Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kecemasan digambarkan sebagai perasaan yang samar-samar dan tidak

mudah, sumbernya sering tidak diketahui oleh individu tetapi diketahui

menyebabkan abnormalitas hemodinamika sebagai konsekuensi dari stimulasi

simpatis, parasimpatik dan endokrin (Matthias and Samarasekera, 2012).

Pada periode praoperasi, kecemasan dialami oleh sebagian besar pasien

yang dijadwalkan untuk operasi (Matthias and Samarasekera, 2012). Hal ini

dibuktikan dari hasil penelitian Arifah, dkk. (2012) yang berjudul pengaruh

pemberian informasi tentang persiapan operasi dengan pendekatan komunikasi

terapeutik terhadap tingkat kecemsan pre operasi di Ruang Bougenville Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) Sleman berdasarkan studi pendahuluan pada

tanggal 23 sampai dengan 26 Desember 2011 dengan menggunakan instrumen

Hamilton Anxiety Rate Scale (HARS) menunjukkan bahwa dari 31 responden

didapatkan pada pasien praoperasi yang mengalami kecemasan sebanyak

54,8% (Arifah, dkk., 2012). Penelitian lain yang dilakukan oleh Septiani (2017)

juga mengenai identifikasi pasien pre operasi fraktur di Ruang Aster dan

Cempaka RSUD Abdul Wahab Samarinda menggunakan skala HARS

menyatakan 11,8% pasien praoperasi tidak mengalami kecemasan, 29,4%

pasien mengalami kecemasan ringan, dan 28,8% pasien mengalami kecemasan

sedang. Hal ini yang berarti mayoritas pasien praoperasi mengalami kecemasan

(Septiani, 2017).

1
2

Kecemasan dimulai segera setelah keputusan operasi dibuat dan

intensitasnya menjadi meningkat pada saat memasuki rumah sakit (Jawaid, et

al., 2006). Perasaan cemas pada pasien praoperasi yang sebagian besar

disebabkan oleh kurangnya pengetahuan atau informasi yang didapatkan terkait

dengan operasi yang akan dilakukan, salah interprestasi informasi tentang

operasi atau tidak validnya sumber informasi (Rhodianto, 2008).

Selain itu terjadinya kecemasan pada pasien dikarenakan tindakan operasi

adalah suatu keputusan yang besar dan mengancam hidup mereka. (Jawaid, et

al., 2006). Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferlina

(2002) ditemukan sekitar 80% dari jumlah sampel 20 orang mengalami

kecemasan sebelum dilakukannya tindakan pembedahan (Ferlina, 2002).

Penelitian Jawaid, (2007) yang berjudul preoperative anxiety before elective

surgery menyebutkan skor kecemasan rata-rata praoperasi adalah untuk

kecemasan pada operasi adalah 57,65 dan untuk kecemasan pada anestesi

adalah 38,14. Yang berarti semakin tinggi skor yang didapat maka semakin

tinggi pula tingkat kecemasan pasien (Jawaid, et al., 2007).

Kecemasan preoperasi sangat penting, karena berpotensi mempengaruhi

semua aspek anestesi seperti kunjungan dokter sebelum operasi, induksi,

praoperasi dan periode pemulihan (Gras S, et al., 2010). Etiologi yang tepat dari

kecemasan praoperasi dapat disebabkan oleh anestesi, pembedahan, periode

praoperasi, dan beberapa alasan (Tasdemir A. et al., 2013). Tingkat kecemasan

yang tinggi terlihat pada pasien yang akan menjalani operasi dan setiap pasien

memiliki tingkat kecemasan yang berbeda (Pokharel K. et al., 2010). Pemilihan

jenis anestesi akan mempengaruhi akan mempengaruhi tingkat kecemasan.


3

Penelitian sebelumnya melaporkan kecemasan pada pasien praoperasi dengan

anestesi spinal (SA) lebih rendah dibandingkan dengan general anestesi (GA).

Alasan tersebut dikarenakan ketakutan pasien akan masa yang akan dating

seperti ketakutan akan tidak bisa bangun lagi setelah operasi (Caumo, et al.,

2001). Pernyataan tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh

Celik dan Ediplogo (2018) bahwa kecemasan pasien yang akan menjalani

operasi dengan GA memiliki kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

pasien praoperasi dengan pemberian SA. Dan pada penelitian yang sama juga

menyebutkan pasien praoperasi memiliki tingkat kecemasan yang cenderung

tinggi pada pasien yang memiliki ketakutan akan kematian setelah operasi

(Celik dan Ediplogo, 2018).

Secara obyektif, kecemasan praoperasi dapat dievaluasi dengan metode

yang berbeda. Tetapi beberapa metode hanya meneliti kecemasan tanpa

mengetahui tingkat kecemasan. Pada tahun 1959, HARS dikembangkan sebagai

metode praktis. Tingkat kecemasan pasien praoperasi dapat diukur

menggunakan skala HARS. Skala HARS terdiri dari 14 item, masing-masing

adalah gejala yang mengukur kecemasan fisik dan kecemasan somatik

(Hamilton, 1959). Peneliti menggunakan skala Hamilton Anxiety Rate Scale

(HARS) karena itu adalah tes yang mudah untuk menjelaskan kepada pasien

serta dapat diandalkan untuk pengukuran kecemasan praoperasi (Arifah, dkk.,

2012). Berdasarkan latar belakang diatas, belum adanya data tentang tingkat

kecemasan pasien praoperasi dengan pemberian GA dan SA, maka peneliti

tertarik mengangkat permasalahan tersebut untuk dilakukan penelitian dengan

judul “Perbedaan Tingkat Kecemasan pada Pasien Praoperasi dengan


4

Pemberian Anestesi Spinal dan General Anestesi di Rumah Sakit Islam (RSI)

Jemursari Surabaya”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan

yang akan diteliti adalah :

1. Bagaimana perbedaan tingkat kecemasan pada pasien praoperasi dengan

pemberian anestesi spinal di RSI Jemursari Surabaya?

2. Bagaimana perbedaan tingkat kecemasan pada pasien praoperasi dengan

pemberian general anestesi di RSI Jemursari Surabaya?

3. Bagaimana perbedaan tingkat kecemasan pada pasien praoperasi dengan

pemberian anestesi spinal dan general anestesi di RSI Jemursari Surabaya?

C. Tujuan Peneitian

Tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu: tujuan umum dan tujuan

khusus.

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat

kecemasan pada pasien praoperasi dengan pemberian anestesi spinal dan

general anestesi di RSI Jemursari Surabaya.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan:

a. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien praoperasi dengan

pemberian anestesi spinal di RSI Jemursari Surabaya.

b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien praoperasi dengan

pemberian general anestesi di RSI Jemursari Surabaya.


5

c. Menganalisis perbedaan tingkat kecemasan pada pasien praoperasi

dengan pemberian anestesi spinal dan general anestesi di RSI Jemursari

Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Institusi Rumah Sakit

a. Sebagai masukan bagi institusi dalam meningkatkan pelayanan

kesehatan untuk menciptakan kenyamanan dan kepuasan pasien.

b. Bagi tenaga medis agar memberikan sedikit pengetahuan tentang

operasi dan anestesi sehingga diharapkan dapat menurunkan tingkat

kecemasan pada pasien dan perawat agar lebih intensif dan inovatif

dalam memberikan asuhan keperawatan untuk menciptakan

kenyamanan bagi pasien dari rasa cemasnya sebelum dilakukannya

operasi.

2. Institusi Pendidikan

a. Sebagai sumber bacaan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa

khususnya yang terkait dengan penerapan pasien dengan kecemasan

praoperasi dengan pemberian anestesi spinal dan general anestesi.

b. Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar

terutama mengenai penatalaksanaaan bagi pasien yang mengalami

kecemasan pada periode praoperasi dengan pemberian general anestesi

dan anestesi spinal.

3. Peneliti

a. Untuk menambah khasanah keilmuan bagi peneliti dalam mengkaji

permasalahan perbedaan tingkat kecemasan pasien praoperasi dengan


6

pemberian general anestesi dan anestesi spinal di RSI Jemursari

Surabaya.

b. Sebagai mahasiswa kedokteran, peneliti mampu melakukan usaha

preventif dengan memberikan sedikit pengetahuan tentang operasi dan

anestesi sehingga diharapkan dapat menurunkan tingkat kecemasan

pada pasien praoperasi.

c. Memperoleh pengalaman dengan proses penelitian dan menambah

wawasan melalui penelitian.

d. Sebagai persyaratan pendidikan akademik untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran (S. Ked).

Anda mungkin juga menyukai