Anda di halaman 1dari 40

UNIVERSITAS INDONESIA

STUDI FENOMENOLOGI: PENGALAMAN IPCN DAN IPCLN


DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI DI RSUD dr. SOBIRIN

MINI PROPOSAL TESIS

OLEH
MIRA DAMAYANTI
1806170624

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


PEMINATAN KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karuniaNya, Saya bisa
menyelesaikan penyusunan Mini Proposal Tesis yang berjudul “Studi Fenomenologi Pengalaman
IPCN dan IPCLN dalam Pelaksanaan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSUD dr.
Sobirin” dengan baik. Dalam penyusunan proposal ini penulis banyak mendapatkan bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada Ibu Prof. Setyowati, S.Kp., M.App,Sc., PhD dan Ibu Hening
Pujasari, S.Kep, M.Biomed, Ph.D. selaku fasilitator yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis dengan penuh kesabaran dalam menyusun mini proposal tesis ini. Selanjutnya penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Agus Setiawan, S.Kp., M.N., D.N selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk menjadi
mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
2. Dr. Hanny Handiyani, S.Kep., M.Kep. selaku ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Pasca Sarjana
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
4. Suamiku tercinta Marwanto Ariestio dan anakku tersayang Aisyah Shafiyyah Marwan yang
senantiasa memberi semangat, doa serta dukungan moril dan materil dalam penyusunan mini
proposal tesis ini.
5. Keluargaku tercinta Bapak Suwarmin dan Ibu Suciati yang selalu membimbing penulis di
semua tahap kehidupan serta saudara/i ku Dwi Kuslimawati, Titi Hayati Rahayu dan Agung
Setiawan yang telah menemani perjalanan hidup Penulis.
6. Rekan-rekan mahasiswa Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Program
Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang
telah membantu dalam penyusunan proposal tesis ini.
8. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam
penyusunan proposal tesis ini

ii
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritikan dan saran dari teman sejawat semua sehingga proposal ini bisa
disempurnakan. Harapan penulis melalui proposal inidapat memberi kemanfaatan kepada kita
semua. Aamiin

Depok, 20 Mei 2019


Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................................. 3
1.4.1 Manfaat Bagi Pelayanan Keperawatan ..................................................................... 3
1.4.2 Manfaat Bagi Pendidikan Keperawatan.................................................................... 3
1.4.3 Manfaat Bagi Riset Keperawatan ............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN TEORITIS ..................................................................................................... 4
2.1 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ................................................................................ 4
2.2 IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) .............................................................. 15
2.3 IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse) ................................................... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................................... 18
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................................................ 18
3.2 Partisipan Penelitian.......................................................................................................... 19
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................................... 20
3.4 Etika Penelitian ................................................................................................................. 20
3.4.1 Prinsip Anonimity .................................................................................................... 20
3.4.2 Prinsip Confidentiality ............................................................................................ 21
3.4.3 Prinsip Beneficience ................................................................................................ 21
3.4.4 Prinsip Justice ......................................................................................................... 21
3.4.5 Prinsip Autonomy .................................................................................................... 22
3.5 Alat Pengumpulan Data .................................................................................................... 22
3.6 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................................................. 23
3.7 Analisa Data ...................................................................................................................... 24
3. 8 Keabsahan Data ................................................................................................................ 25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pencegahan HAIs (Healthcare Associated Infections) adalah prioritas nasional dan


internasional. HAIs adalah efek samping yang menyebabkan peningkatan morbiditas,
mortalitas dan biaya yang sebenarnya sebagian dapat dicegah (Streefkerk et al., 2014).
Tahun 2011, HAIs mengakibatkan 99.000 kematian dan kerugian sebesar 6,5 milyar dolar
(WHO, 2011). Menurut data WHO, 1 dari setiap 10 pasien di seluruh dunia terkena dampak
HAIs, dengan prevalensi minimal 7:100 pasien di negara maju dan 15:100 pasien di negara
berkembang (WHO, 2016). Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa
memperkirakan terjadi lebih dari 2,6 Juta kasus baru HAIs di Uni Eropa setiap tahun
(Allegranzi et al., 2017). Menurut WHO (2016), implementasi pencegahan dan
pengendalian infeksi merupakan praktik terbaik dalam mengurangi kejadian HAIs. Hasil
terbaik dicapai ketika pencegahan dan pengendalian infeksi didukung oleh politik dan
dukungan manajemen, terintegrasi dalam layanan klinis dan budaya keselamatan pasien.

Keberadaan IPCN terbukti efektif dalam menurunkan HAIs (Xu et al., 2015). Infection
Prevention and Control Nurse (IPCN) atau Perawat Pencegah dan Pengendali Infeksi
(Perawat PPI) adalah seorang staf perawat yang bekerja penuh waktu untuk melakukan
koordinasi dan pengawasan pengawasan pencegahan pengendalian infeksi di rumah sakit.
Dalam Standar 2.2 PPI SNARS 2018, IPCN memiliki kompetensi untuk mengawasi serta
supervisi semua kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi (KARS, 2017). IPCN
memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengidentifikasi kejadian infeksi, memonitor,
mengevaluasi, dan melaporkan surveilans infeksi, mendeteksi dan menginvestigasi KLB,
memberikan konsultasi tentang pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan, memberikan penyuluhan, melaksanakan audit kepatuhan pada petugas,
memantau petugas kesehatan yang terpajan benda tajam bekas pakai, dan mampu
memberikan rancangan desain ruangan rumah sakit sesuai prinsip PPI (Permenkes, 2017).

Dalam bekerja IPCN dapat dibantu beberapa IPCLN (Infection Prevention and Control Link
Nurse) dari tiap unit, terutama yang berisiko terjadinya infeksi (Permenkes, 2017). Menurut

1
Peter et al (2017), IPCLN adalah personil cadangan penting untuk pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Pelaksanaan tindakan yang tepat merupakan prasyarat
penting untuk mencegah munculnya HAIs. Pencegahan harus terjadi selama prosedur klinis
melalui klinisi dan perawat. Keahlian dalam pencegahan dan pengendalian infeksi terletak
di tangan staf yang terlatih secara khusus yaitu dokter pengendalian infeksi dan perawat
pencegah dan pengendali infeksi (IPCN). Untuk menutup kesenjangan ini dan memperkuat
pencegahan dan pengendalian infeksi tindakan di mana mereka diperlukan, sebuah upaya
dibuat untuk membangun Liaisons untuk IPCN dengan perawat yang bekerja di perawatan
pasien langsung; yaitu, Infection Prevention Control Link Nurse (IPCLN).

Pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi seringkali menemui banyak


kendala baik dari sarana dan prasarana, manajemen maupun dari staf kesehatan yang ada di
rumah sakit. Kendala yang dialami ini berpotensi untuk mengganggu jalannya pelaksanaan
program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. IPCN dan IPCLN sebagai
orang yang berperan dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan program pencegahan dan
pengendalian infeksi merasakan pengalaman ini dan akhirnya ikut mempengaruhi
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab mereka.

Berdasarkan data-data yang telah dijabarkan, Peneliti ingin mengekplorasi lebih dalam
pengalaman IPCN dan IPCLN dalam pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian
infeksi di RSUD dr. Sobirin.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini merumuskan pertanyaan penelitian
“bagaimana pengalaman IPCN dan IPCLN dalam pelaksanaan program pencegahan dan
pengendalian infeksi di RSUD dr. Sobirin?”

1.3 Tujuan Penelitian


Riset ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pengalaman IPCN dan IPCLN dalam
pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD dr. Sobirin.

2
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan-masukan serta bahan
pertimbangan dalam pemecahan masalah keperawatan terutama di bidang pencegahan dan
pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan.

1.4.2 Manfaat Bagi Pendidikan Keperawatan


Hasil penelitian ini hendaknya dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam
manajemen sumber daya keperawatan untuk pelaksanaan program pencegahan dan
pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan.

1.4.3 Manfaat Bagi Riset Keperawatan


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan penelitian selanjutnya terkait dengan
pencegahan dan pengendalian infeksi dan dapat dijadikan dasar dalam melakukan penelitian
dilihat dari sisi pengalaman IPCN dan IPCLN program pencegahan dan pengendalian
infeksi di fasilitas kesehatan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


2.1.1 Konsep Dasar Penyakit Infeksi
Berdasarkan sumber infeksi, maka infeksi dapat berasal dari masyarakat/komunitas
(Community Acquired Infection) atau dari rumah sakit (Healthcare-Associated
Infections/HAIs). Penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit beberapa waktu yang lalu
disebut sebagai Infeksi Nosokomial (Hospital Acquired Infection). Saat ini penyebutan
diubah menjadi Infeksi Terkait Layanan Kesehatan atau “HAIs” (Healthcare-Associated
Infections) dengan pengertian yang lebih luas, yaitu kejadian infeksi tidak hanya berasal
dari rumah sakit, tetapi juga dapat dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tidak terbatas
infeksi kepada pasien namun dapat juga kepada petugas kesehatan dan pengunjung yang
tertular pada saat berada di dalam lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes,
2017).

Kejadian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai
penularan, apabila satu mata rantai diputus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat
dicegah atau dihentikan. Enam komponen rantai penularan infeksi, yaitu: a) Agen infeksi
(infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi; b) Reservoir atau wadah
tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang-biak dan siap ditularkan
kepada pejamu atau manusia; c) Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen
infeksi (mikroorganisme) meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran cerna,
saluran kemih serta transplasenta; d) Metode transmisi/cara penularan adalah metode
transport mikroorganisme dari wadah/reservoir ke pejamu yang rentan; e) Portal of entry
(pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang rentan dapat melalui
saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau melalui kulit yang tidak utuh;
dan f) Susceptible host (pejamu rentan) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun
sehingga tidak mampu melawan agen infeksi.

4
2.1.2 Jenis dan Faktor Risiko HAIs
2.1.2.1 Jenis HAIs
Jenis HAIs yang paling sering terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut
(Permenkes, 2017):
2.1.2.1.1 Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan infeksi pneumonia yang terjadi setelah
48 jam pemakaian ventilasi mekanik baik pipa endotracheal maupun tracheostomi.
Beberapa tanda infeksi berdasarkan penilaian klinis pada pasien VAP yaitu demam,
takikardi, batuk, perubahan warna sputum. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan jumlah leukosit dalam darah dan pada rontgent didapatkan gambaran infiltrat
baru atau persisten. Adapun diagnosis VAP ditentukan berdasarkan tiga komponen tanda
infeksi sistemik yaitu demam, takikardi dan leukositosis yang disertai dengan gambaran
infiltrat baru ataupun perburukan di foto toraks dan penemuan bakteri penyebab infeksi
paru.

VAP dapat dicegah dan dikendalikan dengan bundles VAP sebagai berikut:
1) Membersikan tangan setiap akan melakukan kegiatan terhadap pasien yaitu dengan
menggunakan lima momen kebersihan tangan
2) Posisikan tempat tidur antara 30-45O bila tidak ada kontra indikasi misalnya trauma
kepala ataupun cedera tulang belakang
3) Menjaga kebersihan mulut atau oral hygiene setiap 2-4 jam dengan menggunakan
bahan dasar anti septik clorhexidine 0,02% dan dilakukan gosok gigi setiap 12 jam untuk
mencegah timbulnya flaque pada gigi karena flaque merupakan media tumbuh kembang
bakteri patogen yang pada akhirnya akan masuk ke dalam paru pasien
4) Manajemen sekresi oroparingeal dan trakeal yaitu: a) Suctioning bila dibutuhkan saja
dengan memperhatikan teknik aseptik bila harus melakukan tindakan tersebut; b)
Petugas yang melakukan suctioning pada pasien yang terpasang ventilator
menggunakan alat pelindung diri (APD); c) Gunakan kateter suction sekali pakai; d)
Tidak sering membuka selang/tubing ventilator; e) Perhatikan kelembaban pada
humidifier ventilator; f) Tubing ventilator diganti bila kotor
5) Melakukan pengkajian setiap hari ‘sedasi dan extubasi”: a) Melakukan pengkajian
penggunaan obat sedasi dan dosis obat tersebut; b) Melakukan pengkajian secara rutin
akan respon pasien terhadap penggunaan obat sedasi tersebut. Bangunkan pasien setiap

5
hari dan menilai responnya untuk melihat apakah sudah dapat dilakukan penyapihan
modus pemberian ventilasi
6) Peptic ulcer disease Prophylaxis diberikan pada pasien-pasien dengan risiko tinggi
7) Berikan Deep Vein Trombosis (DVT) Prophylaxis

2.1.2.1.2 Infeksi Aliran Darah (IAD)


Infeksi Aliran Darah (Blood Stream Infection/BSI) dapat terjadi pada pasien yang
menggunakan alat sentral intra vaskuler (CVC Line) setelah 48 jam dan ditemukan tanda
atau gejala infeksi yang dibuktikan dengan hasil kultur positif bakteri patogen yang tidak
berhubungan dengan infeksi pada organ tubuh yang lain dan bukan infeksi sekunder, dan
disebut sebagai Central Line Associated Blood Stream Infection (CLABSI).

Infeksi Aliran Darah (IAD) dapat dicegah dan dikendalikan dengan bundles IAD sebagai
berikut:
1) Melakukan prosedur kebersihan tangan dengan menggunakan sabun dan air atau cairan
antiseptik berbasis alkohol, pada saat antara lain: a) Sebelum dan setelah meraba area
insersi kateter. b) Sebelum dan setelah melakukan persiapan pemasangan intra vena. c)
Sebelum dan setelah melakukan palpasi area insersi. d) Sebelum dan setelah
memasukan, mengganti, mengakses, memperbaiki atau dressing kateter. e) Ketika
tangan diduga terkontaminasi atau kotor. f) Sebelum dan sesudah melaksanakan
tindakan invasif. g) Sebelum menggunakan dan setelah melepas sarung tangan.
2) Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Penggunaan APD pada tindakan invasif
(tindakan membuka kulit dan pembuluh darah) direkomendasikan pada saat: a) Pada
tindakan pemasangan alat intra vena sentral maka APD yang harus digunakan adalah
topi, masker, gaun steril dan sarung tangan steril. APD ini harus dikenakan oleh petugas
yang terkait memasang atau membantu dalam proses pemasangan central line. b)
Penutup area pasien dari kepala sampai kaki dengan kain steril dengan lubang kecil
yang digunakan untuk area insersi. c) Kenakan sarung tangan bersih, bukan steril untuk
pemasanagan kateter intra vena perifer. d) Gunakan sarung tangan baru jika terjadi
pergantian kateter yang diduga terkontaminasi. e) Gunakan sarung tangan bersih atau
steril jika melakukan perbaikan (dressing) kateter intra vena.
3) Antiseptik Kulit Bersihkan area kulit disekitar insersi dengan menggunakan cairan
antiseptik (alkohol 70% atau larutan klorheksidin glukonat alkohol 2-4%) dan biarkan

6
antiseptik mengering sebelum dilakukan penusukan/insersi kateter. Antiseptik adalah
zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh
mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar
makhluk hidup/jaringan hidup atau kulit untuk mengurangi kemungkinan infeksi.
Penggunaan cairan antiseptik dilakukan segera sebelum dilakukan insersi mengingat
sifat cairan yang mudah menguap dan lakukan swab dengan posisi melingkar dari area
tengah keluar. Persyaratan memilih cairan antiseptik antara lain: a) Aksi yang cepat dan
aksi mematikan yang berkelanjutan b) Tidak menyebabkan iritasi pada jaringan ketika
digunakan c) Non-alergi terhadap subjek d) Tidak ada toksisitas sistemik (tidak
diserap) e) Tetap aktif dengan adanya cairan tubuh misalnya: darah atau nanah
4) Pemilihan lokasi insersi kateter Pemasangan kateter vena sentral sebaiknya
mempertimbangkan faktor risiko yang akan terjadi dan pemilihan lokasi insersi
dilakukan dengan mempertimbangkan risiko yang paling rendah. Vena subklavia
adalah pilihan yang berisiko rendah untuk kateternon-tunneled catheter pada orang
dewasa. a) Pertimbangkan risiko dan manfaat pemasangan kateter vena sentral untuk
mengurangi komplikasi infeksi terhadap risiko komplikasi mekanik (misalnya,
pneumotoraks, tusukan arteri subclavia, hemotoraks, trombosis, emboli udara, dan
lainlain). b) Hindari menggunakan vena femoralis untuk akses vena sentral pada pasien
dewasa dan sebaiknya menggunakan vena subclavia untuk mempermudah penempatan
kateter vena sentral. c) hindari penggunaan vena subclavia pada pasien hemodialisis
dan penyakit ginjal kronis. d) Gunakan panduan ultra sound saat memasang kateter
vena sentral. e) Gunakan CVC dengan jumlah minimum port atau lumen penting untuk
pengelolaan pasien. f) Segera lepaskan kateter jika sudah tidak ada indikasi lagi.
5) Observasi rutin kateter vena sentral setiap hari Pasien yang terpasang kateter vena
sentral dilakukan pengawasan rutin setiap hari dan segera lepaskan jika sudah tidak ada
indikasi lagi karena semakin lama alat intravaskuler terpasang maka semakin berisiko
terjadi infeksi.
Beberapa rekomendasi dalam pemakaian alat intravaskular sebagai berikut:
1) Pendidikan dan Pelatihan Petugas Medis Laksanakan pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan bagi petugas medis yang materinya menyangkut indikasi pemakaian alat
intravaskuler, prosedur pemasangan kateter, pemeliharaan peralatan intravaskuler dan
pencegahan infeksi saluran darah sehubungan dengan pemakaian kateter. Metode
audiovisual dapat digunakan sebagai alat bantu yang baik dalam pendidikan.

7
2) Surveilans infeksi aliran darah a) Laksanakan surveilans untuk menentukan angka
infeksi masing-masing jenis alat, untuk memonitor kecenderungan angka-angka
tersebut dan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dalam praktek pengendalian
infeksi. b) Raba dengan tangan (palpasi) setiap hari lokasi pemasangan kateter melalui
perban untuk mengetahui adanya pembengkakan. c) Periksa secara visual lokasi
pemasangan kateter untuk mengetahui apakah ada pembengkakan, demam tanpa
adanya penyebab yang jelas, atau gejala infeksi lokal atau infeksi bakterimia. d) Pada
pasien yang memakai perban tebal sehingga susah diraba atau dilihat, lepas perban
terlebih dahulu, periksa secara visual setiap hari dan pasang perban baru. e) Catat
tanggal dan waktu pemasangan kateter di lokasi yang dapat dilihat dengan jelas.
3) Kebersihan tangan Kebersihan tangan dilakukan sebelum dan sesudah palpasi,
pemasangan alat intravaskuler, penggantian alat intravaskuler, atau memasang perban.
4) Penggunaan APD, Pemasangan dan Perawatan Kateter a) Gunakan sarung tangan pada
saat memasang alat intravaskuler seperti dalam Standard Bloodborne Pathogens yang
dikeluarkan oleh Occupational Safety and Health Administration (OSHA). b) Gunakan
sarung tangan saat mengganti perban alat intravaskuler.
5) Pemasangan Kateter Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah
ditentukan.
6) Perawatan Luka Kateterisasi a) Antiseptik Kulit 1) Sebelum pemasangan kateter,
bersihkan kulit di lokasi dengan antiseptik yang sesuai, biarkan antiseptik mengering
pada lokasi sebelum memasang. 2) Bila dipakai iodine tincture untuk membersihkan
kulit sebelum pemasangan kateter, maka harus dibilas dengan alkohol. 3) Jangan
melakukan palpasi pada lokasi setelah kulit dibersihkan dengan antiseptik (lokasi
dianggap daerah). 4) Gunakan kasa steril atau perban transparan untuk menutup lokasi
pemasangan kateter, ganti perban bila alat dilepas atau diganti, atau bila perban basah,
longgar atau kotor dan ganti perban lebih sering bagi pasien diaphoretic. b) Pemilihan
dan Penggantian Alat Intravaskuler 1) Pilih alat yang risiko komplikasinya relatif
rendah dan harganya paling murah yang dapat digunakan untuk terapi intravena dengan
jenis dan jangka waktu yang sesuai. Keberuntungan penggantian alat sesuai dengan
jadwal yang direkomendasikan untuk mengurangi komplikasi infeksi harus
dipertimbangkan dengan mengingat komplikasi mekanis dan keterbatasan alternatif
lokasi pemasangan. Keputusan yang diambil mengenai jenis alat dan frekuensi
penggantiannya harus melihat kasus per kasus. 2) Lepas semua jenis peralatan

8
intravaskuler bila sudah tidak ada indikasi klinis. c) Pengganti Perlengkapan dan
Cairan Intra Vena 1) Set Perlengkapan Secara umum, set perlengkapan intravaskular
terdiri atas seluruh bagian mulai dari ujung selang yang masuk ke kontainer cairan infus
sampai ke hubungan alat vaskuler. Namun kadang-kadang dapat dipasang selang
penghubung pendek pada kateter dan dianggap sebagai bagian dari kateter untuk
memudahkan dijalankannya tehnik saat mengganti set perlengkapan. Ganti selang
penghubung tersebut bila alat vaskuler diganti. - Ganti selang IV, termasuk selang
piggyback dan stopcock, dengan interval yang tidak kurang dari 72 jam, kecuali bila
ada indikasi klinis. - Belum ada rekomendasi mengenai frekuensi penggantian selang
IV yang digunakan untuk infuse intermittent. - Ganti selang yang dipakai untuk
memasukkan darah, komponen darah atau emulsi lemak dalam 24 jam dari diawalinya
infus. 2) Cairan Parentral - Rekomendasi tentang waktu pemakaian cairan IV, termasuk
juga cairan nutrisi parentral yang tidak mengandung lemak sekurang-kurangnya 96
jam. - Infus harus diselesaikan dalam 24 jam untuk satu botol cairan parentral yang
mengandung lemak. - Bila hanya emulsi lemak yang diberikan, selesaikan infus dalam
12 jam setelah botol emulsi mulai digunakan.
7) Port Injeksi Intravena Bersihkan port injeksi dengan alkohol 70 % atau povidoneiodine
sebelum mengakses sistem.
8) Persiapan dan Pengendalian Mutu Campuran Larutan Intravena 1) Campurkan seluruh
cairan perentral di bagian farmasi dalam Laminar-flow hood menggunakan tehnik
aseptik. 2) Periksa semua kontainer cairan parentral, apakah ada kekeruhan,
kebocoran, keretakan, partikel dan tanggal kedaluarsa dari pabrik sebelum penggunaan.
3) Pakai vial dosis tunggal aditif parenteral atau obatobatan bilamana mungkin. 4) Bila
harus menggunakan vial multi dosis ⁻ Dinginkan dalam kulkas vial multi dosis yang
dibuka, bila direkomendasikan oleh pabrik. ⁻ Bersihkan karet penutup vial multi dosis
dengan alkohol sebelum menusukkan alat ke vial. ⁻ Gunakan alat steril setiap kali
akan mengambil cairan dari vial multi dosis, dan hindari kontaminasi alat sebelum
menembus karet vial. ⁻ Buang vial multi dosis bila sudah kosong, bila dicurigai atau
terlihat adanya kontaminasi, atau bila telah mencapai tanggal kedaluarsa.
9) Filtre In Line Jangan digunakan secara rutin untuk pengendalian infeksi.
10) Petugas Terapi Intravena, tugaskan personel yang telah untuk pemasangan dan
pemeliharaan peralatan intravaskuler.

9
11) Alat Intravaskuler Tanpa Jarum Belum ada rekomendasi mengenai pemakaian,
pemeliharaan atau frekuensi penggantian IV tanpa jarum.
12) Profilaksis Antimikroba Jangan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin
sebelum pemasangan atau selama pemakaian alat intravaskuler untuk mencegah
kolonisasi kateter atau infeksi bakterimia.

2.1.2.1.3 Infeksi Saluran Kemih (ISK)


Infeksi Saluran Kemih dapat dicegah dan dikendalikan dengan bundles ISK sebagai berikut:
1) Pemasangan urine kateter digunakan hanya sesuai indikasi Pemasangan kateter urine
digunakan hanya sesuai indikasi yang sangat diperlukan seperti adanya retensi urine,
obstruksi kandung kemih, tindakan operasi tertentu, pasien bedrest, monitoring urine
output. Jika masih dapat dilakukan tindakan lain maka pertimbangkan untuk
pemakaian kondom atau pemasangan intermitten. Lepaskan kateter urine sesegera
mungkin jika sudah tidak sesuai indikasi lagi.
2) Lakukan kebersihan tangan Kebersihan tangan dilakukan dengan mematuhi 6 (enam)
langkah melakukan kebersihan tangan, untuk mencegah terjadi kontaminasi silang
dari tangan petugas saat melakukan pemasangan urine kateter.
3) Teknik insersi Teknik aseptik perlu dilakukan untuk mencegah kontaminasi bakteri
pada saat pemasangan kateter dan gunakan peralatan steril dan sekali pakai pada
peralatan kesehatan sesuai ketentuan. Sebaiknya pemasangan urine kateter dilakukan
oleh orang yang ahli atau terampil.
4) Pengambilan spesimen Gunakan sarung tangan steril dengan tehnik aseptik.
Permukaan selang kateter swab alkohol kemudian tusuk kateter dengan jarum suntik
untuk pengambilan sampel urine (jangan membuka kateter untuk mengambil sample
urine), jangan mengambil sampel urine dari urine bag. Pengambilan sample urine
dengan indwelling kateter diambil hanya bila ada indikasi klinis.
5) Pemeliharaan kateter urine Pasien dengan menggunakan kateter urine seharus
dilakukan perawatan kateter dengan mempertahankan kesterilan sistim drainase
tertutup, lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah memanipulasi kateter,
hindari sedikit mungkin melakukan buka tutup urine kateter karena akan
menyebabkan masuknya bakteri, hindari meletakannya di lantai, kosongkan urine bag
secara teratur dan hindari kontaminasi bakteri. Menjaga posisi urine bag lebih rendah
dari pada kandung kemih, hindari irigasi rutin, lakukan perawatan meatus dan jika

10
terjadi kerusakan atau kebocoran pada kateter lakukan perbaikan dengan tehnik
aseptik.
6) Melepaskan kateter Sebelum membuka kateter urine keluarkan cairan dari balon
terlebih dahulu, pastikan balon sudah mengempes sebelum ditarik untuk mencegah
trauma, tunggu selama 30 detik dan biarkan cairan mengalir mengikuti gaya gravitasi
sebelum menarik kateter untuk dilepaskan.

2.1.2.1.4 Infeksi Daerah Operasi (IDO)


Pengendalian Infeksi Daerah Operasi (IDO) atau Surgical Site Infections (SSI) adalah suatu
cara yang dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan kejadian infeksi setelah tindakan
operasi, misalnya operasi mata. Paling banyak infeksi daerah operasi bersumber dari
patogen flora endogenous kulit pasien, membrane mukosa. Bila membrane mukosa atau
kulit di insisi, jaringan tereksposur risiko dengan flora endogen. Selain itu terdapat sumber
eksogen dari infeksi daerah operasi. Sumber eksogen tersebut adalah tim bedah, lingkungan
ruang operasi, peralatan, instrumen dan alat kesehatan, kolonisasi mikroorganisme, daya
tahan tubuh lemah, dan lama rawat inap pra bedah.

Bundles pencegahan Infeksi Sebelum Operasi (Pra Bedah) adalah sebagai berikut:
a) Persiapan pasien sebelum operasi
1) Jika ditemukan ada tanda-tanda infeksi, sembuhkan terlebih dahulu infeksi nya
sebelum hari operasi elektif, dan jika perlu tunda hari operasi sampai infeksi
tersebut sembuh.
2) Jangan mencukur rambut, kecuali bila rambut terdapat pada sekitar daerah
operasi dan atau akan menggangu jalannya operasi.
3) Bila diperlukan mencukur rambut, lakukan di kamar bedah beberapa saat
sebelum operasi dan sebaiknya menggunakan pencukur listrik (Bila tidak ada
pencukur listrik gunakan silet baru).
4) Kendalikan kadar gula darah pada pasien diabetes dan hindari kadar gula darah
yang terlalu rendah sebelum operasi.
5) Sarankan pasien untuk berhenti merokok, minimun 30 hari sebelum hari elektif
operasi.
6) Mandikan pasien dengan zat antiseptik malam hari sebelum hari operasi.

11
7) Cuci dan bersihkan lokasi pembedahan dan sekitarnya untuk menghilangkan
kontaminasi sebelum mengadakan persiapan kulit dengan anti septik. 8)
Gunakan antiseptik kulit yang sesuai untuk persiapan kulit.
9) Oleskan antiseptik pada kulit dengan gerakan melingkar mulai dari bagian
tengah menuju ke arah luar. Daerah yang dipersiapkan haruslah cukup luas untuk
memperbesar insisi, jika diperlukan membuat insisi baru atau memasang drain
bila diperlukan.
10) Masa rawat inap sebelum operasi diusahakan sesingkat mungkin dan cukup
waktu untuk persiapan operasi yang memadai.
11) Belum ada rekomendasi mengenai penghentian atau pengurangan steroid
sistemik sebelum operasi.
12) Belum ada rekomendasi mengenai makanan tambahan yang berhubungan
dengan pencegahan infeksi untuk pra bedah.
13) Belum ada rekomendasi untuk memberikan mupirocin melalui lubang hidung
untuk mencegah IDO.
14) Belum ada rekomendasi untuk mengusahakan oksigenisasi pada luka untuk
mencegah IDO.
b) Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah
1) Jaga agar kuku selalu pendek dan jangan memakai kuku palsu.
2) Lakukan kebersihan tangan bedah (surgical scrub) dengan antiseptik yang
sesuai. Cuci tangan dan lengan sampai ke siku.
3) Setelah cuci tangan, lengan harus tetap mengarah ke atas dan di jauhkan dari
tubuh supaya air mengalir dari ujung jari ke siku. Keringkan tangan dengan
handuk steril dan kemudian pakailah gaun dan sarung tangan.
4) Bersihkan sela-sela dibawah kuku setiap hari sebelum cuci tangan bedah yang
pertama.
5) Jangan memakai perhiasan di tangan atau lengan.
6) Tidak ada rekomendasi mengenai pemakaian cat kuku, namun sebaiknya tidak
memakai.
c) Tim bedah yang terinfeksi atau terkolonisasi
1) Didiklah dan biasakan anggota tim bedah agar melapor jika mempunyai tanda
dan gejala penyakit infeksi dan segera melapor kepada petugas pelayan kesehatan
karyawan.

12
2) Susun satu kebijakan mengenai perawatan pasien bila karyawan mengidap infeksi
yang kemungkinan dapat menular. Kebijakan ini mencakup: - Tanggung jawab
karyawan untuk menggunakan jasa pelayanan medis karyawan dan melaporkan
penyakitnya. - Pelarangan bekerja. - Ijin untuk kembali bekerja setelah sembuh
penyakitnya. - Petugas yang berwewenang untuk melakukan pelarangan bekerja.
3) Ambil sampel untuk kultur dan berikan larangan bekerja untuk anggota tim bedah
yang memiliki luka pada kulit, hingga infeksi sembuh atau menerima terapi yang
memadai.
4) Bagi anggota tim bedah yang terkolonisasi mikroorganisme seperti S. Aureus
Bagi anggota tim bedah yang terkolonisasi mikroorganisme seperti S. Aureus atau
Streptococcus grup A tidak perlu dilarang bekerja, kecuali bila ada hubungan
epidemiologis dengan penyebaran mikroorganisme tersebut di rumah sakit.

2. Pencegahan Infeksi Selama Operasi


a) Ventilasi
1) Pertahankan tekanan lebih positif dalam kamar bedah dibandingkan dengan
koridor dan ruangan di sekitarnya.
2) Pertahankan minimun 15 kali pergantian udara per jam, dengan minimun 3 di
antaranya adalah udara segar.
3) Semua udara harus disaring, baik udara segar maupun udara hasil resirkulasi.
4) Semua udara masuk harus melalui langit-langit dan keluar melalui dekat lantai.
5) Jangan menggunakan fogging dan sinar ultraviolet di kamar bedah untuk
mencegah infeksi IDO.
6) Pintu kamar bedah harus selalu tertutup, kecuali bila dibutuhkan untuk lewatnya
peralatan, petugas dan pasien.
7) Batasi jumlah orang yang masuk dalam kamar bedah.
b) Membersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan
1) Bila tampak kotoran atau darah atau cairan tubuh lainnya pada permukaan benda
atau peralatan, gunakan disinfektan untuk membersihkannya sebelum operasi
dimulai.
2) Tidak perlu mengadakan pembersihan khusus atau penutupan kamar bedah
setelah selesai operasi kotor.

13
3) Jangan menggunakan keset berserabut untuk kamar bedah ataupun daerah
sekitarnya.
4) Pel dan keringkan lantai kamar bedah dan disinfeksi permukaan lingkungan atau
peralatan dalam kamar bedah setelah selesai operasi terakhir setiap harinya
dengan disinfektan.
5) Tidak ada rekomendasi mengenai disinfeksi permukaan lingkungan atau
peralatan dalam kamar bedah di antara dua operasi bila tidak tampak adanya
kotoran.
c) Sterilisasi instrumen kamar bedah
1) Sterilkan semua instrumen bedah sesuai petunjuk.
2) Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrumen yang harus segera digunakan
seperti instrumen yang jatuh tidak sengaja saat operasi berlangsung. Jangan
melaksanakan sterilisasi kilat dengan alasan kepraktisan, untuk menghemat
pembelian instrumen baru atau untuk menghemat waktu.
d) Pakaian bedah dan drape
1) Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung secara menyeluruh bila
memasuki kamar bedah saat operasi akan di mulai atau sedang berjalan, atau
instrumen steril sedang dalam keadaan terbuka. Pakai masker bedah selama
operasi berlangsung.
2) Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut di kepala dan wajah secara
menyeluruh bila memasuki kamar bedah (semua rambut yang ada di kepala dan
wajah harus tertutup).
3) Jangan menggunakan pembungkus sepatu untuk mencegah IDO.

2.1.2.2 Faktor Risiko HAIs


Faktor risiko HAIs meliputi: 1) Umur, neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan; 2) Status
imun yang rendah/terganggu (immunocompromised), penderita dengan penyakit kronik,
penderita tumor ganas, pengguna obat-obat imunosupresan; 3) Gangguan/interupsi barier
anatomi, misal pemasangan kateter urin meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih
(ISK), prosedur operasi dapat menyebabkan infeksi daerah operasi (IDO), intubasi dan
pemakaian ventilator meningkatkan kejadian VAP, kanula vena dan arteri menyebabkan
flebitis, IAD, luka bakar dan trauma; 4) Implantasi benda asing, misal pemakaian mesh pada
operasi hernia, pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu jantung; 5)

14
Perubahan mikroflora normal, misal pemakaian antibiotika yang tidak bijak dapat
menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya bakteri resisten terhadap
berbagai antimikroba.

2.2 IPCN (Infection Prevention and Control Nurse)


2.2.1 Definisi IPCN
IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) adalah perawat pencegah dan pengendali
infeksi

2.2.2 Kriteria IPCN


1. Perawat dengan pendidikan minimal Diploma III Keperawatan
2. Mempunyai minat dalam PPI.
3. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI dan IPCN.
4. Memiliki pengalaman sebagai Kepala Ruangan atau jabatan yang setara.
5. Memiliki kemampuan leadership dan inovatif.
6. Bekerja purnawaktu.

2.2.3 Tugas dan Tanggung Jawab IPCN


1. Melakukan kunjungan kepada pasien yang berisiko di ruangan setiap hari untuk
mengidentifikasi kejadian infeksi pada pasien di baik rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.
2. Memonitor pelaksanaaan program PPI, kepatuhan penerapan SPO dan memberikan
saran perbaikan bila diperlukan.
3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Komite/Tim PPI.
4. Turut serta melakukan kegiatan mendeteksi dan investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB).
5. Memantau petugas kesehatan yang terpajan bahan infeksius / tertusuk bahan tajam bekas
pakai untuk mencegah penularan infeksi.
6. Melakukan diseminasi prosedur kewaspadaan isolasi dan memberikan konsultasi
tentang PPI yang diperlukan pada kasus tertentu yangterjadi di fasilitas pelayanan
kesehatan.
7. Melakukan audit PPI di seluruh wilayah fasilitas pelayanan kesehatan dengan
menggunakan
8. Memonitor pelaksanaan pedoman penggunaan antibiotika bersama Komite/Tim PPRA.

15
9. Mendesain, melaksanakan, memonitor, mengevaluasi dan melaporkan surveilans
infeksi yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan bersama Komite / Tim PPI
10. Memberikan motivasi kepatuhan pelaksanaan program PPI.
11. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI.
12. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPI.
13. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pasien, keluarga dan pengunjung
tentang topik infeksi yang sedang berkembang (new-emerging dan reemerging disease)
atau infeksi dengan insiden tinggi.
14. Sebagai koordinator antar departemen/unit dalam mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi dirumah sakit.
15. Memonitoring dan evaluasi peralatan medis single use yang di re –use.

2.3 IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse)


2.3.1 Definisi IPCLN
IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse)

2.3.2 Kriteria IPCLN


1. Perawat dengan pendidikan minimal Diploma 3, yang mempunyai minat dalam PPI.
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.

2.3.3 Tugas dan Tanggung Jawab IPCLN


1. Mencatat data surveilans dari setiap pasien diunit rawat inap masing-masing.
2. Memberikan motivasi dan mengingatkan tentang pelaksanaan kepatuhan PPI pada
setiap personil ruangan di unitnya masing-masing.
3. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam penerapan kewaspadaan
isolasi.
4. Memberitahukan kepada IPCN apa bila ada kecurigaan adanya HAIs pad apasien.
5. Bila terdapat infeksi potensial KLB melakukan penyuluhan bagi pengunjung dan
konsultasi prosedur PPI berkoordinasi dengan IPCN.
6. Memantau pelaksanaan penyuluhan bagi pasien, keluarga dan pengunjung dan
konsultasi prosedur yang harus dilaksanakan.

16
2.4 Peran IPCN dan IPCLN dalam Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana pendekatan ini digunakan untuk
menggali pengalaman IPCN dan IPCLN dalam pelaksanaan program pencegahan dan
pengendalian infeksi. Penelitian kualitatif menjelaskan dan memberi pemahaman dan
interpretasi tentang berbagai perilaku dan pengalaman individu dalam berbagai bentuk.
Penelitian ini lebih memberikan perhatian pada proses yang terjadi, yaitu proses yang
dialami partisipan, proses terbentuknya konsep atau teori, atau proses terbentuknya budaya
atau perilaku selama kegiatan penelitian dilakukan dibandingkan memperhatikan hasil akhir
atau produk yang dihasilkan. Filosofinya adalah menyoroti bagaimana para individu melalui
narasi-narasi yang diceritakannya memberi makna dari berbagai pengalaman hidup dalam
konteks sosial dan budaya yang ada disekeliling mereka (Afiyanti, Rachmawati, 2014).

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi diskriptif.


Fenomenologi deskriptif yaitu filosofi fenomenologi yang mengeksplorasi secara langsung,
menganalisis dan mendeskripsikan fenomena yang diteliti melalui. Penelitian fenomenologi
deskriptif bertujuan untuk menjelaskan bagaimana pengalaman tertentu muncul dengan
sendirinya, dengan tidak ada yang ditambahkan dan tidak ada yang dikurangi (GA Matua &
Wal, 2015). Pengungkapan intuisi peneliti secara maksimal terhadap fenomena yang diteliti.
Filosofi fenomenologi ini mengharuskan peneliti melakukan proses bracketing (Afiyanti &
Rachmawati, 2014). Tujuan penggunaan metodologi ini adalah memberikan kesempatan
kepada IPCN dan IPCLN untuk memaparkan pengalamannya tentang pelaksanaan program
pencegahan dan pengendalian infeksi. Melalui pengalaman ini diharapkan nantinya dapat
teridentifikasi masalah yang dialami oleh IPCN dan IPCLN dalam pelaksanaan program
pencegahan dan pengendalian infeksi dan teridentifikasi kebutuhan yang harus terpenuhi
untuk menunjang keberhasilan program pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD dr.
Sobirin.

Penelitian fenomenologi merupakan penyelidikan mendalam tentang apa arti pengalaman


bagi seseorang, menyangkut pengalaman manusia sehari-hari untuk mempelajari kesamaan

18
orang, merasakan makna yang mereka alami, mengharuskan seorang peneliti untuk fokus
pada pengalaman orang tentang suatu fenomena untuk mendapatkan pengalaman secara
rinci, komprehensif yang memberikan dasar bagi analisis yang pada akhirnya
mengungkapkan esensi pengalaman (Afiyanti & Rachmawati, 2014; Creswell, 2014; Bliss,
2016). Ciri utama pendekatan fenomenologi adalah menekankan pada fenomenologi yang
hendak dieksplorasi berdasarkan sudut pandang konsep/ide tunggal, eksplorasi fenomena
pada kelompok individu telah mengalami fenomena tersebut, pembahasan filosofis tentang
ide dasar yang dilibatkan dalam studi fenomenologi, peneliti membatasi diri di luar studi,
pengalaman pribadi sebagai identifikasi pengalaman terhadap fenomena, berfokus hanya
pada pengalaman partisipan, tanpa memasukkan dirinya ke dalam deskripsi, prosedur
pengumpulan data melalui wawancara, obervasi dan dokumen. Analisa data mengikuti
prosedur sistematis ke dalam analisis sempit dan diakhiri dengan deskriptif, membahas
esensi pengalaman dengan apa yang dialami dan bagaimana mereka mengalaminya
(Creswell, 2014).

3.2 Partisipan Penelitian


Pengambilan sampel pada penelitian kualitatif memiliki prinsip dasar yang ditujukan untuk
memperoleh atau menemukan sampel kasus atau individu yang memikili banyak informasi
dan mendalam tentang fenomena yang diteliti (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Partisipan
dalam penelitian kualitatif ini adalah orang yang ikut berperan serta bersedia menjadi
sampel penelitian, dikenal juga dengan istilah relawan, anggota atau informan (Macnee,
2004). Partisipan dalam penelitian kualitatif biasanya berjumlah enam sampai sepuluh
partisipan (Norwood, 2000). Jika sudah terjadi suatu saturasi data, peneliti berhenti
melakukan pengumpulan data dari partisipan. Saturasi data tersebut tercapai jika partisipan
tidak lagi memberikan informasi yang baru, hanya berupa pengulangan atau kejenuhan
data dari data yang sudah terkumpul sebelumnya (Polit, & Back, 2006).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh IPCN dan IPCLN yang ada di RSUD dr.
Sobirin yang berjumlah 16 orang. Peneliti merencanakan akan memilih partisipan penelitian
sebanyak 6-10 orang dengan teknik purposive sampling menggunakan kriteria:
1. IPCN bekerja purna waktu.
2. IPCN telah mendapatkan pelatihan IPCN dasar.
3. IPCLN telah mendapatkan pelatihan PPI dasar.

19
4. IPCN dan IPCLN mempunyai pengalaman melaksanakan tugas minimal 1 tahun.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Peneliti akan melaksanakan penelitian di RSUD dr. Sobirin selama enam bulan mulai
Juni-November 2019. Penelitian diawali dengan membuat proposal penelitian sejak
Februari 2019. Setelah proposal penelitian disetujui oleh pembimbing tesis maka
dilakukan seminar proposal yang direncanakan dilaksanakan pada Juni 2019. Tahapan
selanjutnya adalah pengajuan etika penelitian kepada Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. Setelah lulus uji etika penelitian maka penelitian baru bisa
dilakukan. Penelitian direncakan dilaksanakan pada Juli-Agustus 2019 dilajutkan dengan
analisa data pada September-Oktober 2019. Penulisan akhir hasil penelitian direncanakan
akan selesai pada November 2019 dan seminar hasil penelitian dijadwalkan pada minggu
Desember 2019.

3.4 Etika Penelitian


Menurut Cresswell (2014) terdapat berbagai isu etis yang perlu diantisipasi para peneliti
kualitatif dalam tiap tahapan penelitian. Isu-isu tersebut dapat muncul sebelum dan selama
dilakukan penelitian. Subjek penelitian kualitatif adalah manusia sehingga peneliti wajib
mengikuti seluruh prinsip etik penelitian selama melakukan penelitian. Standar penerapan
prinsip etik harus didasarkan pada prinsip etika otonomi (autonomy), kebaikan
(beneficence), dan keadilan (justice) (Orb, Eisenhauer, & Wynaden, 2001; Streubert &
Carpenter, 2011). Pada referensi lain dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif terdapat
beberapa prinsip etik yang penting untuk digunakan yaitu anonymity, confidentiality
(kerahasiaan), dan informed consent (Sanjari, Bahramnezhad, Fomani, Sho-, dan Cheraghi,
2014).

3.4.1 Prinsip Anonimity


Sanjari, Bahramnezhad, Fomani, Sho-, dan Cheraghi (2014) mengungkapkan bahwa prinsip
anonymity adalah proses menyembunyikan identitas seseorang yang sebenarnya. Dalam
penelitian ini, hak partisipan dipenuhi oleh peneliti dengan cara memberikan kode pada
setiap dokumen partisipan, baik itu biodata, rekaman dan transkrip wawancara. Semua data
itu kemudian disimpan dengan rapi oleh peneliti dan data tersebut hanya bisa diakses

20
oleh peneliti saja. Nama partisipan tidak pernah disebutkan, hanya menggunakan kode
termasuk ketika menyimpan data tersebut di dalam komputer.

3.4.2 Prinsip Confidentiality


Untuk memenuhi prinsip Confidentiality, peneliti meyakinkan informan bahwa data yang
diberikan tidak akan berdampak terdapat pekerjaan atau perubahan sikap perawat ke pasien.
Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara meniadakan identitas seperti nama dan alamat
subjek kemudian diganti dengan kode tertentu. Maka dengan demikian segala informasi
yang menyangkut identitas subjek tidak terekspos secara luas (Dharma, 2011). Pada
penelitian ini, walaupun pada saat mentranskripkan data peneliti dibantu oleh orang lain tapi
peneliti tetap akan menjaga kerahasiaan partisipan dengan cara tidak menyebutkan nama
partisipan pada proses wawancara. Semua bentuk data hanya digunakan untuk keperluan
analisis sampai laporan disusun dan diseminarkan.

3.4.3 Prinsip Beneficience


Penelitian ini bersifat tidak membahayakan dan tidak menimbulkan apapun sehungga
prinsip yang dipakai adalah beneficience. Prinsip beneficience bahwa penelitian yang
digunakan dilakukan memberikan manfaat atau dampak positif kepada partisipan baik
langsung maupun tidak langsung (Speziale & Carpenter, 2003). Penelitian ini menggali
pengalaman IPCN dan IPCLN dan disampaikan tidak melakukan suatu tindakan apapun
yang dapat membahayakan perawat tersebut. Peneliti meyakinkan pertisipan bahwa
penelitian akan bermanfaat untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program pencegahan
dan pengendalian infeksi.

3.4.4 Prinsip Justice


Prinsip keadilan merupakan hal penting dari penelitian ini. Melalui prinsip keadilan peneliti
berupaya bersikap adil dan tidak membedakan partisipan satu dengan lainnya (Speziale &
Carpenter, 2003; Polit & Beck, 2004). Pada prinsip ini setiap partisipan haruslah
mendapatkan perlakuan yang adil sebelum, selama dan setelah berpartisipasi dalam
penelitian tanpa adanya diskriminasi. Partisipan juga mempunyai hak diberikan prosedur
penelitian yang sama dengan partisipan yang lain tanpa adanya diskrimasi. Partisipan
diberikan informasi mengenai resiko ataupun keuntungan yang bisa didapatkan dari
penelitian. Selama penelitian, peneliti menghormati kesepakatan yang dibuat dan tidak

21
mengubah prosedur penelitian. Hal ini secara tidak langsung akan memfasilitasi proses
pengambilan data dan meminimalisir “drop-out” partisipan dari penelitian.

3.4.5 Prinsip Autonomy


Penelitian harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan ikut atau menolak
penelitian (autonomy), tidak boleh ada paksaan atau penekanan tertentu agar subjek bersedia
ikut dalam penelitian (Dharma, 2011). Peneliti harus mendapatkan persetujuan, dan
partisipasi informan harus bersifat sukarela, sehingga mendukung prinsip otonomi
(Townsend, Cox, & Li, 2010).

Pada penelitian ini, Peneliti merekrut partisipan berdasarkan kemauan dan kerelaan dari
calon partisipan yang akan mengikuti penelitian ini. Partisipan berhak untuk menolak dan
mengundurkan diri sewaktu-waktu dari penelitian ini tanpa sanksi apabila dirasakan
merugikan dirinya. Proses penelitian ini mensyaratkan semua partisipan telah menyetujui
dan merasa tidak keberatan untuk berpartisipasi. Penelitian ini juga merahasiakan identitas
partisipan.

3.3.4 Persetujuan Sebelum Penelitian (Informed Consent)


Informed consent didampaikan pada rencana penelitian ini. Peneliti akan memberikan
penjelasan yang memadai (Informed) dengan bahasa atau cara yang mudah dimengerti
kepada semua subjek atau wakil sah dari subjek, meminta persetujuan dari setiap subjek
yang akan diikutsertakan sebagai subjek penelitian (PNEPK, 2007). Informed consent
adalah merupakan suatu bentuk etika penelitian berupa pernyataan persetujuan ikut
berpartisipasi dalam penelitian oleh partisipan setelah mendapatkan penjelasan yang cukup
terkait tujuan penelitian (Speziale & Carpenter, 2003; Burns & Grove, 2009).

3.5 Alat Pengumpulan Data


Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka alat pengumpulan datanya merupakan
diri peneliti sendiri. Karena pada prinsipnya dalam penelitian kualitatif segala sesuatunya
belum jelas serta perlu dikembangkan sepanjang proses penelitian (Speziale & Carpenter,
2003). Alat bantu yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data adalah
handphone untuk merekam hasil wawancara, pedoman wawancara yang berisi tentang

22
pertanyaan-pertanyaan penelitian yang akan diajukan, buku catatan lapangan (field note)
dan dokumen hasil pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD
dr. Sobirin.

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti melakukan uji coba dengan melakukan wawancara
pada satu orang IPCN yang mempunyai karakteristik yang sama dengan partisipan. Pada
tahap ini, peneliti berlatih bagaimana cara wawancara yang benar serta membuat catatan
lapangan yang benar. Sehingga nanti pada saat penelitian akan dilakukan peneliti telah
terbiasa dalam melakukan wawancara serta melihat respon non verbal pasien. Dalam
melakukan wawancara, peneliti memakai pedoman wawancara. Wawancara dilakukan
secara terpisah pada masing-masing partisipan. Pedoman wawancara berisikan pertanyaan-
pertanyaan terbuka yang menggali pengalaman IPCN dan IPCLN dalam pelaksanaan
program pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD dr. Sobirin.

Catatan lapangan akan dibuat secara narasi. Dimana catatan lapangan ini merupakan
ringkasan hasil observasi peneliti pada saat pengumpulan data (Wood & Haber, 2010). Alat
perekam juga digunakan oleh peneliti selama proses pengambilan data yang selanjutnya
akan ditranskripkan ke dalam verbatim. Alat perekam yang digunakan adalah handphone.
Jika semua uji coba pedoman wawancara selesai dilakukan barulah peneliti mengumpulkan
data. Karena uji coba bermanfaat untuk mengetahui reabilitas dan validitas instrumen
wawancara (Burns & Groove, 2009).

3.6 Prosedur Pengumpulan Data


Peneliti melakukan pengumpulan data melalui in depth interview (wawancara mendalam).
Peneliti akan mengikutsertakan seorang asisten peneliti untuk merekam dan mencatat
selama proses wawancara. Prosedur pengumpulan data penelitian akan melalui beberapa
tahapan, adapun tahapannya adalah :
3.6.1 Memperoleh lulus uji etik dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
3.6.2 Mengurus surat izin penelitian dari Fakulatas Ilmu Keperawatn Universitas
Indonesia dan selanjutnya akan diteruskan kepada Direktur RSUD dr. Sobirin.
3.6.3 Setelah surat ijin dikeluarkan oleh Bagian Diklat RSUD dr. Sobirin, Peneliti
selanjutnya menemui pembimbing penelitian yang ditunjuk oleh RSUD dr. Sobirin
dan Ketua Komite PPI untuk bersama sama mengidentifikasi daftar nama IPCN dan

23
IPCLN yang ada di RSUD dr. Sobirin. Selanjutnya dari nama yang teridentifikasi,
peneliti melakukan pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi yang telah
ditetapkan.
3.6.4 Peneliti menemui calon partisipan dan meminta izin kepada calon partisipan untuuk
berpartisipasi dalam penelitian.
3.6.5 Jika calon partisipan setuju serta bersedia menandatangani informed concent maka
peneliti akan melakukan wawancara yang mendalam serta melakukan perekaman
wawancara dengan menggunakan recorder.
3.6.6 Wawancara akan dilakukan ditempat yang disetujui oleh partisipan dengan waktu
wawancara 30 sampai 45 menit. Sebelum wawancara dimulai partisipan diminta
untuk melengkapi data demografi terlebih dahulu.
3.6.7 Wawancara dilakukan secara semi terstruktur. Keuntungannya adalah peneliti dapat
mengeksplorasi lebih dalam tentang fenomena yang diinginkan dari partisipan.
Peneliti memberikan pertanyaan terbuka pada partisipan. Tetapi peneliti juga dapat
memodifikasi pertanyaan sehingga partisipan lebih mengerti apa yang dimaksud
dari pertanyaan penelitian.

3.7 Analisa Data


Analisis data dilakukan dengan pendekatan Colaizzi (Creswell, 2014), dengan tahapan
sebagai berikut:
3.7.1 Peneliti membaca semua data secara utuh. Tidak ada tambahan kalimat dari peneliti.
Deskripsi hasil wawancara dibaca secara menyeluruh untuk mendapatkan suatu
pemahaman.
3.7.2 Peneliti membuat daftar pernyataan penting yang disampaikan pasrtisipan. Intisari
dari setiap pernyataan yang signifikan didokumentasikan untuk mencari maknsa.
3.7.3 Peneliti mengartikulasikan makna dari setiap pernyataan yang signifikan dengan
memilih kata kunci, kemudian menyusunnya menjadi kategori.
3.7.4 Peneliti mengelompokkan kategori-kategori ke dalam kelompok tema dengan
menyusun tabel kisi-kisi tema yang memuat pengelompokkan kategori ke dalam
sub sub tema, sub tema dan tema.
3.7.5 Peneliti mengintegrasikan hasil kedalam deskripsi yang mendalam berdasarkan
tema yang telah disusun.

24
3.7.6 Peneliti memvalidasi transkrip wawancara kepada partisipan untuk mensesuaikan
hasil transkrip dengan keadaan yang dialami partisipan.
3.7.7 Peneliti menggabungkan data hasil validasi ke dalam deskripsi hasil analisis, peneliti
menganalisis kembali data yang telah diproses selama melakukan validasi kepada
partisipan untuk ditambahkan ke dalam deskripsi akhir yang mendalam pada laporan
penelitian.

3. 8 Keabsahan Data
Keabsahan data pada penelitian kualitatif berupa validitas dan reliabilitas kualitatif
(Creswell, 2014). Keabsahan data merupakan istilah yang dipakai dalam penelitian
kualitatif untuk menjaga ketepatan data (Speziale & Carpenter, 2003). Ada 4 kriteria saat
melakukan uji keabsahan data yaitu:

3.6.1 Credibility
Merupakan proses penelitian untuk meningkatkan tingkat kepercayaan terhadap hasil
penelitian. Credibility meliputi kegiatan yang meningkatkan kemungkinan dihasilkannya
penemuan yang dapat dipercaya (Lincoln & Guba, 1985 dalam Speziale & Carpenter, 2003).
Pengecekan dalam rangka memvalidasi hasil wawancara yang sudah dilakukan dengan
mengembalikan transkrip hasil wawancara kepada partisipan. Peneliti mengembalikan
transkrip dan meminta persiapan untuk memverivikasi keakuratan transkrip yang sudah
dibuat dengan cara memberikan tanda persetujuan. Transkrip tersebut dibertikan penelitian
seminggu setelah wawancara dilakukan.

3.6.2 Dependibility
Merupakan proses untuk menetapkan kestabilan data yang diperoleh dari hasil penelitian.
Dependability adalah kestabilan data pda waktu dan kondisi apapun (Polit & Beck, 2010).
Pada proses ini perlu dilakukan audit internal dengan cara melibatkan pembimbing
penelitian untuk mengaudit seluruh aktifitas peneliti dalam melakukan penelitian.

25
3.6.3 Confirmability
Merupakan proses untuk menetapkan objektivitas penelitian. Penelitian harus berjalan
secara objektif. Confirmability adalah keobjektifan dan kenetralan data dari dua pemikiran
atau lebih tentang keakuratan dalam relevansi dan maknanya. (Polit & Beck, 2010)

3.6.4 Transferability
Tranferability merupakan proses untuk memvalidasi penelitian yang ditemukan apakah bisa
diterapkan ke tempat atau kelompok lain yang memiliki kesamaan karakteristik. Pada proses
ini supaya hasil wawancara yang sudah teridentifikasi memiliki kesamaan tema maka
selanjutnya partisipan akan menyampaikan pendapatnya apakah setujuatau tidak dengan
tema-tema yang telah dihasilkan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Allegranzi, B., Kilpatrick, C., Storr, J., Kelley, E., Park, B. J., & Donaldson, L. (2017).
Global infection prevention and control priorities 2018–22: a call for action. The
Lancet Global Health, 5(12), e1178–e1180. https://doi.org/10.1016/S2214-
109X(17)30427-8

Creswell, J.W. (2014). Qualitative Iinquiry and Research Design Choosing Among Five
Traditions (6th Ed). Thousand Oaks: Sage

Burns, N., & Groove, S.K. (2009). The practice of nursing research : Appraisal, Synthesis
and Generation of Evidence. 6ed. Missouri : Saunders Elsevier

Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan : Panduan Melaksanakan dan


Menerapkan Hasil Penelitian. Trans Info Media : Jakarta

Hitchock, J. E, Schubert, P. E dan Thomas, S. A. (1999). Community Health Nursing:


Caring in Action. New York: Delmar Publishers.

KARS. (2017). Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (I). Jakarta: KARS.

Permenkes. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan No. 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta.
Retrieved from www.peraturan.go.id

Polit, D. F dan Beck, C. T. (2010). Nursing Research: Principle and Methods 7th Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Sanjari, M., Bahramnezhad, F., Fomani, F. K., Sho-, M., & Cheraghi, M. A. (2014). Journal
of Medical Ethics and History of Medicine Ethical Challenges of Researchers in
Qualitative Studies : The Necessity to Develop a Specific Guideline, 1–6.

Speziale, H. J. S & Carpenter, D. R (2003). Qualitative Research in Nursing Advencing the


Humanistic Imperative 3rd Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Streefkerk, R. H. R. A., Borsboom, G. J. J. M., Van Der Hoeven, C. P., Vos, M. C.,
Verkooijen, R. P., & Verbrugh, H. A. (2014). Evaluation of an Algorithm for
Electronic Surveillance of Hospital-Acquired Infections Yielding Serial Weekly Point
Prevalence Scores, 35(7). https://doi.org/10.1086/676869

Streubert, H. J., & Carpenter, D. R. (2011). Qualitative Research in Nursing : Advancing


the Humanistic Imperative (5th ed.). China: Wolters KluwerHealth Lippincott
Williams & Wilkins.

Townsend, A., Adam, P., Cox, S.M., & Li, L.C. (2010), Everyday Ethics and Help-Seeking
in Early Rheumatoid Arthritis, Chronic Illness, 6, 171-182

WHO. (2011). Report on the Burden of Endemic Health Care-Associated Infection


Worldwide Clean Care is Safer Care. Retrieved from www.who.int

27
WHO. (2016). Health care without avoidable infections The critical role of infection
prevention and control. Retrieved from
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/246235/WHO-HIS-SDS-2016.10-
eng.pdf;jsessionid=54748ADBB222C2141F21865F1DF3F187?sequenc e=1

Xu, W., He, L., Liu, C., Rong, J., Shi, Y., Song, W., … Wang, L. (2015). The Effect of
Infection Control Nurses on the Occurrence of Pseudomonas aeruginosa Healthcare-
Acquired Infection and Multidrug-Resistant Strains in Critically-Ill Children. PLOS
ONE, 10(12), e0143692. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0143692

W.H. Seto, T.Y. Ching, K.Y. Yuen, Chu Y.B., W.L. Seto The enhancement of infection
control in-service education by ward opinion leaders
Am J Infect Control, 19 (1991), pp. 86-91
S.J. DawsonThe role of the infection control link nurse
J Hosp Infect, 54 (2003), pp. 251-257
quiz 320
K.A. RossA program for infection surveillance utilizing an infection control liaison
nurse
Am J Infect Control, 10 (1982), pp. 24-28
K. Manley, R. Gallagher The role of the link nurse in infection prevention and control
(IPC): developing a link nurse framework
Published by the Royal College of Nursing, 20 Cavendish Square, London, W1G 0RN
(2012)

28
Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Judul Penelitian : Pengalaman IPCN dan IPCLN dalam Pelaksanaan Program


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSUD dr. Sobirin
Peneliti : Mira Damayanti
NPM : 1806170624

Peneliti adalah Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Peminatan


Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.

Saudara/i diminta kesediaannya untuk berpasrtisipasi dalam penelitian ini. Saudara/i berhak
memutuskan untuk ikut atau menolak berpartisipasi dalam penelitian ini kapanpun
Saudara/I inginkan, karna partisipasi Saudara/i bersifat sukarela. Sebelum mengambil
keputusan, Saya akan menjelaskan beberapa hal tentang penelitian ini, sebagai bahan
pertimbangan untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian, yaitu:
1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman IPCN dan IPCLN dalam
pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD dr. Sobirin. Hasil
dari penelitian ini dapat digunakanan untuk mengembangkan pelayanan asuhan
keperawatan khususnya pencegahan dan pengendalian infeksi.

29
2. Setelah Saudara/I bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, Peneliti akan
melakukan wawancara pada waktu dan tempat yang telah disepakati. Pada saat
wawancara, Peneliti akan merekam apa yang Saudara/i sampaikan menggunakan
handphone sebagai alat penyimpanan data.
3. Jika selama proses wawancara Saudara/i merasa tidak nyaman, Saudara/i boleh
mengundurkan diri dalam penelitian ini dan tidak ada sanksi apapun atau dampak yang
merugikan bagi Saudara/i.
4. Peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas dan hasil wawancara dengan Saudara/i.
Saya akan memberikan hasil penelitian ini jika Saudara/i menginginkannya. Hasil
penelitian ini akan diberikan kepada institusi tempat Saya belajar dan institusi tempat
dilakukan penelitian.
5. Jika Saudara/i telah memahami dan bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini,
silahkan menandatangani lembar persetujuan terlampir.

Depok, 20 Mei 2019


Peneliti,

(Mira Damayanti)

30
Lampiran 2
Kode Partisipan : ……………….

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini:


Nama :
Umur :
Alamat :
Nomor Hp/Telepon :

Setelah mendengar penjelasan dari Peneliti dan membaca penjelasan penelitian, Saya
memahami tujuan dan manfaat penelitian, serta jaminan kerahasiaan identitas dan data yang
saya berikan. Saya mempunyai hak untuk ikut atau menolak berpartisipasi dalam penelitian
ini, jika saya merasa tidak nyaman.

Dengan menandatangani lembar persetujuan ini, berarti Saya bersedia ikut berpartisipasi
sebagai partisipan dalam penelitian ini dengan iklhas dan tanpa paksaan dari siapapun.

Depok, Juni 2019


Partisipan

31
---------------------------

Lampiran 3

DATA DEMOGRAFI PARTISIPAN


Terima kasih atas kesediaan Saudara/I sebagai partisipan
Mohon diisi data demografi berikut ini

Kode Partisipan :
Umur :
Agama :
Suku Bangsa :
Pendidikan :
Status Kepegawaian :
Lama Bekerja :
Lama Menjadi IPCN/IPCLN :

32
Lampiran 4
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN

PENGALAMAN IPCN DAN IPCLN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM


PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RSUD DR. SOBIRIN

A. Petunjuk Umum
1. Tahap perkenalan
2. Ucapan terimakasih kepada informan atas kesediaan waktu yang telah di luangkan
untuk pelaksanaan wawancara
3. Menjelaskan maksud dan tujuan
4. Mengisi identitas partisipan
5. Membuat kontrak dan waktu
B. Petunjuk Wawancara Mendalam
1. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara
2. Informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, saran, dan komentar
3. Pendapat, pengalaman, saran, dan komentar informan sangat bernilai
4. Tidak ada jawaban yang benar atau salah
5. Semua pendapat, pengalaman, saran, dan komentar akan di jamin kerahasiaannya
6. Peneliti akan merekam semua hasil wawancara dengan tape recorder untuk
membantu pencatatan hasil wawancara dan menggunakan sebuah catatan sebagai

33
field note untuk membantu percakapan agar tidak ada pernyataan yang terlewat dari
partisipan
C. Identitas Partisipan
Nama Partisipan :
Tanggal lahir/Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
No.Hp :
D. Pertanyaan Wawancara
1. Ceritakan perasaan Saudara/i saat ditetapkan sebagai IPCN/IPCLN
2. Ceritakan apa saja yang Saudara/i persiapkan dalam melaksanakan tugas sebagai
IPCN/IPCLN
3. Jelaskan tugas dan tanggung jawab Saudara/I sebagai seorang IPCN/IPCLN
4. Ceritakan apa saja upaya yang dilakukan oleh rumah sakit dalam pelaksanaan
program pencegahan dan pengendalian infeksi
5. Ceritakan apa saja upaya yang dilakukan Saudara/i dalam pelaksanaan program
pencegahan dan pengendalian infeksi
6. Ceritakan pengalaman luar biasa yang Saudara/i alami selama menjalankan tugas
sebagai pelaksana program pencegahan dan pengendalian infeksi
7. Ceritakan hambatan apa saja yang anda alami selama menjalankan tugas sebagai
pelaksana program pencegahan dan pengendalian infeksi

34
Lampiran 5
CATATAN LAPANGAN (FIELD NOTE)

Nama Partisipan: Kode Partisipan:

Tempat Wawancara: Waktu Wawancara:

Kondisi Partisipan:

Respon Partisipan Pada Saat Wawancara:

Kondisi Lingkungan:

35
Interaksi Sosial:

Respon Partisipan Saat Terminasi:

36

Anda mungkin juga menyukai