Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ETIKA KEPERAWATAN TERKAIT KEPEMIMPINAN

Di Susun Oleh:
Adep Junika 2021312027
Era Neltia Sonartra 2021312009
Mawaddah 2021312016
Vivi Wanti 2021312028

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
1.1 Keperawatan
1.1.1 Defenisi Etika
Kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethikos, ethikos memiliki arti adat
istiadat atau kebiasaan. Makna umum yang sama yang dapat disandingkan dengan kata etika
adalah moral, moralitas berasal dari bahasa latin yang artinya juga adat istiadat atau
kebiasaan (Kurniadi, 2018). Etika adalah ilmu tentang bagaimana seharusnya perilaku dan
tindakan seseorang berkenaan dengan diri sendiri, manusia dan lingkungan, sistem perilaku
serta prinsip moral yang memandu tindakan seseorang benar dan salah dalam hal diri sendiri
dan masyarakat (Bessie & Carol, 2012).
Etika kepemimpinan mengacu pada demonstrasi yang sesuai secara normatif perilaku
melalui tindakan pribadi dan hubungan interpersonal dan perilaku tersebut disertai melalui
komunikasi dua arah, penguatan, dan pengambilan keputusan. (Zhao & Xia, 2019).
Berdasarkan pendapat Depdikbud (1988) etika memiliki banyak arti yaitu (Marquis &
Hustob, 2010):
1. Ilmu baik dan buruk berhubungan dengan hak dan kewajiban.
2. Kumpulan asas atau nilai yang berhubungan dengan akhlak.
3. Nilai tentang benar dan salah satu golongan/masyarakat.
Berdasarkan pendapat Betrtens (2003) pengertian etika terdiri dari:
1. Hampir sama maknanya dengan nilai-linai atau norma .
2. Kumpulan asas atau nilai moral (etika keperawatan).
3. Ilmu tentang baik dan buruk.

Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas tentang etika kepemimpinan dapat


disimpulkan bahwa etika kepemimpinan merupakan ilmu yang membahas tentang pedoman
yang dapat kita gunakan untuk menilai perilaku baik atau buruknya seseorang dalam
melaksanakan tugasnya sebagai seorang pemimpin.

1.1.2 Fungsi Etika


Etika keperawatan memiliki fungsi penting bagi perawat dan seluruh individu
keperawatan. Fungsi-fungsi tersebut sebagai berikut (Utami, Agustine, & P Happy, 2016):
1. Menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab dalam mengelola asuhan
keperawatan.
2. Mendorong para perawat di seluruh Indonesia agar dapat berperan serta dalam
kegiatan penelitian dalam bidang keperawatan dan menggunakan hasil penelitian serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan mutu dan
jangkauan pelayanan atau asuhan keperawatan.
3. Mendorong para perawat agar dapat berperan serta secara aktif dalam mendidik dan
melatih pasien dalam kemandirian untuk hidup sehat, tidak hanya di rumah sakit
tetapi di luar rumah sakit.
4. Mendorong para perawat agar bisa mengembangkan diri secara terus menerus untuk
meningkatkan kemampuan profesional, integritas dan loyalitasnya bagi masyarakat
luas.
5. Mendorong para perawat agar dapat memelihara dan mengembangkan kepribadian
serta sikap yang sesuai dengan etika keperawatan dalam melaksanakan profesinya.
6. Mendorong para perawat menjadi anggota masyarakat yang responsif, produktif,
terbuka untuk menerima perubahan serta berorientasi ke masa depan sesuai dengan
perannya.

1.1.3 Tujuan etika keperawatan


Etika keperawatan memiliki tujuan khusus bagi setiap orang yang berprofesi sebagai
perawat, tak terkecuali juga bagi semua orang yang menikmati layanan keperawatan. Tujuan
dari etika keperawatan pada dasarnya adalah agar para perawat dalam menjalankan tugas dan
fungsinya dapat menghargai dan menghormati martabat manusia. Secara umum tujuan etika
keperawatan yaitu menciptakan dan mempertahankan kepercayaan antara perawat dan klien,
perawat dengan perawat, perawat dengan profesi lainnya dan antara perawat dengan
masyarakat.(Utami et al., 2016)
Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan etika keperawatan
adalah sebagai berikut (Bessie & Carol, 2012):
1. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktek keperawatan.
2. Membentuk strategi/cara menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktek
keperawatan.
3. Menghubungkan prinsip-prinsip moral yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan
pada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan kepada Tuhan, sesuai dengan
kepercayaannya.
1.1.4 Sumber-Sumber Etika
Sumber-sumber etika adalah segala sumber yang disadari atau tidak sadari yang
dihasilkan oleh manusia sehingga mempengaruhi peraturan atau pedoman yang menjadi
pandangan baik atau buruk. Adapun sumber-sumber nilai yang dapat dijadikan penyebab
munculnya etika seseorang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yaitu sebagai
berikut(Kurniadi, 2018):
1. Budaya
Budaya tersebut meliputi tradisi nenek moyang, adat istiadat, kebiasaan yang sudah
ditemukan dan terus menerus secara turun temurun, penghormatan terhadap
ketokohan seseorang dimana setiap nasehat yang dikatakan atau perbuatan yang
dilakukan mendapat kehormatan atau wajib diikuti oleh orang yang ada dalam
areanya. Budaya ini memiliki daya magis yang mampu menarik dan menghipnotis
orang lain diareanya sehingga mau tidak mau diakui dan diyakini oleh kelompok
masyarakat tertentu sebagai sesuatu yang sacral.
2. Agama
Sumber agama yang menybabkan munculnya etika yaitu agama samawi (Taurat,
Zabur, Injil dan Al-qur’an). Sedangkan agama bumi yang kitabnya dibuat oleh
kemampuan akal budi manusia seperti Hindu, Budha, Konghucu dan aliran
kepercayaan lainnya. Agama ini akan menjadi konsistensi seseorang untuk
mempertahankan etikanya.
3. Ideologi
Idiologi yaitu ajaran atau aliran yang diyakini kebenarannya berdasarkan kemampuan
hasil karya pemikiran akal budi manusia. Kekuatan berlogikan dan berargumentasi
yang rasional seseorang atau kelompok diyakini akan mampu mengatur dan
menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dari sumber etika
yang lain termasuk aliran agama.

1.1.5 Perkembangan Teori-teori Etik keperawatan


Teori-teori etik dimulai dari zaman tradisional sampai zaman modern, perkemabangan
tersebut yaitu sebagai berikut (Kurniadi, 2018):
1. Teori etik tradisional
Teori ini berlandaskan pada pandangan pelaksanaan budaya yang menjadi kebiasaan
tanpa diikuti faktor perkembangan budaya luar. Pembagian teori etik tradisional yaitu
sebagai berikut;
a. Egoisme
Teori ini menggunakan aliran atau paham yang mengedepankan hasil kerja
otak dan logika manusia tanpa melihat aspek lainnya. Hasil dari teori ini
seseorang memiliki sifat egoisme akan melakukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya sendiri, kebaikan yang dilakukan semata-mata untuk kebaikan diri
sendiri.
b. Relativisme
Relativisme berarti relative atau belum pasti. Pada teori ini seseorang memiliki
pandangan baik-buruk tentang sesuatu tergantung situasi dan kondisi serta
pendapat orang atau masyarakat pada waktu tertentu.
c. Rasional paternalistic
Teori ini merupakan aliran psikologi kepemimpinan yang memandang
pemimpin akan memiliki karakteristik seperti sifat, kebiasaan, watak dan
kepribadian sendiri.makna rasional adalah dapat diterima nalar manusia.
karakteristik ini akan memunculkan teori gaya kepemimpinan paternalistik
yang menginginkan pemimpin itu harus memiliki sifat laki-laki. Pandangan ini
memiliki kekuatan pemikiran bahwa paternalistic menjadi pusat
kepemimpinan yang menghasilkan kepemimpinan yang efektif dan efesien
dari pada perempuan.
d. Altruisme
Altruisme berasal dari Bahasa Prancis yang artinya orang lain. Altruisme
merupakan tindakan dari orang-orang yang memiliki keawajiban moral untuk
berkhidmat demi kepentingan orang lain.
e. Natural laws
Pada teori ini memandang bahwa manusia disamping memiliki potensi dan
kemampuan untuk melakukan berbagai tugas, serta memiliki kemampuan
untuk belajar dan berkembang. Natural law merupakan hukun yang berasal
dari Tuhan Yang maha Esa bahwa manusia berkembang.

2. Teori etik modern


Teori etik modern ini memudahkan kehidupan manusia untuk berhubungan
dengan alat komunikasi, transportasi dan diagnostik penyakit dengan
ditemukannya tekhnologi. Hal ini membuat perubahan pola pikir dan prilaku
dalam menghadapi tantangan program pencegahan, penyembuhan dan promosi
penyakit. Ada beberapa teori modern yang merupakan lanjutan dari teori etik
tradisional yaitu sebagai berikut:
a. Altruism
Altruism adalah tindakan yang dimaksudkan untuk membantu orang lain tanpa
mengharap balasan.
b. Teleology, egoisme, ultilitarianisme, deontology
1) Teleology
Teleology berasal dari bahasa yunani yaitu telos, kata telos artinya tujuan
sedangkan logos bearti perkataan. Teleologis mempelajari tentang gejala-
gejala yang memperlihatkan adanya keteraturan, rancangan, tujuan akhir,
maksud, kecendrungan, sasaran, arah dan bagaimana tujuan dicapai.
Dalam dunia etik teleology dipahami oleh tenaga kesehatan dimana yang
benar harus dikatan benar dan yang salah harus dikatkan salah.
2) Egoisme
Aliran egoisme diperuntukkan bgi orang yang memiliki pandangan bahwa
setiap tindakan pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan
pribadinya dan memajukan dirinya sendiri.
3) Ultilitarianisme
Ultilitarianisme berasal dari Bahasa latin yaitu utilis yang artinya
bermanfaat. Teori ini memandang setiap perbuatan akan baik jika
membawa manfaat untuk semua orang bukan hanya sebagian orang.
4) Deontology
Deontology berasal dari Bahasa yunani yaitu deon yang artinya kewajiban.
Teori etika deontologis menilai apakah tindakan itu benar atau salah
terlepas dari konsekuensi.

1.1.6 Jenis-jenis Etika Keperawatan


Secara teoritis adapun etika yang dapat diterapkan dalam pelayanan kesehatan
keperawatan dibagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut (Kurniadi, 2018):
1. Deskriptif
Etika ini digunakan untuk menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan
prilaku perawat dan apa yang dicari sebagai sesuatu yang bernilai bagi perawat dan
pasien. Konsep ini akan menghasilkan kriteria etika baik dan buruk, sehingga dapat
digunakan dalam pelayanan keperawatan sehari-hari.
2. Normatif
Etika ini mwmandang sikap dan perilaku ideal yang seharusnya digunakan oleh
perawat. Penerapa etika jenis normative ini harus menyesuaikan dengan tempat dan
waktu. Etika normative sesuai dengan tempat dan waktu dibagi menjadi 2 jenis yaitu
sebagai berikut;
a. Etika umum, yaitu penerapan etika yang umunya berhubungan dengan kondisi
eseorang untuk bertindak etis dalam mengambil keputusan dimana selalu
berdasarkan teori atau prinsip-prinsip moral yang baik.
b. Etika khusus, yaitu penerpan etika disesuaikan yang berlaku pada kelompok atau
bidang tertentu. Etika khusus ini menurut siapa yang mempergunakannya dibagi
menjadi empat jenis yaitu sebagai berikut:
1) Sosial, penerpan etika sesuai dengan kondisi masyarakat sebagai bentuk
tanggung jawab sosial. Sesuatu hal yang sulit biala adat atau kebiasaan
masyarakat diubah menjadi sesuatu yang baru.
2) Individu, penerapan etika sesuai dengan kondisi seseorang sebagai bentuk
tanggung jawab pribadi terhadap orang lain.
3) Terapan, penerapan etika sesuai dengan bentuk karakteristik yang dimiliki
kelompok manusia yan g memiliki keahlian tertentu sebagai bentuk tanggung
jawab etika yang sifatnya altruistic yaitu senang apabila menolong dan
membantu pasien sampai sembuh. Ciri khas etika ini adalah melayani pasien
dengan nilai-nilai caring tanpa memandang suku, agama, Bahasa dan bangsa.
4) Kehidupan bangsa, penerapan etika sesuai dengan nilai-nilai budaya dan
ideology bangsa tertentu. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah
mengikrarkan diri secara nasional berdasarkan ideology Pancasila.

1.1.7 Kerangka Etis Pengambilan Keputusan


Kerangka kerja etika memandu individu untuk memecahkan dilema etika. Kerangka
ini tidak memecahkan masalah etika tetapi akan membantu pemimpin dalam menjelaskan
nilai-nilai dan kepercayaan pribadi. Empat dari kerangka etika yang paling umum digunakan
adalah sebagai berikut (Bessie & Carol, 2012):
1. Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari bahasa latin yaitu utilis yang artinya bermanfaat. Teori ini
memandang setiap perbuatan akan baik jika membawa manfaat untuk masyarakat
juga ,bukan hanya untuk dirinya saja. Teori ini menggunakan teori John Stuart Mill
yaitu teleologis. Teori ini menggunakan kerangka etika utilitarianisme mendorong
pengambilan keputusan berdasarkan apa yang memberikan kebaikan terbesar untuk
sebagian besar orang.
2. penalaran berbasis tugas
Penalaran berbasis tugas adalah kerangka kerja etis yang menyatakan bahwa beberapa
keputusan harus diambil dibuat karena ada kewajiban untuk melakukan sesuatu atau
menahan diri dari melakukan sesuatu.
3. penalaran berbasis hak
Penalaran berbasis hak didasarkan pada keyakinan bahwa seseorang memiliki hak
yang tidak bisa di ganggu. Seorang pemimpin harus mengambil keputusan
berdasarkan hak seseorang tanpa ada perbedaan.
4. Intuitionisme
Kerangka kerja intuisi ini memungkinkan pembuat keputusan untuk meninjau setiap
masalah etika atau masalah atas dasar kasus per kasus, membandingkan bobot relatif
dari tujuan, tugas, dan hak. Pembobotan ini ditentukan terutama oleh intuisi apa yang
menurut pembuat keputusan tepat pada situasi khusus itu.

1.1.8 Prinsip-prinsip Moral Dilema Etik Keperawatan


Para ahli teori teleologis dan deontologis telah mengembangkan sekelompok prinsip
yang digunakan untuk penalaran etis. Prinsip-prinsip penalaran etis ini mengeksplorasi dan
mendefinisikan lebih jauh keyakinan atau nilai apa yang menjadi dasar pengambilan
keputusan. Menghormati orang lain merupaka hal yang paling mendasar dalam prinsip etika
universal . prinsip etika utama yang mendasar prinsip ini adalah sebagai berikut (Bessie &
Carol, 2012):
1. Autonomy (Self-Determination)
Prinsip ini mendukung hak hukum untuk menentukan nasib sendiri. Penerapan
disiplin progresif merupakan hak otonomi karyawan, pada dasarnya karyawan
memiliki pilihan untuk memenuhi ekspektasi organisasi atau disiplin lebih lanjut.
Tetapi jika karyawan menuntut pemutusan hubungan kerja, prinsip otonomi
mengatakan bahwa karyawan telah membuat pilihan sendiri diberhentikan, bukan
merupakan keputusan pemimpin. Oleh karena itu, pemimpin harus menghargai
keputusan dan menyadari komponen etika setiap akan mengambil keputusan.
2. Beneficence (Doing Good)
Prinsip beneficence menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan seseorang harus
dilakukan dalam upaya memajukan kebaikan.
3. Nonmalefence
Nonmalefence merpakan tindakan yang diambil dalam upaya menghindari bahaya.
Prinsip yang diasosiasikan dengan kemanfaatan, mengatakan bahwa jika tidak bisa
berbuat baik, maka setidaknya seseorang tidak boleh menyakiti. Misalnya, jika
pemimpin menggunakan etika ini prinsip dalam merencanakan penilaian kinerja, dia
lebih cenderung menilai kinerja sebagai sarana untuk mendorong pertumbuhan
karyawan.
3. Paternalisme
Prinsip ini terkait dengan kemanfaatan di mana satu orang mengambil kewenangan
untuk membuat satu keputusan untuk yang lain. Karena paternalisme membatasi
kebebasan memilih, sebagian besar ahli teori etika percaya bahwa paternalisme
dibenarkan hanya untuk mencegah seseorang dari bahaya. Tetapi, beberapa manajer
menggunakan prinsip paternalisme dalam perencanaan karir bawahan, melakukan itu
manajer berasumsi bahwa mereka memiliki pengetahuan yang lebih besar tentang
kelebihan dan kekurangan karyawan untuk tujuan jangka panjang harus lebih dari
yang diharapkan oleh karyawan.
4. Utilitarianisme
Prinsip ini memandang setiap perbuatan akan baik jika membawa manfaat tetapi
manfaat itu harus menyangkut bukan hanya untuk dirinya tetapi bagi masyarakat
lainnya. Pemimpin yang menggunakan prinsip ini perlu berhati-hati agar tidak
menjadi seperti berfokus pada hasil kelompok yang diinginkan sehingga mereka
menjadi kurang humanis.
5. Justice (Keadilan)
Prinsip ini menyatakan bahwa semua orang harus diperlakukan sama sehingga tidak
ada perbedaan. Prinsip ini sering diterapkan ketika ada kelangkaan atau persaingan
untuk mendapatkan sumber daya atau keuntungan. Pemimpin yang menggunakan
prinsip keadilan akan bekerja untuk melihat bahwa kenaikan gaji mencerminkan
kinerja dan bukan hanya waktu layanan.
6. Veracity (Truth Telling)
Prinsip ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana perlunya pengungkapan
kebenaran. Seorang pemimpin perlu berkata jujur dalam setiap kondisi atau situasi
yang sedang dihadapi.
7. Fidelity (Menepati Janji)
Fidelity mengacu pada kewajiban moral bahwa individu harus setia pada komitmen
mereka dan janji yang telah diucapkan. Mengingkari janji diyakini oleh banyak ahli
bahwa itu merupakan etika yang salah, apapun itu alasannya. Dengan kata lain,
meskipun jika tidak ada hasil negatif akibat dari mengingkari namun etika tersebut
tetap salah. Hal tersebut akan membuat pembuatan janji menjadi tidak berarti. Namun,
ada kalanya menepati janji (kesetiaan) mungkin bukan demi kepentingan terbaik dari
pihak lain. Namun kode Etik ANA jelas bahwa komitmen utama perawat adalah
kepada pasien.
8. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kewajiban untuk menjaga privasi orang lain dan menyimpan informasi tertentu dalam
kerahasiaan yang ketat merupakan prinsip etika dasar dan landasan etika medis dan
keperawatan.

2.1. Kepemimpinan
2.1.1. Definisi
Kepemimpinan selalu nmenarik untuk dibahas, mengingat teori tentang
kepemimpinanpun terus berkembang dan berevolusi. Mulai dari kepemimpinan yang berasal
dari sifat-sifat yang telah dimiliki sejak lahir, gaya kepemimpinan, , tipe kepemimpinan yang
sesuai dengan situasi tertentu, hingga kepemimpinan yang dilihat dari cara seseorang
berinteraksi dengan orang lain serta mampu membawa pengikutnya menuju perubahan dan
menghadapi perubahan. (Arsad, 2018)
Kepemimpian berasal dari bahasa Inggris yaitu leadership yang berasal dari kata lead
yang bearti pergi. Kepemimpinan adalah proses memengaruhi orang lain untuk bekerja sama
secara produktif dan dalam kondisi yang menyenangkan. Sementara itu, Muninjaya (2004)
menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan bagian dari proses pengembangan sumber
daya manusia (SDM). Dalam hal ini, SDM adalah aset yang dimiliki oleh suatu organisasi
yang perlu dikelola secara efektif agar memberikan nilai tambah bagi organisasi (Kurniadi,
2018).
Kepemimpinan adalah suatu seni dan proses untuk memengaruhi dan mengarahkan
orang lain agar mereka termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam situasi
tertentu. Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dapat menciptakan situasi
yang menginspirasi para pengikutnya agar mencapai tujuan yang lebih baik dan lebih tinggi
dari keadaan sekarang. (Arsad, 2018)
Beradasarkan pendapat diatas kepemimpinan merupakan proses yang mempengaruhi
seseorang agar termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan kerjasama secara
produktif dalam situasi tertentu.
2.1.2. Kegiatan Kepemimpinan
Bronster, Haymar dan Naylor (1979) dalam Kuntoro (2010) menyatakan bahwa
kegiatan kepemimpinan paling sedikit mencakup empat hal yang terkait dengan kegiatan
manajerial yaitu (Arsad, 2018):
1. Perencanaan, yaitu kepemimpinan diarahkan untuk pengenalan masalah yang terjadi
dilingkungan hingga pada penetapan tujuan pemecahan masalah, baik tujuan jangka
pendek maupun tujuan jangka padang.
2. Pengorganisasian, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan cara melibatkan semua
sumber daya yang ada dalam suatu sistem untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Motivasi, merupakan kegiatan yang membutuhkan kemampuan seorang pimpinan
untuk memotivasi karyawannya secara benar dengan menggunakan pengetahuan yang
cukup tentang teori motivasi sevagai dasarnya
4. Pengendalian, sebagai komponen terakhir yang merupakan kegiatan mengumpulkan
umpan balik dan hasil-hasil secara periodik untuk dilakukan perencanaan tinddak
lanjut.

2.1.3. Teori Kepemimpinan


Pada prinsipnya, berbagai teori kepemimpinan sebaiknya dipahami oleh seorang calon
manajer atau manajer, sebab dalam kepemimpinannya situasi dan kondisi sering mengalami
perubahan. Maninjaya (2004) membagi teori kepemimpinan menjadi tiga tingkat sesuai
dengan hakikat kepemimpinan yang dikaji sebai berikut (Arsad, 2018):
1. Tingkat I: teori orang-orang besar dan sifat pemimpin (trait)
Filosofi aristoteles yang menyatakan bahwa ada orang tertentu memang dilahirkan
untuk menjadi pemimpin, sedangkan sebagian besar orang lain akan mrenjadi
pengikut. Teori-teori ini berkembang dinegara eropa barat asia yang menganut sistem
monarki.

2. Tingkat II: Teori situasional dan Interaksi


Teori situasional menegaskan bahwa pemimpin adalah mereka yang berani
mengadakan perubahan drastik, jika situasi sudah memberikan peluang kepadanya
untuk mengadakan perubahan, prinsipnya teori ini dapat diterapkan pada lingkungan
budaya yang berbeda.
3. Tingkat III: Teori yang dikaitkan dengan tujuan organisasi
Teori ini membahas berbagai aspek kepemimpinan yang dianggap lebih efektif dari
gaya kepemimpinan yang ada. Orientasi teori ini terletak pada perumusan dan upaya
mencapai tujuan organisasi dengan mengkaji pergeseran kepemimpinan, dimulai dari
proses yang mempengaruhi kelompok terorganisasi kearah upaya perumusan dan
pencapaian tujuan.
a. Gillies (1996) beberapa teori kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam
kepemimpinan manajemen keperawatan sebagai berikut (Arsad, 2018):
1) Teori bakat (trait theory)
Teori ini disebut juga dengan great man theory. Teori ini menekankan bahwa
setiap orang adalah pemimpin (pemimpin dibawa sejak lahir bukan didapat)
dan mereka memiliki karakteristik tertentu yang membuat mereka lebih baik
dari orang lain.
2) Teori perilaku
Teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin dan
bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya. Perilaku sering dilihat
sebagai suatu rentang dari sebuah perilaku otoriter ke demokrati, atau dari
fokus suatu produksi ke fokus pegawai.
3) Teori kotigensi (contigency) dan situasional
Teori ini menekankan bahwa manajer yang efektif adalah manajer yang
melaksanakan tugasnya dengan mengombinasi antara faktor bawaan, perilaku,
dan situasi. Tannenbaum schamid (1983) yang dikutip dalam Maninjaya
(2004) menekankan bahwa kombinasi antara gaya kepemimpinan otoriter dan
demokratis diperlukan oleh manajer, dengan unsur utamanya adalah
tergantung situasi suatu organisasi.
4) Teori kontemporer
Teori ini menekankan empat komponen penting dalam suatu pengelolaan,
yaitu (a) manajer/pemimpin, (b) staf dan atasan, (c) pekerjaan, (d) lingkungan.
Teori ini menekankan bahwa dalam melaksanakan suatu manajemen, seorang
pemimpin harus mengintegrasikan keempat unsur tersebut untuk mencapai
tujuan organisasi.
5) Teori motivasi
Teori motivasi dikemukakan oleh beberapa ahli. Pada dasarnya, teori ini
menekankan pada kebutuhan secara menyeluruh seperti kebutuhan dasar oleh
abraham maslow, kepuasan kerja, lingkungan yang kondusif, maupun nilai
dan keyakinan akan keberhasilan suatu organisasi.
6) Teori Z
Teori ini dikemukakan oleh Ouchi (1981) dalam Gillies (1996) yang
merupakan pengembangan dari teori Y dan mendukung gaya kepemimpinan
demokratis. Komponen teori Z meliputi pengambilan keputusan dan
kesepakatan, penempatan pegawai sesuai keahliannya, penekanan pada
keamanan pekerjaan, promosi yang lambat, dan pendekatan yang holistik pada
staf.
7) Teori Interaktif
Schein (1970) dalam Gillies (1996) menekankan bahwa staf atau pegawai
adalah manusia sebagai suatu sitem terbuka yang selalu berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya, serta dapat berkembang secara dinamis. Holander
(1978) mendukung teori tersebut, beliau menyatakan bahwa pemimpin yang
efektif memerlukan kemampuan untuk:
a) Menggunakan proses menyelesaikan masalah;
b) Mempertahankan kelompok secara efektif;
c) Komunikasi yang baik;
d) Menunjukkan kejujuran dalam memimpin;
e) Kompeten, kreatif, dan memiliki kemampuan mengembangkan identifikasi
kelompok
2.1.4. Gaya Kepemimpinan
Gaya diartikan sebagai suatu cara menampilkan karakteristik. Gillies (1996)
mendefinisikan gaya sebagai hak istimewa tersendiri berasal dari si ahli dengan hasil akhir
yang dicapai tanpa menimbulkan isu sampingan. Sementara itu, gaya kepemimpinan
didefinisikan berdasarkan perilaku pemimpin itu sendiri. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh
adanya pergalaman bertahun-tahun dalam kehidupanya, sehingga kepribadian seseorang akan
memengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan. Gaya kepeminpinan setiap orang
cenderung bervariasi. Secara umum gaya kepemimpinan dibedakan menjadi empat macam
sebagai berikut (Arsad, 2018):
1. Gaya Kepemimpinan Otoriter
Gaya kepemimpinan kepemimpinan didefinisikan sebagai sebagai kepemimpinan
otoriter. kepemimpinan langsung segala hal, serta kepemimpinan yang ekstrem
"diktator". Pemimpin mengasumsikan pengontrolan yang berlebihan dalam keputusan
dan aktivitas kelompok. Dalam pelaksanaannya, pemimpin dengan gaya
kepemimpinan dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Pemimpin dominasi dengan atau tanpa maksud dan bersifat keras.
b. Pemimpin memiliki perhatian yang kuat terhadap pekerjaan, tetapi kurang
perhatian pada orang yang menjalankan tugas.
c. Pemimpin yang menggunakan usaha para pekerja untuk memberikan yang terbaik,
tanpa memedulikan minat dari suatu pekerjaan.
d. Pemimpin mengatur standar dan metode yang kuat dalam meampilkan, serta
berharap agar bawahan mematuhi peraturan dan mengikutinya sesuai aturan yang
ada.
e. Keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dibuat sendiri, tanpa
bantuan ermintaan pekerja dan berharap mereka mendapatkan keputusan tersebut.
f. Gaya kepemimpinan otoriter biasanya menyebabkan hanya beberapa kelompok
pekerja yang berpartisipasi atau tidak satu pun dari pekerja tersebut.
g. Pemimpin memiliki pemikiran bahwa apa yang pemimpin rencanakan dan
lakukan adalah yang terbaik. Dalam hal ini, ia mungkin mendengarkan pendapat
anggotanya, tetapi tidak terpengaruh dengan pendapat tersebut.
h. Pemimpin tidak memiliki rasa percaya terhadap bawahan.
i. Pemimpin biasanya memanipulasi bawahan untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan rencana tujuannya.
Gaya kepemimpinan otoriter juga memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
a. Gaya kepemimpinan otoriter tergolong efisien dalam hal waktu. Dalam hal ini,
lebih mudah untuk membuat keputusan oleh satu orang darpada kelompok
sehingga tidak menghabiskan banyak waktu.
b. Gaya kepemimpinaniter yang baik digunakan ketika hanya ada seorang pemimpin
yang berpengalaman dan memiliki informasi penting, ketika bawahan masih
tergolong baru.
c. Otoriter gaya kepemimpinan juga baik digunakan ketika pekerja tidak yakin
dalam mengambil keputusan dan pemimpin mengatakan kepada mereka apa yang
harus dilakukan.
Selain kelebihan gaya, kepemimpinan otoriter juga tidak terlepas dari beberapa
kekurangan sebagai berikut:
a. Gaya kepemimpinan otoriter tidak menumbulkan semangat terhadap anggota
kelompok, kurang meningkatkan kemampuan dan inisiatif anggota, serta tidak
menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas selama menjadi anggota.
b. Kurangnya dukungan dari pemimpin dalam hasil keputusan yang dibuat dengan
konsultasi, meskipun orang tersebut mungkin benar.
c. Gaya kepemimpinan otoriter menghambat partisipasi kelompok yang hasilnya
kurang berkembang. Kurangnya kepuasan bekerja dapat menurunkan komitmen
dalam mencapai suatu organisasi.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis digambarkan dengan partisipasi dan gaya konsultan
kepemimpinan yang termasuk beberapa hal yaitu sebagai berikut:
a. Gaya kepemimpinan menunjukkan partisipasi dan konsultasi dengan adanya
seorang pemimpin yang berorientasi pada orang atau anggota, berfokus pada
aspek manusia, anggota kelompok yang bekerja kelompok yang efektif, dan
menekankan pada kebersamaan.
b. Komunikasi sukses dalam sistem terbuka. Partisipasi kelompok sangat
diperhatikan dalam hubungan yang berhubungan dengan keputusan. Biasanya
baik pemimpin dan anggota saling bertukar pikiran dalam suatu keputusan
penyelesaian masalah.
c. Interaksi antara pemimpin dan kelompok terbina dengan kehangatan dan
kepercayaan. Dalam gaya kepemimpinan ini, hal-hal yang dilakukan pemimpin
antara lain pemimpin membawa subjek untuk didiskusikan kelompok atau konsil,
keputusan utama dibuat dan dilakukan oleh seluruh kelompok, serta membuat
keputusan akhir setelah mencari masukan dari kelompok keseluruhan. Dengan
demikian, kelompok merasakan bahwa mereka memiliki kontribusi yang penting
dalam melakukan kebebasan memberikan ide, serta tanggung jawab tanggung
jawab untuk kebaikan bersama.
d. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin tidak mendominasi, melainkan
bertindak berdasarkansaran dari anggotanya. Pemimpin juga memotivasi
bawahannya untuk mengatur tujuan mereka, membuat rencana kerja dan
mengevaluasi hasil kerja. Selanjutnya, pemimpin menyampaikan tujuan
keseluruhan dan perkembangan organisasi.
e. Standar penampilan berlanjut untuk membimbing dalam menghasilkan produksi
yang tinggi.
Gaya kepemimpinan demokratis juga memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
a. Memimpin mengizinkan dan menyemangati semua pekerja untuk melatih dalam
membuat keputusan praktis.
b. Memimpin mempromosikan dan melibatkan seseorang, menerima saran, dan
menghasilkan keputusan yang terbaik untuk bekeria dan kepuasan dalam bekerja.
c. Keputusan dibuat oleh kelompok yang lebih efektif. Dalam hal ini, mungkin
banyak anggota lebih memiliki informasi dari pada pemimpin.
Selain kelebihan gaya, gaya kepemimpinan demokratis juga tidak lepas dari
kekurangan. Dengan menerapkan gaya kepemimpinan ini, pemimpin
membutuhkan waktu lebih banyak dalam membuat keputusan.
3. Gaya Kepemimpinan Laissez-Faire
Gaya kepemimpinan Laissez-Faire atau dikenal pula sebagai Free-Rein merupakan
gaya kepemimpinan yang bebas kendali, serba memperbolehkan, anarkis, dan sangat
liberal. Pemimpin memberikan kekuatan kepada seluruh kelompok.
Gaya kepemimpinan ini memiliki beberapa keistimewaan sebagai benikut:
a. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan seperti ini memberikan semangat dan
kebebasan dalam kegiatan dengan anggota kelompoknya.
1) Orang luar akan tidak mengenali pemimpin dalam sebuah kelompok.
2) Pemimpin hanya sedikit atau bahkan tidak memengaruhi anggota kelompok.
3) Tidak ada petunjuk terpusat, koordinasi, dan kendali.
b. Anggota kelompok bebas mengatur dan menentukan aktivitas mereka sendiri,
serta mengizinkan anggota untuk melakukan apa yang menjadi keinginan mereka.
Berbagai tujuan mungkin dapat diatur oleh setiap individu dan akan menjadi sulit
untuk menyelesaikan tugas dari kelompok dengan mudah.
c. Gaya kepemimpinan ini biasanya dipilih oleh pemimpin dengan beberapa alasan
sebagai berikut:
1) Pemimpin yang terlalu lemah untuk menggunakan pengaruhnya kepada
kelompoknya.
2) Pemimpin berusaha membuat segala hal merasa baik.
3) Kegagalan fungsi sebagai pemimpin yang efektif.
d. Gaya kepemimpinan ini efektif dalam memberikan motivasi yang tinggi kepada
kelompok profesional. Sebagai contoh, proyek penelitian dengan memberikan
kebebasan berpikir, atau pemimpin merasakan bahwa masalah harus didasarkan
pada kelompok itu sendiri. Gaya kepemimpinan ini tidak bermanfaat dalam
sebuah struktur pelayanan atau kreasi.
e. Kelompok yang tidak ditetapkan pemimpin, runtuh dalam kategori ini.
Gaya kepemimpinan Lissez-Faire juga memiliki beberapa kelebihan sebagai
berikut:
a. Dalam situasi yang mendesak, kreativitas dapat menjadi semangat terhadap
maksud yang spesifik.
b. Mencoba melakukan metode baru.
Selain kelebihan gaya, kepemimpinan Laissez-Faire juga tidak terlepas dari
kekurangan sebagai berikut:
a. Lebih mengarah pada ketidakstabilan, tidak ada pengorganisasian, tidak efisien,
dan tidak ada persatuan aksi.
b. Baik kelompok maupun individu dalam kelompok akan merasa bertanggung
jawab terhadap masalah yang mungkin dapat muncul. Anggota individu akan
kehilangan minat, inisiatif, dan ke- inginan dalam pencapaian.
4. Gaya Kepemimpinan Birokrasi
Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada kebijakan dan prosedur yang ditetapkan
sebelumnya. Fungsi pemimpin hanya pada baris dengan aturan dan peraturan, serta
memastikan semua aturan dilaksanakan oleh anggotanya. Pemimpin tidak dapat
fleksibel dan tidak suka mengambil risiko yang tidak sesuai dengan aturan tersebut.
Gaya kepemimpinan ini tidak memiliki ruang untuk kreativitas atau inovasi dalam
pemecahan masalah. Dengan demikian, gaya kepemimpinan ini lebih efektif pada
organisasi yang anggotanya melakukan tugas rutin.
Berdasarkan pemaparan tentang gaya kepemimpinan tersebut, sebenarnya gaya
kepemimpinan dapat dipilih sesuai dengan organisasi atau kelompok itu sendiri.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih gaya kepemimpinan yang
efektif diuraikan sebagai berikut.
a. Tidak selalu satu fungsi sesuai dengan gaya kepemimpinan tertentu.
b. Tidak selalu hanya satu gaya kepemimpinan yang sesuai dengan semua situasi.
c. Kombinasi gaya kepemimpinan dapat lebih sesuai. Contohnya, gabungan antara
otoriter dan demokrasis atau antara demokratis dengan Laissez-Faire.
DAFTAR PUSTAKA

Arsad, S. (2018). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta: Bumi Medika.

Bessie, L., & Carol, J. (2012). Leadership Roles and Management Function in Nursing.
Journal of Chemical Information and Modeling (7th ed., Vol. 53). American: Lippincott
Company. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Kurniadi, A. (2018). Etika Dan Hukum Keperawatan: Teori Dan Praktis Di Praktis Klinik
(1st ed.). Depok: Rajawali Pers.

Marquis, B. L., & Hustob, C. J. (2010). Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan: Teori
& Aplikasi. (E. K. Yudha & A. O. Tampubolon, Eds.) (4th ed.). Jakarta: EGC.

Utami, N. W., Agustine, U., & P Happy, R. E. (2016). Etika Keperawatan Dan Keperawatan
Profesional (1st ed.). Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Zhao, H., & Xia, Q. (2019). Nurses’ negative affective states, moral disengagement, and
knowledge hiding: The moderating role of ethical leadership. Journal of Nursing
Management, 27(2), 357–370. https://doi.org/10.1111/jonm.12675

Anda mungkin juga menyukai