TESIS
YENNI YULITA
1006755456
Tesis
Oleh:
YENNI YULITA
1006755456
Abstrak
vi
Abstract
Nurse safety behavior at biologic agent hazard can will affect to quality care.
Reflective interactive supervision can improve quality of nursing practice. The
research purpose to get descriptions of reflective interactive supervision towards
to safety nurse behaviors at biologic agent hazard. Method used experimental
pre-post test with control group. Consecutive sampling in data taking for 97
control and 97 intervention sampel. The result suggest that there are difference
between the trained group and the untrained group and there are a influence of
reflective interactive supervision towards nurse safety behavior at biologic agent
hazard. The head nursing need to be given supervision training in order to be
able to supervise well for improving behaviors nurse safety at biologic agent
Keywords: Biologic agent hazard, Reflective interactive supervision, Safety nurse.
vii
Syukur Alhamdulillah, atas berkat rahmat dan ridho-Nya tesis dengan judul
“Pengaruh Supervisi Model Reflektif Interaktif Terhadap Perilaku Keselamatan
Perawat pada Bahaya Agen Biologik di RSUD Provinsi Kepulaun Riau Tanjung
Uban” telah selesai. Tesis ini disusun dalam rangkaian sebagai syarat memperoleh
gelar Magister pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Berbagai hambatan dapat penulis atasi atas dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak selama penyusunan tesis ini. Penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu Hanny Handiyani, S.Kp., M.Kep.,
selaku pembimbing I dan Ibu Kuntarti, S.Kp., M Biomed., selaku pembimbing II
yang telah banyak memberikan masukan, saran dan bimbingan dengan penuh
kesabaran. Tidak lupa pula penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan UI, Ibu Dewi Irawaty, M.A., Ph.D
2. Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan FIK-UI, Ibu Astuti Yuni
Nursasi, MN.
3. Seluruh civitas akademika FIK Universitas Indonesia
4. Direktur RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban sebagai tempat
penelitian
5. Direktur RSU Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang sebagai tempat
penelitian
6. Kepala Bidang Keperawatan RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban
beserta seluruh jajaran yang telah memberikan bantuan dalam penelitian.
7. Direktur RSUD Kota Tanjungpinang sebagai tempat uji validitas dan
reliabilitas
8. Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang telah memberikan dukungan dan
kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Program Magister Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia
9. Kedua orang tua dan mertuaku yang selalu terus mendoakan yang terbaik
10. Suami tercinta Syufwan. DM, S.H., M.H dan Kaisara Al Shaliha Syufwan
penyemangat dalam meraih kesuksesan ini.
viii
Akhirnya, semoga bantuan serta budi baik yang telah diberikan mendapatkan
balasan dari Allah SWT.
Penulis berharap penelitian bermanfaat.
Depok, Januari 2013
Yenni Yulita
ix
Halaman
Halaman Judul ……………………………………………………………….. i
Lembar Pesetujuan …………………………………………………………... ii
Lembar Pengesahan ………………………………………………………….. iii
Halaman Pernyataan Orisinalitas ……………………………………………. iv
Halaman Persetujuan Publikasi ……………………………………………… v
Abstrak ………………………………………………………………………. vi
Kata Pengantar ………………………………………………………………. vii
Daftar Isi ……………………………………………………………………... ix
Daftar Bagan ……………………………………………………………….... xi
Daftar Tabel ………………………………………………………………….. xii
Lampiran …………………………………………………………………….. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………………..….. 1
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………… 9
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………………….. 10
1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………………... 11
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Interpretasi dan Diskusi ……………………………………………… 94
6.2. Keterbatasan Penelitian ……………………………………………… 115
6.3. Implikasi Hasil Penelitian …………………………………………… 116
DAFTAR REFERENSI
xi
Halaman
xii
Halaman
xiii
xiv
Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat
penelitian. Uraian ini diperlukan sebagai dasar dalam pelaksanaan penelitian.
1 Universitas Indonesia
Bahaya akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja bagi perawat dapat disebabkan
oleh beberapa bahaya dan risiko dalam melakukan pekerjaan. Ada lima tingkatan
bahaya dan risiko keselamatan perawat yaitu: risiko biologi atau yang dapat
menulari, risiko kimia, risiko lingkungan atau mekanik, risiko fisik, dan risiko
psikososial (Fowler, 2004). Kemenkes No. 1087 tahun 2010 tentang Standar
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) menyatakan bahwa
bahaya potensial di rumah sakit meliputi: bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya
biologik, bahaya ergonomi, bahaya psikososial, bahaya mekanik, bahaya listrik,
dan kecelakaan limbah rumah sakit. Penelitian lain oleh Trikoff et al, (2007)
menyebutkan bahwa risiko kerja pada perawat dapat berupa cidera
muskuloskeletal, luka, infeksi, perubahan dalam kesehatan mental, penyakit
jangka panjang kardiovaskular, metabolisme, dan neoplasia.
Kegiatan dasar perawat di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien.
Perawat berisiko selama menjalankan kegiatan keperawatan. Perawat sering
berhubungan dengan bahaya agen biologik berupa ekskresi, sekresi, spesimen,
perawatan luka dan semua hal yang menyebabkan terinfeksi (Daly, Tammie,
Dickson, & Kathryn, 1998).
Risiko infeksi agen biologik merupakan risiko yang dialami oleh perawat selama
menjalankan kegiatannya yang berhubungan dengan agen infeksius. Agen
infeksius dapat melalui darah atau cairan tubuh, udara dan droplet Infeksi melalui
darah, seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SAR), Tuberculosis (TB),
Hepatitis B, Hepatitis C, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Fowler,
2004). Penelitian lain yang dapat memperjelas risiko perawat terhadap penularan
kuman seperti menyatakan bahwa perawat yang bekerja klinis dalam waktu yang
lama di ruangan rawat paru terinfeksi Mycobacterium tuberculosis saat bekerja
(Lalić, Kukuljan, & Pavicić, 2010).
Universitas Indonesia
Perawat dapat tertular penyakit melalui peralatan dan benda tajam. Petugas
kesehatan antara 600.000 dan 800.000 terpapar darah. Dua puluh infeksi dapat
ditularkan melalui needlesticks, termasuk sifilis, malaria, dan herpes (Siegel et al,
2007). Perkiraan setiap tahun 385.000 benda-benda tajam dan jarum suntik
menciderai petugas kesehatan, rata-rata 1.000 luka benda tajam per hari (Panlilio
et al, 2004). Keselamatan dalam melakukan injeksi merupakan komponen dari
pencegahan infeksi dan kontrol penularan penyakit melalui injeksi.
Perawat mendapatkan kecelakaan dan tertular penyakit akibat kerja lebih tinggi
persentasenya diantara tenaga kesehatan lain. Penelitian Dinelli, Moreira, Paulino,
Rocha, Graciani & de Moraes-Pinto (2010) bahwa 61% tenaga kesehatan
melaporkan adanya 32, 6% kecelakaan perkutan dan mukosa dengan persentase
tertinggi pada perawat (38,5%), dokter (31,8%) dan asisten (16,7%). Proporsi
perawat yang terluka dengan jarum suntik berkisar antara 53 % seluruh pekerja
kesehatan yang terluka (NaSH, 2007). WHO mendefinisikan suntikan yang aman
diberikan dengan menggunakan peralatan yang tepat dan tidak membahayakan
penerima, tidak terpapar risikonya pada perawat, dapat dihindari dan tidak
menyebabkan limbah yang berbahaya bagi orang lain (Omorogbe, 2012).
Berbagai teknik yang dilakukan untuk mencegah penularan agen infeksi terhadap
petugas kesehatan dan kepada pasien. Pencegahan dengan pendidikan dan
pelatihan, pengontrolan infeksi dengan memutus rantai infeksi, kewaspadaan
standar, penggunaan alat pelindung diri (APD), perlindungan pernafasan atau
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Supervisi klinis bukan alat manajemen, tetapi dapat digunakan sebagai dukungan
dan dasar untuk praktik profesional yang kreatif. Supervisi klinis penting untuk
kerangka kerja dari pengelolaan klinis keperawatan karena untuk pengembangan
secara progresif dan kesempatan untuk memperbaiki pelayanan secara terus
menerus. Supervisi klinis dipandang sebagai alat untuk pelatihan profesional dan
pengembangan untuk memperoleh keterampilan dan pendapat mengatakan bahwa
supervisi merupakan metode untuk mengembangkan profesionalisme dan
keterampilan profesional untuk berlatih (Karvinen & Hyrkas, 2008).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
hal yang telah ditetapkan secara professional dan banyak diterapkan dalam
pelayanan keperawatan (Brunero & Stein-Painbury, 2008).
Karakterisik perawat berupa usia, jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan
dan pelatihan yang pernah diikuti merupakan faktor yang ikut berkontribusi dalam
membentuk perilaku perawat. Perilaku juga merupakan resultan dari berbagai
faktor dari lingkungan eksternal dan lingkungan internal (Notoatmodjo, 2012).
Penelitian Dewi (2011) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara
usia, jenis kelamin, masa kerja dan pelatihan dengan perilaku keselamatan
perawat. Tingkat kepatuhan sangat berpengaruh dalam perilaku perawat untuk
penerapan keselamatan kerja (Luo, Ping He, Zhou & Luo, 2010).
Universitas Indonesia
Kamar Operasi (OK) dengan jumlah tenaga keperawatan 112 orang dengan
kualifikasi S1 Keperawatan Profesi (Ners) 6 orang, S1 Keperawatan (S.Kep) 2
orang, DIV Keperawatan 12 orang, DIII Keperawatan 82 orang. Rumah sakit
dengan kapasitas tempat tidur 64 tempat tidur.
Salah satu misi rumah sakit untuk meningkatkan pengembangan sumber daya
rumah sakit yang sesuai dengan kuantitas dan kualitasnya. Untuk mencapai misi
tersebut pihak pendidikan dan pelatihan selalu memberikan pelatihan yang
terprogram berupa pendidikan formal dan normal setiap tahunnya dengan
mengikuti pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja (K3RS) dan Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI), namun sampai saat ini tidak memberikan dampak
positif dalam pelayanan yang terlihat dari indikator pelayanan dan kepuasan
perawat dan pasien dalam pelayanan.
Hasil pencatatan dan laporan oleh pihak penanggung jawab mutu pelayanan dan
etik di bidang keperawatan RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban tahun
2010 mencatat bahwa sejak dari November 2007 – 2011 tercatat beberapa perawat
yang menderita penyakit akibat tertular dari pasien yaitu 1 perawat menderita HIV
akibat tertusuk jarum suntik penderita HIV, 5 perawat terinfeksi Hepatitis B. Hasil
observasi belum terlihatnya perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik dirumah sakit belum baik berupa pencegahan dan pengontrolan infeksi
yang belum optimal, belum diterapkannya kewaspadaan isolasi berupa
kewaspadaan standar dan pencegahan melalui cara penerapan untuk setiap
tindakan keperawatan.
Universitas Indonesia
Wawancara yang dilakukan pada 7 perawat supervisor pada Agustus 2012 yang
berada di pelayanan keperawatan di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung
Uban bahwa mereka mengeluhkan belum efektifnya supervisi yang dijalankan
baik metode, teknik, pelaksanaan serta tujuan dari supervisi keperawatan di area
klinis belum sesuai dan tepat. Terkait dengan fungsi manajemen yang telah
dijalankan yaitu adanya standar operasional untuk supervisi, penetapan perawat
sebagai supervisor telah dibentuk dengan adanya jadwal yang sudah ada dan
pengorganisasiannya, adanya pelaporan untuk setiap supervisi tetapi untuk
pelaksanaannya tidak berdasarkan standar operasional yang telah ditetapkan dan
belum pernah dievaluasi oleh bidang keperawatan untuk dapat dirasakan
manfaatnya pada pelayanan keperawatan. Fenomena yang ditemukan pada saat
pengumpulan data bahwa para supervisor mengeluhkan rasa kurang percaya diri
dalam melakukan kegiatan supervisi terhadap perawat pelaksana. Begitu juga
yang terjadi di RSU Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang bahwa supervisi
yang dilaksanakan belum efektif dan tepat sasaran.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Bab ini berisi tentang studi literatur tentang teori-teori tentang keselamatan kerja
(work safety), keselamatan perawat, supervisi model reflektif, supervisi model
interaktif, supervisi model reflektif interaktif, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan perilaku keselamatan perawat untuk mendukung
kerangka teori. Teori tersebut merupakan dasar dalam pelaksanaan penelitian.
13 Universitas Indonesia
penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan efektif
(Wijono, 2000).
Pencapaian lingkungan kerja yang sehat untuk perawat merupakan hal penting
untuk keselamatan perawat dalam menjalankan aktivitasnya (RNAO, 2008).
Keselamatan perawat dari bahaya agen biologikk, mekanik, fisik dan psikososial
(Fowler, 2004). Pencegahan dan penanganan bahaya agen biologikk dapat berupa
penerapan kewaspadaan isolasi berupa penerapan pencegahan dan pengontrolan
infeksi dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis cara penularan
(Siegel et al, 2007). Perawat dalam melakukan pekerjaan sering dihadapkan pada
yang membahayakan. Ada lima tingkatan dimulai dari risiko biologik atau
menular, risiko kimia, risiko lingkungan atau mekanik, risiko fisik, dan risiko
psikososial (Roger, 1997 dalam Fowler, 2004).
Universitas Indonesia
Faktor perilaku keselamatan yang disebabkan oleh faktor manusia organisasi dan
budaya tempat kerja, tingkatan staf dan skill mix, harapan pasien, efektivitas
kepemimpinan klinis, komitmen untuk kesehatan dan keselamatan, dan
keterampilan, kompetensi, sikap dan perilaku masing-masing anggota staf (Currie,
et al, 2011). Menurut Trinkoff et al (2007) bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi keselamatan perawat seperti risiko yang berhubungan dengan jam
kerja berupa tidur, ngantuk, kinerja dan keselamatan, gangguan sosial dan
keluarga, efek jangka panjang dari terpapar dengan pasien yang rentan dan risiko
yang berhubungan dengan jam kerja yang panjang yang akan banyak
menimbulkaan efek bagi keselamatan perawat.
Universitas Indonesia
Keselamatan perawat juga dapat disebabkan oleh hubungan sosial budaya dengan
etika perawat. Praktik keselamatan yang dilakukan perawat signifikan dengan
sosial budaya dan etika yang merupakan komponen dari keselamatan praktik
keperawatan (Woods, 2006). Keselamatan perawat harus dibudayakan supaya
dijadikan kebiasaan dalam mengubah perilaku. Budaya keselamatan merupakan
sistem yang melibatkan tindakan individu dan organisasi. Anggota organisasi
terutama perawat harus menunjukan komunikasi yang baik untuk memperbaiki
budaya keselamatan (Groves, Meisenbach & Scott-Cawiezell, 2011). Selain
komunikasi ternyata penelitian lain menyebutkan bahwa perawat manajer lebih
baik budaya keselamatan dibandingkan staf perawat sementara perawat yang
bekerja di rumah sakit pemerintah kurang mengutamakan budaya keselamatan
dibandingkan dengan perawat yang bekerja di organisasi non profit (Wagner,
Capezuti & Rice, 2009).
Universitas Indonesia
Bahaya pada perawat dapat berupa agen biologik. Bahaya agen biologikk adalah
mikroorganisme yang dapat menulari manusia melalui perantara darah dan cairan
tubuh, udara, dan secara droplet (Siegel et al, 2007).
Penularan secara kontak dapat melalui sentuhan atau melalui kontak darah dan
cairan tubuh. Kontak dapat melalui langsung atau tidak langsung (NHMRC,
2010):
a. Transmisi langsung terjadi ketika agen infeksi ditransfer dari satu orang ke
orang lain, misalnya, darah pasien memasuki tubuh yang tidak dilindungi dan
melalui kulit terbuka.
b. Transmisi tidak langsung terjadi ketika perpindahan agen menular melalui
objek yang terkontaminasi oleh perantara tangan atau orang, tangan petugas
kesehatan yang menularkan agen infeksi setelah menyentuh tubuh yang
terinfeksi pada pasien dan tidak melakukan kebersihan tangan sebelum
menyentuh pasien lain.
Universitas Indonesia
Penularan melalui udara terjadi dengan penyebaran droplet atau partikel kecil
dalam berbagai ukuran terhirup yang mengandung agen infeksi, tetap infeksius
dalam beberapa waktu dan jarak tertentu. Mikroorganisme dapat tersebar dalam
jarak jauh oleh arus udara dan dapat terhirup oleh individu yang rentan yang
kontak melalui wajah ke wajah dengan individu menular atau berada di ruangan
yang sama ( Siegel et al, 2007).
Bentuk agen infeksi yang ditularkan melalui rute udara termasuk campak
(rubeola) virus, cacar air (varicella) virus, dan Mycobacterium tuberculosis
(NHMRC, 2010). Perlindungan dari penularan Mycobacterium tuberculosis dapat
dilakukan dengan cara mengisolasi yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis
atau Mycobacterium tuberculosis aktif, menggunakan alat pelindung diri termasuk
masker bedah dapat membatasi paparan. Perlengkapan perlindungan diri tidak
efektif terhadap udara patogen karena masker tidak ada segel kedap udara ke
wajah pemakainya (Siegel et al, 2007).
Universitas Indonesia
Infeksi dapat menular melalui darah, seperti Hepatitis B, Hepatitis C, dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui
darah (Fowler, 2004). Modus utama penularan Hepatitis B dan HIV dapat
langsung inokulasi melalui kulit, kontak dengan luka terbuka, kontak dengan kulit
yang tidak utuh (pecah-pecah, terabrasi), ujung jarum dan pemotongan dengan
instrumen tajam, paparan membran mukosa (mata dan mulut) dengan darah atau
cairan tubuh yang mengandung kuman patogen (HEROES, 2003). Risiko biologik
atau yang menular akibat terluka jarum suntik dapat bervariasi.
Inokulasi paling sering terjadi sebagai akibat dari suntikan dengan jarum yang
terkontaminasi atau luka karena instrumen tajam yang terkontaminasi. Penetrasi
kulit atau kontak selaput lendir dengan mikroorganisme biasanya merupakan hasil
dari sanitasi yang buruk dan tidak memakai alat pelindung. Terpapar pada lapisan
subkutan juga dapat terjadi melalui abrasi, luka, atau area lain dari kulit yang
tidak utuh (Siegel et al, 2007).
Universitas Indonesia
Agen infeksius ditularkan selama perawatan terutama berasal dari sumber daya
manusia, termasuk pasien, perawat dan pengunjung. Agen infeksius pada orang
yang sakit, mungkin tidak memiliki gejala tetapi berada dalam masa inkubasi
penyakit, pembawa sementara tanpa gejala. Sumber lain dari penularan termasuk:
a. Flora endogen pasien (misalnya bakteri yang berada pada saluran
pernapasan atau pencernaan).
b. Lingkungan, seperti udara, air, obat-obatan atau peralatan medis dan
perangkat yang telah terkontaminasi.
Perawat memiliki risiko infeksi tergantung pada patogen yang ada, status
kekebalan dari perawat, keparahan luka oleh jarum, dan ketersediaan dan
penggunaan yang tepat pasca pajanan profilaksis (NIOSH, 2001). Faktor-faktor
penting yang mempengaruhi setelah terpapar dengan darah dan cairan tubuh yaitu
(NHMRC, 2010):
a. Status kekebalan di saat paparan.
b. Usia (neonatus dan usia lanjut lebih rentan).
c. Status kesehatan (ketika pasien memiliki penyakit yang mendasari lain
seperti diabetes atau perokok).
d. Virulensi dari agen.
e. Faktor lain yang meningkatkan risiko penularan infeksi (misalnya menjalani
operasi, pemasangan kateter, IV line atau berada di rumah sakit untuk jangka
panjang).
f. Kerentanan host, sumber agen infeksi, bentuk penularan.
Universitas Indonesia
Host yang rentan yang paling umum adalah pasien dan petugas kesehatan
disebabkan (NHMRC, 2010):
a. Pasien dapat terkena agen infeksi dari diri mereka sendiri (infeksi endogen),
dari orang lain, instrumen, peralatan, dan lingkungan (infeksi eksogen).
Tingkat risiko berkaitan status kesehatan, jenis prosedur dilakukan dan
kerentanan pasien.
b. Petugas kesehatan mungkin terpapar agen infeksi dari pasien yang terinfeksi,
instrumen dan peralatan, atau lingkungan
Tingkat risiko perawat untuk jenis kontak klinis dengan pasien untuk berpotensi
terinfeksi, instrumen, lingkungan, dan status kesehatan perawat (misalnya
diimunisasi). Modus utama penularan agen infeksi yang termasuk ditularkan
melalui darah dan droplet serta melalui udara. Cara penularan berbeda-beda
berdasarkan jenis organisme. Pada beberapa kasus organisme yang sama dapat
ditularkan oleh lebih dari satu rute misalnya norovirus, influenza dan respiratory
syncytial virus dapat ditularkan melalui kontak dan rute droplet.
Panduan pemutusan rantai infeksi untuk setiap mata rantai infeksi dapat dilakukan
dengan memutus rantai infeksi berupa tindakan sebagai berikut (Kozier, 2002):
a. Agen etiologi (mikroorganisme), tindakannya memastikan peralatan yang
akan digunakan telah disterilkan dan didisinfeksi sebelumnya digunakan, tidak
bersentuhan langsung badan dengan dinding. Rasional untuk tindakan ini
untuk mengurangi dan mengeluarkan mikroorganisme yang dapat menempel
pada tubuh dan pakaian petugas.
b. Tempat tinggal organisme, tindakan yang dilakukan berupa mengganti balutan
luka jika kotor atau basah untuk menghambat pertumbuhan kuman lebih
cepat, memberikan kebersihan kulit, kebersihan mulut pasien dengan tepat
untuk mengurangi risiko infeksi mikroorganisme yang berkembang,
Membuang sisa tubuh (feses dan urin) pada tempat yang tepat untuk
mengurangi penyebaran mikroorganisme misalnya pada pasien yang
asimpomatik Hepatitis B, manajemen linen pasien yang tepat terutama yang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kebersihan tangan merupakan hal yang penting untuk mengurangi penularan agen
infeksius selama perawatan, kebersihan tangan merupakan elemen penting dari
standar precaution. Kebersihan tangan meliputi mencuci tangan dengan sabun
atau tanpa sabun (yang mengandung antiseptik dan air), dan penggunaan alkohol
yang tidak memerlukan penggunaan air. Alkohol untuk desinfeksi tangan lebih
baik daripada sabun antimikroba dan air karena aktivitas yang lebih baik yang
dapat mengurangi pengeringan kulit, dan kenyamanan (Siegel et al, 2007).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Faktor kunci kebersihan tangan yang efektif dan mempertahankan integritas kulit
termasuk (Boyce & Pittet, 2002):
1) Durasi tindakan kebersihan tangan
2) Paparan pada semua permukaan tangan dan pergelangan tangan (Widmer
& Dangel 2004)
3) Penggunaan alat gosok untuk menciptakan gesekan
4) Memastikan bahwa tangan benar-benar kering.
Pendapat ahli menyimpulkan bahwa (Pratt et al, 2001; Boyce & Pittet 2002,
Grayson et al, 2009):
1) Kerusakan kulit terjadi ketika menggunakan sabun, sering menggunakan
alkohol pada tangan dengan menggosok sebelum atau setelah melakukan
kebersihan tangan dengan sabun.
2) Sering menggunakan bahan kebersihan tangan dapat menyebabkan
kerusakan pada kulit dan mengubah flora normal pada tangan.
3) Eksoriasi berhubungan dengan kolonisasi agen yang berpotensi menular.
4) Efek iritan dan pengeringan tangan merupakan salah satu alasan mengapa
perawat tidak berhasil mematuhi pedoman kebersihan tangan.
5) Penggunaan pelembab tangan yang tepat merupakan faktor penting dalam
mempertahankan integritas kulit, mendorong kepatuhan terhadap praktik
kebersihan tangan dan menjamin kesehatan dan keselamatan perawat.
Universitas Indonesia
melindungi perawat dari penularan patogen melalui darah (misalnya, HIV, HBV,
HCV) setelah jarum suntik menembus sarung tangan belum ditentukan (Siegel et
al, 2007).
Pakaian pelindung (apron atau gaun) dipakai oleh semua tenaga kesehatan ketika
(Garner 1996, Pratt et al, 2001; Clark et al, 2002; Pratt et al, 2007):
a) Kontak dekat dengan pasien, peralatan dapat menyebabkan kontaminasi kulit,
seragam dan pakaian lainnya dengan agen infeksius.
b) Ada risiko kontaminasi dengan darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi
(kecuali keringat).
Jenis apron atau gaun yang dibutuhkan tergantung pada tingkat risiko, termasuk
tingkat kontak dengan bahan infeksius, dcarah dan cairan tubuh yang berpotensi
menembus ke pakaian atau kulit. Gaun yang digunakan untuk melindungi tubuh
terkena mencegah kontaminasi pakaian dari darah, cairan tubuh, dan material
yang berpotensi menular lainnya (Boyce et al, 1994; Boyce et al, 1995; Kohn et
al, 2004). Pertimbangan dalam memilih jenis gaun (misalnya panjang atau lengan
pendek) yang sesuai untuk kegiatan sebagai berikut:
a) Volume cairan tubuh yang mungkin ditangani.
b) Tingkat dan jenis paparan cairan tuhuh.
c) Jenis dan rute penularan agen infeksius.
Gaun isolasi selalu dipakai dengan kombinasi dengan sarung tangan, dengan alat
pelindung diri lainnya jika diperlukan. Gaun biasanya merupakan bagian utama
Universitas Indonesia
dari alat pelindung diri yang akan digunakan. Gaun digunakan dari lengan dan
leher sampai pada paha untuk mengindari terkena zat infeksius (Siegel et al,
2007).
3) Masker
4) Kaca Mata
NIOSH (2010) menyatakan bahwa pelindung mata harus nyaman, dapat melihat
dengan mudah, dan harus disesuaikan dengan pengguna supaya mendapatkan
kenyamanan. Penyediaan berbagai jenis, bentuk, dan ukuran peralatan pelindung
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Kacamata lapisan anti-kabut
secara tidak langsung dapat memberikan perlindungan mata yang digunakan
untuk cipratan, semprotan, dan droplet dari berbagai sudut. Kaca mata yang
efektif sebagai pelindung mata apabila tidak memberikan percikan atau semprot
perlindungan ke bagian lain dari wajah. Kegunaan kacamata selain masker,
dalam mencegah paparan agen infeksi ditularkan melalui droplet pernapasan
(NIOSH, 2011).
Universitas Indonesia
Selaput lendir mulut, hidung dan mata merupakan portal masuk untuk agen
infeksius, seperti integritas kulit terganggu (misalnya oleh jerawat, dermatitis).
Wajah dan pelindung mata mengurangi risiko terpapar dari percikan atau
semprotan darah dan cairan tubuh. Prosedur yang menghasilkan semburan atau
percikan darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi memerlukan pelindung wajah
atau masker dikenakan dengan pelindung kacamata (NMHRC, 2010).
6) Sepatu
Sepatu yang cocok untuk sebaiknya dirancang untuk meminimalkan risiko cedera
akibat jatuh benda tajam dan sebaiknya digunakan yang tertutup dan anti slip
untuk mengurangi kecelakaan.Memilih peralatan pelindung diri harus tepat. Alat
pelindung diri harus sesuai untuk tugas yang dilakukan. Tingkat dan jenis
perlindungan harus sesuai dengan paparan. Alat pelindung diri harus dapat
diakses dengan mudah dan tersedia dalam sesuai ukuran (NHMRC, 2010).
Sarung tangan sekali pakai tidak dapat dicuci atau didekontaminasi untuk
digunakan kembali. Sarung tangan harus diganti bila menunjukkan tanda-tanda
retak, mengelupas, robek, menusuk, atau memburuk. Sarung tangan non karet,
sarung tangan liners, sarung tangan powderless atau alternatif yang serupa harus
diberikan jika alergi terhadap sarung tangan (NHMRC, 2010)
Gunakan sarung tangan (1) ketika memiliki luka, goresan atau lecet lainnya di
kulit, (2) melakukan tindakan, atau (3) ketika diyakini bahwa kontaminasi pada
tangan mungkin terjadi. Cipratan, semprotan, tetesan darah atau menimbulkan
bahaya bagi mata, hidung atau mulut, maka masker dapat digunakan dengan
Universitas Indonesia
Alat pelindung diri harus dilepaskan saat meninggalkan area pekerjaan. Jika
pakaian ditembus oleh darah atau cairan tubuh infeksius, harus segera dilepaskan.
Alat pelindung diri harus ditempatkan tempat yang telah disediakan atau wadah
untuk penyimpanan, mencuci dekontaminasi atau dibuang saja. Mencuci tangan
dengan segera setelah melepas sarung tangan atau setelah perlengkapan
perlindungan pribadi (NHMRC, 2010).
Penanganan dan pembuangan benda tajam harus mengikuti aturan yang tepat.
Penggunaan perangkat tajam memberikan risiko pada petugas kesehatan terhadap
risiko cedera dan paparan yang ditularkan melalui darah agen menular (CDC
2001; Do et al, 2003). Cedera yang paling sering terjadi (CDC, 2008) yaitu:
selama penggunaan perangkat tajam pada pasien (41%); setelah digunakan dan
sebelum pembuangan perangkat tajam (40%), dan selama atau setelah
pembuangan sesuai atau tidak pantas perangkat tajam (15%).
Petugas kesehatan harus menyikapi dengan tindakan untuk mencegah luka yang
disebabkan oleh jarum, pisau bedah dan instrumen tajam: selama prosedur, ketika
membersihkan instrumen yang digunakan; pembuangan jarum suntik bekas, dan
menangani alat tajam setelah prosedur (NHMRC, 2010)
Universitas Indonesia
e. Teknik Aseptik
f. Manajemen Sampah
Fasilitas kesehatan juga harus mengacu menangani limbah (Siegel et al, 2009):
1) Menerapkan tindakan pencegahan standar untuk melindungi terhadap
paparan darah dan cairan tubuh selama penanganan limbah, mencuci tangan
setelah prosedur
2) Limbah diletakan dalam wadah yang sesuai (diidentifikasi dengan warna dan
label) dan dibuang sesuai dengan rencana fasilitas pengelolaan limbah
Universitas Indonesia
g. Penanganan Linen
Universitas Indonesia
3) Memastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan yang berpotensi
mengkontaminasi lingkungan.
4) Melepaskan gaun dan sarung tangan serta membersihkan tangan sebelum
meninggalkan perawatan pasien.
Penanganan peralatan yang dapat menulari secara kontak dengan tepat dan sesuai.
Peralatan medis dan instrument harus dibersihkan dan dipelihara sesuai dengan
instruksi untuk mencegah penularan agen infeksi dari pasien ke pasien
Pembersihan untuk menghilangkan bahan organik harus selalu mendahului
disinfeksi tingkat tinggi dan sterilisasi instrumen dan perangkat (NHMRC, 2010)
Universitas Indonesia
Teknik menutup jarum suntik yang sesuai dengan cara menutup dengan satu
tangan. Teknik satu tangan menggunakan jarum sendiri untuk mengambil tutup,
Universitas Indonesia
dan kemudian tutup didorong keras terhadap permukaan untuk memastikan cocok
dan pas ketat ke perangkat. Tutup dapat didilakukan dengan penjepit atau forsep
dan ditempatkan di atas jarum. Kaca yag terkontaminasi tidak boleh dipegang
tangan, tetapi harus dibersihkan menggunakan cara mekanis seperti penjepit dan
forsep.
Universitas Indonesia
Supervisi klinis merupakan suatu proses konsultasi formal antara dua perawat atau
lebih (Hancox & Lynch, 2008) yang membahas pengembangan klinis,
pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan diri melalui praktik yang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Manfaat supervisi yaitu dengan supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja dan
efisiensi kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya
hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan.
Peningkatan efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya
kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga,
harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah (Suarli & Bahtiar, 2009).
Universitas Indonesia
Supervisi klinis memberikan manfaat bagi manajer keperawatan dan perawat yang
disupervsi. Semua manfaat harus untuk memberikan perawatan yang lebih baik
bagi pasien yaitu penerima intervensi keperawatan. Supervisi klinis meningkatkan
kualitas perawatan pasien dengan : memelihara dan menjaga standar pelayanan;
menilai perkembangan pengetahuan profesional dan praktik; memastikan
pemberian perawatan optimal yang berkualitas.
Manfaat utama bagi para praktisi dapat diringkas sebagai berikut (DHSSPS,
2004):
a. Praktisi merasa dihargai dan meningkat harga diri. Selain itu, praktisi
mengalami peningkatan kepercayaan diri profesional dan kompetensi
terutama dalam situasi di mana para profesional lainnya mencari pendapat
profesional;
b. supervisi klinis mendorong praktik otonom aman yang mencerminkan
pemusatan perawatan individu. Meningkatkan kepuasan kerja dan
mengurangi budaya kesalahan tidak adil. Keterbukaan juga didorong melalui
proses;
c. Melakukan supervisi klinis meningkatkan pengembangan pribadi dan
profesional dan membantu para praktisi dalam memenuhi persyaratan.
Pengawasan secara keseluruhan mendorong terus menerus pengembangan
profesional dan pribadi dan komitmen untuk belajar sepanjang hayat;
Manfaat berikut ini menjadi penting bagi para manajer (White & Whinstey,
2002):
a. Supervisi klinis memungkinkan manajer untuk memuaskan diri sendiri,
pedoman dan standar yang dianggap secara berkelanjutan oleh para praktisi
dan dengan demikian ditaati dalam segala hal. Mendukung prinsip-prinsip
tata kelola perawatan klinis dan sosial
b. Keterlibatan dalam supervisi klinis memfasilitasi perbaikan dalam praktik,
mengarah ke pemberian perawatan yang aman meningkat dan keluhan
berkurang. Merupakan perlindungan utama bagi manajer yang jelas
Universitas Indonesia
Cara melakukan supervisi dapat berupa supervisi langsung dan tidak langsung
(Whinstey & White, 2002):
a. Supervisi langsung
Supervisi Individu adalah supervisi yang dilakukan secara one to one atau
personal antara supervisor dan perawat yang disupervisi. Supervisi individu
dianggap penting untuk pengembangan profesional (Bernard & Goodyear, 1998).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
c. Pengarahan
Pengarahan yaitu melakukan suatu kegiatan melalui mempengaruhi orang lain
dengan memberikan bentuk kepimpinan yang efektif untuk meningkatkan kinerja,
memotivasi pada bawahan,koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi
serta komunikasi (Suarli & Bahtiar, 2012). Pengarahan dilakukan oleh para
manajer yang sebelumnya direncanakan untuk dilakukan pengarahan. Rencana
kerja tersebut dituangkan dalam bentuk uraian tugas yanga akan dilaksanakan
dataupu didelegasikan (Marquis & Houston, 2012). Pengawasan dan pengukuran
untuk semua hasil kerja adalah tanggung jawab supervisor yang meliputi
perhatian terhadap system alur kerja, system informasi, model pemberian asuhan
keperawatan, liburan staf, dan promosi. Evaluasi membantu untuk menentukan
hasil pengawasan dan prosedur dan pedoman yang digunakan untuk mengevaluasi
hasil kerja, kegiatan hasil, dampak dan biaya. Proses supevisi menggunakan
prosedur yang sistematik untuk mengevaluasi kinerja dalam jangka waktu tertentu
(Sitorus & Panjaitan, 2010).
d. Pengendaliaan
Standar mengambarkan harapan terhadap ukuran penampilan/ kinerja dalam
wilayah spesifik. Standar menunjukan nilai-nilai organisasi, dimana nilai-nilai dan
standar tersebut merupakan pedoman dari struktur organisasi, praktik
keperawatan, sistem keperawatan dan pengembangan sumber daya manusia
keperawatan untuk professional profesi keperawatan.
Supervisi klinis dengan model reflektif lebih tepat untuk praktik keperawatan
professional. Kebutuhan perawat untuk memenuhi kebutuhan dalam merawat
pasien membutuhkan praktik profesional dan sesuai dengan kebijakan organisasi
dan prosedur. Praktik refleksi mengharuskan perawat belajar dari refleksi,
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pada sebuah peristiwa (keselamatan perawat). Gambar model dari supervisi klinis
reflektif oleh Driscoll (2000) pada bagan 2.1
Memiliki pengalaman
dalam supervisi klinis
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Administratif Pendidikan
Dukungan
a. Administratif/ Normatif
Peran utama dari fungsi administratif merupakan aplikasi yang efektif dari
kebijakan dan prosedur organisasi. Peran supervisor difokuskan pada fungsi ini
untuk memastikan bahwa perawat yang disupervisi mengikuti semua kebijakan
dan berbagai etika, seperti kode etik, kebijakan, protokol dan pedoman.
Adminitrasi atau standar membantu supervisor untuk memantau kepatuhan
perawat yang disupervisi dengan fungsi- fungsi administrasi organisasi. Tahap
administrasi untuk evaluasi berkala dari supervisi yang dilakukan untuk
memastikan apakah supervisor bekerja dengan baik. Supervisor bekerja
berdasarkan aturan dasar untuk menjalankan fungsi manajemennya dan dievaluasi
pada tahap akhir untuk melihat efektifitasnya (Lynch, 2008).
Universitas Indonesia
b. Pendidikan (Formative)
Fungsi pendidikan (formative) berfokus pada pengetahuan dan keterampilan
perawat yang di supervisi tersebut. Perawat yang disupervisi dipastikan bahwa
memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
Difokuskan pada pengembangan profesional perawat yang disupervisi tersebut.
Supervisi secara pendidikan (pengetahuan) sangat penting untuk pengembangan
keterampilan, yang menghubungkan teori dan praktik dan meningkatkan
semangat kompetensi, kepuasan kerja dan karenanya baik untuk supervisor dan
perawat yang disupervisi (Lynch, 2008)
c. Mendukung ( Restoratif)
Supervisor memberikan dukungan terhadap pekerjaan dan menyediakan
penasehat psikologis dan interpersonal yang diperlukan untuk kinerja yang efektif
dan untuk mencegah stres serta kelelahan. Komponen ketiga Kadushin yaitu
dukungan supervisor. Komponen yang membantu perawat untuk menangani
pekerjaan yang berhubungan dengan stres dengan memberikan pujian yang tepat
dan dorongan, normalisasi yang berhubungan dengan pekerjaan reaksi,
Universitas Indonesia
menegaskan kekuatan, dan berbagi tanggung jawab atas keputusan yang sulit.
Proctor ini ketiga komponen, restoratif. fungsi pendukung yang membantu praktik
keperawatan untuk memahami dan mengelola stres emosional dari praktik
keperawatan (Lynch, 2008)
Universitas Indonesia
Normative
Tugas
Restorative
Dukungan
Interaktif dikembangkan oleh Proctor dan Kadushin yang memiliki 3 fungsi dalam
melakukan supervisi, fungsi tersebut berupa pendidikan, fungsi manajerial atau
administrasi dan fungsi fukungan. Melakukan supervisi dengan model interaktif
Universitas Indonesia
Teori SOR, perubahan perilaku didasari oleh: Stimulus, Organisme dan Respons.
perubahan perilaku terjadi dengan cara meningkatkan atau memperbanyak
rangsangan (stimulus), Oleh sebab itu perubahan perilaku terjadi melalui proses
pembelajaran (learning process). Materi pembelajaran adalah stimulus.
Teori Dissonance oleh Festinger, perilaku seseorang pada saat tertentu karena ada
keseimbangan antara sebab dan akibat atau keputusan yang diambil
(conssonance). Apabila terjadi stimulus dari luar yang lebih kuat, maka dalam diri
orang tersebut akan terjadi ketidak seimbangan (dissonance). Kalau akhirnya
stilmulus tersebut direspons positif (menerimanya dan melakukannya) maka
berarti terjadi perilaku baru (hasil perubahan), dan akhirnya kembali terjadi
keseimbangan lagi (conssonance). Rumus perubahan perilaku menurut Festinger:
Universitas Indonesia
Teori Fungsi oleh Katz, Perubahan perilaku terjadi karena adanya kebutuhan.
Oleh sebab itu stimulus atau obyek perilaku harus sesuai dengan kebutuhan orang
(subyek). Prinsip teori fungsi: perilaku merupakan fungsi instrumental (memenuhi
kebutuhan subyek), perilaku merupakan pertahanan diri dalam menghadapi
lingkungan perilaku sebagai penerima obyek dan pemberi arti obyek dan perilaku
berfungsi sebagai nilai ekspresif dalam menjawab situasi (Katz, 1954)
Teori Driving Forces oleh Kurt Lewin, Perilaku adalah merupakan keseimbangan
antara kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan penahan (restraining
forces). Perubahan perilaku terjadi apabila ada ketidak seimbangan antara kedua
kekuatan tersebut (Lewin, 1970)
2.6.1. Kepatuhan
Kepatuhan perawat terhadap kewaspadaan dipengaruhi oleh pelatihan yang
diperoleh, pengetahuan, tipe rumah sakit, ada tempat untuk pembuangan benda
tajam, kemampuan diri secara umum, pengalaman terpapar, bagian tempat bekerja
(Luo, Ping He, Zhou & Luo, 2010). Tingkat kepatuhan perawat dapat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman dan pelatihan tentang infeksi
(Chang, 2010).
2.6.2. Motivasi
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberikan konstribusi
pada tingkat komitmen seseorang (Suarli & Bahtiar, 2010). Perubahan perilaku
seseorang dipengaruhi oleh motivasi (Jensen, Cushing, Aylward & Craig, 2011).
Universitas Indonesia
2.6.4. Pendidikan
Data dari PPSDM-KEMKES (2011) bahwa 80% perawat di Indonesia masih
berpendidikan DIII Keperawatan. Tingkat pendidikan menentukan dalam
pemberian pelayanan keperawatan. Perawat dengan pendidikan spesialis dengan
perawat umum memiliki area yang berbeda dalam pelayanan keperawatan (Stark,
2006). Penelitian Dewi (2011) menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna
antara pendidikan dengan penerapan keselamatan perawat (p=0,299; α=0.05).
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat
keinginan seseorang untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuannya dan skill
(Siagian, 2002).
2.6.5. Pelatihan
Perawat seharusnya ditingkat ilmu pengetahuan dan ketrampilan dengan
mendapatkan pelatihan untuk mengembangkan kemampuanya dalam bekerja.
Perawat harus mendapatkan pelatihan setidaknya sekali setahun, atau setiap kali
ada modifikasi dari tugas dan prosedur. Pelatihan dapat digunakan dalam rentang
waktu selama tiga tahun (Fowley & Leiden, 2003).
Universitas Indonesia
2.6.7. Usia
Usia mempengaruhi seseorang untuk perubahan berperilaku sehat (Zanjani,
Schaie & Willis, 2006). Hasil penelitian Dewi (2011) menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara usia dengan penerapan keselamatan perawat
(p=1, α=0,05).
Siagian (1997) menyebutkan bahwa seseorang yang sudah lama bekerja dengan
penagalaman yang lebih banyak akan lebih baik dalam melakukan pekerjaannya.
Semakin lama seseorang dipelayanan klinis maka akan semakin baik penampilan
klinis seseorang tersebut (Swanburg, 2000). Semakin lama orang berkerja akan
semakin berpengalaman dalam menghadapi masalah yang ada, akan tetapi belum
tentu juga seorang individu yang lama bekerja lebih produktif dibandingkan
dengan yang baru bekerja (Robbin, 1996). Berdasarkan hasil penelitian yang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Bagan 2.4 Skema Kerangka Teori Penelitian Pengaruh Supervisi Reflektif Interaktif Pada
Perilaku Keselamatan Perawat Terhadap Bahaya Agen Biologikk Di RSUD Provinsi
Kepulauan Riau Tanjung Uban
Universitas Indonesia
Bab ini berisi kerangka konsep, hipotesis dan definisi operasional. Kerangka
konsep penelitian untuk menjelaskan hubungan antara hasil penelitian dengan
teori. Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara dari pertanyaan
penelitian yang diuji kebenarannya dengan hipotesis alternatif. Definisi
operasional merupakan definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dengan
varibel yang diteliti.
Pedoman bagi peneliti dalam proses penelitian yaitu berupa kerangka konsep.
Penelitian ini melihat pengaruh supervisi model reflektif interaktif terhadap
perilaku keselamatan perawat di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban.
Supervisi model reflektif interaktif sebagai variabel independen dengan perilaku
keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik sebagai variabel dependen.
Kerangka konsep penelitian pada bagan 3.1.
56 Universitas Indonesia
Variabel Perancu
Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku keselamatan
perawat
1. Waktu
2. Motivasi
3. Punisment & Reward
4. Kepatuhan
5. Standar prosedur
6. Manusia, organisasi, budaya tempat kerja
7. Jam kerja
8. Misi rumah sakit
9. Kinerja/komptenesi
10. Regulasi atau pengaturan
11. Sosial Budaya dan etika perawat
Karakteristik Perawat
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Masa Kerja
4. Tingkat Pendidikan
5. Pelatihan K3RS
Keterangan:
= Tidak diteliti
= Diteliti
Universitas Indonesia
Keselamatan perawat yang mengacu pada pencegahan dan mengatasi bahaya yang
terjadi selama bekerja mempunyai beberapa kategori untuk bahaya terhadap agen
biologi ; pencegahan dan pengendalian infeksi, penerapan kewaspadaan standar,
pencegahan melalui cara penularan (NIOSH, 2001; NHMRC, 2010; OSHA, 2003;
Siegel et al., 2007).
Universitas Indonesia
3.2. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini yaitu :
3.2.1. Hipotesis Mayor
Adanya pengaruh supervisi model reflektif interaktif terhadap perilaku
keselamatan perawat pada bahaya agen biologik di kelompok intervensi
3.2.2. Hipotesis Minor
3.2.2.1. Ada perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik antara sebelum dan sesudah intervensi supervisi reflektif
interaktif pada kelompok intervensi
3.2.2.2. Tidak ada perbedaan perilaku keselamatan perawat antara sebelum dan
sesudah intervensi supervisi model reflektif interaktif pada kelompok
kontrol
3.2.2.3. Ada perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol sesudah
intervensi
3.2.2.4. Ada perbedaan perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap
bahaya agen biologik antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
sesudah intervensi supervisi model reflektif interaktif.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
01 X 02
03 04
62 Universitas Indonesia
Keterangan:
X : Intervensi atau perlakuan supervisi model reflektif interaktif
01 : Perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
pada kelompok intervensi sebelum mendapatkan intervensi
supervisi model reflektif interaktif
02 : Perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
pada kelompok intervensi setelah mendapatkan intervensi
supervisi model reflektif interaktif
03 : Perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
pada kelompok kontrol sebelum dilakukan supervisi model
reflektif interaktif pada kelompok intervensi
04 : Perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
pada kelompok kontrol setelah dilakukan supervisi model
reflektif interaktif
01 – 02 : Perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah
dilakukan supervisi model reflektif interaktif
03 – 04 : Perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan
supervisi model reflektif interaktif
01 – 03 : Perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
sebelum dilakukan supervisi model reflektif interaktif
02 – 04 : Perbedaan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen
biologik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah
dilakukan supervisi model reflektif interaktif
Universitas Indonesia
Jumlah perawat pelaksana untuk RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban
dengan jumlah 126 perawat dan RSU Provinsi Kepulauan Riau Tanjung pinang
dengan jumlah perawat 112 perawat.
4.2.2. Sampel
Sampel perawat pelaksana pada penelitian ini menggunakan perhitungan sampel
analitik kategorik tidak berpasangan (Sastroasmoro & Ismael, 2010). Penelitian
terdahulu untuk proporsi standar perawat dalam penerapan keselamatan perawat
tanpa dilakukan intervensi didapatkan 0,52 (Dewi, 2011) yang dirincikan sebagai
berikut:
Universitas Indonesia
n’ = responden
n’ = sampel setelah dikoreksi
f = prediksi persentase sampel drop out
besar sampel setelah direvisi untuk kelompok intervensi 100 responden dan
kontrol 100 responden.
Universitas Indonesia
Tabel 4.1.
Jumlah Sampel di kelompok intervensi RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung
Uban
No Nama Ruangan Jumlah Perawat Jumlah Sampel
1 Rawat Jalan 12 11
2 Rawat Inap I & Anak 15 13
3 Rawat Inap II & III 22 20
4 Kamar Operasi 15 13
5 Perinatologi 15 13
6 Instalasi Gawat Darurat 17 12
7 Intensive Unit Care 16 13
Jumlah 112 97
Tabel 4.2.
Jumlah Responden di Kelompok Kontrol RSU Provinsi Kepulauan Riau
Tanjungpinang
1 Rawat Jalan 14 11
2 Rawat Inap dewasa 17 15
3 Rawat Inap anak 18 14
4 Kamar Operasi 21 16
5 Perinatologi 16 13
6 Instalasi Gawat Darurat 22 15
7 Intensive Unit Care 18 13
Jumlah 126 97
Universitas Indonesia
Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat
manusia, adalah: peneliti mempersiapkan formulir persetujuan (informed consent)
yang terdiri dari: (1) penjelasan manfaat penelitian berupa pelatihan akan
membawa dampak positif terhadap pelayanan keperawatan yang profesional
dengan meningkatkan kemampuan kepala ruang yang diberikan pelatihan
supervisi model reflektif interaktif dan bagi perawat pelaksana akan meningkatkan
perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya biologik (2) penjelasan risiko dan
ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan dari penelitian berupa jadwal supervisi
individu yang dilakukan oleh kepala ruang terhadap perawat pelaksana sebanyak
3 kali pada perawat pelaksana yang sama tentunya ini menambah jam kerja kepala
ruang dan perawat pelaksana (3) manfaat yang akan didapat untuk pelayanan
keperawatan, pelayanan rumah sakit secara umumnya dan penelitian keperawatan
(4) setiap responden berhak menanyakan akan proses penelitian yang dilakukan;
(5) tidak ada paksaan pada responden dan dapat mengundurkan diri kapanpun
apabila merasakan ketidaknyamanan dalam proses penelitian dan (6) jaminan
anonimitas dan kerahasiaan dengan hanya peneliti yang tau identitas perawat dan
hasil yang didapatkan dengan berupa inisial. Penjelasan penelitian terdapat pada
lampiran 1.
Universitas Indonesia
Respect for privacy and confidentiality, peneliti menjamin privacy dan hak asasi
untuk informasi yang didapatkan. Peneliti merahasiakan berbagai informasi yang
menyangkut pricacy subjek dan identitas dengan memberikan indentitas
reponden berupa kode dan hanya peneliti yang tahu dengan kode tersebut
Universitas Indonesia
4.6.1. Instrumen A
Instrument yang digunakan untuk mendapatkan data karakteristik perawat
pelaksana yang terdiri atas usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja dan
pelatihan K3RS dan PPI yang pernah diikuti. Responden dapat mengisi kuesioner
pada tempat yang disediakan. Instrument A pada lampiran 3.
4.6.2. Instrument B
Instrumen yang digunkan mengukur perilaku keselamatan perawat yang terdiri
dari pernyataan positif dan negatif untuk mengukur pencegahan dan pengontrolan
infeksi, penerapan kewaspadaan standar dan pencegahan melalui cara penularan.
Skala Likert dengan empat pilihan jawaban untuk pernyataan positif (selalu = skor
4, sering= skor 3, jarang= skor 2, tidak pernah= skor 1) dan pernyataan negatif
(selalu = skor 1, sering= skor 2, jarang= skor 3, tidak pernah= skor 4). Kisi-kisi
untuk kuesioner B dapat dilihat ditabel 4.3. instrument B pada lampiran 4.
4.6.3. Instrumen C
Instrumen C merupakan modul pelatihan supervisi model reflektif interaktif
memuat materi tentang supervisi model reflektif interaktif dan keselamatan
perawat terhadap bahaya agen biologik yang dibuat sendiri oleh peneliti.
Instrumen C pada lampiran 12.
Universitas Indonesia
Uji Intrumen modul pelatihan supervisi reflektif interaktif dilakukan dengan pakar
keperawatan (uji expert) dengan beberapa masukan untuk perbaikan isi dari
modul pelatihan sehingga dapat digunakan di rumah sakit untuk kegiatan
supervisi model reflektif interaktif terhadap bahaya agen biologik. Uji Instrumen
dengan uji expert terdapat pada lampiran 5.
Universitas Indonesia
Setiap item pernyataan dinyatakan valid apabila skor variabel berkorelasi secara
signifikan dengan skor total, r hitung > r tabel yang berarti item pertanyaan
tersebut valid, tetapi r hitung lebih kecil dari r tabel maka item tersebut tidak valid
(Hastono, 2007). Uji Validitas dilakukan di RSUD Tanjungpinang dengan
karakteristik rumah sakit yang sama yaitu tipe C pada responden sebanyak 30
perawat sehingga didapatkan r tabel adalah 0,361. Ada 40 pernyataan pada
kuesioner yang dintanyatakan valid dengan r hasil lebih besar dari r tabel (0,368 -
0,722).
Universitas Indonesia
b. Prosedur administrasi
1) Permintaan surat ijin dari Fakultas Ilmu keperawatan Universitas Indonesia
yang ditujukan kepada Direktur RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung
Uban sebagai tempat penelitian untuk kelompok intervensi (lampiran 7).
2) Permintaan surat ijin dari Fakultas Ilmu Keperawatan universitas Indonesia
yang ditujukan kepada Direktur RSU Provinsi Kepulauan Riau
Tanjungpinang sebagi tempat penelitian untuk kelompok kontrol (lampiran
8).
3) Permintaan surat ijin dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
yang ditujukan kepada direktur RSUD Tanjungpinang sebagai tempat uji
instrument validitas dan realiabilitas (lampiran 9).
c. Melaksanakan pemetaan tenaga keperawatan yang akan dipilih sebagai
sampel dalam penelitian
d. Melaksanakan uji instrument B untuk pengukuran perilaku keselamatan
perawat terhadap bahaya agen biologik (lampiran 10).
e. Melaksanakan pelatihan supervisi model reflektif interaktif kepada 7
supervisor selama 1 minggu (19 – 23 November 2012) dengan pertemuan
dikelas pada 19 November, pendampingan di lapangan pada 20 – 23
November dan tidak dilakukan remedial karena tidak ada yang tidak lulus.
Kehadiran peserta pelatihan supervisi model reflektif interaktif oleh 7 kepala
ruang dan pendampingan dilapangan (lampiran 11).
4.8.2. Pelaksanaan
4.8.2.1. Kelompok Intervensi
Kegiatan pelaksanaan intervensi penelitian dilaksanakan selama 4 minggu dimulai
dengan Infomed consent, pretest, Intervensi dan posttest. Prosedur pengumpulan
data dapat dilihat pada diagram kerangka kerja penelitian dan kerangka kerja
penelitian pada lampiran 12.
Universitas Indonesia
a. Informed Consent
Informed consent yaitu persetujuan untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian
setelah mendaptkan kejelasan yang lengkap dan terbuka dari peneliti tentang
keseluruhan pelaksanaan penelitian. Peneliti memberikan penjelasan pada
responden berupa penjelasan tentang judul penelitian, tujuan serta manfaat dari
penelitian, permintaan untuk berpartisipasi pada penelitian, penjelasan prosedur
penelitian, gambaran tentang keuntungan yang didapat dengan partisipasi sebagai
subjek penelitian, mengundurkan diri dari keikutan serta sebagai subjek penelitian
kapanpun sesuai keinginan responden, persetujuan peneliti memberikan informasi
yang jujur dan pernyataan persetujuan dari subjek ikut serta dalam penelitian
(Dharma, 2011). Pada penelitian ini memberikan tahapan-tahapan prosedur untuk
informed consent kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis dan ditanda tangani
oleh responden untuk persetujuan ikut dalam penelitian.
b. Pre Test
Pre test dilakukan pada RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban. Pre test
dilakukan pada perawat pelaksana terhadap persepsinya dalam menerapkan
keselamatan terhadap bahaya agen biologik. Peneliti menjelaskan cara mengisi
kuesioner A dan B untuk semua perawat pelaksana pada waktu rapat besar
keperawatan. Pretest dilakukan pada 19 November 2012.
c. Intervensi
Intervensi dilakukan di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban pada 7
perawat supervisor dengan waktu selama 1 hari untuk pertemuan di kelas untuk
materi pelatihan supervisi model reflektif interaktif 19 November 2012. Materi
Pelatihan dan Struktur Pelatihan terlampir pada lampiran 13. Pendampingan di
lapangan selama 20 – 23 November 2012. Pendampingan bertujuan untuk melihat
pelaksanaan supervisi model reflektif interaktif selama seminggu untuk diskusi
hal-hal yang dirasa perlu dalam pelaksanaan supervisi berupa hambatan dan
kendala dalam pelaksanaan supervisi.
Universitas Indonesia
d. Post Test
Post test dilakukan untuk melihat persepsi perawat pelaksana terhadap
keselamatan perawat terhadap bahaya risiko agen biologik setelah dilakukan
supervisi model reflektif interaktif sebanyak 1 kali dalam seminggu dan 3 kali
dalam 3 minggu dan pada minggu ke 4 diberikan kuesioner untuk post test. Post
test pada kelompok inrervensi diberikan pada tanggal 10 Desember 2012.
Universitas Indonesia
a. Informed Consent
Informed consent yaitu persetujuan untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian
setelah mendaptkan kejelasan yang lengkap dan terbuka dari peneliti tentang
keseluruhan pelaksanaan penelitian. Peneliti memberikan penjelasan pada
responden berupa penjelasan tentang judul penelitian, tujuan serta manfaat dari
penelitian, permintaan untuk berpartisipasi pada penelitian, penjelsan prosedur
penelitian, gambaran tentang keuntungan yang didapat dengan partisipasi sebagai
subjek penelitian, mengundurkan diri dari keikutan serta sebagai subjek penelitian
kapanpun sesuai keinginan responden, persetujuan peneliti memberikan informasi
yang jujur dan pernyataan persetujuan dari subjek ikut serta dalam penelitian
(Dharma, 2011). Pada penelitian ini memberikan tahapan-tahapan prosedur untuk
informed consent kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis dan ditanda tangani
oleh responden untuk persetujuan ikut dalam penelitian.
b. Pre Test
Pre test dilakukan pada RSU Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang. Pre test
dilakukan perawat terhadap persepsinya dalam menerapkan keselamatan terhadap
bahaya agen biologik. Peneliti memberikan penjelasan pada perawat pelaksana
dengan cara memberikan penjelasan per shif dinas jaga. Pre test dilakukan selama
19 – 23 November 2012.
c. Intervensi
Tidak dilakukan intervensi supervisi model reflektif interaktif terhadap RSU
Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang sebagai kelompok kontrol.
Universitas Indonesia
d. Post Test
Post test dilakukan untuk melihat persepsi perawat pelaksana pada keselamatan
perawat terhadap bahaya agen biologik pada 10 Desember 2012. Berikut diagram
kegiatan penelitian pada bagan 4.2.
Universitas Indonesia
Diagram 4.2. Kerangka Kerja Penelitian Pengaruh Supervisi Reflektif Interaktif terhadap Perilaku Perawat pada Bahaya
Agen Biologik di RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban Pada 12 November – 10 Desember 2012
12- 14 November 2012 19-24 November 2012 26 November- 3 Desember2012 3-10 Desember 2012
Uji Validitas Instrumen RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban (Kelompok Intervensi)
(12-13November 2012)
Pelatihan Supervisi Diskusi Kendala dan Hambatan pelaksanaan Supervisi
Reflektif Interaktif pada Reflektif Interaktif Minggu I dan Minggu Kedua pada
Informed Consent dan Hari Jumat
kepala ruang
Pretest ( 19 November Pelaksanaan supervisi Reflektif Interaktif oleh kepala ruang pada keselamatan
2012) di kelompok 1. Pelatihan dikelas
selama 1 hari tgl 19 perawat terhadap bahaya/resiko agen biologi selama 3 minggu
Z Intervensi 2. Praktek lapangan
selama 20 – 23 Informed
November 2012 consent dan
3. Remedial bagi peserta Posttest (10
pelatihan yang tidak Desember
lulus selama tidak 2012)
dilakukan
Informed consent dan RSU Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang (Kelompok kontrol)
Pretest ( 19 November Pelatihan
2012) di kelompok kontrol Supervisi Reflektif
Interaktif pada
9 1hari) kepala ruang
Informed 1. Pelatihan
consent dikelas selama 1
dan Post hari
Test (10 2. Praktek
Desember lapangan selama
2012) 1 hari
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Variabel Independen
No Variabel Dependen Cara Analisis
Pelaksanaan Supervisi
1 Perilaku keselamatan Kelompok Kelompok McNemar
perawat terhadap bahaya intervensi Intervensi
agen biologik sebelum dan (kategorik) (kategorik)
sesudah supervisi model
reflektif interaktif (ordinal)
2 Perilaku keselamatan Kelompok Kelompok McNemar
perawat terhadap bahaya kontrol kontrol
agen biologik sebelum dan (kategorik) (kategorik)
sesudah supervisi model
reflektif interaktif (ordinal)
3 perilaku keselamatan Kelompok Kelompok Chi Square
perawat terhadap bahaya intervensi kontrol
agen biologik sesudah (kategorik) (kategorik)
supervisi model reflektif
interaktif
4 Perubahan Perilaku Kelompok Kelompok Penggabungan
keselamatan perawat intervensi kontrol sel karena tidak
terhadap bahaya agen (kategorik) (kategorik) memenuhi syarat
biologik sebelum dan uji Chi square
sesudah supervisi model
reflektif interaktif (ordinal)
Cara analisis untuk perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen biologik
sebelum dan sesudah supervisi reflektif interaktif pada kelompok kontrol diuji
dengan McNemar. Cara analisis untuk perbedaan perilaku keselamatan perawat
pada bahaya agen biologik sesudah supervisi reflektif interaktif antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol dengan Chi square. Cara analisis untuk
perubahan perilaku keselamatan perawat sesudah intervensi pada jkelompok
intervensi dengan menggunakan penggabungan sel karena tidak memenuhi syarat
dengan uji Chi Square (Dahlan, 2008). Variabel yang akan diuji dalam penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 4.3 dan tabel 4.4 .
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Bab ini menggambarkan hasil penelitian yang terdiri dari proses penelitian,
karakteristik perawat dan pengaruh supervisi model reflektif interaktif terhadap
perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen biologik. Pengambilan data
dilakukan di dua rumah sakit yaitu RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung
Uban sebagai kelompok intervensi dengan jumlah responden 97 perawat dan RSU
Provinsi Kepulauan Riau Tanjungpinang sebagai kelompok kontrol dengan
jumlah responden 97 perawat. Jumlah responden yang direncanakan dari sebelum
penelitian dengan 100 reponden tetapi pada saat penelitian ada yang drop out
karena tidak memenuhi syarat dalam pemilihan sampel. Pengambilan data pada
19 November sampai dengan 10 Desember 2012. Hasil penelitian ini
menguraikan hasil analisis univariat, bivariat, dan multivariat.
Pada tabel 5.1 tampak bahwa pelatihan dapat meningkatkan nilai semua peserta
dengan rerata kenaikan 55,7%. Pelaksanaan supervisi model reflektif interaktif
berdasarkan sebelum dan sesudah pelaksanaan supervisi model reflektif interaktif
dinilai menggunakan 10 item tentang supervisi reflektif terkait pendidikan,
admnistrasi dan dukungan. Hasil penilaian dapat dilihat pada tabel 5.2
82 Universitas Indonesia
Tabel 5.1
Hasil Pretest dan Posttest Pelatihan Supervisi Model Reflektif Interaktif di
Kelompok Intervensi pada 19 November 2012
Nilai Pelaksanaan
Supervisor Selisih
Pretest Posttest
1 40% 90% 50%
2 50% 100% 50%
3 60% 100% 40%
4 40% 100% 60%
5 30% 100% 70%
6 20% 90% 70%
7 40% 90% 50%
Rerata 40% 95,71% 55,71%
Tabel 5.2
Pelaksanaan Supervisi di Kelompok Intervensi
Pada 19 November – 10 Desember 2012
Pelaksanaan Supervisi
Supervisor Selisih
Sebelum (%) Sesudah (%)
1 20% 94 % 74%
2 10% 97% 87%
3 20% 95% 75%
4 10% 92% 82%
5 10 % 92% 82%
6 20 % 93% 83%
7 10% 90% 80%
Rerata 14.29% 93.28% 80,43%
Pada tabel 5.2 tampak bahwa pencapaian pelaksanaan supervisi model reflektif
interaktif sebelum pelatihan sebesar 14,29% dan sesudah pelatihan sebesar
93,28%. Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kegiatan supervisi
model reflektif interaktif dengan rerata 80,43%.
Universitas Indonesia
Tabel 5.3
Karakteristik perawat berdasarkan Umur, Pendidikan, Jenis Kelamin, Masa Kerja
dan Pelatihan K3RS dan PPI pada Kelompok Intervensi (n=97) dan Kelompok
Kontrol (n=97) pada 19 November - 10 Desember 2012
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Karakteristik
n % n %
Umur
< 35 tahun 90 92,8 92 94,8
≥ 35 tahun 7 7,2 5 5,2
Total 97 100 97 100
Pendidikan
DIII Keperawatan 83 85,6 85 87,6
S1 Keperawatan 14 14,4 12 12,4
Total 97 100 97 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 21 21,6 24 24,7
Perempuan 76 78,4 73 75,3
Total 97 100 97 100
Masa Kerja
< 2 tahun 26 26,8 97 100
≥ 2 tahun 71 73,2
Total 97 100 97 100
Pelatihan K3RS dan PPI
Pernah 15 15,5 5 5,2
Tidak pernah 82 84,5 92 92
Total 97 100 97 100
Universitas Indonesia
Pada tabel 5.3 tampak bahwa kelompok intervensi dengan jumlah responden 97
perawat memiliki karakteristik perawat pelaksana sebagai berikut: sebagian besar
usia di bawah 35 tahun (92,8%), pendidikan DIII Keperawatan (85,6%), jenis
kelamin perempuan (78,4%), masa kerja lebih dari 2 tahun (73,2%), dan tidak
pernah mengikuti pelatihan K3RS dan PPI (84,5%). Pada kelompok kontrol
menunjukkan bahwa dengan jumlah responden 97 perawat memiliki karakteristik
perawat sebagian besar di bawah 35 tahun (94,8%), pendidikan DIII Keperawatan
(87,6%), jenis kelamin perempuan (75.3%), masa kerja kurang 1 tahun (100%)
dikarenakan RS baru didirikan pada pada 12 Januari 2012, dan tidak pernah
pelatihan K3RS dan PPI (94,8%).
Tabel 5.4
Gambaran Perilaku Keselamatan Perawat Terhadap Bahaya Agen Biologik di
Kelompok Intervensi (n = 97) dan Kelompok Kontrol (n= 97) Sebelum Intervensi
Supervisi Model Reflektif Interaktif pada 19 November – 10 Desember 2012
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Perilaku Kurang Total Kurang Total
Keselamatan Baik Baik
Baik Baik
Perawat n % n % n % n % n % n %
Sebelum 63 64,9 34 35,1 97 100 39 40,2 58 59,8 97 100
Sesudah 15 15,5 82 84,5 97 100 43 44,3 54 55,7 97 100
Beda Proporsi 48 49,4 48 49,4 4 4,1 -4 -4,1
Pada tabel 5.4 tampak bahwa pada kelompok intervensi ada perbedaan antara
proporsi perawat yang berperilaku baik sebelum dan sesudah supervisi model
reflektif interaktif, yaitu terjadi peningkatan 49,4%. Sebaliknya, pada kelompok
kontrol walaupun ada perbedaan proporsi antara perawat yang berperilaku baik
sebelum dan sesudah, karena tidak dilakukan intervensi supervisi model reflektif
Universitas Indonesia
Tabel 5.5
Hasil Uji Kesetaraan Karakteristik Perawat antara Kelompok Intervensi (n=97)
dan Kelompok Kontrol (n=97) pada 19 November – 10 Desember 2012
No Karakteristik
1 Usia 0.318
2 Jenis Kelamin 0.035*
3 Pendidikan 1.000
4 Masa Kerja -
5 Pelatihan K3RS dan PPI 1.000
*bermakna pada α=0.05
Universitas Indonesia
Pada tabel 5.5 tampak bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada umur,
pendidikan dan pelatihan K3RS dan PPI antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol (p>α; α=0,05), sedangkan untuk jenis kelamin terdapat
perbedaan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p=0,035).
Kesetaraan untuk masa kerja tidak dilakukan karena untuk kelompok kontrol
semua responden (100%) masa kerja kurang dari 1 tahun, sehingga tidak dapat
dilakukan uji kesetaraan, akan tetapi pada tabel 5.5 dapat dilihat bahwa masa kerja
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak setara.
Tabel 5.6
Hasil Uji Kesetaraan Perilaku Keselamatan Perawat terhadap Bahaya Agen
Biologik Sebelum Intervensi Supervisi Model Reflektif Interaktif antara
Kelompok Intervensi (n=97) dan Kelompok Kontrol (n=97)
pada 19 November – 10 Desember 2012
Kelompok Kelompok
Perilaku OR
Intervensi Kontrol p
Keselamatan (CI 95%)
n % n %
Kurang Baik 63 64,9 39 40,21 13,778 0,001*
Baik 34 35,1 58 59,79 (3,808 – 49,844)
Total 97 100 97 100
*bermakna pada α= 0.05
Pada tabel 5.6 tampak bahwa sebelum intervensi pada kelompok intervensi yang
perilaku baik terhadap keselamatan pada bahaya agen biologik dengan proporsi
35,1% sedangkan pada kelompok kontrol yang berperilaku baik terhadap
keselamatan bahaya agen biologik dengan proporsi 59,8%. Hasil uji statistik
didapatkan bahwa ada perbedaan proporsi perilaku keselamatan perawat terhadap
bahaya agen biologik sebelum intervensi supervisi model reflektif Interaktif
antara kelompok intervensi dan kontrol (p<0,001; CI 95% 3,808 – 49,844). Dari
hasil analisis diperoleh OR = 13, 778 yang artinya perawat pada kelompok kontrol
memiliki peluang berperilaku keselamatan baik sebesar 13,778 dibandingkan
dengan kelompok intervensi yang berperilaku keselamatan baik.
Universitas Indonesia
Uji perbedaan perilaku sebelum dan sesudah intervensi supervisi model reflektif
interaktif pada kelompok intervensi dengan menggunakan uji Mc Nemar. Hasil
Uji perbedaan tersebut disajikan pada tabel 5.7
Tabel 5.7
Hasil Uji Perbedaan Perilaku Keselamatan Perawat terhadap Bahaya Agen
Biologik Sebelum dan Sesudah Intervensi Supervisi Model Reflektif Interaktif
di Kelompok Intervensi (n=97) pada 19 November – 10 Desember 2012
Perilaku Sesudah
Total OR
Keselamatan Kurang Baik Baik p
(CI 95%)
Perawat n % n % n %
Sebelum 1,094 0,000*
Kurang Baik 10 10,31 53 54,63 63 64,95 (0,341-3,509)
Baik 5 5,15 29 29,90 34 35,05
Total 15 15,56 82 84,54 97 100
*bermakna pada α= 0,05
Pada tabel 5.7 tampak bahwa sebagian besar perawat (54,63%) pada kelompok
intervensi mengalami perubahan perilaku dari kurang baik menjadi baik setelah
dilakukan supervisi model reflektif interaktif, akan tetapi masih ada perawat
(5,15%) yang berperilaku berubah dari baik menjadi kurang baik sesudah
dilakukan supervisi model reflektif interaktif. Hasil uji statistik didapatkan bahwa
ada perbedaan proporsi perawat berperilaku keselamatan terhadap bahaya agen
biologik antara sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi
(p<0,001: CI 95%= 0,341-3,509).
Universitas Indonesia
Tabel 5.8
Hasil Uji Perbedaan Perilaku Keselamatan Perawat Terhadap Bahaya Agen
Biologik Sebelum dan Sesudah Intervensi Supervisi Model Reflektif Interaktif
di Kelompok Kontrol (n= 97) pada 19 November – 10 Desember 2012
Perilaku Sesudah
Keselamatan Total
Baik OR p
Perawat Kurang Baik
(CI 95%)
n % n % n %
Sebelum 0,951 0,665
Kurang Baik 17 17,53 22 22,68 39 40,21 (0,420- 2,154)
Baik 26 26,8 32 32,99 58 59,79
Pada tabel 5.8 tampak bahwa di kelompok kontrol proporsi perawat yang
berperilaku kurang baik menjadi baik 22,68%, sedangkan yang berperilaku baik
menjadi kurang baik 26,8%. Hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan proporsi perawat berperilaku keselamatan terhadap bahaya agen
biologik sebelum dan sesudah intervensi supervisi model reflektif interaktif pada
kelompok kontrol (p=0,665; CI95% = 0,420- 2,154).
Tetapi dapat dilihat dari hasil OR yang hampir sama pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol yang menunjukkan bahwa mempunyai peluang yang sama
untuk berubah menjadi lebih baik atau lebih buruk pada kelompok intervensi
(1,094) dan kelompok kontrol (0,951).
Universitas Indonesia
Tabel 5.9
Hasil Uji Perbedaan Perilaku Keselamatan Perawat terhadap Bahaya Agen
Biologik Sesudah Intervensi Supervisi Model Reflektif Interaktif pada Kelompok
Intervensi (n=97) dan Kelompok Kontrol (n=97) pada 19 November – 10
Desember 2012
Kelompok Kelompok OR
Perilaku p
No Intervensi Kontrol (CI 95%)
Keselamatan
n % n %
1 Kurang Baik 15 15,46 43 44,33 4,353 0,000*
2 Baik 82 82,54 54 55,67 (2,204 – 8,599)
Total 97 100 97 100
*bermakna pada α= 0.05
Pada tabel 5.9 tampak bahwa sesudah dilakukan intervensi pada kelompok
intervensi proporsi perawat yang berperilaku baik (82,54%) lebih banyak
dibandingkan dengan perawat pada kelompok kontrol yang berperilaku baik
(55,67%). Hasil uji statistik ada perbedaan proporsi perawat berperilaku
keselamatan antara kelompok intervensi dan kontrol sesudah intervensi supervisi
model reflektif interaktif (p<0,001; CI 95%: 2,204 – 8,599). Hasil analisis
diperoleh nilai OR = 4,353, artinya proporsi perawat di kelompok intervensi
berperilaku keselamatan baik memiliki peluang 4,353 kali dibanding kelompok
kontrol yang berperilaku kurang baik.
Universitas Indonesia
Tabel 5.10
Perbedaan Perubahan Perilaku Keselamatan Perawat Terhadap bahaya agen
biologik sesudah intervensi Supervisi Model Reflektif Interaktif pada Kelompok
Intervensi (n=97) dan Kelompok Kontrol (n=97)
Pada 19 November 2012 – 10 Desember 2012
Perilaku Keselamatan
Lebih Buruk/ Total OR
Kelompok Lebih Baik p
Tetap (CI 95%)
n % n % n %
Kelompok Intervensi 44 45,4 53 54,63 97 100 4,106 0,000*
Kelompok Kontrol 75 77,31 22 22,68 97 100 (2,207 – 7,641)
Pada tabel 5.10 menunjukkan pada kelompok intervensi, proporsi perawat yang
berperilaku menjadi lebih baik (54,63%) lebih banyak dibandingkan dengan yang
lebih buruk atau tetap, sedangkan pada kelompok kontrol proporsi perawat yang
berperilaku lebih baik lebih sedikit (22,68%) dibandingkan yang berperilaku tetap
dan lebih buruk. Hasil ini diperjelas pada tabel 5.4 yang menunjukkan bahwa
pada kelompok intervensi dan kontrol mempunyai peluang yang sama untuk
menjadi lebih baik atau lebih buruk. Hasil uji statistik didapatkan ada perbedaan
perubahan proporsi perilaku keselamatan perawat setelah intervensi antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p<0,001; CI 95%= 2,207 – 7,641).
Dari hasil analisis diperoleh pula OR= 4,106 yang artinya perawat pada kelompok
intervensi memiliki peluang perubahan perilaku lebih baik sebesar 4,106 kali
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang perubahan berperilaku lebih buruk
atau tetap. Dengan demikian hal ini membuktikan hipotesis mayor ada pengaruh
supervisi relektif interaktif terhadap perilaku keselamatan perawat terhadap
bahaya agen biologik.
Universitas Indonesia
Tabel 5.11
Hasil Uji Hubungan Karakteristik Perawat dengan Perubahan Perilaku
Keselamatan Perawat pada Bahaya Agen Biologik di Kelompok Intervensi (n=97)
pada19 November – 10 Desember 2012
Perilaku Keselamatan
Perawat
Total OR
Karakteristik Lebih p
Lebih Baik (CI 95%)
Buruk/Tetap
n % n % n %
Umur 0,600 0.698
< 35 tahun 40 44,4 50 55,6 90 100 (0,172-2,837)
≥ 35 tahun 4 57,1 3 42,9 7 100
Pada tabel 5.11 tampak bahwa sesudah intervensi supervisi model reflektif
interaktif bahwa perawat dengan usia dibawah 35 tahun cendrung mempunyai
perilaku lebih baik dengan proporsi sebesar 55,6% dibandingkan dengan usia
diatas 35 tahun dengan proporsi sebesar 42,5%. Perawat dengan jenis kelamin
perempuan cendrung mempunyai perilaku lebih baik dengan proporsi sebesar
48,6% dibandingkan laki - laki dengan proporsi sebesar 47,6%. Pada karakteristik
masa kerja bahwa yang perawat berperilaku lebih baik dengan masa kerja > 2
tahun dengan proporsi 54,9% dibandingkan di bawah 2 tahun dengan proporsi
sebesar 53,8%. Perawat dengan pendidikan S1 Keperawatan cendrung memiliki
perilaku lebih baik dengan proporsi 57,1% dibandingkan DIII Keperawatan
dengan proporsi 54,2%. Berbeda halnya dengan pelatihan K3RS dan PPI yang
cendrung berperilaku baik perawat yang tidak pernah dengan proporsi sebesar
58,5% dibandingkan pernah pelatihan (33,3%), walaupun dari hasil analis dapat
Universitas Indonesia
dilihat bahwa tidak ada hubungan karakteristik dengan perubahan perilaku lebih
baik (p> 0,05).
Hasil analisis lebih lanjut didapatkan tidak ada pengaruh pelatihan K3RS dan PPI
terhadap perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen biologik pada kelompok
intervensi (p=0,079).
Universitas Indonesia
Bab ini membahas tentang kesesuaian dan kesenjangan antara hasil penelitian
dengan tinjauan kepustakaan yang mendasari. Pembahasan meliputi interprestasi
dan diskusi hasil penelitian mengenai gambaran karakteristik perawat, perbedaan
perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik antara kelompok
intervensi dan di kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi supervisi
model reflektif interaktif, perbedaan perilaku keselamatan perawat pada bahaya
agen biologik sesudah intervensi sesudah intervensi pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol, perbedaan perubahan perilaku keselamatan perawat
sesudah intervensi pada kelompok intervensi pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol, dan hubungan karakteristik perawat dengan perubahan perilaku
keselamatan perawat. Pembahasan selanjutnya pada keterbatasan penelitian dan
implikasi penelitian pada pelayanan keperawatan, ilmu keperawatan dan
penelitian keperawatan.
Hubungan karakteristik perawat terdiri dari usia, jenis kelamin, masa kerja,
tingkat pendidikan serta pelatihan K3RS dan PPI yang pernah diikuti oleh perawat
pelaksana dengan perubahan perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen
biologik.
94 Universitas Indonesia
Pengaruh supervisi..., Yenni Yulita, FIK UI, 2013
95
Kinerja merosot sesuai dengan pertambahan usia (Robbin, 2001). Berbeda dengan
Siagian (2009) usia memiliki hubungan dengan kedewasaan seseorang, tingkat
psikologis seseorang dengan kata lain semakin bertambah usia akan semakin
bijaksana dalam penentuan keputusan dan analisis masalah yang dihadapi. Namun
dapat dianalisis lebih lanjut bahwa perubahan perilaku yang lebih baik pada usia
dibawah 35 tahun (55%) dibandingkan diatas 35 tahun (42,5%). Hal ini
sependapat dengan penelitian bahwa usia antara 20 -35 tahun merupakan usia
yang kinerjanya bagus. Hasil penelitian lain memperkuat bahwa perawat usia
muda mempunyai pandangan lebih positif dibandingkan paruh baya terhadap
pilihan praktik perawatan yang dilakukan (Wasylkiw, Gould, & Johnstone,
2009).
Universitas Indonesia
Pada penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan jenis kelamin dengan
perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik sesudah
intervensi (p=0,465). Penelitian Ayu, 2011 juga menguatkan bahwa jenis kelamin
tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku keselamatan dan
kesehatan kerja perawat (p=0,694; α=0,05). Penelitian Dewi (2011), juga
menguatkan hasil penelitian dari peneliti bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan penerapan keselamatan perawat (p=1;
α=0.05).
Universitas Indonesia
Hasil penelitian lebih lanjut didapatkan bahwa masa kerja perawat yang lebih dari
2 tahun memilki perubahan perilaku keselamatan lebih baik dibandingkan dengan
masa kerja kurang dari 2 tahun. Semakin lama orang berkerja akan semakin
berpengalaman dalam menghadapi masalah yang ada, akan tetapi belum tentu
juga seorang individu yang lama bekerja lebih produktif dibandingkan dengan
yang baru bekerja (Robbin, 1996).
Hasil penelitian lebih lanjut tidak ada hubungan antara perubahan perilaku
keselamatan perawat terhadap masa kerja (p=0,924) walaupun dapat dianalisis
lebih lanjut bahwa perubahan perilaku keselamatan lebih baik pada masa keja
lebih dari 2 tahun (54,9%) dibanding kurang dari 2 tahun (53,6%). Penelitian lain
yang memperkuat oleh Dewi (2011), menyatakan bahwa tidak ada hubungan
bermakna antara masa kerja dengan penerapan keselamatan perawat oleh perawat
pelaksana (p=0,583; α= 0,05). Penelitian selaras oleh Ayu (2012), menyatakan
bahwa variabel masa kerja tidak mempunyai korelasi bermakna dengan perilaku
Universitas Indonesia
Dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa variabel konfounding masa kerja tidak
berhubungan dengan perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya
agen biologik.
Universitas Indonesia
Hasil penelitian lebih lanjut bahwa tidak ada hubungan antara perubahan perilaku
lebih baik dengan tingkat pendidikan (p> 0,05). Hasil penelitian ini diperkuat oleh
penelitian Ayu (2012), bahwa tidak terdapat korelasi yang bermakna antara
tingkat pendidikan dengan perilaku kesehatan dan keselamatan kerja perawat
(p=0,935; α=0,05). Penelitian Dewi (2011) menyatakan bahwa tidak ada
hubungan bermakna antara pendidikan dengan penerapan keselamatan perawat
(p=0,299; α=0,05). Walaupun tidak ada hubungan perilaku keselamatan dengan
tingkat pendidikan tetapi pendapat lain menyatakan bahwa tingkat pendidikan
yang lebih tinggi dapat membuat perawat lebih kompetensi dan rasa tanggung
jawabnya (Swanburg, 2000).
.
6.1.1.5. Karakteristik Pelatihan K3RS dan PPI yang pernah diikuti
Hasil penelitian pada kelompok Intervensi sebagaian besar tidak pernah mengikuti
pelatihan 84,5% dan pada kelompok kontrol (94,8%). Hasil uji kesetaraan
didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna karakteristik pelatihan pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p=1; α=0,05). sehinga antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol untuk karakteristik pelatihan dapat
dikatakan setara.
Hasil Penelitian lebih lanjut pada kelompok intervensi bahwa perubahan perilaku
untuk pelatihan K3RS dan PPI terdapat perilaku lebih baik dengan 48 perawat
untuk yang tidak pernah pelatihan artinya sebanyak 58,54% meningkat dari
jumlah perawat yang tidak pernah pelatihan sedangkan untuk yang pernah
mengikuti pelatihan terjadi perubahan perilaku lebih baik sebanyak 5 perawat
dengan persentase dari jumlah seluruh perawat yang pernah mengikuti pelatihan
sebesar 33,33%. Hal ini bertentangan dengan pendapat bahwa pelatihan dapat
meningkatkan kemampuan dan keterampilan seseorang untuk menjadi lebih baik
(Notoadmodjo, 2009).
Universitas Indonesia
Hasil penelitian bahwa tidak ada hubungan antara pelatihan dengan perubahan
perilaku keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik (p=0,103; α=0,05).
Penelitian lain yang memperkuat bahwa Penelitian Dewi (2011), menunjukan
bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pelatihan dengan penerapan
keselamatan perawat (p=0,546; α=0,05). Perawat seharusnya ditingkat ilmu
pengetahuan dan keterampilan dengan mendapatkan pelatihan untuk
mengembangkan kemampuannya dalam bekerja. Perawat harus mendapatkan
pelatihan setidaknya sekali setahun, atau setiap kali ada modifikasi dari tugas dan
prosedur. Pelatihan dapat digunakan dalam rentang waktu selama tiga tahun
(Fowley & Leyden, 2003).
Dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa variabel konfounding pelatihan K3RS dan
PPI berhubungan dengan perubahan perilaku keselamatan perawat terhadap
bahaya agen biologik.
Hasil penelitian tampak bahwa pada kelompok intervensi ada perbedaan antara
proporsi perawat yang berperilaku baik sebelum dan sesudah supervisi model
reflektif interaktif, yaitu terjadi peningkatan 49,4%. Sebaliknya, pada kelompok
Universitas Indonesia
kontrol walaupun ada perbedaan proporsi antara perawat yang berperilaku baik
sebelum dan sesudah, karena tidak dilakukan intervensi supervisi model reflektif
interaktif, perubahan yang terjadi adalah penurunan proporsi perawat sebesar
4,11%. Hal ini dapat disebabkan oleh karakteristik masa kerja dan jenis kelamin
di kelompok kontrol dan kelompok intervensi tidak setara dan beberapa faktor
yang mempengaruhi keselamatan perawat. Faktor- faktor yang mempengaruhi
perilaku keselamatan perawat dapat berupa motivasi, tingkat kepatuhan, standar
prosedur dan kebijakan, faktor manusia, organisasi, lingkungan, jam kerja, misi
rumah sakit, budaya, sosial budaya dan etika perawat, keselamatan individu,
keselamatan proses dan keselamatan manajemen.
Faktor motivasi, perubahan perilaku kurang baik menjadi baik dapat dapat
dipengaruhi oleh motivasi seseorang. Motivasi merupakan karakteristik psikologis
manusia yang memberikan konstribusi pada tingkat komitmen seseorang (Suarli
& Bahtiar, 2010). Pernyataan ini dapat didukung oleh hasil penelitian bahwa
perubahan perilaku seseorang dipengaruhi oleh motivasi (Jensen, Cushing,
Aylward & Craig, 2011). Faktor motivasi pada kelompok intervensi dan kontrol
merupakan faktor yang ikut berpengaruh dalam perawat berperilaku. Pada
penelitian ini motivasi berupa dukungan pada perawat pelaksana dengan
memberikan reinforcemen positif apabila telah melakukan kegiatan keselamatan
perawat yang sesuai dengan standar yang ada dengan demikian dengan adanya
motivasi diberikan oleh supervisor dapat terlihat dari hasil penelitian
meningkatkan proporsi perawat dalam menerapkan keselamatan pada bahaya
biologik pada kelompok intervensi.
Universitas Indonesia
Faktor standar prosedur dan kebijakan, sesuai dengan hasil penelitian bahwa
tingkat kepatuhan perawat dalam mencuci tangan dipengaruhi oleh prosedur yang
ada. (Darawad, Al-Hussami, Almhairat & Al-Sutari, 2012). Sehingga dengan
standar prosedur yang ada merupakan awal dari perubahan seseorang menjadi
berperilaku baik. Kebijakan merupakan awal dari suatu kegiatan dimulai sehingga
supervisi klinis dapat dilaksanakan untuk pengarahan klinis pada praktik
pelayanan keperawatan yang berbasis bukti (Hill & Turner, 2011). Standar
prosedur dan kebijakan pada kelompok intervensi dan kontrol juga dapat dikontrol
seorang manajer dalam melakukan fungsi pengarahan yaitu supervisi. Pada
kelompok intervensi tampak bahwa supervisi reflektif terkait dengan adminstrasi
dapat mengendalikan perubahan perilaku perawat.
Universitas Indonesia
Faktor misi rumah sakit, keselamatan perawat juga ditentukan dari misi rumah
sakit untuk membudayakan keselamatan perawat dengan cara memberikan
pelatihan keselamatan dalam melakukan pelayanan dalam hal ini memberikan
pelatihan safety dalam menyuntik di rumah sakit (Omorogbe, Omuemu, & Isara,
2011). Dengan adanya pengarahan dari seorang supervisor berupa reflektif
interaktif diharapkan asuhan keperawatan oleh perawat pelaksana berdasarkan visi
dan misi rumah sakit yang mengacu pada tujuan dan strategi pelayanan
keperawatan yang dievaluasi oleh kepala ruang sebagai pemimpin dalam
pelayanan keperawatan sehingga memang terlihat bahwa supervisi ini untuk
mengarahkan perawat pelaksana dalam melakukan praktik keperawatan yang
professional yang aman bagi perawat dan pasien.
Faktor kinerja atau kompetensi, keselamatan dari bahaya dan risiko di tempat
kerja, petugas harus memiliki kinerja atau kompetensi. Kinerja mencakup pada
kompetensi klinis, keterampilan, berpikir kritis, manajemen asuhan keperawatan
pada pasien, pengetahuan terutama yang berhubungan dengan keselamatan
(Ramsay, 2005). Hal selaras dengan hasil penelitian bahwa dengan memberikan
supervisi reflektif terkait fungsi pendidikan atau pengetahuan dapat meningkatkan
Universitas Indonesia
Faktor sosial budaya dan etika perawat, keselamatan perawat juga dapat
disebabkan oleh hubungan sosial budaya dengan etika perawat. Praktik
keselamatan yang dilakukan perawat signifikan dengan sosial budaya dan etika
yang merupakan komponen dari keselamatan praktik keperawatan (Woods, 2006).
Peningkatan perilaku pada kelompok intervensi perlu memperhatikan sosial
budaya dan etika perawat yang belum dilihat peneliti sampai sejauh ini.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Hasil penelitian tampak bahwa sebagian besar perawat (54,63%) pada kelompok
intervensi mengalami perubahan perilaku dari kurang baik menjadi baik setelah
dilakukan supervisi model reflektif interaktif, akan tetapi masih ada perawat
(5,15%) yang berperilaku berubah dari baik menjadi kurang baik sesudah
dilakukan supervisi model reflektif interaktif. Hasil uji statistik didapatkan bahwa
ada perbedaan proporsi perawat berperilaku keselamatan terhadap bahaya agen
biologik antara sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi
(p<0,001: CI 95%= 0,341-3,509).
Hasil penelitian pada kelompok kontrol bahwa proporsi perawat yang berperilaku
kurang baik menjadi baik 22,68%, sedangkan yang berperilaku baik menjadi
kurang baik 26,8%. Hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada perbedaan
proporsi perawat berperilaku keselamatan terhadap bahaya agen biologik sebelum
dan sesudah intervensi supervisi model reflektif interaktif pada kelompok kontrol
(p=0,665; CI95% = 0,420- 2,154).
Tetapi dapat dilihat dari hasil OR yang hampir sama pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol yang menunjukkan bahwa mempunyai peluang yang sama
untuk berubah menjadi lebih baik atau lebih buruk pada kelompok intervensi
(1,094) dan kelompok kontrol (0,951). Dapat terlihat bahwa pada peran seorang
manajer menjadi change agent dalam perubahan perilaku keselamatan perawat
pada kelompok intervensi yang meningkatkan perilaku keselamatan perawat
menjadi lebih baik lebih banyak persentasenya dibandingkan kelompok kontrol
yang tidak dilakukan intervensi.
Dapat terlihat bahwa antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol terdapat
perbedaan setelah dilakukan intervensi supervisi reflektif interaktif. Intervensi
yang dilakukan dengan supervisi model reflektif interaktif merupakan kegiatan
pengawasan secara mendalam, cara ilmiah untuk hal yang spesifik (Daly, 2004)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
berperilaku tetap dan lebih buruk. Hasil ini diperjelas pada tabel 5.4 yang
menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi dan kontrol mempunyai peluang
yang sama untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk. Hasil uji statistik
didapatkan ada perbedaan perubahan proporsi perilaku keselamatan perawat
setelah intervensi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p<0,001; CI
95%= 2,207 – 7,641). Dari hasil analisis diperoleh pula OR= 4,106 yang artinya
perawat pada kelompok intervensi memiliki peluang perubahan perilaku lebih
baik sebesar 4,106 kali dibandingkan dengan kelompok kontrol yang perubahan
berperilaku lebih buruk atau tetap. Dengan demikian hal ini membuktikan
hipotesis mayor ada pengaruh supervisi relektif interaktif terhadap perilaku
keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik.
Universitas Indonesia
perawat pelaksana dengan manajer (Kilminster, Cottrell, Grant & Jolly, 2007).
Panduan pelatihan untuk supervisi klinis harus disosialisasikan dan dievalusi
untuk dapat dilakukan supervisi yang lebih baik (Milne, 2010).
Pelatihan dari supervisi klinis untuk mengembangkan teori atau pengetahuan yang
relevan dengan fungsi pengarahan, untuk mengembangkan dan memperbaiki
keterampilan supervisor, untuk mengintegrasikan pengembangan teori dan
keterampilan serta meningkatkan identitas profesional supervisor (Bradey&
Whiting, 1989 dalam McMahan & Simons, 2004).
Keberhasilan dari suatu pelatihan dapat evaluasi dari kepuasan, transfer ilmu
pengetahuan, perubahan dari perilaku dan dampak yang ditimbulkan dari
pelatihan tersebut yang dapat terlihat dari peningkatkan pengakuan, peningkatan
gaji, dukungan untuk kesehatan kerja perawat (Gealson, 2009).
Salah satu model peran dari manajer keperawatan berfungsi sebagai model peran
untuk mempengaruhi perilaku perawat pelaksana dalam menerapkan keselamatan
Universitas Indonesia
kerja dan menetapkan aturan, memperkuat norma-norma dan sikap yang berkaitan
dengan praktik keselamatan kerja bagi perawat itu sendiri (Feng, Acord, Cheng,
Zeng & Song, 2011). Kemitraan antara supervisor dan perawat yang disupervisi
yang berfokus pada kebutuhan belajar dan perkembangan perawat yang
disupervisi. Berkaitan dengan identifikasi dan pengembangan keterampilan dan
integrasi teori dengan praktik. Masing-masing komponen tersebut dilihat saling
mempengaruhi satu sama lain dan sebagai peningkatan asuhan keperawatan dan
pelayanan keperawatan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Bab ini menguraikan simpulan yang telah didapat dari hasil penelitian dan
memberikan saran yang terkait dengan masalah penelitian. Adapun kesimpulan
dan saran diuraikan sebagai berikut:
7.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya
peneliti dapat menyimpulkan tentang pengaruh supervisi model reflektif interaktif
terhadap perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen biologik sebagai
berikut:
7.1.1. Gambaran karakteristik perawat pelaksana pada penelitian ini adalah
sebagian besar berjenis kelamin perempuan, dengan tingkat pendidikan
DIII Keperawatan, masa kerja lebih dari 2 tahun, usia berada pada 20 – 35
tahun, dan tidak pernah mengikuti pelatihan K3RS dan PPI.
7.1.2. Ada peningkatan proporsi perawat yang menerapkan perilaku keselamatan
terhadap bahaya agen biologik antara sebelum dan sesudah intervensi
supervisi model reflektif interaktif pada kelompok intervensi. Sedangkan
pada kelompok kontrol terjadi penurunan proporsi perawat yang
menerapkan perilaku keselamatan terhadap bahaya agen biologik antara
sebelum dan sesudah intervensi supervisi model reflektif interaktif.
7.1.3. Ada perbedaan proporsi perawat yang menerapkan perilaku keselamatan
pada kelompok intervensi antara sebelum dan sesudah intervensi supervisi
model reflektif interaktif, sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada
perbedaan proporsi perawat yang menerapkan perilaku keselamatan antara
sebelum dan sesudah intervensi.
7.1.4. Ada perbedaan proporsi perawat menerapkan perilaku keselamatan pada
bahaya agen biologik antara kelompok intervensi dan kontrol sesudah
interevensi supervisi model reflektif interaktif
7.1.5. Ada perbedaan proporsi perawat yang mengalami perubahan perilaku
keselamatan terhadap bahaya agen biologik antara kelompok intervensi
Dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh supervisi
model reflektif interaktif terhadap perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen
biologik.
7.2. Saran
Hasil penelitian bahwa supervisi model reflektif interaktif memberikan dampak
yang baik terhadap perubahan perilaku keselamatan perawat pada bahaya agen
biologik sehingga peneliti menyarankan sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Atkins, S., & Murphy. K., (1993) Reflection : A model review of the literature.
Journal of Advanced Nursing.
Bittel, L. R., Newstrom, J.W (1990). What every supervisory should know
Singapore, McGraw-Hill Book Co
Bryant, Liz (2010). Clinical supervision. Practice Nurse; Jun 25, 2010; 39, 12;
ProQuest Nursing & Allied Health Source pg. 36
Brunnerro S., & Stein Parburry, J (2008). The effective of clinical supervision in
nursing: an evidence based literature review, Australian Journal Advanced
Nursing, 25(3), 86-94
Brown, & Gillis, Marybeth (1999). Using reflective thinking to develop personal
professional philiosophies. Journal of Nursing Education, 38(4), 171-175.
Universitas Indonesia
Congress on Nursing Practice and Economics (2006). Assuring patient safety: the
employers role in promoting healthy nursing work hours for register
nurses in all roles and settings, ANA Board Of Directors.
Connolly, C., & Rogers, N. (2005). Who is the nurse? rethinking the history of
gender and medicine. Magazine of History, 19(5), 45-49. Diunduh pada 30
September 2012 dari
http://search.proquest.com/docview/213725399?accountid=17242
Cutcliffe, J., McFeely, & Siobhan (2001), Practice nursess and their 'lived
experience' of clinical supervision British Journal of Nursing; Mar 8-Mar
21, 2001; 10, 5; ProQuest Nursing & Allied Health Source pg. 312
Dawson, M., Phillips, B., & Leggat, Sandra G, PhD,M.H.Sc (Health Admin),
M.B.A.,. (2012). Effective clinical supervision for regional allied
health professionals - the supervisee's perspective. Australian Health
Review, 36(1), 92-97. Diunduh pada 30 September 2012 dari
http://search.proquest.com/docview/1022629719?accountid=17242
de Castro, A.B. (2004). Handle With Care: The American Nurses Association’s
Campaign to Address Work-Related Musculoskeletal Disorders" Online
Journal of Issues in Nursing. Vol. 9 No. 3, Manuscript 2. Diunduh pada
30 September 2012 dari:
www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPer
Universitas Indonesia
Daly, Tammie; Dickson & Kathryn, (1998 ) Biological hazards Nursing Standard;
Oct 7-Oct 13, 1998; 13, 3; ProQuest Nursing & Allied Health Source pg.
43
Dill, J., Morgan, J., & Kelly, C. (2008) The revolving door: supervision, job
satisfaction, and retention among nursing assistants. The Gerotologist,
48(00169013), 127 -127
Dinelli, M., Moreira, T., Paulino, E., da Rocha, M., Graciani, F., & de Moraes-
Pinto, M. (2009). Immune status and risk perception of acquisition of
vaccine preventable diseases among health care workers. American
Journal Of Infection Control, 37(10), 858-860.
doi:10.1016/j.ajic.2009.04.283
Dewi, Sari Candra. (2011). Hubungan Fungsi Manajemen Kepala Ruang dan
Karakteristik Perawat dengan Penerapan Keselamatan Pasien dan
Perawat di IRNA I RSUP DR. Sardjito Yogyakarta. Depok Tesis FIK UI .
Tidak dipublikasikan
Feng, X. Q., Acord, L., Cheng, Y. J., Zeng, J. H., & Song, J. P. (2011). The
relationship between management safety commitment and patient safety
culture. International Nursing Review, 58(2), 249-254. doi:
10.1111/j.1466-7657.2011.00891.x
Guimond, M. E., Sole, M. L., & Salas, E. (2011). Getting ready for simulation-
based training: A checklist for nurse educators. Nursing Education
Perspectives, 32(3), 179-85. Diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/873602028?accountid=17242 pada
Januari 2013
HEROES (2003). A review of modern fire service hazards and protection needs
diunduh pada tanggal 30 September dari
http://www.cdc.gov/niosh/npptl/pdfs/ProjectHEROES.pdf
Hastono, S.P. (2007). Basic Data Analysis for Health Research. Depok: FKM-UI
(Tidak diterbitkan).
Universitas Indonesia
Jensen, C. D., Cushing, C. C., Aylward, B. S., Craig, J. T., Sorell, D. M., &
Steele, R. G. (2011). Effectiveness of motivational interviewing
interventions for adolescent substance use behavior change: A meta-
analytic review. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 79(4),
433-440. doi: http://dx.doi.org/10.1037/a0023992
Kable, A. K., Guest, M., & McLeod, M. (2011). Organizational risk management
and nurses' perceptions of workplace risk associated with sharps including
needlestick injuries in nurses in New South Wales, Australia. Nursing &
Health Sciences, 13(3), 246-254. doi: 10.1111/j.1442-2018.2011.00607.x
Karipidis, K. K., Benke, G., Sim, M. R., Kauppinen, T., Kricker, A., Hughes, A.
M., . . . Fritschi, L. (2007). Occupational exposure to ionizing and non-
ionizing radiation and risk of non-Hodgkin lymphoma. International
Archives Of Occupational And Environmental Health, 80(8), 663-670.
Kilminster, S., Cottrell, D., Grant, J., & Jolly, B. (2007). AMEE Guide No. 27:
Effective educational and clinical supervision. Medical Teacher, 29(1), 2-
19.
Kron,T. & Gray, A. (1987). The manajemen of patient care putting leadership
skill to work, sixth edition. Philadelphia : W.B Saunders Company.
Lalić, H., Kukuljan, M., & Pavicić, M. D. (2010). A case report of occupational
middle ear tuberculosis in a nurse. Arhiv Za Higijenu Rada I
Toksikologiju, 61(3), 333-337.
Lee, W.-C., Wung, H.-Y., Liao, H.-H., Lo, C.-M., Chang, F.-L., Wang, P.-C., . . .
Hou, S.-M. (2010). Hospital safety culture in Taiwan: a nationwide survey
Universitas Indonesia
Lindberg, L., Judd, K., & Snyder, J. (2008). Developing a safety culture with
front-line staff. Hospitals & Health Networks / AHA, 82(9), 84-85.
Lynch, L., Hancox, K., Happel, B.,& Parker,( 2008), Clinical supervision for
nurse. united Kingdom; Willey-Blackwell
Loiselle, C.G., Profetto-McGrath, J., Polit, D.F., & Beck, C.T. 2004. Canadian
Essentials of Nursing Research. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Phillips, C. Y., Palmer, C. V., Wettig, V. S., & Fenwick, J. W. (2000). Attitudes
toward nurse practitioners: Influence of gender, age, ethnicity, education
and income. Journal of the American Academy of Nurse
Practitioners, 12(7), 255-255. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/212870806?accountid=17242
Nelson, A., & Baptiste, A. (2004). Evidence-based practices for safe patient
handling and movement. Online Journal Of Issues In Nursing, 9(3), 4
NMHRC, (2010), Australian guidelines for the prevention and control of infection
in healthcare diunduh dari http://www.nhmrc.gov.au/node/30290
Universitas Indonesia
Mathai, Allegranzi, Kilpatrick & Pittet (2010), Prevention and control of health
care-associated infections through improved hand hygiene., Indian Journal
of Medical Microbiology, (2010) 2I8n(d2i)a:n 1 J0o0u-6rn
Milton, C.L. 1999. Ethical Issues From Nursing Theoretical Perspectives. Nursing
Science Quarterly, 12(1): 20-25.
Panlilio A.L, Orelien J.G, Srivastava P.U, Jagger J, Cohn R.D, Cardo D.M; NaSH
Surveillance Group; EPINet Data Sharing Network (2004). Estimate of the
annual number of percutaneous injuries among hospital-based healthcare
Universitas Indonesia
Polovich, M., (2004). Safe handling of hazardous drugs". Online Journal of Issues
in Nursing. Vol. 9 No. 3, Manuscript 5. diunduh dari:
www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPeri
odicals/OJIN/Tabl
ofContents/Volume92004/No3Sept04/HazardousDrugs.aspx
Polit, DF., & Hungler, B.P. (1999) Nursing research; Principle and Method (9th
edition). Philadelphia Wlliam & Wilkins
Pittet D & Boyce J.M (2001) Hand hygiene and patient care: pursuing the
Semmelweis legacy. Lancet Infect Dis 1: 9–20.
Ramsay, J.D., (2005). A new look at nursing safety: the development and use of
jhas in the emergency department, The Journal of Sh & E Reseac. Vol.2
Num 2.
Reid,. K., Dennison, P., (2011) The Clinical Nurse Leader (C NL)®: Point-of-C
are Safety Clinician" OJIN: The Online Journal of Issues in Nursing Vol.
16, No. 3, Manuscript 4.
Sabri, L. & Hastono, S.P. (2010). Statistik Kesehatan, edisi 4. Jakarta: Raja
Grafindo Perkasa.
Sastroasmoro, S., & Ismael, S., (2010), Dasar-dasar metodologi penelitian klinis
(edisi ke tiga), Jakarta Sagung seto
Siagian, S.P. (2009). Kiat meningkatkan produktivitas kerja. Jakarta: Rineka Cipta
Smith P. , Pearson P.H. & Ross F. (2009) Emotions at work: what is the link to
patient and staff safety? Implications for nurse managers in the NHS.
Journal of Nursing Management 17, 230–237
Stark &Sharon (2006). The effects of master's degree education on the role
choices, role flexibility, and practice settings of clinical nurse specialists
and nurse practitioners. Journal of Nursing Education, 45(1), 7-15.
diunduh dari 5 September 2012 pada
http://search.proquest.com/docview/203942887?accountid=17242
Trinkoff, A.M, Brown, J.MG, Claire C. Caruso, Jane A. Lipscomb, Selby A.L,
(2007) Personal safety for nurse. patient safety and quality: An Evidence-
Based Handbook for Nurses. diunduh pada 15 September 2012 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21328762
Universitas Indonesia
Turner, J., & Hill, A. (2011). Implementing clinical supervision (part 1): A review
of the literature. Mental Health Nursing (Online), 31(3), 8-12. diunduh
dari http://search.proquest.com/docview/878897388?accountid=17242
Turner, J., & Hill, A. (2011). Implementing clinical supervision (part 2): Using
proctor's model to structure the implementation of clinical supervision in a
ward setting. Mental Health Nursing (Online), 31(4), 14-19. diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/886532162?accountid=17242;
Hill, A., & Turner, J. (2011). Implementing clinical supervision (part 3): An
evaluation of a clinical supervisor's recovery-based resource and support
package. Mental Health Nursing (Online), 31(5), 16-20. diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/939526034?accountid=17242;
Wagner, L., Capezuti, E., & Rice, J.C, (2009). Nurses' perceptions of safety
culture in long-term care settings. Journal of Nursing Scholarship, 41(2),
184-92. diunduh pada 10 November 2012 dari
http://search.proquest.com/docview/236397736?accountid=17242
Wasylkiw, L., Gould, O. N., & Johnstone, D. (2009). Exploring women's attitudes
and intentions to seek care from nurse practitioners across different age
groups. Canadian Journal on Aging, 28(2), 177-83. doi:
http://dx.doi.org/10.1017/S071498080909014X
Wilburn, S.Q. (2004). Needlestick & sharp injury prevention. Online Journal of
issue in Nursing. Vol 9 diunduh pada 15 September 2012 dari
www.nursingworld.org/ojin/tpc25_4.html.
Winstanley, J., & White, E. (2003). Clinical supervision: Models, measures and
best practice. Nurse Researcher, 10(4), 7-38. diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/200775851?accountid=17242
Universitas Indonesia
Zanjani, F. A. K., K, W. S., & Willis, S. L. (2006). Age group and health status
effects on health behavior change. Behavioral Medicine, 32(2), 36-46.
diunduh pada 30 September 2012 dari
http://search.proquest.com/docview/195229333?accountid=17242
Universitas Indonesia
PENJELASAN PENELITIAN
(Kelompok Intervensi)
Yenni Yulita
Yenni Yulita
Yenni Yulita
Yenni Yulita
NPM 1006755456
Saya mengetahui bahwa tidak ada risiko yang akan saya alami dan saya telah
diberitahukan tentang adanya jaminan kerahasiaan informasi yang diberikan dan
saya juga memahami bahwa penelitian ini bermanfaat bagi pelayanan
keperawatan.
NPM 1006755456
Saya mengetahui bahwa tidak ada risiko yang akan saya alami dan saya telah
diberitahukan tentang adanya jaminan kerahasiaan informasi yang diberikan dan
saya juga memahami bahwa penelitian ini bermanfaat bagi pelayanan
keperawatan.
Tanjungpinang, 2012.
PETUNJUK
1. Umur : ……………………………………Tahun
2. Jenis Kelamin : L
DIV Keperawatan
S1 Keperawatan
S1 Keperawatan Profesi
3. ……………………………….
4. ………………………………..
5. ………………………………..
Petunjuk Pengisian
Isilah kuesioner dengan petunjuk berikut sesuai dengan petunjuk dibawah ini:
Tidak pernah : 1, Apabila saudara tidak pernah melakukannya saat ini
Jarang : 2, Apabila saudara jarang melakukannya saat ini
Sering : 3, Apabila saudara sering melakukannya saat ini
Selalu : 4, Apabila saudara selalu melakukannya saat ini
No Pernyataan 1 2 3 4
19 Saya memakai air dan sabun untuk kebersihan tangan yang terlihat
kotor
20 Saya memakai sarung tangan ketika dicurigai adanya agen infeksius
saja
21 Setelah mencuci tangan saya keringkan secara menyeluruh dengan
handuk yang diganti petugas 1 sehari
22 Saya menggunakan masker untuk melindungi dari kontak dengan
bahan infeksius dari pasien saja
23 Saya menggunakan sarung tangan untuk mencegah kontaminasi
tangan saat kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh, selaput
lendir, kulit terbuka, dan bahan yang berpotensi menular lainnya
24 Saya memakai apron atau gaun ketika kontak dekat dengan pasien,
peralatan dapat menyebabkan kontaminasi kulit, dan agen infeksius
yang menularkan
25 Saya tidak membersihkan pispot, urinal dan bedpan setelah
digunakan oleh pasien
26 Saya menggunakan masker ketika berhubungan dengan prosedur
yang membutuhkan teknik steril
27 Saya memakai sepatu yang pas dan tertutup untuk meminimalkan
risiko cedera akibat tertimpa benda tajam
28 Saya masker sekali pakai ketika berhubungan pasien
29 Saya tidak meletakkan limbah dalam wadah yang sesuai karena telah
ditangani oleh pihak pengolahan limbah rumah sakit
30 Saya menggunakan alat pelindung diri yang sesuai untuk penanganan
linen kotor
31 Saya menempatkan linen kotor (terkontaminasi cairan tubuh dan
darah) harus ditempatkan dalam tempat yang tidak bocor untuk
transportasi yang aman
32 Saya memastikan kebersihan tangan setelah penanganan linen semua
pasien
33 Saya memakai sarung tangan dan gaun saat masuk ke area perawatan
pasien infeksius saja
34 Saya tidak memastikan bahwa pakaian dan kulit kontak dengan yang
berpotensi menularkan
35 Saya membuang jarum dan benda tajam pada tempat yang telah
disediakan oleh petugas sanitasi rumah sakit
36 Saya memberikan kamar tunggal pada pasien yang bisa menginfeksi
lewat droplet
37 Saya menggunakan masker bedah saat memasuki area perawatan
pasien menularkan agen infeksi
38 Saya meminimalkan perpindahan / transportasi pasien yang dapat
menularkan agen infeksius
39 Saya tidak memisahkan antara linen infeksius dengan linen non
infeksius karena sudah ditangani oleh pihak loundry.
40 Saya melepaskan gaun dan sarung tangan hanya sebelum
meninggalkan ruang perawatan isolasi
PENGARUH SUPERVISI MODEL REFLEKTIF INTERAKTIF TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN PERAWAT PADA
BAHAYA AGEN BIOLOGIK DI RSUD PROVINSI KEPULAUAN RIAU TANJUNG UBAN TAHUN 2012 -2013
Waktu Penelitian
No Kegiatan Agustus September Oktober November Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
1 Penyusunan dan Uji proposal
2 Perbaikan, Uji etik dan kompetensi
3 Pengurusan Ijin penelitian
4 Pengumpulan Data
5 Analisis dan Pengolahan Data
6 Penyusunan Laporan Akhir
7 Seminar Hasil Penelitian
8 Perbaikan Hasil Seminar
9 Sidang Tesis
10 Perbaikan Hasil Sidang Tesis
11 Pengumpulan Tesis
.
UNIVERSITAS INDONESIA
Penyusun:
Yenni Yulita
Hanny Handiyani, S.Kp., M.Kep.
Kuntarti S.Kp, M. Biomed.
Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan kemudahan yang diberikanNya maka penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Buku Pedoman Supervisi Reflektif Interaktif pada keselamatan perawat
terhadap bahaya agen biologik. Buku ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman,
sikap, dan perilaku perawat dalam kegiatan supervisi reflektif interaktif pada
keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik.
Penyusun sangat berterima kasih atas bimbingan, bantuan dan dukungan dosen,
pakar manajemen keperawatan, institusi pendidikan Pascasarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, rekan-rekan perawat serta semua pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, sehingga buku pedoman Supervisi
Reflektif Interaktif pada keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik bisa
diselesaikan dengan baik. Terima kasih juga kami sampaikan kepada rekan-rekan
perawat yang menggunakan buku ini sebagai acuan dalam bekerja.
Penulis
iii
Halaman
Halaman Judul …………………………………………………………….. . i
Lembar Pesetujuan ……………………………………………………….... ii
Kata Pengantar ……………………………………………………………… iii
Daftar Isi ……………………………………………………………………... iv
Daftar gambar..…………………………………………………………….... v
Daftar Tabel …………………………………………………………………. vi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………………..….. 1
1.2. Kompetensi ………………………………………………………….. 2
1.3. Tujuan……………… ………………………………………………... 3
1.4. Peserta………………………………………………………………... 4
1.5. Struktur Pelatihan …………………………………………………… 4
1.6. Diagram Alur Proses Pembelajaran…..…………………………... 5
1.7. Garis-Garis Besar Program Pembelajaran Pelatihan …………... 6
1.8. Evaluasi Pelatihan ………………………………………………...... 7
BAB 2 SUPERVISI
2.1. Definisi Supervisi …….………………………………………........... 8
2.2. Model Supervisi Reflektif ………………………………...………. 13
2.3. Model Supervisi Interaktif ……………………….………………… 14
2.4. Supervisi Model Reflektif Interaktif ……………………………. 17
iv
Halaman
Halaman
vi
Risiko infeksi agen biologik merupakan risiko yang dialami oleh perawat selama
menjalankan kegiatannya yang berhubungan dengan agen infeksius. Agen
infeksius dapat melalui darah/ cairan tubuh, udara dan droplet Infeksi melalui
darah, seperti Hepatitis B, Hepatitis C, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
(Fowler, 2004). Perawat yang bekerja klinis dalam waktu yang lama di ruangan
rawat paru terinfeksi Micobacterium tuberculosis saat bekerja (Lalić, Kukuljan,
& Pavicić, 2010). Penyebab penularan penyakit pada perawat dengan berbagai
cara atau beragam.
Perawat dapat tertular penyakit melalui peralatan dan benda tajam. Petugas
kesehatan antara 600.000 dan 800.000 terpapar darah (Trinfkoff et al, 2007)
Perkiraan setiap tahun 385.000 benda-benda tajam dan jarum suntik mencederai
petugas kesehatan, rata-rata 1.000 luka benda tajam per hari (CDC, 2003).
Kondisi tersebut perlu mendapat perhatian dari para manajer keperawatan.
Pendidikan dan pelatihan dari supervisi klinis sangat penting untuk peningkatan
supervisor yang tersedia dan memberikan informasi kepada staf untuk supervisi
klinis. Staf harus memiliki akses ke kegiatan pengembangan profesional yang
meningkatkan pemahaman tentang supervisi klinis. Semua supervisor harus
memiliki akses ke pengembangan profesional berkelanjutan yang relevan dengan
kegiatan supervisi (Victorian Government Department of Human Services, 2006).
2 Universitas
Indonesia
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Setelah melakukan pelatihan Supervisi Reflektif Interatif terhadap perilaku
keselamatan perawat pada bahaya agen biologik diharapkan perawat mampu
melaksanakan sesuai dengan standar dan ketentuan di RSUD Provinsi Kepulauan
Riau Tanjung Uban.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk Kemampuan Koqnitif
- Membedakan konsep dari supervisi
- Membedakan konsep dari supervisi model reflektif
- Membedakan konsep dari supervisi model interaktif
- Membedakan konsep dari supervisi model reflektif interaktif
- Membedakan standar keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
b. Untuk Kemampuan Afektif
- Memiliki keyakinan adanya manfaat aplikatif dari supervisi model
reflektif interaktif pada perawat pelaksana
- Memiliki keyakinan adanya manfaat aplikatif dari standar keselamatan
perawat pada bahaya agen biologik pada perawat pelaksana
3 Universitas
Indonesia
1.4. Peserta
Kriteria peserta pelatihan adalah kepala ruang di RSUD Provinsi Kepulauan Riau
Tanjung Uban yang berpendidikan minimal DIII Keperawatan yang bersedia
menjadi peserta pelatihan. Peserta pelatihan yang terdiri dari 7 kepala ruang.
No Waktu (menit)
Kegiatan
Teori Diskusi
1 Konsep dasar Supervisi 20 menit 25 menit
2 Konsep Supervisi Reflektif 20 menit 25 menit
3 Konsep Supervisi Interaktif 20 menit 25 menit
4 Konsep Supervisi Reflektif Interaktif 20 menit 25 menit
5 Konsep keselamatan perawat terhadap 20 menit 25 menit
bahaya agen biologik
Pembukaan
Capacity Learning
Building
Pretest
Posttest
Penutupan
6 Universitas
Indonesia
7 Universitas Indonesia
8 Universitas Indonesia
Evaluasi pelatihan digunakan untuk melihat sejauh mana pelatihan memberikan dampak
pada perserta pelatihan pada
a. Mengukur sikap dan kemampuan skill peserta terhadap pelatihan yang diterima
dengan menunjukkan manfaat serta kegunaan pelatihan supervisi reflektif interaktif
terhadap bahaya agen biologik dilaksanakan.
b. Mengukur pengetahuan dengan test tertulis dengan batas nilai kelulusan minimal
75%.
c. Mengukur keterampilan dan pengetahuan peserta untuk menunjukkan kemampuan
untuk melaksanakan kerja berdasarkan standar pencapaian perawat pada praktik
dilapangan dengan standar batas minimal 100%.
9 Universitas Indonesia
Supervisi klinis merupakan suatu proses konsultasi formal antara dua atau lebih
(Hancox & Lynch, 2008) yang membahas pengembangan klinis, pengetahuan,
keterampilan, dan pengembangan diri melalui praktik yang dilakukan dengan cara
merefleksikan yang bertujuan meningkatkan praktik kerja klinis untuk memenuhi tujuan
profesionalisme dan etika untuk memberikan dukungan personal dan dorongan yang
erat kaitannya dengan praktik professional (Dawson, Phillips& Leggat, 2012). Supervisi
klinis difokuskan pada isu profesional dan kepekaan terhadap kebutuhan individu yang
disupervisi, sehingga memberikan kontribusi yang membangun hubungan diantara
supervisor dengan perawat yang disupervisi (Jones, 2011).
10 Universitas Indonesia
11 Universitas Indonesia
Manfaat supervisi yaitu dengan supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja dan
efisiensi kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana
kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan. Peningkatan efesiensi kerja ini
erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan,
sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat
dicegah (Suarli & Bahtiar, 2009).
Supervisi klinis memberikan manfaat bagi manajer keperawatan dan perawat yang
disupervisi. Manfaat supervisi akan memberikan dampak pada pelayanan keperawatan
menjadi lebih baik yang akan dirasakan oleh pasien sebagai penerima asuhan
keperawatan. Supervisi klinis meningkatkan kualitas perawatan pasien dengan:
memelihara dan menjaga standar pelayanan, menilai perkembangan pengetahuan
profesional dan praktik, dan memastikan pemberian perawatan optimal yang
berkualitas.
Manfaat utama bagi para praktisi dapat diringkas sebagai berikut (DHSSPS, 2004):
a. Praktisi merasa dihargai dan meningkatkan harga diri.
b. Supervisi klinis mendorong kemandirian dalam praktik aman yang mencerminkan
perawatan individu yang tepat.
c. Pengawasan secara keseluruhan mendorong terus menerus pengembangan
profesional dan pribadi dan komitmen untuk belajar sepanjang hayat.
d. Supervisi klinis memberikan dorong positif
12 Universitas Indonesia
a. Supervisi langsung
Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung. Pada supervisi
modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pembimbing dan pengarahan
serta pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Cara memberikan bimbingan
dan pengarahan yang efektif adalah (Sitorus & Panjaitan, 2011):
1) Pengarahan diberikan dengan lengkap
2) Mudah dipahami
3) Mengunakan kata-kata yang tepat
4) Berbicara dengan jelas dan tidak terlalu cepat
5) Berikan arahan yang logis
6) Pastikan bahwa arahan yang diberikan dipahami
7) Yakinkan bahwa arahan yang diberikan dilaksanakan atau perlu ditindaklanjuti
b. Supervisi Tidak Langsung
Supervisi dilakukan melalui laporan tertulis maupun lisan. Supervisor tidak melihat
kejadian dilapangan sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat
diberikan secara tertulis.
13 Universitas Indonesia
Fungsi – fungsi manajemen yang terkait dengan supervisi yaitu (Huber, 2010):
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan fungsi dasar dalam mencapai tujuan organisasi dan misi
organisasi, falsafah keperawatan, tujuan unit, sasaran, kebijakan dan prosedur (Sitorus
& Panjaitan, 2011). Untuk mencapai tujuan tersebut penting untuk memahami tentang
visi, misi dan nilai-nilai yang diyakini, filosofi dan strategi yang akan dilaksanakan.
Perencanaan suatu organisasi harus dipahami dan dilaksanakan oleh setiap personal
yang ada diorganisasi tersebut.
b. Pengorganisasian
Proses supervisi menujukan koordinasi terhadap sumber-sumber untuk tujuan yang
efektif dan efisien. Supervisor harus dapat menguasai/ memahami fungsi organsisasi
untuk merestrukturisasi dan mereformulasikan antara perubahan manusia dan sumber-
sumber material pada waktu yang pendek.
c. Pengarahan
Pengarahan yaitu melakukan suatu kegiatan melalui mempengaruhi orang lain dengan
memberikan bentuk kepimpinan yang efektif untuk meningkatkan kinerja, memotivasi
pada bawahan, koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi serta komunikasi
14 Universitas Indonesia
Menggunakan model reflektif untuk supervisi klinis praktik refleksi pada keperawatan
profesional. Kebutuhan perawat untuk memenuhi kebutuhan perawatan pasien, yang
semakin meningkat kebutuhan akan praktik profesional dan sesuai dengan kebijakan
organisasi dan prosedur. Praktik refleksi mengharuskan perawat belajar dari refleksi,
merevisi pandangan konseptual secara tepat dan bertindak secara berbeda untuk yang
akan datang untuk hasil yang maksimal (Daly, 2004 dalam Lynch, Hancox, Happel, &
Parker, 2008).
Memiliki pengalaman
dalam supervisi klinis
Apa?
Tindakan dengan aspek pembelaran Menjelaskan
baru dari pengalaman di praktik klinis kejadiannya
Ada karakteristik penting bagi pengembangan praktik yang efektif Discroll (2000),
menggambarkan supervisi klinis sebagai proses refleksi yang dipandu, di mana
supervisor membantu perawat yang disupervisi. Discoll memiliki tiga komponen yaitu
16 Universitas Indonesia
Supervisor dan perawat yang disupervisi akan membahas bagaimana perawat yang
disupervisi tersebut terhadap tindakan dan apa yang telah dipelajari dalam sesi tersebut.
Pada sesi berikut supervisor dan perawat yang disupervisi akan meninjau dan
membahas bagaimana semua pembelajaran baru. Perawat yang disupervisi diharuskan
untuk fokus pada sebuah fenomena.
Administratif Pendidikan
Normative Educative
Dukungan
Supportive
17 Universitas Indonesia
b. Pendidikan/ Formatif
Fungsi pendidikan/ formatif berfokus pada pengetahuan dan keterampilan perawat yang
di supervsi tersebut. Perawat yang disupervisi dipastikan memiliki pengetahuan yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Difokuskan pada pengembangan
profesional perawat yang disupervisi tersebut. Pemberian pengawasan edukatif sangat
penting untuk pengembangan keterampilan, yang menghubungkan teori dan praktik
sehingga meningkatkan kompetensi, kepuasan kerja sehingga baik untuk supervisor dan
perawat yang disupervisi.
Model supervisi oleh Kadushin, pendidikan meliputi kegiatan yang mengembangkan
kemampuan profesional yang disupervisi, termasuk memberikan pengetahuan,
keterampilan, dan mengembangkan kesadaran diri (Barker, 1995; Munson, 2002)
melalui, misalnya, mengajar, konsultasi kasus, memfasilitasi pembelajaran, dan
pengembangan. Supervisi membahas pengembangan keterampilan untuk berbasis bukti
praktik keperawatan
18 Universitas Indonesia
Restoratif
Dukungan
19 Universitas Indonesia
20 Universitas Indonesia
21 Universitas Indonesia
22 Universitas Indonesia
23 Universitas Indonesia
Pencapaian lingkungan kerja yang sehat untuk perawat merupakan hal penting untuk
keselamatan perawat dalam menjalankan aktivitasnya (RNAO, 2008). Keselamatan
perawat dari bahaya biologik, mekanik, fisik dan psikososial (Fowler, 2004).
Pencegahan dan penanganan bahaya agen biologik dapat berupa penerapan
kewaspadaan isolasi berupa penerapan pencegahan dan pengontrolan infeksi dari
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis cara penularan (Siegel et al., 2007).
24 Universitas Indonesia
25 Universitas Indonesia
26 Universitas Indonesia
27 Universitas Indonesia
28 Universitas Indonesia
Sebelum Sesudah
29 Universitas Indonesia
30 Universitas Indonesia
Pakaian pelindung (apron atau gaun) dipakai oleh semua tenaga kesehatan ketika
(NHMRC, 2010):
a) Kontak dekat dengan pasien, peralatan dapat menyebabkan kontaminasi kulit,
seragam dan pakaian lainnya dengan agen infeksius.
b) Ada risiko kontaminasi dengan darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi
(kecuali keringat).
Jenis apron atau gaun yang dibutuhkan tergantung pada tingkat risiko, termasuk tingkat
kontak dengan bahan infeksius, darah dan cairan tubuh yang berpotensi menembus ke
pakaian atau kulit. Pertimbangan dalam memilih jenis gaun (misalnya panjang atau
lengan pendek) yang sesuai untuk kegiatan sebagai berikut:
a) Volume cairan tubuh yang mungkin ditangani.
b) Tingkat dan jenis paparan cairan tuhuh.
31 Universitas Indonesia
3) Masker
Masker yang digunakan dengan tujuan: 1) Digunakan untuk melindungi dari kontak
dengan bahan infeksius dari pasien misalnya, sekresi pernafasan dan semprotan dari
darah atau cairan tubuh, konsisten dengan standart precaution dan Droplet Precaution,
2) Digunakan ketika berhubungan dengan prosedur yang membutuhkan teknik steril
untuk melindungi pasien dari paparan agen infeksi yang dibawa dalam mulut atau
32 Universitas Indonesia
Masker dapat digunakan dengan kombinasi kacamata untuk melindungi mulut, hidung
dan mata, atau pelindung wajah dapat digunakan sebagai pengganti masker dan kaca
mata.
4) Kaca Mata
NIOSH (2010) menyatakan bahwa pelindung mata harus nyaman, dapat melihat dengan
mudah, dan harus disesuaikan dengan pengguna supaya mendapatkan kenyamanan.
Penyediaan berbagai jenis, bentuk, dan ukuran peralatan pelindung merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan. Kacamata lapisan anti-kabut secara tidak langsung dapat
memberikan perlindungan mata yang digunakan dari cipratan, semprotan, dan droplet
dari berbagai sudut. Kaca mata yang efektif sebagai pelindung mata apabila tidak
memberikan percikan atau semprot perlindungan ke bagian lain dari wajah. Kegunaan
kacamata selain masker, dalam mencegah paparan agen infeksi ditularkan melalui
droplet pernafasan (NIOSH, 2011).
Selaput lendir mulut, hidung dan mata merupakan portal masuk untuk agen infeksius,
seperti integritas kulit terganggu (misalnya oleh jerawat, dermatitis). Wajah dan
pelindung mata mengurangi risiko terpapar dari percikan atau semprotan darah dan
cairan tubuh. Prosedur yang menghasilkan semburan atau percikan darah, cairan tubuh,
sekresi atau ekskresi memerlukan pelindung wajah atau masker dikenakan dengan
pelindung kacamata
Pelindung wajah dapat digunakan selain masker bedah sebagai alternatif pelindung.
Pelindung wajah dapat memberikan perlindungan ke bagian lain dari wajah serta mata.
Pelindung wajah membentang dari dagu memberikan perlindungan mata dari percikan
dan semprotan, pelindung wajah yang dapat mengurangi cipratan cairan tubuh.
33 Universitas Indonesia
6) Sepatu
Sepatu yang cocok untuk sebaiknya dirancang untuk meminimalkan risiko cedera akibat
jatuh benda tajam dan sebaiknya digunakan yang tertutup dan anti slip untuk
mengurangi kecelakaan.
Memilih peralatan pelindung diri harus tepat. Alat pelindung diri harus sesuai untuk
tugas yang dilakukan. Tingkat dan jenis perlindungan harus sesuai dengan paparan. Alat
pelindung diri harus dapat diakses dengan mudah dan tersedia dalam sesuai ukuran.
Sarung tangan sekali pakai dapat dicuci atau didekontaminasi untuk digunakan kembali.
Sarung tangan harus diganti bila menunjukkan tanda-tanda retak, mengelupas, robek,
menusuk, atau memburuk. Sarung tangan non karet, sarung tangan liners, sarung tangan
powderless atau alternatif yang serupa harus diberikan jika alergi terhadap sarung
tangan.
Gunakan sarung tangan (1) ketika memiliki luka, goresan atau lecet lainnya di kulit, (2)
melakukan tindakan, atau (3) ketika diyakini bahwa kontaminasi pada tangan mungkin
terjadi. Cipratan, semprotan, tetesan darah atau menimbulkan bahaya bagi mata, hidung
atau mulut, maka masker dapat digunakan dengan kacamata atau pelindung wajah.
Perlindungan terhadap paparan pada tubuh dengan menggunakan pakaian pelindung,
34 Universitas Indonesia
Alat pelindung diri harus dilepaskan saat meninggalkan area pekerjaan. Jika pakaian
ditembus oleh darah atau cairan tubuh infeksius, harus segera dilepaskan. Alat
pelindung diri harus ditempatkan tempat yang telah disediakan atau wadah untuk
penyimpanan, mencuci dekontaminasi atau dibuang saja. Mencuci tangan dengan segera
setelah melepas sarung tangan atau setelah perlengkapan perlindungan pribadi.
Penanganan dan pembuangan benda tajam harus mengikuti aturan yang tepat.
Penggunaan perangkat tajam memberikan risiko pada petugas kesehatan terhadap risiko
cedera dan paparan yang ditularkan melalui darah agen menular. Cedera yang paling
sering terjadi (CDC 2008) yaitu: selama penggunaan perangkat tajam pada pasien
(41%); setelah digunakan dan sebelum pembuangan perangkat tajam (40%), dan selama
atau setelah pembuangan sesuai atau tidak pantas perangkat tajam (15%).
Petugas kesehatan harus mengambil tindakan untuk mencegah luka yang disebabkan
oleh jarum, pisau bedah dan instrumen tajam: selama prosedur, ketika membersihkan
instrumen yang digunakan; pembuangan jarum suntik bekas, dan menangani alat tajam
setelah prosedur.
35 Universitas Indonesia
c. Teknik Aseptik
Teknik aseptik melindungi pasien selama prosedur klinis invasif dengan menggunakan
langkah-langkah pengendalian infeksi yang meminimalkan penularan
d. Manajemen Sampah
e. Penanganan Linen
36 Universitas Indonesia
37 Universitas Indonesia
Pencegahan keselamatan kerja dengan menghindari tertusuk benda tajam dan terpapar
luka dari darah yang mengandung agen infeksi. Pencegahan cedera benda tajam selalu
menjadi elemen penting standar precaution. termasuk langkah-langkah untuk
menangani jarum dan perangkat tajam lainnya dengan cara yang akan mencegah cedera
pada pengguna dan orang lain selama atau setelah prosedur ( Siegel, et al., 2007).
Pencegahan kontak dengan membran mukosa, paparan dengan selaput lendir mata,
hidung dan mulut dengan darah dan cairan tubuh dihubungkan dengan transmisi virus
melalui darah dan agen menular lainnya, untuk perawat pencegahan terpapar melalui
selaput lendir selalu menjadi unsur pencegahan. Praktik kerja yang aman, selain
memakai alat pelindung diri, digunakan untuk melindungi selaput lendir dan kulit yang
tidak utuh dari kontak dengan bahan yang berpotensi menular. Selalu memakai sarung
tangan dan sarung tangan yang terkontaminasi tanpa menyentuh mulut, hidung, mata,
wajah, dan pasien.
Penanganan peralatan yang dapat menulari secara kontak dengan tepat dan sesuai.
Peralatan medis dan instrument harus dibersihkan dan dipelihara sesuai dengan instruksi
untuk mencegah penularan agen infeksi dari pasien ke pasien Pembersihan untuk
menghilangkan bahan organik harus selalu mendahului disinfeksi tingkat tinggi dan
sterilisasi instrumen dan perangkat.
38 Universitas Indonesia
Melindungi diri ketika penanganan terkontaminasi dengan benda tajam harus dengan
langkah sesuai (NIOSH, 2011):
1) Tempat Pembuangan
Benda tajam yang terkontaminasi dibuang dalam wadah pembuangan benda tajam
sesegera mungkin setelah digunakan. Wadah pembuangan benda tajam harus mudah
diakses dan terletak sedekat mungkin ke daerah di mana benda tajam akan digunakan.
Dapat ditempatkan pada gerobak untuk mencegah jangkauan dari pasien, seperti pasien
psikiatri atau anak-anak. Wadah ini juga harus tersedia dimanapun benda tajam dapat
ditemukan, seperti di binatu. Benda tajam yang terkontaminasi tidak boleh dipotong
39 Universitas Indonesia
40 Universitas Indonesia
41 Universitas Indonesia
Demikian buku pedoman ini dibuat sebagai panduan perawat supervisor dalam
melaksanakan Supervisi Reflektif Interaktif. Supervisi reflektif interaktif dilakukan
langsung pada perawat pelaksana dengan metode diskusi yang dapat dilakukan secara
individu dan kelompok. Diharapkan dengan supervisi reflektif interaktif dapat
meningkatan keselamatan perawat terhadap bahaya agen biologik
42 Universitas Indonesia
Bittel, L. R., Newstrom, J.W (1990) What every supervisory should know Singepore,
McGraw-Hill Book Co
Brunnerro S., & Stein Parburry, J (2008) The effective of clinical supervision in nursing
: an evidence based literature review, Australian Journal Advanced Nursing,
25(3), 86-94
Boyce JM & Pittet D, (2002) Guideline for Hand Hygiene in Health-Care Settings.
Recommendations of the Healthcare Infection Control Practices Advisory
Committee and the HICPAC/SHEA/APIC/IDSA Hand Hygiene Task Force.
Society for Healthcare Epidemiology of America/Association for Professionals
in Infection Control/Infectious Diseases Society of America. MMWR Recomm
Rep 51: 1–45
Cardoso & De Figueiredo (2010). Biological risk in nursing care provided in family
health units. Revista Latino-Americana De Enfermagem, 18(3), 368-372
Dawson, M., Phillips, B., & Leggat, Sandra G, PhD,M.H.Sc (Health Admin), M.B.A.,.
(2012). Effective clinical supervision for regional allied health professionals
- the supervisee's perspective. Australian Health Review, 36(1), 92-97.
Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/1022629719?accountid=17242
Lynch, L., Hancox, K., Happel, B.,& Parker,( 2008), Clinical supervision for nurse.
united Kingdom; Willey-Blackwell
McMahon, M., & Simons, R. (2004). Supervision training for professional counselors:
An exploratory study. Counselor Education and Supervision, 43(4), 301-309.
Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/201117878?accountid=17242
Metropolitan Health and Aged Care Services Division (2006) Victorian Government
Department of Human ServicesAlso published on
www.health.vic.gov.au/mentalhealth/pmc
43 Universitas Indonesia
RNAO, (2008) Workplace Health, Safety and Well-being of the Nurse diunduh pada
tanggal 15 September 2012 melalui http://rnao.ca/bpg/guidelines/workplace-
health-safety-and-wellbeing-nurse-guideline
Feng, X. Q., Acord, L., Cheng, Y. J., Zeng, J. H., & Song, J. P. (2011). The relationship
between management safety commitment and patient safety culture.
International Nursing Review, 58(2), 249-254. doi: 10.1111/j.1466-
7657.2011.00891.x
Foley, M., (2004). "Caring for Those Who Care: A Tribute to Nurses and Their Safety".
Online Journal of Issues in Nursing. Vol. 9 No. 3, Manuscript 1. Diunduh pada
tanggal 15 September 2012 dari:
www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPeriodicals
/OJIN/TableofContents/Volume92004/No3Sept04/NurseSafetyOverview.aspx
Lalić, H., Kukuljan, M., & Pavicić, M. D. (2010). A case report of occupational middle
ear tuberculosis in a nurse. Arhiv Za Higijenu Rada I Toksikologiju, 61(3), 333-
337.
Lee, W.-C., Wung, H.-Y., Liao, H.-H., Lo, C.-M., Chang, F.-L., Wang, P.-C., . . . Hou,
S.-M. (2010). Hospital safety culture in Taiwan: a nationwide survey using
Chinese version Safety Attitude Questionnaire. BMC Health Services Research,
10, 234-234.
Lindberg, L., Judd, K., & Snyder, J. (2008). Developing a safety culture with front-line
staff. Hospitals & Health Networks / AHA, 82(9), 84-85.
Lynch, L., Hancox, K., Happel, B.,& Parker,( 2008), Clinical supervision for nurse.
united Kingdom; Willey-Blackwell
Huber D, L (2010) Leadership and nursing care management (4rd ed) Pennsylvania:
Saunders Elsevier
44 Universitas Indonesia
NMHRC, (2010), Australian guidelines for the prevention and control of infection in
healthcare diunduh dari http://www.nhmrc.gov.au/node/30290
McMahon, M., & Simons, R. (2004). Supervision training for professional counselors:
An exploratory study. Counselor Education and Supervision, 43(4), 301-309.
Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/201117878?accountid=17242
Metropolitan Health and Aged Care Services Division (2006) Victorian Government
Department of Human ServicesAlso published on
www.health.vic.gov.au/mentalhealth/pmc
Pittet D & Boyce JM (2001) Hand hygiene and patient care: pursuing the Semmelweis
legacy.
Lancet Infect Dis 1: 9–20.
Sedlak, C. (September 30, 2004). "Overview and Summary: Nurse Safety: Have We
Addressed the Risks?" Online Journal of Issues in Nursing. Vol. 9 No. 3,
Overview and Summary. diunduh :
www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPeriodical
s/OJIN/TableofContents/Volume92004/No3Sept04/NurseSafetyOverview.aspx
45 Universitas Indonesia
Trinnkof et a.l, (2007) Personal Safety For Nurse. Patient Safety and Quality: An
Evidence-Based Handbook for Nurses. diunduh dari
Turner, J., & Hill, A. (2011). Implementing clinical supervision (part 2): Using proctor's
model to structure the implementation of clinical supervision in a ward setting.
Mental Health Nursing (Online), 31(4), 14-19. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/886532162?accountid=17242;
Hill, A., & Turner, J. (2011). Implementing clinical supervision (part 3): An evaluation
of a clinical supervisor's recovery-based resource and support package. Mental
Health Nursing (Online), 31(5), 16-20. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/939526034?accountid=17242;
World Health Organization (2009) Guidelineson Hand Hygiene in Health Care diunduh
dari http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241597906_eng.pdf
White & Winstanley, 2010 Clinical supervision : model, measure and best practice.
Reseacher, 10(4), 7 - 38
46 Universitas Indonesia
Nama Perawat :
Nama Supervisor : :
Keterangan :
Nilai 1 apabila perawat mampu melakukan untuk setiap item.
Nilai 0 apabila perawat tidak mampu melakukan item atau tidak lengkap
Untuk nilai item 1 poin maksimal : 6
Untuk nilai item 2 poin maksimal : 7
Untuk nilai item 3 poin maksimal : 3
Nilai =
47 Universitas Indonesia
Supervisor :
Perawat :
49 Universitas Indonesia
50 Universitas Indonesia
Normatif (Kebijakan/
Tanggal Formatif (Pendidikan) Supportif (Dukungan)
Aturan)
51 Universitas Indonesia
Kewaspadaan
No Kegiatan
standar
1 Kebersihan a. Hindari menyentuh permukaan sekitar pasien agar tangan terhindar
Tangan dari kontaminasi pathogen dari dan ke permukaan (kategori IB)
b. Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan berprotein, cairan
tubuh, cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dengan air
mengalir (kategori IA)
c. Bila tangan tidak tampak kotor, dekontaminasi dengan alcohol
hundrub(kategori IB)
d. Sebelum kontak langsung dengan pasien (kategori IB)
2 Alat Pelindung
Diri (APD):
Sarung tangan a. Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi,
ekskresi dan bahan terkontaminasi mucus membrane dan kulit
yang tidak utuh, kulit utuh yang brepotensial terkontaminasi
9kategori IB)
b. Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan (kategori IB)
c. Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien langsung
(kategori IB)
d. Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk
membersihkan lingkungan
e. Lepaskan sarung tangan dengan segera setelah selesai, sebelum
menyentuh benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi, atau
sebelum beralih ke pasien lain (kategori IB)
f. Jangan pakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang berbeda
(kategori IB)
g. Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh
terkontaminasi ke area bersih (kategori IB)
h. Cuci tangan segerasetelah melepaskan sarung tangan
Riwayat Pendidikan
Riwayat Pekerjaan
1. Ka IRNA I & VIP RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban (2009 –
2010)
2. Ka IRNA II & III RSUD Provinsi Kepulauan Riau Tanjung Uban (2008 –
2009)