Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS TARGET DAN CAPAIAN INDONESIA PADA SDGs

SAMPAI DENGAN TAHUN 2018

KELOMPOK II

DEDI WAHYUDIN 2018980073


HARMANTO 2018980075
IMAM TAOHID SUPRAMONO 2018980076
SYAMSUL HIDAYAH 2018980085
RISMALASARI DEWI 2018980083
SARINA HI BADAR 2018980084
PUTRI MAYANG SARI 2018980082

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2019
A. Pendahuluan

Sustainable Development Goals (SDGs) yang disepakati tahun 2015

merupakan keberlanjutan dari Millennium Development Goals (MDGs).

SDGs menjadi sejarah baru dalam pembangunan global, karena dalam

kesepakatan SDGs dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) ke 70 ini memiliki tujuan pembangunan universal baru yang

dimulai pada tahun 2016 hingga tahun 2030. SDGs membawa 5 prinsip-

prinsip mendasar yang menyeimbangkan dimensi ekonomi, sosial dan

lingkungan, yaitu 1) People (manusia), 2) Planet (bumi), 3) Prosperty

(kemakmuran), 4) Peace (perdamaian), dan 5) Partnership (kerjasama).

Kesepakatan SDGs ini memiliki 17 tujuan dan 169 sasaran, berbeda

dengan MDGs yang hanya memiliki 8 tujuan dan 21 sasaran. Secara

proses MDGs juga memiliki kelemahan karena penyusunan hingga

implementasinya ekslusif dan sangat birokratis tanpa melibatkan peran

stakeholder non-pemerintah. Akan tetapi, penyusunan SDGs sendiri

memiliki beberapa tantangan karena masih terdapat beberpa butir-butir

target MDGs yang belum bisa dicapai dan harus diteruskan di dalam

SDGs (Erwandari, 2017). SDGs disepakati oleh 193 kepala negara dan

pemerintahan yang merupakan anggota PBB dan termasuk Negara

Indonesia.

Penerapan SDGs di Indonesia telah diatur dalam Peraturan

Presiden Nomor 59 Tahun 2017. Pemerintah Indonesia berusaha untuk

menghindari keterlambatan implementasi SDGs, hal ini dikarenakan


sebelumnya dalam implementasi MDGs Indonesia mengalami

keterlambatan 10 tahun dari pengesahannya pada tahun 2000.

Pemerintah Indonesia menjelaskan bahwa keterlambatan tersebut

dikarenakan Indonesia pada saat itu masih dalam proes peulihan dari

situasi ekonomi setelah terjadinya krisis pada tahun 1998. Dalam

Perpres tersebut menguraikan 17 tujuan dari implementasi SDGs yang

mana termasuk dalam sasaran nasional Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 di Indonesia. Penerapan

Sustainable Development Goals dalam Perpres Nomor 59 tahun 2017

memuat antara lain:

1. Mengakhiri segala bentuk kemiskinan di mana pun.

2. Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan

gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan.

3. Menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan

kesejahteraan seluruh penduduk semua usia.

4. Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta

meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk

semua.

5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum

perempuan.

6. Menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan

sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.


7. Menjamin akses energi yang terjangkau, andal,

berkelanjutan, dan modern untuk semua.

8. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan

berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan

menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua.

9. Membangun infrastruktur yang tangguh, meningkatkan

industri inklusif dan berkelanjutan, serta mendorong inovasi.

10. Mengurangi kesenjangan intra dan antarnegara.

11. Menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh,

dan berkelanjutan.

12. Menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.

13. Mengambil tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim

dan dampaknya.

14. Melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan

sumber daya kelautan dan samudera untuk pembangunan

berkelanjutan.

15. Melindungi, merestorasi, dan meningkatkan pemanfaatan

berkelanjutan ekosistem daratan, mengelola hutan secara

lestari, menghentikan penggurunan, memulihkan degradasi

lahan, serta menghenti-kan kehilangan keanekaragaman

hayati.

16. Menguatkan masyarakat yang inklusif dan damai untuk

pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses keadilan


untuk semua, dan membangun kelembagaan yang efektif,

akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan.

17. Menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi

kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan (Humas

Setkab, 2017). Terdapat sasaran pembangunan dalam

berbagai macam aspek, mulai dari aspek sosial, aspek

kesehatan, dan aspek lingkungan. Dalam pembangunan

berkelanjutan aspek lingkungan adalah hal yang terpenting,

termasuk pembangunan kota berkelanjutan. Tingkat

urbanisasi di Indonesia setiap tahun selalu meningkat dan

kota yang selalu populer adalah Jakarta yag merupakan Ibu

Kota Negara Indonesia.

B. Target dan Capaian yang sudah dicapai Indonesia pada SDGs

sampai dengan 2018

1. Tanpa Kemiskinan
Tujuan pertama dari SDG adalah tanpa kemiskinan yang memiliki 7 target
yang ingin dicapai secara global. Inti dari target tersebut yakni untuk
mengakhiri segala bentuk kemiskinan dimanapun. Menurut hasil Susenas
yang diselenggarakan oleh BPS, persentase penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Pada
tahun 2018 persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan
tercatat sebesar 9,82 persen. Angka kemiskinan tersebut merupakan pertama
kalinya menyentuh 1 digit dan merupakan angka terendah dalam sejarah
Indonesia. Pencapaian tersebut masih menyisakan pekerjaan rumah bagi
pemerintah, karena menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) target angka kemiskinan pada tahun 2019 adalah 8 – 9
persen. Oleh karena itu, pemerintah dan seluruh stakeholder akan terus
menjalankan berbagai program dalam upaya pengentasan kemiskinan,
sehingga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) pada tahun 2030 dapat
tercapai secara penuh yaitu mewujudkan Indonesia yang bebas dari
kemiskinan.

2. Tanpa Kelaparan

Indikator ini digunakan untuk memonitor perubahan pola

ketidakcukupan konsumsi energi dari makanan serta ketersediaan makanan

dan kemampuan rumah tangga untuk dapat mengakses makanan baik pada

tingkat sosial ekonomi yang berbeda maupun tingkat nasional dan sub

nasional. Penduduk Indonesia yang belum mampu memenuhi kebutuhan

energi minimum untuk makanan mencapai 16,46 persen pada tahun 2011.

Jumlah ini berkurang cukup signifikan pada tahun 2017 yaitu menjadi 8,26

persen.

Salah satu permasalahan gizi yang dapat terjadi pada anak balita di

Indonesia adalah kurang gizi (underweight). Underweight pada balita

meliputi gizi kurang dan gizi buruk yang disebabkan oleh rendahnya

konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari yang telah terjadi

dalam waktu yang cukup lama. Indikator ini digunakan untuk mengukur

besarnya penduduk yang mempunyai konsumsi energi yang sangat rendah

sehingga memerlukan prioritas dalam upaya perbaikan pangan dan gizi. Dari
Profil Kesehatan Indonesia yang dipublikasikan oleh Kementerian

Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan jumlah balita yang mengalami

underweight di Indonesia sebesar 17,83 persen pada tahun 2016 dan

mengalami penurunan 0,03 persen atau sebesar 17,80 persen pada tahun

2017. Pada tahun 2017, BPS menyatakan prevalensi penduduk yang berada

pada skala kerawanan pangan sedang atau berat sekitar 8,66 persen. Artinya,

setidaknya terdapat 9 dari 100 penduduk yang tidak mampu memenuhi

kebutuhan makanan guna mencukupi kebutuhan energi sehari-hari.

Asupan kalori minimum yang dianjurkan untuk di konsumsi setiap

penduduk yaitu 1400 kkal/kapita/hari yang disesuaikan dengan tingkatan

usia. proporsi penduduk dengan asupan kalori minimum di bawah 1400

kkal/kapita/hari pada tahun 2015-2017. Selama kurun waktu 3 tahun

terakhir, proporsi penduduk dengan asupan kalori minimum di bawah 1400

kkal/kapita/hari mengalami penurunan secara nasional dari 12,96 persen

pada tahun 2015 menjadi 7,90 persen pada tahun 2017. Hal yang sama juga

terlihat pada tingkat perdesaan dan perkotaan yang mengalami penurunan

pada tahun 2015-2017. Pada tahun 2017, proporsi penduduk dengan asupan

kalori minimum di bawah 1400 kkal/kapita/hari mengalami penurunan

cukup signifikan dibandingkan tahun 2016 baik pada tingkat nasional,

perdesaan maupun perkotaan.

Selama kurun waktu 2015-2017, persentase stunting pada balita di

Indonesia masih memperlihatkan hal yang belum menggembirakan. Pada

tahun 2017, persentase balita yang pendek mengalami kenaikan


dibandingkan tahun sebelumnya yaitu menjadi sebesar 19,80 persen. Hal

yang berbeda diperlihatkan pada balita yang sangat pendek. Pada tahun

2016, persentase balita yang sangat pendek mengalami penurunan sebesar

1,53 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan pada tahun 2017 persentase

balita yang sangat pendek menjadi 9,80 persen atau meningkat sebesar 1,23

persen dari tahun sebelumnya.

Berdasarkan hasil pemantauan gizi yang dilakukan oleh Kemenkes,

persentase stunting pada baduta mengalami penurunan selama kurun waktu

2015-2017. Pada tahun 2017, persentase baduta yang pendek sebesar 13,20

persen atau menurun sebesar 1,43 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Hal yang sama terlihat pada persentase baduta yang sangat pendek pada

kurun waktu 2015-2017, jika pada tahun 2016 persentase baduta yang sangat

pendek sebesar 7,07 persen atau menurun sebesar 1,33 persen, maka pada

tahun 2017 persentasenya menurun sebesar 0,17 persen atau menjadi 6,90

persen.

Malnutrisi merupakan kondisi ketika tubuh tidak mendapatkan asupan

gizi yang cukup yang diukur berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi

badan. Salah satu permasalahan malnutrisi yang dapat terjadi pada balita di

Indonesia adalah obesitas. Obesitas pada balita sering dihubungkan dengan

ketidakseimbangan gizi pada pola makan serta kurangnya aktivitas fisik.

Persentase obesitas pada balita mengalami kenaikan selama kurun waktu

2016-2017, dari 4,31 persen pada tahun 2016 menjadi 4,60 persen pada

tahun 2017. Balita yang mengalami obesitas memiliki risiko penyakit


degeneratif dan penyakit komplikasi seperti penyakit kardiovaskular,

diabetes dan sebagainya yang lebih tinggi dibandingkan balita dengan gizi

yang cukup. Sehingga pemerintah perlu mengupayakan suatu program yang

dapat mengurangi obesitas pada balita.

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada

bayi sejak dilahirkan hingga berusia 6 bulan, tanpa menambah makanan atau

minuman lain kecuali obat, atau vitamin. Persentase bayi usia kurang dari 6

bulan yang mendapatkan ASI eksklusif mengalami peningkatan pada tahun

2015-2017. Meskipun begitu, rata-rata persentase bayi kurang dari 6 bulan

yang mendapatkan ASI eksklusif selama kurun waktu tersebut hanya sebesar

50,06 persen secara nasional yang berarti hanya setengah dari bayi berusia

kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif. Hal ini perlu peran

serta pemerintah dalam mengampanyekan pentingnya pemberian ASI

eksklusif guna menghindari kematian bayi yang disebabkan oleh berbagai

penyakit seperti diare dan radang paru. Apabila dilihat menurut jenis

kelamin, ratarata persentase bayi perempuan kurang dari 6 bulan

mendapatkan ASI eksklusif lebih besar dibandingkan dengan bayi laki-laki,

ditunjukkan pada tahun 2017 persentase bayi perempuan usia kurang dari 6

bulan yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar 56,42 persen, sedangkan

bayi laki-laki sebesar 55,52 persen.

Nilai tambah (value added) sektor pertanian dapat diartikan sebagai

bertambahnya nilai barang/jasa pada sektor pertanian akibat dari pengolahan,

penyimpanan atau proses lainnya. Nilai tambah pertanian per tenaga kerja
menggambarkan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Semakin

besar pendapatan atau penghasilan tenaga kerja/petani maka semakin besar

kemampuan tenaga kerja untuk mengakses pangan dengan pola gizi

seimbang, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja atau

masyarakat secara umum. BPS menyatakan nilai tambah pertanian per

tenaga kerja secara nasional mengalami peningkatan selama kurun waktu

2015-2016 dari 41.214 ribu per tenaga kerja pada tahun 2015 menjadi

44.188 ribu per tenaga kerja pada tahun 2016.

3. Kehidupan Sehat dan Sejahtera

Tujuan ketiga di bentuknya SDG adalah kehidupan yang sehat dan

sejahtera, di mana memiliki 13 target yang ingin dicapai secara global.

Inti dari target tersebut yakni untuk menjamin kehidupan yang sehat serta

meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk atau masyarakat di semua

usia. Berdasarkan lembar fakta SDGs Indonesia menunjukan bahwa kondisi

yang semakin baik. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan angka

kematian bayi dan ibu saat melahirkan mengalami penurunan sejak 2015

hingga semester pertama 2017. Berdasarkan data yang dikutip dari laman

resmi Kementerian Kesehatan, jumlah kasus kematian bayi turun dari 33.278

kasus pada 2015 menjadi 32.007 kasus pada 2016. Sementara hingga

pertengahan tahun atau semester satu 2017 tercatat sebanyak 10.294 kasus

kematian bayi. Demikian pula dengan angka kematian ibu saat melahirkan

turun dari 4.999 kasus pada 2015 menjadi 4.912 kasus di tahun 2016.
Sementara hingga semester satu di tahun 2017 terjadi 1.712 kasus kematian

ibu saat proses persalinan.

Sementara hingga pertengahan tahun atau semester satu 2017 tercatat

sebanyak 10.294 kasus kematian bayi. Demikian pula dengan angka

kematian ibu saat melahirkan turun dari 4.999 kasus pada 2015 menjadi

4.912 kasus di tahun 2016. Sementara hingga semester satu di tahun 2017

terjadi 1.712 kasus kematian ibu saat proses persalinan.

4. Pendidikan Berkualitas

Tujuan keempat dari adanya SDG yakni pendidikan yang berkualitas

yang memiliki 10 target yang ingin dicapai secara global. Di mana inti dari

target tersebut adalah untuk menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan

merata serta dapat meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat pada

semua penduduk. Berdasarkan data yang terdapat pada lembar fakta SDGs

Indonesia. Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI/sederajat adalah

perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang

pendidikan SD/MI/sederajat (tanpa memandang usia penduduk tersebut)

dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia

sekolah di jenjang pendidikan SD/MI/sederajat (7-12 tahun). APK

merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap

penduduk usia sekolah pada setiap jenjang pendidikan. APK SD sederajat

tercatat berada di atas angka 100 persen. Hal ini mengindikasikan partisipasi

penduduk yang tinggi pada jenjang SD, dengan masih ada anak yang
bersekolah di jenjang SD namun usianya belum mencukupi (kurang dari 7

tahun) atau melebihi dari usia sekolah yang seharusnya (lebih dari 12 tahun).

Melanjutkan tren sebelumnya, APK SD/MI/sederajat tahun 2017

kembali menurun dibandingkan tahun 2016. Penurunan ini berimbas pada

penurunan APK SD sederajat baik menurut daerah tempat tinggal, jenis

kelamin, dan kelompok pendapatan. Tahun 2017, APK SD sederajat tercatat

108,50 persen atau menurun 0,81 poin persentase dibandingkan tahun 2016.

Menurut daerah tempat tinggal, APK SD sederajat di perdesaan lebih tinggi

dibandingkan di perkotaan. Berdasarkan jenis kelamin, APK SD penduduk

laki-laki dan perempuan tidak berbeda signifikan, yaitu di angka 108 persen.

Menurut kelompok pendapatan, tampak bahwa semakin tinggi pendapatan,

APK SD sederajat cenderung semakin rendah.

APK SMP/MTs/sederajat menggambarkan daya serap penduduk umur

13-15 tahun pada jenjang pendidikan dasar kedua yaitu SMP sederajat. APK

SMP sederajat berada di kisaran 90 persen pada tahun 2016 dan 2017, atau

lebih rendah dibandingkan APK SD sederajat. Hal ini menunjukkan daya

serap penduduk untuk melanjutkan sekolah pada jenjang pendidikan SMP

sederajat lebih rendah dibandingkan daya serap jenjang pendidikan SD.

Tahun 2017, APK SMP/MTs/sederajat meningkat 0,11 poin persentase

dibandingkan tahun 2016. Peningkatan ini mencerminkan adanya perbaikan

partisipasi sekolah pada jenjang SMP sederajat. Menurut daerah tempat

tinggal, partisipasi penduduk pada jenjang SMP sederajat di perkotaan

sedikit lebih tinggi dibandingkan di daerah perdesaan. Berdasarkan jenis


kelamin, penduduk laki-laki mencatatkan partisipasi yang lebih rendah

dibandingkan APK perempuan pada jenjang ini. Sementara jika dilihat dari

kelompok pendapatan, tampak bahwa partipasi penduduk pada kelompok

masyarakat berpendapatan rendah lebih kecil dibandingkan kelompok

pendapatan di atasnya. Tahun 2017, tercatat APK SMP/MTs/sederajat pada

kelompok masyarakat berpendapatan 20 persen terbawah sebesar 86,04

persen, sementara pada kuintil 2 dan atasnya sudah di atas 90 persen.

5. Kesetaraan Gender

Tujuan kelima dari dibentuknya SDG adalah mengenai kesetaraan gender,


dimana memiliki 9 target yang ingin dicapai secara global. Inti dari target
tersebut yakni untuk mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum
perempuan. Berdasarkan data pada lembar fakta SDGs Indonesia, bahwa
presentase kekerasan terhadap perempuan masih cukup tinggi, yakni sekitar
41,7% perempuan umur 15-64 tahun mengalami sedikitnya 1 dari 4 jenis
kekerasan (fisik, seksual, emosional, ekonomi) selama hidupnya, dimana
kasus kekerasan lebih tinggi di daerah perkotaan sebesar 36,3% dibandingan
kasus kekerasan di daeran perdesaan yakni sebesar 29,5%.

6. Air Bersih dan Sanitasi Layak

Tujuan keenem dari adanya SDG yaitu untuk menciptakan air yang
bersih serta sanitasi yang layak, yang memiliki 8 target yang ingin dicapai
secara global. Inti dari target tersebut yakni untuk menjamin ketersediaan
serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.
Berdasarkan pada lembar fakta SDGs Indonesia, sekitar 70,97% rumah
tangga di Indonesia pada tahun 2015, 71,14% rumah tangga di Indonesia
pada tahun 2016, 72% rumah tangga di Indonesia pada tahun 2017 telah
memiliki akses air minum yang layak.

Rumah tangga di daerah perdesaan yang memiliki sanitasi layak lebih


sedikit dibanding rumah tangga di perkotaan. Dalam perkembangannya
selama tahun 2015-2017 persentasenya cenderung meningkat dari 47,38
persen pada tahun 2015 menjadi 53,15 persen pada tahun 2017. Masih
banyaknya rumah tangga yang belum memiliki akses sanitasi layak
mengharuskan pemerintah untuk memberikan perhatian khusus atas
pelayanan sanitasi tersebut terkait dengan target MDGs yang harus mencapai
55,55 persen pada tahun 2015. Dengan demikian, pemerintah masih harus
kerja keras untuk mencapai target SDGs pada tahun 2030, yaitu tercapainya
akses sanitasi dan kesehatan yang mudah dan merata bagi seluruh penduduk.

7. Energi Bersih dan Terjangkau

Tujuan ketujuh dari SDG yaitu memiliki energi yang bersih dan
terjangkau, dimana memiliki 5 target yang ingin dicapai secara global.
Inti dari target tersebut yakni untuk menjamin akses energi yang terjangkau,
handal, berkelanjutan, dan modern untuk semua penduduk. Berdasarkan
pada lembar fakta SDGs Indonesia, dimana pada tahun 2016, tingkat rasio
elektrifikasi di Indonesia telah mencapai 91,16% yang artinya masih ada
8,84%, tahun 2017 rasio elektrafikasi 95,50%. Rasio penggunaan gas rumah
tangga, pada tahun 2016 yaitu 67,78% dan tahun 2017 meningkat 72,38%.

8. Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi

Tujuan ke delapan dari SDG adalah memiliki pekerjaan yang layak dan
pertumbuhan ekonomi, dimana memiliki 12 target yang ingin dicapai secara
global. Inti dari target tersebut yakni untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif
dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua penduduk.
Berdasarkan pada lembar fakta SDGs Indonesia, Laju pertunbuhan PDB Per
Kapita ADHK 2010 (%) pada tahun 2015 yaitu 3,52%, tahun 2016 yaitu
3,72 dan pada tahun 2017 meningkat 3,79%.

9. Industri, Inovasi dan Infrastruktur

Tujuan ke-9 dari terbentuknya SDG memiliki 8 target yang ingin dicapai
secara global. Dimana inti dari target tersebut adalah untuk membangun
infrastruktur yang tangguh, untuk meningkatkan industri inklusif dan
berkelanjutan, serta dapat mendorong inovasi. Berdasarkan pada lempar
fakta SDGs Indonesia, laju pertumbuhan industri manufaktur mencapai
4,29% pada tahun 2016, dan sektor ini mampu menyerap 13,24% tenaga
kerja serta menyumbangkan 21,39% PDB Indonesia. dan tidak hanya itu,
pada tahun 2014, 93,95% jalan nasioanal masuk dalam kondisi mantap.

10. Berkurangnya Kesenjangan


Tujuan ke-10 yakni agar berkurangnya kesenjangan, dimana SDG memiliki
10 target yang ingin dicapai secara global. Inti dari target tersebut yakni
untuk mengurangi kesenjangan intra dan antar negara. Berdasarkan pada
lembar fakta SDGs Indonesia, koefisien GINI di Indonesia menurun dari
0,41 pada 2015 menjadi 0,39 pada tahun 2016. Namun, masih ada 122
daerah/kabupaten yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal 2015-2019
oleh pemerintah.

11. Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan


Tujuan ke-11 yakni mengenai kota dan pemukiman yang berkelanjutan,
dimana SDGs memiliki 10 target yang ingin dicapai secara global. Inti dari
target tersebut adalah untuk menjadikan kota dan permukiman inklusif,
aman, tangguh, serta berkelanjutan. Berdasarkan pada lembar fakta SDGs
Indonesia, pada tahun 2015, ada sekitar 87,92% rumah tangga di Indonesia
telah menempati rumah yang layak huni dan pada periode 2014-2015 baru
sebanyak 61% kota/kabupaten telah memenuhi kriteria sebagai kota
berskala baik.

12. Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab


Tujuan ke-12 yakni mengenai konsumsi dan produksi yang bertanggung
jawab, dimana SDGs memiliki 11 target yang ingin dicapai secara global.
Inti dari target tersebut yakni untuk menjamin pola produksi dan konsumsi
yang berkelanjutan. Berdasarkan pada lembar fakta SDGs Indonesia, pada
tahun 2016, hampir 100% limbah B3 dari 1.640 perusahaan
(121.655.524,23 ton) telah dikelola. Namun, penerapan 3R (Reduce,
Reuse, Recycle) di bank sampah hanya dapat mengurangi 0,014% timbulan
sampah.

13. Penanganan Perubahan Iklim


Tujuan ke-13 yaitu penanganan perubahan iklim yang memiliki 5 target
yang ingin dicapai secara global. Inti dari target tersebut yakni untuk
mengambil tindakan yang cepat dalam mengatasi perubahan iklim dan
dampak yang di timbulkan. Berdasarkan lembar fakta SDGs Indonesia,
data dan informasi bencana pada tahun 2016, sebanyak 2.139.124 orang
menderita akibat bencana. Oleh karena itu, untuk mengurangi bencana
yang diakibatkan oleh perubahan iklim 33 dari 34 provinsi telah menyusun
Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Pengetahuan tanda-tanda bencana 2017, 4 sampai 5 dari 10 rumah
tangga mengetahui tanda-tanda bencana alam, dan 2 sampai 3 dari 100
rumah tangga dari 100 rumah tangga pernah mengikuti pelatihan simulasi
dan penyelamatan bencana.
14. Ekosistem Lautan
Tujuan ke-14 yakni mengenai ekosistem lautan yang memiliki 10 target
yang ingin dicapai secara global. Inti dari target tersebut yakni untuk
melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya
kelautan dan samudera dalam pembangunan yang berkelanjutan.
Berdasarkan pada lembar fakta SDGs Indonesia, dikatakan bahwa
Indonesia memiliki ekosistem terumbu karang terluas di dunia yang
mencapai 2.5 juta ha dan sekitar 6.20% dalam kondisi sangat bagus.

15. Ekosistem Daratan


Tujuan ke-15 yaitu ekosistem daratan, dimana memiliki 12 Target yang
ingin dicapai secara global. Inti dari target tersebut yakni untuk
melindungi, merotasi, dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan
ekosisten daratan, mengelola hutan secara lestari, menghentikan
penggurunan, memulihkan degadrasi lahan, serta menghentikan kehilangan
keanekaragaman hayati. Berdasarkan pada lembar fakta SDGs Indonesia,
terjadi peningkatan kasus peredaran ilegal TSL (Tanaman dan Satwa Liar)
yang sudah ditangani sampai P.21 sebanyak 43 kasus (2015) menjadi 51
kasus (2016).

16. Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh


Tujuan ke-16 adanya SDG adalah menciptakan perdamaian, keadilan
dan kelembagaan yang tangguh dimana memiliki 12 target yang ingin
dicapai secara global. Inti dari target tersebut yakni untuk menguatkan
masyarakat yang inklusif dan damai dalam pembangunan yang
berkelanjutan, menyediakan akses keadilan agar semua dan membangun
kelembagaan yang efektif, akuntabel, serta inklusif disemua tingkatan.
Berdasarkan pada lembar fakta SDGs Indonesia, dalam segi pelaporan
keuangan. Dan pada tahun 2015 laporan keuangan 71%
kementerian/lembaga, 85% provinsi, 54% kabupaten dan 65% kota di
Indonesia mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),
kemudian ditahun yang sama untuk Indeks Perilaku Anti Korupsi dimana
dari skala 0 samapai 5, Indonesia berada pada nilai 3,59%.

17. Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan


Tujuan ke-17 adalah mengenai kemitraan untuk mencapai tujuan yang
memiliki 19 target yang ingin dicapai secara global. Di mana inti dari
target tersebut yakni untuk menguatkan sarana pelaksanaan serta dapat
merevitalisasi kemitraan global yang berguna dalam pembangunan
berkelanjutan. Berdasarkan pada lembar fakta SDGs Indonesia. Remitansi
yang diterima Indonesia meningkat yakni dari 6.736 juta USD pada tahun
2011 dan naik menjadi 8.860 juta USD pada tahun 2016 dan pada periode
yang sama, kontribusi Remitansi tenaga kerja Indonesia meningkat yakni
dari 0,75% menjadi 0,95%.

C. Analisis Kebijakan
Implementasi dari Sustainable Development Goals (SDGs) di
Indonesia belum terealisasi dalam semua aspek. Meskipun sebagian
pembangunan di Indonesia telah mengarah pada pembangunan
berkelanjutan. Terdapat aspek yang belum terealisasikan yaitu dalam
aspek ekonomi dan sosial yaitu dengan meningkatnya presentasi
stunting pada pada anak balita tahun 2017 dengan persentasi 9,80%,
yang sebelumnya ditahun 2016 dengan persentasi 8,57%. Dalam aspek
sosial yang mana berdasarkan Perpres terkit SDGs yaitu mengakiri
bentuk kemiskinan di mana pun. Kemiskinan belum bisa diakhiri di
Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk
miskin di Indonesia pada tahun 2017 dipersentasikan sebesar 10,64%.
Dan pada tahun 2018 mengalami penurunan jika diprosentasikan
terbilang 9,82%. Pada dasarnya kemiskinan adalah permasalahan yang
penting karena dengan meningkatnya angka kemiskinan pasti akan
berdampak pada aspek yang lain, seperti lingkungan. Dalam aspek
lingkungan dengan meningkatnya angka kemiskinan akan
mengakibatkan semakin banyak kejahatan di masyarakat karena
biasanya jika orang tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya,
orang tersebut akan semakin ‘nekat’ dalam mendapatkan uang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu dampak dari kemiskinan juga
akan mempengaruhi generasi yang akan mendatang. Pada umumnya
masyarakat yang tergolong miskin akan mengesampingkan pendidikan.
Kurangnya kesadaran pentingnya pendidikan akan mengakibatkan
genersi tersebut kurang memahami atau toleransi, atau juga kurangnya
wawasan akan mengakibatkan dapat dengan mudah diperalat atau
dimanfaatkan oleh orang lain. Hal ini jika dikesampingkan tentu akan
berakibat pada Bangsa Indonesia.
Kompleksnya permasalahan yanga ada di Indonesia membuat
tidak mudahnya pengimplemtasian dari Sustainable Development Goals
(SDGs) ini. Selain itu hambatan yang dialami oleh pemerintah dalam ini
adalah kurangnya biaya dan fasilitas yang digunakan dalam
pengimplementasian SDGs. Dapat diartikan bahwa terbatasnya
anggaran pemerintah dalam memaksimalkan pembangunan yang
berkelanjutan. Selain itu terdapat hambatan yang bersifat non-materil
yaitu seperti hambatan kurangnya dukungan ataupun kepercayaan
masyarakat untuk stakeholders dalam pengimplementasian
pembangunan berkelanjutan ini. Dalam hal ini, integrasi kepentingan
para stakeholders sehingga mendukung terealisasinya perencanaan yang
sudah disusun sangat diperlukan. Dukungan ataupun kepercayaan
masyarakat dalam hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya pengimplementasian Sustainable Development
Goals/Pembangunan Berkelanjutan ini. Apabila masyarakat kurang
sadar akan pentingnya SDGs akan berpengaruh besar terhadap kinerja
stakeholders dalam pengimplementasian SDGs. Hal ini dapat
mengakibatkan jika pemerintah telah berusaha untuk melakukan
pembangunan kota berkelanjutan akan tetapi masyarakat tidak bisa atau
tidak paham dalam pemanfaatan sarana dan fasilitas publik yang
disediakan, hal tersebut dapat merugikan. Terlebih lagi jika masyarakat
tidak paham dan tidak bisa menjaga (merusak) pembangunan kota
berkelanjutan maka akan berdampak besar pada keberlanjutan kota
tersebut. Pada dasarnya hal utama sebelum pengimplementasian SDGs
adalah menyadarkan masyarakat sebagai stakeholders akan pentingnya
pengimplementasian SDGs itu sendiri.
Setelah dilakukannya implementasi SDGs oleh pemerintah,
maka tahapan selanjutnya adalah evaluasi dari pengimplementasian
SDGs. Dengan adanya upaya evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah
atau kelompok masyarakat diharapkan dapat mengetahui sejauhmana
keberhasilan dari adanya implementasi pembangunan berkelanjutan
yang dilakukan oleh pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai