Anda di halaman 1dari 32

TEORI DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

LANJUT WILAYAH RENTAN BENCANA

KELOMPOK II

DEDI WAHYUDIN 2018980073


HARMANTO 2018980075
IMAM TAOHID SUPRAMONO 2018980076
SYAMSUL HIDAYAH 2018980085
RISMALASARI DEWI 2018980083
SARINA HI BADAR 2018980084
PUTRI MAYANG SARI 2018980082

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan Kepada Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah
ini disusun sebagai tugas dari mata kuliah Komunitas Lanjut II Magister
Ilmu Keperawatan.
Kami berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi
dan menjadi gambaran bagi pembaca mengenai ilmu pendidikan khususnya
yang berkaitan dengan teori dan konsep asuhan Keperawatan Komunitas
Lanjut Wilayah Rentan Bencana.
Dalam proses penyusunan makalah ini, kami banyak menemui
hambatan dan juga kesulitan. Namun, berkat bimbingan, arahan, serta
bantuan dari banyak pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan
lancar dan tanpa melampaui batas waktu yang telah ditentukan.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh


dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi lebih sempurnanya hasil makalah ini. Akhir kata,
kami hanya dapat berharap agar hasil makalah ini berguna bagi semua pihak
serta menjadi sesuatu yang berarti dari usaha kami selama ini.

Jakarta, 20 Juni 2019

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 3
B. Tujuan ............................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi Bencana............................................................................ 5
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi bencana .................................. 5
C. Jenis Bencana Alam....................................................................... 5
D. Kelompok Rentan .......................................................................... 7
E. Peran Perawat dalam Bencana ....................................................... 7
F. Permasalahan di Bidang Kesehatan ............................................... 9
G. Pelayanan Medis Bencana berdasarkan Siklus Bencana ............... 12
H. Penanggulangan Bencana di Bidang Kesehatan ............................ 12
I. Pencegahan dan Mitigasi ............................................................... 16
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN PADA BENCANA
A. Pengkajian ....................................................................................... 18
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................... 20
C. Intervensi Keperawatan ................................................................... 21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 25
B. Saran .............................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 26

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap wilayah tempat tinggal manusia memiliki resiko
bencana.Seringkali resiko tersebut tidak terbaca oleh komunitas dan
karenanya tidak dikelola dengan baik.Hal ini menyebabkan terkadang, dan
mungkin juga sering, bencana terjadi secara tak terduga-duga.Dampak
paling awal dari terjadinya bencana adalah kondisi darurat, dimana terjadi
penurunan drastis dalam kualitas hidup komunitas korban yang
menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasarnya dengan kapasitasnya sendiri.Kondisi ini harus bisa direspons
secara cepat, dengan tujuan utama pemenuhan kebutuhan dasar komunitas
korban sehingga kondisi kualitas hidup tidak makin parah atau bahkan bisa
membaik.
Bencana harus ditangani secara menyeluruh setelah situasi darurat
itu direspons.Setiap akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka bencana
sebagai sebuah akibat pasti punya sebab dan dampaknya, agar penanganan
bencana tidak terbatas pada simpton simpton persoalan, tetapi menyentuh
substansi dan akar masalahnya.Dengan demikian kondisi darurat perlu
dipahami sebagai salah satu fase dari keseluruhan resiko bencana itu
sendiri.Penanganan kondisi darurat pun perlu diletakkan dalam sebuah
perspektif penanganan terhadap keseluruhan siklus bencana. Setelah kondisi
darurat, biasanya diikuti dengan kebutuhan pemulihan (rehabilitasi),
rekonstruksi (terutama menyangkut perbaikan-perbaikan infrastruktur yang
penting bagi keberlangsungan hidup komunitas), sampai pada proses
kesiapan terhadap bencana, dalam hal ini proses preventif.
Perbedaan mendasar ditemukan antara kerja dalam kondisi darurat
dengan kerja penguatan kapasitas masyarakat secara umum.Dalam kondisi
darurat, waktu kerusakan terjadi secara sangat cepat dan skala kerusakan
yang ditimbulkan pun biasanya sangat besar.Hal ini menyebabkan
perbedaan dalam karakteristik respon kondisi darurat.Komitmen, kecekatan

4
dan pemahaman situasi dan kondisi bencana (termasuk konflik) dalam
rangka memahami latar belakang kebiasaan, kondisi fisik maupun mental
komunitas korban dan karenanya kebutuhan mereka, sangat
dibutuhkan.Selain itu, sebuah kondisi darurat juga tidak bisa menjadi
legitimasi kerja pemberian bantuan yang asal-asalan. Dalam hal ini perlu
dipahami bahwa sumber daya sebesar apapun yang kita miliki tidak akan
cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan komunitas korban bencana. Di
sisi lain, sekecil apapun sumber daya yang kita miliki akan memberikan arti
bila didasarkan pada pemahaman kondisi yang baik dan perencanaan yang
tepat dan cepat, mengena pada kebutuhan yang paling mendesak.
Bencana, apapun sebabnya, merupakan hal yang menganggu tatanan
masyarakat dalam segala aspeknya, baik psikologis, ekonomi, sosial budaya
maupun material. Jika kita mengamini faktum bahwa setiap orang memiliki
hak untuk hidup layak maka komunitas manapun yang mengalami bencana
berhak atas bantuan kemanusiaan dalam batas-batas minimum

B. Tujuan
Tujuan Umum : Mahasiswa mampu memahami tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan bencana.

Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang jenis bencana, fase-fase
bencana
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang peran perawat komunitas
dalam manajemen kejadian bencana
c. Mahasiswa mengetahui dan memahami permasalahan bencana dibidang
kesehatan
d. Mahasiswa mengetahui pengkajian keperawatan di area bencana
e. Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan pada area bencana .

5
BAB II
KONSEP TEORI
KOMUNITAS PADA AREA BENCANA

A. Definisi Bencana
Bencana adalah suatu fenomena alam yang terjadi yang
menyebabkan kerugian baik materiil dan spiritual pada pemerintah
dan masyarakat (Urata, 2008). Fenomena atau kondisi yang menjadi
penyebab bencana disebut hazard ( Urata, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia bencana
adalah peristiwa pada suatu wilayah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi, kerugian ekologi, kerugian hidup bagi manusia serta
menurunnya derajat kesehatan sehingga memerlukan bantuan dari
pihak luar (Effendy & Mahfudli, 2009). Disaster menurut WHO
adalah setiap kejadian, situasi, kondisi yang terjadi dalam kehidupan
( Effendy& Mahfudli, 2009).

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bencana


1. Faktor alami
Faktor alami merupakan keadaan mudah terjadinya bencana atau
kerentanan tergantung kondisi alam seperti bentuk geografis,
geologi, cuaca, iklim (Urata, 2008).
2. Faktor sosial
Faktor social adalah kerentanan akibat ulah manusia, contohnya:
pembangunan bangunan di daerah yang miring, meningkatnya
angka urbanisasi, kemiskinan, pengendalian bencana yang tidak
tepat (Urata, 2008).

C. Jenis Bencana Alam


Jenis-jenis bencana alam terdiri 3 bagian (Urata, 2008)
1. Bencana alam ( natural disaster)

6
Bencana yang terjadi akibat kerusakan ekosistem dan telah
terjadi kelebihan kapasitas komunitas yang terkena dampaknya.
a. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di
permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar
lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api atau
runtuhan batuan. Gempa bumi menyebabkan kerusakan fisik
sarana dan prasarana dan menyebabkan banyak korban.
Masalah kesehatan yang sering muncul cacat karena patah
tulang dan masalah sanitasi.
b. Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik
yang dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung
api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan
abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar. Masalah
kesehatan yang di hasilkan adalah kematian, luka bakar,
gangguan pernafasan akibat gas. Letusan gunung merapi
dapat menyebabkan masalah gizi karena menyebabkan
rusaknya tanaman, pohon serta hewan ternak.
c. Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang
ombak lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti gelombang
ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut
raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut
akibat gempa bumi. Tsunami menyebabkan kerusakan
bangunan, tanah, sarana dan prasarana umum, kerusakan
sumber air bersih.
d. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa
tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni
atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau
batuan penyusun lereng.
e. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya
suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat.

7
Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba
dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya
aliran sungai pada alur sungai.
2. Bencana buatan manusia
Bencana buatan manusia adalah penyebabnya ditimbulkan oleh
aktivitas manusia contohnya kecelakaan kereta, kecelakaan
kereta, kecelakaan lalulintas, kebocoran gas.
3. Bencana khusus
Bencana khusus dibedakan menjadi empat kategori yaitu:
a. Tipe menyebar ke wilayah yang luas contohnya radio aktif
dan nuklir
b. Tipe komplek jika terjadi bencana pertama di susul bencana
kedua dank ke tiga serta di susul penyebarannya.
c. Tipe gabungan atau campuran, bencana ini terjadi campuran
antara bencana alam dengan bencana akibat ulah manusia.
d. Tipe jangka panjang, tipe ini memerlukan waktu pengecekan
lokasi kejadian dan penyelamatan korban.

D. Kelompok Rentan
Memahami akibat dari bencana adalah manusia potensial
menjadi korban, sehingga perlu kita perlu memahami dua hal yang
perlu mendapatkan fokus utama adalah mengenali kelompok rentan
dan meningkatkan kapasitas dan kemampuan masyarakat dalam
menanggulangi bencana.Kerentanan adalah keadaan atau sifat
manusia yang menyebaabkan ketidakmampuan menghadapi bencana
yang berfokus pada pencegahan, menjinakkan, mencapai kesiapan,
dan dalam menghadapi dampak tertentu.
Undang-undang penanggulangan bencana pada pasal 56 dan
pasal 26(1) menjelaskan bahwa masyarakat yang rentan adalah
masyarakat yang membutuhkan bantuan diantaranya bayi, balita,
anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, lansia. Kerentanan dalam
masyarakat dapat dikelompokkan menjadi:

8
1. Kerentanan fisik
Adalah resiko yang dihadapimasyarakat dalam menghadapi
ancaman bahaya tertentu, misalnya kekuatan rekonstruksi
bangunan rumah pada daerah rawan banjir dan gempa.
2. Kerentanan ekonomi
Adalah kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam
mengalokasikan dana utuk mencegas dan penanggulangan
bencana.
3. Kerentanan social
Kerentanan social dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan
tentang ancaman dan penanggulangan bencana, serta ingkat
kesehatan yang rendah.
4. Kerentanan lingkungan
Kerentanan yang melihat aspek tempat tinggal masyarakat dan
lingkungan sekitarnya.

E. Peran Perawat Dalam Bencana


Peran perawat diharapkan dalam setiap bencana yang terjadi.
Peran perawat menurut fase bencana:
1. Fase pre impact
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga
kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana
untuk setiap fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai kegiatan
pemerintahan, organisasi lingkungan, Palang Merah
Nasinal, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan
dalam memberikan penyuluhan dan simulasi
memberikan tanggap bencana.
c. Perawat terlibat dalam promosi kesehatan dalam rangka
meningkatkan tanggap bencana, meliputi usaha
pertolongan diri sendiri, pelatihan pertolongan pertama
dalam keluarga dan menolong anggota keluarga yang

9
lain, pembekalan informs cara menyimpan makanan dan
minuman untuk persediaan, perawat memberikan nomer
telepon penting seperti nomer telepon pemadam
kebakaran, ambulans, rumah sakit, memberikan
informasi peralatan yang perlu dibawa (pakaian, senter).
2. Fase impact
a. Bertindak cepat.
b. Perawat tidak memberikan janji apapun atau
memberikan harapan palsu pada korban bencana.
c. Konsentrasi penuh pada hal yang dilakukan.
d. Berkoordinasi dengan baik dengan tim lain.
e. Bersama pihak yang terkait mendiskusikan dan
merancang master plan revitalizing untuk jangka
panjang.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk
memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana
”seleksi” pasien untuk penanganan segera (emergency) akan
lebih efektif. (Triase).
TRIASE :
a. Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang
mengancam kehidupan sebagian besar pasien
mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan
internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,
luka bakar derajat I-II.
b. Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua
meliputi injury dengan efek sistemik namun belum jatuh
ke keadaan syok karena dalam keadaan ini sebenarnya
pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury
tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur
terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar
derajat II.

10
c. Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini
adalah fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi,
kontusio, abrasio, dan dislokasi.
d. Hitam meninggal. Ini adalah korban bencana yang
tidak dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah
dalam keadaan meninggal.
3. Fase post-impact
a. Memberikan terapi bagi korban bencana untuk
mengurangi trauma.
b. Selama masa perbaikan perawat membantu korban
bencana alam untuk kembali ke kehidupan normal.
c. Beberapa penyakit dan kondisi fisik yang memerlukan
pemulihan dalam jangka waktu lama memerlukan bekal
informasi dan pendampingan.

F. Permasalahan di Bidang Kesehatan


Berikut ini merupakan akibat – akibat bencana yang dapat
muncul baik langsung maupun tidak langsungterhadap bidang
kesehatan.
1. Korban jiwa, luka, dan sakit ( berkaitan dengan angka kematian
dan kesakitan)
2. Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjdai rentan dan
beresiko mengalami kurang gizi, tertular penyakit, dan menderita
stress.
3. Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan
menyebabkan keterbatasan air dan sanitasi serta menjadi tempat
perindukan vector penyakit.
4. Seringkali system pelayanan kesehatan terhenti, selain karena
rusak, besar kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga
menjadi korban bencana.
5. Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin
menurun dan berpotensi menyebabkan terjadinya KLB.

11
Penyakit penyakit yang sering kali diderita para pengungsi di
Indonesia tidak lepas dari kondisi kedaruratan lingkungan, antara
lain diare, ISPA, campak dan malaria.WHO mengidentifikasi empat
penyakit tersebut sebagai The Big Four.Kejadian penyakit spesifik
sering muncul sesuai dengan bencana yang terjadi. Banjir di Jakarta
pada awal tahun 2007 selain menimbulkan peningkatan kasus
Diareyang tinggi, juga memunculkan kasus leptospirosis yang
relative besar, yaitu 248 kasus dengan 19 kematian (CFR 7,66 %).
Sedangkan, gempa di DIY dan jateng pada tahun 2006
mengakibatkan 76 penduduk menderita tetanus dan 29 di antaranya
meninggal dunia.
Meskipun dapat dikatakan dengan sepatah kata, ada bermacam-
macam penyebab bencana, kondisi kerusakannya, serta massa-massa
terkena dampak, dan lain-lain. Biasanya dalam menanggulangi
bencana, maka bencana tersebut akan dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
1. Fase pencegahan dan kesiapsiagaan bencana ( prevention and
preparedne phase)
2. Fase tindakan ( response phase) yang terdiri dari fase akut (
acute phase) dan fase sub akut (sub acute phase)
3. Fase pemulihan ( recovery phase)
4. Fase rehabilitasi / rekonstruksi.
Fase fase ini terjadi secara berurutan sebelum dan sesudah
bencana, dan tindakan terhadap bencana pertama berhubungan
dengan kesiapsiagaan untuk bencana selanjutnya, sehingga hal ini
disebut siklus bencana.
1. Fase pencegahan dan kesiapsiagaan bencana
Fase kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan
yang baik dengan memikirkan berbagai tindakan untuk
meminimalsisir berbagai kerugian yang ditimbulkan akibat
bencanadan menyusun perencanaan agar dapat melakukan
kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat

12
terjadi bencana. Tindakan terhadap bencana menurut PBB ada 9
kerangka, yaitu:
a. Pengkajian terhadap kerentanan
b. membuat perencanaan ( pencegahan bencana)
c. Pengorganisasian
d. Sistem informasi
e. Pengumpulan sumber daya
f. Sistem alarm
g. Mekanisme tindakan
h. Pendidikan dan pelatihan penduduk
i. Gladi resik.
2. Fase tindakan
Fase tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi
darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri dan harta
kekayaan. Aktivitas yang dilakukan secara kongkret yaitu :
a. Instruksi pengungsian
b. Pencarian dan penyelamatan korban
c. Menjamin qkeamanan dilokasi bencana
d. Pengkajian terhadap kerugian akibat bencana
e. Pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi
darurat,
f. Pengiriman dan penyerahan barang material
g. Menyediakan tempat pengungsian dan lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih
dipersempit lagi dengan membaginya menjadi fase akut dan fase
sub akut. Dalam fase akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi
disebut fase penyelamatan dan pertolongan / pelayanan medis
darurat terhadap orang orang yang terluka pada saat mengungsi
atau dievakuasi, serta dilakukan tindakan-tindakan terhadap
munculnya permasalahan kesehatan dalam pengungsian.
3. Fase pemulihan

13
Fase pemulihan dibedakan secara akurat dari dan sampai
kapan, tetapi fase ini merupakan fase dimana individu atau
masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat memulihkan
fungsinya seperti sedia kala, ( sebelum terjadi bencana), orang-
orang melakukan perbaikan darurat tempat tinggalnya, pindah
kerumah sementara, mulai masuk sekolah ataupun bekerja
kembali sambil memulihkan lingkungan tempat tinggalnya.
Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi lifeline dan aktivitas
untuk membuka kembali usahanya.Institusi pemerintah juga
memulai memberikan kembali pelayanan seqqcara normal serta
mulai menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil
terus memberikan bantuan kepada para korban.Fase ini
bagaimanapun juga hanya merupakan fase pemulihan dan tidak
sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti sebelum
bencana terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa
peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang.
4. Fase Rehabilitasi / Rekonstruksi.
Jangka waktu fase Rehabilitasi / Rekonstruksi juga tidak
dapat ditentukan, namun ini merupakan fase dimana individu
atau masyarakat berusaha menegembalikan fungsi-fungsinya
seperti sebelum bencana dan merencanakan rehabilitasi terhadap
seluruh komunitas. Tetapi, seseorang atau masyarakat tidak
dapat kembali pada keadaan yang sama seperti sebelum
mengalami bencana, sehingga dengan menggunaan
pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan individu serta
keadaan komunitas pun dapat dikembangkan secara progresif.

G. Pelayanan Medis Bencana berdasarkan Siklus Bencana


Kehidupan dan kondisi fisik serta psikis orang banyak akan
mengalami perubahan saat berhdapan dengan setiap siklus bencana.
Oleh karena itu, pelayanan medis yang dibutuhkan adalah yang juga

14
akan berubah dalam menanggulangi setiapsiklus bencana. Secara
singkat akan diuraikan seperti di bawah ini.
1. Fase akut dalam siklus bencana
Dilokasi bencana, pertolongan terhadap korban luka dan
evakuasi dari lokasi berbahaya ke tempat yang aman adalah hal
yang paling diprioritaskan. Untuk menyelamatkan korban luka
sebanyak mungkin, maka sangat diperlukan lancarnya
pelaksanaan Triage ( triase), Treatment ( pertolongan pertama),
dan transportation ( transportasi) pada korban luka, yang dalam
pelayanan medis bencana disebut dengan 3T. selain tindakan
penyelamatan secara langsung, dibutuhkan juga perawatan
terhadap mayat dan keluarga yang ditinggalkan, baik di rumah
sakit, lokasi bantuan perawatan darurat maupun ditempat
pengungsian yang menerima korban bencana.
2. Fase menengah dan panjang pada siklus bencana.
Pada fase ini, terjadi perubahan pada lingkungan tempat
tinggal yaitu dari tempat pengungsiam ke rumah sementara dan
rumah yang direhabilitasi. Hal-hal yang dilakukan diantaranya
adalah : memperhatikan segi keamanan supaya dapat
menjalankan aktivitas hidup yang nyaman dengan tenang,
membantu terapi kejiwaan korban bencana, membantu kegiatan-
kegiatan untuk memulihkan kesehatan hidup dan membangun
kembali komunitas social
3. Fase tenang pada siklus bencana
Pada fase tenang diman tidak terjadi bancana, diperlukan
pendidikan penanggulangan bencana sebagai antisipasi saat
bencana terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada komunitas
dengan melibatkan penduduk setempat, pengecekan dan
pemeliharaan fasilitas peralatan pencegahan bencana baik di
daerah-daerah maupun pada fasilitas medis, srta membangun
sistem jaringan bantuan.

15
H. Penanggulangan Bencana di Bidang Kesehatan
Dengan melihat faktor resiko yang terjadi akibat bencana, maka
penanggulangan bencana sector kesehatan bisa dibagi menjadi aspek
medis dan aspek kesehatan masyarakat.Pelaksanaanya tentu harus
melakukan koordinasi dan kloaborasi dengan sector dan program
terkait.Berikut ini merupakan ruang lingkup bidang pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan, terutama saat tanggap darurat
dan pasca bencana.
1. Sanitasi darurat.
Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih dan
jamban :kualitas tempat pengungsian, serta pengaturan limbah
sesuai standard. Kekurangan jumlah maupun kualitas sanitasi ini
akan meningkatkan resiko penularan penyakit.
2. Pengendalian vector.
Bila tempat pengungsian dikategorikan tidak ramah, maka
kemungkinan terdapat nyamuk dan vector lain disekitar
pengungsi. Ini termasuk timbunann sampah dan genagan air
yang memungkinkan tejadinya perindukan vector. Maka
kegiatan pengendalian vector terbatas saat diperlukan baik dalam
bentuk spraying, atau fogging, larvasiding, maupun manipulasi
lingkungan.
3. Pengendalian penyakit.
Bila dari laporan pos pos kesehatan diketahui terdapat
peningkatan kasus penyakit, terutama yang berpotensi KLB,
maka dilakukan pengendalian melalui intensifikasi
penatalaksanaan kasus serta penanggulangan faktor
resikonya.Penyakit yang memerlukan perhatian adalah diare dan
ISPA.
4. Imunisasi terbatas.
Pengungsi pada umumnya rentan terhadap penyakit, terutama
orang tua, ibu hamil, bayi dan balita.Bagi bayi dan balita perlu
imunisasi campak bila dalam catatan program daerah tersebut

16
belum mendapatkan crash program campak. Jenis imunisasi lain
mungkin diperlukan ssuai dengan kebutuhan setempat seperti
yang dilakukan untuk mencegah kolera bagi sukarelawan di
Aceh pada tahun 2005 dan imunisasi tetanus toksoid (TT) bagi
sukarelawan di DIY dan jateng apda tahun 2006.
5. Surveilanse Epidemologi.
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi
epidemologi penyakit potensi KLB dan faktor resiko.atas
informasi inilah maka dapat ditentukan pengendalian penyakit,
pengendalian vector, dan pemberian imunisasi, informasi
epidemologi yang harus diperoleh melalui kegiatan surveilens
epidemologi adalah :
a. Reaksi social
b. Penyakit menular
c. Perpindahan penduduk
d. Pengaruh cuaca
e. Makanan dan gizi
f. Persediaan air dan sanitasi
g. Kesehatan jiwa
h. Kerusakan infrastruktur kesehatan.

Menurut DepKes RI (2006a) manajemen siklus


penanggulangan bencana terdiri dari:
1. impact (saat terjadi bencana)
2. Acute Response (tanggap darurat)
3. Recovery (pemulihan)
4. Development(pembangunan)
5. Prevention (pencegahan)
6. Mitigation (Mitigasi)
7. Preparedness (kesiapsiagaan).
Aktivitas yang dilakukan untuk menangani masalah
kesehatan dalam siklus bencana dibagi menjadi 2 macam, yaitu pada

17
fase akut untuk menyelamatkan kehidupan dan fase sub-akut sebagai
perawatan rehabilitatif. Menurut DepKes RI (2006a) untuk
mengetahui manajemen penanggulangan bencana secara
berkesinambungan, perlu dipahami siklus penanggulangan bencana
dan peran tiap komponen pada setiap tahapan, sebagai berikut:
1. Kejadian bencana (impact)
Kejadian atau peristiwa bencana yang disebabkan oleh alam atau
ulah manusia, baik yang terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-
lahan, dapat menyebabkan hilangnya jiwa manusia, trauma fisik
dan psikis, kerusakan harta benda dan lingkungan, yang
melampaui kemampuan dan sumberdaya masyarakat untuk
mengatasinya.
2. Tanggap darurat (acute response)
Upaya yang dilakukan segera setelah kejadian bencana yang
bertujuan untuk menanggulangi dampak yang timbul
akibat bencana, terutama penyelamatan korban dan harta
benda, evakuasi dan pengungsian.
3. Pemulihan (recovery)
Proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana baik
dampak fisik dan psikis, dengan memfungsikan kembali sarana
dan prasarana pada keadaan semula. Hal ini dilakukan dengan
memperbaiki prasaran dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air
bersih, pasar, Puskesmas dll) dan memulihkan kondisi trauma
psikologis yang dialami anggota masyarakat.
4. Pembangunan (development)
Merupakan fase membangun kembali sarana dan prasarana yang
rusak akibat bencana.Pembangunan ini dapat dibedakan menjadi
2 tahapan.Tahapan yang pertama yaitu rehabilitasi yang
merupakan upaya yang dilakukan setelah kejadian bencana
untuk membantu masyarakatmemperbaiki rumah, fasilitas
umum dan fasilitas sosial serta menghidupkan kembali
roda ekonomi. Tahapan yang kedua yaitu rekonstruksi,

18
yang merupakan program jangka menengah dan jangka
panjang yang meliputi program fisik, sosial dan
ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada
kondisi yang sama atau lebih baik.
5. Pencegahan (prevention)
Tindakan pencegahan yang harus dilaksanakan antara
lain berupa kegiatan untuk meningkatkan
kesadaran/kepedulian mengenai bahaya bencana. Langkah-
langkah pencegahan difokuskan pada intervensi terhadap
gejala-gejala alam dengan tujuan agar menghindarkan terjadinya
bencana dan atau menghindarkan akibatnya dengan
caramenghilangkan/memperkecil kerawanan dan
meningkatkan ketahanan/kemampuan terhadap bahaya.
6. Mitigasi (mitigation)
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik
secara fisik struktural dengan pembuatan bangunan-bangunan
fisik maupun non- fisik struktural melalui perundang-
undangan dan pelatihan.Mitigasi merupakan semua aktivitas
yang dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi derajat
risiko jangka panjang dalam kehidupan manusia yang berasal
dari kerusakan alam dan buatan manusia itu sendiri (Stoltman et
al., 2004).
7. Kesiapsiagaan (preparedness)
Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana,
melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Persiapan adalah salah satu tugas utama
dalam disaster managemen, karena pencegahan dan mitigasi
tidak dapat menghilangkan vulnerability maupun bencana
secara tuntas

I. Pencegahan dan Mitigasi

19
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi
yang dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana
serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan
mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu
1. Mitigasi pasif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara
lain:
a. Penyusunan peraturan perundang-undangan
b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
c. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
d. Pembuatan brosur/leaflet/poster
e. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
f. Pengkajian / analisis risiko bencana
g. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
h. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
i. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
j. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
2. Mitigasi aktif
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi
aktif antara lain:
a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan
peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke
daerah yang lebih aman.
e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat
f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.

20
g. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk
mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan
erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi
yangbersifat non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan,
pendidikan)dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan
prasarana).

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PASCA BENCANA

A. Pengkajian
1. Umum
 Nama
 Usia
 Jenis Kelamin
 Alamat
 Status
 Pekerjaan
 Agama
2. Khusus
a. Data Subjektif
 Menceritakan kejadian / periatiwa yang traumatis
 Mengatakan takut atas kejadian bencana yang terjadi
 Mengatakan resah saat teringat kembali peristiwa bencana
yang dialaminya
 Mengatakan merasa tidak berguna
 Menyatakan was-was
 Merasakan fikiran terganngu
 Tidak ingin mengingat peristiwa itu kembali dengan
menceritakannya lagi
 Mengingkari peristiwa trauma
 Merasa malu
 Mengatakan setiap mengingat kejadian bencana merasa
jantung berdebar-debar
b. Data Objektif
 Mengasingkan diri
 Menangis
 Marah

22
 Gelisah
 Menghindar
 Mengasingkan diri
 Depresi
 Sulit berkomunikasi
 Keadaan mood terganggu
 Sesak didada
 Lemah
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi kehilangan :
a. Genetik
Individu yang dilahirkan dibesarkan dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan
sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan, termasuk
menghadapi kehilangan.
b. Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang sedang mengalami
gangguan fisik
c. Kesehatan mental / jiwa
Individu yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi yang
ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis dan dibayangi
dengan masa depan yang suram, biasanya sangat peka terhadap
situasi kehilangan.
d. Pengalaman kehilangan di massa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna
dimasa kanak-kanak akan mempengaruhi individu dalam
menghadapi kehilangan dimasa dewasa
4. Faktor Presipitasi
Stress yang nyata seperti kehilangan yang bersifat Bio-Psiko-
Sosial antara lain kehilangan kesehatan (sakit), kehilangan fungsi

23
sseksualitas, kehilangan keluarga dan harta benda. Individu yang
kehilangan sering menunjukkan perilaku seperti menangis atau tidak
mampu menangis , marah, putus asa, kadang ada tanda upaya bunuh
diri atau melukai orang lain yang akhirnya membawa pasien dalam
keadaan depresi.
5. Spiritual
a. Keyakinan terhadap Tuhan YME
b. Kehadiran ditempat Ibadah
c. Pentingna Agama dalam kehidupan pasien
d. Kepercayaan akan kehidupan setelah kematian
6. Orang-orang terdekat
a. Status perkawinan
b. Siapa orang terdekat
c. Anak-anak
d. Kebiasaan pasien dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-
fungsinya
e. Bagaimana pengaruh orang-orang terdekat terhadap penyakit
atau masalah
f. Proses interaksi apakah yang terdapat dalam keluarga
a. Gaya hidup keluarga, misal: Diet, mengikuti pengajian
7. Sosioekonomi
a. Pekerjaan: keuangan
b. Faktor-faktor lingkungan: rumah,pekeerjaan dan rekreasi
c. Penerimaan sosial terhadap penyakit / kondisi, misal :
PMS,HIV,Obesitas,dll
8. Kultural
a. Latar belakang etnis
b. Tingkah laku mengusahakan kesehatan, rujuk penyakit
c. Faktor-faktor kultural yang dihubngkan dengan penyakit secara
umum dan respon terhadap rasa sakit
d. Kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan

24
B. Diagnosa Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan Aktual atau perasaan
2. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional, stress,
perubahan status lingkungan, ancaman kematian, kurang
pengetahuan.
3. Takut berhubungan dengan perubahan status lingkungan ( bencana
alam)
4. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan
kehilangan (keluarga dan harta benda)
5. Resiko distress spiritual dengan faktor resiko perubahan lingkungan
bencana alam.

25
C. Intervensi Keperawatan
Dari beberapa diagnosa maka intervensi yang dapat kita lakukan adalah:

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Berduka berhubungan dengan aktual atau NOC: NIC:
perasaan kehilangan, ditandai dengan Kontrol Koping  Bina dan jalin hubungan saling percaya.
DO/DS: Setelah dilakukan asuhan  Identifikasi kemungkinan faktor yang
 penolakan terhadap kehilangan, keperawatan selama 3 kali menghambat proses berduka
 menangis pertemuan  Kurangi atau hilangkan faktor penghambat
 menghindar diharapkan individu mengala proses berduka.
 marah mi proses secara  Beri dukungan terhadap respon kehilangan
berduka

 Mengatakan bersedih normal, melakukan koping pasien


terhadap kehilangan secara  Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota
bertahap dan menerima keluarga.
kehilangan sebagai bagian dari  Identifikasi tingkat rasa duka pada fase
kehidupan yang nyata dan berikut:
harus dilalui, dengan kriteria Fase pengingkaran

26
hasil:  Memberi kesempatan kepada pasien untuk
 Individu mampu mengungkapkan perasaannya.
21 mengungkapkan perasaan  Menunjukkan sikap menerima,ikhlas dan
duka. mendorong pasien untuk berbagi rasa.
 Menerima kenyataan  Memberikan jawaban yang jujur terhadap
kehilangan dengan perasaan pertanyaan pasien tentang sakit,
damai pengobatan dan kematian.
 Membina hubungan baru Fase marah
yang bermakna dengan  Mengizinkan dan mendorong pasien
objek atau orang yang baru. mengungkapkan rasa marahnya secara
verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
c. Fase tawar menawar
 Membantu pasien mengidentifikasi rasa
bersalah ddan perasaan takutnya.
Fase depresi
 Mengidentifikasi tingkat depresi dan
resiko merusak diri pasien
 Membantu pasien mengurangi rasa
bersalah.
Fase penerimaan

27
 Membantu pasien untuk menerima
kehilangan yang tidak bisa dielakkan
Kecemasan berhubungan dengan NOC : NIC :
krisis situasional, stress, perubahan status - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
22
lingkungan, ancaman kematian, kurang - Koping  Gunakan pendekatan yang menenangkan
pengetahuan. Setelah dilakukan asuhan  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
selama 3 kali pertemuan klien pelaku pasien
DO/DS: kecemasan teratasi dgn kriteria  Temani pasien untuk memberikan keamanan
- Insomnia hasil: dan mengurangi takut
- Kontak mata kurang  Klien mampu  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
- Kurang istirahat mengidentifikasi dan  Instruksikan pada pasien untuk menggunakan
- Berfokus pada diri sendiri mengungkapkan gejala tehnik relaksasi
- Iritabilitas cemas  Dengarkan dengan penuh perhatian
- Takut  Mengidentifikasi,  Identifikasi tingkat kecemasan
- Nyeri perut mengungkapkan dan  Bantu pasien mengenal situasi yang
- Penurunan TD dan denyut nadi menunjukkan tehnik untuk menimbulkan kecemasan
- Diare, mual, kelelahan mengontol cemas
 Dorong pasien untuk mengungkapkan
- Gangguan tidur  Vital sign dalam batas perasaan, ketakutan, persepsi
- Gemetar normal
 Kelola pemberian obat anti cemas
- Anoreksia, mulut kering  Postur tubuh, ekspresi

28
- Peningkatan TD, denyut nadi, RR wajah, bahasa tubuh dan
- Kesulitan bernafas tingkat aktivitas
- Bingung menunjukkan
- Bloking dalam pembicaraan berkurangnya kecemasan
- Sulit berkonsentrasi

23
Takut berhubungan dengan perubahan NOC :Anxiety control NIC:
status lingkungan ( bencana alam), Fear control Coping Enhancement
ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan  Bina dan jalin hubungan saling percaya.
DS : Peningkatan ketegangan,panik, keperawatan selama 3 kali  Sediakan reinforcement positif ketika pasien
penurunan kepercayaan diri, cemas pertemuan takut klien teratasi melakukan perilaku untuk mengurangi takut
DO : dengan kriteria hasil :  Sediakan perawatan yang berkesinambungan
 penurunan produktivitaskemampuan  Memiliki informasi untuk  Kurangi stimulasi lingkungan yang dapat
belajar mengurangi takut menyebabkan misinterprestasi
 penurunan kemampuan menyelesaikan  Menggunakan tehnik  Dorong mengungkapkan secara verbal
masalah relaksasi perasaan, persepsi dan rasa takutnya
 mengidentifikasi obyek ketakutan,  Mempertahankan hubungan  Perkenalkan dengan orang yang mengalami
 peningkatan kewaspadaan sosial dan fungsi peran kejadian bencana yang sama
 Anoreksia  Mengontrol respon takut  Dorong klien untuk mempraktekan tehnik
 mulut kering relaksasi

29
 diare, mual
 pucat, muntah
 perubahan tanda-tanda vital

24

30
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan
bencana. Dengan banyaknya bencana, kesiagaan dan pelaksanaan
tanggap bencana harus dilakukan dengan baik. Karena dampak yang
ditimbulkan bencana tidaklah sederhana, maka penanganan korban
bencana harus dilakukan dengan terkoordinasi dengan baik sehingga
korban yang mengalami berbagai sakit baik fisik, sosial, dan
emosional dapat ditangani dengan baik dan manusiawi.
Perawat sebagai kaum yang telah dibekali dasar-dasar
kejiwaan kebencanaan dapat melakukan berbagai tindakan tanggap
bencana. Seharusnya modal itu dimanfaatkan oleh mahasiswa
keperawatan agar secara aktif turut melakukan tindakan tanggap
bencana.

B. Saran
Perawat adalah tenaga kesehatan yang sangat berkompeten
untuk melakukan pelayanan kesehatan di daerah yang sedang
mengalami bencana, oleh karena itu diharapkan bagi mahasiswa
keperawatan maupun perawat yang sudah berpengalaman dalam
praktik pelayanan kesehatan mau untk berperan dalam
penanggulangan bencana yang ada di sekitar kita. Karena ilmu yang
didapat di bangku perkuliahan sangat relevan dengan yang terjadi di
masyarakat, yaitu fenomena masalah kesehatan yang biasanya
muncul di tempat yang sedang terjadi bencana.

31
DAFTAR PUSTAKA

Blackwell, Wiley,2015-2017. Nanda International, Inc. Nursing Diagnoses


: Definitions & Classification. 10th Ed. The atrium, shouter Gate,
Chichester, West Sussex

Bencana, Pujiono. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24


Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Paragdima
Penanggulangan.

2010. Bencana. http://keperawatankomunitas.blogspot.com/2010/04/bencan


a.html. Diakses Pada Tanggal 2 September 2016. Pukul 08.45 WIB.

Bulechek, Gloria M & Butcher, Howard, K, 2013. Nursing Interventions


Classification (NIC). 6th Ed. St Louis : Missouri

Efendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik


dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Keliat,B.A, dkk. 2006. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa Dalam


Keperawatan Kesehatan JiwaKomunitas. Jakarta : Modul IC
CMHN.FIKUI

Weenbee. 2011. Peran Perawat Dalam Manajemen Bencana.


http://weenbee.wordpress.com/2011/08/23/peran-perawat- dalam-
manajemen-bencana/#more-94. Diakses Pada Tanggal 2 September
2016. Pukul 09.00 WIB.

32

Anda mungkin juga menyukai