Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori keperawatan didefiniskan sebagai konseptualisasi beberapa aspek realitas

keperawatan yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena, menjelaskan

hubungan - hubungan antar fenomena, memprediksi risiko - risiko dan menetapkan

asuhan keperawatan (Afaf Ibrahim Meleis, 1997).

Di dunia keperawatan banyak fenomena dan masalah yang terjadi yang sulit

untuk dijelaskan dan diselesaikan. Namun, keperawatan memiliki teori-teori

keperawatan yang bisa digunakan untuk menjelaskannya dan member solusi yang

tepat untuk menyelesaikannya. Para ahli teori keperawatan mengemukakan berbagai

solusi yang bisa diterapkan di berbagai lingkup keperawatan. Teori-teori tersebut

terus dikembangkan sehingga akan lebih meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan

keperawatan.

Salah satu ahli teori yang cukup terkenal dan teorinya banyak digunakan dalam

tatanan pelayanan keperawatan adalah Dorothea Orem. Dalam teori self care-nya ia

menganggap bahwa perawatan diri merupakan suatu kegiatan membentuk

kemandirian individu yang akan meningkatkan taraf kesehatannya. Sehingga bila

mengalami defisit, ia membutuhkan bantuan dari perawat untuk memperoleh

kemandiriannya kembali. Teori ini merupakan suatu pendekatan yang dinamis,


dimana perawat bekerja untuk meningkatkan kemampuan klien dalam merawat

dirinya sendiri dan bukan menempatkan klien pada posisi bergantung karena self care

merupakan perilaku yang dapat dipelajari.

Teori Dorothea Orem merupakan teori yang cukup menarik untuk dikaji dan

dibahas karena termasuk teori yang cukup banyak digunakan dalam aplikasi praktik

keperawatan dan penulis tertarik untuk menelaah teori ini, dimana ia hanya berfokus

pada lingkup praktik keperawatan.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui dasar ontologi, epistemologi dan aksiologi pada keperawatan

sebagai suatu profesi menurut Dorothea Orem.

1.3 Manfaat

Memberikan gambaran tentang dasar ontologi, epistemologi dan aksiologi pada

keperawatan sebagai suatu profesi menurut Dorothea Orem.


BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Ruang Lingkup Filsafat (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi)

Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat

kebenaran segala sesuatu.Filsafat merupakan suatu ikhtiar untuk berfikir radikal

dalam arti mulai dari radix suatu gejala dari akar suatu hal yang hendak

dimasalahkan, dan dengan jalan penjajagan yang radikal filsafat berusaha untuk

sampai kepada kesimpulanyang universal.

Filsafat saat ini telah berkembang lebih maju dalam berbagai bidang dan

mempunyai peranan penting dalam kehidupan. Cabang filsafat sendiri saat ini telah

berkembang dalam berbagai bidang yaitu filsafat pengetahuan, filsafat moral, filsafat

seni, metafisika, politik, filsafat agama, filsafat ilmu, filsafat pendidikan, filsafat

hukum, filsafat sejarah, filsafat matematika dan lain sebagainya.

Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen

yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan

aksiologi yaitu :

a. Ontologi ilmu

Ontologi berdasarkan bahasa berasal dari bahasa Yunani, yaitu On

(Ontos) merupakan ada dan logos merupakan ilmu sehingga ontologi

merupakan ilmu yang mengenai yang ada. Ontologi menurut istilah


merupakan ilmu yang membahas hakikat yang ada, yang merupakan

ultimate reality, baik berbentuk jasmani/konkret maupun rohani abstrak

(Bakhtiar 2004).

Ontologi dalam definisi Aristoteles merupakan pembahasan mengenai

hal ada sebagai hal ada (hal ada sebagai demikian) mengalami perubahan

yang dalam, sehubungan dengan objeknya (Gie 1997). meliputi apa hakikat

sebuah ilmu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan

pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa

dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme

yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme,

pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang

pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing-masing

mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi

kebenaran yang kita cari.

Ontologi menurut Suriasumantri (1990) membahas mengenai apa yang

ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain suatu

pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab

pertanyaan-pertanyaan:

a) Apakah objek ilmu yang akan ditelaah?


b) Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut?
c) Bagaimana hubungan antara objek dan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa, dan mengindra) yang dapat menghasilkan
pengetahuan.
b. Epistemologi ilmu

Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” dan “logos”.

“Episteme” berarti pengetahuan (knowledge), “logos” berarti teori (Kata,

pikiran,percakapan,atau Ilmu).

Epistemologi berarti kata, pikiran, percakapan, atau Ilmu). Dengan

demikian, epistomologi secara etimologis berarti teori pengetahuan.

Epistomologi mengkaji mengenai apa sesungguhnya ilmu, dari mana

sumber ilmu, serta bagaimana proses terjadinya. Dengan menyederhanakan

batasan tersebut, Brameld dalam Mohammad Noor Syam (1984: 32)

mendefinisikan epistomologi sebagai “it is epistemologi that gives the

teacher the assurance that he is conveying the truth to his student”.

Meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk

mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan

ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam

menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand),akal budi

(Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman,

intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga

dikenal adanya model-model epistemologik seperti: rasionalisme,

empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi

dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan

kelemahan sesuatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi


pengetahuan (ilmiah) itu seped teori koherensi, korespondesi, pragmatis,

dan teori intersubjektif.

c. Aksiologi llmu

Istilah Axiologi Berasal dari Kata Axioz dan Logos. Axios Artinya

Nilai atau sesuatu yang berharga, dan Logos Berarti Artinya Akal.

Beberapa definisi tentang aksiologi diungkapkan oleh Amsal Bahtiar

(Bahtiar 2004) sebagai berikut.

a. Dengan mengutip pada Jujun. S Suriasumantri, aksiologi berarti

teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang

diperoleh.

b. Mengutip dari Bramei, aksiologi terbagi dalam 3 bagian penting,

antara lain yaitu (1) Tindakan moral yang melahirkan etika; (2)

Ekspresi keindahan yang melahirkan estetika; dan (3) Kehidupan

sosial politik yang melahirkan filsafat sosial politik.

c. Adapun Jujun S. Suriasumantri (2003), aksiologi lebih difokuskan

kepada nilai kegunaan ilmu. Ilmu dipandang akan berpautan

dengan moral. Nilai sebuah ilmu akan diwarnai sejauh mana

ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap ilmu yang

dimiliki, apakah akan dipergunakan untuk suatu kebaikan atau

akan digunakannya sebagai sebuah kejahatan. Oleh karena itu,


ilmu akan mengalami kemajuan apabila ilmuwan mempunyai

peradaban.

Aksiologi meliputi nilal-nilal (values) yang bersifat normatif dalam

pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita

jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti

kawasan sosial, kawasansimbolik atau pun fisik-material. Lebih dari itu

nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine

qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan

penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.

2.2 Filsafat Ilmu Keperawatan

Filsafat sangat berperan dalam bidang kesehatan khususnya keperawatan.

Filsafat dalam bidang keperawatan ini dapat dipandang atau dilihat dari dua sisi yaitu

dari sisi filsafat pendidikannya dan filsafat ilmu keperawatannya serta pelayanannya.

Sehingga perlu dikaitkan atau dipahami dengan filsafat untuk mencari kebenaran

tentang ilmu keperawatan guna memajukan ilmu keperawatan.

Filsafat dalam bidang pendidikan keperawatan mampu memberikan pedoman

kepada para pendidik (dosen/guru) sehingga akan dapat mewarnai sikap perilakunya

dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu dengan adanya filsafat

akan didapatkan pengetahuan yang murni atau kemajuan pengetahuan di bidang


pelayanan keperawatan untuk dapat diaplikasikan demi kesembuhan pasien dengan

didasarkan pada premis-premis pendukung hal tersebut.

Oleh karena itu, inilah alasan mengapa ilmu filsafat itu sangat penting untuk

dipelajari terutama filsafat keperawatan, sebagai tuntunan atau dasar untuk

melakukan penalaran yang tepat dan berpikir secara mandiri, logika, kritis.

Sebagian besar dasar falsafah praktik keperawatan profesional disusun merujuk

kepada konsep praktik profesional dan teori keperawatan. Falsafah praktik pemikiran

yang sama untuk mengemban tugas keperawatan, tetapi disetiap negara pernyataan

yang disusun juga disesuaikan dengan nilai dan latar belakang budayanya. Penyataan

falsafah keperawatan di Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Perawatan merupakan bantuan, diberikan karena adanya kelemahan fisik

dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan menuju

kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari

b. Kegiatan dilakukan dalam upaya penyembuhan, pemulihan, serta

pemeliharaan kesehatan dengan penekanan kepada upaya pelayanan utama

(PHC) sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan etika keperwatan

(Ibrahin C., 1988)


2.3 Paradigma Keperawatan

Paradigma keperawatan merupakan suatu pedoman yang menjadi acuan dan

mendasari pelaksanaan praktik keperawatan diberbagai tatanan kesehatan. Seperti

halnya definisi paradigma secara umum, maka paradigma keperawatan merupakan

serangkaian konsep yang bisa sama dan terdapat dalam berbagai disiplin keilmuan

lain, tetapi tidak memiliki definisi umum yang dapat berlaku secara universal.

Paradigma keperawatan terdiri dari empat komponen yaitu manusia, sehat dan

kesehatan, masyarakat dan lingkungan, serta komponen keperawatan.


BAB III

PEMBAHASAN

Pada teori keperawatan yang dikemukakan oleh Dorothea Orem dapat dipaparkan

sudut pandang dari sisi filsafat (ontologi, epistemologi dan aksiologi).

3.1 Ontologi Keperawatan

Orem (2001) menyatakan, “Keperawatan merupakan bagian dari pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan untuk memberikan perawatan langsung kepada

orang-orang yang benar-benar memiliki kebutuhan perawatan langsung akibat

gangguan kesehatan mereka atau secara alamiah mereka yang membutuhkan

kesehatang.” Seperti pelayanann kesehatan lainnya, keperawatan memiliki

karakterisitik interpersonal yang mencirikan hubungan bantuan antara mereka yang

membutuhkan perawatan dan mereka yang memberiukan perawatan. Apa yang

membedakan layanan kesehatan yang satu dengan yang lainnya, adalah layanan

bantuan yang masing-masing berikan. SCDNT-nya Orem menyediakan

konseptualisasi layanan bantuan yang berbeda dari yang disediakan oleh

keperawatan.

Awal mulanya, orem mengakui bahwa jika keperawatan adalah untuk

terdepan sebagai bidang pengetahuan dan sebagai bidang praktik, maka diperlukan

sebuah tubuh pengetahuan keperawatan yang terstruktur dan terorganisasi. Dari

pertengahan 1950-an, ketika dia pertama kali mengajukan sebuah definisi


keperawatan, sampai sesaat sebelum kematiannya pada tahun 2007, Orem mengejar

pengembangan struktur teoritis yang akan berfungsi sebagai kerangka

pengorganisasian untuk tubuh pengetahuan seperti itu.

Sumber utama untuk ide-ide Orem tentang keperawatan adalah

pengalamannya dalam keperawatan. Melalui refleksi pada situasi praktik

keperawatan, ia mampu mengidentifikasi objek atau fokus yang tepat, pada

keperawatan. Pertanyaan yang merangsang pemikiran Orem adalah, ”Kondisi seperti

apa yang ada dalam diri seseorang ketika dibutuhkan seorang perawat dalam situasi

tersebut?’’. Kondisi yang menunjukkan perlunya bantuan keperawatan adalah

“Ketidakmampuan orang untuk memberikan diri mereka sendiri perawatan diri yang

diperlukan karena situasi kesehatan pribadi”. Ini adalah objek atau fokus yang tepat

yang menentukan domain dan batas-batas keperawatan, baik sebagai bidang

pengetahuan maupun sebagai bidang praktik. Spesifikasi dari objek keperawatan

yang tepat telah menandai awal dari pekerjaan yang teoritis Orem. Dalam

mewujudkan upayanya, Orem adakalanya belerja secara mandiri atau dibantu oleh

rekan-rekannya, hasilnya berupa pengembangan dan penyempurnaan dari SCDNT

tersebut. Teori SCDNT terdiri dari sejumlah elemen dan teori konseptual yang

menentukan hubungan antara konsep ini. SCDNT adalah teori umum yang

menjelaskan keperawatan secara deskriptif disemua jenis situasi praktik”. Awalnya

ada tiga teori spesifik yang dijelaskan; teori sistem keperawatan, teori defisit

perawatan diri, dan teori perawatan diri kemudian ditambah sebuah teori tambahan

yaitu teori ketergantungan perawatan. Teori ini dianggap sejajar dengan teori
perawatan diri dan berfungsi untuk menggambarkan pengembangan SCDNT yang

terus-menerus.

Selain pengalamannya dalam situasi praktik keperawatan, Orem fasih dalam

literatur dan pemikiran keperwatan kontemporer. Keterlibatannya dengan perawat

selama bertahun-tahun memberikan benyak pengalaman belajar, dan dia melihat

pekerjaannya dengan mahasiswa pascasarjana dan kerjasamanya dengan rekan-

rekannya sebagai sebuah upaya yang berharga. Orem banyak mengutip karya perawat

lain dalam hal kontribusi mereka untuk keperawatan, termasuk, namun tidak terbatas

pada abdellah, Henderson, Johnson, King, Levine, Nightingale, Orlando, Peplau,

Riehl, Rogers, Roy, Travelbee, dan Wiedenbach.

Keakraban Orem dengan literatur tidak terbatas pada literatur keperawatan

saja. Dalam diskusinya tentang berbagai topik yang berkaitan dengan keperawatan,

Orem mengutip penulis dari sejumlah disiplin ilmu lainnya. Pengaruh sarjana seperti

Allport (1955), Arnold (1960a, 1960b), Barnard (1962), Fromm (1962), Harre (1970),

Macmuray (1957, 1961), Maritain (1959) Parsons (1949, 1951), Plattel (1965), dan

Wallace (1979, 1996) dapat dilihat pada ide-ide dan posisi Orem. Keakraban dengan

sumber-sumber ini membantu untuk mempromosikan pemahaman yang

komprehensif tentang hasil karya Orem.

Dasar untuk SCDNT Orem adalah system filsafat realisme moderat. Banfeld

(1998, 2008, 2011) yang mengadakan pertanyaan filosofis untuk menjelaskan dasar-

dasar metafisik dan epistemologis dari karya Orem. Pertanyaan ini mengungkapkan

konsistensi antara pandangan orem mengenai sifat realitas, manusia, lingkungan, dan
keperawatan sebagai ilmu ide-ide dan posisi terkait dengan filosofi realitas moderat.

Taylor, Geden, Isaramalai, dan Wongvatunyu (2000) juga telah meneliti dasar

filosofis SCDNT tersebut.

Menurut pandangan para realis moderat, ada sebuah dunia yang terbebas dari

pikiran-pikiran para peneliti. Meskipun sifat dunia tidak ditentukan oleh pikiran-

pikiran para peneliti, sehingga sangat mungkin untuk mendapatkan pengetahuan

tentang dunia ini.

Orem tidak secara khusus membahas sifat realitas, namun, pernyataan dan

ungkapan-ungkapan yang dia gunakan mencerminkan sebuah pandangan realis

moderat. Ada empat kategori entitas postulat yang membangun ontologi dari

SCDNT. Keempat kategori tersebut adalah (1) orang dibatasi oleh ruang-waktu, (2)

atribut atau karekter dari orang-orang ini, (3) gerakan atau perubahan, dan (4) produk

yang dihasilkan.

Berkenaan dengan sifat manusia, “pandangan manusia sebagai mahluk yang

dinamis dan menyatu yang hidup dilingkungan mereka, yang berada dalam proses

menjadi, dan yang memiliki kehendak-bebas sebagaimana kualitas manusia penting

yang lain” adalah dasar bagi SCDNT. Posisi ini yang mencerminkan filosofi realisme

moderat, dapat dilihat di seluruh karya Orem.

Orem (1997) mengidentifikasi “lima pandangan yang luas tentang manusia

yang diperlukan untuk mengembangkan pemahaman tentang kontruksi konseptual

SCDNT dan memahami aspek interpersonal dan sosial dari sistem keperawatan”.

Kelima pandangan tersebut terdiri dari; Orang, agen, pengguna simbol, organism dan
objek. Pandangan manusia sebagai pribadi mencerminkan posisi filosofis realisme

moderat; posisi ini berkenaan dengan sifat manusia yang mendasari karya Orem. Dia

membuat pernyataan yang mengambil pandangan tertentu untuk beberapa tujuan

praktis dengan tidak ,meniadakan pandangan bahwa manusia adalah mahluk

kesatuan.

Pandangan orang sebagai agen merupakan pusat SCDNT. Perawat diri, yang

mengacu pada tindakan-tindakan yang seseorang terlibat dan lakukan untuk tujuan

mempromosikan dan mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan,

dikonseptualisasikan sebagai bentuk tindakan kesengajaan. Tindakan yang disengaja

mengacu pada tindakan yang dilakukan oleh individu manusia yang memiliki niat

dan sadar pada niat mereka untuk membawa, melalui tindakan mereka, kondisi atau

keadaan dari berbagai hal yang tidak ada pada saat ini. Ketika terlibat dalam tindakan

yang disengaja, orang bertindak sebagai agen. Pandangan orang sebagai agen juga

tercermin dalam elemen konseptual SCDNT tentang asuhan keperawatan dan

ketergantungan perawatan. Sehubungan dengan pandangan orang sebagai agen dan

gagasan tindakan yang disengaja, Orem mengutip sejumlah sarjana, termasuk Arnold,

Parsons, dan Wallace. Dia mengidentifikasi tujuh asusmi tentang manusia yang

berkenaan dengan tindakan yang disengaja. Asumsi eksplisit ini sementara

menangani tindakan yang disengaja, bersandar pada asumsi implicit bahwa manusia

memiliki kehendak bebas.

SCDNT merupakan karya Orem tentang substansi keperawatan sebagai

bidang pengetahuan dan sebagai bidang praktik. Dia juga mengajukan posisi
pandangan mengenai bentuk keperawatan sebagai ilmu, mengidentifikasinya sebagai

ilmu praktis, sehubungan dengan ide-idenya tentang bentuk keperawatan. Orem

mengutip karya Maritain (1959) dan Wallace (1979), filsuf yang terkait dengan

tradisi realis moderat. Dalam ilmu praktis, pengetahuan dikembangkan demi

pekerjaan yang harus dilakukan. Dalam kasus keperawtan, pengetahuan

dikembangkan untuk pentingnya praktik keperawatan. Dua komponen yang

menyusun yang menyusun ilmu praktis yang spekulatif dan praktis. Komponen

praktis yang spekulatif adalah teoritis dalam sifat, sedangkan komponen praktik yang

praktis adalah petunjuk tindakan. SCDNT merupakan pengetahuan praktis yang

spekulatif. Ilmu keperawatan yang praktis terdiri dari model praktis, standar praktik,

dan teknologi.

Orem (2001) mengidentifikasi dua perangkat ilmu keperawatan yang

spekulatif, yaitu ilmu praktik keperawatan dan ilmu keperawatan dasar. Perangkat

ilmu praktik keperawatan meliputi; (1) ilmu keperawatan yang sepenuhnya

mengkonpensasi, (2) ilmu keperawatan yang sebagian mengkonpensasi, dan (3) ilmu

bantuan manusia untuk orang-orang dengan defisit perawatan diri yang terkait dengan

kesehatan. Sehubungan dengan strukutr ilmu keperawatan yang diusulkan ini, Orem

menyatakan, “Isolasi, penamaan, dan deskripsi dari dua perangkat ilmu didasarkan

pada pemahaman saya tentang sifat ilmu praktis, pengetahuan saya tentang organisasi

materi pokok dibidang praktik yang lain, dan pemahaman saya tentang komponen

kurikulum unutuk pendidikan profesi.


3.2 Epistemologi Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai