Anda di halaman 1dari 223

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH SUPERVISI MODEL REFLEKTIF INTERAKTIF


TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN PERAWAT PADA
BAHAYA AGEN BIOLOGIK DI RSUD PROVINSI
KEPULAUAN RIAU TANJUNG UBAN

TESIS

YENNI YULITA
1006755456

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN
KEPERAWATAN
DEPOK
JANUARI, 2013

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH SUPERVISI MODEL REFLEKTIF INTERAKTIF


TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN PERAWAT PADA
BAHAYA AGEN BIOLOGIK DI RSUD PROVINSI
KEPULAUAN RIAU TANJUNG UBAN

Tesis

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Manajemen dan
Kepemimpinan Keperawatan

Oleh:

YENNI YULITA
1006755456

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN
DEPOK
JANUARI 2013

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013
Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013
Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013
Nama : Yenni Yulita
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan, Kekhususan Kepemimpinan
dan Manajemen Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Judul : Pengaruh Supervisi Refektif Interaktif terhadap Perilaku
Keselamatan Perawat pada Bahaya Agen Biologik Di
RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban

Abstrak

Perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik dapat meningkatkan


dari mutu pelayanan. Supervisi klinik model reflektif interaktif dapat
meningkatkan perilaku keselamatanperawat terhadap bahaya agen biologik.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan pengaruh supervisi refelektif interaktif
terhadap perilaku keselamatan perawatan pada bahaya agen biologik. Metoda
yang digunakan adalah quasi experimental pre-post test with control group.
Sampel penelitian (97 kontrol & 97 intervensi) diambil menggunakan teknik
consecutive sampling. Hasil penelitian didapat perbedaan antara kelompok yang
diberi pelatihan dan tidak diberi pelatihan dan ditemukan adanya pengaruh
supervisi reflektif interaktif terhadap perilaku keselamatan perawat. Kepala ruang
perlu diberikan pelatihan supervisi agar dapat melakukan kegiatan supervisi
dengan baik untuk peningkatan perilaku keselamatan perawat
Kata Kunci: Bahaya agen biologik, Keselamatan perawat, Supervisi reflektif
interaktif.

vi

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Name : Yenni Yulita
Study program : Post Graduate Program of Nursing, Majoring in Nursing
Leadership and Management, Indonesia University
Title : The Influence of Reflektif Interaktif Supervision to Behaviors
Nurse Bafety at biologic Agent Hazard in RSUD Provinsi
Kepulauan Riau Tanjung Uban

Abstract

Nurse safety behavior at biologic agent hazard can will affect to quality care.
Reflective interactive supervision can improve quality of nursing practice. The
research purpose to get descriptions of reflective interactive supervision towards
to safety nurse behaviors at biologic agent hazard. Method used experimental
pre-post test with control group. Consecutive sampling in data taking for 97
control and 97 intervention sampel. The result suggest that there are difference
between the trained group and the untrained group and there are a influence of
reflective interactive supervision towards nurse safety behavior at biologic agent
hazard. The head nursing need to be given supervision training in order to be
able to supervise well for improving behaviors nurse safety at biologic agent
Keywords: Biologic agent hazard, Reflective interactive supervision, Safety nurse.

vii

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, atas berkat rahmat dan ridho-Nya tesis dengan judul
“Pengaruh Supervisi Model Reflektif Interaktif Terhadap Perilaku Keselamatan
Perawat pada Bahaya Agen Biologik di RSUD Provinsi Kepulaun Riau Tanjung
Uban” telah selesai. Tesis ini disusun dalam rangkaian sebagai syarat memperoleh
gelar Magister pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Berbagai hambatan dapat penulis atasi atas dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak selama penyusunan tesis ini. Penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu Hanny Handiyani, S.Kp., M.Kep.,
selaku pembimbing I dan Ibu Kuntarti, S.Kp., M Biomed., selaku pembimbing II
yang telah banyak memberikan masukan, saran dan bimbingan dengan penuh
kesabaran. Tidak lupa pula penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan UI, Ibu Dewi Irawaty, M.A., Ph.D
2. Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan FIK-UI, Ibu Astuti Yuni
Nursasi, MN.
3. Seluruh civitas akademika FIK Universitas Indonesia
4. Direktur RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban sebagai tempat
penelitian
5. Direktur RSU Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang sebagai tempat
penelitian
6. Kepala Bidang Keperawatan RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban
beserta seluruh jajaran yang telah memberikan bantuan dalam penelitian.
7. Direktur RSUD Kota Tanjungpinang sebagai tempat uji validitas dan
reliabilitas
8. Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang telah memberikan dukungan dan
kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Program Magister Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia
9. Kedua orang tua dan mertuaku yang selalu terus mendoakan yang terbaik
10. Suami tercinta Syufwan. DM, S.H., M.H dan Kaisara Al Shaliha Syufwan
penyemangat dalam meraih kesuksesan ini.

viii

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


11. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Keperawatan FIK UI angkatan 2010
Genap dan Ganjil terutama program kekhususan Manajemen dan
Kepemimpinan Keperawatan.

Akhirnya, semoga bantuan serta budi baik yang telah diberikan mendapatkan
balasan dari Allah SWT.
Penulis berharap penelitian bermanfaat.
Depok, Januari 2013

Yenni Yulita

ix

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ……………………………………………………………….. i
Lembar Pesetujuan …………………………………………………………... ii
Lembar Pengesahan ………………………………………………………….. iii
Halaman Pernyataan Orisinalitas ……………………………………………. iv
Halaman Persetujuan Publikasi ……………………………………………… v
Abstrak ………………………………………………………………………. vi
Kata Pengantar ………………………………………………………………. vii
Daftar Isi ……………………………………………………………………... ix
Daftar Bagan ……………………………………………………………….... xi
Daftar Tabel ………………………………………………………………….. xii
Lampiran …………………………………………………………………….. xiii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………………..….. 1
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………… 9
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………………….. 10
1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………………... 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Keselamatan Kerja …….………………………………………......... 13
2.2. Keselamatan Perawat ……………………………………………….. 14
2.3. Konsep Supervisi………………………………….…………………. 35
2.4. Model Supervisi …………………………………………………….. 41
2.5. Konsep Perubahan Perilaku………. ………………………………… 48
2.6. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku…………………….. 49
2.7. Kerangka Teori Penelitian…………………………………………… 52

BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS dan DEFINISI


OPERASIONAL
11.1. Kerangka Konsep Penelitian ………………………………………… 56
11.2. Hipotesis Penelitian …………………………………………………. 59
11.3. Definisi Operasional Variabel ………………………………………. 59

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN


4.1. Desain Penelitian ……………………………………………………. 62
4.2. Populasi dan Sampel ………………………………………………… 63
4.3. Waktu Penelitian ……………………………………………………. 66
4.4. Etika Penelitian ……………………………………………………… 66
4.5. Tempat Penelitian …………………………………………………... 68

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


4.6. Alat Pengumpulan Data …………………………………………….. 69
4.7. Uji Istrumen…………………………………………………………. 70
4.8. Prosedur Pengumpulan Data….. ……………………………………. 71
4.9. Pengolahan Data ………………………………………….................. 78

BAB 5 HASIL PENELITIAN


5.1. Analisis Univariat……………….…………………………………… 82
5.2. Analisis Bivariat………………... …………………………………… 86
5.3. Analisis Multivariat…………………………………………………... 93

BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Interpretasi dan Diskusi ……………………………………………… 94
6.2. Keterbatasan Penelitian ……………………………………………… 115
6.3. Implikasi Hasil Penelitian …………………………………………… 116

BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN


7.1. Simpulan ……………………………………………………………... 118
7.2. Saran …………………………………………………………………. 119

DAFTAR REFERENSI

xi

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1. Model Supervisi Klinis oleh Driscroll…………………….. 42


Bagan 2.2. Model Supervisi Interaktif Kadushin……………………… 43
Bagan 2.3 Model Supervisi Proctor…………………………………... 46
Bagan 2.4 Bagan Kerangka Teori ……………………………………. 54
Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian…….…………………. 56
Bagan 4.1. Desain penelitian…………………………………………... 61

xii

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Definisi Operasinal Variabel Dependen…………………….. 59


Tabel 3.2. Definisi Operasional Variabel independen………………….. 60
Tabel 4.1. Jumlah Sampel di Kelompok Intervensi…………………….. 65
Tabel 4.2. Jumlah Sampel di Kelompok Kontrol ……………………… 65
Tabel 4.4. Kisi-kisi Instrumen B……….. ……………………………… 68
Tabel 4.5. Uji Kesetaraan……………………………….. ……………. 78
Tabel 4.6 Uji Perbedaan………………………………………………... 78
Tabel 5.1 Hasil Pretest dan Posttest Pelatihan Supervisi………………. 83
Tabel 5.2 Pelaksanaan Supervisi di Kelompok Intervensi……………... 83
Tabel 5.3 Karakteristik Perawat………………………………………... 84
Tabel 5.4 Gambaran Perilaku Keselamatan Perawat sebelum Intervensi
pada Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol……………………………………………………….. 85
Tabel 5.5 Uji Kesetaraan Karakteristik ………………………………... 86
Tabel 5.6 Uji Kesetaraan Perilaku Keselamatan Perawat Sebelum
Intervensi…………………………………………………….. 87
Tabel 5.7 Uji Perbedaan Perilaku Keselamatan Perawat Sebelum dan
Sesudah Intervensi Pada Kelompok Intervensi ……………... 88
Tabel 5.8 Uji Perbedaan Keselamatan Perilaku Pearwat Sebelum dan
Sesudah Intervensi Pada Kelompok Kontrol……………...... 89
Tabel 5.9 Uji Perbedaan Perilaku Keselamatan Perawat Sesudah
Intervensi pada Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol.. ……………………………………………………. 90
Tabel 5.10 Uji Perbedaan Perubahan Perilaku Keselamatan Perawat
Sesudah Intervensi antara Kelompok intervensi dan
Kontrol...................................................................................... 91
Tabel 5.11 Uji Hubungan Karakteristik dengan Perubahan Perilaku
Keselamatan Perawat………………………………………... 92

xiii

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan Penelitian


Lampiran 2 Persetujuan Responden
Lampiran 3 Instrumen A
Lampiran 4 Instrumen B
Lampiran 5 Uji Expert Modul Pelatihan Supervisi Model Reflektif Interaktif
Lampiran 6 Keterangan Lolos Uji Kaji Etik
Lampiran 7 Surat Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian dari RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung
Uban
Lampiran 9 Surat Ijin Penelitian Dari RSU Provinsi Kepulauan Riau
Tanjungpinang
Lampiran 10 Surat Ijin Uji Validitas dan Realibitas dari RSUD Kota
Tanjungpinang
Lampiran 11 Kehadiran Peserta Pelatihan Supervisi Reflektif Interaktif
Lampiran 12 Kerangka Kerja Penelitian
Lampiran 13 Modul Pelatihan Supervisi
Lampiran 14 Daftar Riwayat Hidup

xiv

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat
penelitian. Uraian ini diperlukan sebagai dasar dalam pelaksanaan penelitian.

1.1. Latar Belakang

Perawat di Indonesia jumlahnya paling banyak bila dibandingkan dengan tenaga


kesehatan lainnya. Jumlah perawat antara 50-60% di rumah sakit, memiliki jam
kerja 24 jam melalui penugasan shift sehingga perannya menjadi penentu dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (PPSDM, 2011). Mutu pelayanan
kesehatan sangat dipengaruhi oleh mutu pelayanan keperawatan.

Mutu pelayanan keperawatan terlihat dari berbagai komponen. Dimensi mutu


pelayanan berupa kompetensi teknis, akses terhadap pelayanan, efektivitas,
efisiensi, kontuinitas, keamanan, hubungan antar manusia, dan kenyamanan
(Wijono, 2000). Penyediaan akses yang tepat sesuai dengan kebutuhan, kualitas
yang baik, efektif, aman, dan terjangkau merupakan komponen penting dalam
memenuhi keselamatan perawat (RNAO, 2008). Menjadi perawat yang sehat
harus merawat kesehatan pribadinya, keselamatan, sehat secara fisik, mental,
spiritual dan profesional (ANA, 2012).

Keselamatan (safety) merupakan salah satu mutu pelayanan sehingga untuk


meningkatkan mutu di rumah sakit penting untuk memperhatikan perilaku
keselamatan. Perilaku keselamatan perawat merupakan salah satu perilaku penting
diperhatikan untuk melindungi perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Hasil penelitian Dewi (2011) menunjukkan perawat yang
mempersepsikan dirinya telah menerapkan keselamatan perawat dengan baik
sebanyak 52% dan masih banyak perawat yang kurang baik dalam menerapkan
keselamatan sebesar 48 % perawat di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.

Keselamatan bagi perawat dalam bekerja ditentukan oleh beberapa indikator.


Indikator keselamatan individu, keselamatan dalam proses, keselamatan dalam

1 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


2

manajemen merupakan penentu keberhasilan keselamatan dalam bekerja


(Hopkins, 2007). Lingkungan yang sehat bagi perawat merupakan faktor
pendukung untuk keselamatan perawat berupa kebijakan organisasi, kebijakan
dari profesi keperawatan, psikososial, kognitif, dan budaya (RNAO, 2008).

Bahaya akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja bagi perawat dapat disebabkan
oleh beberapa bahaya dan risiko dalam melakukan pekerjaan. Ada lima tingkatan
bahaya dan risiko keselamatan perawat yaitu: risiko biologi atau yang dapat
menulari, risiko kimia, risiko lingkungan atau mekanik, risiko fisik, dan risiko
psikososial (Fowler, 2004). Kemenkes No. 1087 tahun 2010 tentang Standar
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) menyatakan bahwa
bahaya potensial di rumah sakit meliputi: bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya
biologik, bahaya ergonomi, bahaya psikososial, bahaya mekanik, bahaya listrik,
dan kecelakaan limbah rumah sakit. Penelitian lain oleh Trikoff et al, (2007)
menyebutkan bahwa risiko kerja pada perawat dapat berupa cidera
muskuloskeletal, luka, infeksi, perubahan dalam kesehatan mental, penyakit
jangka panjang kardiovaskular, metabolisme, dan neoplasia.

Kegiatan dasar perawat di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien.
Perawat berisiko selama menjalankan kegiatan keperawatan. Perawat sering
berhubungan dengan bahaya agen biologik berupa ekskresi, sekresi, spesimen,
perawatan luka dan semua hal yang menyebabkan terinfeksi (Daly, Tammie,
Dickson, & Kathryn, 1998).

Risiko infeksi agen biologik merupakan risiko yang dialami oleh perawat selama
menjalankan kegiatannya yang berhubungan dengan agen infeksius. Agen
infeksius dapat melalui darah atau cairan tubuh, udara dan droplet Infeksi melalui
darah, seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SAR), Tuberculosis (TB),
Hepatitis B, Hepatitis C, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Fowler,
2004). Penelitian lain yang dapat memperjelas risiko perawat terhadap penularan
kuman seperti menyatakan bahwa perawat yang bekerja klinis dalam waktu yang
lama di ruangan rawat paru terinfeksi Mycobacterium tuberculosis saat bekerja
(Lalić, Kukuljan, & Pavicić, 2010).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


3

Perawat dapat tertular penyakit melalui peralatan dan benda tajam. Petugas
kesehatan antara 600.000 dan 800.000 terpapar darah. Dua puluh infeksi dapat
ditularkan melalui needlesticks, termasuk sifilis, malaria, dan herpes (Siegel et al,
2007). Perkiraan setiap tahun 385.000 benda-benda tajam dan jarum suntik
menciderai petugas kesehatan, rata-rata 1.000 luka benda tajam per hari (Panlilio
et al, 2004). Keselamatan dalam melakukan injeksi merupakan komponen dari
pencegahan infeksi dan kontrol penularan penyakit melalui injeksi.

Perawat mendapatkan kecelakaan dan tertular penyakit akibat kerja lebih tinggi
persentasenya diantara tenaga kesehatan lain. Penelitian Dinelli, Moreira, Paulino,
Rocha, Graciani & de Moraes-Pinto (2010) bahwa 61% tenaga kesehatan
melaporkan adanya 32, 6% kecelakaan perkutan dan mukosa dengan persentase
tertinggi pada perawat (38,5%), dokter (31,8%) dan asisten (16,7%). Proporsi
perawat yang terluka dengan jarum suntik berkisar antara 53 % seluruh pekerja
kesehatan yang terluka (NaSH, 2007). WHO mendefinisikan suntikan yang aman
diberikan dengan menggunakan peralatan yang tepat dan tidak membahayakan
penerima, tidak terpapar risikonya pada perawat, dapat dihindari dan tidak
menyebabkan limbah yang berbahaya bagi orang lain (Omorogbe, 2012).

Kepatuhan perawat terhadap pencegahan standar dan pengendalian infeksi


merupakan faktor yang berkontribusi dalam mengurangi bahaya agen biologik.
Penelitian oleh Cardoso & De Figueiredo (2010) pada perawat di rumah sakit di
Negara Brazil menyatakan bahwa tingkat rata-rata kepatuhan terhadap tindakan
pencegahan standar adalah: 27,9% mencuci tangan sebelum prosedur, 41,4%
penggunaan sarung tangan, pembuangan yang tepat 88,8% dari instrumen benda
tajam. Kepatuhan perawat terhadap pengendalian infeksi yang dapat mencelakai
dirinya dan pasien dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman kerja, jam
pelatihan, dan sikap (Lee et al, 2005).

Berbagai teknik yang dilakukan untuk mencegah penularan agen infeksi terhadap
petugas kesehatan dan kepada pasien. Pencegahan dengan pendidikan dan
pelatihan, pengontrolan infeksi dengan memutus rantai infeksi, kewaspadaan
standar, penggunaan alat pelindung diri (APD), perlindungan pernafasan atau

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


4

etiket batuk, penempatan pasien, manajemen pengunjung, manajemen sampah


infeksius, praktik injeksi yang aman, pencegahan kontak dengan membran
mukosa, membersihkan dan desinfeksi peralatan atau instrumen (Siegel et al,
2007).

Penelitian Mathai (2010) kebersihan tangan dengan beberapa langkah yang


menggunakan alkohol terbukti efektif dalam pelayanan klinis untuk mengurangi
bahaya agen biologik untuk perawat dan pasien yang sedang ditangani. World
Health Organization (WHO) tahun 2005 meningkatkan keselamatan dengan
mempromosikan kebersihan tangan di fasilitas kesehatan dengan berbagai metode
strategi yang mencakup penggunaan alkohol pada pelayanan.

Komitmen keselamatan dari manajemen harus dapat dibuktikan dengan


kebijakan-kebijakan tertulis berupa standar prosedur dan standar asuhan
keperawatan, komunikasi yang efektif dan model praktik yang diyakini baik.
Perawat supervisor merupakan peran ganda perawat manajer di pelayanan
keperawatan, untuk mengawasi pelayanan keperawatan yang diberikan oleh
perawat pelaksana terutama dalam keselamatan dalam bekerja. Salah satu model
peran dari manajer keperawatan berfungsi sebagai model peran untuk
mempengaruhi perilaku perawat pelaksana dalam menerapkan keselamatan kerja
dan menetapkan aturan, memperkuat norma-norma dan sikap yang berkaitan
dengan praktik keselamatan kerja bagi perawat itu sendiri (Feng, Acord, Cheng,
Zeng, & Song, 2011).

Supervisi klinis dilakukan oleh para manajer keperawatan berfungsi untuk


mengawasi, mengendalikan area klinis supaya mutu pelayanan lebih baik dan
terus meningkat. Supervisi klinis merupakan kegiatan formal secara profesional
dan pembelajaran yang memungkinkan individu untuk mengembangkan
pengetahuan dan kompetensi, bertanggung jawab atas praktik, meningkatkan
perlindungan konsumen dan keselamatan perawat dalam situasi yang kompleks.
Proses pembelajaran dan perluasan ruang lingkup praktik sebagai sarana

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


5

mendorong penilaian diri untuk meningkatkan kemampuan analisis dan reflektif


(Jones, 2001).

Supervisi klinis merupakan peran manajer dalam mengarahkan bawahannya untuk


mencapai tujuan organisasi. Supervisi klinis bertujuan untuk mengarahkan
individu mencapai tujuan dan strategi organisasi, membimbing staf dan
mendukung tercapainya kerja klinis yang optimal. Oleh sebab itu para supervisor
harus memiliki keterampilan memimpin untuk menyelesaikan masalah sehingga
dapat mencapai keberhasilan di tempat bekerja (Sirola-Karvinen & Hykas, 2008).
Supervisi klinis merupakan kekuatan utama dari kerangka kerja klinis di
pelayanan (White & Winstanley, 2010).

Supervisi klinis bukan alat manajemen, tetapi dapat digunakan sebagai dukungan
dan dasar untuk praktik profesional yang kreatif. Supervisi klinis penting untuk
kerangka kerja dari pengelolaan klinis keperawatan karena untuk pengembangan
secara progresif dan kesempatan untuk memperbaiki pelayanan secara terus
menerus. Supervisi klinis dipandang sebagai alat untuk pelatihan profesional dan
pengembangan untuk memperoleh keterampilan dan pendapat mengatakan bahwa
supervisi merupakan metode untuk mengembangkan profesionalisme dan
keterampilan profesional untuk berlatih (Karvinen & Hyrkas, 2008).

Supervisi klinis memberikan manfaat pada perawat yang disupervisi dan


supervisor yang melakukan supervisi. Supervisi klinis memiliki fungsi dalam
peningkatan keterampilan disupervisi (Kliminister, Cottrell, Grant & Jolly, 2007).
Supervisi klinis memberikan dukungan, menghilangkan stres, sarana
mempromosikan akuntabilitas profesional, pengembangan keterampilan dan
pengetahuan (Brunero & Stein Parbury 2008; Butterworth et al, 2008; Buus &
Gonge 2009).

Supervisi model reflektif bertujuan agar perawat yang disupervisi dapat


memberikan input untuk meningkatkan pelayanan keperawatan lebih baik
kedepannya. Supervisi model reflektif dikembangkan oleh Lynch, Hancox,
Happel, & Parker (2008) mengatakan bahwa supervisi model reflektif dengan
melakukan pengarahan ilmiah yang secara mendalam dalam memberikan asuhan

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


6

keperawatan. Supervisi model reflektif merupakan supervisi yang ilmiah dari


peristiwa, situasi, kondisi dan tindakan yang terjadi di tempat kerja. Ada alasan-
alasan penting dari penggunaan supervisi model reflektif yaitu antara lain karena
merupakan kunci keterampilan dari perawat, melakukan evaluasi asuhan
keperawatan yang telah diberikan, dimana reflektif masih dapat didefinisikan
sebagai proses ilmiah dari suatu peristiwa, situasi dan kejadian di tempat
pekerjaan, model supervisi reflektif dapat digunakan perawat pada praktik klinis
secara individu dan kelompok (Oelofsen & Natius, 2012).

Supervisi model reflektif yang digunakan dalam untuk meningkatkan pengetahuan


pada pendidikan keperawatan dan pengembangan keterampilan. Penelitian
Ekebergh (2011) bahwa dengan supervisi model reflektif dapat menyelaraskan
antara pendidikan keperawatan dengan praktik keperawatan di lapangan. Todd
dan Freswater (1999) menyatakan bahwa dengan supervisi model reflektif dapat
menuntun terapi perkembangan area koqnitif di keperawatan jiwa. Sementara
pendapat lain menyatakan bahwa mengembangkan dan memperluas pengetahuan
dan keterampilan klinis perawat dapat ditingkatkan melalui pendekatan reflektif di
dunia pendidikan keperawatan (Ruth & Sadh, 2003). Supervisi klinis dengan
menggunakan praktik reflektif dan berbagi pengalaman untuk pengembangan
kemampuan perawat di pelayanan.

Supervisi model interaktif memiliki beberapa fungsi dalam melakukan


pengarahan pada perawat yang disupervisi. Supervisi interaktif yang
dikembangkan oleh Proctor (1987) dapat meningkatkan pelayanan klinis yang
mempunyai evidance base, dapat memberikan dukungan yang adekuat pada
pelayanan klinis dan mengembangkan profesionalisme supervisor keperawatan
(Hill & Tuner, 2011).

Supervisi model interaktif memberikan dampak positif terhadap peningkatan mutu


pelayanan keperawatan. Supervisi model interaktif dapat peningkatan
keterampilan, peningkatan standar pelayanan keperawatan dan memberikan
dukungan untuk perawat dalam memberikan asuhan keperawatan untuk
menghadapi masalah - masalah yang terjadi. Supervisi model interaktif
merupakan model supervisi yang digunakan dengan tujuan untuk mencapai hal -

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


7

hal yang telah ditetapkan secara professional dan banyak diterapkan dalam
pelayanan keperawatan (Brunero & Stein-Painbury, 2008).

Supervisi model reflektif interaktif merupakan gabungan antara supervisi model


reflektif dan interaktif dalam melakukan peran pengarahan oleh supervisor.
Penelitian Rusmegawati (2011) terbukti bahwa dengan supervisi model reflektif
interaktif dapat meningkatkan kemampuan perawat pelaksana berfikir kritis
menjadi lebih baik setelah dilakukan supervisi model reflektif.

Pendidikan dan pelatihan penting untuk supervisor keperawatan untuk


perkembangan profesional dan frekuensi pelatihan yang harus secara
berkelanjutan. Supervisi yang dilakukan sering tidak memadai. Supervisi yang
efektif melibatkan keterampilan dari kompetensi yang didapat diharapkan pada
pendidikan dan pelatihan (Harde & Crosby 2000; Hesketh et al, 2001). Tujuan
pelatihan dari supervisi klinis untuk untuk mengembangkan teori atau
pengetahuan yang relevan dengan fungsi pengarahan, untuk mengembangkan dan
memperbaiki keterampilan supervisor, untuk mengintegrasikan pengembangan
teori dan keterampilan serta meningkatkan identitas profesional supervisor
(Bradey& Whiting, 1989 dalam McMahan & Simons, 2004).

Karakterisik perawat berupa usia, jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan
dan pelatihan yang pernah diikuti merupakan faktor yang ikut berkontribusi dalam
membentuk perilaku perawat. Perilaku juga merupakan resultan dari berbagai
faktor dari lingkungan eksternal dan lingkungan internal (Notoatmodjo, 2012).
Penelitian Dewi (2011) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara
usia, jenis kelamin, masa kerja dan pelatihan dengan perilaku keselamatan
perawat. Tingkat kepatuhan sangat berpengaruh dalam perilaku perawat untuk
penerapan keselamatan kerja (Luo, Ping He, Zhou & Luo, 2010).

Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat. RSUD


Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban yang melayani masyarakat wilayah
pemerintah Provinsi Kepulauan Riau di wilayah Kabupaten Bintan dengan rumah
sakit tipe C dengan 6 pelayanan kesehatan dan keperawatan: Rawat Inap, Rawat
Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Intensif Care Unit (ICU), Rawat Inap Anak,

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


8

Kamar Operasi (OK) dengan jumlah tenaga keperawatan 112 orang dengan
kualifikasi S1 Keperawatan Profesi (Ners) 6 orang, S1 Keperawatan (S.Kep) 2
orang, DIV Keperawatan 12 orang, DIII Keperawatan 82 orang. Rumah sakit
dengan kapasitas tempat tidur 64 tempat tidur.

Salah satu misi rumah sakit untuk meningkatkan pengembangan sumber daya
rumah sakit yang sesuai dengan kuantitas dan kualitasnya. Untuk mencapai misi
tersebut pihak pendidikan dan pelatihan selalu memberikan pelatihan yang
terprogram berupa pendidikan formal dan normal setiap tahunnya dengan
mengikuti pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja (K3RS) dan Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI), namun sampai saat ini tidak memberikan dampak
positif dalam pelayanan yang terlihat dari indikator pelayanan dan kepuasan
perawat dan pasien dalam pelayanan.

Hasil pencatatan dan laporan oleh pihak penanggung jawab mutu pelayanan dan
etik di bidang keperawatan RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban tahun
2010 mencatat bahwa sejak dari November 2007 – 2011 tercatat beberapa perawat
yang menderita penyakit akibat tertular dari pasien yaitu 1 perawat menderita HIV
akibat tertusuk jarum suntik penderita HIV, 5 perawat terinfeksi Hepatitis B. Hasil
observasi belum terlihatnya perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik dirumah sakit belum baik berupa pencegahan dan pengontrolan infeksi
yang belum optimal, belum diterapkannya kewaspadaan isolasi berupa
kewaspadaan standar dan pencegahan melalui cara penerapan untuk setiap
tindakan keperawatan.

Observasi terhadap 9 perawat pelaksana pada Agustus 2012 bahwa belum


optimalnya tindakan perawat dalam melindungi diri terpajan dengan bahaya agen
biologik yang dapat menulari pada perawat sendiri yaitu cuci tangan yang tidak
mengikuti aturan standar rumah sakit, tidak memakai alat perlindungan diri
(APD) berupa masker, sarung tangan, gaun dikarenakan belum adanya kesadaran
dan ketersediaan belum memadai, belum adanya vaksin yang diberikan institusi
rumah sakit untuk melindungi para perawat dalam bekerja. Belum adanya aturan
dan kebijakan khusus untuk menerapkan kewaspadaan standar dalam setiap
tindakan keperawatan dan pengawasan sehinga perawat dalam berperilaku

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


9

keselamatan terhadap bahaya agen biologik belum optimal dalam melaksanakan


praktik yang professional.

Wawancara yang dilakukan pada 7 perawat supervisor pada Agustus 2012 yang
berada di pelayanan keperawatan di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung
Uban bahwa mereka mengeluhkan belum efektifnya supervisi yang dijalankan
baik metode, teknik, pelaksanaan serta tujuan dari supervisi keperawatan di area
klinis belum sesuai dan tepat. Terkait dengan fungsi manajemen yang telah
dijalankan yaitu adanya standar operasional untuk supervisi, penetapan perawat
sebagai supervisor telah dibentuk dengan adanya jadwal yang sudah ada dan
pengorganisasiannya, adanya pelaporan untuk setiap supervisi tetapi untuk
pelaksanaannya tidak berdasarkan standar operasional yang telah ditetapkan dan
belum pernah dievaluasi oleh bidang keperawatan untuk dapat dirasakan
manfaatnya pada pelayanan keperawatan. Fenomena yang ditemukan pada saat
pengumpulan data bahwa para supervisor mengeluhkan rasa kurang percaya diri
dalam melakukan kegiatan supervisi terhadap perawat pelaksana. Begitu juga
yang terjadi di RSU Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang bahwa supervisi
yang dilaksanakan belum efektif dan tepat sasaran.

Hasil wawancara terhadap 7 supervisor di RSUD Provinsi Kepulauan Riau


Tanjung Uban pada November 2012 bahwa dalam melakukan supervisi tidak
memiliki rasa percaya diri untuk melakukan fungsi pengawasan dikarenakan
keterbatasan ilmu tentang supervisi hal apa yang akan disupervisi serta
keterbatasan keterampilan untuk supervisi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
melihat pengaruh supervisi model reflektif interaktif terhadap perilaku
keselamatan perawat pada bahaya agen biologik di RSUD Provinsi Kepulauan
Riau Tanjung Uban.

1.2. Perumusan Masalah

Perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik penting untuk


menghindari kecelakaan kerja dan tertular penyakit akibat kerja. Perilaku
keselamatan perawat pada bahaya agen biologik di RSUD Provinsi Kepulauan
Riau Tanjung Uban belum optimal dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi,

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


10

kewaspadaan standar yang belum optimalnya digunakan dalam memberikan


pelayanan keperawatan dan belum optimalnya pencegahan melalui cara
penularan. Dengan belum optimalnya perilaku keselamatan ini akan memberikan
dampak pada pelayanan keperawatan dan pada perawat itu sendiri sehingga ini
merupakan masalah bagi RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban.

Fenomena di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban menggambarkan


belum optimalnya supervisi klinis yang dilakukan oleh para manajer keperawatan
sehingga belum dirasakan dampak pada area pelayanan keperawatan. Belum
optimalnya supervisi klinis yang dijalankan baik dari segi metode, tujuan
sehingga belum mendapatkan manfaat bagi pelayanan keperawatan. Penerapan
supervisi klinis model reflektif interaktif diharapkan dapat menggali secara
mendalam dan memberikan pendidikan dengan melakukan transfer ilmu dari
supervisor, melakukan fungsi manajerial dalam keperawatan sesuai dengan aturan
dan kebijakan yang ada serta supervisor dapat memberikan dukungan pada
perawat pelaksana dalam melakukan kegiatannya di pelayanan keperawatan.

Pendidikan dan pelatihan untuk supervisor sangat penting untuk peningkatan


kemampuan supervisor dalam melakukan supervisi. Pengembangan kemampuan
supervisor akan memberikan dampak positif terhadap perawat yang disupervisi
sehingga apa yang disupervisi pada area klinis pelayanan keperawatan dapat
merefleksi semua kebutuhan di area klinis RSUD Provinsi Kepulauan Riau
Tanjung Uban untuk memberikan pelayanan keperawatan yang optimal. Supervisi
model reflektif interaktif ini diharapkan akan membawa dampak pada pelayanan
keperawatan sehingga meningkatkan perilaku keselamatan perawat pada bahaya
agen biologik menjadi lebih baik sehingga melindungi perawat dan meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. TujuanUmum

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh supervisi model


reflektif interaktif pada perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


11

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah teridentifikasinya:


a. Gambaran karakteristik perawat di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung
Uban sebagai kelompok intervensi dan di RSU Provinsi Kepuluan Riau
Tanjungpinang sebagai kelompok kontrol.
b. Gambaran perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi dan kontrol.
c. Perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
antara sebelum dan sesudah intervensi di kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.
d. Perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah intervensi.
e. Perbedaan perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah
intervensi.
f. Hubungan karakteristik perawat dengan perubahan perilaku keselamatan
perawat terhadap bahaya agen biologik di kelompok intervensi.
g. Faktor yang paling berkontribusi terhadap perubahan perilaku keselamatan
perawat terhadap bahaya agen biologik di kelompok intervensi

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan manfaat bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit,


ilmu keperawatan dan penelitian keperawatan. Manfaat tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:

1.4.1. Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit


Hasil penelitian berguna sebagai bahan masukan bagi rumah sakit dalam membuat
pedoman supervisi dan program keselamatan kerja perawat untuk meningkatan
pelayanan keperawatan, meningkatkan kemampuan kepala ruang dalam
melaksanakan fungsi manajemen khususnya supervisi model reflektif interaktif
dan meningkatkan kemampuan perawat pelaksana dalam keselamatan terhadap
bahaya agen biologik di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


12

1.4.2. Ilmu Keperawatan


Penelitian ini bermanfaat dalam meningkatkan keilmuan sebagai sumber pustaka
tentang pengaruh supervisi model reflektif interaktif pada perilaku keselamatan
perawat terhadap bahaya agen biologik.

1.4.3. Penelitian Keperawatan


Penelitian ini bermanfaat dalam meningkatkan keilmuan sebagai sumber pustaka
tentang pengaruh supervisi model reflektif interaktif pada perilaku keselamatan
perawat terhadap bahaya agen biologik dan menjadi bahan masukan dalam
penelitian selanjutnya untuk mengembangkan metode supervisi dan perilaku
keselamatan perawat pada bahaya agen biologik.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang studi literatur tentang teori-teori tentang keselamatan kerja
(work safety), keselamatan perawat, supervisi model reflektif, supervisi model
interaktif, supervisi model reflektif interaktif, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan perilaku keselamatan perawat untuk mendukung
kerangka teori. Teori tersebut merupakan dasar dalam pelaksanaan penelitian.

2.1. Keselamatan Kerja (Work Safety)

Dimensi mutu pelayanan keamanan dan keselamatan (safety) berarti mengurangi


risiko, cidera, infeksi, efek samping atau bahaya lain yang berkaitan dengan
pelayanan. Keamanan pelayanan melibatkan petugas dan pasien. Penerapan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan tenaga kerja (sistem manajemen
K3) dapat menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain
yang berada ditempat kerja (Wijono, 2000). Keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan upaya untuk menjamin keselamatan dan meningkatkan derajat
kesehatan pekerja dengan cara mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, pengobatan dan rehabilitasi (Kepmenkes
No.1087/2010).

Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatkan dan memelihara derajat kesehatan


fisik, mental, dan sosial bagi pekerja semua jenis pekerjaan, mencegahan
terjadinya semua gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan, melindungi pekerja dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan,
dan menempatkan serta memelihara pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
sesuai dengan kondisi fisiologi dan psikologis (WHO dalam ILO, 1995).
Menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja
yang terintegrasi, dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan

13 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


14

penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan efektif
(Wijono, 2000).

Keselamatan perawat merupakan upaya dan usaha perawat dalam memenuhi


keselamatan bekerja untuk mencegah, menghindari, mengendalikan, dan
mengobati serta rehabilitasi dari hal yang membahayakan dalam pekerjaan yang
dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan tertular penyakit akibat pekerjaan.

2.2. Keselamatan Perawat

Pencapaian lingkungan kerja yang sehat untuk perawat merupakan hal penting
untuk keselamatan perawat dalam menjalankan aktivitasnya (RNAO, 2008).
Keselamatan perawat dari bahaya agen biologikk, mekanik, fisik dan psikososial
(Fowler, 2004). Pencegahan dan penanganan bahaya agen biologikk dapat berupa
penerapan kewaspadaan isolasi berupa penerapan pencegahan dan pengontrolan
infeksi dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis cara penularan
(Siegel et al, 2007). Perawat dalam melakukan pekerjaan sering dihadapkan pada
yang membahayakan. Ada lima tingkatan dimulai dari risiko biologik atau
menular, risiko kimia, risiko lingkungan atau mekanik, risiko fisik, dan risiko
psikososial (Roger, 1997 dalam Fowler, 2004).

Keputusan Menteri Kesehatan No.1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan


dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit ada beberapa yang membahayakan dalam
pekerjaan bagi pekerja di rumah sakit yaitu: bahaya fisik berupa radiasi pengion,
radiasi non pengion, suhu panas, suhu dingin, bising, getaran dan pencahayaan;
Bahaya kimia berupa Ethylene Oxide, Formaldehyde, Glutaraldehyde, Ether,
Halothane, Etrane, Mercury, Chlorine. Bahaya biologik berupa virus, bakteri dan
parasit, bahaya ergonomik berupa cara kerja yang salah, dikarenakan posisi kerja
statis, angkat angkut pasien, membungkuk, menarik, dan mendorong. Bahaya
psikososial: kerja shift, stress, bahaya mekanik berasal dari mesin: terjepit,
terpotong, terpukul, tergulung, tersayat, tertusuk benda tajam. Bahaya listrik:
sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran, petir, dan listrik statis.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


15

Menurut International Labour Organization (ILO) bahaya kerja dibagi 4 kategori


yaitu: bahaya fisik berupa suhu terlalu dingin dan terlalu panas, suara bising,
penerangan yang tidak tepat (redup atau terlalu terang), bahaya kimia berupa gas
yang mengandung racun, uap dengan tekanan tinggi dan debu, bahaya biologik
berupa bakteri, virus dan jamur, dan bahaya psikososial berupa komunikasi yang
tidak baik, kebijakan yang tidak tepat, kelebihan beban kerja, fasilitas yang tidak
memadai dalam bekerja, pengambilan keputusan hanya pada satu pihak,
pengembangan sumber daya manusia yang tidak sesuai.

Faktor perilaku keselamatan yang disebabkan oleh faktor manusia organisasi dan
budaya tempat kerja, tingkatan staf dan skill mix, harapan pasien, efektivitas
kepemimpinan klinis, komitmen untuk kesehatan dan keselamatan, dan
keterampilan, kompetensi, sikap dan perilaku masing-masing anggota staf (Currie,
et al, 2011). Menurut Trinkoff et al (2007) bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi keselamatan perawat seperti risiko yang berhubungan dengan jam
kerja berupa tidur, ngantuk, kinerja dan keselamatan, gangguan sosial dan
keluarga, efek jangka panjang dari terpapar dengan pasien yang rentan dan risiko
yang berhubungan dengan jam kerja yang panjang yang akan banyak
menimbulkaan efek bagi keselamatan perawat.

Keselamatan juga ditentukan dari misi rumah sakit untuk membudayakan


keselamatan perawat dengan cara memberikan pelatihan keselamatan dalam
melakukan pelayanan dalam hal ini memberikan pelatihan keselamatan dalam
menyuntik di rumah sakit (Omorogbe, Omuemu, & Isara, 2011). Manajemen
pelayanan rumah sakit harus dapat mengurangi dan mengendalikan bahaya, risiko,
kecelakaan, cidera, serta meningkatkan kondisi yang aman atau safety (JCI,
2011).

Konsensus dari International Health Worker Safety Center ( 2010) menyatakan


bahwa meningkatkan keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologikk
terutama risiko cedera benda tajam berupa upaya peningkatan keselamatan berupa
pengaturan benda tajam, pengendalian dan mengurangi risiko terpajan di

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


16

lingkungan non rumah sakit, mengikutsertakan petugas kesehatan dalam


melakukan seleksi perangkat yang aman dan mengadakan pendidikan atau
pelatihan terkait.

Keselamatan perawat juga dapat disebabkan oleh hubungan sosial budaya dengan
etika perawat. Praktik keselamatan yang dilakukan perawat signifikan dengan
sosial budaya dan etika yang merupakan komponen dari keselamatan praktik
keperawatan (Woods, 2006). Keselamatan perawat harus dibudayakan supaya
dijadikan kebiasaan dalam mengubah perilaku. Budaya keselamatan merupakan
sistem yang melibatkan tindakan individu dan organisasi. Anggota organisasi
terutama perawat harus menunjukan komunikasi yang baik untuk memperbaiki
budaya keselamatan (Groves, Meisenbach & Scott-Cawiezell, 2011). Selain
komunikasi ternyata penelitian lain menyebutkan bahwa perawat manajer lebih
baik budaya keselamatan dibandingkan staf perawat sementara perawat yang
bekerja di rumah sakit pemerintah kurang mengutamakan budaya keselamatan
dibandingkan dengan perawat yang bekerja di organisasi non profit (Wagner,
Capezuti & Rice, 2009).

Penting bagi manajer untuk mengetahui emosional organisasinya untuk mengatur


sistem keselamatan perawat yang profesional. Mengenali emosi dan kepentingan
emosional seseorang dan organisasi yang di pimpin oleh manajer yang memiliki
kecerdasan emosional akan memberikan kontribusi dalam meningkatkan
keselamatan perawat dan pasien dalam mengurangi bahaya di tempat kerja
(Smith, Pearson & Ross, 2009). Keselamatan perawat dapat disebabkan oleh
faktor komunikasi. Sedangkan supervisi klinis yang dilakukan dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi sebuah tim (Bryant & Liz, 2010). Dapat
dipahami bahwa antara keselamatan dan supervisi klinis mempunyai hubungan
timbal balik.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


17

2.2.1. Bahaya Agen Biologik

Bahaya pada perawat dapat berupa agen biologik. Bahaya agen biologikk adalah
mikroorganisme yang dapat menulari manusia melalui perantara darah dan cairan
tubuh, udara, dan secara droplet (Siegel et al, 2007).

2.2.1.1. Penularan Secara Kontak

Penularan secara kontak dapat melalui sentuhan atau melalui kontak darah dan
cairan tubuh. Kontak dapat melalui langsung atau tidak langsung (NHMRC,
2010):
a. Transmisi langsung terjadi ketika agen infeksi ditransfer dari satu orang ke
orang lain, misalnya, darah pasien memasuki tubuh yang tidak dilindungi dan
melalui kulit terbuka.
b. Transmisi tidak langsung terjadi ketika perpindahan agen menular melalui
objek yang terkontaminasi oleh perantara tangan atau orang, tangan petugas
kesehatan yang menularkan agen infeksi setelah menyentuh tubuh yang
terinfeksi pada pasien dan tidak melakukan kebersihan tangan sebelum
menyentuh pasien lain.

Tangan petugas kesehatan yang terkontaminasi terbukti menjadi kontributor


penting untuk transmisi kontak langsung. Transmisi kontak secara tidak langsung
meliputi (NMHRC, 2010):
a. Pakaian menjadi terkontaminasi setelah merawat pasien dengan
mikroorganisme atau terinfeksi agen menular, yang kemudian dapat ditularkan
ke pasien berikutnya (Perry et al, 2001; Zachary et al, 2001).
b. Peralatan pasien yang terkontaminasi dipakai pada pasien lain tanpa
dibersihkan dan disinfeksi (Siegel et al, 2007).
c. Permukaan lingkungan yang tercemar.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


18

2.2.1.2. Tertular melalui Droplet

Penularan infeksi dapat terjadi dengan transmisi melalui droplet membawa


patogen infeksius. Penularan infeksi terjadi melalui saluran pernapasan dari
individu yang dapat menular pada permukaan mukosa saluran pernafasan
penerima yang rentan. Droplet dapat berasal dari orang yang terinfeksi yang
sedang batuk, bersin, berbicara atau selama prosedur seperti penyedotan, intubasi
endotrakeal, induksi batuk dengan fisioterapi dada, dan resusitasi jantung paru
(Siegel et al, 2007). Distribusi gelembung dibatasi oleh gaya gravitasi dan
pencegahannya setidaknya 1 meter. Droplet juga dapat ditularkan secara tidak
langsung pada permukaan mukosa misalnya melalui tangan (NHMRC, 2010).

2.2.1.3. Penularan melalui melalui Udara

Penularan melalui udara terjadi dengan penyebaran droplet atau partikel kecil
dalam berbagai ukuran terhirup yang mengandung agen infeksi, tetap infeksius
dalam beberapa waktu dan jarak tertentu. Mikroorganisme dapat tersebar dalam
jarak jauh oleh arus udara dan dapat terhirup oleh individu yang rentan yang
kontak melalui wajah ke wajah dengan individu menular atau berada di ruangan
yang sama ( Siegel et al, 2007).

Bentuk agen infeksi yang ditularkan melalui rute udara termasuk campak
(rubeola) virus, cacar air (varicella) virus, dan Mycobacterium tuberculosis
(NHMRC, 2010). Perlindungan dari penularan Mycobacterium tuberculosis dapat
dilakukan dengan cara mengisolasi yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis
atau Mycobacterium tuberculosis aktif, menggunakan alat pelindung diri termasuk
masker bedah dapat membatasi paparan. Perlengkapan perlindungan diri tidak
efektif terhadap udara patogen karena masker tidak ada segel kedap udara ke
wajah pemakainya (Siegel et al, 2007).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


19

2.2.1.4. Terpapar Melalui Darah dan Cairan Tubuh

Infeksi dapat menular melalui darah, seperti Hepatitis B, Hepatitis C, dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui
darah (Fowler, 2004). Modus utama penularan Hepatitis B dan HIV dapat
langsung inokulasi melalui kulit, kontak dengan luka terbuka, kontak dengan kulit
yang tidak utuh (pecah-pecah, terabrasi), ujung jarum dan pemotongan dengan
instrumen tajam, paparan membran mukosa (mata dan mulut) dengan darah atau
cairan tubuh yang mengandung kuman patogen (HEROES, 2003). Risiko biologik
atau yang menular akibat terluka jarum suntik dapat bervariasi.

Inokulasi paling sering terjadi sebagai akibat dari suntikan dengan jarum yang
terkontaminasi atau luka karena instrumen tajam yang terkontaminasi. Penetrasi
kulit atau kontak selaput lendir dengan mikroorganisme biasanya merupakan hasil
dari sanitasi yang buruk dan tidak memakai alat pelindung. Terpapar pada lapisan
subkutan juga dapat terjadi melalui abrasi, luka, atau area lain dari kulit yang
tidak utuh (Siegel et al, 2007).

2.2.2. Pencegahan dan Penanganan Bahaya Agen Biologikk

Pencegahan dan penanganan terhadap bahaya agen biologikk dapat berupa


pencegahan dan pengontrolan infeksi oleh perawat, penerapan kewaspadaan
standar dan mencegah penularan melalui cara penularannya.

2.2.2.1. Pencegahan dan Pengontrolan Infeksi

Mikroorganisme merupakan agen yang dapat menulari dan menyebabkan infeksi


misalnya beberapa mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur, parasit, dan
dapat menginfeksi tergantung pada kerentanan host (Siegel et al, 2007):
a. Kolonisasi, agen infeksi mereplikasi pada atau dalam tubuh, tanpa
menghasilkan respons imun atau penyakit.
b. Infeksi, invasi agen infeksi ke dalam tubuh dengan respon imun,
dengan atau tanpa gejala penyakit.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


20

Penularan agen infeksius membutuhkan unsur-unsur berikut (Depkes, 2011):


a. Sumber atau reservoir agen infeksius
b. Cara penularan
c. Host yang rentan

Agen infeksius ditularkan selama perawatan terutama berasal dari sumber daya
manusia, termasuk pasien, perawat dan pengunjung. Agen infeksius pada orang
yang sakit, mungkin tidak memiliki gejala tetapi berada dalam masa inkubasi
penyakit, pembawa sementara tanpa gejala. Sumber lain dari penularan termasuk:
a. Flora endogen pasien (misalnya bakteri yang berada pada saluran
pernapasan atau pencernaan).
b. Lingkungan, seperti udara, air, obat-obatan atau peralatan medis dan
perangkat yang telah terkontaminasi.

Perawat memiliki risiko infeksi tergantung pada patogen yang ada, status
kekebalan dari perawat, keparahan luka oleh jarum, dan ketersediaan dan
penggunaan yang tepat pasca pajanan profilaksis (NIOSH, 2001). Faktor-faktor
penting yang mempengaruhi setelah terpapar dengan darah dan cairan tubuh yaitu
(NHMRC, 2010):
a. Status kekebalan di saat paparan.
b. Usia (neonatus dan usia lanjut lebih rentan).
c. Status kesehatan (ketika pasien memiliki penyakit yang mendasari lain
seperti diabetes atau perokok).
d. Virulensi dari agen.
e. Faktor lain yang meningkatkan risiko penularan infeksi (misalnya menjalani
operasi, pemasangan kateter, IV line atau berada di rumah sakit untuk jangka
panjang).
f. Kerentanan host, sumber agen infeksi, bentuk penularan.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


21

Host yang rentan yang paling umum adalah pasien dan petugas kesehatan
disebabkan (NHMRC, 2010):
a. Pasien dapat terkena agen infeksi dari diri mereka sendiri (infeksi endogen),
dari orang lain, instrumen, peralatan, dan lingkungan (infeksi eksogen).
Tingkat risiko berkaitan status kesehatan, jenis prosedur dilakukan dan
kerentanan pasien.
b. Petugas kesehatan mungkin terpapar agen infeksi dari pasien yang terinfeksi,
instrumen dan peralatan, atau lingkungan

Tingkat risiko perawat untuk jenis kontak klinis dengan pasien untuk berpotensi
terinfeksi, instrumen, lingkungan, dan status kesehatan perawat (misalnya
diimunisasi). Modus utama penularan agen infeksi yang termasuk ditularkan
melalui darah dan droplet serta melalui udara. Cara penularan berbeda-beda
berdasarkan jenis organisme. Pada beberapa kasus organisme yang sama dapat
ditularkan oleh lebih dari satu rute misalnya norovirus, influenza dan respiratory
syncytial virus dapat ditularkan melalui kontak dan rute droplet.

Panduan pemutusan rantai infeksi untuk setiap mata rantai infeksi dapat dilakukan
dengan memutus rantai infeksi berupa tindakan sebagai berikut (Kozier, 2002):
a. Agen etiologi (mikroorganisme), tindakannya memastikan peralatan yang
akan digunakan telah disterilkan dan didisinfeksi sebelumnya digunakan, tidak
bersentuhan langsung badan dengan dinding. Rasional untuk tindakan ini
untuk mengurangi dan mengeluarkan mikroorganisme yang dapat menempel
pada tubuh dan pakaian petugas.
b. Tempat tinggal organisme, tindakan yang dilakukan berupa mengganti balutan
luka jika kotor atau basah untuk menghambat pertumbuhan kuman lebih
cepat, memberikan kebersihan kulit, kebersihan mulut pasien dengan tepat
untuk mengurangi risiko infeksi mikroorganisme yang berkembang,
Membuang sisa tubuh (feses dan urin) pada tempat yang tepat untuk
mengurangi penyebaran mikroorganisme misalnya pada pasien yang
asimpomatik Hepatitis B, manajemen linen pasien yang tepat terutama yang

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


22

lembab supaya mikroorganisme tidak bercampur dengan yang lain,


memastikan semua tempat penampung cairan tubuh dan darah infeksius
tertutup supaya tidak mengkontaminasi lingkungan dan udara, mengosongkan
tempat penampungan suction sebelum penuh dan setiap pertukaran shift untuk
supaya tidak menularkan pada orang lain dan tumpah yang dapat menulari.
c. Cara Penularan, tindakan yang dapat dilakukan antara lain: menerapkan
Kebersihan tangan untuk semua tindakan sebelum dan sesudah untuk
mencegah dan mengendalikan infeksi, membagi benda infeksi dengan non
infeksi supaya penyebaran mikroorganisme terkendali, memegang erat pispot
dan urine bag supaya tidak tumpah karena dapat menyebarkan
mikroorganisme, menerapkan tindakan pencegahan standar untuk semua
kegiatan keperawatan, menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan,
masker, kaca mata, gaun isolasi, sepatu tertutup, penutup wajah untuk
menghindari terpapar droplet, melaui udara dan darah atau cairan tubuh lainya
yang berpotensi menularkan.
d. Jalan keluar dari reservoir, tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat yaitu:
menghindari dan mengurangi berbicara, batuk bersin pada luka yang terbuka
serta menggunakan etiket batuk dan bersin atau pernafasan hygiene untuk
mengendalikan mikroorganisme yang dapat keluar dari saluran pernafasan.
e. Tempat masuk kedalam penjamu; menggunakan teknik steril untuk prosedur
invasif untuk meniadakan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan
membuang jarum dan benda tajam pada tempat yang telah disediakan yaitu
berupa tempat yang tahan bocor serta dibuang saat belum terlalu penuh untuk
menghindari tumpak dan tertusuk benda tajam untuk mencegah penularan
memalui benda tajam.
f. Penjamu yang rentan, memberikan perawatan diri yang sesuai pada pasien
untuk meniadakan mikroorganisme yang berkembang, mempertahankan
keuntuhan kulit pasien selama perawatan untuk melindungi tubuh dari
penetrasi mikroorganisme serta memastikan pasien dengan pemberian obat
yang benar untuk mencegah resistensi terhadap mikroorganisme.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


23

Strategi untuk mencegah dan mengendalikan infeksi (Depkes RI, 2011):

a. Meningkatkan daya tahan penjamu, dengan pemberian imunisasi aktif (contoh


Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (immunoglobulin).
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dilakukan dengan proses fisik dan kimiawi.
Fisik dengan cara pemanasan (pasteurisasi dan sterilisasi). Metode kimiawi
dengan klorinasi air dan desinfeksi.
c. Memutus rantai infeksi, merupakan cara yang paling mudah tetapi tergantung
kepada ketaatan petugas dalam melaksnakan prosedur yang telah ditetapkan.
d. Tindakan pencegahan pasca pajanan terhadap petugas kesehatan. Hal ini
terutama berkaitan dengan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan
cairan tubuh lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah Hepatitis
B, Hepatitis C dan HIV.

2.2.2.2. Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan standar yang diterapkan untuk mencegah dan mengendalikan


infeksi yaitu berupa, kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri,
penanganan dan pembuangan benda tajam, Pengelolaan lingkungan fisik secara
rutin, pengolahan ulang peralatan dan instrument yang dapat digunakan kembali,
kebersihan pernafasan dan etiket batuk, teknik aseptik, manajemen sampah,
penangan linen (CDC, 2008; NIOSH, 2011; NMHRC, 2010, Siegel et al, 2007;
OSHA, 2001 ; WHO, 2007).

a. Kebersihan Tangan (Hand Higyene)

Kebersihan tangan merupakan hal yang penting untuk mengurangi penularan agen
infeksius selama perawatan, kebersihan tangan merupakan elemen penting dari
standar precaution. Kebersihan tangan meliputi mencuci tangan dengan sabun
atau tanpa sabun (yang mengandung antiseptik dan air), dan penggunaan alkohol
yang tidak memerlukan penggunaan air. Alkohol untuk desinfeksi tangan lebih
baik daripada sabun antimikroba dan air karena aktivitas yang lebih baik yang
dapat mengurangi pengeringan kulit, dan kenyamanan (Siegel et al, 2007).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


24

Penularan selama perawatan pasien yang mengandung agen patogen melalui


tangan perawat membutuhkan lima langkah berurutan: 1) organisme yang ada
pada kulit pasien; 2) organisme harus dipindahkan ke tangan petugas kesehatan;
3) organisme mampu bertahan beberapa menit di tangan perawat; 4) mencuci
tangan tangan dengan antisepsis oleh perawat harus memadai, atau bahan yang
digunakan untuk kebersihan tangan tidak memadai, dan 5) tangan terkontaminasi
atau tangan perawat kontak langsung dengan pasien (WHO, 2009).

Grayson (2009) manfaat untuk mengidentifikasi 5 waktu penting dalam


kebersihan tangan yaitu:
1) Melindungi pasien terhadap memperoleh agen infeksi dari perawat.
2) Membantu melindungi pasien dari agen infeksi memasuki tubuh selama
prosedur.
3) Melindungi petugas kesehatan dan lingkungan kesehatan dari pasien
memperoleh agen menular.

Pemilihan bahan untuk kebersihan tangan yaitu (NMHRC, 2010):


1) Pilihan produk untuk kebersihan tangan dalam kesehatan, gunakan
pembersih tangan yang mengandung alkohol antara setara 60-80% v/v
etanol.
2) Pilihan produk kebersihan tangan untuk tangan yang terlihat kotor dilakukan
dengan menggunakan air dan sabun.
3) Kebersihan tangan harus dilakukan dengan menggunakan sabun dan air
ketika dicugai adanya Clostridium dan memakai sarung tangan. Setelah
mencuci, tangan harus dikeringkan secara menyeluruh dengan handuk sekali
pakai.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


25

Faktor kunci kebersihan tangan yang efektif dan mempertahankan integritas kulit
termasuk (Boyce & Pittet, 2002):
1) Durasi tindakan kebersihan tangan
2) Paparan pada semua permukaan tangan dan pergelangan tangan (Widmer
& Dangel 2004)
3) Penggunaan alat gosok untuk menciptakan gesekan
4) Memastikan bahwa tangan benar-benar kering.

Pendapat ahli menyimpulkan bahwa (Pratt et al, 2001; Boyce & Pittet 2002,
Grayson et al, 2009):
1) Kerusakan kulit terjadi ketika menggunakan sabun, sering menggunakan
alkohol pada tangan dengan menggosok sebelum atau setelah melakukan
kebersihan tangan dengan sabun.
2) Sering menggunakan bahan kebersihan tangan dapat menyebabkan
kerusakan pada kulit dan mengubah flora normal pada tangan.
3) Eksoriasi berhubungan dengan kolonisasi agen yang berpotensi menular.
4) Efek iritan dan pengeringan tangan merupakan salah satu alasan mengapa
perawat tidak berhasil mematuhi pedoman kebersihan tangan.
5) Penggunaan pelembab tangan yang tepat merupakan faktor penting dalam
mempertahankan integritas kulit, mendorong kepatuhan terhadap praktik
kebersihan tangan dan menjamin kesehatan dan keselamatan perawat.

b. Alat Perlindungan Diri (APD)


1) Sarung Tangan
Sarung tangan untuk pencegahan dari kontak langsung dengan agen infeksius.
Sarung tangan dapat melindungi pasien dan perawat dari paparan terhadap agen
infeksi pada tangan (Duckro et al, 2005). Sarung tangan untuk mencegah
kontaminasi tangan saat kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh, selaput
lendir, kulit terbuka dan bahan yang berpotensi menular lainnya, kontak langsung
dengan pasien yang dapat terinfeksi dengan patogen saat tindakan keperawatan
berpotensi mengkontaminasi peralatan perawatan pasien. Sarung tangan akan

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


26

melindungi perawat dari penularan patogen melalui darah (misalnya, HIV, HBV,
HCV) setelah jarum suntik menembus sarung tangan belum ditentukan (Siegel et
al, 2007).

Bagian dari tindakan pencegahan standar digunakan untuk mencegah kontaminasi


tangan petugas kesehatan pada saat (Siegel et al, 2007):
a) Mengantisipasi kontak langsung dengan darah atau cairan, selaput lendir,
kulit tidak utuh dan bahan yang berpotensi menular lainnya.
b) Penanganan peralatan yang berpotensi terkontaminasi oleh pasien dan
lingkungan (Boyce & Pittet 2002; Bhalla et al, 2004; Duckro et al, 2005).

2) Gaun dan Apron

Pakaian pelindung (apron atau gaun) dipakai oleh semua tenaga kesehatan ketika
(Garner 1996, Pratt et al, 2001; Clark et al, 2002; Pratt et al, 2007):
a) Kontak dekat dengan pasien, peralatan dapat menyebabkan kontaminasi kulit,
seragam dan pakaian lainnya dengan agen infeksius.
b) Ada risiko kontaminasi dengan darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi
(kecuali keringat).

Jenis apron atau gaun yang dibutuhkan tergantung pada tingkat risiko, termasuk
tingkat kontak dengan bahan infeksius, dcarah dan cairan tubuh yang berpotensi
menembus ke pakaian atau kulit. Gaun yang digunakan untuk melindungi tubuh
terkena mencegah kontaminasi pakaian dari darah, cairan tubuh, dan material
yang berpotensi menular lainnya (Boyce et al, 1994; Boyce et al, 1995; Kohn et
al, 2004). Pertimbangan dalam memilih jenis gaun (misalnya panjang atau lengan
pendek) yang sesuai untuk kegiatan sebagai berikut:
a) Volume cairan tubuh yang mungkin ditangani.
b) Tingkat dan jenis paparan cairan tuhuh.
c) Jenis dan rute penularan agen infeksius.

Gaun isolasi selalu dipakai dengan kombinasi dengan sarung tangan, dengan alat
pelindung diri lainnya jika diperlukan. Gaun biasanya merupakan bagian utama

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


27

dari alat pelindung diri yang akan digunakan. Gaun digunakan dari lengan dan
leher sampai pada paha untuk mengindari terkena zat infeksius (Siegel et al,
2007).

3) Masker

Masker yang digunakan dengan tujuan: 1) Digunakan untuk melindungi dari


kontak dengan bahan infeksius dari pasien misalnya, sekresi pernapasan dan
semprotan dari darah atau cairan tubuh, konsisten dengan Standart Percaution
dan Droplet Precaution, 2) Digunakan ketika berhubungan dengan prosedur yang
membutuhkan teknik steril untuk melindungi pasien dari paparan agen infeksi
yang dibawa dalam mulut perawat atau hidung, dan 3) Digunakan pada pasien
batuk untuk membatasi penyebaran potensi sekresi pernapasan infeksius dari
pasien kepada orang lain (misalnya, pernapasan hygiene / etiket batuk).

Masker dapat digunakan dengan kombinasi kacamata untuk melindungi mulut,


hidung dan mata, atau pelindung wajah dapat digunakan sebagai pengganti
masker dan kaca mata.

4) Kaca Mata

NIOSH (2010) menyatakan bahwa pelindung mata harus nyaman, dapat melihat
dengan mudah, dan harus disesuaikan dengan pengguna supaya mendapatkan
kenyamanan. Penyediaan berbagai jenis, bentuk, dan ukuran peralatan pelindung
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Kacamata lapisan anti-kabut
secara tidak langsung dapat memberikan perlindungan mata yang digunakan
untuk cipratan, semprotan, dan droplet dari berbagai sudut. Kaca mata yang
efektif sebagai pelindung mata apabila tidak memberikan percikan atau semprot
perlindungan ke bagian lain dari wajah. Kegunaan kacamata selain masker,
dalam mencegah paparan agen infeksi ditularkan melalui droplet pernapasan
(NIOSH, 2011).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


28

Selaput lendir mulut, hidung dan mata merupakan portal masuk untuk agen
infeksius, seperti integritas kulit terganggu (misalnya oleh jerawat, dermatitis).
Wajah dan pelindung mata mengurangi risiko terpapar dari percikan atau
semprotan darah dan cairan tubuh. Prosedur yang menghasilkan semburan atau
percikan darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi memerlukan pelindung wajah
atau masker dikenakan dengan pelindung kacamata (NMHRC, 2010).

5) Pelindung Wajah (Face Shield)

Pelindung wajah dapat digunakan selain masker bedah, sebagai alternatif


pelindung. Pelindung wajah dapat memberikan perlindungan ke bagian lain dari
wajah serta mata. Pelindung wajah membentang dari dagu memberikan
perlindungan mata dari percikan dan semprotan, pelindung wajah yang dapat
mengurangi cipratan cairan tubuh (NHMRS, 2010)

6) Sepatu
Sepatu yang cocok untuk sebaiknya dirancang untuk meminimalkan risiko cedera
akibat jatuh benda tajam dan sebaiknya digunakan yang tertutup dan anti slip
untuk mengurangi kecelakaan.Memilih peralatan pelindung diri harus tepat. Alat
pelindung diri harus sesuai untuk tugas yang dilakukan. Tingkat dan jenis
perlindungan harus sesuai dengan paparan. Alat pelindung diri harus dapat
diakses dengan mudah dan tersedia dalam sesuai ukuran (NHMRC, 2010).

Sarung tangan sekali pakai tidak dapat dicuci atau didekontaminasi untuk
digunakan kembali. Sarung tangan harus diganti bila menunjukkan tanda-tanda
retak, mengelupas, robek, menusuk, atau memburuk. Sarung tangan non karet,
sarung tangan liners, sarung tangan powderless atau alternatif yang serupa harus
diberikan jika alergi terhadap sarung tangan (NHMRC, 2010)

Gunakan sarung tangan (1) ketika memiliki luka, goresan atau lecet lainnya di
kulit, (2) melakukan tindakan, atau (3) ketika diyakini bahwa kontaminasi pada
tangan mungkin terjadi. Cipratan, semprotan, tetesan darah atau menimbulkan
bahaya bagi mata, hidung atau mulut, maka masker dapat digunakan dengan

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


29

kacamata atau pelindung wajah. Perlindungan terhadap paparan pada tubuh


dengan menggunakan pakaian pelindung, seperti gaun, celemek, jas lab, dan
pakaian yang sama. Topi bedah atau kerudung, dan sepatu tertutup atau sepatu
yang diperlukan ketika kontaminasi, seperti selama operasi ortopedi atau autopsi
(Siegel et al, 2007).

Alat pelindung diri harus dilepaskan saat meninggalkan area pekerjaan. Jika
pakaian ditembus oleh darah atau cairan tubuh infeksius, harus segera dilepaskan.
Alat pelindung diri harus ditempatkan tempat yang telah disediakan atau wadah
untuk penyimpanan, mencuci dekontaminasi atau dibuang saja. Mencuci tangan
dengan segera setelah melepas sarung tangan atau setelah perlengkapan
perlindungan pribadi (NHMRC, 2010).

c. Penanganan dan Pembuangan Benda Tajam

Penanganan dan pembuangan benda tajam harus mengikuti aturan yang tepat.
Penggunaan perangkat tajam memberikan risiko pada petugas kesehatan terhadap
risiko cedera dan paparan yang ditularkan melalui darah agen menular (CDC
2001; Do et al, 2003). Cedera yang paling sering terjadi (CDC, 2008) yaitu:
selama penggunaan perangkat tajam pada pasien (41%); setelah digunakan dan
sebelum pembuangan perangkat tajam (40%), dan selama atau setelah
pembuangan sesuai atau tidak pantas perangkat tajam (15%).

Petugas kesehatan harus menyikapi dengan tindakan untuk mencegah luka yang
disebabkan oleh jarum, pisau bedah dan instrumen tajam: selama prosedur, ketika
membersihkan instrumen yang digunakan; pembuangan jarum suntik bekas, dan
menangani alat tajam setelah prosedur (NHMRC, 2010)

d. Proteksi untuk Pernafasan (Etiket Batuk)

Perlindungan pernapasan yang dibutuhkan dengan menggunakan respirator


dengan filtrasi tinggi untuk mencegah menghirup partikel menular. Respirator
partikulat digunakan untuk memberikan perawatan kepada pasien dengan

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


30

Mycobacterium tuberculosis digunakan kembali oleh perawat yang sama.


Penyediakan respirator tidak rusak atau kotor, cocok tidak terganggu oleh
perubahan bentuk, dan respirator belum terkontaminasi dengan darah atau cairan
tubuh (Siegel et al, 2007).

Siapapun dengan tanda-tanda dan gejala infeksi pernapasan, terlepas dari


penyebabnya, harus mengikuti atau diinstruksikan kebersihan pernapasan dan
etika batuk sebagai berikut (NHMRC, 2010):
1) Tutup hidung atau mulut dengan masker sekali pakai saat batuk, bersin,
membersihkan.
2) Memakai masker.
3) Membuang masker dalam wadah sampah terdekat setelah digunakan.
4) Jika tidak ada masker yang tersedia, batuk atau bersin dihadapkan ke siku
bagian dalam pada tangan.
5) Praktik kebersihan tangan setelah kontak dengan sekret pernapasan dan
benda-benda/ bahan yang terkontaminasi.
6) Jauhkan tangan yang terkontaminasi dari selaput lendir mata dan hidung

e. Teknik Aseptik

Teknik aseptik melindungi pasien selama prosedur klinis invasif dengan


menggunakan langkah-langkah pengendalian infeksi yang meminimalkan,
penularan (NHMRC, 2010).

f. Manajemen Sampah

Fasilitas kesehatan juga harus mengacu menangani limbah (Siegel et al, 2009):
1) Menerapkan tindakan pencegahan standar untuk melindungi terhadap
paparan darah dan cairan tubuh selama penanganan limbah, mencuci tangan
setelah prosedur
2) Limbah diletakan dalam wadah yang sesuai (diidentifikasi dengan warna dan
label) dan dibuang sesuai dengan rencana fasilitas pengelolaan limbah

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


31

3) Petugas kesehatan harus dilatih dalam prosedur yang benar untuk


penanganan limbah.

g. Penanganan Linen

Fasilitas kesehatan harus memberikan aturan dari transportasi, pengumpulan dan


penyimpanan linen. Semua linen yang digunakan harus ditangani dengan hati-hati
untuk menghindari penyebaran mikroorganisme ke dalam lingkungan dan untuk
menghindari kontak dengan staf. Prinsip-prinsip berikut berlaku untuk linen
digunakan untuk semua pasien (NHMRC, 2010):
a) Alat pelindung diri yang sesuai dikenakan selama penanganan linen kotor
untuk mencegah kulit dan selaput lendir dari paparan darah dan cairan tubuh.
b) Linen yang digunakan 'dikantongi' pada lokasi penggunaan menjadi
c) Kain yang digunakan tidak harus dibilas atau diurutkan di tempat perawatan
pasien atau
d) Linen kotor dengan cairan tubuh harus ditempatkan dalam tempat yang tidak
bocor untuk transportasi yang aman
e) Kebersihan tangan dilakukan setelah penanganan linen.
Linen bersih harus disimpan di tempat kering yang bersih yang mencegah
kontaminasi oleh aerosol, debu, kelembaban dan hama dan terpisah dari kain yang
digunakan. Mesin cuci hanya harus digunakan untuk barang-barang pribadi
pasien. Mencuci harus melibatkan penggunaan deterjen dan air panas. Jika air
panas tidak tersedia, hanya untuk satu pasien dapat dicuci pada satu waktu.
Pakaian pengering harus digunakan untuk pengeringan.

2.2.2.3. Pencegahan Melalui Cara Penularan


a. Penularan Secara Kontak
Kebersihan tangan dan alat pelindung diri untuk mencegah penularan kontak.
bekerja dengan pasien yang memerlukan tindakan pencegahan kontak (NHMRC,
2010):
1) Membersihkan tangan.
2) Memakai sarung tangan dan gaun saat masuk ke area perawatan pasien.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


32

3) Memastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan yang berpotensi
mengkontaminasi lingkungan.
4) Melepaskan gaun dan sarung tangan serta membersihkan tangan sebelum
meninggalkan perawatan pasien.

Keselamatan kerja dengan melakukan pencegahan dan menghindari tertusuk


benda tajam dan terpapar luka dari darah yang mengandung agen infeksi.
Pencegahan cedera benda tajam selalu menjadi elemen penting standard
precaution, termasuk langkah-langkah untuk menangani jarum dan perangkat
tajam lainnya dengan cara yang akan mencegah cedera pada pengguna dan orang
lain selama atau setelah prosedur ( Siegel et al, 2007).

Pencegahan kontak dengan membran mukosa, paparan dengan selaput lendir


mata, hidung dan mulut dengan darah dan cairan tubuh dihubungkan dengan
transmisi virus melalui darah dan agen menular lainnya, pencegahan untuk
perawat yang terpapar melalui selaput lendir selalu menjadi elemen penting dalam
keselamatan perawat. Praktik kerja yang aman, selain memakai alat pelindung
diri, digunakan untuk melindungi selaput lendir dan kulit yang tidak utuh dari
kontak dengan bahan yang berpotensi menular dengan cara selalu memakai
sarung tangan dan sarung tangan yang terkontaminasi tanpa menyentuh mulut,
hidung, mata, atau wajah, dan pasien (Siegel et al, 2007).

Penanganan peralatan yang dapat menulari secara kontak dengan tepat dan sesuai.
Peralatan medis dan instrument harus dibersihkan dan dipelihara sesuai dengan
instruksi untuk mencegah penularan agen infeksi dari pasien ke pasien
Pembersihan untuk menghilangkan bahan organik harus selalu mendahului
disinfeksi tingkat tinggi dan sterilisasi instrumen dan perangkat (NHMRC, 2010)

Menerapkan penggunaan kewaspadaan untuk darah yang terinfeksi (NIOSH,


2011):
1) Mengidentifikasi dan menggunakan alat pencegaha berupa wadah
pembuangan benda tajam, selfsheathing jarum, dan alat kesehatan yang lebih
aman.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


33

2) Mengidentifikasi dan memastikan penggunaan kontrol praktik kerja. Praktik


yang mengurangi kemungkinan paparan dengan mengubah cara kerja yang
biasa dilakukan, seperti praktik yang sesuai untuk menangani dan membuang
terkontaminasi benda tajam, penanganan spesimen, pengelolaan cucian, dan
membersihkan bagian terluar yang terkontaminasi.
3) Menyediakan alat pelindung diri, seperti sarung tangan, gaun, pelindung
mata, dan masker.
4) Memberikan vaksinasi hepatitis B untuk semua perawat yang berisiko.
5) Menyediakan evaluasi pasca paparan dan tindak lanjut untuk setiap perawat
yang terpapar yang mengalami insiden.
6) Gunakan label dan tanda-tanda bahaya untuk berkomunikasi.
7) Memberikan informasi dan pelatihan bagi pekerja.
8) Menjaga kesehatan dan pelatihan.

Melindungi diri ketika penanganan terkontaminasi dengan benda tajam harus


dengan langkah sesuai (NIOSH, 2011):
1) Tempat Pembuangan
benda tajam yang terkontaminasi dibuang dalam wadah pembuangan benda tajam
sesegera mungkin setelah digunakan. Wadah pembuangan benda tajam harus
mudah diakses dan terletak sedekat mungkin ke daerah di mana benda tajam
akan digunakan. Dapat ditempatkan pada tempat sampah untuk mencegah
jangkauan dari pasien, seperti pasien psikiatri atau anak-anak. Wadah ini juga
harus tersedia dimanapun benda tajam dapat ditemukan, seperti di binatu. Benda
tajam yang terkontaminasi tidak boleh dipotong atau rusak. Recapping,
membungkuk, atau melepaskan jarum diperbolehkan jika tidak ada alternatif lain
atau tindakan tersebut diperlukan untuk prosedur medis yang spesifik. Jika
recapping, membungkuk, atau melepaskan jarum jika diperlukan, harus
memastikan bahwa menggunakan perangkat mekanik dan teknik satu tangan.

Teknik menutup jarum suntik yang sesuai dengan cara menutup dengan satu
tangan. Teknik satu tangan menggunakan jarum sendiri untuk mengambil tutup,

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


34

dan kemudian tutup didorong keras terhadap permukaan untuk memastikan cocok
dan pas ketat ke perangkat. Tutup dapat didilakukan dengan penjepit atau forsep
dan ditempatkan di atas jarum. Kaca yag terkontaminasi tidak boleh dipegang
tangan, tetapi harus dibersihkan menggunakan cara mekanis seperti penjepit dan
forsep.

2) Kontainer Benda Tajam


Wadah untuk benda tajam yang terkontaminasi harus tahan tusukan. Sisi dan
bagian bawah harus tahan bocor. Berlabel tepat atau kode warna merah untuk
memperingatkan semua orang bahwa isinya berbahaya. Wadah untuk sekali pakai
benda tajam harus dapat tertutup sendiri (yaitu, memiliki tutup, flap pintu, atau
cara lain untuk menutup wadah), dan harus tetap tegak untuk menjaga benda
tajam yang menmiliki cairan supaya tidak tumpah. Wadah harus diganti secara
rutin dan tidak terlalu penuh, yang dapat meningkatkan risiko needlesticks atau
luka. Tempat pembuangan benda tajam yang dapat digunakan kembali tidak boleh
dibuka, dikosongkan atau dibersihkan secara manual. Penanganan kontainer
sebelum wadah pembuangan benda tajam yang dibuangi harus ditutup untuk
mencegah menumpahkan isinya. Jika ada kebocoran dari wadah pembuangan,
ditempatkan dalam wadah sekunder yang dapat menutup sendiri, berlabel
pembuangan kontainer atau warna-kode merah, dan untuk menampung semua isi
dan mencegah kebocoran selama penanganan, transportasi penyimpanan, atau
pengiriman (OSHA, 2011).

b. Penularan secara Droplet

Pelaksanaan pencegahan droplet selain tindakan pencegahan standar, menerapkan


tindakan pencegahan droplet untuk pasien yang diketahui atau diduga terinfeksi
melaui droplet pernapasan yang dihasilkan oleh pasien saat batuk, bersin atau
berbicara. Aspek utama dari menerapkan tindakan pencegahan droplet
berhubungan dengan: pencegahan standar, Penggunaan alat pelindung diri yang
sesuai, khusus penanganan peralatan, penempatan pasien, meminimalkan

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


35

pemindahan pasien atau transportasi. Tempat pasien yang memerlukan tindakan


pencegahan droplet di kamar tunggal-pasien (NHMRC, 2010).

c. Penularan melalui Udara

Pelaksanaan tindakan pencegahan udara selain tindakan pencegahan standar,


menerapkan tindakan pencegahan udara untuk pasien yang diketahui atau
dicurigai terinfeksi dengan agen infeksi ditularkan orang-ke-orang melalui rute
udara. Mengenakan respirator P2 benar dipasang saat memasuki area perawatan
pasien saat udara yang menular agen infeksi diketahui atau diduga pada pasien
tersebut. Penempatan pasien yang tepat untuk pencegahan melalui udara. Pasien
pada tindakan pencegahan udara harus ditempatkan dalam ruang tekanan negatif
atau di ruang dari mana udara tidak beredar ke daerah lain (NHMRC, 2010).

2.3. Konsep Supervisi


Penjelasan konsep supervisi terdiri dari definisi supervisi, tujuan supervisi,
manfaat supervisi, peran dan fungsi supervisi, manfaat supervisi, cara supervisi,
bentuk supervisi, bentuk penerapan supervisi dalam keperawatan, pelaksanaan
supervisi dan supervisi manajemen keperawatan.

2.3.1. Definisi Supervisi

Supervisi adalah proses menjalankan pengarahan (Swanburg & Swanburg, 1997)


dari fungsi kepemimpinan dalam mengobservasi tindakan personal yang
melaksanakan proses asuhan keperawatan (Huber, 2010) dengan cara memberi
bantuan, bimbingan atau pengajaran, dukungan pada seseorang untuk
menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kebijakan dan prosedur,
mengembangkan keterampilan baru, pemahaman yang lebih luas tentang
pekejaannya sehingga dapat melakukannya lebih baik (Sitorus & Panjaitan, 2011).

Supervisi klinis merupakan suatu proses konsultasi formal antara dua perawat atau
lebih (Hancox & Lynch, 2008) yang membahas pengembangan klinis,
pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan diri melalui praktik yang

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


36

dilakukan dengan cara merefleksikan yang bertujuan meningkatkan praktik kerja


klinis untuk memenuhi tujuan profesionalisme dan etika dengan memberikan
dukungan personal dan dorongan yang erat kaitannya dengan praktik professional
(Dawson, Phillips & Leggat, 2012). Supervisi klinis difokuskan pada isu
profesional dan kepekaan terhadap kebutuhan individu yang disupervisi, sehingga
memberikan kontribusi membangun hubungan diantara supervisor dengan
perawat yang disupervisi (Jones, 2011).

Dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis adalah bentuk pengawasan dengan


penyelarasan antara teori dan praktik keperawatan yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan perawat dan untuk mengembangkan profesional dalam
memberikan pelayanan keperawatan yang professional.

2.2.2. Tujuan Supervisi

Tujuan supervisi keperawatan adalah sebagai berikut: (Swansburg & Swansburg,


1999; Sitorus & Panjaitan, 2011)
a. Memperhatikan anggota unit organisasi disamping itu area kerja dan
pekerjaan itu sendiri.
b. Memperhatikan rencana, kegiatan dan evaluasi dari pekerjaannya.
c. Meningkatkan kemampuan individu melalui orientasi, latihan dan bimbingan
individu sesuai kebutuhannya serta mengarahkan kepada kemampuan
keterampilan keperawatan.
d. Mengusahakan lingkungan dan kondisi kerja seoptimal mungkin termasuk
suasana kerja diantara staf, dan memfasilitasi penyediaan alat-alat yang
dibutuhkan baik kuantitas maupun kualitas sehingga memudahkan untuk
melaksanakan tugas. Lingkungan kerja harus diupayakan agar staf merasa
bebas untuk melakukan yang terbaik yang dapat dilakukan staf. (Sitorus &
Panjaitan, 2011)
e. Meningkatan standar klinis dan kualitas perawatan pasien (Butterworth dan
Woods, 1998).
f. Meningkatan dukungan dan kesejahteraan pribadi (Butterworth et al, 1996).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


37

g. Peningkatan kepercayaan diri, insiden penurunan ketegangan emosional (Berg


dan Hallberg 1999).
h. Staf tinggi moral dan kepuasan mengarah ke penurunan staf sakit / absen,
meningkatkan kepuasan staf (Butterworth et al, 1996).
i. Belajar melalui pengalaman dan terlibat dalam praktik reflektif (Johns 2004)
j. Diskusi klinis, menjelajahi intervensi dan pengetahuan perawat yang
disupervisi dan keterampilan.
k. Dukungan emosional, mencoba untuk membantu yang berhubungan dengan
stres yang melayani pelayanan
l. Pengembangan profesional, menjelajahi dengan perawat yang disupervisi
untuk dasar pengetahuan dan pengembangan keterampilan.

2.2.3. Peran dan Fungsi Supervisor


Peran dan fungsi supervisor pada pelayanan klinis, fungsi vital dalam kerangka
kerja asuhan keperawatn pasien dan perencanaan SDM. Supervisor bertanggung
jawab dalam manajemen diarea yang menjadi tanggung jawabnya, karena itu
supervisor harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan keinginan untuk
mencapai tujuan sesuai dengan jabatannya. Supervisor berperan sebagai
mentoring, power perspective, networking (Sitorus & Panjaitan, 2011).

2.2.4. Manfaat Supervisi

Manfaat supervisi yaitu dengan supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja dan
efisiensi kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya
hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan.
Peningkatan efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya
kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga,
harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah (Suarli & Bahtiar, 2009).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


38

Supervisi klinis memberikan manfaat bagi manajer keperawatan dan perawat yang
disupervsi. Semua manfaat harus untuk memberikan perawatan yang lebih baik
bagi pasien yaitu penerima intervensi keperawatan. Supervisi klinis meningkatkan
kualitas perawatan pasien dengan : memelihara dan menjaga standar pelayanan;
menilai perkembangan pengetahuan profesional dan praktik; memastikan
pemberian perawatan optimal yang berkualitas.

Manfaat utama bagi para praktisi dapat diringkas sebagai berikut (DHSSPS,
2004):
a. Praktisi merasa dihargai dan meningkat harga diri. Selain itu, praktisi
mengalami peningkatan kepercayaan diri profesional dan kompetensi
terutama dalam situasi di mana para profesional lainnya mencari pendapat
profesional;
b. supervisi klinis mendorong praktik otonom aman yang mencerminkan
pemusatan perawatan individu. Meningkatkan kepuasan kerja dan
mengurangi budaya kesalahan tidak adil. Keterbukaan juga didorong melalui
proses;
c. Melakukan supervisi klinis meningkatkan pengembangan pribadi dan
profesional dan membantu para praktisi dalam memenuhi persyaratan.
Pengawasan secara keseluruhan mendorong terus menerus pengembangan
profesional dan pribadi dan komitmen untuk belajar sepanjang hayat;

Manfaat berikut ini menjadi penting bagi para manajer (White & Whinstey,
2002):
a. Supervisi klinis memungkinkan manajer untuk memuaskan diri sendiri,
pedoman dan standar yang dianggap secara berkelanjutan oleh para praktisi
dan dengan demikian ditaati dalam segala hal. Mendukung prinsip-prinsip
tata kelola perawatan klinis dan sosial
b. Keterlibatan dalam supervisi klinis memfasilitasi perbaikan dalam praktik,
mengarah ke pemberian perawatan yang aman meningkat dan keluhan
berkurang. Merupakan perlindungan utama bagi manajer yang jelas

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


39

mendukung praktisi untuk meninjau dan menilai kembali terus tindakan


profesional dan
c. Meningkatkan semangat dan mendorong motivasi. Mendukung proses,
praktisi mengakui bahwa manajer menempatkan pentingnya pada kebutuhan
telah diberikan waktu untuk meninjau praktik klinis dan mengevaluasi
kembali pengembangan profesional dan pribadi;
d. supervisi klinis juga memberikan kesempatan untuk mengelola konflik dan
untuk menguji strategi resolusi. Sangat membantu manajer untuk memenuhi
persyaratan mutu, dan membantu dalam memastikan
akuntabilitas dan peraturan fungsi tidak diabaikan.

2.2.5. Cara supervisi

Cara melakukan supervisi dapat berupa supervisi langsung dan tidak langsung
(Whinstey & White, 2002):

a. Supervisi langsung

Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung. Pada


supervise modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pembimbing
dan pengarahan serta pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah

b. Supervisi Tidak Langsung

Supervisi dilakukan melalui laporan tertulis maupun lisan. Supervisor tidak


melihat kejadian dilapangan sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan
balik dapat diberikan secara tertulis

2.2.6. Bentuk Penerapan Supervisi dalam Keperawatan

2.2.6.1. Supervisi Individu

Supervisi Individu adalah supervisi yang dilakukan secara one to one atau
personal antara supervisor dan perawat yang disupervisi. Supervisi individu
dianggap penting untuk pengembangan profesional (Bernard & Goodyear, 1998).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


40

2.2.6.2. Supervisi Kelompok

Supervisi kelompok diperlukan untuk memberikan supervisi pada sekelompok


orang dimana supervisi kelompok berorientasi pada kerjasama tim atau
mengeksplorasi dinamika, meningkatkan keterampilan klinis atau meningkatkan
pengembangan profesional, bukannya mengatasi kebutuhan spesifik dari individu
yang fokusnya pada keseluruhan komponen (Lynch, 2008).

2.2.7. Pelaksanaan Supervisi

Durasi lamanya pelaksanaan supervisi 45- 60 menit dengan menggunakan model


proctor dapat menfasilitasi pengembangan praktik pelayanan klinis yang berbasis
bukti (Hill & Turner, 2011). Frekeunsi pertemuan dibagi menjadi beberapa bagian
umumnya 1 jam sesuai dengan kebutuhan supervisor dengan perawat yang
disupervisi (Lynch, 2008).

2.2.8. Supervisi dalam Manajemen Keperawatan


Fungsi – fungsi manajemen yang terkait dengan supervisi yaitu (Huber, 2010;
Sitorus & Panjaitan, 2011; Marquis & Huston, 2012; Suarli & Bahtiar, 2012):
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan fungsi dasar dalam mencapai tujuan organisasi dan misi
organisasi, falsafah keperawatan, tujuan unit, sasaran, kebijakan dan prosedur
(Sitorus & Panjaitan, 2011). Untuk mencapai tujuan tersebut penting untuk
memahami tentang visi, misi dan nilai-nilai yang diyakini, filosofi dan strategi
yang akan dilaksanakan. Perencanaan suatu organisasi harus dipahami dan
dilaksanakan oleh setiap personal yang ada diorganisasi tersebut.
b. Pengorganisasian
Proses supervisi menujukan koordinasi terhadap sumber-sumber untuk tujuan
yang efektif dan efisien. Supervisor harus dapat menguasai/ memahami fungsi
organsisasi untuk merustrukturisasi dan mereformulasikan antara perubahan
manusia dan sumber-sumber material pada waktu yang pendek.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


41

c. Pengarahan
Pengarahan yaitu melakukan suatu kegiatan melalui mempengaruhi orang lain
dengan memberikan bentuk kepimpinan yang efektif untuk meningkatkan kinerja,
memotivasi pada bawahan,koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi
serta komunikasi (Suarli & Bahtiar, 2012). Pengarahan dilakukan oleh para
manajer yang sebelumnya direncanakan untuk dilakukan pengarahan. Rencana
kerja tersebut dituangkan dalam bentuk uraian tugas yanga akan dilaksanakan
dataupu didelegasikan (Marquis & Houston, 2012). Pengawasan dan pengukuran
untuk semua hasil kerja adalah tanggung jawab supervisor yang meliputi
perhatian terhadap system alur kerja, system informasi, model pemberian asuhan
keperawatan, liburan staf, dan promosi. Evaluasi membantu untuk menentukan
hasil pengawasan dan prosedur dan pedoman yang digunakan untuk mengevaluasi
hasil kerja, kegiatan hasil, dampak dan biaya. Proses supevisi menggunakan
prosedur yang sistematik untuk mengevaluasi kinerja dalam jangka waktu tertentu
(Sitorus & Panjaitan, 2010).
d. Pengendaliaan
Standar mengambarkan harapan terhadap ukuran penampilan/ kinerja dalam
wilayah spesifik. Standar menunjukan nilai-nilai organisasi, dimana nilai-nilai dan
standar tersebut merupakan pedoman dari struktur organisasi, praktik
keperawatan, sistem keperawatan dan pengembangan sumber daya manusia
keperawatan untuk professional profesi keperawatan.

2.3. Model Supervisi

Penjelasan dari model-model supervisi yaitu supervisi model reflektif, supervisi


model interaktif, dan supervisi model reflektif interaktif.

2.3.1. Supervisi Model Reflektif

Supervisi klinis dengan model reflektif lebih tepat untuk praktik keperawatan
professional. Kebutuhan perawat untuk memenuhi kebutuhan dalam merawat
pasien membutuhkan praktik profesional dan sesuai dengan kebijakan organisasi
dan prosedur. Praktik refleksi mengharuskan perawat belajar dari refleksi,

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


42

memperbaiki pandangan konseptual secara tepat dan bertindak secara berbeda


untuk hasil yang optimal (Daly, 2004 dalam Lynch, Hancox, Happel, & Parker,
2008). Perawat dan supervisor harus belajar bagaimana untuk merefleksikan
tujuan keterampilan. Supervisi model reflektif merupakan cara yang sangat
interaktif dan aktif dalam belajar (Daly, 2004 dalam Lynch, Hancox, Happel, &
Parker 2008).

Pendekatan reflektif untuk supervisi klinis memberikan pemahaman dan


pengertian dalam melihat praktik yang mendukung dan memfasilitasi supervisor
klinis. Model refleksi tetap relevan bahkan sampai saat ini (Benner, 1984: Atkins
& Murphy, 1993, 1997) Pada dasarnya, reflektif merupakan dukungan bagi
perawat untuk lebih memahami praktik keperawatan dan bagaimana hal itu
mempengaruhi kepribadian perawat. Informasi yang diterima perawat saat
disupervisi memberikan pengetahuan yang kemudian mengarah pada pemahaman
yang lebih baik dan perubahan sikap sehingga memungkinkan perawat untuk
mengembangkan dan mengubah perilaku dengan adanya peningkatan
pengetahuan.

Ada karakteristik penting bagi pengembangan praktik yang efektif. Discroll


(2000) menggambarkan supervisi klinis sebagai proses refleksi yang dibimbing
oleh supervisor untuk membantu perawat yang disupervisi. Discoll memiliki tiga
kiomponen yaitu menjelaskan, analisis dan selanjutnya untuk perubahan masing-
masing komponen mengidentifikasi tahapan yang berbeda. Dalam proses siklus
reflektif dan gerakan melalui setiap tahap dalam model ini didukung dengan
penggunaan pertanyaan pemicu. Supervisor memberikan pertanyaan pemicu
untuk membimbing perawat yang disupervisi melalui proses refleksi yang aktif.

Supervisor dan perawat yang disupervisi akan membahas bagaimana perawat


yang disupervisi tersebut terhadap tindakan dan apa yang telah dipelajari saat
supervisi. Pada tahapan supervisor dan perawat yang disupervisi akan meninjau
dan membahas pengetahuan. Perawat yang disupervisi diharuskan untuk fokus

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


43

pada sebuah peristiwa (keselamatan perawat). Gambar model dari supervisi klinis
reflektif oleh Driscoll (2000) pada bagan 2.1

Memiliki pengalaman
dalam supervisi klinis

Tindakan dengan aspek pembelaran Apa?


baru dari pengalaman di praktik Menjelaskan
klinis kejadiannya

Merefleksikan pengalaman yang


dipilih pada aspek-aspek praktek
klinis terjadi
Sekarang Apa?
Tindakan yang
dusulkan sesuai
dengan kejadian
Jadi Apa?
Analisis dari
kejadian

Pembelajaran dengan menemukan


yang muncul dari refleksi

Bagan 2.1. Model supervisi klinis refleksi oleh Driscroll (2000)

Supervisi model reflektif dimana tujuan dari supervisi untuk menfasilitasi


supervisee (perawat pelaksana), membangun hubungan interpersonal dan
professional, meningkatkan kopetensi dan tanggung jawab, pemberian dukungan
dan konseling (Bradley & Kottler, 2001). Supervisi dalam perawatan akan
memberikan dampak positif untuk kualitas pelayanan berupa diskusi klinis,
dukungan emosional dan pengembangan professional antara supervisor dengan
perawat yang disupervisi untuk mengeksplorasi kemampuan perawat yang

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


44

disupervisi, pengembangan keterampilan, membantu dengan dukungan terhadap


stress yang dialami perawat yang disupervisi. (Karvinen & Hyrkas, 2008).

Menggunakan sebuah model supervisi untuk memahami proses dan fenomena


untuk pelayanan yang lebih baik (Benard & Goodyear, 2009). Pelaksanaan
supervisi reflektif merupakan supervisi yang ilmiah dari peristiwa, situasi, kondisi
dan tindakan yang terjadi ditempat kerja. Ada alasan-alasan penting dari
penggunaan yaitu antara lain karena merupakan kunci keterampilan dari perawat,
masih dapat digunakan perawat untuk menyusun dampak perawatan setiap
harinya, reflektif masih dapat di defenisikan sebagai proses ilmiah dari suatu
peristiwa, situasi dan kejadian ditempat pekerjaan, rentang model supervisi
reflektif ini masih digunakan perawat pada praktik klinis serta dapat digunakan
secara individu dan kelompok (Oelofsen & Natius, 2012).

Atkins dan Murphy (1993) menyatakan berbagai keterampilan yang dibutuhkan


untuk berpikir reflektif berupa, self awareness, menjelaskan, analisis kritis,
mensintesis dan evaluasi. Berpikir secara reflektif sering kali dihubungkan dengan
berpikir kritis yang merupakan diskusi untuk proses pembelajaran dalam
meningkatkan dan mengembangkan philosophi professional yang dapat
digunakan oleh perawat pendidik (Brown, Susan, Gillis, & Marybeth, 1999).

Dengan menggunakan reflektif dapat meningkatkan tanggung jawab, kemampuan


memahami seseorang lebih baik dan mengenali keterbatasan untuk pengembangan
praktik keperawatan yang dilakukan (Rowland & Sophie, 2006). Menggunakan
model reflektif untuk supervisi klinis praktik refleksi pada keperawatan
profesional. Kebutuhan perawat untuk memenuhi kebutuhan perawatan pasien,
yang semakin meningkat kebutuhan akan praktik profesional dan sesuai dengan
kebijakan organisasi dan prosedur (Lycnh, 2008).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


45

2.3.2. Supervisi Model Interaktif

Model supervisi klinis dari Kadushin dikembangkan untuk digunakan di bidang


pekerjaan sosial. Kadushin (1985) menyatakan bahwa fungsi ekspresif atau
mendukung dari supervisi klinis telah disosialisasikan dan dimasukkan sebagai
komponen penting yang diperlukan untuk pengawasan pekerjaan sosial. Kadushin
berpendapat bahwa ketiga fungsi supervisi klinis sama pentingnya. Ketiga fungsi
tersebut memberikan kerangka kerja yang holistik untuk supervisor dan perawat
yang disupervisi. Supervisor harus menggunakan pengalaman untuk penilaian
dalam penentuan fungsi dari model yang lebih ditekankan (Lynch, Hancox,
Happer, 2008).

Administratif Pendidikan

Dukungan

Bagan 2.2. Model Supervisi Interaktif oleh Kadushin

a. Administratif/ Normatif
Peran utama dari fungsi administratif merupakan aplikasi yang efektif dari
kebijakan dan prosedur organisasi. Peran supervisor difokuskan pada fungsi ini
untuk memastikan bahwa perawat yang disupervisi mengikuti semua kebijakan
dan berbagai etika, seperti kode etik, kebijakan, protokol dan pedoman.
Adminitrasi atau standar membantu supervisor untuk memantau kepatuhan
perawat yang disupervisi dengan fungsi- fungsi administrasi organisasi. Tahap
administrasi untuk evaluasi berkala dari supervisi yang dilakukan untuk
memastikan apakah supervisor bekerja dengan baik. Supervisor bekerja
berdasarkan aturan dasar untuk menjalankan fungsi manajemennya dan dievaluasi
pada tahap akhir untuk melihat efektifitasnya (Lynch, 2008).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


46

Kadushin (1985) menggunakan istilah supervisi administrasi untuk


menggambarkan, memilih dan berorientasi, menetapkan kasus, pemantauan,
mengkaji dan mengevaluasi, melayani sebagai agen sosialisasi, advokasi dan
buffering dalam organisasi. Proctor menggunakan istilah normatif atau manajerial
untuk menggambarkan fungsi yang mempromosikan dan sesuai dengan kebijakan
organisasi (Lynch, 2008).

b. Pendidikan (Formative)
Fungsi pendidikan (formative) berfokus pada pengetahuan dan keterampilan
perawat yang di supervisi tersebut. Perawat yang disupervisi dipastikan bahwa
memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
Difokuskan pada pengembangan profesional perawat yang disupervisi tersebut.
Supervisi secara pendidikan (pengetahuan) sangat penting untuk pengembangan
keterampilan, yang menghubungkan teori dan praktik dan meningkatkan
semangat kompetensi, kepuasan kerja dan karenanya baik untuk supervisor dan
perawat yang disupervisi (Lynch, 2008)

Model supervisi oleh Kadushin untuk pendidikan meliputi kegiatan yang


mengembangkan kemampuan profesional yang disupervisi, termasuk memberikan
pengetahuan dan keterampilan, dan mengembangkan kesadaran diri (Barker,
1995; Munson, 2002) misalnya, melalui mengajar, konsultasi kasus, memfasilitasi
pembelajaran dan pengembangan. Proctor (1979) supervisor membahas
pengembangan keterampilan berdasarkan praktik keperawatan.

c. Mendukung ( Restoratif)
Supervisor memberikan dukungan terhadap pekerjaan dan menyediakan
penasehat psikologis dan interpersonal yang diperlukan untuk kinerja yang efektif
dan untuk mencegah stres serta kelelahan. Komponen ketiga Kadushin yaitu
dukungan supervisor. Komponen yang membantu perawat untuk menangani
pekerjaan yang berhubungan dengan stres dengan memberikan pujian yang tepat
dan dorongan, normalisasi yang berhubungan dengan pekerjaan reaksi,

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


47

menegaskan kekuatan, dan berbagi tanggung jawab atas keputusan yang sulit.
Proctor ini ketiga komponen, restoratif. fungsi pendukung yang membantu praktik
keperawatan untuk memahami dan mengelola stres emosional dari praktik
keperawatan (Lynch, 2008)

Model pengawasan menyediakan kerangka kerja atau cara memandang dalam


kegiatan supervisi baik supervisor dan perawat yang disupervisi
mempertimbangkan masalah dari perspektif administrasi, pendidikan dan
dukungan. Pendekatan tiga cabang dengan memastikan bahwa semua komponen
penting yang membentuk suatu kegiatan supervisor. Model Proctor hampir
identik dengan model Kadushin dalam terdiri dari tiga fungsi utama: formatif,
normatif dan restoratif. Fungsi formatif mirip dengan fungsi pendidikan
Kadushin, yaitu peran supervisor dalan pengembangan. Hal ini membutuhkan
kemitraan antara supervisor dan perawat yang disupervisi yang berfokus pada
kebutuhan belajar dan perkembangan perawat yang disupervisi. Berkaitan dengan
identifikasi dan pengembangan keterampilan dan integrasi teori dengan praktik.
Masing-masing komponen tersebut dilihat saling mempengaruhi satu sama lain
dan sebagai peningkatan pelayanan keperawatan untuk klien (Lynch, 2008).

Supervisi interaktif oleh Proctor (1987) dengan fungsi educative untuk


pengembangan keterampilan, fungsi restorative untuk memberikan dukungan dan
fungsi normative untuk mengontrol kualitas dari praktik klinis yang dilakukan
(Proctor, 1987 dalam Turner, 2011). Ketiga fungsi dari model Proctor merupakan
model yang diadopsi oleh keperawatan yang efektif untuk strategi implementasi
dan evaluasi yang memberikan keberhasilan dari proses supervisi (Whinsley &
White, 2003). Masalah supervisi dimulai dari pelatihan klinis tidak memadai
untuk pengawas karena tidak ada program pelatihan terstandarisasi yang dapat
menjawab apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi dan percaya diri
seorang supervisor (Turner, 2011). Hasil penelitian menyatakan bahwa dengan
supervisi klinis model Proctor akan meningkatkan proses dokumentasi
keperawatan (Turner, 2011).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


48

Pengkajian dan kuallitas

Normative
Tugas

Supervisi Formative Keputusan


klinis
Praktik Refleksi

Restorative
Dukungan

Bagan 2.3. Model supervisi Proctor

2.4. Supervisi Model Reflektif Interaktif


Supervisi reflektif interaktif merupakan gabungan antara supervisi reflektif
dengan supervisi interaktif. Supervisi reflektif merupakan supervisi pada individu
yang dilakukan secara ilmiah untuk menggali materi atau peristiwa yang
disupervisi. Perawat dan supervisor harus belajar bagaimana untuk merefleksikan
tujuan keterampilan yang membutuhkan usaha dan latihan. ini bukan bawaan atau
tidak aktif, model reflektif adalah cara yang sangat interaktif dan aktif dalam
belajar (Daly, 2004 dalan Lynch, Hancox, Happel & Parker, 2008).

Supervisi reflektif interaktif merupakan supervisi secara langsung yang dilakukan


secara supervisi individu ataupun kelompok. Supervisi yang menekan hubungan
interpersonal dengan komunikasi secara langsung yang berisikan tentang fungsi
manajerial, pendidikan dan dukungan.

Interaktif dikembangkan oleh Proctor dan Kadushin yang memiliki 3 fungsi dalam
melakukan supervisi, fungsi tersebut berupa pendidikan, fungsi manajerial atau
administrasi dan fungsi fukungan. Melakukan supervisi dengan model interaktif

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


49

dapat mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan untuk perawat yang


disupervisi dan perawat supervisor (Turner & Hill, 2011).

Supervisi reflektif interaktif diharapkan akan membawa dampak positif dalam


pelayanan keperawatan. Supervisi reflektif interaktif yang dilakukan di RS
Dr.H.M. Ansari Saleh Banjarmasin terbukti dapat meningkatkan keterampilan
berfikir kritis perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di Instalasi rawat
inap (Rusmegawati, 2011).

2.5. Konsep Perubahan Perilaku

2.5.1. Teori Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku perawat dipengaruhi oleh beberapa bentuk faktor perubahan


perilaku pada manusia dengan 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial
(Notoadmodjo, 2010). Perilaku manusia merupakan refleksi dari pengetahuan,
keinginan, kehendak, minat motivasi, persepsi dan sebagainya. Gejala kejiwaan
juga dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial
budaya masyarakat

Teori SOR, perubahan perilaku didasari oleh: Stimulus, Organisme dan Respons.
perubahan perilaku terjadi dengan cara meningkatkan atau memperbanyak
rangsangan (stimulus), Oleh sebab itu perubahan perilaku terjadi melalui proses
pembelajaran (learning process). Materi pembelajaran adalah stimulus.

Teori Dissonance oleh Festinger, perilaku seseorang pada saat tertentu karena ada
keseimbangan antara sebab dan akibat atau keputusan yang diambil
(conssonance). Apabila terjadi stimulus dari luar yang lebih kuat, maka dalam diri
orang tersebut akan terjadi ketidak seimbangan (dissonance). Kalau akhirnya
stilmulus tersebut direspons positif (menerimanya dan melakukannya) maka
berarti terjadi perilaku baru (hasil perubahan), dan akhirnya kembali terjadi
keseimbangan lagi (conssonance). Rumus perubahan perilaku menurut Festinger:

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


50

Terjadinya perubahan perilaku karena adanya perbedaan elemen kognitif yang


seimbang dengan elemen tidak seimbang (Festinger, 1957).

Teori Fungsi oleh Katz, Perubahan perilaku terjadi karena adanya kebutuhan.
Oleh sebab itu stimulus atau obyek perilaku harus sesuai dengan kebutuhan orang
(subyek). Prinsip teori fungsi: perilaku merupakan fungsi instrumental (memenuhi
kebutuhan subyek), perilaku merupakan pertahanan diri dalam menghadapi
lingkungan perilaku sebagai penerima obyek dan pemberi arti obyek dan perilaku
berfungsi sebagai nilai ekspresif dalam menjawab situasi (Katz, 1954)

Teori Driving Forces oleh Kurt Lewin, Perilaku adalah merupakan keseimbangan
antara kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan penahan (restraining
forces). Perubahan perilaku terjadi apabila ada ketidak seimbangan antara kedua
kekuatan tersebut (Lewin, 1970)

2.6. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku


Keselamatan Perawat dan Karakteristik Perawat

2.6.1. Kepatuhan
Kepatuhan perawat terhadap kewaspadaan dipengaruhi oleh pelatihan yang
diperoleh, pengetahuan, tipe rumah sakit, ada tempat untuk pembuangan benda
tajam, kemampuan diri secara umum, pengalaman terpapar, bagian tempat bekerja
(Luo, Ping He, Zhou & Luo, 2010). Tingkat kepatuhan perawat dapat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman dan pelatihan tentang infeksi
(Chang, 2010).

2.6.2. Motivasi
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberikan konstribusi
pada tingkat komitmen seseorang (Suarli & Bahtiar, 2010). Perubahan perilaku
seseorang dipengaruhi oleh motivasi (Jensen, Cushing, Aylward & Craig, 2011).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


51

2.6.3. Kebijakan (Aturan)


Kebijakan merupakan awal dari suatu kegiatan dimulai sehingga supervisi klinis
dapat dilaksanakan untuk pengarahan klinis pada praktik pelayanan keperawatan
yang berbasis bukti (Hill & Turner, 2011). Tingkat kepatuhan perawat dalam
mencuci tangan dipengaruhi oleh prosedur yang ada. (Darawad, Al-Hussami,
Almhairat & Al-Sutari, 2012).

2.6.4. Pendidikan
Data dari PPSDM-KEMKES (2011) bahwa 80% perawat di Indonesia masih
berpendidikan DIII Keperawatan. Tingkat pendidikan menentukan dalam
pemberian pelayanan keperawatan. Perawat dengan pendidikan spesialis dengan
perawat umum memiliki area yang berbeda dalam pelayanan keperawatan (Stark,
2006). Penelitian Dewi (2011) menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna
antara pendidikan dengan penerapan keselamatan perawat (p=0,299; α=0.05).
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat
keinginan seseorang untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuannya dan skill
(Siagian, 2002).

2.6.5. Pelatihan
Perawat seharusnya ditingkat ilmu pengetahuan dan ketrampilan dengan
mendapatkan pelatihan untuk mengembangkan kemampuanya dalam bekerja.
Perawat harus mendapatkan pelatihan setidaknya sekali setahun, atau setiap kali
ada modifikasi dari tugas dan prosedur. Pelatihan dapat digunakan dalam rentang
waktu selama tiga tahun (Fowley & Leiden, 2003).

Pelatihan yang diberikan seharusnya berkontribusi terhadap keselamatan perawat.


Penelitian Dewi (2011) menunjukan bahwa tidak ada hubungan bermakna
pelatihan dengan penerapan keselamatan perawat (p=0,546, α=0,05).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


52

2.6.6. Jenis Kelamin


Perbedaan jenis kelamin menggambarkan jenis pekerjaan yang dipilih. Perawat
merupakan profesi pilihan untuk perempuan yang dalam pekerjaan berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional pasien, hanya sebagian kecil
laki-laki memilih profesi sebagai perawat dengan presentase 4-5 % (Connolly &
Naomi, 2005).

Asumsi bahwa keperawatan identik dengan feminin. Penelitian Fisher (2011)


menyatakan perawat laki-laki menganggap diri memiliki karakteristik feminin
yang pada pada dasarnya diperlukan untuk keperawatan. Jenis kelamin laki-laki
dan perempuan akan mempengaruhi sikap dan tindakan yang berbeda. Penelitian
Dewi (2011) menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna anatara jenis
kelamin dengan penerapan keselamatan perawat (p=1 α=0,05)

2.6.7. Usia
Usia mempengaruhi seseorang untuk perubahan berperilaku sehat (Zanjani,
Schaie & Willis, 2006). Hasil penelitian Dewi (2011) menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara usia dengan penerapan keselamatan perawat
(p=1, α=0,05).

2.6.8. Waktu dan Masa kerja


Dengan melakukan supervisi model interaktif yang dikembangkan Proctor (1979)
untuk pengawasan terhadap pendokumentasian didapatkan waktu untuk
perubahan selama 4 minggu lebih efektif dibandingkan dengan interval waktu 2-3
minggu (Turner, & Hill, 2011).

Siagian (1997) menyebutkan bahwa seseorang yang sudah lama bekerja dengan
penagalaman yang lebih banyak akan lebih baik dalam melakukan pekerjaannya.
Semakin lama seseorang dipelayanan klinis maka akan semakin baik penampilan
klinis seseorang tersebut (Swanburg, 2000). Semakin lama orang berkerja akan
semakin berpengalaman dalam menghadapi masalah yang ada, akan tetapi belum
tentu juga seorang individu yang lama bekerja lebih produktif dibandingkan
dengan yang baru bekerja (Robbin, 1996). Berdasarkan hasil penelitian yang

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


53

pernah dilakukan terhadap perawat yang dimotivasi agar memberikan pelayanan


yang lebih baik terjadi peningkatan partisipasi dan produktivitas setelah
dimotivasi pada bulan keenam (Swanburg, 2000). Pendapat berlawanan
disampaikan oleh Dewi (2011) menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna
antara masa kerja dengan penerapan keselamatan perawat oleh perawat pelaksana
(p=0,583, α= 0,05)

2.7. Kerangka Teori Penelitian

Kerangka teori secara singkat menjelaskan teori-teori yang melandasi penelitian.


Kerangka teori merupakan pemahanan yang terstruktur secara logis untuk
memberikan arahan pada peneliti untuk konsep yang melandasai penelitian.
Dalam kerangka teori tergambar asumsi-asumsi teoritis yang digunakan untuk
menjelaskan fenomena (Dharma, 2011).

Perilaku keselamatan perawat pada bahaya/risiko yang menyebakan penyakit dan


kecelakaan akibat kerja mempunyai tingkatan hirarki dimulai dari bahaya agen
biologiks, fisik, mekanis dan psikososial (Fowler, 2004). Bahaya dan risiko pada
keselatanan perawat pada agen biologikk dapat disebabkan dari penularan secara
kontak, droplet, dan udara yang mengandung agen infektius (NMHRC, 2010,
Siegel et all, 2007). Penularan penyakit akibat kerja bisa disebabkan oleh tertusuk
benda tajam, kontak dengan membrane mukosa, penangan peralatan pasien,
pembuangan benda tajam. (NIOSH, 2011)

Pencegahan dan penanganan akibat penyakit dan kecelakaan yang ditimbulkan


akibat kurangnya keselamatan kerja dapat diterapkan dengan pengendalian
infeksi, standar precaution serta pencegahan yang berbasis pada cara penularan
(CDC, 2005; NMHRC, 2007; WHO, 2009).

Supervisi merupakan fungsi pengarahan dari manajemen. Supervisi adalah


kegiatan pengarahan oleh manajer untuk mengevaluasi kegiatan perawat
pelaksana. (Kron, 1987). Penelitian ini menggunan Metode supervisi reflektif
yang dikembangkan oleh Discroll, 2004 dan interaktif oleh Proctor(1987) dan

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


54

Kadushin (1976). Kegiatan supervisi reflektif interaktif ini lebih menekankan


kegiatan supervisi pada perorangan perawata dalam melakukakan kegiatan
keperawatan secara professional untuk perilaku keselamatan perawat pada agen
bahaya/risiko agen biologik dan mencakup pencegahan dan penanganan terhadap
bahaya/risiko agen biologik tersebut.

Perilaku perawat dipengaruhi oleh tingkat kepatuhannya, aturan dan kebijakan,


waktu dan motivasi, sarana dan fasilitas (Notoatmodjo, 2012, Luo, et.all, 2010,
chan, 2010; Suarli, 2010, Jensen, Cushing, Aylward, Craig, 2011; Hill & Turner,
2011; Darawad et, all 2012) serta adanya pengaruh dari karakteriktik perawat
berupa tingkat pendidikan, pelatihan K3RS yang pernah diikuti, usia dan jenis
kelamin serta masa kerja. Hubungan antara teori tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.3. Kerangka Teori Penelitian sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


55
Fungsi Manajemen (Huber, 2010; Sitorus&Panjaitan, - Konsep Supervisi (Kron, 1987)
2011; Suarli, 2012, Marquis &Houston, 2012) - Supervsi Model Reflektif (Daly, 2004)
1. Perencanaan - Supervsi Model interaktif (Kadushin, 1976,
2. Pengorganisasian Proctor 1987)
3. Pengarahan
4. Pengendalian

Supervisi Model Reflektif Interaktif

Perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik


1. Pencegahan dan Pengontrolan Infeksi Dasar
2. Kewaspadaan Standar
- Kebersihan Tangan
- Penggunaan APD
- Penanganan Benda Tajam
- Kebersihan pernafasan/ etiket batuk
- Teknik aseptik
- Manajemen sampah
- Manajemen linen
3. Pencegahan melalui cara penularan
- Terpapar secara kontak
o Berhubungan dengan daerah luka (sharp Injury)
o Tertusuk benda tajam
- Terpapar Melalui Udara
- Terpapar Melalui Droplet
(CDC, 2008, Fowler, 2004, Siegel, et al, 2007; NHMRC, 2010; WHO,
2009; NIOSH, 2011, OSHA, 2000)

Karakteristik Perawat Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku keselamatan perawat


1. Pelatihan yang pernah dan karakteristik perawat
diikuti 1. Waktu
2. Tingkat pendidikan 2. Motivasi
3. Masa Kerja 3. Punisment & Reward
4. Usia 4. Kepatuhan
5. Jenis Kelamin 5. Standar prosedur
(Stark, 2006; Fowley & Leiden, 6. Manusia, organisasi, budaya tempat kerja
2003; Connolly & Naomi, 2005; 7. Jam kerja
Fisher,2011; Zanjani, Schaie & 8. Misi rumah sakit
Willis, 2006; Swanburg, 1999) 9. Kinerja/komptenesi
10. Regulasi
11. Sosial Budaya dan etika perawat
(Currie et al, 2011, Luo, et al, 2010, Chan, 2010; 2011, Suarli, 2010,
Jensen, Cushing, Aylward, Craig, 2011; Hill & Turner, 2011; Darawad
et al, 2012, Notoadmodjo, 2012, Omorogbe, Omuemu, & Isara, 2011,
Ramsay, 2005, RCN, 2007,Trinkoff et al, 2007, Wood, 2006)

Bagan 2.4 Skema Kerangka Teori Penelitian Pengaruh Supervisi Reflektif Interaktif Pada
Perilaku Keselamatan Perawat Terhadap Bahaya Agen Biologikk Di RSUD Provinsi
Kepulauan Riau Tanjung Uban

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL

Bab ini berisi kerangka konsep, hipotesis dan definisi operasional. Kerangka
konsep penelitian untuk menjelaskan hubungan antara hasil penelitian dengan
teori. Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara dari pertanyaan
penelitian yang diuji kebenarannya dengan hipotesis alternatif. Definisi
operasional merupakan definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dengan
varibel yang diteliti.

3.1. Kerangka Konsep

Pedoman bagi peneliti dalam proses penelitian yaitu berupa kerangka konsep.
Penelitian ini melihat pengaruh supervisi model reflektif interaktif terhadap
perilaku keselamatan perawat di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban.
Supervisi model reflektif interaktif sebagai variabel independen dengan perilaku
keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik sebagai variabel dependen.
Kerangka konsep penelitian pada bagan 3.1.

Supervisi model reflektif yang dikembangkan oleh Daly, 2004 merupakan


supervisi yang dilakukan pada perawat dengan cara merefleksi tindakan
keperawatan yang telah mereka lakukan supaya kedepannya tindakan
profesionalisme keperawatan dapat dikembangkan. Dalam perkembangannya
supervisi reflektif ini dikembangkan oleh model analisis supervisi untuk
menjawab apa, mengapa dan kapan oleh Discrool (2000).

Supervisi model reflektif dikembangkan oleh Lynch et al, (2008) mengatakan


bahwa supervisi model reflektif merupakan pengarahan yang dilakukan secara
mendalam dalam memberikan pelayanan keperawatan. Supervisi model reflektif
merupakan supervisi yang dilakukan dengan reflektif yang ilmiah dari peristiwa,
situasi, kondisi dan tindakan yang terjadi ditempat kerja. Ada alasan-alasan
penting dari penggunaan yaitu antara lain: karena merupakan skill kunci dari

56 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


57

perawat, masih dapat digunakan perawat untuk menyusun dampak perawatan


setiap harinya, reflektif masih dapat didedefenisikan sebagai proses ilmiah dari
suatu peristiwa, situasi dan kejadian

Sebelum Variabel Independen Sesudah


Supervisi Reflektif Interaktif

Variabel Dependen Variabel Dependen


Perilaku keselamatan perawat terhadap Perilaku keselamatan perawat terhadap
bahaya agen biologik bahaya agen biologik
1. Pencegahan dan pengontrolan infeksi 1. Pencegahan dan pengontrolan infeksi
2. Kewaspadaan standar 2. Kewaspadaan standar
3. Pencegahan melalui cara penularan 3. Pencegahan melalui cara penularan

Variabel Perancu
Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku keselamatan
perawat
1. Waktu
2. Motivasi
3. Punisment & Reward
4. Kepatuhan
5. Standar prosedur
6. Manusia, organisasi, budaya tempat kerja
7. Jam kerja
8. Misi rumah sakit
9. Kinerja/komptenesi
10. Regulasi atau pengaturan
11. Sosial Budaya dan etika perawat

Karakteristik Perawat
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Masa Kerja
4. Tingkat Pendidikan
5. Pelatihan K3RS

Keterangan:

= Tidak diteliti

= Diteliti

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


58

Di tempat pekerjaan, rentang model supervisi reflektif ini masih digunakan


perawat pada praktik klinis serta dapat digunakan secara individu dan
menfasilitasi kelompok.

Supervisi model interaktif merupakan supervisi yang dilakukan oleh supervisor


keperawatan yang dilakukan untuk tiga area yaitu; administrative, educative, dan
support. Supervisi model interaktif ini dikembangkan oleh Robinson (1949),
Kadushin (1985), dan Proctor (1979).

Supervisi model reflektif Interaktif merupakan model supervisi penggabungan


antara supervisi Interaktif dengan reflektif yaitu supervisi yang dilakukan pada
area keperawatan yang meliputi 3 komponen pendidikan, dukungan, dan
administratif untuk melakukan pengarahan pada pendekatan klinis yang dapat
digunakan secara individu.

Keselamatan perawat yang mengacu pada pencegahan dan mengatasi bahaya yang
terjadi selama bekerja mempunyai beberapa kategori untuk bahaya terhadap agen
biologi ; pencegahan dan pengendalian infeksi, penerapan kewaspadaan standar,
pencegahan melalui cara penularan (NIOSH, 2001; NHMRC, 2010; OSHA, 2003;
Siegel et al., 2007).

Penanganan pada bahaya agen biologik untuk keselamatan perawat dengan


kewaspadaan standar, pengontrolan infeksi, dan pencegahan melalui cara
penularan (CDC, 2008; Depkes, 2011; Kozier, 2002; OSHA 2010).

3.1.1. Variabel Dependen


Variabel dependen adalah variabel yang dapat berubah oleh variabel independent
dalam penelitian (Creswell, 2009: Sastroasmoro & Ismail; Sugiyono, 2009).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku keselamatan perawat
terhadap agen biologi sebelum dan sesudah intervensi supervisi model reflektif
interaktif.

3.1.2. Variabel Independen


Varibel independen dapat mempengaruhi variabel lain dalam penelitian dengan
perubahan variabel independent dapat mengubah variable lain (Creswell, 2009:

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


59

Sastroasmoro& Ismail; Sugiyono, 2009). Varibel independen dalam penelitian ini


adalah kegiatan supervisi model reflektif interaktif

3.1.3. Variabel Perancu


Variabel perancu diambil dari faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
tindakan keselamatan pasien terhadap bahaya agen biologik di antaranya: umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, dan pelatihan yang pernah diikuti.

3.2. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini yaitu :
3.2.1. Hipotesis Mayor
Adanya pengaruh supervisi model reflektif interaktif terhadap perilaku
keselamatan perawat pada bahaya agen biologik di kelompok intervensi
3.2.2. Hipotesis Minor
3.2.2.1. Ada perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik antara sebelum dan sesudah intervensi supervisi reflektif
interaktif pada kelompok intervensi
3.2.2.2. Tidak ada perbedaan perilaku keselamatan perawat antara sebelum dan
sesudah intervensi supervisi model reflektif interaktif pada kelompok
kontrol
3.2.2.3. Ada perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol sesudah
intervensi
3.2.2.4. Ada perbedaan perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap
bahaya agen biologik antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
sesudah intervensi supervisi model reflektif interaktif.

3.3. Definisi Operasional


Definisi operasional untuk variabel dependen dan variabel independen yang
digunakan dalam penelitian pada tabel 3.1 dan tabel 3.2

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


60

Tabel 3.1. Definisi Operasional Varibel Dependen


Definisi Alat Skala
Variabel Cara ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur
Perilaku Persepsi perawat Kuesioner Kuesioner B yang terdiri dari 1= Skor ≥120 ordinal
keselamatan dalam B 40 pernyataan dengan
perawat melaksanakan pencegahan dan pengontrolan = baik
terhadap pencegahan dan infeksi 16 item pernyataan,
bahaya agen pengontrolan penerapan kewaspadaan 0= Skor <120
biologik infeksi, penerapan standar 13 item pernyataan = kurang baik
kewaspadaan dan pencegahan melalui cara
standar, dan penularan 11 item
pencegahan pernyataan. Terdiri dari
melalui cara Pernyataan positif dan negatif
penularan dengan menggunakan skala
Linkert
Perubahan persepsi perawat Kuesioner Selisih perilaku keselamatan 0= ordinal
Perilaku dalam B perawat sebelum intervensi perubahan
keselamatan melaksanakan dengan sesudah interensi perilaku
perawat pencegahan keselamatan
terhadap pencegahan dan lebih
bahaya agen pengontolan buruk/tetap
biologik infeksi, penerapan 1=
kewaspadaan perubahan
standar, dan perilaku
pencegahan keselamatan
melalui cara lebih baik
penularan antara
sebelum dan
sesudah intervensi
Tingkat Pendidikan formal Kuesioner Dengan mengisi pada isian 1 = DIV/S1 ordinal
Pendidikan perawat yang A kuesioner yang tersedia Keperawatan
mendapatkan 0= DIII
ijazah pada saat Keperawatan
penelitian
dilakukan
Usia Usia perawat dari Kuesioner Dengan mengisi pada isian 1 = usia > 35 ordinal
lahir sampai ulang A kuesioner yang tersedia 0 = usia ≤ 35
tahun terakhir pada
waktu penelitian
Jenis Pengelompokan Kuesioner Dengan mengisi pada isian 1= Laki-laki nominal
Kelamin identitas seksual A kuesioner yang tersedia 0=
perawat sesuai perempuan
dengan ciri-ciri
seksual yang
dimilki
Masa kerja Lamanya perawat Kuesioner Dengan mengisi pada isian 1= masa kerja ordinal
bekerja pelayanan A kuesioner yang tersedia > 2 tahun
keperawatan 0 =masa kerja
≤ 2 tahun
Pernah Pendidikan non Kuesioner Dengan mengisi pada isian 1 = pernah ordinal
mengikuti formal K3RS dan A kuesioner yang tersedia mengikuti
pelatihan PPI yang pernah pelatihan
diikuti 0 = tidak
pernah
mengikuti
pelatihan

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


61

Tabel 3.2. Tabel Definisi Operasional Variabel Independen


Variabel Definisi Alat Cara ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur
Supervisi Kegiatan Modul Melaksanakan 1= dilakukan ordinal
Model pengawasan pelatihan kegiatan sesuai pelatihan pada
Reflektif dengan model supervisi dengan tahapan yaitu kelompok
Interaktif reflektif interaktif model persiapan, intervensi
0 = tidak
yang dilakukan reflektif pelaksanaan dan dilakukan
kepala ruang pada interaktif penutupan pelatihan pada
kelompok kelompok
intervensi kontrol

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


BAB 4
METODE PENELITIAN

Bab ini menjelas metode penelitian yang digunakan selama pelaksanaan


penelitian yang berikan desain penelitian, populasi dan sampel, waktu penelitian,
tempat penelitian, etika penelitian, prosedur pengumpulan data, pengolahan dan
analisis data.

4.1. Desain Penelitian


Penelitian ini berupa quasi exsperiment pre and post test control group desain
yaitu desain penelitian yang dibagi dua kelompok dengan satu kelompok sebagai
kelompok intervensi dan kelompok lain sebagai kontrol atau pembanding.
Sebelum kelompok intervensi diberi intervensi dilakukan pengukuran awal (pre
test) untuk menentukan kemampuan awal. Selanjutnya pada kelompok intervensi
dilakukan intervensi sesuai dengan yang direncanakan, sedangkan pada kelompok
kontrol tidak tidak dialakukan intervensi. Pengukuran akhir dilakukan (post test)
pada semua kelompok sesudah dilakukan intervensi (Dharma, 2010).

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh supervisi model reflektif


interaktif terhadap perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
dengan membandingkan kelompok intervensi yang melaksanakan supervisi model
reflektif interaktif dan kontrol yang tidak melakukan supervisi model reflektif
interaktif. Pengukuran akhir diukur setelah intervensi supervisi model reflektif
interaktif dilakukan pada kelompok intervensi. Desain penelitian bagan 4.1
Pre test Post Test

01 X 02

03 04

Bagan 4.1 Desain Penelitian

62 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


63

Keterangan:
X : Intervensi atau perlakuan supervisi model reflektif interaktif
01 : Perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
pada kelompok intervensi sebelum mendapatkan intervensi
supervisi model reflektif interaktif
02 : Perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
pada kelompok intervensi setelah mendapatkan intervensi
supervisi model reflektif interaktif
03 : Perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
pada kelompok kontrol sebelum dilakukan supervisi model
reflektif interaktif pada kelompok intervensi
04 : Perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
pada kelompok kontrol setelah dilakukan supervisi model
reflektif interaktif
01 – 02 : Perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah
dilakukan supervisi model reflektif interaktif
03 – 04 : Perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan
supervisi model reflektif interaktif
01 – 03 : Perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
sebelum dilakukan supervisi model reflektif interaktif
02 – 04 : Perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah
dilakukan supervisi model reflektif interaktif

4.2. Populasi dan Sampel


4.2.1. Populasi
Populasi adalah semua objek penelitian yang akan diteliti (Notoatmojdo, 2010).
Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh perawat pelaksana di RSUD Provinsi
kepulauan Riau Tanjung Uban dan RSU Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


64

Jumlah perawat pelaksana untuk RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban
dengan jumlah 126 perawat dan RSU Provinsi Kepulauan Riau Tanjung pinang
dengan jumlah perawat 112 perawat.

4.2.2. Sampel
Sampel perawat pelaksana pada penelitian ini menggunakan perhitungan sampel
analitik kategorik tidak berpasangan (Sastroasmoro & Ismael, 2010). Penelitian
terdahulu untuk proporsi standar perawat dalam penerapan keselamatan perawat
tanpa dilakukan intervensi didapatkan 0,52 (Dewi, 2011) yang dirincikan sebagai
berikut:

N1 = N2 = 91, 12 (dibulatkan 91)


N1 = N2 = Besar sampel
Zα = Deviasi baku alpa = kesalahan tipe I = 5% pada hipotesis dua
arah = 1,96
Zβ = Deviasi baku Beta = kesalahan tipe II = 20% = 0,842
P = Proporsi total = ½ (P1 + P2) = 0.62
Q = 1- P = 1 – 0,62 = 0,38
P1 = P2 + 0,2 = 0,52 + 0,2 = 0,72
Q1 = 1 – P1 = 1 – 0,72= 0.28
P2 = Proporsi standar penelitian terdahulu (Dewi, 2011) = 0,52
Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,52 = 0, 48
P1-P2 = Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna = 20% = 0,2
Jadi jumlah sampel untuk kelompok intervensi 91 responden dan kelompok kasus
91 reponden.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


65

Pertimbangan untuk memperhitungan loss of follow up (Dharma, 2010) dengan f


= 10%

n’ = responden
n’ = sampel setelah dikoreksi
f = prediksi persentase sampel drop out
besar sampel setelah direvisi untuk kelompok intervensi 100 responden dan
kontrol 100 responden.

4.2.3. Kriteria Inklusi


Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah
1. Perawat pelaksana yang bekerja di pelayanan keperawatan minimal 6 bulan
kerja
2. Pendidikan minimal DIII Keperawatan
3. Perawat yang bersedia menjadi responden
4. Tidak sedang mengikuti tugas belajar atau dinas luar saat penelitian, tidak
sedang cuti kerja
5. Perawat yang telah dilakukan supervisi model reflektif interaktif sebanyak 3
kali oleh kepala ruang terhadap keselamatan agen biologik

4.2.4. Teknik pengambilan sampel


Pengambilan sampel merupakan suatu cara yang ditetapkan peneliti untuk
menentukan atau memilih sejumlah sampel dari populasi. Pengambilan sampling
ini digunakan agar hasil penelitian yang dilakukan pada sampel dapat mewakili
populasi (Dharma, 2011).
Metode pengambilan sampel dalam penelitian dengan menggunakan consecutive
sampling yaitu pemilihan perawat pelaksana yang dilakukan dengan memilih
semua perawat pelaksana yang ditemui yang memenuhi kriteria pemilihan sampel
dengan jumlah sampel diinginkan terpenuhi. Consecutive sampling termasuk
dalam non probability sampling (Dharma, 2011). Berikut daftar responden yang
diambil dari setiap ruangan:

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


66

Tabel 4.1.
Jumlah Sampel di kelompok intervensi RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung
Uban
No Nama Ruangan Jumlah Perawat Jumlah Sampel
1 Rawat Jalan 12 11
2 Rawat Inap I & Anak 15 13
3 Rawat Inap II & III 22 20
4 Kamar Operasi 15 13
5 Perinatologi 15 13
6 Instalasi Gawat Darurat 17 12
7 Intensive Unit Care 16 13
Jumlah 112 97

Tabel 4.2.
Jumlah Responden di Kelompok Kontrol RSU Provinsi Kepulauan Riau
Tanjungpinang

No Nama Ruangan Jumlah perawat Jumlah sampel

1 Rawat Jalan 14 11
2 Rawat Inap dewasa 17 15
3 Rawat Inap anak 18 14
4 Kamar Operasi 21 16
5 Perinatologi 16 13
6 Instalasi Gawat Darurat 22 15
7 Intensive Unit Care 18 13
Jumlah 126 97

4.3. Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada 19 November – 10 Desember 2012. Dengan
alokasi jadwal penelitian dapat dilihat pada kerangka kerja penelitian pada Bagan
4.2.

4.4. Etik penelitian


4.4.1. Prinsip etik penelitian
Etika penelitian memiliki berbagai macam prinsip, namun terdapat empat prinsip
utama (Milton, 1999; Loiselle, Profetto-McGrath, Polit & Beck, 2012):
Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity), peneliti

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


67

perlu mempertimbangkan hak-hak responden untuk mendapatkan informasi yang


terbuka berkaitan dengan proses penelitian serta memiliki kebebasan menentukan
pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian
(autonomy).

Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat
manusia, adalah: peneliti mempersiapkan formulir persetujuan (informed consent)
yang terdiri dari: (1) penjelasan manfaat penelitian berupa pelatihan akan
membawa dampak positif terhadap pelayanan keperawatan yang profesional
dengan meningkatkan kemampuan kepala ruang yang diberikan pelatihan
supervisi model reflektif interaktif dan bagi perawat pelaksana akan meningkatkan
perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya biologik (2) penjelasan risiko dan
ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan dari penelitian berupa jadwal supervisi
individu yang dilakukan oleh kepala ruang terhadap perawat pelaksana sebanyak
3 kali pada perawat pelaksana yang sama tentunya ini menambah jam kerja kepala
ruang dan perawat pelaksana (3) manfaat yang akan didapat untuk pelayanan
keperawatan, pelayanan rumah sakit secara umumnya dan penelitian keperawatan
(4) setiap responden berhak menanyakan akan proses penelitian yang dilakukan;
(5) tidak ada paksaan pada responden dan dapat mengundurkan diri kapanpun
apabila merasakan ketidaknyamanan dalam proses penelitian dan (6) jaminan
anonimitas dan kerahasiaan dengan hanya peneliti yang tau identitas perawat dan
hasil yang didapatkan dengan berupa inisial. Penjelasan penelitian terdapat pada
lampiran 1.

Respect for justice inclusiveness, prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan


dan adil. Untuk memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur,
hati-hati, profesional, berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor- faktor
ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta perasaan subyek
penelitian. Lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip
keterbukaan yaitu kejelasan prosedur penelitian. Keadilan memiliki bermacam-
macam teori, namun yang terpenting adalah bagaimanakah keuntungan dan beban
harus didistribusikan sama anatara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian membagikan

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


68

keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan,


kontribusi dan pilihan bebas dari kedua tempat penelitian baik kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Untuk Keadilan kelompok kontrol akan
diberikan pelatihan apabila terbukti dengan supervisi model Reflektif Interaktif
dapat meningkatkan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik.

Respect for privacy and confidentiality, peneliti menjamin privacy dan hak asasi
untuk informasi yang didapatkan. Peneliti merahasiakan berbagai informasi yang
menyangkut pricacy subjek dan identitas dengan memberikan indentitas
reponden berupa kode dan hanya peneliti yang tahu dengan kode tersebut

Balancing harm and benefit, melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur


penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi
subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence).
Meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek (nonmaleficence).
Pelaksanaan penelitian sesuai dengan proses yang direncanakan untuk
mendapatkan manfaat bagi pelayanan keperawatan khususnya meningkatkan
kemampuan kepala ruang dalam kegiatan supervisi dan meningkatkan perilaku
kesemalatan perawat terhadap bahaya agen biologik. Apabila hasil penelitian akan
membawa pengaruh yang tidak baik maka selanjutnya tidak disarankan untuk
tidak melakukan selanjutnya supervisi tersebut untuk mempertimbangkan prinsip
beneficience dan nonmaleficience. Persetujuan responden pada lampiran 2.

4.5. Tempat penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban untuk
kelompok intervensi. Pemilihan lokasi ini sesuai dengan fenomena dilapangan dan
masalah penelitian dan merupakan tempat kerja peneliti. Kelompok kontrol
dilakukan di RSU Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang sebagai rumah sakit
dengan tipe yang sama dengan RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban
yaitu tipe C dengan akreditasi 6 pelayanan. Jarak kedua rumah sakit ini ±120 km
dengan perjalanan darat dan dengan menggunakan transportasi laut selama ± 1
jam.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


69

4.6. Alat pengumpulan Data


Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner dan
lembar observasi yang dijelaskan sebagai berikut:

4.6.1. Instrumen A
Instrument yang digunakan untuk mendapatkan data karakteristik perawat
pelaksana yang terdiri atas usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja dan
pelatihan K3RS dan PPI yang pernah diikuti. Responden dapat mengisi kuesioner
pada tempat yang disediakan. Instrument A pada lampiran 3.

4.6.2. Instrument B
Instrumen yang digunkan mengukur perilaku keselamatan perawat yang terdiri
dari pernyataan positif dan negatif untuk mengukur pencegahan dan pengontrolan
infeksi, penerapan kewaspadaan standar dan pencegahan melalui cara penularan.
Skala Likert dengan empat pilihan jawaban untuk pernyataan positif (selalu = skor
4, sering= skor 3, jarang= skor 2, tidak pernah= skor 1) dan pernyataan negatif
(selalu = skor 1, sering= skor 2, jarang= skor 3, tidak pernah= skor 4). Kisi-kisi
untuk kuesioner B dapat dilihat ditabel 4.3. instrument B pada lampiran 4.

Tabel 4.3 Kisi-kisi Kuesioner B


Penyataan
Subvariabel Jumlah
Positif Negatif
Pencegahan dan 1, 2, 7, 10, 20, 17, 29, 3, 8, 37, 39, 40 16
pengontrolan infeksi 30, 34, 36
Penerapan Kewaspadaan 11, 13, 14, 22, 23, 28, 6, 18, 24, 35, 37 13
Standar 33, , 38
Pencegahan Melalui cara 4, 5, 12, 16, 19, 21, 27, 9, 15, 25, 26, 11
Penularan 31, 32
Total 27 13 40

4.6.3. Instrumen C
Instrumen C merupakan modul pelatihan supervisi model reflektif interaktif
memuat materi tentang supervisi model reflektif interaktif dan keselamatan
perawat terhadap bahaya agen biologik yang dibuat sendiri oleh peneliti.
Instrumen C pada lampiran 12.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


70

4.7. Uji instrument


Uji instrumen B dilakukan pada responden yang tidak terlibat dalam penelitian
tetapi tidak memiliki karakteristik yang sama dengan responden yang akan terlibat
dalam penelitian. Responden untuk uji instrumen ini diambil dari Rumah sakit
lain pada perawat pelaksana. Instrumen kemudian diuji cobakan untuk suatu
pengukuran. Uji instrumen ini dilakukan pada RSUD Tanjungpinang dengan
jumlah responden minimal 30 orang (Hastono, 2007).

Uji Intrumen modul pelatihan supervisi reflektif interaktif dilakukan dengan pakar
keperawatan (uji expert) dengan beberapa masukan untuk perbaikan isi dari
modul pelatihan sehingga dapat digunakan di rumah sakit untuk kegiatan
supervisi model reflektif interaktif terhadap bahaya agen biologik. Uji Instrumen
dengan uji expert terdapat pada lampiran 5.

4.7.1. Uji Validitas

Validitas menunjukan ketepatan pengukuran suatu instrumen, artinya suatu


instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut mengukur apa yang
seharusnya diukur. Validitas adalah syarat mutlak bagi suatu alat ukur agar dapat
digunakan dalam pengukuran (Dharma, 2011). Uji validitas dibagi menjadi 2 tipe
validitas instrumen yaitu validitas yang berhubungan dengan teori (theory-related
validity) dan yang berhubungan dengan kriteria (criterion-related validity).
Penelitian ini menggunakan validitas yang berhubungan dengan teori (theory-
related validity) yaitu validitas isi dan validitas konstruk.

Uji validitas konstruk dilakukan dengan membuat instrument berdasarkan pada


konsep teori yang diujikan, menyusun kisi-kisi intrumen dan mendiskusikan
dengan pembimbing penelitian. Uji validitas isi untuk mengetahui besar atau
derajat hubungan dua variabel dilakukan dengan menggunakan rumus Koefisien

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


71

Korelasi Pearson Product Moment (r) dengan formula sebagai berikut:

Setiap item pernyataan dinyatakan valid apabila skor variabel berkorelasi secara
signifikan dengan skor total, r hitung > r tabel yang berarti item pertanyaan
tersebut valid, tetapi r hitung lebih kecil dari r tabel maka item tersebut tidak valid
(Hastono, 2007). Uji Validitas dilakukan di RSUD Tanjungpinang dengan
karakteristik rumah sakit yang sama yaitu tipe C pada responden sebanyak 30
perawat sehingga didapatkan r tabel adalah 0,361. Ada 40 pernyataan pada
kuesioner yang dintanyatakan valid dengan r hasil lebih besar dari r tabel (0,368 -
0,722).

4.7.2. Uji Reliabilitas


Reliabilitas adalah tingkat konsistensi dari suatu pengukuran, reliabilitas
menunjukan pengukuran hasil data yang konsisten jika instrument digunakan
kembali secara berulang. Uji reliabilitas dilakukan dengan rumus koefisien alpha
Cronbach. Jika r alpha lebih besar dari r tabel maka pertanyaan tersebut realibel
dan jika r alpha lebih kecil maka pertanyaan tersebut tidak realibel (Hastono,
2007). Uji reliabilitas dilakukan pada RSUD Tanjungpinang dengan responden
30 perawat didapatkan r tabel sebesar 0,349. Uji reliabilitas didapatkan dari 30
responden dengan r alpha Cronbach didapat yaitu 0, 940 sehingga pernyataan 40
item pada kuesioner dinyatakan reliabel.

4.8. Prosedur Pengumpulan Data


Perosedur pengumpulan data terdiri dari persiapan, pelaksanaan, dan pengolahan
data yang akan dipaparkan sebagai berikut:
4.8.1. Persiapan
a. Penelitian dilakukan setelah mendapatkan uji etik melalui prosedur ethical
clearance dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia pada 12
November 2012 (lampiran 6).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


72

b. Prosedur administrasi
1) Permintaan surat ijin dari Fakultas Ilmu keperawatan Universitas Indonesia
yang ditujukan kepada Direktur RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung
Uban sebagai tempat penelitian untuk kelompok intervensi (lampiran 7).
2) Permintaan surat ijin dari Fakultas Ilmu Keperawatan universitas Indonesia
yang ditujukan kepada Direktur RSU Provinsi Kepulauan Riau
Tanjungpinang sebagi tempat penelitian untuk kelompok kontrol (lampiran
8).
3) Permintaan surat ijin dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
yang ditujukan kepada direktur RSUD Tanjungpinang sebagai tempat uji
instrument validitas dan realiabilitas (lampiran 9).
c. Melaksanakan pemetaan tenaga keperawatan yang akan dipilih sebagai
sampel dalam penelitian
d. Melaksanakan uji instrument B untuk pengukuran perilaku keselamatan
perawat terhadap bahaya agen biologik (lampiran 10).
e. Melaksanakan pelatihan supervisi model reflektif interaktif kepada 7
supervisor selama 1 minggu (19 – 23 November 2012) dengan pertemuan
dikelas pada 19 November, pendampingan di lapangan pada 20 – 23
November dan tidak dilakukan remedial karena tidak ada yang tidak lulus.
Kehadiran peserta pelatihan supervisi model reflektif interaktif oleh 7 kepala
ruang dan pendampingan dilapangan (lampiran 11).

4.8.2. Pelaksanaan
4.8.2.1. Kelompok Intervensi
Kegiatan pelaksanaan intervensi penelitian dilaksanakan selama 4 minggu dimulai
dengan Infomed consent, pretest, Intervensi dan posttest. Prosedur pengumpulan
data dapat dilihat pada diagram kerangka kerja penelitian dan kerangka kerja
penelitian pada lampiran 12.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


73

a. Informed Consent
Informed consent yaitu persetujuan untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian
setelah mendaptkan kejelasan yang lengkap dan terbuka dari peneliti tentang
keseluruhan pelaksanaan penelitian. Peneliti memberikan penjelasan pada
responden berupa penjelasan tentang judul penelitian, tujuan serta manfaat dari
penelitian, permintaan untuk berpartisipasi pada penelitian, penjelasan prosedur
penelitian, gambaran tentang keuntungan yang didapat dengan partisipasi sebagai
subjek penelitian, mengundurkan diri dari keikutan serta sebagai subjek penelitian
kapanpun sesuai keinginan responden, persetujuan peneliti memberikan informasi
yang jujur dan pernyataan persetujuan dari subjek ikut serta dalam penelitian
(Dharma, 2011). Pada penelitian ini memberikan tahapan-tahapan prosedur untuk
informed consent kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis dan ditanda tangani
oleh responden untuk persetujuan ikut dalam penelitian.

b. Pre Test
Pre test dilakukan pada RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban. Pre test
dilakukan pada perawat pelaksana terhadap persepsinya dalam menerapkan
keselamatan terhadap bahaya agen biologik. Peneliti menjelaskan cara mengisi
kuesioner A dan B untuk semua perawat pelaksana pada waktu rapat besar
keperawatan. Pretest dilakukan pada 19 November 2012.

c. Intervensi
Intervensi dilakukan di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban pada 7
perawat supervisor dengan waktu selama 1 hari untuk pertemuan di kelas untuk
materi pelatihan supervisi model reflektif interaktif 19 November 2012. Materi
Pelatihan dan Struktur Pelatihan terlampir pada lampiran 13. Pendampingan di
lapangan selama 20 – 23 November 2012. Pendampingan bertujuan untuk melihat
pelaksanaan supervisi model reflektif interaktif selama seminggu untuk diskusi
hal-hal yang dirasa perlu dalam pelaksanaan supervisi berupa hambatan dan
kendala dalam pelaksanaan supervisi.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


74

Pelaksanaan supervisi model reflektif interaktif dilakukan oleh kepala ruang


setelah mendapatkan pelatihan dengan pertemuan di kelas selama 1 hari dan
pendampingan di lapangan selama 2 hari oleh peneliti dengan pemantapan
kegiatan supervisi model reflektif interaktif yang mengacu pada format penilaian
pencapaian kegiatan supervisi reflektif interaktif oleh kepala ruang yang berisi 10
item kegiatan. Pemantapan dilakukan guna menilai pencapaian perawat supervisor
dalam melakukan kegiatan supervisi model reflektif interaktif harus mendapatkan
nilai sesuai dengan standar kelulusan dalam melakukan praktik 75% - 100%.

Penilaian kegiatan supervisi ini dilakukan oleh peneliti menilai kemampuan


kepala ruang dalam melakukan supervisi model reflektif interaktif. Penilaian
tahap pertama yang dilakukan mulai dari pendampingan lapangan untuk dan
penilaian akhir dilakukan pada minggu ketiga dilakukan supervisi model reflektif
interaktif oleh kepala runag terhadap perawat pelaksanaan pada bahaya agen
biologik pada 7 Desember 2012.

Perawat supervisor melakukan kegiatan superisi model reflektif interaktif pada


perawat pelaksana. Perawat supervisor mengisi format pencapaian pelaksanaan
supervisi reflektif yang telah dilakukannya dalam waktu satu minggu sebanyak 1
kali untuk 1 perawat pelaksana. Jadi selama penelitian ada 3 kali pengisian format
pencapaian supervisor dalam melakukan supervisi model reflektif interaktif pada
perawat pelaksana yang sama. Perawat pelaksana yang diberikan kuesioner B
yaitu perawat yang mendapatkan supervisi model reflektif interaktif terhadap
keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik.

d. Post Test
Post test dilakukan untuk melihat persepsi perawat pelaksana terhadap
keselamatan perawat terhadap bahaya risiko agen biologik setelah dilakukan
supervisi model reflektif interaktif sebanyak 1 kali dalam seminggu dan 3 kali
dalam 3 minggu dan pada minggu ke 4 diberikan kuesioner untuk post test. Post
test pada kelompok inrervensi diberikan pada tanggal 10 Desember 2012.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


75

4.8.2.2. Pelaksanaan Kelompok Kontrol


Kegiatan pelaksanaan intervensi penelitian dilaksanakan selama 3 minggu dimulai
dengan Infomed consent, pre test, dan post test. Prosedur pengumpulan data dapat
dilihat pada alur kegiatan dan tabel kerangka kerja penelitian.

a. Informed Consent
Informed consent yaitu persetujuan untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian
setelah mendaptkan kejelasan yang lengkap dan terbuka dari peneliti tentang
keseluruhan pelaksanaan penelitian. Peneliti memberikan penjelasan pada
responden berupa penjelasan tentang judul penelitian, tujuan serta manfaat dari
penelitian, permintaan untuk berpartisipasi pada penelitian, penjelsan prosedur
penelitian, gambaran tentang keuntungan yang didapat dengan partisipasi sebagai
subjek penelitian, mengundurkan diri dari keikutan serta sebagai subjek penelitian
kapanpun sesuai keinginan responden, persetujuan peneliti memberikan informasi
yang jujur dan pernyataan persetujuan dari subjek ikut serta dalam penelitian
(Dharma, 2011). Pada penelitian ini memberikan tahapan-tahapan prosedur untuk
informed consent kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis dan ditanda tangani
oleh responden untuk persetujuan ikut dalam penelitian.

b. Pre Test
Pre test dilakukan pada RSU Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang. Pre test
dilakukan perawat terhadap persepsinya dalam menerapkan keselamatan terhadap
bahaya agen biologik. Peneliti memberikan penjelasan pada perawat pelaksana
dengan cara memberikan penjelasan per shif dinas jaga. Pre test dilakukan selama
19 – 23 November 2012.

c. Intervensi
Tidak dilakukan intervensi supervisi model reflektif interaktif terhadap RSU
Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang sebagai kelompok kontrol.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


76

d. Post Test
Post test dilakukan untuk melihat persepsi perawat pelaksana pada keselamatan
perawat terhadap bahaya agen biologik pada 10 Desember 2012. Berikut diagram
kegiatan penelitian pada bagan 4.2.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


77

Diagram 4.2. Kerangka Kerja Penelitian Pengaruh Supervisi Reflektif Interaktif terhadap Perilaku Perawat pada Bahaya
Agen Biologik di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban Pada 12 November – 10 Desember 2012

12- 14 November 2012 19-24 November 2012 26 November- 3 Desember2012 3-10 Desember 2012

Uji Validitas Instrumen RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban (Kelompok Intervensi)
(12-13November 2012)
Pelatihan Supervisi Diskusi Kendala dan Hambatan pelaksanaan Supervisi
Reflektif Interaktif pada Reflektif Interaktif Minggu I dan Minggu Kedua pada
Informed Consent dan Hari Jumat
kepala ruang
Pretest ( 19 November Pelaksanaan supervisi Reflektif Interaktif oleh kepala ruang pada keselamatan
2012) di kelompok 1. Pelatihan dikelas
selama 1 hari tgl 19 perawat terhadap bahaya/resiko agen biologi selama 3 minggu
Z Intervensi 2. Praktek lapangan
selama 20 – 23 Informed
November 2012 consent dan
3. Remedial bagi peserta Posttest (10
pelatihan yang tidak Desember
lulus selama tidak 2012)
dilakukan
Informed consent dan RSU Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang (Kelompok kontrol)
Pretest ( 19 November Pelatihan
2012) di kelompok kontrol Supervisi Reflektif
Interaktif pada
9 1hari) kepala ruang

Informed 1. Pelatihan
consent dikelas selama 1
dan Post hari
Test (10 2. Praktek
Desember lapangan selama
2012) 1 hari

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


9 1hari)
78

4.8.Pengolahan dan Analisis Data


4.8.1. Pengolahan Data
Pengolahan data bertujuan untuk memperoleh hasil yang baik dan memiliki
kualitas yang baik untuk hasil yang tepat. Pengolahan data dengan menggunakan
program komputer dimulai dari editing, coding, data entry (processing) dan
pembersihan data (cleaning) (Notoadmodjo, 2010).
a. Editing
Proses editing dilakukan untuk mengecek dan memperbaiki kelengkapan,
kejelasan kuesioner dan format observasi terisi semua untuk dapat dibaca dengan
mudah. Apabila terdapat kesalahan dapat diklarifikasi kembali pada responden
untuk melengkapi datanya. Apabila ada jawaban-jawaban belum lengkap, kalau
memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi
jawaban-jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan, maka pertanyaan
yang jawabnya tidak lengkap tersebut tidak diolah atau dimasukan dalam
pengolahan data missing. Proses editing dilakukan mulai pada 19 November – 10
Desember 2012.
b. Coding
Coding dilakukan untuk memudah dalam memasukan data. dengan mengubah
data bentuk kalimat menjadi data angka dan bilangan yang sesuai dengan yang
ada pada definisi operasional. Coding ini sangat berguna dalam memasukkan data
(data entry). Proses Coding dilakukan mulai dari pada 19 November – 10
Desember 2012.
c. Data Entry (Processing)
Data dimasukan dalam lembar rekap untuk dimasukan dalam program komputer
pada program analisa data. Dalam proses ini dituntut ketelitian dari orang yang
melakukan data entry. Apabila tidak maka akan terjadi bias, meskipun hanya
memasukan data saja. Proses data entry dilakukan pada 19 November -10
Desember 2010.
d. Cleaning
Apabila semua data setiap sumber data dan responden selesai dimasukan, perlu
dicek kembali untuk melihat kemungkinan kemungkinan kesalahan - kesalahan
kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya kemudian dilakukan pembetulan atau

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


79

koreksi. Cleaning dilakukan untuk memastikan data yang dimasukan tidak


terdapat kesalahan.

4.8.2. Analisis Data


Analisis data dilakukan setelah pemrosesan data yang didapat. Analisis data
berupa analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat

4.8.2.1. Analisis Univariat


Analisis univariate adalah untuk mendeskripsikan variabel penelitian misalnya,
umur, jenis kelamin, masa kerja, pelatihan yang pernah diterima. Pada penelitian
ini analisis univariat untuk data kategorik seperti umur, tingkat pendidikan, jenis
kelamin, masa kerja, dan pelatihan yang pernah diterima. Nilai perilaku
keselamatan perawat disajikan dalam bentuk baik apabila ≥ 120 dan kurang baik
apabila < 120 ditetapkan berdasarkan standar penilaian hasil penelitian oleh
Arikunto (2002).

4.8.2.2. Analisis Bivariat


Analisis bivariat dilakukan untuk varibel penelitian. Pada penelitian quasi
exsperiment dilakukan uji kesetaraan atau homogenitas antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol (Polit& Beck, 2012). Uji kesetaraan pada
penelitian ini menggunakan uji Chi Square. Menggunakan uji Chi square untuk
variabel perancu (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, dan
pelatihan yang pernah diikuti) dan varibel dependen (perilaku keselamatan
perawat terhadap bahaya agen biologik sebelum dilakukan intervensi supervisi
model reflektif interaktif.

Penggunaan uji McNemar untuk analisis bivariat yang bertujuan untuk


mengetahui pengaruh supervisi reflektif interaktif terhadap perilaku keselamatan
perawat pada bahaya agen biologik di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung
Uban.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


80

Tabel 4.3. Uji Kesetaraan


No Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Cara analisis
1 Umur (ordinal) Umur (ordinal) Chi square
2 Masa Kerja (ordinal) Masa Kerja (ordinal) Chi square
3 Tingkat pendidikan (ordinal) Tingkat pendidikan (ordinal) Chi square
4 Jenis Kelamin (nominal) Jenis kelamin ( nominal) Chi square
5 Pelatihan K3RS yang didapat Pelatihan K3RS yang pernah Chi square
perawat pelaksana (ordinal) didapat perawat pelaksana
(ordinal)
6 Perilaku keselamatan Perilaku keselamatan perawat Chi square
perawat pada bahaya agen pada bahaya agen biologik
biologik (ordinal) sebelum (ordinal)
intervensi Sebelum intervensi

.Tabel 4.4. Uji Perbedaan

Variabel Independen
No Variabel Dependen Cara Analisis
Pelaksanaan Supervisi
1 Perilaku keselamatan Kelompok Kelompok McNemar
perawat terhadap bahaya intervensi Intervensi
agen biologik sebelum dan (kategorik) (kategorik)
sesudah supervisi model
reflektif interaktif (ordinal)
2 Perilaku keselamatan Kelompok Kelompok McNemar
perawat terhadap bahaya kontrol kontrol
agen biologik sebelum dan (kategorik) (kategorik)
sesudah supervisi model
reflektif interaktif (ordinal)
3 perilaku keselamatan Kelompok Kelompok Chi Square
perawat terhadap bahaya intervensi kontrol
agen biologik sesudah (kategorik) (kategorik)
supervisi model reflektif
interaktif
4 Perubahan Perilaku Kelompok Kelompok Penggabungan
keselamatan perawat intervensi kontrol sel karena tidak
terhadap bahaya agen (kategorik) (kategorik) memenuhi syarat
biologik sebelum dan uji Chi square
sesudah supervisi model
reflektif interaktif (ordinal)

Cara analisis untuk perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen biologik
sebelum dan sesudah supervisi reflektif interaktif pada kelompok kontrol diuji
dengan McNemar. Cara analisis untuk perbedaan perilaku keselamatan perawat
pada bahaya agen biologik sesudah supervisi reflektif interaktif antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol dengan Chi square. Cara analisis untuk
perubahan perilaku keselamatan perawat sesudah intervensi pada jkelompok
intervensi dengan menggunakan penggabungan sel karena tidak memenuhi syarat
dengan uji Chi Square (Dahlan, 2008). Variabel yang akan diuji dalam penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 4.3 dan tabel 4.4 .

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


81

4.8.2.3. Analisis Multivariat


Proses analisis multivariat dengan menghubungkan beberapa variabel independen
dengan satu variabel dependen pada waktu bersamaan. Pada penelitian ini variabel
dependen adalah perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
merupakan data kategorik dengan sehingga uji yang digunakan adalah regresi
logistik. Prosedur pemodelan menurut Hastono, (2007) sebagai berikut:
a. Pemodelan seleksi bivariat
Variabel yang diseleksi yaitu karakteristik perawat berupa umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, masa kerja, dan pelatihan yang pernah diikuti dengan variabel
dependen yaitu perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik.
Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen dengan
variabel dependennya. Bila hasil uji bivariat mempunyai p< 0,25 maka variabel
tersebut dapat masuk model multivariat. Namun bisa saja р> 0,25 tetap diikutkan
ke multivariat bila variabel tersebut secara substansi penting.
b. Pemodelan multivariat
Memilih variabel yang dianggap penting yang masuk dalam model, dengan cara
mempertahankan variabel yang р< 0,05 dan mengeluarkan variabel yang р> 0,05.
hal ini dilakukan secara bertahap dimulai dari variabel yang mempunyai р
terbesar. Kemudian dicek adanya perubahan OR dan coefficient β bila ada
perubahan lebih dari 10% maka variebel tersebut dimasukan kembali pada
pemodelan multivariat. Analisis ini dilanjutkan sehingga diperoleh model terakhir
apabila sampai tidak lagi ditemukan variabel yang memiliki p > 0,05.
c. Kesimpulan hasil uji regresi logistik
Hasil uji regresi logistik berisi tentang variabel perancu (umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, masa kerja, dan pelatihan yang pernah diikuti) yang paling
berkontribusi terhadap varibel dependen (perilaku keselamatan perawat terhadap
bahaya agen biologik).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


BAB 5
HASIL PENELITIAN

Bab ini menggambarkan hasil penelitian yang terdiri dari proses penelitian,
karakteristik perawat dan pengaruh supervisi model reflektif interaktif terhadap
perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen biologik. Pengambilan data
dilakukan di dua rumah sakit yaitu RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung
Uban sebagai kelompok intervensi dengan jumlah responden 97 perawat dan RSU
Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang sebagai kelompok kontrol dengan
jumlah responden 97 perawat. Jumlah responden yang direncanakan dari sebelum
penelitian dengan 100 reponden tetapi pada saat penelitian ada yang drop out
karena tidak memenuhi syarat dalam pemilihan sampel. Pengambilan data pada
19 November sampai dengan 10 Desember 2012. Hasil penelitian ini
menguraikan hasil analisis univariat, bivariat, dan multivariat.

5.1 Analisis Univariat


5.1.1 Proses Penelitian
Penelitian dimulai dengan pemberian pelatihan supervisi model reflektif interaktif
dengan pertemuan di kelas selama 1 hari (19 November 2012) untuk materi
supervisi model reflektif interaktif dan keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik. Sebelum pelatihan diberikan pretest untuk materi supervisi dan posttest
setelah dilakukan pertemuan di kelas. Soal untuk pretest dan posttest sama
berjumlah 10 item pertanyaan dalam bentuk multiple choice. Hasil pretest dan
posttest disajikan pada tabel 5.1

Pada tabel 5.1 tampak bahwa pelatihan dapat meningkatkan nilai semua peserta
dengan rerata kenaikan 55,7%. Pelaksanaan supervisi model reflektif interaktif
berdasarkan sebelum dan sesudah pelaksanaan supervisi model reflektif interaktif
dinilai menggunakan 10 item tentang supervisi reflektif terkait pendidikan,
admnistrasi dan dukungan. Hasil penilaian dapat dilihat pada tabel 5.2

82 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


83

Tabel 5.1
Hasil Pretest dan Posttest Pelatihan Supervisi Model Reflektif Interaktif di
Kelompok Intervensi pada 19 November 2012
Nilai Pelaksanaan
Supervisor Selisih
Pretest Posttest
1 40% 90% 50%
2 50% 100% 50%
3 60% 100% 40%
4 40% 100% 60%
5 30% 100% 70%
6 20% 90% 70%
7 40% 90% 50%
Rerata 40% 95,71% 55,71%

Tabel 5.2
Pelaksanaan Supervisi di Kelompok Intervensi
Pada 19 November – 10 Desember 2012
Pelaksanaan Supervisi
Supervisor Selisih
Sebelum (%) Sesudah (%)
1 20% 94 % 74%
2 10% 97% 87%
3 20% 95% 75%
4 10% 92% 82%
5 10 % 92% 82%
6 20 % 93% 83%
7 10% 90% 80%
Rerata 14.29% 93.28% 80,43%

Pada tabel 5.2 tampak bahwa pencapaian pelaksanaan supervisi model reflektif
interaktif sebelum pelatihan sebesar 14,29% dan sesudah pelatihan sebesar
93,28%. Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kegiatan supervisi
model reflektif interaktif dengan rerata 80,43%.

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan pendampingan kepala ruangan untuk


melakukan kegiatan supervisi individu di lapangan dengan jadwal yang telah
disusun oleh peneliti selama 1 minggu (20 -23 November 2012). Dalam proses
penelitian ada dua kali pertemuan (30 Desember dan 7 Desember 2012) sebagai
evaluasi untuk membahas hambatan-hambatan yang ditemui dalam melaksanakan
supervisi model reflektif interaktif di kelompok intervensi. Hasil pertemuan ini
tidak terdapat kendala yang begitu berarti dalam pelaksanaan supervisi model
reflektif interaktif.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


84

Kegiatan supervisi oleh kepala ruang terhadap perawat pelaksana dilaksanakan


selama 3 minggu dengan waktu ± 45 - 60 menit untuk setiap perawat dengan
jadwal yang telah disepakati oleh kepala ruang dan perawat pelaksana.
Sebelumnya perawat pelaksana diberikan kuesioner sebelum disupervisi oleh
kepala ruang dan setelah dilakukan supervisi model reflektif interaktif sebanyak 3
kali dalam 3 minggu diberikan kuesioner kembali sesudah untuk perawat
pelaksana yang sama.

5.1.2 Gambaran Karakteristik Perawat berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,


Masa Kerja dan Pelatihan K3RS dan PPI di Kelompok Intervensi dan
Kontrol
Karakteristik perawat berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja
dan pelatihan K3RS dan PPI yang pernah diikuti pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 5.3

Tabel 5.3
Karakteristik perawat berdasarkan Umur, Pendidikan, Jenis Kelamin, Masa Kerja
dan Pelatihan K3RS dan PPI pada Kelompok Intervensi (n=97) dan Kelompok
Kontrol (n=97) pada 19 November - 10 Desember 2012
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Karakteristik
n % n %
Umur
< 35 tahun 90 92,8 92 94,8
≥ 35 tahun 7 7,2 5 5,2
Total 97 100 97 100
Pendidikan
DIII Keperawatan 83 85,6 85 87,6
S1 Keperawatan 14 14,4 12 12,4
Total 97 100 97 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 21 21,6 24 24,7
Perempuan 76 78,4 73 75,3
Total 97 100 97 100
Masa Kerja
< 2 tahun 26 26,8 97 100
≥ 2 tahun 71 73,2
Total 97 100 97 100
Pelatihan K3RS dan PPI
Pernah 15 15,5 5 5,2
Tidak pernah 82 84,5 92 92
Total 97 100 97 100

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


85

Pada tabel 5.3 tampak bahwa kelompok intervensi dengan jumlah responden 97
perawat memiliki karakteristik perawat pelaksana sebagai berikut: sebagian besar
usia di bawah 35 tahun (92,8%), pendidikan DIII Keperawatan (85,6%), jenis
kelamin perempuan (78,4%), masa kerja lebih dari 2 tahun (73,2%), dan tidak
pernah mengikuti pelatihan K3RS dan PPI (84,5%). Pada kelompok kontrol
menunjukkan bahwa dengan jumlah responden 97 perawat memiliki karakteristik
perawat sebagian besar di bawah 35 tahun (94,8%), pendidikan DIII Keperawatan
(87,6%), jenis kelamin perempuan (75.3%), masa kerja kurang 1 tahun (100%)
dikarenakan RS baru didirikan pada pada 12 Januari 2012, dan tidak pernah
pelatihan K3RS dan PPI (94,8%).

5.1.3. Gambaran Perilaku Keselamatan Perawat Terhadap Bahaya Agen


Biologik di Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol sebelum dan
sesudah pelaksanaan Supervisi Model Reflektif Interaktif

Hasil analisis univariat perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen


biologik sebelum dilakukan intervensi supervisi model reflektif interaktif di
kelompok intervensi dan kontrol dapat dilihat dalam tabel 5.4

Tabel 5.4
Gambaran Perilaku Keselamatan Perawat Terhadap Bahaya Agen Biologik di
Kelompok Intervensi (n = 97) dan Kelompok Kontrol (n= 97) Sebelum Intervensi
Supervisi Model Reflektif Interaktif pada 19 November – 10 Desember 2012
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Perilaku Kurang Total Kurang Total
Keselamatan Baik Baik
Baik Baik
Perawat n % n % n % n % n % n %
Sebelum 63 64,9 34 35,1 97 100 39 40,2 58 59,8 97 100
Sesudah 15 15,5 82 84,5 97 100 43 44,3 54 55,7 97 100
Beda Proporsi 48 49,4 48 49,4 4 4,1 -4 -4,1

Pada tabel 5.4 tampak bahwa pada kelompok intervensi ada perbedaan antara
proporsi perawat yang berperilaku baik sebelum dan sesudah supervisi model
reflektif interaktif, yaitu terjadi peningkatan 49,4%. Sebaliknya, pada kelompok
kontrol walaupun ada perbedaan proporsi antara perawat yang berperilaku baik
sebelum dan sesudah, karena tidak dilakukan intervensi supervisi model reflektif

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


86

interaktif, perubahan yang terjadi adalah penurunan proporsi perawat sebesar


4,11%.

5.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui kesetaraan dan perbedaan perilaku


keselamatan perawat pada bahaya agen biologik antara kelompok intervensi yang
mendapatkan intervensi supervisi model reflektif interaktif dan kelompok kontrol
yang tidak mendapatkan intervensi supervisi model reflektif interaktif, dan
hubungan karakteristik perawat dengan perubahan perilaku keselamatan perawat
terhadap bahaya agen biologik. Sebelum analisis bivariat peneliti melakukan uji
kesetaraan terlebih dahulu sebagai berikut:

5.2.1. Uji Kesetaraan


Kesetaraan data diperlukan sebagai syarat untuk quasi experiment antara
kelompok intervensi dan kontrol sebelum dilakukan intervensi untuk menjamin
validitas intervensi yang dilakukan. Uji kesetaraan karakteristik dan perilaku
keselatan perawat terhadap bahaya agen biologik sebelum intervensi supervisi
model reflektif interaktif antara kelompok intervensi dan kontrol dengan data
kategorik memakai uji Chi Square. Hasil Uji kesetaraan karakteristik perawat
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol disajikan pada tabel 5.5. Hasil
uji kesetaraan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
sebelum intervensi supervisi model reflektif interaktif antara kelompok intervensi
dan kelompok kontrol pada tabel 5.6.

Tabel 5.5
Hasil Uji Kesetaraan Karakteristik Perawat antara Kelompok Intervensi (n=97)
dan Kelompok Kontrol (n=97) pada 19 November – 10 Desember 2012
No Karakteristik
1 Usia 0.318
2 Jenis Kelamin 0.035*
3 Pendidikan 1.000
4 Masa Kerja -
5 Pelatihan K3RS dan PPI 1.000
*bermakna pada α=0.05

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


87

Pada tabel 5.5 tampak bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada umur,
pendidikan dan pelatihan K3RS dan PPI antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol (p>α; α=0,05), sedangkan untuk jenis kelamin terdapat
perbedaan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p=0,035).
Kesetaraan untuk masa kerja tidak dilakukan karena untuk kelompok kontrol
semua responden (100%) masa kerja kurang dari 1 tahun, sehingga tidak dapat
dilakukan uji kesetaraan, akan tetapi pada tabel 5.5 dapat dilihat bahwa masa kerja
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak setara.

Tabel 5.6
Hasil Uji Kesetaraan Perilaku Keselamatan Perawat terhadap Bahaya Agen
Biologik Sebelum Intervensi Supervisi Model Reflektif Interaktif antara
Kelompok Intervensi (n=97) dan Kelompok Kontrol (n=97)
pada 19 November – 10 Desember 2012
Kelompok Kelompok
Perilaku OR
Intervensi Kontrol p
Keselamatan (CI 95%)
n % n %
Kurang Baik 63 64,9 39 40,21 13,778 0,001*
Baik 34 35,1 58 59,79 (3,808 – 49,844)
Total 97 100 97 100
*bermakna pada α= 0.05

Pada tabel 5.6 tampak bahwa sebelum intervensi pada kelompok intervensi yang
perilaku baik terhadap keselamatan pada bahaya agen biologik dengan proporsi
35,1% sedangkan pada kelompok kontrol yang berperilaku baik terhadap
keselamatan bahaya agen biologik dengan proporsi 59,8%. Hasil uji statistik
didapatkan bahwa ada perbedaan proporsi perilaku keselamatan perawat terhadap
bahaya agen biologik sebelum intervensi supervisi model reflektif Interaktif
antara kelompok intervensi dan kontrol (p<0,001; CI 95% 3,808 – 49,844). Dari
hasil analisis diperoleh OR = 13, 778 yang artinya perawat pada kelompok kontrol
memiliki peluang berperilaku keselamatan baik sebesar 13,778 dibandingkan
dengan kelompok intervensi yang berperilaku keselamatan baik.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


88

5.2.2. Uji Perbedaan


5.2.2.1. Perbedaan Perilaku Keselamatan Perawat terhadap Bahaya Agen
Biologik antara Sebelum dan Sesudah pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol

Uji perbedaan perilaku sebelum dan sesudah intervensi supervisi model reflektif
interaktif pada kelompok intervensi dengan menggunakan uji Mc Nemar. Hasil
Uji perbedaan tersebut disajikan pada tabel 5.7

Tabel 5.7
Hasil Uji Perbedaan Perilaku Keselamatan Perawat terhadap Bahaya Agen
Biologik Sebelum dan Sesudah Intervensi Supervisi Model Reflektif Interaktif
di Kelompok Intervensi (n=97) pada 19 November – 10 Desember 2012
Perilaku Sesudah
Total OR
Keselamatan Kurang Baik Baik p
(CI 95%)
Perawat n % n % n %
Sebelum 1,094 0,000*
Kurang Baik 10 10,31 53 54,63 63 64,95 (0,341-3,509)
Baik 5 5,15 29 29,90 34 35,05
Total 15 15,56 82 84,54 97 100
*bermakna pada α= 0,05

Pada tabel 5.7 tampak bahwa sebagian besar perawat (54,63%) pada kelompok
intervensi mengalami perubahan perilaku dari kurang baik menjadi baik setelah
dilakukan supervisi model reflektif interaktif, akan tetapi masih ada perawat
(5,15%) yang berperilaku berubah dari baik menjadi kurang baik sesudah
dilakukan supervisi model reflektif interaktif. Hasil uji statistik didapatkan bahwa
ada perbedaan proporsi perawat berperilaku keselamatan terhadap bahaya agen
biologik antara sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi
(p<0,001: CI 95%= 0,341-3,509).

Perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik antara


sebelum dan sesudah intervensi supervisi model reflektif interaktif pada kelompok
kontrol dilakukan dengan uji McNemar. Hasil uji perbedaan tersebut disajikan
pada tabel 5.8

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


89

Tabel 5.8
Hasil Uji Perbedaan Perilaku Keselamatan Perawat Terhadap Bahaya Agen
Biologik Sebelum dan Sesudah Intervensi Supervisi Model Reflektif Interaktif
di Kelompok Kontrol (n= 97) pada 19 November – 10 Desember 2012

Perilaku Sesudah
Keselamatan Total
Baik OR p
Perawat Kurang Baik
(CI 95%)
n % n % n %
Sebelum 0,951 0,665
Kurang Baik 17 17,53 22 22,68 39 40,21 (0,420- 2,154)
Baik 26 26,8 32 32,99 58 59,79

Total 43 44,33 54 55,67 97 100

Pada tabel 5.8 tampak bahwa di kelompok kontrol proporsi perawat yang
berperilaku kurang baik menjadi baik 22,68%, sedangkan yang berperilaku baik
menjadi kurang baik 26,8%. Hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan proporsi perawat berperilaku keselamatan terhadap bahaya agen
biologik sebelum dan sesudah intervensi supervisi model reflektif interaktif pada
kelompok kontrol (p=0,665; CI95% = 0,420- 2,154).

Tetapi dapat dilihat dari hasil OR yang hampir sama pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol yang menunjukkan bahwa mempunyai peluang yang sama
untuk berubah menjadi lebih baik atau lebih buruk pada kelompok intervensi
(1,094) dan kelompok kontrol (0,951).

5.2.2.2. Perbedaan Perilaku Keselamatan Perawat antara Kelompok


Intervensi dan Kelompok Kontrol Sesudah Intervensi Supervisi Model
Reflektif Interaktif

Perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik sesudah


intervensi supervisi model reflektif interaktif pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol dilakukan dengan uji Chi Square. Hasil uji perbedaan tersebut
disajikan pada tabel 5.9

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


90

Tabel 5.9
Hasil Uji Perbedaan Perilaku Keselamatan Perawat terhadap Bahaya Agen
Biologik Sesudah Intervensi Supervisi Model Reflektif Interaktif pada Kelompok
Intervensi (n=97) dan Kelompok Kontrol (n=97) pada 19 November – 10
Desember 2012
Kelompok Kelompok OR
Perilaku p
No Intervensi Kontrol (CI 95%)
Keselamatan
n % n %
1 Kurang Baik 15 15,46 43 44,33 4,353 0,000*
2 Baik 82 82,54 54 55,67 (2,204 – 8,599)
Total 97 100 97 100
*bermakna pada α= 0.05

Pada tabel 5.9 tampak bahwa sesudah dilakukan intervensi pada kelompok
intervensi proporsi perawat yang berperilaku baik (82,54%) lebih banyak
dibandingkan dengan perawat pada kelompok kontrol yang berperilaku baik
(55,67%). Hasil uji statistik ada perbedaan proporsi perawat berperilaku
keselamatan antara kelompok intervensi dan kontrol sesudah intervensi supervisi
model reflektif interaktif (p<0,001; CI 95%: 2,204 – 8,599). Hasil analisis
diperoleh nilai OR = 4,353, artinya proporsi perawat di kelompok intervensi
berperilaku keselamatan baik memiliki peluang 4,353 kali dibanding kelompok
kontrol yang berperilaku kurang baik.

5.2.2.3. Perbedaan Perubahan Perilaku Keselamatan Perawat terhadap


Bahaya Agen Biologik di kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Sesudah Intervensi

Uji perbedaan perubahan perilaku keselamatan perawat antara kelompok


intervensi dan kelompok kontrol sesudah intervensi dengan data kategorik
dilakukan uji statistic dengan penggabungan sel karena tidak memenuhi syarat
untuk Chi square dapat dilihat pada tabel 5.10

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


91

Tabel 5.10
Perbedaan Perubahan Perilaku Keselamatan Perawat Terhadap bahaya agen
biologik sesudah intervensi Supervisi Model Reflektif Interaktif pada Kelompok
Intervensi (n=97) dan Kelompok Kontrol (n=97)
Pada 19 November 2012 – 10 Desember 2012
Perilaku Keselamatan
Lebih Buruk/ Total OR
Kelompok Lebih Baik p
Tetap (CI 95%)
n % n % n %
Kelompok Intervensi 44 45,4 53 54,63 97 100 4,106 0,000*
Kelompok Kontrol 75 77,31 22 22,68 97 100 (2,207 – 7,641)

Total 119 61,9 75 77,31 194


*bermakna pada α=0,05

Pada tabel 5.10 menunjukkan pada kelompok intervensi, proporsi perawat yang
berperilaku menjadi lebih baik (54,63%) lebih banyak dibandingkan dengan yang
lebih buruk atau tetap, sedangkan pada kelompok kontrol proporsi perawat yang
berperilaku lebih baik lebih sedikit (22,68%) dibandingkan yang berperilaku tetap
dan lebih buruk. Hasil ini diperjelas pada tabel 5.4 yang menunjukkan bahwa
pada kelompok intervensi dan kontrol mempunyai peluang yang sama untuk
menjadi lebih baik atau lebih buruk. Hasil uji statistik didapatkan ada perbedaan
perubahan proporsi perilaku keselamatan perawat setelah intervensi antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p<0,001; CI 95%= 2,207 – 7,641).
Dari hasil analisis diperoleh pula OR= 4,106 yang artinya perawat pada kelompok
intervensi memiliki peluang perubahan perilaku lebih baik sebesar 4,106 kali
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang perubahan berperilaku lebih buruk
atau tetap. Dengan demikian hal ini membuktikan hipotesis mayor ada pengaruh
supervisi relektif interaktif terhadap perilaku keselamatan perawat terhadap
bahaya agen biologik.

5.2.3. Hubungan Karakteristik Perawat dengan Perilaku Keselamatan


Perawat terhadap Bahaya Agen Biologik di Kelompok Intervensi

Hubungan karakteristik perawat merupakan data kategorik terhadap perubahan


perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik dilakukan dengan
Uji Chi Square,dengan penggabungan sel karena tidak memenuhi syarat untuk uji
Chi Square. Hasil uji korelasi tersebut disajikan pada tabel 5.11.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


92

Tabel 5.11
Hasil Uji Hubungan Karakteristik Perawat dengan Perubahan Perilaku
Keselamatan Perawat pada Bahaya Agen Biologik di Kelompok Intervensi (n=97)
pada19 November – 10 Desember 2012
Perilaku Keselamatan
Perawat
Total OR
Karakteristik Lebih p
Lebih Baik (CI 95%)
Buruk/Tetap
n % n % n %
Umur 0,600 0.698
< 35 tahun 40 44,4 50 55,6 90 100 (0,172-2,837)
≥ 35 tahun 4 57,1 3 42,9 7 100

Jenis Kelamin 0,698 0,465


Laki 11 52,4 10 47,6 21 100 (0,265-1,839)
Perempuan 33 43,4 43 56,6 76 100

Masa Kerja 1,045 0,924


< 2 tahun 12 46,2 14 53,8 26 100 (0,424- 2,574)
≥ 2 tahun 32 45,1 39 54,9 71 100

Pendidikan 1,126 0,839


DIII Keperawatan 38 45,8 45 54,2 83 100 (0,359-3,532)
S1 keperawatan 6 42,9 8 57,1 14 100

Pelatihan K3 RS 0,354 0,071


dan PPI (0,111- 1,131
Tidak Pernah 34 41,5 48 58,5 82 100
Pernah 10 66,7 5 33,3 15 100

Pada tabel 5.11 tampak bahwa sesudah intervensi supervisi model reflektif
interaktif bahwa perawat dengan usia dibawah 35 tahun cendrung mempunyai
perilaku lebih baik dengan proporsi sebesar 55,6% dibandingkan dengan usia
diatas 35 tahun dengan proporsi sebesar 42,5%. Perawat dengan jenis kelamin
perempuan cendrung mempunyai perilaku lebih baik dengan proporsi sebesar
48,6% dibandingkan laki - laki dengan proporsi sebesar 47,6%. Pada karakteristik
masa kerja bahwa yang perawat berperilaku lebih baik dengan masa kerja > 2
tahun dengan proporsi 54,9% dibandingkan di bawah 2 tahun dengan proporsi
sebesar 53,8%. Perawat dengan pendidikan S1 Keperawatan cendrung memiliki
perilaku lebih baik dengan proporsi 57,1% dibandingkan DIII Keperawatan
dengan proporsi 54,2%. Berbeda halnya dengan pelatihan K3RS dan PPI yang
cendrung berperilaku baik perawat yang tidak pernah dengan proporsi sebesar
58,5% dibandingkan pernah pelatihan (33,3%), walaupun dari hasil analis dapat

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


93

dilihat bahwa tidak ada hubungan karakteristik dengan perubahan perilaku lebih
baik (p> 0,05).

5.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat untuk melihat variabel konfonding yang paling ikut


berkontribusi dalam perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya
agen biologik di kelompok intervensi. Analisis multivariat yang digunakan adalah
regresi logistik ganda. Analisis multivariat dimulai dengan seleksi bivariat dari
karakteristik didapatkan bahwa pelatihan K3RS dan PPI yang memilki nilai kecil
dari 0,25 yaitu dengan p= 0,071 yang selanjutnya dimasukkan dalam pemodelan
multivariat

Hasil analisis lebih lanjut didapatkan tidak ada pengaruh pelatihan K3RS dan PPI
terhadap perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen biologik pada kelompok
intervensi (p=0,079).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


BAB 6
PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang kesesuaian dan kesenjangan antara hasil penelitian
dengan tinjauan kepustakaan yang mendasari. Pembahasan meliputi interprestasi
dan diskusi hasil penelitian mengenai gambaran karakteristik perawat, perbedaan
perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik antara kelompok
intervensi dan di kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi supervisi
model reflektif interaktif, perbedaan perilaku keselamatan perawat pada bahaya
agen biologik sesudah intervensi sesudah intervensi pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol, perbedaan perubahan perilaku keselamatan perawat
sesudah intervensi pada kelompok intervensi pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol, dan hubungan karakteristik perawat dengan perubahan perilaku
keselamatan perawat. Pembahasan selanjutnya pada keterbatasan penelitian dan
implikasi penelitian pada pelayanan keperawatan, ilmu keperawatan dan
penelitian keperawatan.

6.1. Interpretasi Dan Diskusi Hasil Penelitian

Penelitian tentang pengaruh supervisi model reflektif interaktif terhadap perilaku


keselamatan perawat pada bahaya agen biologik memiliki tujuan umum dan
bebrapa tujuan khusus. Berikut diuraikan interpretasi hasil penelitian sesuai
dengan tujuan umum dan khusus yang akan diintegrasikan dengan hasil penelitian
dan teori yang mendasari.

6.1.1. Hubungan Karakteristik Perawat terhadap Perubahan Perilaku


Keselamatan Perawat pada Bahaya Agen Biologik

Hubungan karakteristik perawat terdiri dari usia, jenis kelamin, masa kerja,
tingkat pendidikan serta pelatihan K3RS dan PPI yang pernah diikuti oleh perawat
pelaksana dengan perubahan perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen
biologik.

94 Universitas Indonesia
Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013
95

6.1.1.1. Karakteristik Usia


Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar usia dibawah 35 tahun pada
kelompok intervensi dan kontrol. Tidak ada perbedaan usia yang bermakna antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p=0, 318). Usia dapat dihubungkan
dengan kinerja seseorang, usia perawat di kedua rumah sakit berada di usia
produktif, yang merupakan aset bagi rumah sakit karena pada usia produktif
kinerja. Usia rentang 20 - 35 tahun termasuk dalam tahap tahap usia produktif dan
pemantapan karir (Robbin, 2001).

Pada hasil penelitian didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara


karakteristik usia perawat dengan perubahan perilaku keselamatan perawat
terhadap bahaya agen biologik sesudah intervensi supervisi model reflektif
interaktif pada kelompok intervensi (p= 0,572). Hasil penelitian dapat diperkuat
oleh penelitian Dewi (2011) bahwa tidak ada hubungan bermakna antara usia
dengan penerapan keselamatan perawat (p=1). Hasil penelitian yang lain oleh
Ayu (2012), bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dan perilaku
keselamatan dan kesehatan kerja perawat (p= 0,219).

Kinerja merosot sesuai dengan pertambahan usia (Robbin, 2001). Berbeda dengan
Siagian (2009) usia memiliki hubungan dengan kedewasaan seseorang, tingkat
psikologis seseorang dengan kata lain semakin bertambah usia akan semakin
bijaksana dalam penentuan keputusan dan analisis masalah yang dihadapi. Namun
dapat dianalisis lebih lanjut bahwa perubahan perilaku yang lebih baik pada usia
dibawah 35 tahun (55%) dibandingkan diatas 35 tahun (42,5%). Hal ini
sependapat dengan penelitian bahwa usia antara 20 -35 tahun merupakan usia
yang kinerjanya bagus. Hasil penelitian lain memperkuat bahwa perawat usia
muda mempunyai pandangan lebih positif dibandingkan paruh baya terhadap
pilihan praktik perawatan yang dilakukan (Wasylkiw, Gould, & Johnstone,
2009).

Dapat disimpulkan bahwa varibel usia bukan variabel konfonding dalam


perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


96

6.1.1.2. Karakteristik Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat di kelompok


intervensi dan kontrol berjenis kelamin perempuan dikelompok intervensi jenis
kelamin perempuan (78,4%) dan di kelompok kontrol (75,3%). Terdapat
perbedaan proporsi jenis kelamin antara kelompok intervensi dan kontrol
(p=0,035).

Pada penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan jenis kelamin dengan
perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik sesudah
intervensi (p=0,465). Penelitian Ayu, 2011 juga menguatkan bahwa jenis kelamin
tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku keselamatan dan
kesehatan kerja perawat (p=0,694; α=0,05). Penelitian Dewi (2011), juga
menguatkan hasil penelitian dari peneliti bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan penerapan keselamatan perawat (p=1;
α=0.05).

Perbedaan jenis kelamin menggambarkan jenis pekerjaan yang dipilih. Profesi


keperawatan lebih cendrung dipilih oleh perempuan walaupun pendapat oleh
Robbin (2001) mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam mengembangkan pengetahuan, motivasi, dan kemampuan
mangatasi masalah. Perawat merupakan profesi pilihan untuk perempuan yang
dalam pekerjaan berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional
pasien, hanya sebagian kecil laki-laki memilih profesi sebagai perawat dengan
presentase 4-5 % (Connolly & Naomi, 2005).

Asumsi bahwa keperawatan identik dengan feminim. Penelitian Fisher (2011)


menyatakan perawat laki-laki menganggap diri memiliki karakteristik feminin
yang pada pada dasarnya diperlukan untuk keperawatan. Hasil penelitian lain
mengungkapkan bahwa perawat laki – laki lebih tinggi partisipasi dalam
peningkatan pengetahuan dan praktik keperawatan yang lebih professional
(McKenna, & Vanderheide, 2012).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


97

Peneliti dapat memberikan kesimpulan bahwa jenis kelamin bukan merupakan


variabel konfonding dalam perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap
bahaya agen biologik.

6.1.1.3. Karakteristik Masa Kerja


Sebagian besar (73,2%) masa kerja pada kelompok intervensi dengan lebih dari 2
tahun dan di kelompok kontrol 97 perawat (100%) masa kerja satu tahun.
Terdapat perbedaan masa kerja antara kelompok intervensi dan kontrol. Syarat
untuk dilakukan penelitian quasi experiment bahwa antara kelompok intervensi
dan kontrol harus homogeny untuk masa kerja. Tetapi dapat dilihat lagi bahwa
rumah sakit kelompok kontrol merupakan rumah sakit yang baru berdiri dimana
perawat yang bekerja semua dibawah 1 tahun merupakan perawat yang
sebelumnya bekerja di rumah sakit intervensi selama 2 – 5 tahun masa kerja.
Siagian (1997) menyebutkan bahwa seseorang yang sudah lama bekerja dengan
pengalaman yang lebih banyak akan lebih baik dalam melakukan pekerjaannya.
Semakin lama seseorang di pelayanan klinis maka akan semakin baik penampilan
klinis seseorang tersebut (Swanburg, 2000).

Hasil penelitian lebih lanjut didapatkan bahwa masa kerja perawat yang lebih dari
2 tahun memilki perubahan perilaku keselamatan lebih baik dibandingkan dengan
masa kerja kurang dari 2 tahun. Semakin lama orang berkerja akan semakin
berpengalaman dalam menghadapi masalah yang ada, akan tetapi belum tentu
juga seorang individu yang lama bekerja lebih produktif dibandingkan dengan
yang baru bekerja (Robbin, 1996).

Hasil penelitian lebih lanjut tidak ada hubungan antara perubahan perilaku
keselamatan perawat terhadap masa kerja (p=0,924) walaupun dapat dianalisis
lebih lanjut bahwa perubahan perilaku keselamatan lebih baik pada masa keja
lebih dari 2 tahun (54,9%) dibanding kurang dari 2 tahun (53,6%). Penelitian lain
yang memperkuat oleh Dewi (2011), menyatakan bahwa tidak ada hubungan
bermakna antara masa kerja dengan penerapan keselamatan perawat oleh perawat
pelaksana (p=0,583; α= 0,05). Penelitian selaras oleh Ayu (2012), menyatakan
bahwa variabel masa kerja tidak mempunyai korelasi bermakna dengan perilaku

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


98

kesehatan dan keselamatan kerja perawat (p=0,447; α=0,05). Berdasarkan hasil


penelitian yang pernah dilakukan terhadap perawat yang dimotivasi agar
memberikan pelayanan yang lebih baik terjadi peningkatan partisipasi dan
produktivitas setelah dimotivasi pada bulan keenam (Swanburg, 2000).

Dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa variabel konfounding masa kerja tidak
berhubungan dengan perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya
agen biologik.

6.1.1.4. Karakteristik Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol paling


banyak didominasi oleh DIII keperawatan masing masing sebanyak 85.6% dan
87.6%. Hasil penelitian ini didukung oleh data dari PPSDM-KEMKES (2011)
bahwa 80% perawat di Indonesia masih berpendidikan DIII Keperawatan. Tidak
ada perbedaan yang bermakna tingkat pendidikan antara kelompok intervensi
dengan kelompok kontrol (p=1,000) sehingga antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol dapat dikatakan setara tingkat pendidikannya. Tingkat
pendidikan menentukan dalam pemberian pelayanan keperawatan. Perawat
dengan pendidikan spesialis dengan perawat umum memiliki area yang berbeda
dalam pelayanan keperawatan (Stark, 2006).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat


pendidikan dengan perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik dikelompok intervensi (p= 0,641). Analisis lebih lanjut tampak bahwa
perubahan perilaku keselamatan perawat menjadi lebih baik lebih banyak
proporsinya pada perawat yang pendidikan S1 Keperawatan (57,1%)
dibandingkan dengan DIII Keperawatan (54,2%). Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat keinginan seseorang untuk
mengaplikasikan ilmu pengetahuannya dalam praktik (Siagian, 2002). Hal ini
sesuai dengan penelitian bahwa perawat dengan tingkat pendidikan lebih tinggi
menunjukkan praktik keperawatan yang positif (Carol, Vicki, & James, 2000).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


99

Hasil penelitian lebih lanjut bahwa tidak ada hubungan antara perubahan perilaku
lebih baik dengan tingkat pendidikan (p> 0,05). Hasil penelitian ini diperkuat oleh
penelitian Ayu (2012), bahwa tidak terdapat korelasi yang bermakna antara
tingkat pendidikan dengan perilaku kesehatan dan keselamatan kerja perawat
(p=0,935; α=0,05). Penelitian Dewi (2011) menyatakan bahwa tidak ada
hubungan bermakna antara pendidikan dengan penerapan keselamatan perawat
(p=0,299; α=0,05). Walaupun tidak ada hubungan perilaku keselamatan dengan
tingkat pendidikan tetapi pendapat lain menyatakan bahwa tingkat pendidikan
yang lebih tinggi dapat membuat perawat lebih kompetensi dan rasa tanggung
jawabnya (Swanburg, 2000).

Dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa variabel konfounding tingkat pendidikan


tidak berhubungan dengan perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap
bahaya agen biologik.

.
6.1.1.5. Karakteristik Pelatihan K3RS dan PPI yang pernah diikuti
Hasil penelitian pada kelompok Intervensi sebagaian besar tidak pernah mengikuti
pelatihan 84,5% dan pada kelompok kontrol (94,8%). Hasil uji kesetaraan
didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna karakteristik pelatihan pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p=1; α=0,05). sehinga antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol untuk karakteristik pelatihan dapat
dikatakan setara.

Hasil Penelitian lebih lanjut pada kelompok intervensi bahwa perubahan perilaku
untuk pelatihan K3RS dan PPI terdapat perilaku lebih baik dengan 48 perawat
untuk yang tidak pernah pelatihan artinya sebanyak 58,54% meningkat dari
jumlah perawat yang tidak pernah pelatihan sedangkan untuk yang pernah
mengikuti pelatihan terjadi perubahan perilaku lebih baik sebanyak 5 perawat
dengan persentase dari jumlah seluruh perawat yang pernah mengikuti pelatihan
sebesar 33,33%. Hal ini bertentangan dengan pendapat bahwa pelatihan dapat
meningkatkan kemampuan dan keterampilan seseorang untuk menjadi lebih baik
(Notoadmodjo, 2009).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


100

Hasil penelitian bahwa tidak ada hubungan antara pelatihan dengan perubahan
perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik (p=0,103; α=0,05).
Penelitian lain yang memperkuat bahwa Penelitian Dewi (2011), menunjukan
bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pelatihan dengan penerapan
keselamatan perawat (p=0,546; α=0,05). Perawat seharusnya ditingkat ilmu
pengetahuan dan keterampilan dengan mendapatkan pelatihan untuk
mengembangkan kemampuannya dalam bekerja. Perawat harus mendapatkan
pelatihan setidaknya sekali setahun, atau setiap kali ada modifikasi dari tugas dan
prosedur. Pelatihan dapat digunakan dalam rentang waktu selama tiga tahun
(Fowley & Leyden, 2003).

Hasil penelitian bahwa responden yang mengikuti pelatihan tidak memberikan


pengaruh pada keahlian dan perubahan perilaku. Pelatihan merupakan salah satu
model pembelajaran bagi perawat. Pelatihan perawat mencakup pada
pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat yang merupakan kompetensi yang
harus dicapai. Efektivitas pelatihan akan memberikan dampak pada tingkat
keahlian perawat yang dapat dievaluasi dari reaksi peserta pelatihan, perubahan
perilaku (Guimond, Sole, & Salas, 2011). Penelitian Fater & Ready (2011),
menyampaikan bahwa perlu kolaborasi antara pendidikan tinggi keperawatan
dengan pemberi layanan keperawatan untuk meningkatkan kualitas dan safety
praktik keperawatan untuk meningkatkan kompetensi perawat.

Dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa variabel konfounding pelatihan K3RS dan
PPI berhubungan dengan perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap
bahaya agen biologik.

6.1.2. Gambaran Perilaku Keselamatan Perawat Terhadap Bahaya Agen


Biologik pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol sebelum dan
sesudah pelaksanaan Supervisi Model Reflektif Interaktif

Hasil penelitian tampak bahwa pada kelompok intervensi ada perbedaan antara
proporsi perawat yang berperilaku baik sebelum dan sesudah supervisi model
reflektif interaktif, yaitu terjadi peningkatan 49,4%. Sebaliknya, pada kelompok

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


101

kontrol walaupun ada perbedaan proporsi antara perawat yang berperilaku baik
sebelum dan sesudah, karena tidak dilakukan intervensi supervisi model reflektif
interaktif, perubahan yang terjadi adalah penurunan proporsi perawat sebesar
4,11%. Hal ini dapat disebabkan oleh karakteristik masa kerja dan jenis kelamin
di kelompok kontrol dan kelompok intervensi tidak setara dan beberapa faktor
yang mempengaruhi keselamatan perawat. Faktor- faktor yang mempengaruhi
perilaku keselamatan perawat dapat berupa motivasi, tingkat kepatuhan, standar
prosedur dan kebijakan, faktor manusia, organisasi, lingkungan, jam kerja, misi
rumah sakit, budaya, sosial budaya dan etika perawat, keselamatan individu,
keselamatan proses dan keselamatan manajemen.

Faktor motivasi, perubahan perilaku kurang baik menjadi baik dapat dapat
dipengaruhi oleh motivasi seseorang. Motivasi merupakan karakteristik psikologis
manusia yang memberikan konstribusi pada tingkat komitmen seseorang (Suarli
& Bahtiar, 2010). Pernyataan ini dapat didukung oleh hasil penelitian bahwa
perubahan perilaku seseorang dipengaruhi oleh motivasi (Jensen, Cushing,
Aylward & Craig, 2011). Faktor motivasi pada kelompok intervensi dan kontrol
merupakan faktor yang ikut berpengaruh dalam perawat berperilaku. Pada
penelitian ini motivasi berupa dukungan pada perawat pelaksana dengan
memberikan reinforcemen positif apabila telah melakukan kegiatan keselamatan
perawat yang sesuai dengan standar yang ada dengan demikian dengan adanya
motivasi diberikan oleh supervisor dapat terlihat dari hasil penelitian
meningkatkan proporsi perawat dalam menerapkan keselamatan pada bahaya
biologik pada kelompok intervensi.

Faktor tingkat kepatuhan, penelitian terhadap perawat bahwa kepatuhan perawat


terhadap kewaspadaan dipengaruhi oleh pelatihan yang diperoleh, pengetahuan,
tipe rumah sakit, ada tempat untuk pembuangan benda tajam, kemampuan diri
secara umum, pengalaman terpapar, bagian tempat bekerja (Luo, Ping He, Zhou
& Luo, 2010). Hal yang sama juga disampaikan dalam penelitian lain bahwa
tingkat kepatuhan perawat dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman
dan pelatihan tentang infeksi (Chan, 2010). Penelitian oleh Cardoso & De
Figueiredo (2010) pada perawat di rumah sakit di Negara Brazil menyatakan

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


102

bahwa tingkat rata-rata kepatuhan terhadap tindakan pencegahan standar adalah:


27,9% mencuci tangan sebelum prosedur, 41,4% penggunaan sarung tangan,
pembuangan yang tepat 88,8% dari instrumen benda tajam. Pada kelompok
intervensi yang dilakukan supervisi reflektif interaktif sehingga tampak
bagaimana seorang perawat menjalankan standar yang ada rumah sakit
membandingkan dengan rumah sakit lain. Dengan adanya supervisi reflektif
interaktif dalam hal ini normatif dapat menjalan kegiatan sesuai dengan standar
yang ada dan patuh terhadap standar tersebut sehingga dapat dibandingkan antara
kelompok intervensi yang mendapatkan supervisi reflektif interaktif dengan
kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan ada perbedaan proporsi
perubahan perilaku perawat.

Faktor standar prosedur dan kebijakan, sesuai dengan hasil penelitian bahwa
tingkat kepatuhan perawat dalam mencuci tangan dipengaruhi oleh prosedur yang
ada. (Darawad, Al-Hussami, Almhairat & Al-Sutari, 2012). Sehingga dengan
standar prosedur yang ada merupakan awal dari perubahan seseorang menjadi
berperilaku baik. Kebijakan merupakan awal dari suatu kegiatan dimulai sehingga
supervisi klinis dapat dilaksanakan untuk pengarahan klinis pada praktik
pelayanan keperawatan yang berbasis bukti (Hill & Turner, 2011). Standar
prosedur dan kebijakan pada kelompok intervensi dan kontrol juga dapat dikontrol
seorang manajer dalam melakukan fungsi pengarahan yaitu supervisi. Pada
kelompok intervensi tampak bahwa supervisi reflektif terkait dengan adminstrasi
dapat mengendalikan perubahan perilaku perawat.

Faktor manusia, organisasi, dan lingkungan, perilaku keselamatan yang


disebabkan oleh faktor manusia, organisasi dan budaya tempat kerja, tingkatan
staf dan skill mix, harapan pasien, efektivitas kepemimpinan klinis, komitmen
untuk kesehatan dan keselamatan, keterampilan, kompetensi, sikap dan perilaku
masing-masing anggota staf (Currie et al, 2011). Lingkungan yang sehat bagi
perawat merupakan faktor pendukung untuk keselamatan perawat berupa
kebijakan organisasi, kebijakan dari profesi keperawatan, psikososial, kognitif,
dan budaya (RNAO, 2008). Pada kelompok intervensi maupun kontrol peneliti
belum mengontrol sampai pada jam kerja, lingkungan dan budaya organisasi pada

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


103

kelompok intervensi sehingga dapat dilihat bahawa perbedaan perilaku


keselamatan disebabkan oleh faktro-faktor tersebut. Faktor budaya keselamatan,
keselamatan perawat harus dibudayakan supaya dijadikan kebiasaan dalam
mengubah perilaku. Budaya keselamatan merupakan sistem yang melibatkan
tindakan individu dan organisasi. Anggota organisasi terutama perawat harus
menunjukan komunikasi yang baik untuk memperbaiki budaya keselamatan
(Groves, Meisenbach & Scott-Cawiezell, 2011).

Faktor jam kerja, menurut Trinkoff et al (2007) bahwa yang mempengaruhi


keselamatan perawat seperti risiko yang berhubungan dengan jam kerja seperti
tidur, kinerja dan keselamatan, gangguan sosial dan keluarga, efek jangka panjang
dari terpapar dengan pasien yang rentan dan risiko yang berhubungan dengan jam
kerja yang panjang yang akan banyak menimbulkaan efek bagi keselamatan
perawat.

Faktor misi rumah sakit, keselamatan perawat juga ditentukan dari misi rumah
sakit untuk membudayakan keselamatan perawat dengan cara memberikan
pelatihan keselamatan dalam melakukan pelayanan dalam hal ini memberikan
pelatihan safety dalam menyuntik di rumah sakit (Omorogbe, Omuemu, & Isara,
2011). Dengan adanya pengarahan dari seorang supervisor berupa reflektif
interaktif diharapkan asuhan keperawatan oleh perawat pelaksana berdasarkan visi
dan misi rumah sakit yang mengacu pada tujuan dan strategi pelayanan
keperawatan yang dievaluasi oleh kepala ruang sebagai pemimpin dalam
pelayanan keperawatan sehingga memang terlihat bahwa supervisi ini untuk
mengarahkan perawat pelaksana dalam melakukan praktik keperawatan yang
professional yang aman bagi perawat dan pasien.

Faktor kinerja atau kompetensi, keselamatan dari bahaya dan risiko di tempat
kerja, petugas harus memiliki kinerja atau kompetensi. Kinerja mencakup pada
kompetensi klinis, keterampilan, berpikir kritis, manajemen asuhan keperawatan
pada pasien, pengetahuan terutama yang berhubungan dengan keselamatan
(Ramsay, 2005). Hal selaras dengan hasil penelitian bahwa dengan memberikan
supervisi reflektif terkait fungsi pendidikan atau pengetahuan dapat meningkatkan

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


104

perubahan perilaku menjadi lebih baik pada kelompok intervensi dibandingkan


pada kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi.

Menurut konsensus dari International Health Worker Safety Center ( 2010)


menyatakan bahwa meningkatkan keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik terutama risiko cedera benda tajam dapat dilakukan upaya peningkatan
keselamatan dengan sistem regulasi benda tajam, memahami pengaturan yang
dapat mengurangi risiko terpajan di lingkungan non rumah sakit,
mengikutsertakan petugas kesehatan dalam melakukan seleksi perangkat yang
aman dan mengadakan pendidikan atau pelatihan terkait. Di RSUD Provinsi
Kepulauan Riau Tanjungpinang telah ada tempat pembuangan untuk benda tajam
tapi belum ada pengolahan lebih lanjut untuk benda tajam tersebut, sementara di
RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban belum punya aturan untuk
penyimpanan dan pembuangan benda tajam.

Faktor sosial budaya dan etika perawat, keselamatan perawat juga dapat
disebabkan oleh hubungan sosial budaya dengan etika perawat. Praktik
keselamatan yang dilakukan perawat signifikan dengan sosial budaya dan etika
yang merupakan komponen dari keselamatan praktik keperawatan (Woods, 2006).
Peningkatan perilaku pada kelompok intervensi perlu memperhatikan sosial
budaya dan etika perawat yang belum dilihat peneliti sampai sejauh ini.

Faktor tingkatan staf, perawat manajer lebih baik budaya keselamatan


dibandingkan staf perawat sementara perawat yang bekerja dirumah sakit
pemerintah kurang mengutamakan budaya keselamatan dibandingkan dengan
perawat yang bekerja di organisasi sosial (Wagner, Capezuti & Rice, 2009).
Penelitian antara kelompok intervensi dan kontrol merupakan rumah sakit
pemerintah yang bentuk komunikasinya dua arah dengan sistem koordinasi
melalui garis koordinasi yang telah diatur dan ditetapkan rumah sakit, tetapi pada
penelitian ini hanya dilihat perilaku keselamatan pada perawat pelaksana dan
tindak membandingkan antara perilaku keselamatan antara kepala ruang dan
perawat pelaksana.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


105

Faktor emosional, penting untuk manajer mengetahui emosional organisasinya


untuk mengatur sistem keselamatan perawat yang profesional. Mengenali emosi
dan kepentingan emosional seseorang dan organisasi yang di pimpin oleh
manajer yang memiliki kecerdasan emosional akan memberikan kontribusi dalam
meningkatkan keselamatan perawat dan pasien dalam mengurangi bahaya di
tempat kerja (Smith, Pearson, & Ross, 2009). Turut campurnya manajer dalam
mengubah perilaku keselamatan perawat merupakan hal yang penting
diperhatikan supaya pelayanan keperawatan lebih baik lagi kedepannya. Salah
satu kegiatan manajer untuk menfasilitasi budaya keselamatan perawat dan
pengawasan kualitas pelayanan yang diberikan sesuai dengan evidance base
supaya kualitas pelayanan menjadi lebih optimal (Reid & Dennison, 2011).

Keselamatan bagi perawat dalam bekerja ditentukan oleh beberapa indikator.


Indikator keselamatan individu, keselamatan dalam proses, keselamatan dalam
manajemen merupakan penentu keberhasilan keselamatan dalam bekerja
(Hopkins, 2007). Penyediaan akses merupakan keselamatan manajemen.
Penyediaan akses yang tepat sesuai dengan kebutuhan, kualitas yang baik, efektif,
aman, dan terjangkau pmerupakan komponen penting dalam memenuhi
keselamatan perawat (RNAO, 2008). Penelitian lain menyatakan bahwa
keselamatan perawat dapat disebabkan oleh faktor komunikasi sedangkan
supervisi klinis yang dilakukan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
sebuah tim (Bryant & Liz, 2010).

Dapat disimpulkan bahwa gambaran perilaku keselamatan perawat terhadap


bahaya biologik di kelompok intervensi terjadi peningkatan antara sebelum dan
sudah intervensi supervisi model reflektif interaktif sedangkan pada kelompok
kontrol terjadi penurunan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik antara sebelum dan sesudah intervensi.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


106

6.1.3. Perbedaan Perilaku Keselamatan Perawat terhadap Bahaya Agen


Biologik Sebelum dan Sesudah Intervensi Supervisi Model Reflektif
Interaktif pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Hasil penelitian tampak bahwa sebagian besar perawat (54,63%) pada kelompok
intervensi mengalami perubahan perilaku dari kurang baik menjadi baik setelah
dilakukan supervisi model reflektif interaktif, akan tetapi masih ada perawat
(5,15%) yang berperilaku berubah dari baik menjadi kurang baik sesudah
dilakukan supervisi model reflektif interaktif. Hasil uji statistik didapatkan bahwa
ada perbedaan proporsi perawat berperilaku keselamatan terhadap bahaya agen
biologik antara sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi
(p<0,001: CI 95%= 0,341-3,509).

Hasil penelitian pada kelompok kontrol bahwa proporsi perawat yang berperilaku
kurang baik menjadi baik 22,68%, sedangkan yang berperilaku baik menjadi
kurang baik 26,8%. Hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada perbedaan
proporsi perawat berperilaku keselamatan terhadap bahaya agen biologik sebelum
dan sesudah intervensi supervisi model reflektif interaktif pada kelompok kontrol
(p=0,665; CI95% = 0,420- 2,154).

Tetapi dapat dilihat dari hasil OR yang hampir sama pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol yang menunjukkan bahwa mempunyai peluang yang sama
untuk berubah menjadi lebih baik atau lebih buruk pada kelompok intervensi
(1,094) dan kelompok kontrol (0,951). Dapat terlihat bahwa pada peran seorang
manajer menjadi change agent dalam perubahan perilaku keselamatan perawat
pada kelompok intervensi yang meningkatkan perilaku keselamatan perawat
menjadi lebih baik lebih banyak persentasenya dibandingkan kelompok kontrol
yang tidak dilakukan intervensi.

Dapat terlihat bahwa antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol terdapat
perbedaan setelah dilakukan intervensi supervisi reflektif interaktif. Intervensi
yang dilakukan dengan supervisi model reflektif interaktif merupakan kegiatan
pengawasan secara mendalam, cara ilmiah untuk hal yang spesifik (Daly, 2004)

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


107

terkait dengan fungsi pendidikan, manajerial, dan dukungan/ supportive (Lynch,


2008).

Perbedaan proporsi perawat yang menerapkan keselamatan perawat antara


kelompok intervensi dan kontrol dapat dilihat dari intervensi yang dilakukan
dimana pada kelompok intervensi dengan supervisi model reflektif ini dapat
meningkatkan kemampuan dan kinerja perawat pelaksana khususnya dalam
menerapkan keselamatan perawatKeyakinan bahwa supervisi model reflektif
interaktif dapat meningkatkan perilaku keselamatan perawat. Tujuan supervisi
model reflektif dari supervisi untuk menfasilitasi supervisee (perawat pelaksana),
hubungan interpersonal dan professional lebih baik, mengembangkan kompetensi,
tanggung jawab, pemberian dukungan, dan konseling (Bradley & Kottler, 2001).

Hasil penelitian didapatkan bahwa terjadi peningkatan perilaku keselamatan pada


kelompok intervensi dan dari hasil observasi didapatkan adanya dampak positif
terhadap perawat manajer dengan melakukan supervisi akan menambah rasa
percaya diri seorang manajer dalam melakukan supervisi. Dengan adanya
peningkatan perilaku baik setelah dilakukan supervisi model reflektif interaktif
sehingga memberikan keuntungan bagi perawat manajer, perawat pelaksana,
pasien dan rumah sakit. Hal yang senada juga disampaikan oleh RCN, 2003
bahwa supervisi klinis bertujuan untuk mengawasi perawat, menjaga standar
pelayanan dan keuntungan untuk rumah sakit berupa meningkatkan kualitas
layanan keperawatan dengan evaluasi yang terprogram, meningkatkan
kesempatan untuk pengembangan pengetahuan, peningkatan efisiensi dan
efektivitas. Walaupun ada pendapat bahwa tidak ada satu model pun yang cocok
dilakukan untuk supervisi klinis (Lynch, 2008) sehingga kegiatan supervisi yang
dilakukan untuk model digunakan sesuai dengan kebutuhan di tempat kerja (RCN,
2003).

Supervisi dalam perawatan akan memberikan dampak positif untuk kualitas


pelayanan berupa diskusi klinis, dukungan emosional dan pengembangan
professional antara supervisor dengan perawat yang disupervisi untuk
mengeksplorasi kemampuan perawat yang disupervisi, pengembangan

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


108

keterampilan, memberikan dukungan untuk menghadapi stres yang dialami


perawat yang disupervisi (Karvinen & Hyrkas, 2008).

Model supervisi reflektif yang digunakan pada kelompok intervensi merupakan


kegiatan ilmiah yang dapat memberikan dampak positif pada perawat pelaksana.
Sesuai dengan penrnayataan bahwa menggunakan sebuah model supervisi untuk
memahami proses dan fenomena untuk pelayanan yang lebih baik (Benard &
Goodyear, 2009). Pelaksanaan supervisi reflektif merupakan supervisi yang
ilmiah dari peristiwa, situasi, kondisi dan tindakan yang terjadi ditempat kerja.
Ada alasan-alasan penting dari penggunaan yaitu antara lain karena merupakan
kunci keterampilan dari perawat, untuk mengevaluasi asuhan keperawatan yang
diberikan, reflektif masih dapat di definisikan sebagai proses ilmiah dari suatu
peristiwa, situasi dan kejadian ditempat pekerjaan, rentang model supervisi
reflektif ini masih digunakan perawat pada praktik klinis serta dapat digunakan
secara individu dan kelompok (Oelofsen & Natius, 2012).

Pada kelompok intervensi dengan supervisi reflektif interaktif dapat


meningkatkan penerapan keselamatan perawat sehingga dapat dilianalisis lebih
lanjut bahwa supervisi model reflektif interaktif ini dapat memberikan analisis
yang tajam dengan evaluasi, dan sintesis terhadap penerapan keselamatan perawat
pada bahaya agen biologik oleh perawat pelaksana. Pendapat dari Atkins &
Murphy (1993) menyatakan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk
berpikir reflektif berupa self awareness, menjelaskan, analisis kritis, mensintesis
dan evaluasi. Berpikir secara reflektif sering kali dihubungkan dengan berpikir
kritis yang merupakan diskusi untuk proses pembelajaran dalam meningkatkan
dan mengembangkan philosophi professional yang dapat digunakan oleh perawat
pendidik (Brown, Susan, Gillis, & Marybeth, 1999).

Intervensi yang dilakukan pada kelompok intervensi terbukti meningkatan


proporsi perawat berperilaku keselamatan menjadi lebih baik. Supervisi yang
dilaksanakan terkait fungsi pendidikan akan meningkatkan pengetahuan,
pengembangan praktik keperawatan yang lebih baik pada perawat pelaksana
Pembelajaran secara reflektif merupakan alat panduan dalam peningkat

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


109

pengetahuan perawat yang memberikan tanggung jawab penuh untuk merespon


kebutuhan pasien. Belajar dengan reflektif dapat meningkatkan dua kategori
yaitu: 1) Kemampuan perawat yang berhubungan dengan perawatan langsung
yang berfokus pada pasien dan memberikan perawatan yang komprehensif. 2)
Meningkatkan kinerja (ter Maten-Speksnijder, Grypdonck, Pool, & Streumer,
2012). Pembelajaran reflektif dapat diterapkan dalam supervisi klinis yang juga
meningkatkan kemapuan tanggung jawab, kemampuan pemahaman yang baik dan
mengenali keterbatasan dan pengembangan praktik keperawatan sesuai dengan
kebijakan organisasi dan prosedur. (Lycnh, 2008; Rowland & Sophie, 2006).

Supervisi Interaktif oleh Proctor dengan fungsi educative untuk pengembangan


keterampilan, fungsi restoratif untuk memberikan dukungan dan fungsi normative
untuk mengontrol kualitas dari praktik klinis yang dilakukan (Proctor, 1987 dalam
Turner, 2011). Ketiga fungsi dari model Proctor merupakan model yang diadopsi
oleh keperawatan yang efektif untuk strategi implementasi dan evaluasi yang
memberikan keberhasilan dari proses supervisi (Whinstey & White, 2003).
Masalah supervisi dimulai dari pelatihan klinis tidak memadai untuk pengarahan
karena tidak ada program pelatihan terstandarisasi yang dapat menjawab apa yang
dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi dan percaya diri seorang supervisor
(Turner, 2011). Hasil penelitian menyatakan bahwa dengan supervisi klinis model
Proctor akan meningkatkan proses dokumentasi keperawatan (Turner, 2011).

Supervisi reflektif interaktif yang dilakukan pada kelompok intervensi yang


dilakukan kepala ruang akan memberikan dampak pada asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat pelaksana. Newton (2012) menyatakan model supervisi
Triadic Integrating yang merupakan model supervisi dengan menyeimbangkan
ketiga fungsi dari Proctor (supervisi model interaktif) dapat meningkatkan proses
pemahaman terhadap organisasi, alat evaluasi pengalaman supervisor dan
merupakan pembelajaran utama bagi supervisor. Penelitian lain menguatkan
bahwa semakin baik supervisi klinis yang dilakukan kepala ruang akan semakin
baik kualitas tindakan perawatan luka yang dilakukan oleh perawat pelaksana
yang keduanya mempunyai hubungan postif yang kuat (Widiyanto, 2012).

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


110

Supervisi model reflektif dapat meningkatkan praktik refleksi yang mengharuskan


perawat belajar dari refleksi, merevisi pandangan konseptual secara tepat dan
bertindak secara berbeda di untuk yang akan datang untuk hasil yang maksimal
(Daly, 2004 dalam Lynch, Hancox, Happel, & Parker, 2008). Menggunakan
model reflektif untuk supervisi klinis praktik refleksi pada keperawatan
profesional. Kebutuhan perawat untuk memenuhi kebutuhan perawatan pasien,
yang semakin meningkat kebutuhan akan praktik profesional dan sesuai dengan
kebijakan organisasi dan prosedur (Lycnh, 2008).

Perilaku keselamatan perarawat pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan


intervensi cendrung turun. Jadi dapat dibedakan dengan kelompok intervensi
bahwa pelatihan dan penerapan supervisi model reflektif Interaktif dapat
mengubah perilaku perawat. Penelitian yang dapat mendukung pernyataan
tersebut bahwa supervisi dapat memberikan motivasi pada perawat sehingga
meningkat kepuasan kerja (Dill, Morgan & Kelly, 2008).

Hasil penelitian menunjukan bahwa semua perawat baik pada kelompok


intervensi dan kelompok kontrol mempunyai peluang yang sama untuk menjadi
lebih baik atau lebih buruk. Dapat dilihat bahwa pada kelompok intervensi
dilakukan pengarahan berupa kegiatan supervisi reflektif interaktif dapat
meningkatkan proporsi perawat dalam menerapkan keselamatan terhadap bahaya
agen biologik. Sesuai dengan penelitian bahwa supervisi yang dilakukan oleh para
manajer penting untuk memperhatikan skill para menajer dalam supervisi,
pengetahuan, kompetensi, praktik berdasarkan evidence base, standar pelayanan
keperawatan, metode dan evaluasi secara berkala untuk dapat memberikan
dampak pada kualitas pelayanan (Bindseil et al, 2008). Selain itu kemampuan
perawat pelaksana untuk membuat keputusan dengan rasa percaya diri yang
mantap ditentukan oleh peran manajer dalam fungsinya sebagai supervisor
(Magnusson, Lutzen, & Severinsson, 2002).

Perilaku perawat yang baik hendaknya dipertahankan dan ditingkatkan supaya


menjadi lebih baik. Salah satunya fungsi supervisi dapat mempertahankan
perilaku yang baik. Banyak hal yang positif dari dampak supervisi klinis terhadap

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


111

praktik keperawatan berupa memberikan dukungan, mempertahankan dan


mengembangkan, meningkatkan dan meperkaya praktik keperawatan, tantangan
menghadapi pengalaman baru (Cutcliffe, McFeely, & Siobhan, 2001).

Dapat simpulkan oleh peneliti bahwa terdapat perbedaan proporsi perawat


terhadap perilaku keselamatan pada bahaya agen biologik antara sebelum dan
sesudah intervensi supervisi model reflektif interaktif pada kelompok intervensi,
sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan proporsi perawat terhadap
perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik antara sebelum dan
sesudah intervensi supervisi model reflektif interaktif.

6.1.4. Perbedaan Perilaku Keselamatan Perawat Terhadap Bahaya Agen


biologik Sesudah Intervensi Supervisi Model Reflektif Interaktif antara
Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol

Hasil penelitian tampak bahwa sesudah dilakukan intervensi pada kelompok


intervensi proporsi perawat yang berperilaku baik (82,54%) lebih banyak
dibandingkan dengan perawat pada kelompok kontrol yang berperilaku baik
(55,67%). Hasil uji statistik ada perbedaan proporsi perawat dalam menerapkan
keselamatan pada bahaya antara kelompok intervensi dan kontrol sesudah
intervensi supervisi model reflektif interaktif (p<0,001; CI 95%: 2,204 – 8,599).
Hasil analisis diperoleh nilai OR = 4,353, artinya proporsi perawat di kelompok
intervensi berperilaku keselamatan baik memiliki peluang 4,353 kali dibanding
kelompok kontrol yang berperilaku kurang baik.

Adanya perbedaan proporsi perawat menerapkan keselamatan pada bahaya agen


biologik antara kontrol dan intervensi disebabkan oleh perlakuan pada kelompok
intervensi. Dimana supervisi model reflektif intaraktif terkait dengan tiga fungsi
yaitu pendidikan, dukungan dan manajerial. Masing – masing fungsi memberikan
manfaat untuk peningkatan dan perbaikan kualitas. Manfaat dari sisi pendidikan
(educative) dapat berupa mengembangkan pemahaman tentang keterampilan dan
kemampuan, untuk memahami klien, mengembangkan kesadaran reaksi dan
refleksi pada intervensi mengekspolarasi cara terbaik dalam melakukan pekerjaan.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


112

Dukungan (support) dapat mengatasi konflik, stress, perasaan yang dirasakan


selama merawat pasien, dan mengurangi rasa lelah. Manajerial (normative) untuk
mengontrol kualitas melalui standar keperawatan yang digunakan (RCN, 2007).

Hasil penelitian bahwa kelompok kontrol yang tidak dilakukan intervensi


supervisi model refleksi interaktif terlihat penurunan proporsi perawat dalam
berperilaku keselamatan yang baik. Keberhasilan supervisi yang dilakukan
tergantung dari manajer yang melakukan. Supervisi klinis memberikan manfaat
buat manajer keperawatan untuk perencanaan, koordinasi, evaluasi yang
dilaksanakan secara sistematis dan dikembangakan secara terus menerus (Sirola-
Karniven & Hyrkas, 2008). Supervisi klinis yang efektif memberikan bimbingan,
feedback pada masalah yang dihadapi untuk pengembangan personal, pendidikan
dan profesional yang mempengaruhi keselamatan pada perawat dan pasien
(Kilminster, Cottrell, Grant & Jolly, 2007).

Penelitian ini melihatkan bahwa dengan supervisi reflektif interaktif dapat


meningkatkan proporsi perawat berperilaku keselamatan baik pada bahaya agen
biologik. Penelitian yang menguatkan bahwa dengan supervisi reflektif interaktif
dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis perawat pelaksana di RS Anshar
Shaleh Kalimantan (Rusmegawati, 2011).

Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi perawat terhadap perilaku


keselamatan pada bahaya agen biologik antara kelompok intervensi dan kontrol
sesudah intervensi.

6.1.5. Perbedaan Perubahan Perilaku Keselamatan Perawat terhadap


Bahaya Agen Biologik Sesudah Intervensi Supervisi Model Reflektif
Interaktif pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Sesudah
Intervensi
Hasil penelitian Pada tabel 5.10 menunjukkan pada kelompok intervensi, proporsi
perawat yang berperilaku menjadi lebih baik (54,63%) lebih banyak dibandingkan
dengan yang lebih buruk atau tetap, sedangkan pada kelompok kontrol proporsi
perawat yang berperilaku lebih baik lebih sedikit (22,68%) dibandingkan yang

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


113

berperilaku tetap dan lebih buruk. Hasil ini diperjelas pada tabel 5.4 yang
menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi dan kontrol mempunyai peluang
yang sama untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk. Hasil uji statistik
didapatkan ada perbedaan perubahan proporsi perilaku keselamatan perawat
setelah intervensi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p<0,001; CI
95%= 2,207 – 7,641). Dari hasil analisis diperoleh pula OR= 4,106 yang artinya
perawat pada kelompok intervensi memiliki peluang perubahan perilaku lebih
baik sebesar 4,106 kali dibandingkan dengan kelompok kontrol yang perubahan
berperilaku lebih buruk atau tetap. Dengan demikian hal ini membuktikan
hipotesis mayor ada pengaruh supervisi relektif interaktif terhadap perilaku
keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik.

Dapat dilihat bahwa pelatihan yang diberikan pada kelompok intervensi


memberikan dampak terhadap perubahan perilaku dibandingkan pada kelompok
kontrol yang tidak ada perubahan perilaku. Sesuai dengan penelitian lain oleh
Thomson (2006) bahwa program pelatihan manajemen akan memberikan dampak
pada gaya manajemen, kepuasan perawat, kepuasan terhadap manajer dan kerja.
Pada kelompok kontrol perlu adanya dorongan untuk manajer melakukan
konsultasi manajemen untuk meningkatkan outcome perawat pelaksana.

Perawat seharusnya ditingkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dengan


mendapatkan pelatihan untuk mengembangkan kemampuannya dalam bekerja.
Perawat harus mendapatkan pelatihan setidaknya sekali setahun, atau setiap kali
ada modifikasi dari tugas dan prosedur. Pelatihan dapat digunakan dalam rentang
waktu selama tiga tahun (Fowley & Leyden, 2003). Menciptakan suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi, dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan efektif (Wijono, 2000).

Perbedaan perilaku antara kelompok intervensi dan kontrol disebabkan oleh


pelatihan yang diterima dan diterapkan oleh kelompok intervensi. Pelatihan
supervisi yang dilakukan dengan diskusi klinis untuk memperbaiki kinerja antara

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


114

perawat pelaksana dengan manajer (Kilminster, Cottrell, Grant & Jolly, 2007).
Panduan pelatihan untuk supervisi klinis harus disosialisasikan dan dievalusi
untuk dapat dilakukan supervisi yang lebih baik (Milne, 2010).

Perbedaan perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen


biologik antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah intervensi
disebabkan oleh intervensi supervisi model reflektif interaktif. Supervisi model
reflektif interaktif merupakan gabungan antara supervisi reflektif dengan supervisi
interaktif. Supervisi reflektif merupakan supervisi pada individu yang dilakukan
secara ilmiah untuk menggali materi atau peristiwa yang disupervisi. Perawat dan
supervisor harus belajar bagaimana untuk merefleksikan tujuan keterampilan yang
membutuhkan usaha dan latihan, model reflektif merupakan cara yang sangat
interaktif dan aktif dalam belajar (Daly, 2004 dalam Lynch, Hancox, Happel &
Parker, 2008).

Pelatihan dari supervisi klinis untuk mengembangkan teori atau pengetahuan yang
relevan dengan fungsi pengarahan, untuk mengembangkan dan memperbaiki
keterampilan supervisor, untuk mengintegrasikan pengembangan teori dan
keterampilan serta meningkatkan identitas profesional supervisor (Bradey&
Whiting, 1989 dalam McMahan & Simons, 2004).

Keberhasilan dari suatu pelatihan dapat evaluasi dari kepuasan, transfer ilmu
pengetahuan, perubahan dari perilaku dan dampak yang ditimbulkan dari
pelatihan tersebut yang dapat terlihat dari peningkatkan pengakuan, peningkatan
gaji, dukungan untuk kesehatan kerja perawat (Gealson, 2009).

Pelatihan yang dilakukan dengan metode lain juga dapat mengikatkan


kemampuan seseorang. Pengembangan dan evaluasi supervisi klinis, pelatihan
secara online dapat meningkatkan kemampuan manajer, pendidik dan siswa
sehingga dapat mengurangi beban para manajer yang mempunyai jam kerja yang
tidak normal (Varunee & Linda, 2009).

Salah satu model peran dari manajer keperawatan berfungsi sebagai model peran
untuk mempengaruhi perilaku perawat pelaksana dalam menerapkan keselamatan

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


115

kerja dan menetapkan aturan, memperkuat norma-norma dan sikap yang berkaitan
dengan praktik keselamatan kerja bagi perawat itu sendiri (Feng, Acord, Cheng,
Zeng & Song, 2011). Kemitraan antara supervisor dan perawat yang disupervisi
yang berfokus pada kebutuhan belajar dan perkembangan perawat yang
disupervisi. Berkaitan dengan identifikasi dan pengembangan keterampilan dan
integrasi teori dengan praktik. Masing-masing komponen tersebut dilihat saling
mempengaruhi satu sama lain dan sebagai peningkatan asuhan keperawatan dan
pelayanan keperawatan.

Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi perawat pada perubahan


perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol sesudah intervensi supervisi model reflektif
interaktif.

6.2. Keterbatasan Penelitian


Peneliti memilki keterbatasan dalam melakukan penelitian. Keterbatasan pada
penelitian ini meliputi keterbatsaan instrumen penelitian dan keterbatasan sampel
dan keterbatasan fasilitas dalam melakukan penelitian.

6.2.1. Keterbatasan Instrumen Penelitian


Walaupun uji validitas dan reliabilitas telah dilakukan dan sudah memenuhi syarat
akan tetapi variabel perilaku akan lebih baik jika diukur dengan observasi.
Observasi terhadap perilaku tidak dilakukan pada penelitian ini karena
mempertimbangkan waktu dalam penelitian.

Buku panduan supervisi model reflektif interaktif digunakan sebagai media


pembelajaran pada pelatihan supervisi model reflektif interaktif dalam
menjalankan supervisi model reflektif interaktif oleh kepala ruang. Buku panduan
supervsi model reflektif interaktif dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan
literatur yang ada. Telaah ilmiah mengenai supervisi model reflektif interaktif ini
minim sekali sehingga solusi yang telah dilakukan dengan melibatkan pakar
manajemen untuk mengkoreksi buku panduan supervisi reflektif interaktif.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


116

Peneliti mengharapkan buku panduan supervisi model reflektif interaktif terhadap


keselamatan perawat ini dikembangkan lagi serta diujicobakan kembali untuk
meningkatkan professional keperawatan sehingga dap lebih aplikatif digunakan
dirumah sakit.

6.2.2. Keterbatasan sampel


Teknik pengambilan sampel dengan consecutive sampling yang merupakan non
probability sampling memiliki kelemahan tidak dapat menggeneralisir hasil
penelitian karena tidak dapat mewakili populasi.

6.2.3. Keterbatasan Fasilitas


Saat melakukan penelitian pada akhir tahun terjadi kekurangan ketersediaan alat
habis pakai: alkohol, sabun dan alat pelindung diri berupa sarung tangan, masker
dan lain- lain yang akan dikhawatirkan menimbulkan bias dalam pengukuran
perilaku keselamatan perawat.
.
6.3. Implikasi Penelitian
Implikasi hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pelayanan keperawatan,
ilmu keperawatan, dan penelitian keperawatan yang berhubungan dengan
supervisi model reflektif interaktif dan keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik. Penelitian ini melalui proses intervensi supervisi model reflektif
interaktif telah terbukti ada pengaruh terhadap perilaku keselamatan perawat pada
bahaya agen biologik. Implikasi hasil penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

6.3.1. Pelayanan Keperawatan


Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh supervisi model reflektif interaktif
terhadap perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik.
Menerapkan supervisi model reflektif interaktif ini dapat meningkatkan dan
mengembangkan kualitas sumber daya perawat sehingga meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan. Kepala ruang yang mendapat supervisi model reflektif
interaktif ini dapat meningkatakan kemampuannya dalam melakukan supervisi
dan perawat pelaksana dilakukan supervisi model reflektif interaktif ini juga dapat

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


117

meningkatkan kemampuannya, pengetahuannya keterampilan dan penerapan


standar yang tepat dan sesuai dalam memberikan pelayanan keperawatan
professional. Perawat mempunyai peluang yang sama untuk berperilaku lebih baik
atau lebih buruk sehingga perlu peran manajer sebagai change agent perlu
menyusun program keselamatan perawat dalam mempertahankan dan
meningkatkan perilaku perawat menjadi lebih baik.

6.3.2. Bagi Penelitian Selanjutnya


Hasil penelitian ini akan menampilkan sejumlah data yang dapat menjadi rujukan
dalam pengembangan penelitian lebih lanjut tentang supervisi model reflektif
interaktif dan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
dengan desain dan metode peneltian yang berbeda yaitu dengan metode penelitian
kualitatif.

6.3.3. Bagi Pendidikan dan Ilmu Keperawatan


Perawat yang perilaku keselamatan yang kurang baik dan pelaksanaan supervisi
klinis yang tidak sesuai akan dijadikan role model bagi mahasiswa yang praktik
di rumah sakit. Role model yang tidak sesuai tersebut akan dilakukan oleh peserta
didik yang sedang praktik di rumah sakit tersebut dan mengakibatkan pelayanan
keperawatan menjadi kurang baik. Penelitian ini membuktikan bahwa supervisi
model reflektif interaktif dapat meningkatkan perilaku keselamatan perawat
terhadap bahaya agen biologik. Fungsi directing dari kegiatan dari manajer
keperawatan dalam hal ini supervisi dapat digunakan dalam meningkatkan
perubahan perilaku yang diinginkan lainnya.

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan simpulan yang telah didapat dari hasil penelitian dan
memberikan saran yang terkait dengan masalah penelitian. Adapun kesimpulan
dan saran diuraikan sebagai berikut:

7.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya
peneliti dapat menyimpulkan tentang pengaruh supervisi model reflektif interaktif
terhadap perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen biologik sebagai
berikut:
7.1.1. Gambaran karakteristik perawat pelaksana pada penelitian ini adalah
sebagian besar berjenis kelamin perempuan, dengan tingkat pendidikan
DIII Keperawatan, masa kerja lebih dari 2 tahun, usia berada pada 20 – 35
tahun, dan tidak pernah mengikuti pelatihan K3RS dan PPI.
7.1.2. Ada peningkatan proporsi perawat yang menerapkan perilaku keselamatan
terhadap bahaya agen biologik antara sebelum dan sesudah intervensi
supervisi model reflektif interaktif pada kelompok intervensi. Sedangkan
pada kelompok kontrol terjadi penurunan proporsi perawat yang
menerapkan perilaku keselamatan terhadap bahaya agen biologik antara
sebelum dan sesudah intervensi supervisi model reflektif interaktif.
7.1.3. Ada perbedaan proporsi perawat yang menerapkan perilaku keselamatan
pada kelompok intervensi antara sebelum dan sesudah intervensi supervisi
model reflektif interaktif, sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada
perbedaan proporsi perawat yang menerapkan perilaku keselamatan antara
sebelum dan sesudah intervensi.
7.1.4. Ada perbedaan proporsi perawat menerapkan perilaku keselamatan pada
bahaya agen biologik antara kelompok intervensi dan kontrol sesudah
interevensi supervisi model reflektif interaktif
7.1.5. Ada perbedaan proporsi perawat yang mengalami perubahan perilaku
keselamatan terhadap bahaya agen biologik antara kelompok intervensi

118 Universitas Indonesia


Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013
119

dengan kelompok kontrol sesudah intervensi supervisi model reflektif


interaktif.
7.1.6. Tidak terdapat hubungan karakteristik yang bermakna antara jenis
kelamin, usia, masa kerja, pendidikan dan pelatihan K3RS dan PPI dengan
perubahan perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen biologik

Dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh supervisi
model reflektif interaktif terhadap perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen
biologik.

7.2. Saran
Hasil penelitian bahwa supervisi model reflektif interaktif memberikan dampak
yang baik terhadap perubahan perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen
biologik sehingga peneliti menyarankan sebagai berikut:

7.2.1. Bagi Pelayanan Keperawatan


Rumah sakit mendukung kebijakan dan program untuk pelaksanaan supervisi
reflektif interaktif terhadap keselamatan perawat pada bahaya agen biologik
dengan penyediaan fasilitas untuk keselamatan perawat dari bahaya agen biologik.
Supervisi reflektif interaktif diterapkan dipelayanan keperawatan dan dievaluasi
secara terprogram selama 6 bulan kedepan. Diharapkan seorang manajer di
pelayanan keperawatan dapat mempertahan dan meningkatkan perilaku
keselamatan lebih baik dengan menjalankan program keselamatan bagi perawat.

7.2.2. Bagi Pendidikan Keperawatan


Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh supervisi reflektif interaktif
terhadap perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik.
Menerapkan supervisi reflektif interaktif ini dapat meningkatkan dan
mengembangkan kualitas sumber daya perawat sehingga meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan. Kepala ruang yang mendapat supervisi reflektif interaktif
ini dapat meningkatakan kemampuannya dalam melakukan supervisi dan perawat
pelaksana yang disupervisi model reflektif interaktif ini juga dapat meningkatkan

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


120

kemampuannya, pengetahuannya keterampilan dan penerapan standar yang tepat


dan sesuai dalam memberikan pelayanan keperawatan professional.

7.2.3. Bagi Penelitian Selanjutnya


Hasil penelitian ini menampilkan sejumlah data yang dapat menjadi rujukan
dalam pengembangan penelitian lebih lanjut terntang supervisi model reflektif
interaktif dan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
dengan desain dan metode penelitian yang berbeda ataupun dengan metode
penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan
supervisi reflektif interaktif masih ada sebagian kecil yang berperilaku buruk
sehingga perlu dilihat selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi perawat
dalam menerapkan keselamatan pada bahaya agen biologik

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


DAFTAR REFERENSI

American Nurses Association’s (2002), Needlestick Prevention Guide, West


Washington, D.C. diunduh pada tanggal 15 September 2012 dari
http://www.nursingworld.org/MainMenuCategories/WorkplaceSafety/Safe
Needles/NeedlestickPrevention.pdf

American Nurses Association’s (2012), Healty Nurse diunduh tanggal 30 Oktober


2012 melalui
http://www.nursingworld.org/MainMenuCategories/WorkplaceSafety/Hea
lthy-Nurse

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktis., Jakarta :


Rineka Cipta.

Atkins, S., & Murphy. K., (1993) Reflection : A model review of the literature.
Journal of Advanced Nursing.

Ayu NM., (2012), Pengaruh penggunaan buku panduan keselamatan dan


kesehatan kerja pada perilaku keselamatan dan kesehatan kerja perawat
di RS Siaga Raya, Tesis FIK UI. Tidak dipublikasikan

Bernard, J. & Goodyear, R. (2009). Fundamentals of clinical supervision. Boston,


MA: Pearson Publishing

Bindseil et al., (2008) Clinical supervison handbook. A guide for clinical


supervisors for addiction and mental health,

Bittel, L.R. (1987). The complete guide to supervisory training development.


Beverly: Wesley Publishing Company.

Bittel, L. R., Newstrom, J.W (1990). What every supervisory should know
Singapore, McGraw-Hill Book Co

Bradley, L., & Kottler, J. (2001). Overview of counselor supervision. In L.


Bradley & N. Ladany (eds.), Counselor supervision: Principles, process,
and practice. (pp. 1-27).

Bryant, Liz (2010). Clinical supervision. Practice Nurse; Jun 25, 2010; 39, 12;
ProQuest Nursing & Allied Health Source pg. 36

Brunnerro S., & Stein Parburry, J (2008). The effective of clinical supervision in
nursing: an evidence based literature review, Australian Journal Advanced
Nursing, 25(3), 86-94

Brown, & Gillis, Marybeth (1999). Using reflective thinking to develop personal
professional philiosophies. Journal of Nursing Education, 38(4), 171-175.
Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/203973981?accountid=17242

Buus N & Gonge H. (2009). Empirical studies of clinical supervision in


psychiatric nursing: a systematic literature review and methodological
critique. International Journal of Mental Health Nursing 18(4): 250-264.

Cardoso & De Figueiredo (2010). Biological risk in nursing care provided in


family health units. Revista Latino-Americana De Enfermagem, 18(3),
368-372

Chummun, N. H. (2002). Latex glove disorders: a management strategy for


reducing skin sensitivity. Journal Of Nursing Management, 10(3), 161-
166.

Congress on Nursing Practice and Economics (2006). Assuring patient safety: the
employers role in promoting healthy nursing work hours for register
nurses in all roles and settings, ANA Board Of Directors.

Connolly, C., & Rogers, N. (2005). Who is the nurse? rethinking the history of
gender and medicine. Magazine of History, 19(5), 45-49. Diunduh pada 30
September 2012 dari
http://search.proquest.com/docview/213725399?accountid=17242

Currie L et al., (2011). Safety: principle of nursing practice c. nursing standard.


Art & Science. Page 35

Cutcliffe, J., McFeely, & Siobhan (2001), Practice nursess and their 'lived
experience' of clinical supervision British Journal of Nursing; Mar 8-Mar
21, 2001; 10, 5; ProQuest Nursing & Allied Health Source pg. 312

Darawad MW, Al-Hussami M, Almhairat II, Al-Sutari M (2012), Investigating


jordanian nurses' handwashing beliefs, attitudes, and compliance. Am J
Infect Control. 2012 Sep;40(7):643-7. doi: 10.1016/j.ajic.2011.08.018.

Dawson, M., Phillips, B., & Leggat, Sandra G, PhD,M.H.Sc (Health Admin),
M.B.A.,. (2012). Effective clinical supervision for regional allied
health professionals - the supervisee's perspective. Australian Health
Review, 36(1), 92-97. Diunduh pada 30 September 2012 dari
http://search.proquest.com/docview/1022629719?accountid=17242

de Castro, A.B. (2004). Handle With Care: The American Nurses Association’s
Campaign to Address Work-Related Musculoskeletal Disorders" Online
Journal of Issues in Nursing. Vol. 9 No. 3, Manuscript 2. Diunduh pada
30 September 2012 dari:
www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPer

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


iodicals/OJIN/TableofContents/Volume92004/No3Sept04/HandleWithCa
re.aspx

Daly, Tammie; Dickson & Kathryn, (1998 ) Biological hazards Nursing Standard;
Oct 7-Oct 13, 1998; 13, 3; ProQuest Nursing & Allied Health Source pg.
43

Dharma, K.K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan (pedoman


melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian). Jakarta: Trans Info
Media.

Dill, J., Morgan, J., & Kelly, C. (2008) The revolving door: supervision, job
satisfaction, and retention among nursing assistants. The Gerotologist,
48(00169013), 127 -127

Dinelli, M., Moreira, T., Paulino, E., da Rocha, M., Graciani, F., & de Moraes-
Pinto, M. (2009). Immune status and risk perception of acquisition of
vaccine preventable diseases among health care workers. American
Journal Of Infection Control, 37(10), 858-860.
doi:10.1016/j.ajic.2009.04.283

Dewi, Sari Candra. (2011). Hubungan Fungsi Manajemen Kepala Ruang dan
Karakteristik Perawat dengan Penerapan Keselamatan Pasien dan
Perawat di IRNA I RSUP DR. Sardjito Yogyakarta. Depok Tesis FIK UI .
Tidak dipublikasikan

Ekebergh, Margaretha (2011), A learning model for nursing students during


clinical studies, Nurse Education in Practice 11 (2011) 384e389

Fater, K. H., & Ready, R. (2011). An education-service partnership to achieve


safety and quality improvement competencies in nursing. Journal of
Nursing Education, 50(12), 693-6. doi:
http://dx.doi.org/10.3928/01484834-20110916-02

Feng, X. Q., Acord, L., Cheng, Y. J., Zeng, J. H., & Song, J. P. (2011). The
relationship between management safety commitment and patient safety
culture. International Nursing Review, 58(2), 249-254. doi:
10.1111/j.1466-7657.2011.00891.x

Festinger, L. A theory of cognitive dissonance. Evanston, Ill: Row Peterson, 1957


diunduh pada tanggal 30 September 2012 dari
http://psychclassics.yorku.ca/Festinger

Fisher, M. J. (2011). Sex differences in gender characteristics of australian nurses


and male engineers: A comparative cross-sectional survey. Contemporary
Nurse : A Journal for the Australian Nursing Profession, 39(1), 36-50.
Diunduh pada 30 September 2012 dari
http://search.proquest.com/docview/898888979?accountid=17242
Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Foley, M., (2004). "Caring for Those Who Care: A Tribute to Nurses and Their
Safety". Online Journal of Issues in Nursing. Vol. 9 No. 3, Manuscript 1.
Diunduh pada 30 September 2012 dari:
www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPerio
dicals/OJIN/TableofContents/Volume92004/No3Sept04/NurseSafetyOvervi
ew.aspx

Foley M & Leyden AM (2003). American nurses association independent study


module needlestick safety and prevention,.
www.nursingworld.org/mod600/cendvers.htm.

Gleason, A. (2009). Business impact of nurse-designed training for claims case


managers. AAOHN Journal, 57(5), 202-7; quiz 208-9. Diunduh pada 5
November 2012 dari
http://search.proquest.com/docview/219340273?accountid=17242

Grayson L, Russo P, Ryan K et al (2009). Hand hygiene australia manual.


Australian Commission for Safety and Quality in Healthcare and World
Health Organization

Groves P.S. , Meisenbach R. J . & Scott-Cawiezell J. (2011), Keeping patients


safe in healthcare organizations: a structuration theory of safety culture.
Journal Of Advanced Nursing 67(8), 1846–1855.

Guimond, M. E., Sole, M. L., & Salas, E. (2011). Getting ready for simulation-
based training: A checklist for nurse educators. Nursing Education
Perspectives, 32(3), 179-85. Diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/873602028?accountid=17242 pada
Januari 2013

HEROES (2003). A review of modern fire service hazards and protection needs
diunduh pada tanggal 30 September dari
http://www.cdc.gov/niosh/npptl/pdfs/ProjectHEROES.pdf

Hastono, S.P. (2007). Basic Data Analysis for Health Research. Depok: FKM-UI
(Tidak diterbitkan).

Huber D, L (2010) Leadership and nursing care management (4rd ed)


Pennsylvania: Saunders Elsevier

Hopkins (2007), Thinking about process safety indicators diunduh pada 30


Oktober 2012 dari
http://www.efcog.org/wg/ism_pmi/docs/Safety_Culture/Hopkins_thinking
_about_process_safety_indicators.pdf

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


International Health Worker Safety Center ( 2010), Moving the sharps safety
agenda forward in the united states: consensus statement and call to
action diunduh pada 30 Oktober 2012 dari www.virginia.edu/

Johns, C (1993) Professional supervision. Journal of Nursing Management. 1. 9-


18

Joint Comission International. (2011). Accreditation standart for hospital 4th


edition. Oarkbrook Terrace-Illionis: Departement of Publications Joint
Comission Resources.

Jones, A (2006) Clinical supervision: what do we know and what do we need to


know? A review and commentary. Journal of Nursing Management, 14,
577–585

Jensen, C. D., Cushing, C. C., Aylward, B. S., Craig, J. T., Sorell, D. M., &
Steele, R. G. (2011). Effectiveness of motivational interviewing
interventions for adolescent substance use behavior change: A meta-
analytic review. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 79(4),
433-440. doi: http://dx.doi.org/10.1037/a0023992

Kable, A. K., Guest, M., & McLeod, M. (2011). Organizational risk management
and nurses' perceptions of workplace risk associated with sharps including
needlestick injuries in nurses in New South Wales, Australia. Nursing &
Health Sciences, 13(3), 246-254. doi: 10.1111/j.1442-2018.2011.00607.x

Karipidis, K. K., Benke, G., Sim, M. R., Kauppinen, T., Kricker, A., Hughes, A.
M., . . . Fritschi, L. (2007). Occupational exposure to ionizing and non-
ionizing radiation and risk of non-Hodgkin lymphoma. International
Archives Of Occupational And Environmental Health, 80(8), 663-670.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


1087/MENKES/SK/VIII/2010 Standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Di Rumah Sakit

Kilminster, S., Cottrell, D., Grant, J., & Jolly, B. (2007). AMEE Guide No. 27:
Effective educational and clinical supervision. Medical Teacher, 29(1), 2-
19.

Kron,T. & Gray, A. (1987). The manajemen of patient care putting leadership
skill to work, sixth edition. Philadelphia : W.B Saunders Company.

Lalić, H., Kukuljan, M., & Pavicić, M. D. (2010). A case report of occupational
middle ear tuberculosis in a nurse. Arhiv Za Higijenu Rada I
Toksikologiju, 61(3), 333-337.

Lee, W.-C., Wung, H.-Y., Liao, H.-H., Lo, C.-M., Chang, F.-L., Wang, P.-C., . . .
Hou, S.-M. (2010). Hospital safety culture in Taiwan: a nationwide survey
Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


using chinese version safety attitude questionnaire. BMC Health Services
Research, 10, 234-234.

Lindberg, L., Judd, K., & Snyder, J. (2008). Developing a safety culture with
front-line staff. Hospitals & Health Networks / AHA, 82(9), 84-85.

Lynch, L., Hancox, K., Happel, B.,& Parker,( 2008), Clinical supervision for
nurse. united Kingdom; Willey-Blackwell

Loiselle, C.G., Profetto-McGrath, J., Polit, D.F., & Beck, C.T. 2004. Canadian
Essentials of Nursing Research. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Omorogbe, VE. Omuemu V O., Alphonsus R. Isara (2012) Injection safety


practices among nursing staff of mission hospitals in Benin City, Nigeria.
Annals of African Medicine Vol. 11, No. 1; 2012

Phillips, C. Y., Palmer, C. V., Wettig, V. S., & Fenwick, J. W. (2000). Attitudes
toward nurse practitioners: Influence of gender, age, ethnicity, education
and income. Journal of the American Academy of Nurse
Practitioners, 12(7), 255-255. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/212870806?accountid=17242

PPSDM, (2011) Perawat Indonesia Mendominasi Tenaga Kesehatan Indonesia


diunduh pada 15 September 2012 dari
http://www.bppsdmk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=
article&id=199:perawat-mendominasi-tenaga
kesehatan&catid=38:berita&Itemid=82

Nelson, A., & Baptiste, A. (2004). Evidence-based practices for safe patient
handling and movement. Online Journal Of Issues In Nursing, 9(3), 4

Newton, Trudi (2012) The Supervision Triangle: An Integrating Model


Transactional Analysis Journal, ProQuest Psychology Journals pg. 103

NIOSH Alert : Preventing Needlestick Injury In Healthcare Setting, Publication


No. 2000-108, 1999

NIOSH, 2011 diunduh dari (www.cdc.gov / NIOSH / topik / eye / eye-


infectious.html)

NMHRC, (2010), Australian guidelines for the prevention and control of infection
in healthcare diunduh dari http://www.nhmrc.gov.au/node/30290

Notoadmodjo. S, (2007). ilmu perilaku dan promosi kesehatan Jakarta: Rineka


Cipta

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Notoadmodjo, S. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan (4th ed) Jakarta :
Rineka Cipta

Magnusson, A., Lutzen, K. and Severinsson, E. (2002) The influence of clinical


supervision on ethical issues in home care of people with mental illness in
Sweden. Journal of Nursing Management, 10(1):37-45.

Mathai, Allegranzi, Kilpatrick & Pittet (2010), Prevention and control of health
care-associated infections through improved hand hygiene., Indian Journal
of Medical Microbiology, (2010) 2I8n(d2i)a:n 1 J0o0u-6rn

Marquis, B, L (2012) Leadhership role and management function in nursing,


Philadelphia: Lippincott William&Wilkins

McKenna, L., & Vanderheide, R. (2012). Graduate entry to practice in nursing:


Exploring demographic characteristics of commencing students.
Australian Journal of Advanced Nursing (Online), 29(3), 49-55. Retrieved
from http://search.proquest.com/docview/1021964247?accountid=17242

McMahon, M., & Simons, R. (2004). Supervision training for professional


counselors: An exploratory study. Counselor Education and Supervision,
43(4), 301-309. diunduh pada 30 September 2012 dari
http://search.proquest.com/docview/201117878?accountid=17242

Metropolitan Health and Aged Care Services Division (2006) Victorian


government department of human services also published on
www.health.vic.gov.au/mentalhealth/pmc

Milne (2010), A training guide in evidence-based clinical supervision has been


disseminated and evaluated, in terms of the acceptability of the approach
taken to supervision. Clinical Psychology and Psychotherapy. 321–328

Milton, C.L. 1999. Ethical Issues From Nursing Theoretical Perspectives. Nursing
Science Quarterly, 12(1): 20-25.

Mahmoud Al-Hussami, Mohammad, Y. N. S., Darawad, M., & Alramly, M.


(2011). Evaluating the effectiveness of a clinical preceptorship program
for registered nurses in jordan. The Journal of Continuing Education in
Nursing, 42(12), 569-76. doi: http://dx.doi.org/10.3928/00220124-
20110901-0

OSHA (Occupational Safety and Health Administration) (2001). Occupational


exposure to bloodborne pathogens; needlestick and other sharps injuries;
final rule. Federal Register. 66:5317-5325.

Panlilio A.L, Orelien J.G, Srivastava P.U, Jagger J, Cohn R.D, Cardo D.M; NaSH
Surveillance Group; EPINet Data Sharing Network (2004). Estimate of the
annual number of percutaneous injuries among hospital-based healthcare
Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


workers in the united states, (2004). Estimate of the annual number of
percutaneous injuries among hospital-based healthcare workers in the
united states, 1997–1998. Infect Control Hospital Epidemiology, 25:556-
562.

Polovich, M., (2004). Safe handling of hazardous drugs". Online Journal of Issues
in Nursing. Vol. 9 No. 3, Manuscript 5. diunduh dari:
www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPeri
odicals/OJIN/Tabl
ofContents/Volume92004/No3Sept04/HazardousDrugs.aspx

Polit, DF., & Hungler, B.P. (1999) Nursing research; Principle and Method (9th
edition). Philadelphia Wlliam & Wilkins

Pittet D & Boyce J.M (2001) Hand hygiene and patient care: pursuing the
Semmelweis legacy. Lancet Infect Dis 1: 9–20.

Ramsay, J.D., (2005). A new look at nursing safety: the development and use of
jhas in the emergency department, The Journal of Sh & E Reseac. Vol.2
Num 2.

Reid,. K., Dennison, P., (2011) The Clinical Nurse Leader (C NL)®: Point-of-C
are Safety Clinician" OJIN: The Online Journal of Issues in Nursing Vol.
16, No. 3, Manuscript 4.

Rowland & Sophie . J (2006). An overview of reflective practice. ProQuest


Nursing & Allied Health Source pg. 23

Royal College of Nursing Institute (2007). Clinical Supervision in the workplace,


Guidance for Occupational Health Nursing, London: Royal College of
Nursing.

Rusmegawati, (2011). Pengaruh Supervisi Reflektif Interaktif pada Berpikir Kritis


perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di IRNA I RS Dr. H.M
Ansari Saleh Banjarmasin. Depok Tesis FIK UI tidak dipublikasikan

Sabri, L. & Hastono, S.P. (2010). Statistik Kesehatan, edisi 4. Jakarta: Raja
Grafindo Perkasa.

Sastroasmoro, S., & Ismael, S., (2010), Dasar-dasar metodologi penelitian klinis
(edisi ke tiga), Jakarta Sagung seto

Sedlak, C. (2004). "Overview and Summary: Nurse Safety: Have We Addressed


the Risks?" Online Journal of Issues in Nursing. Vol. 9 No. 3, Overview
and Summary. diunduh pada 30 September 2012 dari:
www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPeri
odicals/OJIN/TableofContents/Volume92004/No3Sept04/NurseSafetyOve
rview.aspx
Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Sirola-Karniven, P., & Hyrkas, K. (2008). Administrative clinical supervision as
evaluated by the first-line managers in one health care organization distrik.
Jurnal of nursing Management, 16(5), 588-600

Siegel J.D, Rhinehart E, Jackson M Healthcare Infection Control Practices


Advisory Committee), (2007) Guideline for Isolation Precautions:
Preventing Transmission of Infectious Agents in Healthcare Settings.
United States Centers for Disease Control and Prevention

Siagian, S.P. (2009). Kiat meningkatkan produktivitas kerja. Jakarta: Rineka Cipta

Sitorus. R. & Panjaitan. R. (2011), Manajemen Keperawatan di Ruang Rawat.


Jakarta: CV Sagung Seto.

Smith P. , Pearson P.H. & Ross F. (2009) Emotions at work: what is the link to
patient and staff safety? Implications for nurse managers in the NHS.
Journal of Nursing Management 17, 230–237

Stark &Sharon (2006). The effects of master's degree education on the role
choices, role flexibility, and practice settings of clinical nurse specialists
and nurse practitioners. Journal of Nursing Education, 45(1), 7-15.
diunduh dari 5 September 2012 pada
http://search.proquest.com/docview/203942887?accountid=17242

Swanburg, R.C., (1990). Management and Leadership for Nurse Manager.


Boston: Jones and Barlett Publishers.

ter Maten-Speksnijder, A.,J., Grypdonck, M. H. F., Pool, A., & Streumer, J. N.


(2012). Learning opportunities in case studies for becoming a reflective
nurse practitioner. Journal of Nursing Education, 51(10), 563-9. doi:
http://dx.doi.org/10.3928/01484834-20120820-05

Thompson, J. M. (2006). Nurse managers' participation in management training


and nursing staffs' job satisfaction and retention. Walden University).
ProQuest Dissertations and Theses, , 163-163 p. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/304937671?accountid=17242.
(304937671).

Traynor, K. (2012). NIOSH hazardous-drugs update contains surprises. American


Journal Of Health-System Pharmacy: AJHP: Official Journal Of The
American Society Of Health-System Pharmacists, 69(17), 1446-1451

Trinkoff, A.M, Brown, J.MG, Claire C. Caruso, Jane A. Lipscomb, Selby A.L,
(2007) Personal safety for nurse. patient safety and quality: An Evidence-
Based Handbook for Nurses. diunduh pada 15 September 2012 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21328762

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Todd & Freshwater, Reflective practice and guided discovery: clinical supervision
British Journal of Nursing; Nov 11-Nov 24, 1999; 8, 20;

Turner, J., & Hill, A. (2011). Implementing clinical supervision (part 1): A review
of the literature. Mental Health Nursing (Online), 31(3), 8-12. diunduh
dari http://search.proquest.com/docview/878897388?accountid=17242

Turner, J., & Hill, A. (2011). Implementing clinical supervision (part 2): Using
proctor's model to structure the implementation of clinical supervision in a
ward setting. Mental Health Nursing (Online), 31(4), 14-19. diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/886532162?accountid=17242;

Hill, A., & Turner, J. (2011). Implementing clinical supervision (part 3): An
evaluation of a clinical supervisor's recovery-based resource and support
package. Mental Health Nursing (Online), 31(5), 16-20. diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/939526034?accountid=17242;

Varunee, F. S., & Linda, L. B. (2009). Clinical supervision for international


counselors-in-training: Implications for supervisors. Journal of
Professional Counseling, Practice, Theory, & Research, 37(2), 52-65.
diunduh pada 15 September 2012 dari
http://search.proquest.com/docview/212439996?accountid=17242

Wagner, L., Capezuti, E., & Rice, J.C, (2009). Nurses' perceptions of safety
culture in long-term care settings. Journal of Nursing Scholarship, 41(2),
184-92. diunduh pada 10 November 2012 dari
http://search.proquest.com/docview/236397736?accountid=17242

Wasylkiw, L., Gould, O. N., & Johnstone, D. (2009). Exploring women's attitudes
and intentions to seek care from nurse practitioners across different age
groups. Canadian Journal on Aging, 28(2), 177-83. doi:
http://dx.doi.org/10.1017/S071498080909014X

Widiyanto, P., (2012), Pengaruh pelatihan supervisi terhadap penerapan


supervisi klinis kepala ruang terhadap peningkatan kualitas tindakan
perawatan luka di RSU PKU Muhammadiya Temanggung, Depok Tesis
FIK UI. Tidak dipublikasikan

Wijono, D, (2000). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. teori, strategi, &


aplikasi. Vol. 2. Surabaya: Airlangga University Press.

Wilburn, S.Q. (2004). Needlestick & sharp injury prevention. Online Journal of
issue in Nursing. Vol 9 diunduh pada 15 September 2012 dari
www.nursingworld.org/ojin/tpc25_4.html.
Winstanley, J., & White, E. (2003). Clinical supervision: Models, measures and
best practice. Nurse Researcher, 10(4), 7-38. diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/200775851?accountid=17242

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


World Health Organization (2007) Guidelineson hand hygiene in health care
diunduh pada 15 September 2012 dari
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241597906_eng.pdf

Woods, M. (2010). Cultural safety and the socioethical nurse. Nursing


Ethics, 17(6), 715-25. doi: http://dx.doi.org/10.1177/0969733010379296

Zanjani, F. A. K., K, W. S., & Willis, S. L. (2006). Age group and health status
effects on health behavior change. Behavioral Medicine, 32(2), 36-46.
diunduh pada 30 September 2012 dari
http://search.proquest.com/docview/195229333?accountid=17242

Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


LAMPIRAN 1

PENJELASAN PENELITIAN
(Kelompok Intervensi)

Kepada Yth: Teman Sejawat Kepala Ruang


RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban
Di Indun Suri Simpang Busung

Bersama ini disampaikan bahwa dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di


Program Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia maka saya:

Nama : Yenni Yulita


NPM : 1006755456
Alamat : Perum Ganet Indah No.21/D Tanjungpinang
No Telepon : 085313163565/ 081364273811
e-mail : yenni_yulita@yahoo.co.id

Bermaksud mengadakan penelitian tesis dengan judul Pengaruh Supervisi


Reflektif Interaktif pada Perilaku Keselamatan Perawat terhadap Bahaya/ Risiko
Agen Biologi di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban. Tujuan umum
pelatihan adalah melihat pengaruh supervisi reflektif interaktif terhadap perilaku
keselamatan perawat pada bahaya/ risiko agen biologi.
Pengambilan data saya lakukan dengan kuesioner kegiatan supervisi kepala ruang
pada perilaku keselamatan perawat pada bahaya/ risiko agen biologi dengan
kegiatan pelatihan supervisi reflektif interaktif selama 2 hari dan pedampingan
lapangan selama 1 minggu dengan pelaksanaan supervisi reflektif interaktif oleh
kepala ruang terhadap perawat pelaksana selama 3 minggu.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak dan pengaruh apapun, termasuk
hubungan antara pimpinan-staf, rekan sejawat maupun klien. Hal tersebut karena
semua informasi dan kerahasiaan dijaga dan hanya untuk kegiatan penelitian ini.
Jika sejawat telah menjadi responden dan terjadi hal-hal yang menimbulkan
ketidaknyamanan maka sejawat diberi hak untuk mengundurkan diri dari
penelitian dengan memberi informasi kepada peneliti.
Melalui penjelasan ini maka saya sangat mengharapkan agar teman sejawat
berkenan menjadi responden dengan mengisi lembar persetujuan. Atas perhatian
dan kesediaanya saya ucapkan banyak terima kasih.

Depok, November 2012


Peneliti

Yenni Yulita

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


PENJELASAN PENELITIAN
(Kelompok Kontrol)

Kepada Yth: Teman Sejawat Kepala Ruang


RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang
Di Tanjungpinang

Bersama ini disampaikan bahwa dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di


Program Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia maka saya:
Nama : Yenni Yulita
NPM : 1006755456
Alamat : Perum Ganet Indah No.21/D Tanjungpinang
No Telepon : 085313163565/ 081364273811
e-mail : yenni_yulita@yahoo.co.id

Bermaksud mengadakan penelitian tesis dengan judul Pengaruh supervisi


reflektif interaktif pada perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya/ risiko
agen biologi di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban. Tujuan umum
pelatihan adalah melihat pengaruh supervisi reflektif interaktif terhadap .
Pengambilan data saya lakukan dengan mengisi kuesioner oleh perawat terhadap
supervisi reflektif interaktif dan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya/
resiko agen biologi
Penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak dan pengaruh apapun, termasuk
hubungan antara pimpinan-staf, rekan sejawat maupun klien. Hal tersebut karena
semua informasi dan kerahasiaan dijaga dan hanya untuk kegiatan penelitian ini.
Jika sejawat telah menjadi responden dan terjadi hal-hal yang menimbulkan
ketidaknyamanan maka sejawat diberi hak untuk mengundurkan diri dari
penelitian dengan member informasi kepada peneliti.
Setelah selesai penelitian ini dan terbukti bahwa supervisi reflektif interaktif
meningkatkan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya/ risiko agen
biologik maka saya bersedia memberikan pelatihan supervisi reflektif interaktif
kepada sejawat, sebagai bagian dari prinsip keadilan dan kesamaan hak dengan
kelompok intervensi.
Melalui penjelasan ini maka saya sangat mengharapkan agar teman sejawat
berkenan menjadi responden dengan mengisi lembar persetujuan. Atas perhatian
dan kesediaanya saya ucapkan banyak terima kasih.
Depok, November 2012
Peneliti

Yenni Yulita

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


PENJELASAN PENELITIAN
(Kelompok Kontrol)

Kepada Yth: Teman Sejawat staf Perawat


RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang
Di Tanjungpinang

Bersama ini disampaikan bahwa dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di


Program Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia maka saya:

Nama : Yenni Yulita


NPM : 1006755456
Alamat : Perum Ganet Indah No.21/D Tanjungpinang
No Telepon : 085313163565/ 081364273811
e-mail : yenni_yulita@yahoo.co.id

Bermaksud mengadakan penelitian tesis dengan judul Pengaruh supervisi


reflektif interaktif pada perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya/ risiko
agen biologi di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban. Tujuan umum
pelatihan adalah melihat pengaruh supervisi reflektif interaktif pada perilaku
keselamatan perawat terhadap bahaya/ risiko agen biologi
Penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak dan pengaruh apapun, termasuk
hubungan antara pimpinan-staf, rekan sejawat maupun klien. Hal tersebut karena
semua informasi dan kerahasiaan dijaga dan hanya untuk kegiatan penelitian ini.
Jika sejawat telah menjadi responden dan terjadi hal-hal yang menimbulkan
ketidaknyamanan maka sejawat diberi hak untuk mengundurkan diri dari
penelitian dengan member informasi kepada peneliti.
Melalui penjelasan ini maka saya sangat mengharapkan agar teman sejawat
berkenan menjadi responden dengan mengisi lembar persetujuan. Atas perhatian
dan kesediaanya saya ucapkan banyak terima kasih.

Depok, November 2012


Peneliti

Yenni Yulita

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


PENJELASAN PENELITIAN
(Kelompok Intervensi)

Kepada Yth: Teman Sejawat staf Perawat


RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban
Di Indun Suri Simpang Busung

Bersama ini disampaikan bahwa dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di


Program Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia maka saya:

Nama : Yenni Yulita


NPM : 1006755456
Alamat : Perum Ganet Indah No.21/D Tanjungpinang
No Telepon : 085313163565/ 081364273811
e-mail : yenni_yulita@yahoo.co.id

Bermaksud mengadakan penelitian tesis dengan judul Pengaruh supervisi


reflektif interaktif pada perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya/ risiko
agen biologi di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban. Tujuan umum
pelatihan adalah melihat pengaruh supervisi reflektif interaktif pada perilaku
keselamatan perawat terhadap bahaya/ risiko agen biologi
Pengambilan data saya lakukan dengan mengisi kuesioner oleh perawat terhadap
supervisi reflektif interaktif dan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya/
risiko agen biologi
Penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak dan pengaruh apapun, termasuk
hubungan antara pimpinan-staf, rekan sejawat maupun klien. Hal tersebut karena
semua informasi dan kerahasiaan dijaga dan hanya untuk kegiatan penelitian ini.
Jika sejawat telah menjadi responden dan terjadi hal-hal yang menimbulkan
ketidaknyamanan maka sejawat diberi hak untuk mengundurkan diri dari
penelitian dengan member informasi kepada peneliti.
Melalui penjelasan ini maka saya sangat mengharapkan agar teman sejawat
berkenan menjadi responden dengan mengisi lembar persetujuan. Atas perhatian
dan kesediaanya saya ucapkan banyak terima kasih.

Depok, November 2012


Peneliti

Yenni Yulita

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


LAMPIRAN 2

PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN

Judul Penelitian: Pengaruh Supervisi Reflektif Interaktif terhadap Perilaku


Keselamatan Perawat pada Bahaya/ risiko Agen Biologi di
RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban.

Peneliti Yenni Yulita

NPM 1006755456

Asal Institusi Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI

Dengan ini, saya memberikan persetujuan untuk menjadi responden dalam


penelitian ini. Saya memahami bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini
yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh supervisi reflektif interaktif pada
perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya/ risiko agen biologi

Saya mengetahui bahwa tidak ada risiko yang akan saya alami dan saya telah
diberitahukan tentang adanya jaminan kerahasiaan informasi yang diberikan dan
saya juga memahami bahwa penelitian ini bermanfaat bagi pelayanan
keperawatan.

Tanjung Uban, 2012.

Tanda Tangan Peneliti Tanda tangan Responden

Yenni Yulita __________________

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN

Judul Penelitian: Pengaruh Supervisi Reflektif Interaktif terhadap Perilaku


Keselamatan Perawat pada Bahaya/ risiko Agen Biologi di
RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban.

Peneliti Yenni Yulita

NPM 1006755456

Asal Institusi Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI

Dengan ini, saya memberikan persetujuan untuk menjadi responden dalam


penelitian ini. Saya memahami bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini
yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh supervisi reflektif interaktif pada
perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya/ risiko agen biologi

Saya mengetahui bahwa tidak ada risiko yang akan saya alami dan saya telah
diberitahukan tentang adanya jaminan kerahasiaan informasi yang diberikan dan
saya juga memahami bahwa penelitian ini bermanfaat bagi pelayanan
keperawatan.

Tanjungpinang, 2012.

Tanda Tangan Peneliti Tanda tangan Responden

Yenni Yulita __________________

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


KUESIONER A
KARAKTERISTIK PERAWAT

PETUNJUK

1. Mohon isi pada bagian titik-titik sesuai pertanyaan


2. Isi dengan cek list (√) pada kotak yang sesuai dengan teman-teman sejawat

Nama (Mohon diisi dengan jelas) : …………………………………………..

Tangggal pengisian : …………………………………………..

Unit / Ruangan : …………………………………………..

1. Umur : ……………………………………Tahun

2. Jenis Kelamin : L

3. Pendidikan Terakhir : DIII Keperawatan

DIV Keperawatan

S1 Keperawatan

S1 Keperawatan Profesi

4. Masa Kerja : …………………………………..Tahun

5. Pelatihan yang diikuti 3 : 1. ……………………………….

tahun terakhir 2. ……………………………….

3. ……………………………….

4. ………………………………..

5. ………………………………..

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


KUESIONER B
PERILAKU KESELAMATAN PERAWAT TERHADAP BAHAYA AGEN BIOLOGIK

Petunjuk Pengisian

Isilah kuesioner dengan petunjuk berikut sesuai dengan petunjuk dibawah ini:
Tidak pernah : 1, Apabila saudara tidak pernah melakukannya saat ini
Jarang : 2, Apabila saudara jarang melakukannya saat ini
Sering : 3, Apabila saudara sering melakukannya saat ini
Selalu : 4, Apabila saudara selalu melakukannya saat ini

No Pernyataan 1 2 3 4

1 Saya melakukan tindakan dengan memastikan peralatan yang akan


digunakan telah disterilkan sebelum digunakan
2 Saya tidak bersandar pada dinding pada saat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien
3 Saya mengganti balutan luka jika kotor atau basah saja

4 Saya menempatkan pasien yang berpotensi menular secara droplet


dalam ruang tekanan negatif atau di ruang yang udaranya tidak
beredar ke daerah lain
5 Saya melepaskan gaun dan sarung tangan sebelum meninggalkan
perawatan pasien dengan penyakit mudah menular
6 Saya memastikan semua tempat penampung darah dan cairan tubuh
tertutup
7 Saya tidak membedakan instrument/ peralatan infeksi dengan non
infeksi karena sudah ditangani oleh pihak pengolahan limbah di RS
8 Saya memegang dengan erat pispot dan urine bag supaya tidak
tumpah
9 Saya menggunakan alat pelindung diri (sarung tangan, masker, kaca
mata, gaun isolasi, sepatu tertutup, penutup wajah untuk menghindari
terpapar droplet, melalui udara dan darah atau cairan tubuh yang
berpotensi menularkan)
10 Saya menghindari dan mengurangi berbicara, batuk bersin ketika
memberikan asuhan keperawatan pada pasien
11 Saya memastikan hand hygiene setelah melepas sarung tangan

12 Saya menggunakan teknik steril untuk prosedur invasif

13 Saya membuang tempat penampungan benda tajam sebelum terlalu


penuh
14 Saya mempertahan integritas kulit pasien selama perawatan untuk
pasien yang infeksius saja
15 Saya memastikan hand hygiene sebelum menyentuh pasien

16 Saya memastikan hand hygiene sebelum melakukan prosedur atau


tindakan
17 Saya melakukan hand hygiene setelah menyentuh pasien (melakukan

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


tindakan)
18 Saya memakai alkohol untuk hand hygiene saat tangan terlihat bersih

19 Saya memakai air dan sabun untuk kebersihan tangan yang terlihat
kotor
20 Saya memakai sarung tangan ketika dicurigai adanya agen infeksius
saja
21 Setelah mencuci tangan saya keringkan secara menyeluruh dengan
handuk yang diganti petugas 1 sehari
22 Saya menggunakan masker untuk melindungi dari kontak dengan
bahan infeksius dari pasien saja
23 Saya menggunakan sarung tangan untuk mencegah kontaminasi
tangan saat kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh, selaput
lendir, kulit terbuka, dan bahan yang berpotensi menular lainnya
24 Saya memakai apron atau gaun ketika kontak dekat dengan pasien,
peralatan dapat menyebabkan kontaminasi kulit, dan agen infeksius
yang menularkan
25 Saya tidak membersihkan pispot, urinal dan bedpan setelah
digunakan oleh pasien
26 Saya menggunakan masker ketika berhubungan dengan prosedur
yang membutuhkan teknik steril
27 Saya memakai sepatu yang pas dan tertutup untuk meminimalkan
risiko cedera akibat tertimpa benda tajam
28 Saya masker sekali pakai ketika berhubungan pasien

29 Saya tidak meletakkan limbah dalam wadah yang sesuai karena telah
ditangani oleh pihak pengolahan limbah rumah sakit
30 Saya menggunakan alat pelindung diri yang sesuai untuk penanganan
linen kotor
31 Saya menempatkan linen kotor (terkontaminasi cairan tubuh dan
darah) harus ditempatkan dalam tempat yang tidak bocor untuk
transportasi yang aman
32 Saya memastikan kebersihan tangan setelah penanganan linen semua
pasien
33 Saya memakai sarung tangan dan gaun saat masuk ke area perawatan
pasien infeksius saja
34 Saya tidak memastikan bahwa pakaian dan kulit kontak dengan yang
berpotensi menularkan
35 Saya membuang jarum dan benda tajam pada tempat yang telah
disediakan oleh petugas sanitasi rumah sakit
36 Saya memberikan kamar tunggal pada pasien yang bisa menginfeksi
lewat droplet
37 Saya menggunakan masker bedah saat memasuki area perawatan
pasien menularkan agen infeksi
38 Saya meminimalkan perpindahan / transportasi pasien yang dapat
menularkan agen infeksius
39 Saya tidak memisahkan antara linen infeksius dengan linen non
infeksius karena sudah ditangani oleh pihak loundry.
40 Saya melepaskan gaun dan sarung tangan hanya sebelum
meninggalkan ruang perawatan isolasi

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013
Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013
Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013
Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013
Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013
Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013
Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013
LAMPIRAN 12

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

PENGARUH SUPERVISI MODEL REFLEKTIF INTERAKTIF TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN PERAWAT PADA
BAHAYA AGEN BIOLOGIK DI RSUD PROVINSI KEPULAUAN RIAU TANJUNG UBAN TAHUN 2012 -2013

Waktu Penelitian
No Kegiatan Agustus September Oktober November Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
1 Penyusunan dan Uji proposal
2 Perbaikan, Uji etik dan kompetensi
3 Pengurusan Ijin penelitian
4 Pengumpulan Data
5 Analisis dan Pengolahan Data
6 Penyusunan Laporan Akhir
7 Seminar Hasil Penelitian
8 Perbaikan Hasil Seminar
9 Sidang Tesis
10 Perbaikan Hasil Sidang Tesis
11 Pengumpulan Tesis
.

UNIVERSITAS INDONESIA

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

PEDOMAN SUPERVISI REFLEKTIF INTERAKTIF


TERHADAP KESELAMATAN PERAWAT PADA BAHAYA
AGEN BIOLOGIK

Penyusun:
Yenni Yulita
Hanny Handiyani, S.Kp., M.Kep.
Kuntarti S.Kp, M. Biomed.

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN
DEPOK, 2012

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan kemudahan yang diberikanNya maka penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Buku Pedoman Supervisi Reflektif Interaktif pada keselamatan perawat
terhadap bahaya agen biologik. Buku ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman,
sikap, dan perilaku perawat dalam kegiatan supervisi reflektif interaktif pada
keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik.

Penyusun sangat berterima kasih atas bimbingan, bantuan dan dukungan dosen,
pakar manajemen keperawatan, institusi pendidikan Pascasarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, rekan-rekan perawat serta semua pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, sehingga buku pedoman Supervisi
Reflektif Interaktif pada keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik bisa
diselesaikan dengan baik. Terima kasih juga kami sampaikan kepada rekan-rekan
perawat yang menggunakan buku ini sebagai acuan dalam bekerja.

Depok, November 2012

Penulis

iii

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul …………………………………………………………….. . i
Lembar Pesetujuan ……………………………………………………….... ii
Kata Pengantar ……………………………………………………………… iii
Daftar Isi ……………………………………………………………………... iv
Daftar gambar..…………………………………………………………….... v
Daftar Tabel …………………………………………………………………. vi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………………..….. 1
1.2. Kompetensi ………………………………………………………….. 2
1.3. Tujuan……………… ………………………………………………... 3
1.4. Peserta………………………………………………………………... 4
1.5. Struktur Pelatihan …………………………………………………… 4
1.6. Diagram Alur Proses Pembelajaran…..…………………………... 5
1.7. Garis-Garis Besar Program Pembelajaran Pelatihan …………... 6
1.8. Evaluasi Pelatihan ………………………………………………...... 7

BAB 2 SUPERVISI
2.1. Definisi Supervisi …….………………………………………........... 8
2.2. Model Supervisi Reflektif ………………………………...………. 13
2.3. Model Supervisi Interaktif ……………………….………………… 14
2.4. Supervisi Model Reflektif Interaktif ……………………………. 17

BAB 3 KESELAMATAN PERAWAT


3.1. Pencegahan dan Pengontrolan Infeksi………………………….. 21
3.2. Kewaspadaan Standar…………………………………………….. 24
3.3. Pencegahan Melalui Cara Penularan……………………………. 33

BAB 4 PENUTUP ………………………………………………………….. 37


DAFTAR REFERENSI ……………………………………………………. 38
Lampiran

iv

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Model Supervisi Refleksi ……………………………… 14


Gambar 2.2. Model Supervisi Interaktif Kaduhsin…………………. 15
Gambar 3.1. Rantai Infeksi………………….................................... 23
Gambar 3.2. Waktu Hand Hygiene…………………………….......... 24
Gambar 3.3. Cuci Tangan ……………………………………………. 26

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Alokasi Waktu Masing – Masing Materi……………………………… 4


Tabel 1.2. Jadwal Kegiatan Supervisi Reflektif Interaktif ……………………… 5
Tabel 3.1. Tindakan Non Klinis Yang Harus Cuci Tangan …………………….. 25
Tabel 3.2. Penggunaan Sarung Tangan ………………………………………… 27
Tabel 3.3. Karakteristik Gaun ……………………………………………………... 28
Tabel 3.4. Penggunaan Pelindung Wajah dan Mata …………………………… 29

vi

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Keselamatan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merupakan hal


yang penting diperhatikan. Perannya menjadi penentu dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan (PPSDM, 2011). Bahaya yang mengancam keselamatan
perawat dalam bekerja ada beberapa tingkatan untuk bahaya agen biologik
(bahaya/ risiko infeksi), kimia mekanik, dan psikososial (Fowler, 2004).

Risiko infeksi agen biologik merupakan risiko yang dialami oleh perawat selama
menjalankan kegiatannya yang berhubungan dengan agen infeksius. Agen
infeksius dapat melalui darah/ cairan tubuh, udara dan droplet Infeksi melalui
darah, seperti Hepatitis B, Hepatitis C, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
(Fowler, 2004). Perawat yang bekerja klinis dalam waktu yang lama di ruangan
rawat paru terinfeksi Micobacterium tuberculosis saat bekerja (Lalić, Kukuljan,
& Pavicić, 2010). Penyebab penularan penyakit pada perawat dengan berbagai
cara atau beragam.

Perawat dapat tertular penyakit melalui peralatan dan benda tajam. Petugas
kesehatan antara 600.000 dan 800.000 terpapar darah (Trinfkoff et al, 2007)
Perkiraan setiap tahun 385.000 benda-benda tajam dan jarum suntik mencederai
petugas kesehatan, rata-rata 1.000 luka benda tajam per hari (CDC, 2003).
Kondisi tersebut perlu mendapat perhatian dari para manajer keperawatan.

Fungsi manajer dalam pelayanan keperawatan dengan mempengaruhi perawat


pelaksana untuk melaksanakan kegiatan keperawatan. Salah satu model peran dari
manajer keperawatan berfungsi sebagai mempengaruhi perilaku perawat
pelaksana dalam menerapkan keselamatan kerja dan menetapkan aturan,
memperkuat norma -norma dan sikap yang berkaitan dengan praktik keselamatan
kerja bagi perawat itu sendiri (Feng, Acord, Cheng, Zeng & Song, 2011).

Manajer sebagai supervisor di pelayanan keperawatan memberikan manfaat


kepada pengembangan praktik keperawatan. Supervisi klinis merupakan suatu
7 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


proses yang membahas pengembangan klinis, pengetahuan, keterampilan, dan
pengembangan diri (Dawson, Phillips & Leggat, 2012). Supervisi klinis
merupakan suatu proses konsultasi yang formal antara dua atau lebih dengan
tujuan untuk memberikan dukungan bagi yang disupervisi untuk meningkatkan
penyadaran diri, pengembangan, dan pertumbuhan lingkungan profesional
(Hancox & Lynch, 2008).

Supervisi reflektif interaktif merupakan gabungan antara supervisi reflektif dan


interaktif dalam melakukan peran pengawasan ini oleh supervisor. Penelitian
Rusmegawati (2011) didapatkan bahawa supervisi reflektif interaktif dapat
meningkatkan kemampuan perawat di area kognitif untuk berfikir kritis menjadi
lebih baik setelah dilakukan supervisi reflektif interaktif.

Supervisi yang efektif melibatkan keterampilan dari kompetensi yang didapat


pada pendidikan dan pelatihan. Supervisi yang tepat dapat mengarahkan
keterampilan perawat pelaksana melalui pengetahuan dan peningkattan
keterampilan perawat pelaksana. Strategi pendidikan dianggap sebagai salah satu
dukungan dari organisasi yang mempromosikan keselamatan dan kesehatan bagi
perawat (RNAO, 2008)

Tujuan pelatihan dari supervisi klinis untuk mengembangkan teori atau


pengetahuan yang relevan dengan fungsi pengarahan, untuk mengembangkan/
memperbaiki keterampilan supervisor, untuk mengintegrasikan pengembangan
teori dan keterampilan serta meningkatkan identitas profesional supervisor
(Bradey & Whiting,1989 dalam McMahan & Simons, 2004).

Pendidikan dan pelatihan dari supervisi klinis sangat penting untuk peningkatan
supervisor yang tersedia dan memberikan informasi kepada staf untuk supervisi
klinis. Staf harus memiliki akses ke kegiatan pengembangan profesional yang
meningkatkan pemahaman tentang supervisi klinis. Semua supervisor harus
memiliki akses ke pengembangan profesional berkelanjutan yang relevan dengan
kegiatan supervisi (Victorian Government Department of Human Services, 2006).
2 Universitas
Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


1.2. Kompetensi
Pelatihan supervisi reflektif interaktif terhadap perilaku keselamatan perawat
terhadap bahaya agen biologik ini diharapkan perawat supervisor mampu:
a. Membuat rencana/ jadwal supervisi dan mensosialisasikan rencana supervisi
tersebut.
b. Melaksanakan kegiatan supervisi reflektif interaktif sesuai dengan yang
direncanakan.
c. Melakukan evaluasi untuk hal yang telah dilakukan supervisi dan membuat
rencana tindak lanjut.
d. Mampu memahami standar perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya
agen biologik.

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Setelah melakukan pelatihan Supervisi Reflektif Interatif terhadap perilaku
keselamatan perawat pada bahaya agen biologik diharapkan perawat mampu
melaksanakan sesuai dengan standar dan ketentuan di RSUD Provinsi Kepulauan
Riau Tanjung Uban.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk Kemampuan Koqnitif
- Membedakan konsep dari supervisi
- Membedakan konsep dari supervisi model reflektif
- Membedakan konsep dari supervisi model interaktif
- Membedakan konsep dari supervisi model reflektif interaktif
- Membedakan standar keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
b. Untuk Kemampuan Afektif
- Memiliki keyakinan adanya manfaat aplikatif dari supervisi model
reflektif interaktif pada perawat pelaksana
- Memiliki keyakinan adanya manfaat aplikatif dari standar keselamatan
perawat pada bahaya agen biologik pada perawat pelaksana
3 Universitas
Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


- Memberikan persetujuan akan dilaksanakannya supervisi model reflektif
interaktif terhadap bahaya agen biologik di RSUD Provinsi Kepulauan
Riau Tanjung Uban
- Memberikan persetujuan akan dilaksanakannya sesuai dengan standar
keselamatan perawat pada bahaya agen biologik
c. Untuk Kemampuan Psikomotor
- Perawat manajer mampu membuat perencanaan supervisi model reflektif
terhadap keselamatan perawat pada bahaya agen biologik dan
mensosialisaikan perencanaan tersebut
- Perawat nmanajer mampu melaksanakan supervisi model reflektif
interaktif terhadap keselamatan perawat pada bahaya agen biologik
- Kepala ruang mampu membuat rencana tindak lanjut dan evaluasi berkala
dari supervisi model reflektif interaktif yang dilakukan.

1.4. Peserta
Kriteria peserta pelatihan adalah kepala ruang di RSUD Provinsi Kepulauan Riau
Tanjung Uban yang berpendidikan minimal DIII Keperawatan yang bersedia
menjadi peserta pelatihan. Peserta pelatihan yang terdiri dari 7 kepala ruang.

1.5. Struktur Pelatihan


1.5.1. Materi
Materi pelatihan yang disampaikan berupa diskus anatara pemberi materi dengan
perawat manajer serta dilakukkannya praktik dilapangan dengan materi pelatihan
sebagai berikut :
a. Konsep supervisi meliputi defenisi, tujuan, manfaat, cara supervisi, bentuk
supervisi, penerapan supervisi dalam keperawatan, pelaksnaan supervisi dalam
keperawatan
b. Konsep supervisi model reflektif meliputi pengertian , pelaksanaan, evaluasi
terkait dengan bahaya agen biologik
c. Konsep supervisi model interaktif meliputi pengertian, pelaksanaan, evaluasi
terkait dengan bahaya agen biologik
4 Universitas
Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


d. Konsep supervisi reflektif Interaktif meliputi pengertian, pelaksanaan, evaluasi
terkait dengan bahaya agen biologik
e. Standar keselamatan perawat dalam bahaya agen biologik meliputi,
pencegahan dan pengontrolan infeksi, kewaspadaan standar, pencegahan
melalui cara penularan

1.5.2. Alokasi waktu


Alokasi waktu untuk masing-masing materi sebagai berikut:
Tabel 1.1. Alokasi waktu masing-masing materi

No Waktu (menit)
Kegiatan
Teori Diskusi
1 Konsep dasar Supervisi 20 menit 25 menit
2 Konsep Supervisi Reflektif 20 menit 25 menit
3 Konsep Supervisi Interaktif 20 menit 25 menit
4 Konsep Supervisi Reflektif Interaktif 20 menit 25 menit
5 Konsep keselamatan perawat terhadap 20 menit 25 menit
bahaya agen biologik

Tabel 1.2. Jadwal Kegiatan Supervisi Reflektif Interaktif terhadap


keselamatan perawat pada bahaya agen biologik
Penanggung
No Acara Waktu
Jawab
1 Pertemuan di kelas
- Pembukaan Panitia 10.00 – 10.15
- Pre Test Panitia 10.15 – 10.30
- Materi konsep dasar Yenni Yulita 10.30 – 11.15
Supervisi Yenni Yulita 11.15 – 12.00
- Materi Supervisi Reflektif Yenni Yulita 12.00 – 12.30
- Materi Supervisi Interaktif Panitia
- Ishoma Yenni Yulita 12.30 – 13.15
- Materi Supervisi Reflektif
Interaktif Yenni Yulita 13.15 – 14.00
- Materi Keselamatan Perawat
pada bahaya agen biologik
2 Praktik Lapangan
- Praktik lapangan Yenni Yulita 08.00 – 12.00
5 Universitas
Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Penanggung
No Acara Waktu
Jawab
- Ishoma Panitia 12.00 – 12.30
- Uji Praktik lapangan Yenni Yulita 12.30 – 16.30

3 Remedial bagi kepala ruang Yenni Yulita 08.00 – 10.00


yang tidak lulus

1.6. Diagram alur proses pembelajaran

Pembukaan

Capacity Learning
Building

Pretest

 Penjelasan konsep  Penerapan supervisi


supervisi reflektif, reflektif interaktif pada
supervisi interaktif, keselamatan perawat
supervisi reflektif
pada bahaya agen
interaktif
biologik
 Penjelasan keselamatan
perawat pada bahaya/
 Praktik lapangan di
risiko agen biologik
rungan perawatan
 Diskusi Kelompok

Posttest

Remedial bagi yang tidak lulus

Penutupan

6 Universitas
Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


1.7. Garis-Garis Besar Program Pembelajaran Pelatihan Supervisi Reflektif Interaktif terhadap Perilaku Keselamatan Perawat
pada Bahaya Agen Biologik
Materi Tujuan Pokok Alat
Tujuan Khusus Sub pokok bahasan Metode Media
(Waktu) Umum bahasan Bantu
Supervisi Perawat Mampu menjelaskan tentang Konsep 1. Pengertian supervisi Diskusi Modul Alat
(45 menit) mampu 1. Pengertian supervisi klinis Supervisi klinis pelatihan tulis,
melaksanakan 2. Tujuan supervsi 2. Tujuan supervisi LCD
Supervisi 3. Manfaat supervisi 3. Manfaat supervisi
Reflektif 4. Peran dan fungsi supervisi 4. Peran dan fungsi
Interaktif 5. Cara supervisi supervisi
6. Pelaksanaan supervisi 5. Cara supervisi
7. Bentuk pelaksanaan supervisi dalam keperawatan 6. Pelaksanaan supervisi
8. Supervisi dalam manajemen keperawatan 7. Bentuk pelaksanaan
supervisi dalam
keperawatan
8. Supervisi dalam
manajemen
keperawatan
Supervisi Perawat Mampu menjelaskan tentang Konsep 1. Defenisi Supervisi Diskusi Modul Alat
Reflektif mampu 1. Defenisi Supervisi Reflektif Supervisi Reflektif pelatihan tulis,
(45 menit) melaksanakan 2. Tujuan Supervisi Reflektif Reflektif 2. Tujuan Supervisi LCD
Supervisi 3. Bentuk pelaksanaan Supervisi Reflektif Reflektif
Reflektif 3. Bentuk
Interaktif pelaksanaan
Supervisi Reflektif
Supervisi Perawat Mampu menjelaskan tentang Konsep 1. Defenisi Interaktif Diskusi Modul Alat
Interaktif mampu 1. Supervisi Interaktif Supervisi 2. Tujuan Supervisi pelatihan tulis,

7 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Materi Tujuan Pokok Alat
Tujuan Khusus Sub pokok bahasan Metode Media
(Waktu) Umum bahasan Bantu
(45 menit) melaksanakan 2. Tujuan supervsi interaktif Interaktif Interaktif LCD
Supervisi 3. Bentuk pelaksanaan supervisi nteraktif 3. Bentuk pelaksanaan
Reflektif Supervisi Interaktif
Interaktif
Supervisi Perawat Mampu menjelaskan tentang Supervisi
1. Supervisi Reflektif Diskusi Modul Alat
Reflektif mampu 1. Supervisi Reflektif Interaktif Reflektif
Interaktif pelatihan tulis,
Interaktif melaksanakan 2. Tujuan Supervisi Reflektif Interaktif Interaktif
2. Tujuan Supervsi LCD
(45 menit) Supervisi 3. Bentuk Pelaksanaan Supervisi Reflektif Reflektif Interaktif
Reflektif Interaktif 3. Bentuk Pelaksanaan
Interaktif Supervisi Reflektif
Interaktif
Keselamatan Perawat Mampu menjelaskan tentang Penangan 1. Pencegahan Dan Diskusi Modul Alat
perawat pada mampu 1. Pencegahan dan pengontrolan infeksi dan Pengontrolan pelatihan tulis,
bahaya agen melaksanakan 2. Kewaspdaan standar pencegahan Infeksi LCD
biologik Supervisi 3. Pencegahan memalui cara penularan bahaya 2. Kewaspdaan
(45 menit) Reflektif agen Standar
Interaktif biologik 3. Pencegahan
terhadap Memalui Cara
perilaku Penularan
keselamatan
perawat pada
bahaya agen
biologik

8 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


1.8. Evaluasi Pelatihan

Evaluasi pelatihan digunakan untuk melihat sejauh mana pelatihan memberikan dampak
pada perserta pelatihan pada

a. Mengukur sikap dan kemampuan skill peserta terhadap pelatihan yang diterima
dengan menunjukkan manfaat serta kegunaan pelatihan supervisi reflektif interaktif
terhadap bahaya agen biologik dilaksanakan.
b. Mengukur pengetahuan dengan test tertulis dengan batas nilai kelulusan minimal
75%.
c. Mengukur keterampilan dan pengetahuan peserta untuk menunjukkan kemampuan
untuk melaksanakan kerja berdasarkan standar pencapaian perawat pada praktik
dilapangan dengan standar batas minimal 100%.

9 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


BAB 2
SUPERVISI

2.1. Definisi Supervisi

Supervisi adalah proses menjalankan pengarahan (Swanburg, 1997) dari fungsi


kepemimpinan untuk yang berguna dalam mengobservasi tindakan personal yang
melaksanakan aktifitas dalam proses asuhan keperawatan (Huber, 2010) dengan cara
memberi bantuan, bimbingan atau pengajaran, dukungan pada seseorang untuk
menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kebijakan dan prosedur, mengembangkan
keterampilan baru, pemahaman yang lebih luas tentang pekejaannya sehingga dapat
melakukannya lebih baik (Sitorus & Panjaitan, 2011).

Supervisi klinis merupakan suatu proses konsultasi formal antara dua atau lebih
(Hancox & Lynch, 2008) yang membahas pengembangan klinis, pengetahuan,
keterampilan, dan pengembangan diri melalui praktik yang dilakukan dengan cara
merefleksikan yang bertujuan meningkatkan praktik kerja klinis untuk memenuhi tujuan
profesionalisme dan etika untuk memberikan dukungan personal dan dorongan yang
erat kaitannya dengan praktik professional (Dawson, Phillips& Leggat, 2012). Supervisi
klinis difokuskan pada isu profesional dan kepekaan terhadap kebutuhan individu yang
disupervisi, sehingga memberikan kontribusi yang membangun hubungan diantara
supervisor dengan perawat yang disupervisi (Jones, 2011).

2.1.2 Tujuan Supervisi

Tujuan supervisi keperawatan adalah sebagai berikut:


a. Memperhatikan anggota unit organisasi disamping itu area kerja dan pekerjaan itu
sendiri, memperhatikan rencana, kegiatan dan evaluasi dari pekerjaannya, dan
meningkatkan kemampuan pekerjaan melalui orientasi, latihan dan bimbingan
individu sesuai kebutuhannya serta mengarahkan kepada kemampuan keterampilan
keperawatan (Swansburg & Swansburg, 1999).
b. Mengusahakan lingkungan dan kondisi kerja seoptimal mungkin termasuk suasana
kerja diantara staf, dan memfasilitasi penyediaan alat-alat yang dibutuhkan baik
kuantitas maupun kualitas sehingga memudahkan untuk melaksanakan tugas.

10 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Lingkungan kerja harus diupayakan agar staf merasa bebas untuk melakukan yang
terbaik yang dapat dilakukan staf. (Sitorus & Panjaitan, 2011).
c. Meningkatan standar klinis dan kualitas perawatan pasien (Butterworth & Woods,
1998).
d. Meningkatan dukungan dan kesejahteraan pribadi (Butterworth et al., 1996).
e. Mengarahkan dan meningkatkan kepuasan staf (Butterworth et al., 1996).

2.1.3 Peran dan Fungsi Supervisi


Peran dan fungsi supervisor pada pelayanan klinis, fungsi vital dalam kerangka kerja
asuhan keperawatan pasien dan perencanaan sumber daya manusia. Supervisor
bertanggung jawab dalam manajemen di area yang menjadi tanggung jawabnya, karena
itu supervisor harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan keinginan untuk mencapai
tujuan sesuai dengan jabatannya. Supervisor berperan sebagai mentoring, power
perspective, networking (Sitorus & Panjaitan, 2011).
a. Supervisor sebagai mentoring yakni berperan yang aktif mengajarkan, melatih,
mengembangkan dan memberikan pembelajaran dan memfasilitasi untuk
pengembangan karir staf. Proses mentoring dapat berjalan secara formal dan non
formal. Supervisor berperan sebagai mentoring memiliki karakteristik khusus yaitu
keahlian klinis, pengetahuan, pengalaman, keinginan untuk merawat dan komitmen
untuk pekerjaannya.
b. Supervisor sebagai pemegang kekuasaan. Supervisor yang berhasil akan
menggunakan semua sumber yang dimilikinya dalam merubah perilaku staf dengan
kekuasan yang dimilikinya. Elemen kekuasaan yang dimiliki oleh supervisor yaitu
pengetahuan dan kekuasaan keahlian keperawatan, majemen teknologi dan
kecendrungan dalam praktik keperawatan, hubungan kerja sama dengan jaringan
informal di dalam ataupun diluar organisasi, kontrol sumber pengetahuan tentang
sumber-sumber dan kekuasaan, pengambilan keputusan ataupun kemampuan
pemecahan masalah dengan wewenang sesuai posisi, dan visi dan kepemimpinan,
kemampuan untuk mengidentifikasi komunikasi dan mencapai tujuan. Hubungan
dalam pelaksanaan supervisi sangat penting untuk mencapai hasil pelayanan yang
bermutu. Supervisi yang baik membangun hubungan yang kuat, meningkatkan
motivasi dan komitmen antara staf dan manjemen terhadap mutu pelayanan.

11 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


c. Supervisor dan kerjasama, membangun hubungan yang baik dalam kelompok.
Organisasi merupakan hal yang penting dalam melakukan perubahan terhadap
lingkungan kerja. Supervisor yang efektif mengenal penggunaan yang bermanfaat
terhadap pemaksaan, tujuan, individual, strategi formal sebagai pendekatan dalam
tugas. Mengidentifikasi memperkuat kekuatan/ kelebihan staf dapat membantu
supervisor untuk mencapai tujuan

2.1.4 Manfaat Supervisi

Manfaat supervisi yaitu dengan supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja dan
efisiensi kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana
kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan. Peningkatan efesiensi kerja ini
erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan,
sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat
dicegah (Suarli & Bahtiar, 2009).

Supervisi klinis memberikan manfaat bagi manajer keperawatan dan perawat yang
disupervisi. Manfaat supervisi akan memberikan dampak pada pelayanan keperawatan
menjadi lebih baik yang akan dirasakan oleh pasien sebagai penerima asuhan
keperawatan. Supervisi klinis meningkatkan kualitas perawatan pasien dengan:
memelihara dan menjaga standar pelayanan, menilai perkembangan pengetahuan
profesional dan praktik, dan memastikan pemberian perawatan optimal yang
berkualitas.

Manfaat utama bagi para praktisi dapat diringkas sebagai berikut (DHSSPS, 2004):
a. Praktisi merasa dihargai dan meningkatkan harga diri.
b. Supervisi klinis mendorong kemandirian dalam praktik aman yang mencerminkan
perawatan individu yang tepat.
c. Pengawasan secara keseluruhan mendorong terus menerus pengembangan
profesional dan pribadi dan komitmen untuk belajar sepanjang hayat.
d. Supervisi klinis memberikan dorong positif

12 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Manfaat berikut ini menjadi penting bagi para manajer:
a. Mendukung prinsip - prinsip tata pelayanan perawatan klinis
b. Merupakan perlindungan utama bagi manajer untuk mendukung praktisi dalam
meninjau dan menilai kembali tindakan pelayanan keperawatan
c. Meningkatkan semangat dan mendorong motivasi.
d. Supervisi klinis juga memberikan kesempatan untuk mengelola konflik dan untuk
menguji strategi resolusi.

2.1.5 Cara supervisi

a. Supervisi langsung
Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung. Pada supervisi
modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pembimbing dan pengarahan
serta pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Cara memberikan bimbingan
dan pengarahan yang efektif adalah (Sitorus & Panjaitan, 2011):
1) Pengarahan diberikan dengan lengkap
2) Mudah dipahami
3) Mengunakan kata-kata yang tepat
4) Berbicara dengan jelas dan tidak terlalu cepat
5) Berikan arahan yang logis
6) Pastikan bahwa arahan yang diberikan dipahami
7) Yakinkan bahwa arahan yang diberikan dilaksanakan atau perlu ditindaklanjuti
b. Supervisi Tidak Langsung
Supervisi dilakukan melalui laporan tertulis maupun lisan. Supervisor tidak melihat
kejadian dilapangan sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat
diberikan secara tertulis.

2.1.6 Bentuk penerapan supervisi dalam keperawatan


2.1.6.1 Supervisi Individu
Supervisi individu merupakan kegiatan supervisi yang dilakukan antara perawat
supervisor dengan perawat yang disupervisi yang pengarahannya lebih difokuskan pada
masalah yang ada pada individu tersebut. Supervisi Individu dianggap penting untuk
pengembangan profesional (Bernard & Goodyear, 1998).

13 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


2.1.6.2 Supervisi Kelompok
Supervisi kelompok diperlukan untuk memberikan supervisi pada grup atau bebrapa
orang. Supervisi kelompok berorientasi pada kerjasama tim atau mengeksplorasi
dinamika, meningkatkan keterampilan klinis atau meningkatkan pengembangan
profesional, bukannya mengatasi kebutuhan spesifik dari individu yang fokusnya
adalah pada keseluruhan komponen (Lynch, 2008)

2.1.7 Pelaksanaan Supervisi

Durasi lamanya pelaksanaan supervisi 45- 60 menit dengan menggunakan model


Proctor dapat menfasilitasi pengembangan praktik pelayanan klinis yang berbasis bukti
(Hill& Turner, 2011). Frekeunsi pertemuan dibagi menjadi beberapa bagian umumnya 1
jam sesuai dengan kebutuhan supervisor dengan perawat yang disupervisi (Lynch,
2008).

2.1.8 Supervisi dalam Manajemen Keperawatan

Fungsi – fungsi manajemen yang terkait dengan supervisi yaitu (Huber, 2010):
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan fungsi dasar dalam mencapai tujuan organisasi dan misi
organisasi, falsafah keperawatan, tujuan unit, sasaran, kebijakan dan prosedur (Sitorus
& Panjaitan, 2011). Untuk mencapai tujuan tersebut penting untuk memahami tentang
visi, misi dan nilai-nilai yang diyakini, filosofi dan strategi yang akan dilaksanakan.
Perencanaan suatu organisasi harus dipahami dan dilaksanakan oleh setiap personal
yang ada diorganisasi tersebut.
b. Pengorganisasian
Proses supervisi menujukan koordinasi terhadap sumber-sumber untuk tujuan yang
efektif dan efisien. Supervisor harus dapat menguasai/ memahami fungsi organsisasi
untuk merestrukturisasi dan mereformulasikan antara perubahan manusia dan sumber-
sumber material pada waktu yang pendek.
c. Pengarahan
Pengarahan yaitu melakukan suatu kegiatan melalui mempengaruhi orang lain dengan
memberikan bentuk kepimpinan yang efektif untuk meningkatkan kinerja, memotivasi
pada bawahan, koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi serta komunikasi

14 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


(Suarli & Bahtiar, 2012). Pengarahan dilakukan oleh para manajer yang sebelumnya
direncanakan untuk dilakukan pengarahan. Rencana kerja tersebut dituangkan dalam
bentuk uraian tugas yang akan dilaksanakan atau didelegasikan (Marquis & Houston,
2012). Pengawasan dan pengukuran untuk semua hasil kerja adalah tanggung jawab
supervisor yang meliputi perhatian terhadap sistem alur kerja, sistem informasi, model
pemberian asuhan keperawatan, liburan staf, dan promosi. Evaluasi membantu untuk
menentukan hasil pengawasan dari prosedur dan pedoman yang digunakan untuk
mengevaluasi hasil kerja, kegiatan hasil, dampak dan biaya. Proses supervisi
menggunakan prosedur yang sistematik untuk mengevaluasi kinerja dalam jangka
waktu tertentu (Sitorus & Panjaitan, 2010).
d. Pengendaliaan
Standar mengambarkan harapan terhadap ukuran penampilan/ kinerja dalam wilayah
spesifik. Standar menunjukan nilai-nilai organisasi, dimana nilai-nilai dan standar
tersebut merupakan pedoman dari struktur organisasi, praktik keperawatan, sistem
keperawatan dan pengembangan sumber daya manusia keperawatan.

2.2. Model Supervisi Reflektif

Menggunakan model reflektif untuk supervisi klinis praktik refleksi pada keperawatan
profesional. Kebutuhan perawat untuk memenuhi kebutuhan perawatan pasien, yang
semakin meningkat kebutuhan akan praktik profesional dan sesuai dengan kebijakan
organisasi dan prosedur. Praktik refleksi mengharuskan perawat belajar dari refleksi,
merevisi pandangan konseptual secara tepat dan bertindak secara berbeda untuk yang
akan datang untuk hasil yang maksimal (Daly, 2004 dalam Lynch, Hancox, Happel, &
Parker, 2008).

Perawat dan supervisor harus belajar bagaimana untuk merefleksikan tujuan,


keterampilan yang membutuhkan usaha dan latihan. Model reflektif merupakan cara
yang sangat interaktif dan belajar aktif (Daly, 2004 dalam Lynch, Hancox, Happel, &
Parker 2008)

Pendekatan reflektif dalam supervisi klinis memberikan pemahaman untuk mengetahui


praktik` yang mendukung dan fasilitasi dari supervisor klinis. Model refleksi tetap
relevan bahkan sampai saat ini (Benner, 1984: Atkins & Murphy, 1993, 1997). Pada
15 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


dasarnya, refleksi mengacu dalam memproses yang mendukung pemberdayaan perawat
untuk lebih memahami praktik keperawatan dan bagaimana hal itu mempengaruhi
individu perawat. Mendasari untuk pemeriksaan tindakan keperawatan dalam
mengidentifikasi cara-cara tindakan yang direncanakan, informasi yang didapat diubah
oleh bentuk - bentuk pengetahuan yang berbeda pada masing-masing individu.
Pemahaman yang lebih baik dan perubahan sikap sehingga memungkinkan perawat
untuk mengembangkan dan mengubah sebagai hasil dari peningkatan pengetahuan.

Memiliki pengalaman
dalam supervisi klinis

Apa?
Tindakan dengan aspek pembelaran Menjelaskan
baru dari pengalaman di praktik klinis kejadiannya

Merefleksikan pengalaman yang


dipilih pada aspek-aspek praktik
klinis terjadi
Sekarang Apa?
Tindakan yang
dusulkan sesuai
dengan kejadian
Jadi Apa?
Analisis dari
kejadian

Pembelajaran dengan menemukan


yang muncul dari refleksi

Gambar 2.1. Model supervisi klinis refleksi oleh Driscroll (2000)

Ada karakteristik penting bagi pengembangan praktik yang efektif Discroll (2000),
menggambarkan supervisi klinis sebagai proses refleksi yang dipandu, di mana
supervisor membantu perawat yang disupervisi. Discoll memiliki tiga komponen yaitu
16 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


menjelaskan, analisis dan selanjutnya untuk perubahan masing-masing komponen
mengidentifikasi tahapan yang berbeda. Dalam proses siklus reflektif dan gerakan
melalui setiap tahap dalam model ini didukung dengan penggunaan pertanyaan pemicu.
Supervisor memberikan pertanyaan pemicu untuk membimbing perawat yang
disupervisi melalui proses refleksi yang aktif.

Supervisor dan perawat yang disupervisi akan membahas bagaimana perawat yang
disupervisi tersebut terhadap tindakan dan apa yang telah dipelajari dalam sesi tersebut.
Pada sesi berikut supervisor dan perawat yang disupervisi akan meninjau dan
membahas bagaimana semua pembelajaran baru. Perawat yang disupervisi diharuskan
untuk fokus pada sebuah fenomena.

2.3. Model Interaktif

Model Kadushin dari supervisi klinis dikembangkan untuk digunakan di bidang


pekerjaan sosial. Kadushin berpendapat bahwa ketiga fungsi supervisi klinis yang
penting. Meskipun ketiga fungsi mempunyai kepentingan yang sama, dan menyediakan
kerangka kerja holistik untuk supervisor dan yang disupervisi. Supervisor harus
menggunakan pengalaman untuk penilaian dalam penentuan fungsi dari model yang
lebih ditekankan (Lynch, hancox, Happer, 2008).

Administratif Pendidikan
Normative Educative

Dukungan
Supportive

Gambar 2.2. Model Supervisi Interaktif oleh Kadushin

17 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


a. Administratif / normatif (manajerial)
Peran utama dari fungsi administratif merupakan aplikasi yang efektif dari kebijakan
dan prosedur di organisasi. Peran pengawasan difokuskan pada fungsi ini untuk
memastikan bahwa perawat yang disupervisi mengikuti semua kebijakan dan berbagai
etika, seperti kode etik, kebijakan, protokol dan pedoman. Bagian dari model ini
membantu supervisor untuk memantau kepatuhan perawat yg disupervisi dengan fungs
i- fungsi administrasi organisasi. Tahap administrasi untuk evaluasi berkala dari
supervisi yang dilakukan untuk memastikan apakah supervisor bekerja dengan baik.
Supervisor bekerja berdasarkan aturan dasar untuk menjalankan fungsi manajemennya
dan dievaluasi pada tahap akhir untuk melihat efektifitasnya.
Kadushin menggunakan istilah administrasi pada supervisi untuk menggambarkan
memilih, berorientasi, menetapkan kasus, pemantauan, mengkaji, mengevaluasi
melayani sebagai agen sosialisasi, dan advokasi dalam organisasi. Proctor menggunakan
istilah normatif atau manajerial untuk menggambarkan fungsi yang mempromosikan
dan sesuai dengan kebijakan organisasi.

b. Pendidikan/ Formatif
Fungsi pendidikan/ formatif berfokus pada pengetahuan dan keterampilan perawat yang
di supervsi tersebut. Perawat yang disupervisi dipastikan memiliki pengetahuan yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Difokuskan pada pengembangan
profesional perawat yang disupervisi tersebut. Pemberian pengawasan edukatif sangat
penting untuk pengembangan keterampilan, yang menghubungkan teori dan praktik
sehingga meningkatkan kompetensi, kepuasan kerja sehingga baik untuk supervisor dan
perawat yang disupervisi.
Model supervisi oleh Kadushin, pendidikan meliputi kegiatan yang mengembangkan
kemampuan profesional yang disupervisi, termasuk memberikan pengetahuan,
keterampilan, dan mengembangkan kesadaran diri (Barker, 1995; Munson, 2002)
melalui, misalnya, mengajar, konsultasi kasus, memfasilitasi pembelajaran, dan
pengembangan. Supervisi membahas pengembangan keterampilan untuk berbasis bukti
praktik keperawatan

18 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


c. Mendukung / Restoratif
Supervisor memberikan dukungan terhadap pekerjaan dan menyediakan penasehat
psikologis dan interpersonal yang diperlukan untuk kinerja yang efektif dan untuk
mencegah stres serta kelelahan.
Komponen ketiga Kadushin adalah dukungan supervisor. Komponen yang membantu
perawat untuk menangani pekerjaan yang berhubungan dengan stres dengan
memberikan pujian yang tepat dan dorongan, berhubungan dengan reaksi dari
pekerjaan, menegaskan kekuatan, dan berbagi tanggung jawab atas keputusan yang
sulit. Fungsi restoratif sebagai pendukung yang membantu praktik keperawatan untuk
memahami dan mengelola stres emosional dari praktik keperawatan.

Pengkajian dan kuallitas


Normatif
Tugas

Supervisi Formatif Keputusan


klinis
Praktik Refleksi

Restoratif
Dukungan

Gambar 2.3. Model Supervisi Proctor

Model pengawasan menyediakan kerangka kerja atau cara memandang dalam


pengawasan baik supervisor dan perawat yang mempertimbangkan masalah dari
perspektif administrasi, pendidikan dan dukungan. Pendekatan tiga cabang dengan
memastikan bahwa semua komponen penting yang membentuk suatu pengawasan.
Model Proctor hampir identik dengan model Kadushin yang terdiri dari tiga fungsi
utama: formatif, normatif dan restoratif. Fungsi formatif mirip dengan fungsi
pendidikan Kadushin, yaitu peran supervisor untuk pengembangan. Membutuhkan
kemitraan antara supervisor dan perawat yang disupervisi yang berfokus pada
kebutuhan belajar dan perkembangan perawat yang disupervisi. Berkaitan dengan
identifikasi dan pengembangan keterampilan dan integrasi teori dengan praktik.

19 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Masing-masing komponen tersebut dilihat saling mempengaruhi satu sama lain dan
sebagai peningkatan pelayanan keperawatan untuk klien.

2.4 Supervisi Model Reflektif Interaktif


Supervisi model reflektif interaktif merupakan gabungan antara supervisi reflektif dan
interaktif dalam melakukan peran pengarahan (fungsi directing) oleh supervisor atau
perawat manajer. Penelitian Rusmegawati (2011) terbukti bahwa dengan supervisi
reflektif interaktif dapat meningkatkan kemampuan perawat dia area kognitif yaitu
dengan peningkatan berfikir kritis perawat pelaksana setelah dilakukan supervisi
reflektif menjadi lebih baik.
Supervisi model reflektif interaktif merupakan supervisi secara langsung yang
dilakukan secara supervisi individu dan dapat juga supervisi model reflektif interaktif
dilakukan secara berkelompok/grup. Supervisi ini menekan hubungan interpersonal
dengan kemampuan komunikasi seseorang yang dilakukan secara langsung yang
memuat tentang fungsi manajerial (adminstratif), pendidikan (edukatif) dan dukungan
(supportif)
.
2.4.1 Tujuan supervisi model reflektif interaktif
Tujuan dari supervisi reflektif interaktif untum meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan perawat dalam keselamatan terhadap bahaya agen biologik
2.4.2 Supervisi reflektif terkait dengan fungsi pendidikan
a. Supervisor berdiskusi dengan perawat, mengkaji, mengidentifikasi, menganalisa,
menyimpulkan dan mengevaluasi tentang strategi pencegahan dan pengontrolan
bahaya agen biologik
b. Supervisor berdiskusi dengan perawat, menganalisa, mengkaji, mengidentifikasi,
menyimpulkan dan mengevaluasi tentang penerapan kewaspadaan standar
c. Supervisor berdiskusi dengan perawat, menganalisa, mengkaji, mengidentifikasi,
menyimpulkan dan mengevaluasi tentang pencegahan infeksi melalui cara penularan
d. Supervisor memberikan solusi terkait keluhan perawat yang berhubungan dengan
keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
e. Supervisor berdiskusi dengan perawat terkait dengan standar prosedur yang
digunakan dirumah sakit untuk kebijakan bahaya agen bilogik

20 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


f. Supervisor memberikan reinforcement positif untuk kemajuan pencapaian perawat
dalam keselamatan terhadap bahaya agen biologik
g. Supervisor melakukan pendokumentasian terhadap apa yang telah pada keselamatan
bahaya agen biologik disupervisi dan disepakati dengan perawat yang disupervisi.

2.4.3 Supervisi reflektif terkait dengan fungsi manajerial (normatif)


a. Supervisor mengkaji keluhan terkait dengan pencegahan dan penerapan standar
kebijakan dan aturan di rumah sakit yang berhubungan dengan keselamatan
perawat terhadap bahaya agen biologik
b. Supervisor membandingkan penerapan standar kebijakan dan aturan di rumah sakit
yang berhubungan dengan keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
dengan standar perkembangan ilmu pengetahuan

2.4.4 Supervisi reflektif terkait dengan fungsi dukungan


a. Supervisor memberikan dukungan pada perawat yang disupervisi terkait dengan
keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
b. Supervisor memberikan reinforcement positif terkait dengan penerapan keselamatan
perawat terhadap bahaya agen biologik yang telah dilakukan.

2.5 Perencanaan fungsi manajemen terkait dengan supervisi reflektif interaktif


2.5.1 Perencanaan
a. Supervisor membuat perencanaan terkait dengan supervisi yang akan dilakukan
penerapan keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
b. Supervisor membuat jadwal supervisi dan mensosialisasikan jadwal supervisi
tersebut kepada perawat pelaksana yang akan disupervisi terhadap bahaya agen
biologik
c. Supervisor menyiapkan materi keselamatan pada bahaya agen biologik, format-
format, standar-standar, dan pedoman yang akan digunakan selama supervisi

21 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


2.5.2 Pengorganisasian
a. Supervisor
Supervisor yang dilatih dengan supervisi model reflektif interaktif terdiri dari 7 kepala
ruang dengan minimal pendidikan DIII Keperawatan.
b. Responden
Yang menjadi responden adalah perawat pelaksana yang bekerja di pelayanan
keperawatan
c. Waktu
Waktu dilaksanakan supervisi pada perawat pelaksana 45-60 menit dalam sehari dengan
jadwal yang telah disepati oleh supervisor dan perawat yang akan disupervisi.
d. Teknik pelaksanaan
Pelaksanaan supervisi model reflektif interaktif dilakukan selama 1 x seminggu sesuai
jadwal yang disepakati oleh supervisor dengan perawat. Supervisi dilaksanakan selama
45-60 menit pada waktu tidak melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang
ditetapkan pada jam 13.00 – 14.00 pada setiap hari senin – jumat setiap hari kerja yang
dilakukan selama 3x pada setiap perawat pelaksana
2.5.3 Pelaksanaan
a. Tujuan
- Perawat mampu melaksanakan supervisi model reflektif interaktif
- Perawat mampu membedakan keselamatan terhadap bahaya agen biologik
b. Setting
Ruang nurse station di pelayanan keperawatan
c. Alat
Format-format supervisi model reflektif interaktif dan pencapaian perawat pelaksana
pada bahaya agen biologik
d. Metode
Diskusi antara perawat dan supervisor
e. Langkah Kegiatan
- Persiapan, menyiapkan format supervisi, pencapaian perawat dan format pencapaian
supervisor terhadap bahaya agen biologik
- Orientasi, supervisor menyampaikan salam, menyampaikan tujuan supervisi
- Kontrak, supervisor dan perawat menyepakati lama supervisi antara 45- 60 menit

22 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


- Kerja , Supervisor dan perawat berdiskusi, menganalisa, menyimpulkan
mengevaluasi kegiatan perawat behubungan dengan penerapan kewaspadaan
standart dan pencegahan melalui cara penularan agen biologik, supervisor
menyampaikan kebijakan rumah sakit terkait keselamatan perawat terhadap bahaya
agen biologik, supervisor mengkaji keluhan dan memberikan solusi bagi perawat
tersebut, supervisor memberikan dukungan terhadap perawat pelaksana dalam
keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologic
- Evaluasi ; supervisor mengevaluasi pencapaian perawat, menentukan rencana tindak
lanjut dan kontrak waktu untuk supervisi dengan tema selanjutnya.
f. Evaluasi dan Pendokumentasian
Supervisor mendokumentasikan hasil supervisi model reflektif interaktif terhadap
bahaya agen biologik pada format supervisi sesuai dengan pencapaian perawat dalam
supervisi.
2.5.4 Pengendalian
Hasil yang diharapkan dari kegiatan supervisi model reflektif interaktif dapat
meningkatkan perilaku keselamatan perawat pelaksana dalam keselamatan terhadap
bahaya agen biologik. Hasil diukur setelah dilaksanakan 3x supervisi reflektif interaktif

2.5.5 Evaluasi Supervisi Reflektif Interaktif


Supervisor mengidentifikasi pencapaian perawat dalam supervisi terhadap keselamatan
bahaya agen biologik, memberikan dukungan terhadap tindakan yang telah dilakukan
dan memberikan rencana tindak lanjut dari hasil supervisi. Supervisi mengisi format
supervisi sesuai dengan pencapaian perawat yang disupervisi.

23 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


BAB 3
KESELAMATAN PERAWAT

Pencapaian lingkungan kerja yang sehat untuk perawat merupakan hal penting untuk
keselamatan perawat dalam menjalankan aktivitasnya (RNAO, 2008). Keselamatan
perawat dari bahaya biologik, mekanik, fisik dan psikososial (Fowler, 2004).
Pencegahan dan penanganan bahaya agen biologik dapat berupa penerapan
kewaspadaan isolasi berupa penerapan pencegahan dan pengontrolan infeksi dari
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis cara penularan (Siegel et al., 2007).

3.1. Pencegahan dan Pengotrolan Infeksi


Mikroorganisme merupakan agen yang dapat menulari yang dapat menyebabkan infeksi
misalnya beberapa kelas mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur, parasit, dan
dapat menginfeksi infeksi, tergantung pada kerentanan host:
a. Kolonisasi, agen infeksi mereplikasi dalam tubuh, tanpa menghasilkan respon imun
atau penyakit.
b. Infeksi, invasi agen infeksi ke dalam tubuh dengan respon imun, dengan atau tanpa
gejala penyakit.
Penularan agen infeksius dalam membutuhkan unsur-unsur berikut:
a. Sumber atau reservoir agen infeksius
b. Cara penularan
c. Host yang rentan
Agen infeksius ditularkan selama perawatan terutama berasal dari sumber daya
manusia, termasuk pasien, perawat dan pengunjung. Agen Infeksius pada orang yang
sakit, mungkin tidak memiliki gejala tetapi berada dalam masa inkubasi penyakit,
pembawa sementara tanpa gejala. Sumber lain dari penularan termasuk:
a. Endogen flora pasien (misalnya bakteri yang berada pada saluran pernafasan atau
pencernaan)
b. Lingkungan seperti udara, air, obat-obatan atau peralatan medis dan perangkat
yang telah terkontaminasi.
Tertusuk jarum yang terinfeksi dari pasien, petugas memiliki risiko infeksi tergantung
pada patogen yang ada, status kekebalan dari perawat, keparahan luka oleh jarum, dan

24 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


ketersediaan dan penggunaan yang tepat pasca pajanan profilaksis (NIOSH, 2001).
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi setelah terpapar dengan darah dan cairan
tubuh yaitu (NHMRC, 2010):
a. Status kekebalan di saat paparan.
b. Usia (neonatus dan usia lanjut lebih rentan).
c. Status kesehatan (ketika pasien memiliki penyakit yang mendasari lain seperti
diabetes atau perokok).
d. Virulensi dari agen.
e. Faktor lain yang meningkatkan risiko penularan infeksi (misalnya menjalani
operasi, pemasangan kateter, IV line atau berada di rumah sakit untuk jangka
panjang).
f. Kerentanan host, sumber agen infeksi, bentuk penularan.
Host yang rentan yang paling umum adalah pasien dan petugas kesehatan disebabkan:
a. Pasien dapat terkena agen infeksi dari diri mereka sendiri (infeksi endogen), dari
orang lain, instrumen, peralatan, dan lingkungan (infeksi eksogen). Tingkat risiko
berkaitan status kesehatan, jenis prosedur dilakukan dan kerentanan pasien.
b. Petugas kesehatan mungkin terpapar agen infeksi dari pasien yang terinfeksi,
instrumen dan peralatan, atau lingkungan
Tingkat resiko perawat untuk jenis kontak klinis dengan pasien untuk berpotensi
terinfeksi, instrumen atau lingkungan, dan status kesehatan perawat (misalnya
diimunisasi). Modus utama penularan agen infeksi yang termasuk ditularkan melalui
darah dan droplet serta melalui udara. Cara penularan berbeda-beda berdasarkan jenis
organisme. Beberapa kasus organisme yang sama dapat ditularkan oleh lebih dari satu
rute (misalnya norovirus, influenza dan respiratory syncytial virus [RSV] dapat
ditularkan melalui kontak dan rute droplet) (NHMRC, 2010).

3.1.1. Rantai Penularan Infeksi


Pencegahan dan pengendalian infeksi penting mengetahui rantai penularan infeksi.
Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau
dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah
(Depkes RI, 2011):

25 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


a. Agen infeksi (infeksius agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi
yaitu patogenitas, virulensi dan jumlah.
b. Reservoir, tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh berkembang biak dan
siap ditularkan pada orang.
c. Pintu keluar (portal of exit), jalan dimana agen infeksi dapat keluar melipti saluran
pernafasan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrane mukosa, darah serta
cairan tubuh.
d. Transmisi (cara penularan), mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari
reservoir ke penderita (yang suseptibel)
e. Pintu masuk (portal of entri), tempat dimana agen infeksi memasuki penjamu.
f. Penjamu (host) yang rentan, orang yang tidak memiliki agen tubuh yang cukup
untuk melawan agen infeksi

Gambar 3.1. Rantai Infeksi

3.1.2. Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


a. Meningkatkan daya tahan penjamu, dengan pemberian imunisasi aktif (contoh
Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (immunoglobulin)
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dilakukan dengan proses fisik dan kimiawi. Fisik
dengan cara pemanasan (pasteurisasi dan sterilisasi). Metode kimiawi dengan
klorinasi air dan desinfeksi.
c. Memutus rantai infeksi, merupakan cara yang paling mudah tetapi tergantung
kepada ketaatan petugas kesehatan dalam melaksnakan prosedur yang telah
ditetapkan.

26 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


d. Tindakan pencegahan pasca pajanan terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama
berkaitan dengan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh
lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan
HIV.

3.2. Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan standar yang diterapkan untuk mencegah dan mengendalikan infeksi


yaitu berupa, kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri, penanganan dan
pembuangan benda tajam, kebersihan pernafasan dan etiket batuk, teknik aseptik,
manajemen sampah, dan penanganan linen (Siegel et al., 2007; WHO, 2007; OSHA,
2001 ; NIOSH, 2011; CDC, 2008; NMHRC, 2010).

a. Kebersihan Tangan (Hand Hygiene)


Kebersihan tangan merupakan hal yang penting untuk mengurangi penularan agen
infeksius selama perawatan, kebersihan tangan merupakan elemen penting dari standar
precaution (Siegel, et. all, 2007). Kebersihan tangan dilakukan sebelum dan setelah
setiap kontak dengan pasien. Ini termasuk:
1) Sebelum menyentuh pasien
2) Sebelum tindakan
3) setelah tindakan atau setelah terpapat dengan zat infeksius
4) setelah menyentuh pasien
5) setelah menyentuh lingkungan pasien
Kebersihan tangan juga harus dilakukan setelah melepas sarung tangan (WHO, 2007).

27 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Gambar 3.2. Lima waktu ketika diharuskan untuk hand hygiene

Pemilihan bahan untuk hand hygiene yaitu (NMHRC, 2010):


1) Pilihan produk untuk hand hygiene dalam kesehatan, gunakan pembersih tangan
yang mengandung alkohol antara setara 60% - 80% v/v etanol.
2) Pilihan produk hand hygiene untuk tangan yang terlihat kotor dilakukan dengan
menggunakan air dan sabun.
3) Kebersihan tangan harus dilakukan dengan menggunakan sabun dan air ketika
dicurigai adanya Clostridium dan memakai sarung tangan. Setelah mencuci,
tangan harus dikeringkan secara menyeluruh dengan handuk sekali pakai.
Faktor kunci kebersihan tangan yang efektif dan mempertahankan integritas kulit
termasuk (Boyce & Pittet 2002):
1) Durasi tindakan kebersihan tangan
2) Paparan pada semua permukaan tangan dan pergelangan tangan (Widmer &
Dangel 2004)
3) Penggunaan alat gosok untuk menciptakan gesekan

28 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


4) Memastikan bahwa tangan benar-benar kering.
Berikut tindakan non klinis yang mengharuskan untuk mencuci tangan (NMHRC,
2010):

Tabel 3.1. Tindakan non klinis yang mengharuskan cuci tangan

Sebelum Sesudah

- Memulai Tangan terlihat kotor ketika


dan
mengakihiri - Pemberian makanan/minuman (baik sendiri atau
pekerjaan pasien)
- Menggunakan - Mengunjungi toilet
keyboard komputer di- Menggunakan keyboard komputer di area klinis
area klinis - Berada di tempat perawatan pasien yang infeksi
- Makan dan minum - Melepaskan sarung tangan
- Menangani laundry/ peralatan/ limbah
baik untuk diri sendiri
dan untuk pasien - Meniup/ mengusap/ menyentuh hidung dan
mulut
- Sebelum kontak - Setelah menyentuh pasien yang berada diruang
dengan pasien yang isolasi atau yang berpotensi menularkan
gangguan immunitas
Setelah berada disekitar lingkungan pasien
- Memasuki / meninggalkan area klinis
- Menyentuh benda mati (misalnya peralatan,
barang-barang sekitar pasien) dan lingkungan
pasien, terutama jika dalam ruang isolasi
- Darah/ cairan tubuh yang terkontaminasi

Menggosok tangan dengan menggunakan alkohol (NMHRC, 2010):


1) Menerapkan menggosok tangan dengan alcohol membuat tangan menjadi kering.
2) Gosokkan kedua tangan sehingga larutan bersentuhan dengan semua permukaan
tangan, memberikan perhatian khusus pada ujung-ujung jari, ibu jari dan daerah
antara jari-jari.
3) Lanjutkan menggosok sampai larutan telah menguap dan tangan menjadi kering.
Menggunkan sabun (termasuk sabun antimikroba) dan air (NMHRC, 2010);
1) Basahi tangan dibawah air hangat yang mengalir dengan sabun
2) Gosokkan kedua tangan selama minimal 15 detik sehingga larutan bersentuhan
dengan semua permukaan dari tangan, memberikan perhatian khusus pada ujung-
ujung jari, ibu jari dan daerah antara jari-jari.

29 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


3) Bilas tangan dengan sempurna di bawah air mengalir, keringkan dengan handuk
sekali pakai atau tisu.

Gambar 3.2. Cuci Tangan dengan Air dan sabun


b. Alat Perlindungan Diri (APD) untuk Perawat
1) Sarung Tangan
Sarung tangan bagian dari tindakan pencegahan standar digunakan untuk mencegah
kontaminasi tangan petugas kesehatan pada saat (Siegel et al 2007):
a) Mengantisipasi kontak langsung dengan darah atau cairan, selaput lendir, kulit
tidak utuh dan bahan yang berpotensi menular lainnya.
b) Penanganan peralatan yang berpotensi terkontaminasi oleh pasien dan lingkungan.

Tabel 3.2. Penggunaan Sarung Tangan

Sarung Tangan Digunakan Untuk Contoh


Sarung tangan non - Terpapar dengan yang - Venapuncture
steril berpotensi darah dan cairan - Pemeriksaan vagina
tubuh, sekresi atau ekskresi - Pemeriksaan Gigi
- Kontak dengan kulit yang - Mengosongkan kateter
tidak utuh atau kantong kemih
membran mukosa - Aspirasi naso-gastric
- Penanganan luka ringan
dan lecet
Sarung tangan steril - Potensi paparan darah, - Prosedur bedah
cairan tubuh, sekresi atau dengan teknik aspetik
ekskresi misalnya
- Kontak perangkat klinis di Penanganan kateter
mana kondisi steril harus urin

30 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Sarung Tangan Digunakan Untuk Contoh
dipertahankan - Perawatan luka
- Klinik perawatan luka
bedah atau drainase
- Prosedur gigi yang
membutuhkan teknik
steril
Sarung tangan yang - Penanganan dan
dapat digunakan membersihkan peralatan
kembali yang terkontaminasi
- Tempat loundry
- Membersihkan
instrument di unit
layanan sterilisasi
NRL (latex) - Untuk prosedur klinis
Gloves dan yang kontak dengan
pasien
- Pilih sarung tangan
bedak bebas lateks untuk
meminimalkan risiko
sensitivitas lateks atau
alergi
Synthetic - Prosedur yang memiliki
gloves risiko dan tinggi
(e.g. nitrile) terpapar virus dalam
darah
- Untuk yang alergi

2) Gaun dan Apron

Pakaian pelindung (apron atau gaun) dipakai oleh semua tenaga kesehatan ketika
(NHMRC, 2010):
a) Kontak dekat dengan pasien, peralatan dapat menyebabkan kontaminasi kulit,
seragam dan pakaian lainnya dengan agen infeksius.
b) Ada risiko kontaminasi dengan darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi
(kecuali keringat).
Jenis apron atau gaun yang dibutuhkan tergantung pada tingkat risiko, termasuk tingkat
kontak dengan bahan infeksius, darah dan cairan tubuh yang berpotensi menembus ke
pakaian atau kulit. Pertimbangan dalam memilih jenis gaun (misalnya panjang atau
lengan pendek) yang sesuai untuk kegiatan sebagai berikut:
a) Volume cairan tubuh yang mungkin ditangani.
b) Tingkat dan jenis paparan cairan tuhuh.
31 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


c) Jenis dan rute penularan agen infeksius.
Berikut tabel Gaun /Apron yang sesuai dengan karakteristiknya (NMHRC, 2010)

Tabel 3.3. Karakteristik Gaun


Jenis Karakteristik
Plastik apron - Tahan cairan
- Digunakan untuk prosedur yang sekali pakai
- Dikenakan bila pakaian berisiko terkena darah atau
cairan tubuh
- Dikenakan pada tindakan pencegahan kontak ketika
kontak dengan pasien atau lingkungan pasien
memungkinkan untuk menulari
Gaun - Sekali pakai
- Dipakai untuk melindungi kulit dan mencegah
mengotori pakaian selama tindakan dan perawatan
pasien
- Tindakan yang memberikan percikan atau semprotan
darah atau cairan tubuh
- Pilihan lengan panjang tergantung pada tindakan yang
dilakukan dan tingkat risiko
Gaun yang - Tahan air
- Sekali pakai
seluruh tubuh
- Dikenakan ketika ada risiko kontak dengan kulit yang
rusak pada pasien, kontak kulit ke kulit dengan luas
area kulit lebih banyak (misalnya mengangkat pasien
dengan kudis atau kulit yang tidak utuh), atau risiko
kontak dengan darah dan cairan tubuh yang
terkandung muntah, tidak terkendali, faecal)
- Dikenakan bila ada kemungkinan dikenai percikan
darah dan cairan tubuh yang luas pada permukaan
tubuh
- Dikenakan ketika ada risiko dikenai sejumlah besar
cairan tubuh misalnya di prosedur operasi
Gaun steril - Digunakan untuk prosedur di area yang aseptik

3) Masker

Masker yang digunakan dengan tujuan: 1) Digunakan untuk melindungi dari kontak
dengan bahan infeksius dari pasien misalnya, sekresi pernafasan dan semprotan dari
darah atau cairan tubuh, konsisten dengan standart precaution dan Droplet Precaution,
2) Digunakan ketika berhubungan dengan prosedur yang membutuhkan teknik steril
untuk melindungi pasien dari paparan agen infeksi yang dibawa dalam mulut atau

32 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


hidung perawat, dan 3) Digunakan pada pasien batuk untuk membatasi penyebaran
potensi sekresi pernafasan infeksius dari pasien kepada orang lain (misalnya, pernafasan
hygiene / etiket batuk).

Masker dapat digunakan dengan kombinasi kacamata untuk melindungi mulut, hidung
dan mata, atau pelindung wajah dapat digunakan sebagai pengganti masker dan kaca
mata.

4) Kaca Mata

NIOSH (2010) menyatakan bahwa pelindung mata harus nyaman, dapat melihat dengan
mudah, dan harus disesuaikan dengan pengguna supaya mendapatkan kenyamanan.
Penyediaan berbagai jenis, bentuk, dan ukuran peralatan pelindung merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan. Kacamata lapisan anti-kabut secara tidak langsung dapat
memberikan perlindungan mata yang digunakan dari cipratan, semprotan, dan droplet
dari berbagai sudut. Kaca mata yang efektif sebagai pelindung mata apabila tidak
memberikan percikan atau semprot perlindungan ke bagian lain dari wajah. Kegunaan
kacamata selain masker, dalam mencegah paparan agen infeksi ditularkan melalui
droplet pernafasan (NIOSH, 2011).

Selaput lendir mulut, hidung dan mata merupakan portal masuk untuk agen infeksius,
seperti integritas kulit terganggu (misalnya oleh jerawat, dermatitis). Wajah dan
pelindung mata mengurangi risiko terpapar dari percikan atau semprotan darah dan
cairan tubuh. Prosedur yang menghasilkan semburan atau percikan darah, cairan tubuh,
sekresi atau ekskresi memerlukan pelindung wajah atau masker dikenakan dengan
pelindung kacamata

5) Pelindung wajah / Face shield

Pelindung wajah dapat digunakan selain masker bedah sebagai alternatif pelindung.
Pelindung wajah dapat memberikan perlindungan ke bagian lain dari wajah serta mata.
Pelindung wajah membentang dari dagu memberikan perlindungan mata dari percikan
dan semprotan, pelindung wajah yang dapat mengurangi cipratan cairan tubuh.

33 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Tabel 3.4 Penggunaan Pelindung Wajah dan Mata
Tipe dari perawatan Contoh kegiatan Pelindung wajah dan
pelindung mata
Kegiatan rutin - Kegiatan perawatan - Tidak diperlukan
rutin kecuali merawat pasien
dengan risiko
penularan secara
droplet
Prosedur yang - Berhungan dengan - Pelindung kacamata
menimbulkan gigi dengan ukuran wajah
percikan atau - Aspirasi nasofaring penuh
semprotan darah atau - Mengosongkan luka - Pelindung
cairan tubuh atau kantong kateter - bedah masker
Tindakan yang - Intubasi - Kacamata pelindung
berhubungan dengan - Aspirasi nasoparing - Masker
mulut dan saluran
nafas

6) Sepatu
Sepatu yang cocok untuk sebaiknya dirancang untuk meminimalkan risiko cedera akibat
jatuh benda tajam dan sebaiknya digunakan yang tertutup dan anti slip untuk
mengurangi kecelakaan.

Memilih peralatan pelindung diri harus tepat. Alat pelindung diri harus sesuai untuk
tugas yang dilakukan. Tingkat dan jenis perlindungan harus sesuai dengan paparan. Alat
pelindung diri harus dapat diakses dengan mudah dan tersedia dalam sesuai ukuran.

Sarung tangan sekali pakai dapat dicuci atau didekontaminasi untuk digunakan kembali.
Sarung tangan harus diganti bila menunjukkan tanda-tanda retak, mengelupas, robek,
menusuk, atau memburuk. Sarung tangan non karet, sarung tangan liners, sarung tangan
powderless atau alternatif yang serupa harus diberikan jika alergi terhadap sarung
tangan.

Gunakan sarung tangan (1) ketika memiliki luka, goresan atau lecet lainnya di kulit, (2)
melakukan tindakan, atau (3) ketika diyakini bahwa kontaminasi pada tangan mungkin
terjadi. Cipratan, semprotan, tetesan darah atau menimbulkan bahaya bagi mata, hidung
atau mulut, maka masker dapat digunakan dengan kacamata atau pelindung wajah.
Perlindungan terhadap paparan pada tubuh dengan menggunakan pakaian pelindung,

34 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


seperti gaun, celemek, jas lab, dan pakaian yang sama. Topi bedah atau kerudung, dan
sepatu tertutup atau sepatu yang diperlukan ketika kontaminasi, seperti selama operasi
ortopedi atau autopsi.

Alat pelindung diri harus dilepaskan saat meninggalkan area pekerjaan. Jika pakaian
ditembus oleh darah atau cairan tubuh infeksius, harus segera dilepaskan. Alat
pelindung diri harus ditempatkan tempat yang telah disediakan atau wadah untuk
penyimpanan, mencuci dekontaminasi atau dibuang saja. Mencuci tangan dengan segera
setelah melepas sarung tangan atau setelah perlengkapan perlindungan pribadi.

a. Penanganan dan Pembuangan Benda Tajam

Penanganan dan pembuangan benda tajam harus mengikuti aturan yang tepat.
Penggunaan perangkat tajam memberikan risiko pada petugas kesehatan terhadap risiko
cedera dan paparan yang ditularkan melalui darah agen menular. Cedera yang paling
sering terjadi (CDC 2008) yaitu: selama penggunaan perangkat tajam pada pasien
(41%); setelah digunakan dan sebelum pembuangan perangkat tajam (40%), dan selama
atau setelah pembuangan sesuai atau tidak pantas perangkat tajam (15%).

Petugas kesehatan harus mengambil tindakan untuk mencegah luka yang disebabkan
oleh jarum, pisau bedah dan instrumen tajam: selama prosedur, ketika membersihkan
instrumen yang digunakan; pembuangan jarum suntik bekas, dan menangani alat tajam
setelah prosedur.

b. Proteksi Pernafasan / Etiket Batuk

Perlindungan pernafasan yang dibutuhkan dengan menggunakan masker dengan filtrasi


tinggi untuk mencegah menghirup partikel menular. masker digunakan untuk
memberikan perawatan kepada pasien dengan Micobacterium Tuberculosis digunakan
kembali oleh perawat yang sama. Penyediakan masker tidak rusak atau kotor, cocok
tidak terganggu oleh perubahan bentuk, dan masker belum terkontaminasi dengan darah
dan cairan tubuh (Siegel, et al., 2007).

35 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Siapapun dengan tanda-tanda dan gejala infeksi pernafasan, terlepas dari penyebabnya,
harus mengikuti atau diinstruksikan kebersihan pernafasan dan etika batuk sebagai
berikut (NHMRC, 2010):
1) Tutup hidung/ mulut dengan masker sekali pakai saat batuk, bersin, mengelap dan
menghirup hidung.
2) Gunakan masker.
3) Buang masker dalam wadah sampah terdekat setelah digunakan.
4) Jika tidak ada masker yang tersedia, batuk atau bersin dihadapkan ke siku bagian
dalam pada tangan.
5) Praktik kebersihan tangan setelah kontak dengan sekret pernafasan dan benda-
benda/ bahan yang terkontaminasi.
6) Jauhkan tangan yang terkontaminasi dari selaput lendir mata dan hidung

c. Teknik Aseptik

Teknik aseptik melindungi pasien selama prosedur klinis invasif dengan menggunakan
langkah-langkah pengendalian infeksi yang meminimalkan penularan

d. Manajemen Sampah

Fasilitas kesehatan juga harus mengacu menangani limbah pada:


1) Menerapkan tindakan pencegahan standar untuk melindungi terhadap paparan
darah dan cairan tubuh selama penanganan limbah, mencuci tangan setelah
prosedur
2) Limbah diletakkan dalam wadah yang sesuai (diidentifikasi dengan warna dan
label) dan dibuang sesuai dengan rencana fasilitas pengelolaan limbah
3) Petugas kesehatan harus dilatih dalam prosedur yang benar untuk penanganan
limbah.

e. Penanganan Linen

Fasilitas kesehatan harus memberikan aturan dari transportasi, pengumpulan dan


penyimpanan linen. Semua linen yang digunakan harus ditangani dengan hati-hati untuk
menghindari penyebaran mikroorganisme ke dalam lingkungan dan untuk menghindari

36 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


kontak dengan staf. Prinsip-prinsip berikut berlaku untuk linen digunakan untuk semua
pasien:
a) Alat pelindung diri yang sesuai dikenakan selama penanganan linen kotor untuk
mencegah kulit dan selaput lendir dari paparan darah dan cairan tubuh.
b) Linen yang telah digunakan dimasukkan kedalam kantong
c) Kain yang digunakan tidak harus dibilas atau diurutkan di tempat perawatan pasien
atau
d) Linen kotor dengan cairan tubuh harus ditempatkan dalam tempat yan tidak bocor
untuk transportasi yang aman
e) Kebersihan tangan dilakukan setelah penanganan linen.
Linen bersih harus disimpan di tempat kering yang bersih yang mencegah kontaminasi
oleh aerosol, debu, kelembaban dan hama dan terpisah dari kain yang digunakan. Mesin
cuci hanya harus digunakan untuk barang-barang pribadi pasien. Mencuci harus
melibatkan penggunaan deterjen dan air panas. Jika air panas tidak tersedia, hanya
untuk satu pasien dapat dicuci pada satu waktu.

3.3. Pencegahan Melalui Cara Penularan


Pencegahan melalui cara penularan merupakan sebagai tambahan dari kewaspadaan
isolasi. Rekomendari dikategorikan sebagai berikut (Depkes, 2011):
1) Kategori IA
Sangat direkomendasikan diseluruh rumah sakit, telah didukung penelitian dan studi
epidemiologi.
2) Kategori IB
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit dan telah ditinjau efektif oleh para
ahli dilapangan.
3) Ketegori II
Dianjurkan untuk dilaksanakan di rumah sakit. Anjuran didukung studi klinis dan
epidemiologic, teori rasional yang kuat, studi dilaksanakan dibeberapa rumah sakit.
4) Tidak direkomendasikan
Belum ada bukti ilmiah yang memadai atau belum ada kesepakatan mengenai
efikasinya

37 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


a. Penularan Secara Kontak
Kebersihan tangan dan alat pelindung diri untuk mencegah penularan kontak, bekerja
dengan pasien yang memerlukan tindakan pencegahan kontak:
1) Membersihkan tangan.
2) Memakai sarung tangan dan gaun saat masuk ke area perawatan pasien.
3) Memastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan yang berpotensi
mengkontaminasi lingkungan.
4) Melepaskan gaun dan sarung tangan serta membersihkan tangan sebelum
meninggalkan perawatan pasien.

Pencegahan keselamatan kerja dengan menghindari tertusuk benda tajam dan terpapar
luka dari darah yang mengandung agen infeksi. Pencegahan cedera benda tajam selalu
menjadi elemen penting standar precaution. termasuk langkah-langkah untuk
menangani jarum dan perangkat tajam lainnya dengan cara yang akan mencegah cedera
pada pengguna dan orang lain selama atau setelah prosedur ( Siegel, et al., 2007).

Pencegahan kontak dengan membran mukosa, paparan dengan selaput lendir mata,
hidung dan mulut dengan darah dan cairan tubuh dihubungkan dengan transmisi virus
melalui darah dan agen menular lainnya, untuk perawat pencegahan terpapar melalui
selaput lendir selalu menjadi unsur pencegahan. Praktik kerja yang aman, selain
memakai alat pelindung diri, digunakan untuk melindungi selaput lendir dan kulit yang
tidak utuh dari kontak dengan bahan yang berpotensi menular. Selalu memakai sarung
tangan dan sarung tangan yang terkontaminasi tanpa menyentuh mulut, hidung, mata,
wajah, dan pasien.

Penanganan peralatan yang dapat menulari secara kontak dengan tepat dan sesuai.
Peralatan medis dan instrument harus dibersihkan dan dipelihara sesuai dengan instruksi
untuk mencegah penularan agen infeksi dari pasien ke pasien Pembersihan untuk
menghilangkan bahan organik harus selalu mendahului disinfeksi tingkat tinggi dan
sterilisasi instrumen dan perangkat.

Menerapkan penggunaan kewaspadaan untuk darah yang terinfeksi (NIOSH, 2011):


1) Mengidentifikasi dan menggunakan alat pencegahan. Penanganan peralatan yang
mengurangi bahaya melalui darah patogen dari tempat kerja yaitu berupa wadah

38 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


pembuangan benda tajam, selfsheathing jarum, dan alat kesehatan yang lebih aman,
seperti benda tajam, perlindungan luka dan sistem needleless.
2) Mengidentifikasi dan memastikan penggunaan kontrol praktik kerja. Praktik yang
mengurangi kemungkinan paparan dengan mengubah cara kerja yang biasa
dilakukan, seperti praktik yang sesuai untuk menangani dan membuang
terkontaminasi benda tajam, penanganan spesimen, pengelolaan cucian, dan
membersihkan bagian terluar yang terkontaminasi.
3) Menyediakan alat pelindung diri, seperti sarung tangan, gaun, pelindung mata, dan
masker.
4) Memberikan vaksinasi hepatitis B untuk semua perawat yang berisiko.
5) Menyediakan evaluasi pasca paparan dan tindak lanjut untuk setiap perawat yang
terpapar yang mengalami insiden.
6) Gunakan label dan tanda-tanda bahaya untuk berkomunikasi. Label peringatan
harus ditempelkan pada kontainer limbah diatur, kontainer terkontaminasi reusable
benda tajam, lemari es dan freezer
mengandung darah dan cairan tubuh yang infeksius; wadah lainnya digunakan
untuk menyimpan, transportasi darah atau cairan tubuh yang infeksius, peralatan
yang terkontaminasi sedang dikirim atau dilayani, dan kantong atau kontainer
terkontaminasi dibinatu, fasilitas dapat menggunakan tas merah atau kontainer
merah. Laboratorium dan fasilitas produksi, tanda-tanda harus dipasang di semua
pintu akses saat darah atau cairan tubuh yang infeksius .
7) Memberikan informasi dan pelatihan bagi pekerja.
8) Menjaga kesehatan dan pelatihan.

Melindungi diri ketika penanganan terkontaminasi dengan benda tajam harus dengan
langkah sesuai (NIOSH, 2011):
1) Tempat Pembuangan
Benda tajam yang terkontaminasi dibuang dalam wadah pembuangan benda tajam
sesegera mungkin setelah digunakan. Wadah pembuangan benda tajam harus mudah
diakses dan terletak sedekat mungkin ke daerah di mana benda tajam akan digunakan.
Dapat ditempatkan pada gerobak untuk mencegah jangkauan dari pasien, seperti pasien
psikiatri atau anak-anak. Wadah ini juga harus tersedia dimanapun benda tajam dapat
ditemukan, seperti di binatu. Benda tajam yang terkontaminasi tidak boleh dipotong
39 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


atau rusak. Recapping, membungkuk, atau melepaskan jarum diperbolehkan jika tidak
ada alternatif lain atau tindakan tersebut diperlukan untuk prosedur medis yang spesifik.
Jika recapping, membungkuk, atau penghapusan diperlukan, harus memastikan bahwa
menggunakan perangkat mekanik dan teknik satu tangan.
2) Kontainer Benda Tajam
Wadah untuk benda tajam yang terkontaminasi harus tahan tusukan. Sisi dan bagian
bawah harus tahan bocor. Berlabel tepat atau kode warna merah untuk memperingatkan
semua orang bahwa isinya berbahaya. Wadah untuk sekali pakaibenda tajam harus
closable (yaitu, memiliki tutup, flap pintu, atau cara lain untuk menutup wadah), dan
harus tetap tegak untuk menjaga benda tajam cairan tumpah. Wadah harus diganti
secara rutin dan tidak terlalu penuh, yang dapat meningkatkan risiko needlesticks atau
luka. Tempat pembuangan benda tajam yang dapat digunakan kembali tidak boleh
dibuka, dikosongkan atau dibersihkan secara manual. Penanganan kontainer sebelum
wadah pembuangan benda tajam yang dibuangi harus ditutup untuk mencegah
menumpahkan isinya. Jika ada kebocoran dari wadah pembuangan, ditempatkan dalam
wadah sekunder yang closable, berlabel pembuangan kontainer atau warna-kode merah,
dan untuk menampung semua isi dan mencegah kebocoran selama penanganan,
transportasi penyimpanan, atau pengiriman (OSHA, 2011).

b. Penularan Secara Droplet

Pelaksanaan pencegahan droplet selain tindakan pencegahan standar, menerapkan


tindakan pencegahan droplet untuk pasien yang diketahui atau diduga terinfeksi melaui
droplet pernafasan yang dihasilkan oleh pasien saat batuk, bersin atau berbicara

Aspek kunci dari menerapkan tindakan pencegahan droplet berhubungan dengan:


pencegahan standar, Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai, khusus penanganan
peralatan, penempatan pasien, meminimalkan pemindahan pasien atau transportasi.
Tempat pasien yang memerlukan tindakan pencegahan droplet di kamar tunggal-pasien
(NHMRC, 2010).

40 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


c. Cara Penularan Melalui Udara

Pelaksanaan tindakan pencegahan udara selain tindakan pencegahan standar,


menerapkan tindakan pencegahan udara untuk pasien yang diketahui atau dicurigai
terinfeksi dengan agen infeksi ditularkan orang-ke-orang melalui rute udara. Kenakan
masker bedah atau masker filtrasi tinggi benar dipasang saat memasuki area perawatan
pasien saat udara yang menular agen infeksi diketahui atau diduga pada pasien tersebut.
Penempatan pasien yang tepat untuk pencegahan melalui udara. Pasien pada tindakan
pencegahan udara harus ditempatkan dalam ruang tekanan negatif atau di ruang dari
mana udara tidak beredar ke daerah lain (NHMRC, 2010).

41 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


BAB 4
PENUTUP

Demikian buku pedoman ini dibuat sebagai panduan perawat supervisor dalam
melaksanakan Supervisi Reflektif Interaktif. Supervisi reflektif interaktif dilakukan
langsung pada perawat pelaksana dengan metode diskusi yang dapat dilakukan secara
individu dan kelompok. Diharapkan dengan supervisi reflektif interaktif dapat
meningkatan keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik

42 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Daftar Referensi

Bittel, L. R., Newstrom, J.W (1990) What every supervisory should know Singepore,
McGraw-Hill Book Co

Brunnerro S., & Stein Parburry, J (2008) The effective of clinical supervision in nursing
: an evidence based literature review, Australian Journal Advanced Nursing,
25(3), 86-94

Boyce JM & Pittet D, (2002) Guideline for Hand Hygiene in Health-Care Settings.
Recommendations of the Healthcare Infection Control Practices Advisory
Committee and the HICPAC/SHEA/APIC/IDSA Hand Hygiene Task Force.
Society for Healthcare Epidemiology of America/Association for Professionals
in Infection Control/Infectious Diseases Society of America. MMWR Recomm
Rep 51: 1–45

Cardoso & De Figueiredo (2010). Biological risk in nursing care provided in family
health units. Revista Latino-Americana De Enfermagem, 18(3), 368-372

Chummun, N. H. (2002). Latex glove disorders: a management strategy for reducing


skin sensitivity. Journal Of Nursing Management, 10(3), 161-166.

Dawson, M., Phillips, B., & Leggat, Sandra G, PhD,M.H.Sc (Health Admin), M.B.A.,.
(2012). Effective clinical supervision for regional allied health professionals
- the supervisee's perspective. Australian Health Review, 36(1), 92-97.
Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/1022629719?accountid=17242

Grayson L, Russo P, Ryan K et al (2009) Hand Hygiene Australia Manual. Australian


Commission for Safety and Quality in Healthcare and World Health
Organization

Lynch, L., Hancox, K., Happel, B.,& Parker,( 2008), Clinical supervision for nurse.
united Kingdom; Willey-Blackwell

Kementrian Kesehatan, (2011), Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di


rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, Jakarta, Departemen
kesehatan

McMahon, M., & Simons, R. (2004). Supervision training for professional counselors:
An exploratory study. Counselor Education and Supervision, 43(4), 301-309.
Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/201117878?accountid=17242

Metropolitan Health and Aged Care Services Division (2006) Victorian Government
Department of Human ServicesAlso published on
www.health.vic.gov.au/mentalhealth/pmc

43 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


PPSDM, (2011) Perawat Indonesia Mendominasi Tenaga Kesehatan Indonesia diunduh
pada tanggal 15 September 2012 dari
http://www.bppsdmk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=articl
e&id=199:perawat-mendominasi-tenaga-kesehatan&catid=38:berita&Itemid=82

RNAO, (2008) Workplace Health, Safety and Well-being of the Nurse diunduh pada
tanggal 15 September 2012 melalui http://rnao.ca/bpg/guidelines/workplace-
health-safety-and-wellbeing-nurse-guideline

Feng, X. Q., Acord, L., Cheng, Y. J., Zeng, J. H., & Song, J. P. (2011). The relationship
between management safety commitment and patient safety culture.
International Nursing Review, 58(2), 249-254. doi: 10.1111/j.1466-
7657.2011.00891.x

Foley, M., (2004). "Caring for Those Who Care: A Tribute to Nurses and Their Safety".
Online Journal of Issues in Nursing. Vol. 9 No. 3, Manuscript 1. Diunduh pada
tanggal 15 September 2012 dari:
www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPeriodicals
/OJIN/TableofContents/Volume92004/No3Sept04/NurseSafetyOverview.aspx

Grayson L, Russo P, Ryan K et al (2009) Hand Hygiene Australia Manual.


Australian Commission for Safety and Quality in Healthcare and World Health
Organization
Jones, A (2006) Clinical supervision: what do we know and what do we need to know?
A review and commentary. Journal of Nursing Management, 14, 577–585

Lalić, H., Kukuljan, M., & Pavicić, M. D. (2010). A case report of occupational middle
ear tuberculosis in a nurse. Arhiv Za Higijenu Rada I Toksikologiju, 61(3), 333-
337.

Lee, W.-C., Wung, H.-Y., Liao, H.-H., Lo, C.-M., Chang, F.-L., Wang, P.-C., . . . Hou,
S.-M. (2010). Hospital safety culture in Taiwan: a nationwide survey using
Chinese version Safety Attitude Questionnaire. BMC Health Services Research,
10, 234-234.

Lindberg, L., Judd, K., & Snyder, J. (2008). Developing a safety culture with front-line
staff. Hospitals & Health Networks / AHA, 82(9), 84-85.

Lynch, L., Hancox, K., Happel, B.,& Parker,( 2008), Clinical supervision for nurse.
united Kingdom; Willey-Blackwell

Heroes (2003) homeland emergency response operational and equipment systems


diunduh dari

Huber D, L (2010) Leadership and nursing care management (4rd ed) Pennsylvania:
Saunders Elsevier

44 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Omorogbe, VE. Omuemu V O., Alphonsus R. Isara (2012) Injection safety practices
among nursing staff of mission hospitals in Benin City, Nigeria

NIOSH Alert : Preventing Needlestick Injury In Healthcare Setting, Publication No.


2000-108, 1999

NIOSH, 2011 diunduh dari (www.cdc.gov / NIOSH / topik / eye / eye-infectious.html)

NMHRC, (2010), Australian guidelines for the prevention and control of infection in
healthcare diunduh dari http://www.nhmrc.gov.au/node/30290

Marquis, B, L (2012) Leadhership role and management function in nursing,


Philadelphia: Lippincott William&Wilkins

McMahon, M., & Simons, R. (2004). Supervision training for professional counselors:
An exploratory study. Counselor Education and Supervision, 43(4), 301-309.
Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/201117878?accountid=17242

Metropolitan Health and Aged Care Services Division (2006) Victorian Government
Department of Human ServicesAlso published on
www.health.vic.gov.au/mentalhealth/pmc

Pittet D & Boyce JM (2001) Hand hygiene and patient care: pursuing the Semmelweis
legacy.
Lancet Infect Dis 1: 9–20.

Rusmegawati, (2011). Pengaruh Supervisi Reflektif Interaktif pada Berpikir Kritis


perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di IRNA I RS Dr. H.M
Ansari Saleh Banjarmasin. Depok Tesis FIK UI tidak dipublikasikan

Sedlak, C. (September 30, 2004). "Overview and Summary: Nurse Safety: Have We
Addressed the Risks?" Online Journal of Issues in Nursing. Vol. 9 No. 3,
Overview and Summary. diunduh :
www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPeriodical
s/OJIN/TableofContents/Volume92004/No3Sept04/NurseSafetyOverview.aspx

Sirola-Karniven, P., & Hyrkas, K. (2008). Administrative clinical supervision as


evaluated by the first-line managers in one health care organization distrik.
Jurnal of nursing Management, 16(5), 588-600

Siegel JD, Rhinehart E, Jackson M et al (Healthcare Infection Control Practices


Advisory Committee), (2007) Guideline for Isolation Precautions: Preventing
Transmission of Infectious Agents in Healthcare Settings. United States Centers
for Disease Control and Prevention

45 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Swanburg, R. C. (1990) Introduction management and leadhership for clinical nurses
(2nd ed). toronto: Jones and Barlett Publisher

Traynor, K. (2012). 2012 NIOSH hazardous-drugs update contains surprises. American


Journal Of Health-System Pharmacy: AJHP: Official Journal Of The American
Society Of Health-System Pharmacists, 69(17), 1446-1451

Trinnkof et a.l, (2007) Personal Safety For Nurse. Patient Safety and Quality: An
Evidence-Based Handbook for Nurses. diunduh dari

Todd,& Freshwater, Reflective practice and guided discovery: Clinical supervision


British Journal of Nursing; Nov 11-Nov 24, 1999; 8, 20;

Turner, J., & Hill, A. (2011). Implementing clinical supervision (part 2): Using proctor's
model to structure the implementation of clinical supervision in a ward setting.
Mental Health Nursing (Online), 31(4), 14-19. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/886532162?accountid=17242;

Hill, A., & Turner, J. (2011). Implementing clinical supervision (part 3): An evaluation
of a clinical supervisor's recovery-based resource and support package. Mental
Health Nursing (Online), 31(5), 16-20. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/939526034?accountid=17242;

World Health Organization (2009) Guidelineson Hand Hygiene in Health Care diunduh
dari http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241597906_eng.pdf

White & Winstanley, 2010 Clinical supervision : model, measure and best practice.
Reseacher, 10(4), 7 - 38

46 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Format Observasi Pencapaian Perawat pada Keselamatan terhadap Bahaya Agen
Biologik

Nama Perawat :
Nama Supervisor : :

No Pencapaian Tanggal Kriteria nilai I


1. Pencegahan Perawat mampu menyebutkan cara pencegahan dan
dan pengontrolan infeksi melalui pemutusan 6 rantai
pengontrolan infeksi dengan memberikan tindakan yng tepat
infeksi untuk masing-masing pemutusan rantai infeksi
a. Agen masuk
b. Tempat tinggal agen infeksi
c. Cara penularan
d. Jalan keluar dari reservoir
e. Tempat masuk ke dalam penjamu
f. Penjamu yang rentan
2 Penerapan Perawat mampu menyebutkan dan melakukan
Kewaspadaan tindakan penerapan kewaspadaan standar yang
standar dilakukan dalam melakukan asuhan keperawatan
a. Hand Hygiene
b. Alat Pelindung Diri
c. Penangan dan pembuangan benda tajam
d. Proteksi pernafasan/etiket batuk
e. Teknik aseptik
f. Manajemen sampah
g. Manajemen linen
3 Pencegahan Perawat mampu melakukan tindakan untuk
melalui cara mencegah bahaya/ risiko agen biologi melalui cara
penularan penularan
a. Secara kontak
b. Secara droplet
c. Melalui Udara
4 Tanda tangan
supervisor

Keterangan :
Nilai 1 apabila perawat mampu melakukan untuk setiap item.
Nilai 0 apabila perawat tidak mampu melakukan item atau tidak lengkap
Untuk nilai item 1 poin maksimal : 6
Untuk nilai item 2 poin maksimal : 7
Untuk nilai item 3 poin maksimal : 3
Nilai =

47 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Lembar Observasi Kemampuan Supervisor

Supervisor :
Perawat :

No Aspek Penilaian Nilai Kriteria Nilai 1


1. Supervisor dapat menyusun jadwal perawat Ada jadwal supervisi
pelaksana yang akan dilaakukan supervsi di untuk 3 x selama 3
ruang rawat dan mensosialisasikan pada minggu kepada
perawat diruang rawat perawat yang menjadi
responden dalam
penelitian
2 Supervisor menanyakan tindakan yang Supervisor
dilakukan perawat terhadap pencegahan dan menanyakan poin a, b,
pengontrolan infeksi c, d, e dan f dan
a. Kebesihan tangan masing masing diberi
b. Alat pelindung diri nilai 1
c. Penangan dan pembuangan benta
tajam
d. Proteksi pernafasan/etiket batuk
e. Teknik aseptik
f. Manajemen sampah
g. Manajemen limbah
3 Supervisor menanyakan tentang kewaspadaan Supervisor menyakan
standar yang diterapkan poin a, b, c, d, e dan f
a. Kebersihan tangan dan masing-masing
b. Alat pelindung diri diberi nilai 1
c. Penangan dan pembuangan benda tajam
d. Proteksi pernafasan/etiket batuk
e. Teknik aseptik
f. Manajemen sampah
g. Manajemen limbah
4 Supervisor menyakan tentang cara Diskusi terkait dengan
pencegahan melalui cara penularan perilaku keselamatan
1. Melalui kontak perawat pada bahaya/
2. Melalui udara risiko agen biologi
3. Melalui droplet
5 Supervisor mendiskusikan dengan perawat Format evaluasi
terkait dengan perilaku keselamatan perawat supervisi sesuai
pada bahaya resiko agen biologi dengan hasil yang
disupervisi
6 Supervisor memberikan solusi terkait dengan Diskusi terkait dengan
perilaku keselamatan perawat pada bahaya/ perilaku keselamatan
risiko agen biologi perawat pada bahaya/
risiko agen biologi
7 Supervisor mengidentifikasi pencapaian Supervisor melakukan
perawat dan rencana selanjutnya untuk identifikasi untuk
perawat tersebut pencapaian perawat
48 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


No Aspek Penilaian Nilai Kriteria Nilai 1
dan memberikan
reinforcement positif
dan rencana tindak
lanjut untuk perawat
tersebut
8 Supervisor mengisi format evaluasi supervisi Format evaluasi
supervisi sesuai
dengan hasil yang
disupervisi
Keterangan nilai
Nilai 1 = apabila sesuai dilakukan dengan kriteria nilai 1
Nilai 0 = apabila tidak sesuai dilakukan dengan kriteria nilai 1

49 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Standar Pelaksanaan Supervisi Model Reflektif Interaktif
1. Supervisi yang akan dilakukan dibuat perencanaan jadwal oleh supervisor sesuai
kesepakatan antara perawat dengan supervisor di waktu tidak melakukan kegiatan
pelayanan keperawatan kepada pasien.
2. Jadwal, tema dan apa saja yang diperlukan untuk kegiatan supervisi yang dibuat
oleh supervisor disosialisasikan pada perawat pelaksana
3. Supervisor dan perawat mendiskusikan, melakukan analisis, kajian, menyimpulkan,
dan mengevaluasi keselamatan perawat dalam upaya mencegah dan mengontrol
infeksi
4. Supervisor dan perawat mendiskusikan, melakukan analisis, kajian, menyimpulkan,
dan mengevaluasi keselamatan perawat dalam upaya penerapan kewaspadaan
standar
5. Supervisor dan perawat mendiskusikan, melakukan analisis, kajian, menyimpulkan,
dan mengevaluasi keselamatan perawat dalam upaya pencegahan melalui cara
penularan
6. Supervisor dan perawat mendiskusikan penerapan kewaspadaan standar di rumah
sakit dan membandingkannya dengan standar yang ada
7. Supervisor dan perawat mendiskusikan terkait keluhan pada keselamatan bahaya
agen biologik yang dilakukan perawat pelaksana
8. Supervisor mengidentifikasi pencapaian perawat dan tindak lanjut bagi keselamatan
perawat pada bahaya agen biologik
9. Supervisor mengisi format evaluasi pencapaian perawat pelaksana pada bahaya agen
biologik

50 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Format Laporan Supervisi

Nama Perawat Supervisor :


Nama Perawat Pelaksana :

Normatif (Kebijakan/
Tanggal Formatif (Pendidikan) Supportif (Dukungan)
Aturan)

Pencapaian Perawat Pelaksana RTL Perawat Supervisor

Tanda Tangan Perawat Pelaksana Tangan Perawat Supervisor

51 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Panduan Kewaspadaan Isolasi (Kewaspadaan Standar)

Kewaspadaan
No Kegiatan
standar
1 Kebersihan a. Hindari menyentuh permukaan sekitar pasien agar tangan terhindar
Tangan dari kontaminasi pathogen dari dan ke permukaan (kategori IB)
b. Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan berprotein, cairan
tubuh, cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dengan air
mengalir (kategori IA)
c. Bila tangan tidak tampak kotor, dekontaminasi dengan alcohol
hundrub(kategori IB)
d. Sebelum kontak langsung dengan pasien (kategori IB)
2 Alat Pelindung
Diri (APD):
Sarung tangan a. Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi,
ekskresi dan bahan terkontaminasi mucus membrane dan kulit
yang tidak utuh, kulit utuh yang brepotensial terkontaminasi
9kategori IB)
b. Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan (kategori IB)
c. Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien langsung
(kategori IB)
d. Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk
membersihkan lingkungan
e. Lepaskan sarung tangan dengan segera setelah selesai, sebelum
menyentuh benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi, atau
sebelum beralih ke pasien lain (kategori IB)
f. Jangan pakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang berbeda
(kategori IB)
g. Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh
terkontaminasi ke area bersih (kategori IB)
h. Cuci tangan segerasetelah melepaskan sarung tangan

a. Pakailah untuk melindungi konjungtiva, mucus membrane mata,


hidung, mulut selama melaksanakan prosedur dan aktifitas
perawatan pasien berisiko terjadi cipratan/ semprotan dari darah,
cairan tubuh, sekresi, ekskresi (kategori IB)
b. Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan’Masker bedah dapat
Masker dipakai secara umum untuk petugas RS untuk mencegah transmisi
Kaca mata melalui partikel besar dari droplet secara kontak erat (< 1 m) dari
pelindung, pasien saat batuk/bersin
Pelindung c. Pakailah selama tindakan yang meinmbulkan aerosol walaupun
wajah, pasien yang tidak diduga infeksi (kategori IB)

a. Kenakan gaun (bersih, tidak steril) untuk melindungi kulit,


mencegah baju menjadi kotor, kulit terkontaminasi selama
prosedur/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya percikan/
semprotan cairan tubuh pasien yang memungkinkan terjadinya
52 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Kewaspadaan
No Kegiatan
standar
percikan/ semprotan cairan tubuh pasien (kategori IB)
b. Pilih sesuai antara bahan dan tindakan yang akan dikerjakan dan
perkiraan jumlah cairan yang mungkin akan dihadapi. Bila gaun
tembus cairan, perlu dilapisi apron tahan cairan mengatisipasi
semprotan/cipratan cairan infeksius
Gaun c. Lepaskan gaun segera dan cuci tangan untuk mencegah transmisi
mikroba ke pasien lain ataupu ke lingkungan lain (kategori IB)
d. Kenakan saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologic
penting, lepaskan saat akan keluar ruangan pasien (kategori IB)
e. Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun untuk pasien yang
sama (kategori II)
f. Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke ruangan resiko tinggi
seperti ICU, NICU (kategori IB)

3 Peralatan a. Buat aturan dan prosedur yang menampung, transportasi, peralatan


perawatan yang mungkin terkontaminasi darah dan cairan tubuh (kategori IB)
pasien (Kategori b. Lepaskan bahan organic dari peralatan kritikal, semi kritikal
IB) dengan bahan pembersih sesuai dengan DTT atau sterilisasi
(kategori IB)
c. Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan tubuh, sekresi,
eksresi dengaan benar sehingga kulit dan mucus membrane
terlindungi, cegah baju terkontaminasi, cegah transfer mikroba ke
pasien lain dan lingkungan. Pastikan peralatan yang telah dipakai
untuk pasien infeksius telah dibersihkan dan tidak dipakai dibuang
dan dihancurkan melalui cara yang benar dan peralatan pakai ulang
diproses dengan benar (kategori IB)
d. Peralatan non kritikal terkontaminasi didisinfeksi setelah dipakai.
Peralatan semikritikal didisinfeksi atau disterilasi. Peralatan
semikritikal harus didisinfektan dan kemudian distrerilisasi
(kategori IB)
e. Bila tampak kotor, lap permukaan peralatan yang besar (USG, X
ray) setelah keluar ruangan isolasi
f. Bersihkan dan disinfeksi yang benar peralatan terapi pernafasan
teurtama setelah dipakai pasien infeksi saluran nafas, dapat dipakai
NA hipoklorit 0,05%
g. Alat makan dicuci dalam alat pencuci otomatik atau manual
dengan detergen tiap setelah makan. Benda disposable dibuang
ketempat sampah
4. Pengendalian a. Pastikan bahwa rumah sakit membuat dan melaksanakan prosedur
Lingkungan rutin untuk pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan, tempat
tidur, peralatan disamping tempat tidur dan pinggirannya,
permukaan yang sering tersentuh dan pastikan keegiatan dimonitor
(kategori IB)
b. RS harus mempunyai disenfektan standar untuk mengahalau
pathogen dan menurunkan secara signifikan dipermukaan
terkontaminasi sehingga memutuskan rantai penularan penyakit.
53 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Kewaspadaan
No Kegiatan
standar
Disinfeksi adalah membunuh secara fisikal dan kimiawi
mikroorganisme termasuk spora
c. Pembersihan harus mengawali disinfeksi. Benda dan permukaan
tidak dapat didisinfeksi sebelum dibersihkan dari bahan organic
(ekresi, sekresi paisen, kotoran)
d. Pembersihan ditujukan untuk mencegah aerosolisasi menurunkan
pencemaran lingkungan, ikuti aturan pakai pabrik cairan
disinfektan, waktu kontak dan cara pengencerannya
5. Pemorosesan a. Penanganan, transposrt dan proses linen yang terkena dara, cairan
Peralatan Pasien tubuh, sekresi, ekskresi dengan prosedur benar untuk mencegah
dan Penangan kulit, mucus membrane terekspos dan terkontaminasi linen,
Linen sehingga mencegah transfer mikroba ke pasien lain, petugas dan
lingkungan
b. Buang terlebih dahulu kotoran (misalnya: feses) ke toilet dan
letakan linen dalam kantong ;inen
c. Hindari menyortir linendiruang rawat pasien. Jangan
memanipulasi linen terkontaminasi untuk hindari kontaminasi
terhadap udara, permukaan, dan orang.
d. Cuci keringkan linen sesuai dengan SPO. Dengan air panas 70OC,
minmal 25 menit. Bila dipakai suhu < 70 OC pilih zat kimia yang
sesuai.
e. Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama transportasi.
Kantong tidak perlu double
f. Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD
6 Perlindungan a. Berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah trauma saat
Petugas menangani jarum, scapel dan alat tajam lainnya yang dipakai
Kesehataan setelah prosedur dan membersihkan instrument dan saat
membuang jarum (kategori IB)
b. Jangan recap jarum yang telah dipakai, memanipulasi jarum
dengan tangan, menekuk jarum, mematahkan, melepaskan jarum
dari spuit. Buang jarum, spuit, pisau scapel dan peralatan tajam
habis pakai ke dalam wadah tahan tusukan sebelum dibuang ke
insenerator (kategori IB)
c. Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan ventilasi lain
pengganti metoda resusitasi mulut ke mulut (kategori IB)
d. Jangan mengarahkan bagian jarum tajam ke bagian tubuh selain
akan menyuntik.
7 Penempatan a. Tempatkan paien yang potensial mengkontaminasi lingkungan
Pasien atau yang tidak dapat diharapkan menjaga kebersihan atau kontrol
lingkungan ke dalam runag rawat yang terpisah
b. Bila ruang isolasi tidak memungkinkan, konsultasikan dengan PPI
(kategori IB)
c. Cara penempatan sesuai dengan jenis kewaspadaan terhadap
transmisi infeksi
8 Hygiene a. Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi respirasi
Respirasi/ Etika untuk mencegah transmisi pathogen dalam droplet dan fomite
54 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Kewaspadaan
No Kegiatan
standar
batuk terutama musim/ KLB virus respiratorik di masyarakat (kategori
IB)
b. Terapkan pengukuran kandungan sekresi respirasi pasien dengan
individu dengan gejala klinik infeksi respiratorik, dimulai unit
emergensi (kategorik IB)
c. Beri poster pada pintu masuk dan tempat strategis bahwa pasien
rajal atau pengunjung dengan gejala klinis saluran nafas harus
menutup mulut dan hidung dengan tisu kemudian membuangnya
ditempat sampah infeksius dan mencuci tangan (kategori II)
d. Sediakan tisu da wadah limbahnya (kategori IB)
e. Sediakan sabun, wastafel dan cara mencuci tangan pada ruang
tunggu pasen rawat jalan, atau alcohol hundrub(Kategori IB)
f. Pada musim infeksi saluran nafas, tawarkan masker pada pada
pasien dengangejala saluran nafas, juga pendampingnya. Anjurkan
untuk duduk berjarak> 1 m dari yang lain (kategori IB)
g. Lakukan sebagai standar Pratik

Kunci PPI mengendalikan penyebaran pathogen dari pasien yang


terinfeksi untuk transmisi kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk
penyakit yang menular melalui droplet besar atau droplet nuclei ketika
batuk harus diterapkan kepada semua individu dengan gejala
gangguan pada saluran nafas. Pasien, petugas, pengunung dengan
gejala infeksi saluran nafas harus :
a. Menutup mulut dan hidung saat batuk dan bersin
b. Pakai tisu, saputangan, masker kain/medis bila tersedia, buang ke
tempat sampah
c. Lakukan cuci tangan
Manajemen fasilitas kesehatan/ RS harus promosi hygiene
respirasi/etika batuk:
a. Promosi kepada semua petugas, pasien, keluarga dengan infeksi
saluran nafas dengan demam
b. Edukasi petugas, pasien, keluarga, pengujung akan pentingnya
kantong aerosol dan sekresi dari saluran nafas dalam mencegah
transmisi penyakit saluran nafas
c. Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub,
wastafel antiseptic, tisu towel terutama area tunggu harus
diprioritaskan)
9 Praktek a. Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada setiap suntikan untuk
menyuntik yang mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
aman b. Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose dapat
menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat
dipakai untuk pasien lain
10 Praktik untuk a. Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat ke
lumbal punksi dalam area spinal/epidural melalui prosedur lumbal punksi missal
saat melakukan anastesi spinal epidural, myelogram, untuk
mencegah transmisi droplet flora orofaring
55 Universitas Indonesia

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013


Lampiran 14

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yenni Yulita


Tempat/ Tanggal Lahir : Padang, 25 Januari 1981
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Alamat : Perumahan Ganet Indah No 21 Blok D Batu X
Kel. Kijang Kencana – Kec Tanjung Pinang
Timur - Provinsi Kepualuan Riau

Riwayat Pendidikan

1. Program Magister FIK UI jurusan Kepemimpinan dan Manajemen


Keperawatan (2010 – sekarang)
2. S1 Keperawatan/ Ners Universitas Andalas lulus tahun 2007
3. DIII Politeknik Teknologi jurusan Teknik Elektronika (Telekomunikasi)
lulus 2002
4. SMUN 12 Padang lulus tahun 1999
5. SMPN 22 Padang lulus tahun 1996
6. SDN 10 Padang lulus tahun 1993

Riwayat Pekerjaan

1. Ka IRNA I & VIP RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban (2009 –
2010)
2. Ka IRNA II & III RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban (2008 –
2009)

Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai