KELOMPOK II
dimulai pada tahun 2016 hingga tahun 2030. SDGs membawa 5 prinsip-
target MDGs yang belum bisa dicapai dan harus diteruskan di dalam
SDGs (Erwandari, 2017). SDGs disepakati oleh 193 kepala negara dan
Indonesia.
dikarenakan Indonesia pada saat itu masih dalam proes peulihan dari
semua.
perempuan.
dan berkelanjutan.
dan dampaknya.
berkelanjutan.
hayati.
1. Tanpa Kemiskinan
Tujuan pertama dari SDG adalah tanpa kemiskinan yang memiliki 7 target
yang ingin dicapai secara global. Inti dari target tersebut yakni untuk
mengakhiri segala bentuk kemiskinan dimanapun. Menurut hasil Susenas
yang diselenggarakan oleh BPS, persentase penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Pada
tahun 2018 persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan
tercatat sebesar 9,82 persen. Angka kemiskinan tersebut merupakan pertama
kalinya menyentuh 1 digit dan merupakan angka terendah dalam sejarah
Indonesia. Pencapaian tersebut masih menyisakan pekerjaan rumah bagi
pemerintah, karena menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) target angka kemiskinan pada tahun 2019 adalah 8 – 9
persen. Oleh karena itu, pemerintah dan seluruh stakeholder akan terus
menjalankan berbagai program dalam upaya pengentasan kemiskinan,
sehingga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) pada tahun 2030 dapat
tercapai secara penuh yaitu mewujudkan Indonesia yang bebas dari
kemiskinan.
2. Tanpa Kelaparan
dan kemampuan rumah tangga untuk dapat mengakses makanan baik pada
tingkat sosial ekonomi yang berbeda maupun tingkat nasional dan sub
energi minimum untuk makanan mencapai 16,46 persen pada tahun 2011.
Jumlah ini berkurang cukup signifikan pada tahun 2017 yaitu menjadi 8,26
persen.
Salah satu permasalahan gizi yang dapat terjadi pada anak balita di
meliputi gizi kurang dan gizi buruk yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari yang telah terjadi
dalam waktu yang cukup lama. Indikator ini digunakan untuk mengukur
sehingga memerlukan prioritas dalam upaya perbaikan pangan dan gizi. Dari
Profil Kesehatan Indonesia yang dipublikasikan oleh Kementerian
mengalami penurunan 0,03 persen atau sebesar 17,80 persen pada tahun
2017. Pada tahun 2017, BPS menyatakan prevalensi penduduk yang berada
pada skala kerawanan pangan sedang atau berat sekitar 8,66 persen. Artinya,
pada tahun 2015 menjadi 7,90 persen pada tahun 2017. Hal yang sama juga
pada tahun 2015-2017. Pada tahun 2017, proporsi penduduk dengan asupan
yang berbeda diperlihatkan pada balita yang sangat pendek. Pada tahun
1,53 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan pada tahun 2017 persentase
balita yang sangat pendek menjadi 9,80 persen atau meningkat sebesar 1,23
2015-2017. Pada tahun 2017, persentase baduta yang pendek sebesar 13,20
Hal yang sama terlihat pada persentase baduta yang sangat pendek pada
kurun waktu 2015-2017, jika pada tahun 2016 persentase baduta yang sangat
pendek sebesar 7,07 persen atau menurun sebesar 1,33 persen, maka pada
tahun 2017 persentasenya menurun sebesar 0,17 persen atau menjadi 6,90
persen.
gizi yang cukup yang diukur berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi
badan. Salah satu permasalahan malnutrisi yang dapat terjadi pada balita di
2016-2017, dari 4,31 persen pada tahun 2016 menjadi 4,60 persen pada
diabetes dan sebagainya yang lebih tinggi dibandingkan balita dengan gizi
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada
bayi sejak dilahirkan hingga berusia 6 bulan, tanpa menambah makanan atau
minuman lain kecuali obat, atau vitamin. Persentase bayi usia kurang dari 6
yang mendapatkan ASI eksklusif selama kurun waktu tersebut hanya sebesar
50,06 persen secara nasional yang berarti hanya setengah dari bayi berusia
kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif. Hal ini perlu peran
penyakit seperti diare dan radang paru. Apabila dilihat menurut jenis
ditunjukkan pada tahun 2017 persentase bayi perempuan usia kurang dari 6
penyimpanan atau proses lainnya. Nilai tambah pertanian per tenaga kerja
menggambarkan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Semakin
2015-2016 dari 41.214 ribu per tenaga kerja pada tahun 2015 menjadi
Inti dari target tersebut yakni untuk menjamin kehidupan yang sehat serta
kematian bayi dan ibu saat melahirkan mengalami penurunan sejak 2015
hingga semester pertama 2017. Berdasarkan data yang dikutip dari laman
resmi Kementerian Kesehatan, jumlah kasus kematian bayi turun dari 33.278
kasus pada 2015 menjadi 32.007 kasus pada 2016. Sementara hingga
pertengahan tahun atau semester satu 2017 tercatat sebanyak 10.294 kasus
kematian bayi. Demikian pula dengan angka kematian ibu saat melahirkan
turun dari 4.999 kasus pada 2015 menjadi 4.912 kasus di tahun 2016.
Sementara hingga semester satu di tahun 2017 terjadi 1.712 kasus kematian
kematian ibu saat melahirkan turun dari 4.999 kasus pada 2015 menjadi
4.912 kasus di tahun 2016. Sementara hingga semester satu di tahun 2017
4. Pendidikan Berkualitas
yang memiliki 10 target yang ingin dicapai secara global. Di mana inti dari
target tersebut adalah untuk menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan
semua penduduk. Berdasarkan data yang terdapat pada lembar fakta SDGs
tercatat berada di atas angka 100 persen. Hal ini mengindikasikan partisipasi
penduduk yang tinggi pada jenjang SD, dengan masih ada anak yang
bersekolah di jenjang SD namun usianya belum mencukupi (kurang dari 7
tahun) atau melebihi dari usia sekolah yang seharusnya (lebih dari 12 tahun).
108,50 persen atau menurun 0,81 poin persentase dibandingkan tahun 2016.
laki-laki dan perempuan tidak berbeda signifikan, yaitu di angka 108 persen.
13-15 tahun pada jenjang pendidikan dasar kedua yaitu SMP sederajat. APK
SMP sederajat berada di kisaran 90 persen pada tahun 2016 dan 2017, atau
dibandingkan APK perempuan pada jenjang ini. Sementara jika dilihat dari
5. Kesetaraan Gender
Tujuan keenem dari adanya SDG yaitu untuk menciptakan air yang
bersih serta sanitasi yang layak, yang memiliki 8 target yang ingin dicapai
secara global. Inti dari target tersebut yakni untuk menjamin ketersediaan
serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.
Berdasarkan pada lembar fakta SDGs Indonesia, sekitar 70,97% rumah
tangga di Indonesia pada tahun 2015, 71,14% rumah tangga di Indonesia
pada tahun 2016, 72% rumah tangga di Indonesia pada tahun 2017 telah
memiliki akses air minum yang layak.
Tujuan ketujuh dari SDG yaitu memiliki energi yang bersih dan
terjangkau, dimana memiliki 5 target yang ingin dicapai secara global.
Inti dari target tersebut yakni untuk menjamin akses energi yang terjangkau,
handal, berkelanjutan, dan modern untuk semua penduduk. Berdasarkan
pada lembar fakta SDGs Indonesia, dimana pada tahun 2016, tingkat rasio
elektrifikasi di Indonesia telah mencapai 91,16% yang artinya masih ada
8,84%, tahun 2017 rasio elektrafikasi 95,50%. Rasio penggunaan gas rumah
tangga, pada tahun 2016 yaitu 67,78% dan tahun 2017 meningkat 72,38%.
Tujuan ke delapan dari SDG adalah memiliki pekerjaan yang layak dan
pertumbuhan ekonomi, dimana memiliki 12 target yang ingin dicapai secara
global. Inti dari target tersebut yakni untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif
dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua penduduk.
Berdasarkan pada lembar fakta SDGs Indonesia, Laju pertunbuhan PDB Per
Kapita ADHK 2010 (%) pada tahun 2015 yaitu 3,52%, tahun 2016 yaitu
3,72 dan pada tahun 2017 meningkat 3,79%.
Tujuan ke-9 dari terbentuknya SDG memiliki 8 target yang ingin dicapai
secara global. Dimana inti dari target tersebut adalah untuk membangun
infrastruktur yang tangguh, untuk meningkatkan industri inklusif dan
berkelanjutan, serta dapat mendorong inovasi. Berdasarkan pada lempar
fakta SDGs Indonesia, laju pertumbuhan industri manufaktur mencapai
4,29% pada tahun 2016, dan sektor ini mampu menyerap 13,24% tenaga
kerja serta menyumbangkan 21,39% PDB Indonesia. dan tidak hanya itu,
pada tahun 2014, 93,95% jalan nasioanal masuk dalam kondisi mantap.
C. Analisis Kebijakan
Implementasi dari Sustainable Development Goals (SDGs) di
Indonesia belum terealisasi dalam semua aspek. Meskipun sebagian
pembangunan di Indonesia telah mengarah pada pembangunan
berkelanjutan. Terdapat aspek yang belum terealisasikan yaitu dalam
aspek ekonomi dan sosial yaitu dengan meningkatnya presentasi
stunting pada pada anak balita tahun 2017 dengan persentasi 9,80%,
yang sebelumnya ditahun 2016 dengan persentasi 8,57%. Dalam aspek
sosial yang mana berdasarkan Perpres terkit SDGs yaitu mengakiri
bentuk kemiskinan di mana pun. Kemiskinan belum bisa diakhiri di
Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk
miskin di Indonesia pada tahun 2017 dipersentasikan sebesar 10,64%.
Dan pada tahun 2018 mengalami penurunan jika diprosentasikan
terbilang 9,82%. Pada dasarnya kemiskinan adalah permasalahan yang
penting karena dengan meningkatnya angka kemiskinan pasti akan
berdampak pada aspek yang lain, seperti lingkungan. Dalam aspek
lingkungan dengan meningkatnya angka kemiskinan akan
mengakibatkan semakin banyak kejahatan di masyarakat karena
biasanya jika orang tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya,
orang tersebut akan semakin ‘nekat’ dalam mendapatkan uang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu dampak dari kemiskinan juga
akan mempengaruhi generasi yang akan mendatang. Pada umumnya
masyarakat yang tergolong miskin akan mengesampingkan pendidikan.
Kurangnya kesadaran pentingnya pendidikan akan mengakibatkan
genersi tersebut kurang memahami atau toleransi, atau juga kurangnya
wawasan akan mengakibatkan dapat dengan mudah diperalat atau
dimanfaatkan oleh orang lain. Hal ini jika dikesampingkan tentu akan
berakibat pada Bangsa Indonesia.
Kompleksnya permasalahan yanga ada di Indonesia membuat
tidak mudahnya pengimplemtasian dari Sustainable Development Goals
(SDGs) ini. Selain itu hambatan yang dialami oleh pemerintah dalam ini
adalah kurangnya biaya dan fasilitas yang digunakan dalam
pengimplementasian SDGs. Dapat diartikan bahwa terbatasnya
anggaran pemerintah dalam memaksimalkan pembangunan yang
berkelanjutan. Selain itu terdapat hambatan yang bersifat non-materil
yaitu seperti hambatan kurangnya dukungan ataupun kepercayaan
masyarakat untuk stakeholders dalam pengimplementasian
pembangunan berkelanjutan ini. Dalam hal ini, integrasi kepentingan
para stakeholders sehingga mendukung terealisasinya perencanaan yang
sudah disusun sangat diperlukan. Dukungan ataupun kepercayaan
masyarakat dalam hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya pengimplementasian Sustainable Development
Goals/Pembangunan Berkelanjutan ini. Apabila masyarakat kurang
sadar akan pentingnya SDGs akan berpengaruh besar terhadap kinerja
stakeholders dalam pengimplementasian SDGs. Hal ini dapat
mengakibatkan jika pemerintah telah berusaha untuk melakukan
pembangunan kota berkelanjutan akan tetapi masyarakat tidak bisa atau
tidak paham dalam pemanfaatan sarana dan fasilitas publik yang
disediakan, hal tersebut dapat merugikan. Terlebih lagi jika masyarakat
tidak paham dan tidak bisa menjaga (merusak) pembangunan kota
berkelanjutan maka akan berdampak besar pada keberlanjutan kota
tersebut. Pada dasarnya hal utama sebelum pengimplementasian SDGs
adalah menyadarkan masyarakat sebagai stakeholders akan pentingnya
pengimplementasian SDGs itu sendiri.
Setelah dilakukannya implementasi SDGs oleh pemerintah,
maka tahapan selanjutnya adalah evaluasi dari pengimplementasian
SDGs. Dengan adanya upaya evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah
atau kelompok masyarakat diharapkan dapat mengetahui sejauhmana
keberhasilan dari adanya implementasi pembangunan berkelanjutan
yang dilakukan oleh pemerintah.