

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa empati

perawat pada pasien dalam kategori tinggi yaitu (69,1%).

4.1.1.3 Distribusi Frekuensi Respek/Hormat Perawat pada Pasien

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Respek/Hormat Perawat pada Pasien
Rawat Inap di Ruang Anggrek RSUD Sumedang
Tahun 2016

Respek/hormat Frekuensi Persentase (%)


Kurang 26 38,2
Tinggi 42 61,8
Jumlah 68 100

Interprestasi Data:

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa

respek/hormat perawat pada pasien dalam kategori tinggi

yaitu (61,8%).
4.1.1.4 Distribusi Frekuensi Konkret Perawat pada Pasien

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Konkret Perawat pada Pasien Rawat
Inap di Ruang Anggrek RSUD Sumedang
Tahun 2016

Konkret Frekuensi Persentase (%)


Kurang 28 41,2
Tinggi 40 58,8
Jumlah 68 100

Interprestasi Data:

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa konkret

perawat pada pasien dalam kategori tinggi yaitu (58,8%).

4.1.1.5 Distribusi Frekuensi Motivasi Sembuh pada Pasien

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Motivasi Sembuh pada Pasien Rawat
Inap di Ruang Anggrek RSUD Sumedang
Tahun 2016

Motivasi Frekuensi Persentase (%)


Sembuh
Kurang 24 35,3
Tinggi 44 64,7
Jumlah 68 100

Interprestasi Data:

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa motivasi

sembuh pada pasien dalam kategori tinggi yaitu (64,7%).


4.1.2 Analisa Bivariat

Adapun hasil analisis bivariat dideskripsikan sebagai berikut :

4.1.2.1 Hubungan Kesejatian Perawat dengan Motivasi Sembuh

Tabel 4.6
Tabulasi Silang
Hubungan Kesejatian Perawat dengan Motivasi
Sembuh Pasien Rawat Inap di Ruang Anggrek RSUD
Sumedang Tahun 2016

Motivasi Sembuh
P-
Kurang Tinggi
Kesejatian Jumlah Value

f % f % F %
Kurang 14 58,3 10 41,7 24 100
0,008
Tinggi 10 22,7 34 77,3 44 100

Jumlah 24 35,3 44 64,7 68 100

Dari hasil statistik didapatkan bahwa nilai uji Chi

Square dengan nilai P-Value = 0,008 dengan alpha 0,05

berarti P- value < dari alpha sehingga dapat disimpulkan

ada hubungan yang bermakna antara kesejatian perawat

dengan motivasi sembuh pada pasien.


4.1.2.2 Hubungan Empati Perawat dengan Motivasi Sembuh

Tabel 4.7
Tabulasi Silang
Hubungan Empati Perawat dengan Motivasi Sembuh
pada Pasien Rawat Inap di Ruang Anggrek RSUD
Sumedang Tahun 2016

Motivasi Sembuh
P-
Kurang Tinggi
Empati Jumlah Value
f % F % F %
Kurang 12 57.1 9 42,9 21 100
0,025
Tinggi 12 25,5 35 74,5 47 100

Jumlah 24 35,3 44 64,7 68 100

Dari hasil statistik didapatkan bahwa nilai uji Chi Square

dengan nilai P-Value = 0,025 dengan alpha 0,05 berarti P-

value < dari alpha sehingga dapat disimpulkan ada

hubungan yang bermakna antara empati perawat dengan

motivasi sembuh pada pasien.


4.1.2.3 Hubungan Respek/Hormat Perawat dengan Motivasi

Sembuh

Tabel 4.8
Tabulasi Silang
Hubungan Respek/Hormat Perawat dengan Motivasi
Sembuh pada Pasien Rawat Inap di Ruang Anggrek
RSUD Sumedang Tahun 2016

Motivasi Sembuh
P-
Kurang Tinggi
Respek/Hor Jumlah Value
mat f % f % f %
Kurang 15 57,7 11 42,3 26 100
0,005
Tinggi 9 21,4 33 78,6 42 100

Jumlah 24 35,3 44 64,7 68 100

Dari hasil statistik didapatkan bahwa nilai uji Chi

Square dengan nilai P-Value = 0,005 dengan alpha 0,05

berarti P- value < dari alpha sehingga dapat disimpulkan

ada hubungan yang bermakna antara respek/hormat perawat

dengan motivasi sembuh pada pasien.


4.1.2.4 Hubungan Konkret Perawat dengan Motivasi Sembuh

Tabel 4.9
Tabulasi Silang
Hubungan Konkret Perawat dengan Motivasi Sembuh
pada Pasien Rawat Inap di Ruang Anggrek RSUD
Sumedang Tahun 2016

Motivasi Sembuh
P-
Kurang Tinggi
Konkret Jumlah Value
f % f % f %
Kurang 15 53,6 13 46,4 28 100
0,017
Tinggi 9 22,5 31 77,5 40 100

Jumlah 24 35,3 44 64,7 68 100

Dari hasil statistik didapatkan bahwa nilai uji Chi

Square dengan nilai P-Value = 0,017 dengan alpha 0,05

berarti P- value < dari alpha sehingga dapat disimpulkan

ada hubungan yang bermakna antara konkret perawat

dengan motivasi sembuh pada pasien.


4.2 Pembahasan

4.2.1 Gambaran Komunikasi Terapeutik Perawat

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang

direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan

untuk kesembuhan pasien menurut Purwanto (1994) dalam

Setiawan dan Tanjung (2008). Komunikasi terapeutik memandang

gangguan atau penyakit pada pasien bersumber pada gangguan

komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk mengungkap

dirinya. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan

komunikasi professional yang mengarah pada tujuan. Komunikasi

terapeutik memiliki empat aspek yang menyusunnya yaitu aspek

kesejatian, aspek empati, aspek respek atau hormat dan aspek

konkret.

4.2.1.1 Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh gambaran

bahwa aspek kesejatian berada dalam kategori tinggi yaitu

dengan presentase sebesar 69.1 %.

4.2.1.2 Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh gambaran

bahwa aspek empati berada dalam kategori tinggi yaitu

dengan presentase sebesar 69,1%.

4.2.1.3 Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh gambaran

bahwa aspek respek atau hormat berada dalam kategori

tinggi yaitu dengan presentase sebesar 61,8 %.


4.2.1.4 Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh gambaran

bahwa aspek konkret berada dalam kategori tinggi yaitu

dengan presentase sebesar 58,8%.

Komunikasi terapeutik perawat memiliki empat aspek yang

menyusunnya, dimana tiap aspek tersebut memberi pengaruh

terhadap tinggi dan rendahnya komunikasi terapeutik perawat

rawat inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang. Berdasarkan

perhitungan pada distribusi frekuensi tiap aspek, aspek yang

tertinggi adalah aspek kesejatian yaitu sebesar 69,1% . Hal ini

menunjukkan bahwa aspek kesejatian memiliki peran terbesar

dalam meningkatkan komunikasi terapeutik perawat rawat inap di

ruang Anggrek RSUD Sumedang, karena kesejatian bermakna

bahwa perawat menyadari nilai, sikap dan perasaan yang

dimilikinya terhadap keadaan pasien. Dan aspek yang sama

tertinggi adalah aspek empati yaitu yaitu sebesar 69,1% . Hal ini

menunjukkan bahwa aspek empati memiliki peran terbesar dalam

meningkatkan komunikasi terapeutik perawat rawat inap di ruang

Anggrek RSUD Sumedang, karena empati bermakna bahwa

perawat memahami perasaan pasien, dan apa yang menyebabkan

reaksi pasien tanpa emosi perawat larut dalam emosi pasien.


4.2.2 Gambaran Motivasi Sembuh Pasien

Motivasi sembuh merupakan daya atau kekuatan yang

berasal dari dalam diri individu atau penderita suatu penyakit yang

mendorong, membangkitkan, menggerakkan, melatarbelakangi,

menjalankan dan mengontrol seseorang serta mengarahkan pada

tindakan penyembuhan atau pulih kembali serta bebas dari suatu

penyakit yang telah dideritanya selama beberapa waktu dan

membentuk suatu keadaan yang lebih baik dari dalam badan, jiwa

dan sosial yang memungkinkan seseorang hidup produktif secara

sosial dan ekonomi. Sobur (2008), mendefinisikan motivasi

merupakan istilah yang lebih umum yang menunjuk pada seluruh

proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang

timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkannya dan

tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Karena itu, bisa juga

dikatakan bahwa motivasi berarti membangkitkan motif,

membangkitkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri

sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu

kepuasan atau tujuan.

Berdasarkan hasil dari uji yang dilakukan, secara umum

motivasi sembuh pasien rawat inap di ruang Anggrek RSUD

Sumedang berada pada kategori tinggi yaitu 64,7%, sedangkan

sisanya berada pada kategori rendah yaitu 35,3% .

Memiliki sikap positif dapat menunjukkan adanya


kepercayaan diri yang kuat dan selalu optimis dalam menghadapi

suatu hal, seperti dalam menghadapi suatu penyakit . Pasien yang

memiliki sikap positif akan selalu berpikir positif, karena dengan

berpikir positif maka pasien akan terjauh dari hal-hal negatif yang

bisa menghambat semangat dan motivasinya untuk segera sembuh

dari penyakit yang diidapnya.

Motivasi menyediakan suatu orientasi tujuan tingkah laku

yang diarahkan pada sesuatu. Pasien yang sedang di rawat di rumah

sakit mempunyai satu tujuan, yaitu segera sembuh dari penyakit

yang di idapnya, dengan bertujuan untuk segera sembuh maka

pasien akan memotivasi dirinya untuk mencapai tujuan tersebut.

Timbulnya kekuatan akan mendorong seseorang untuk

melakukan sesuatu. Kekuatan ini berasal dari dalam individu,

lingkungan sekitar, serta keyakinan individu akan kekuatan kodrati.

Kekuatan dari dalam dan luar diri pasien akan sangat berpengaruh

terhadap motivasi sembuhnya, dukungan dari lingkungan sekitar,

keluarga dan teman-teman akan semakin membantu pasien untuk

lebih memotivasi dirinya. Sedangkan kekuatan dari dalam diri

pasien antara lain dengan selalu berpikir positif juga akan

mempengaruhi motivasi untuk sembuh dari penyakitnya. Pasien

mempunyai pemikiran bahwa keinginan untuk sembuh berasal dari

dalam dan luar diri pasien tersebut, dari dalam dirinya sendiri yang

merupakan dorongan terkuat agar pasien bisa segera sembuh dari

penyakit yang diidapnya sedangkan dukungan dari luar juga sangat


berpengaruh, terlebih dukungan dari keluarga. Hal ini

menunjukkan bahwa keinginan dalam diri sendiri mempunyai

peranan yang penting untuk motivasi sembuh pasien rawat inap di

ruang Anggrek RSUD sumedang.

Pada studi pendahuluan yang telah dilaksanakan oleh

peneliti, fenomena yang terjadi adalah motivasi sembuh pasien

rawat inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang adalah kurang,

namun ketika setelah dilakukan penelitian ternyata motivasi

sembuh pasien rawat inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang

tergolong tinggi. Hal ini disebabkan karena saat melakukan studi

pendahuluan peneliti hanya mewawancarai sepuluh orang pasien

rawat inap yang ada di ruang Anggrek RSUD Sumedang dan

dilakukan dalam satu hari saja, sehingga hasil yang didapat saat

studi pendahuluan tersebut hanya mewakili sebagian kecil dari

motivasi sembuh pasien rawat inap di ruang Anggrek RSUD

Sumedang. Dapat pula dengan seiring berjalannya waktu pasien

sudah memiliki motivasi sembuh sehingga meningkatkan

keinginannya untuk segera sembuh dari penyakit yang diidapnya.


4.2.3 Hubungan antara Komunikasi Terapeutik Perawat dengan

Motivasi Sembuh Pasien

Hasil uji statistik dengan menggunakan metode Chi-Square

dengan taraf signifikan 5% (0,05) didapat bahwa nilai P-Value

sebesar 0,008< 0,05 sehingga Ho ditolak, hal ini terbukti bahwa

ada hubungan yang signifikan antara hubungan komunikasi

terapeutik aspek kesejatian dengan motivasi sembuh pada pasien

rawat inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang. Hal tersebut

menunjukkan bahwa pengiriman pesan pada orang lain tentang

gambaran diri kita yang sebenarnya. Perawat yang mampu

menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai

sikap yang dipunyai pasien. Perawat tidak menolak segala bentuk

perasaan negatif yang dimiliki pasien sehingga pasien akan

termotivasi akan kesembuhan nya.

Hasil uji statistik dengan menggunakan metode Chi-Square

dengan taraf signifikan 5% (0,05) didapat bahwa nilai P-Value

sebesar 0,025< 0,05 sehingga Ho ditolak, hal ini terbukti bahwa

ada hubungan yang signifikan antara hubungan komunikasi

terapeutik aspek empati dengan motivasi sembuh pada pasien

rawat inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang. Hal ini

menunjukkan bahwa kemampuan perawat dalam menempatkan diri

pada diri orang lain dan bahwa perawat telah memahami

bagaimana perasaan orang lain dalam hal ini adalah pasien dan apa
yang menyebabkan reaksi pasien tanpa emosi perawat larut dalam

emosi pasien sehingga pasien termotivasi akan kesembuhannya.

Hasil uji statistik dengan menggunakan metode Chi-Square

dengan taraf signifikan 5% (0,05) didapat bahwa nilai P-Value

sebesar 0,005< 0,05 sehingga Ho ditolak, hal ini terbukti bahwa

ada hubungan yang signifikan antara hubungan komunikasi

terapeutik apsek respek atau hormat dengan motivasi sembuh pada

pasien rawat inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang. Hal ini

menunjukkan bahwa perilaku perawat yang menunjukkan

kepedulian atau perhatian, rasa suka dan menghargai pasien.

Perawat menghargai pasien sebagai orang yang bernilai dan

menerima pasien tanpa syarat sehingga pasien termotivasi akan

kesembuhannya .

Hasil uji statistik dengan menggunakan metode Chi-Square

dengan taraf signifikan 5% (0,05) didapat bahwa nilai P-Value

sebesar 0,017< 0,05 sehingga Ho ditolak, hal ini terbukti bahwa

ada hubungan yang signifikan antara hubungan komunikasi

terapeutik aspek konkret dengan motivasi sembuh pada pasien

rawat inap di ruang Anggrek RSUD Sumedang. Hal ini berkaitan

bahwa perawat dapat mempertahankan responnya terhadap pasien

dan mendorong pasien memikirkan masalah yang spesifik sehingga

pasien termotivasi akan kesembuhanya.

Hasil korelasi antara komunikasi terapeutik dengan


motivasi sembuh pasien rawat inap di ruang Anggrek RSUD

Sumedang menunjukkan bahwa ada hubungan antara keduanya

adalah positif yang signifikan karena p < 0,05. Dikatakan positif

karena hubungan antara kedua variabel tersebut adalah linier atau

searah. Hal ini berarti jika variabel X-nya tinggi maka variabel Y-

nya juga ikut tinggi, dalam hal ini jika tingkat komunikasi

terapeutik tinggi maka tingkat motivasi sembuh juga akan tinggi.

Komunikasi merupakan kegiatan manusia menjalin

hubungan satu dengan sama lain yang demikian otomatis

keadaannya, sehingga tidak disadari bahwa ketrampilan

berkomunikasi merupakan hasil belajar. Keinginan untuk

berkomunikasi dengan orang lain menunjukkan bahwa manusia

tidak dapat hidup sendiri atau dapat dikatakan bahwa setiap

manusia mempunyai naluri untuk berkawan atau berkelompok

dengan manusia lain. Manusia merupakan mahluk sosial, karena

itu manusia selalu ditandai dengan pergaulan antar manusia.

Pergaulan manusia merupakan salah satu peristiwa komunikasi.

(Sugiyo, 2011)

Komunikasi terapeutik perawat ditunjukkan dengan empat

aspek yaitu aspek kesejatian, aspek empati, aspek respek atau

hormat dan aspek konkret (Mukhripah, 2010). Semakin tinggi

setiap aspek maka akan semakin tinggi pula komuniksai terapeutik

yang terjalin, komunikasi terapeutik tidak hanya sekedar

komunikasi secara verbal tapi juga secara non verbal.


Komunikasi terapeutik di ruang Anggrek RSUD Sumedang

sangat menolong tidak saja bagi pasien tapi juga untuk staf medis.

Bagi staf medis informasi mengenai pasien sangat penting untuk

menetapkan diagnosa maupun pengobatannya. Bagi pasien,

berkomunikasi dapat mengeluarkan keluhan-keluhan yang mereka

hadapi sekaligus merupakan suatu bentuk pengobatan, karena tidak

jarang pasien merasa puas dan lega setelah menyalurkan kepihak

lain. Ini di dukung dengan teori yang menyatakan komunikasi

terapeutik secara tepat dapat membantu meringankan beban pasien,

untuk melaksanakan komunikasi staf medis dengan pasien

diperlukan strategi komunikasi yang dimulai dari kebijakan rumah

sakit sebagai tempat rujukan pasien (Istiyanto dan Syafei, 2008)

Komunikasi secara efektif memberikan kesempatan saling

mengungkapkan isi hati atau kekesalan serta harapan yang di

inginkan (Sugiyo, 2011), Purwanto (2004) dalam Istiyanto dan

Syafei (2008) mengatakan bahwa tujuan dari komunikasi

terapeutik yaitu untuk membantu pasien memperjelas dan

mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil

tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya

pada hal yang diperlukan, dengan komunikasi terapeutik juga

diharapkan dapat mengurangi keraguan pasien dalam hal yang

efektif dan mempertahankan egonya.

Komunikasi terapeutik merupakan suatu kewajiban yang

harus dilakukan oleh perawat, perawat berperan penting dalam


proses penyembuhan atau pemulihan kondisi pasien. Selain

pengobatan medis tercapainya kesembuhan pasien juga dapat

dipengaruhi oleh penciptaan suasana fisik dan sosiopsikologis yang

mendukung. Istiyanto dan Syafei (2008) unsur percaya terhadap

staf medis dan daya tarik yang diperlihatkan akan menimbulkan

ketaatan atau kepatuhan pasien terhadap staf medis hal ini

merupakan kekuatan yang memotivasi pasien untuk sembuh .

Motivasi atau semangat hidup merupakan hal yang sangat

penting bagi seorang pasien yang sedang menjalani perawatan

medis, karena dengan termotivasinya seseorang untuk sembuh,

maka besar pula kemungkinan dirinya untuk sembuh (Sobur,

2008).

Perawat di ruang Anggrek RSUD Sumedang merupakan

seorang komunikator yang memberikan suatu rangsangan atau

stimulus terhadap pasien, yang nantinya bisa menimbulkan suatu

tindakan tersendiri oleh pasien yaitu tindakan untuk sembuh. Itu di

buktikan dengan teori yang menyatakan bahwa Adanya rasa tulus

dan iklas dalam memberikan perawatan pada pasien akan membuat

pasien merasa nyaman, dan dengan rasa itulah dapat membantu

bahkan dapat mempercepat proses penyembuhan dalam diri pasien

(Istiyanto dan Syafei, 2008).

Menurut teori dari Stuart (Perry dan Potter, 2006)

komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan yang


terapeutik. Karena dalam proses komunikasi terjadi penyampaian

informasi, pertukaran perasaan dan pikiran. Telah dijelaskan

bahwa tujuan dari komunikasi adalah untuk mempengaruhi

perilaku orang lain, sehingga keberhasilan dari motivasi sembuh

adalah tergantung pada komunikasi. Komunikasi terapeutik

ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat

kesehatan yang optimal sehingga diperlukan komunikasi yang

terapeutik antara perawat dan pasien.

Pasien yang mempunyai motivasi sembuh yang tinggi akan

selalu berfikir bahwa dia akan segera sembuh dari penyakitnya dan

pasien juga yakin bahwa keadaan sekitar atau lingkungan

sekitarnya juga mempengaruhinya untuk segera sembuh dari

penyakit yang dia idap.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh

Wiji Purwanti (2015) melakukan penelitian berkaitan dengan

motivasi sembuh pada pasien di Rumah Sakit Dr. Soedirman

Kebumen. Berdasarkan penelitian ini menemukan motivasi

sembuh yang rendah pada pasien. Perlunya motivasi sembuh bagi

pasien sangat penting karena dengan motivasi sembuh dapat

menjadi salah satu kekuatan untuk mempercepat kesembuhan.

Motivasi ini dapat menjadikan pasien bersedia menjalani setiap

terapi kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Namun

demikian, masih banyak ditemukan motivasi sembuh yang rendah


yang dirasakan oleh pasien. Seolah-olah merasa harapan hidupnya

sudah rendah dan tidak ada lagi yang patut untuk diperjuangkan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan pada

bab sebelumnya, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :

5.1.1 Gambaran komunikasi terapeutik perawat rawat inap di ruang

Anggrek RSUD Sumedang dari aspek kesejatian perawat tinggi

yaitu 69.1 %. aspek empati perawat tinggi yaitu 69,1%. Aspek

respek atau hormat perawat tinggi yaitu 61,8 % dan Aspek konkret

perawat tinggi yaitu 58,8%.

5.1.2 Gambaran motivasi sembuh pasien rawat inap di ruang Anggrek

RSUD Sumedang berada pada kategori tinggi yaitu 64,7%,

5.1.3 Ada hubungan yang signifikan antara kesejatian perawat terhadap

motivasi sembuh pada pasien rawat inap di ruang Anggrek RSUD

Sumedang Tahun 2016, ( P-Value 0,008 < 0,05 ).

5.1.4 Ada hubungan yang signifikan antara empati perawat terhadap

motivasi sembuh pada pasien rawat inap di ruang Anggrek RSUD

Sumedang Tahun 2016,, ( P-Value 0,025 < 0,05).

5.1.5 Ada hubungan yang signifikan antara respek atau hormat perawat

terhadap motivasi sembuh pada pasien rawat inap di ruang

Anggrek RSUD Sumedang Tahun 2016, ( P-Value 0,005 < 0,05).


5.1.6 Ada hubungan yang signifikan antara konkret perawat terhadap

motivasi sembuh pada pasien rawat inap di ruang Anggrek RSUD

Sumedang Tahun 2016, ( P-Value 0,017 < 0,05).

5.2 Saran

Merujuk pada simpulan penelitian diatas, peneliti mengajukan

saran-saran sebagai berikut:

5.2.1 Bagi Perawat

Perawat diharapkan untuk tetap mempertahankan

komunikasi terapeutik yang sudah terjalin, baik komunikasi

terapeutik secara verbal maupun non verbal agar tetap tercipta

hubungan yang benar-benar terapeutik antara perawat dan pasien

sehingga tercipta keterbukaan yang bisa memotivasi pasien untuk

segera sembuh dari penyakitnya.

5.2.2 Bagi Pasien

Diharapkan pasien dapat lebih terbuka dalam

menyampaikan masalah dan keinginannya kepada perawat

sehingga tidak terkesan

pasif untuk bertanya kepada perawat sehingga pasien dapat

memotivasi dirinya untuk sembuh.

5.2.3 Bagi Peneliti Sebelumnya


Bagi peneliti sebelumnya di harapkan dapat menambah

wawasan dari hasil penelitian ini, sehingga hasil penelitan tentang

komunikasi terapetik perawat dengan motivasi sembuh pada pasien

dapat berkembang.

5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya yang hendak melakukan penelitian

serupa sebaiknya peneliti harus lebih dekat mendampingi para

responden agar saat mengisi instrumen responden benar-benar

mengerti maksud dari pertanyaan yang diajukan karena

kebanyakan pasien di ruang Anggrek merupakan pasien dengan

SDM rata-rata kebawah. Peneliti selanjutkan juga harus lebih

mencermati fenomena awal yang terjadi, serta diharapkan peneliti

selanjutnya lebih kaya akan referensi yang bisa digunakan untuk

membantu pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik edisi


Revisi. Jakarta: PT Rineka Pustaka.

Arikunto. 2012. Prosedur Penilaian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka


Cipta

Badriah, Dewi Laelatul. 2006. Metodelogi penelitian Ilmu-Ilmu Kesehatan.


Bandung: Multazam.

Friedman, H. S, Schustack, M. W. 2006. Kepribadian (Teori Klasik dan Riset


Modern). Jakarta : Erlangga

Gerungan, W. A. 2010. Psikologi Sosial. Cetakan ketiga. Bandung : PT Refika


Aditama

Hermawan, A. H. 2009. Jurnal : Persepsi Pasien Tentang Pelaksanaan


Komunikasi Terapeutik Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Di Unit Gawat Darurat RS Mardi Rahayu Kudus. 2009

Hidayat, 2013, Metodologi Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data,


Jakarta : Salemba Medika.

Istiyanto, S.B dan Syafei M. 2008. Jurnal : Studi Komparatif Strategi Komunikasi
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas dan Rumah Sakit Margono
Soekarjo Purwokerto Terhadap Penyembuhan Pasien.

Kurniawan. 2011. Skripsi : Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Oleh


Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan
Keperawatan Di Ruang Rawat Inap Kenanga RSUD Kraton Kabupaten
Pekalongan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhamadiyah Pekajangan
Kabupaten Pekalongan

Latipun, Moeljono Notosoedirdjo.2007. Kesehatan Mental. Cetakan ketiga.


Malang : UMM Malang
Liliweri, Alo. 2008. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Cetakan kedua.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Machfoedz, M. 2009. Komunikasi Keperawatan (Komunikasi Terapeutik).


Yogyakarta : Penerbit Ganbika

Mukhripah. 2010. Komunikasi Terapeutik. Bandung : PT Reflika Aditama

Munandar. 2007. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Gramedia Widiarsarana


Indonesia

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta

Nurjannah, Intansari. 2008. Komunikasi Terapeutik (Dasar-dasar Komunikasi


Bagi Perawat). Yogyakarta : Mocomedia

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan, Edisi II. Salemba Medika, Jakarta Cipta

Perry A. G, Potter P. A. 2006. Fundamental Keperawatan (Konseo, Proses, dan


Praktik). Penerbit Buku Kedokteran EGC

Purba, J. M. 2007. Jurnal : Komunikasi Dalam Keperawatan. Digital Library


Universitas Sumatra Utara

Rachmawati T dan Turniani. 2006. Jurnal : Pengaruh Dukungan Sosial dan


Pengetahuan Penyakit TBC Terhadap Motivasi Untuk Sembuh Penderita
Tubercolosis Paru Yang Berobat Di Puskesmas. Peneliti Puslitbang
Sistem dan Kebijakan Kesehatan : Surabaya

Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi edisi revisi. Bandung : PT


Remaja Rosdakarya

Riduwan, dkk (2007). Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Sadirman, A.M. 2011. Interaksi dan motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT


Rajagrafindo Persada

Saryono, 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia


Setiadi. 2008. Konsep & keperawatan keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu

Setiawan, Tanjung M. S. 2008. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara :


Efek Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre
Operasi Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Volume I

Sobur, Alex. 2008. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia

Sugiyo. 2011. Komunikasi Antarpribadi. Semarang : UNNES PRESS

Sugiyono (2006). Metodelogi Penelitian Administrasi. Bandung:Alfa Beta

Suryabrata, Sumadi. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindon


Pustaka

Supratiknya, A. 2006. Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius


(Anggota IKAPI)

Tubbs, Sylvia, M. 2009. Human Comunication (Prinsip-prinsip Dasar). Bandung


: PT Remaja Rosdakarya
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Inform Consent
LEMBAR INFORMASI UNTUK RESPONDEN

Responden yang saya hormati,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ahmad Harun Alrasyid

NPM : 1210105073

Adalah mahasiswa program studi ilmu keperawatan, STIKES Sebelas April


Sumedang. Akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Komunikasi
Terapeutik Perawat Dengan Motivasi Sembuh Pada Pasien Rawat Inap Di
Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang Tahun 2016”. Data
yang diperoleh akan direkomendasikan sebagai landasan untuk meningkatkan
upaya pelayanan keperawatan khususnya dan kesehtan umumnya di rumah sakit.

Peneliti berjanji akan menghargai dan menjungjung tinggi hak-hak


responden dengan cara mempertahankan identitas dan data yang diperoleh baik
dalam pengumpulan, pengolahan maupun penyajian laporan nanti. Peneliti
menjamin bahwa penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak negatif bagi
perawat, pasien maupun institusi rumah sakit.

Apabila responden menyetujui, maka dengan ini peneliti mohon responden


menandatangani lembar persetujuan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
telah disiapkan peneliti. Atas kesediaan dan kerjasama saudara/i. saya ucapkan
banyak terima kasih.

Sumedang, Juli 2016

Peneliti
Lampiran 2

Lembar Pesrsetujuan Responden

Responden
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Setelah membaca penjelasan yang diberikan peneliti, saya bersedia ikut


berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa
STIKES Sebelas April Sumedang tentang “Hubungan Komunikasi Terapeutik
Perawat Dengan Motivasi Sembuh Pada Pasien Ruang Rawat Inap Di Ruang
Anggrek RSUD Sumedang Tahun 2016”. Saya mengerti bahwa penelitian ini
tidak akan merugikan saya, dan jawaban yang saya berikan akan di rahasiakan
keberadaannya. Dengan demikian saya bersedia untuk menjadi responden
penelitian.

Sumedang, Juli 2016


Responden

(………………….....)
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN


MOTIVASI SEMBUH PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG
ANGGREK RUMAH SAKIT UMUM SUMEDANG
TAHUN 2016

No. Responden :

Tanggal Wawancara : ………………………………….


A. KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Jawablah pernyataan berikut dengan member tanda (√) sesuai yang dirasakan

oleh saudara

SS : bila pernyataan Sangat Sesuai dengan kondisi anda

S : bila pernyataan Sesuai dengan kondisi Anda

TS : bila pernyataan Tidak Sesuai dengan kondisi Anda

STS : bila pernyataan Sangat Tidak Sesuai dengan kondisi Anda

No Pernyataan SS S TS STS

1 Saat akan melakukan tindakan perawatan, perawat


selalu menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
tersebut.
2 Perawat selalu menjelaskan tentang informasi untuk
penyakit yang saya idap.
3 Perawat menjawab pertanyaan saya tentang tindakan
perawatan yang dilakukan.
4 Perawat melakukan kontak mata dengan saya saat
melakukan tindakan perawatan.
5 Saat mengganti infus perawat selalu menatap
kearah saya.

6 Perawat bersikap baik ketika merawat saya.

7 Perawat menunjukan rasa ikhlas dalam merawat saya.

8 Selama berbicara, perawat menunjukkan sikap


peduli.
9 Perawat bersikap sabar ketika menghadapi saya saat
saya sedang kesal.
10 Saya merasa perawat mendengarkan keluhan saya
dengan penuh perhatian.
11 Saya merasa perawat memahami keadaan saya karena
perawat bersedia mendengarkan semua keluhan saya.
12 Jika berbicara, perawat melihat kearah Saya.

13 Menurut saya, perawat berbicara dengan intonasi yang


lembut
14 Saat bertemu, perawat selalu mendoakan agar saya
lekas sembuh.
15 Saya merasa perawat sudah sepenuh hati saat memberi
tindakan keperawatan untuk saya.
16 Perawat berbicara dengan bahasa yang saya mengerti.

17 Perawat dalam memberikan perawatan menunjukan


rasa senang terhadap pasien.
18 Perawat merahasiakan semua informasi tentang
penyakit saya.
19 Perawat meminta ijin ketika akan melakukan tindakan.

20 Perawat dalam merawat saya tidak membedakan status


misal pasien umum dan bpjs
21 Sebelum berkomunikasi dengan saya, perawat
menunjukkan sikap ingin membantu.
22 Perawat selalu meminta ijin pada keluarga saya saat
akan melakukan tindakan perawatan untuk saya.
23 Dalam melakukan tindakan, perawat menjaga
keamanan diri saya.
24 Perawat mau bertukar pikiran tentang perasaan saya
saat mengalami sakit.
25 Perawat pernah menawarkan untuk membantu
permasalahan penyakit yang sedang saya hadapi.
26 Jika saya ingin bertanya pada perawat, perawat
senantiasa membantu menjawab pertanyaan saya.
27 Perawat pernah menawarkan untuk.bertukar pikiran
tentang penyakit yang saya sedang saya hadapi.
28 Perawat selalu memberikan kesempatan pada saya
untuk bercerita tentang penyakit saya.
B. MOTIVASI SEMBUH

Jawablah pernyataan berikut dengan member tanda (√) sesuai yang dirasakan

oleh saudara

SS : bila pernyataan Sangat Sesuai dengan kondisi anda

S : bila pernyataan Sesuai dengan kondisi Anda

TS : bila pernyataan Tidak Sesuai dengan kondisi Anda

STS : bila pernyataan Sangat Tidak Sesuai dengan kondisi Anda

No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya pasti sembuh dari penyakit saya ini.

2 Saya harus selalu optimis untuk segera sembuh.

3
Saya merasa kuat menghadapi penyakit ini.

4 Saya merasa penyakit yang saya idap tidak terlalu


parah.
5 Saya merasa tidak sia-sia menjalani proses
penyembuhan ini.
6 Saya tidak takut dengan penyakit yang saya idap ini.

7 Saya harus berpikir positif bahwa penyakit ini pasti


akan segera sembuh.
8 Dalam menanggapi pembicaraan saya, perawat
berusaha mendebat atau merubah pikiran saya.
9
Saya tidak takut jika ada perawat yang akan
melakukan tindakan perawatan.
10
Tabah dan ikhlas dalam menghadapi proses
penyembuhan ini membuat saya semakin termotivasi
untuk segera sembuh.

11 Jika saya menuruti semua anjuran perawat demi


kesembuhan saya maka saya akan segera sembuh
dari penyakit ini.
12 Fasilitas yang lengkap membuat saya semangat
menjalani proses penyembuhan ini.
13
Perawat selalu memotivasi saya untuk segera
sembuh dari penyakit ini.
14
Lingkungan rumah sakit membuat saya nyaman
menjalani proses penyembuhan ini.
15
Setelah dirawat di rumah sakit ini, saya pasti akan
pulih seperti semula.
16 Perawat pernah menyemangati saya supaya lekas
sembuh.
17
Perawat selalu membantu meyakinkan saya agar saya
segera sembuh.
18
Dukungan dari keluarga membuat saya ingin segera
sembuh dari penyakit ini.
19
Saya merasa obat yang saya minum sangat mendorong
saya untuk segera sembuh
20
Saya merasa mendapatkan proses pengobatan yang
optimal sehingga saya pasti akan segera sembuh.

TERIMA KASIH
Lampiran 4
Uji Validitas dan
Reliabilitas
Hasil Uji Validitas Kuesioner Komunikasi Terapeutik

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 20 100,0
a
Excluded 0 ,0
Total 20 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,954 31

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
p1 2,37 ,929 20
p2 2,38 ,931 20
p3 2,59 ,966 20
p4 2,60 ,949 20
p5 2,38 ,931 20
p6 2,29 ,882 20
p7 2,60 ,949 20
p8 2,37 ,929 20
p9 2,38 ,931 20
p10 2,37 ,879 20
p11 2,38 ,931 20
p12 2,62 ,947 20
p13 2,47 ,889 20
p14 2,37 ,879 20
p15 2,54 ,905 20
p16 2,60 ,949 20
p17 2,32 ,800 20
p18 2,34 ,956 20
p19 2,47 ,889 20
p20 2,62 ,792 20
p21 2,47 ,889 20
p22 2,37 ,929 20
p23 2,38 ,898 20
p24 2,62 ,947 20
p25 2,65 ,943 20
p26 2,62 ,947 20
p27 2,41 ,629 20
p28 2,43 ,967 20
p29 2,62 ,947 20
p30 2,54 ,905 20
p31 2,32 ,871 20
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha
Item Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted
p1 74,13 313,818 ,498 ,953
p2 74,12 307,090 ,708 ,951
p3 73,91 303,216 ,800 ,950
p4 73,90 302,870 ,827 ,950
p5 74,12 307,090 ,708 ,951
p6 74,21 312,405 ,573 ,952
p7 73,90 302,482 ,839 ,950
p8 74,13 313,818 ,498 ,953
p9 74,12 307,090 ,708 ,951
p10 74,13 311,997 ,589 ,952
p11 74,12 307,090 ,708 ,951
p12 73,88 302,553 ,838 ,950
p13 74,03 307,253 ,739 ,951
p14 74,13 311,997 ,589 ,952
p15 73,96 310,491 ,619 ,952
p16 73,90 302,482 ,839 ,950
p17 74,18 345,491 -,507 ,960
p18 74,16 307,391 ,679 ,952
p19 74,03 307,253 ,739 ,951
p20 73,88 330,852 -,015 ,956
p21 74,03 307,253 ,739 ,951
p22 74,13 313,818 ,498 ,953
p23 74,12 311,717 ,584 ,952
p24 73,88 302,553 ,838 ,950
p25 73,85 305,291 ,755 ,951
p26 73,88 302,553 ,838 ,950
p27 74,09 335,992 -,231 ,957
p28 74,07 307,233 ,675 ,952
p29 73,88 302,553 ,838 ,950
p30 73,96 310,491 ,619 ,952
p31 74,18 312,118 ,591 ,952

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
76,50 331,060 18,195 31
Hasil Uji Validitas Kuesioner Motivasi Sembuh

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary


N %
Valid 20 100,0
a
Cases Excluded 0 ,0
Total 20 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,918 22

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
p32 2,37 ,879 20
p33 2,56 ,780 20
p34 2,49 ,837 20
p35 2,49 ,837 20
p36 2,71 ,931 20
p37 2,65 ,806 20
p38 2,56 ,904 20
p39 2,40 1,161 20
p40 2,49 ,837 20
p41 2,22 1,183 20
p42 2,71 ,931 20
p43 2,68 ,818 20
p44 2,71 ,931 20
p45 2,56 ,904 20
p46 2,59 1,096 20
p47 2,35 1,089 20
p48 2,35 1,089 20
p49 2,47 ,855 20
p50 2,71 ,931 20
p51 2,34 1,101 20
p52 2,47 ,855 20
p53 2,56 ,904 20
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha
Item Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted
p32 53,03 144,626 ,640 ,912
p33 52,84 144,884 ,716 ,911
p34 52,91 144,858 ,663 ,912
p35 52,91 144,858 ,663 ,912
p36 52,69 143,858 ,636 ,912
p37 52,75 148,011 ,524 ,915
p38 52,84 145,302 ,588 ,913
p39 53,00 144,866 ,455 ,917
p40 52,91 144,858 ,663 ,912
p41 53,18 143,401 -,499 ,916
p42 52,69 143,858 ,636 ,912
p43 52,72 148,085 ,511 ,915
p44 52,69 143,858 ,636 ,912
p45 52,84 145,302 ,588 ,913
p46 52,81 161,232 -,126 ,929
p47 53,04 142,610 ,582 ,914
p48 53,04 142,610 ,582 ,914
p49 52,93 143,353 ,725 ,911
p50 52,69 143,858 ,636 ,912
p51 53,06 145,370 ,465 ,916
p52 52,93 143,353 ,725 ,911
p53 52,84 145,302 ,588 ,913

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
55,40 158,930 12,607 22
Lampiran 5
Analisis Univariat dan
Bivariat
Hasil Analisis univariat

Frequencies Kesejatian

Kesejatian
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Kurang 21 30,9 30,9 30,9
Valid Tinggi 47 69,1 69,1 100,0
Total 68 100,0 100,0

Frequencies Empati
Empati
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Kurang 21 30,9 30,9 30,9
Valid Tinggi 47 69,1 69,1 100,0
Total 68 100,0 100,0

Frequencies Respek atau Hormat


Respek atau Hormat
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Kurang 26 38,2 38,2 38,2
Valid Tinggi 42 61,8 61,8 100,0
Total 68 100,0 100,0

Frequencies Konkret
Konkret
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Kurang 28 41,2 41,2 41,2
Valid Tinggi 40 58,8 58,8 100,0
Total 68 100,0 100,0
Frequencies Motivasi Sembuh
Motivasi Sembuh
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Kurang 24 35,3 35,3 35,3
Valid Tinggi 44 64,7 64,7 100,0
Total 68 100,0 100,0
HASIL ANALISIS BIVARIAT

1. Kesejatian * Motivasi Sembuh Crosstabulation

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kesejatian * MotivasiSembuh 68 100.0% 0 .0% 68 100.0%

Kesejatian * MotivasiSembuh Crosstabulation

MotivasiSembuh

Kurang Tinggi Total


Kesejatian Kurang Count 14 10 24
Expected Count 8.5 15.5 24.0
% within Kesejatian 58.3% 41.7% 100.0%
% within MotivasiSembuh 58.3% 22.7% 35.3%
Tinggi Count 10 34 44
Expected Count 15.5 28.5 44.0
% within Kesejatian 22.7% 77.3% 100.0%
% within MotivasiSembuh 41.7% 77.3% 64.7%
Total Count 24 44 68
Expected Count 24.0 44.0 68.0
% within Kesejatian 35.3% 64.7% 100.0%
% within MotivasiSembuh 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 8.621 1 .003
b
Continuity Correction 7.132 1 .008
Likelihood Ratio 8.532 1 .003
Fisher's Exact Test .007 .004
Linear-by-Linear Association 8.494 1 .004
N of Valid Cases 68
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,47.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Kesejatian 4.760 1.625 13.947
(Kurang / Tinggi)
For cohort MotivasiSembuh = 2.567 1.352 4.874
Kurang
For cohort MotivasiSembuh = .539 .327 .889
Tinggi
N of Valid Cases 68

2. Empati * Motivasi Sembuh Crosstabulation

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Empati * Motivasi Sembuh 68 100.0% 0 .0% 68 100.0%

Empati * MotivasiSembuh Crosstabulation

MotivasiSembuh

Kurang Tinggi Total


Empati Kurang Count 12 9 21
Expected Count 7.4 13.6 21.0
% within Empati 57.1% 42.9% 100.0%
% within MotivasiSembuh 50.0% 20.5% 30.9%
Tinggi Count 12 35 47
Expected Count 16.6 30.4 47.0
% within Empati 25.5% 74.5% 100.0%
% within MotivasiSembuh 50.0% 79.5% 69.1%
Total Count 24 44 68
Expected Count 24.0 44.0 68.0
% within Empati 35.3% 64.7% 100.0%
% within MotivasiSembuh 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 6.351 1 .012
b
Continuity Correction 5.042 1 .025
Likelihood Ratio 6.214 1 .013
Fisher's Exact Test .015 .013
Linear-by-Linear Association 6.258 1 .012
N of Valid Cases 68
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,41.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Empati (Kurang / 3.889 1.314 11.507
Tinggi)
For cohort MotivasiSembuh = 2.238 1.213 4.131
Kurang
For cohort MotivasiSembuh = .576 .342 .969
Tinggi
N of Valid Cases 68

3. Respek Atau Hormat * Motivasi Sembuh Crosstabulation

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
RespekAtauHormat * 68 100.0% 0 .0% 68 100.0%
MotivasiSembuh
RespekAtauHormat * MotivasiSembuh Crosstabulation

MotivasiSembuh

Kurang Tinggi Total


RespekAtauHormat Kurang Count 15 11 26
Expected Count 9.2 16.8 26.0
% within RespekAtauHormat 57.7% 42.3% 100.0%
% within MotivasiSembuh 62.5% 25.0% 38.2%
Tinggi Count 9 33 42
Expected Count 14.8 27.2 42.0
% within RespekAtauHormat 21.4% 78.6% 100.0%
% within MotivasiSembuh 37.5% 75.0% 61.8%
Total Count 24 44 68
Expected Count 24.0 44.0 68.0
% within RespekAtauHormat 35.3% 64.7% 100.0%
% within MotivasiSembuh 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 9.247 1 .002
b
Continuity Correction 7.728 1 .005
Likelihood Ratio 9.227 1 .002
Fisher's Exact Test .004 .003
Linear-by-Linear Association 9.111 1 .003
N of Valid Cases 68
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,18.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for 5.000 1.712 14.602
RespekAtauHormat (Kurang /
Tinggi)
For cohort MotivasiSembuh = 2.692 1.383 5.241
Kurang
For cohort MotivasiSembuh = .538 .335 .867
Tinggi
N of Valid Cases 68
4. Konkret * Motivasi Sembuh Crosstabulation
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Konkret * Motivasi Sembuh 68 100.0% 0 .0% 68 100.0%

Konkret * Motivasi Sembuh Crosstabulation

MotivasiSembuh

Kurang Tinggi Total


Konkret Kurang Count 15 13 28
Expected Count 9.9 18.1 28.0
% within Konkret 53.6% 46.4% 100.0%
% within MotivasiSembuh 62.5% 29.5% 41.2%
Tinggi Count 9 31 40
Expected Count 14.1 25.9 40.0
% within Konkret 22.5% 77.5% 100.0%
% within MotivasiSembuh 37.5% 70.5% 58.8%
Total Count 24 44 68
Expected Count 24.0 44.0 68.0
% within Konkret 35.3% 64.7% 100.0%
% within MotivasiSembuh 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 6.963 1 .008
b
Continuity Correction 5.669 1 .017
Likelihood Ratio 6.971 1 .008
Fisher's Exact Test .011 .009
Linear-by-Linear Association 6.860 1 .009
N of Valid Cases 68
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,88.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Konkret (Kurang / 3.974 1.391 11.356
Tinggi)
For cohort MotivasiSembuh = 2.381 1.218 4.656
Kurang
For cohort MotivasiSembuh = .599 .389 .922
Tinggi
N of Valid Cases 68
Lampiran 6
Format Bimbingan Skripsi

Anda mungkin juga menyukai