Anda di halaman 1dari 59

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN TINGKAT


KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI SECTIO CAESAREA
DI RUANG KAMAR OPERASI RSUD JAMPANG KULON
KABUPATEN SUKABUMI

OLEH

RUDI SUGIARTO
2132325011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUKABUMI 2022

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Penelitian

HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN TINGKAT


KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI SECTIO CAESAREA
DI RUANG KAMAR OPERASI RSUD JAMPANG KULON
KABUPATEN SUKABUMI

telah disetujui untuk diujikan di hadapan Tim Penguji Proposal Penelitian


Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Sukabumi,....................

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

( Tri Utami, M.Kep) (Hadi Abdillah, S.Kep, Ners.,


MMRS) NIDN: 0927129001 NIDN : 0414059102

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners

(Ria Andriani, M.Kep., Sp. Kep. An)


NIP 117803057
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

Kasih dan Karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal

penelitian ini dengan judul : Hubungan Mekanisme Koping dengan Tingkat

Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea di Ruang Kamar Operasi

Rsud Jampang Kulon Kabupaten Sukabumi. Proposal penelitian ini disusun

sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana

Keperawatan pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Sukabumi.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini tidak

lepas dari bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu

perkenankanlah peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan

penghargaan yang setingi-tingginya kepada :

1. Hendri Hadiyanto., M.Kep. selaku dekan Fakultas Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Sukabumi.

2. Ria Andriani, M.Kep., Sp. Kep. An. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Profesi Ners, yang telah memfasilitasi peneliti dalam penyusunan proposal

penelitian ini.

3. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Jampangkulon yang telah memberikan

izin untuk pengambilan data awal Dan penelitian di Rumah Sakit Umum

Daerah Jampangkulon.

4. Tri Utami, M.Kep. Selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktunya

untuk memberikan bimbingannya dengan sangat baik, selalu memberikan

iii
motivasi, dukungan dan banyak masukan dalam menyelesaikan Skripsi

penelitian ini.

5. Hadi Abdillah, S.Kep, Ners., MMRS. Selaku pembimbing II yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan

banyak masukan dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

6. Dosen dan Staf Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sukabumi

yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan pendidikan di Program

Studi Ilmu Keperawatan.

7. Rekan-rekan Program Studi Pendidikan Profesi Ners yang telah banyak dan

selalu memberikan bantuan dan motivasi sehingga peneliti terpacu untuk

menyelesaikan penyusunan proposal penelitian ini.

8. Kedua orang tuaku tersayang, istri dan anakku tercinta yang telah

memberikan dukungan dengan penuh cinta, kesabaran, perhatian dan

senantiasa mendoakan selama peneliti menjalani Pendidikan.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam rangka menyelesaikan proposal

penelitian ini, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat

peneliti sebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa proposal penelitian ini masih

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak

sangat diharapkan demi kesempurnaan proposal penelitian ini.

Sukabumi,....................
Peneliti,

iv
DAFTAR ISI

COVER JUDUL LUAR...................................................................................i


HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................v
DAFTAR TABEL............................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................vii
LAMPIRAN.....................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................5
C. Tujuan Penelitian..............................................................................5
D. Manfaat Penelitian............................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................7
A. Mekanisme Koping ..........................................................................7
B. Kecemasan........................................................................................7
C. Sectio Caesaria...............................................................................13
D. Keaslian Penelitian..........................................................................23
E. Kerangka Teori...............................................................................25
F. Kerangka Berpikir...........................................................................25
G. Hipotesis.........................................................................................26
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................27
A. Desain Penelitian.............................................................................27
B. Definisi Operasional.......................................................................27
C. Populasidan, Sampel dan Sampling Penelitian...............................28
D. Variabel Penelitian..........................................................................30
E. Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................30
F. Instrument Penelitian......................................................................30
G. Uji Validitas Reabilitas...................................................................33
H. Prosedur Pengumpulan Data...........................................................35
I. Pengolahan Data.............................................................................36
J. Analisa data.....................................................................................37
K. Etika Penelitian...............................................................................37
DAFTAR PUSTAKA

v
x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Penelitian Sebelumnya.............................................................23


Tabel 3.1 Definisi Operasional...........................................................................27
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Kuesioner...........................................................31

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Rentang Respon Ansietas.............................................................7


Gambar 2.2 Kerangka Teori.............................................................................25
Gambar 2.3 Kerangka Konsep..........................................................................26

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pengambilan Data Awal


Lampiran 2 Penjelasan Penelitian
Lampiran 3 Surat Melakukan Penelitian
Lampiran 4 Permohonan Pengisian Kuesioner
Lampiran 5 Surat Pernyataan Persetujuan Sebagai Responden Penelitian
Lampiran 6 Kuesioner Penelitian

viii
BAB I
LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang
Persalinan merupakan proses alami bagi seorang Ibu dimana terjadi
pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang cukup bulan (37-42
minggu). Terdapat dua metode persalinan, yaitu persalinan melalui vagina
yang dikenal dengan persalinan alami dan persalinan Caesar atau Sectio
Caesarea (SC). Persalinan SC merupakan proses pembedahan untuk
melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut dan rahim
(Cunningham, 2018).

Persalinan dengan metode SC dilakukan atas dasar indikasi medis


baik dari sisi ibu dan janin, seperti placenta previa, presentasi atau letak
abnormal pada janin, serta indikasi lainnya yang dapat membahayakan
nyawa ibu maupun janin (Cunningham, 2018). Pada tahun 2015,
diperkirakan 303.000 wanita meninggal selama kehamilan dan persalinan.
Hampir semua kematian ibu (95%) terjadi di negara berpenghasilan
rendah dan menengah ke bawah, dan hampir dua pertiga (65%) terjadi di
Wilayah Afrika (WHO, 2019)

Menurut World Health Organization (WHO) standar rata-rata operasi


Sectio Caesarea (SC) sekitar 5-15%. Data WHO Global Survey on
Maternal and Perinatal Health 2011 menunjukkan 46,1% dari seluruh
kelahiran melalui SC. Menurut statistik tentang 3.509 kasus SC yang
disusun oleh Peel dan Chamberlain, indikasi untuk SC adalah disproporsi
janin panggul 21%, gawat janin 14%, Plasenta previa 11%, pernah SC
11%, kelainan letak janin 10%, pre eklampsia dan hipertensi 7%. Di China
salah satu negara dengan SC meningkat drastis dari 3,4% pada tahun
1988 menjadi 39,3% pada tahun 2010 (WHO, 2019)

Menurut RISKESDAS tahun 2018, jumlah persalinan dengan metode


SC pada perempuan usia 10-54 tahun di Indonesia mencapai 17,6% dari
keseluruhan jumlah persalinan. Terdapat pula beberapa gangguan atau
komplikasi persalinan mencapai 23,2% dengan rincian posisi janin
melintang/sunsang sebesar 3,1%, perdarahan sebesar 2,4%, kejang sebesar
0,2%, ketuban pecah dini sebesar 5,6%, partus lama sebesar 4,3%, lilitan
tali pusat sebesar 2,9%, plasenta previa sebesar 0,7%, plasenta tertinggal
sebesar 0,8%, hipertensi sebesar 2,7%, dan lain-lainnya sebesar 4,6%
(Riskesdas, 2018).
Menurut SKDI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun
2017, menunjukkan bahwa angka kejadian persalinan dengan tindakan
SC sebanyak 17% dari total jumlah kelahiran di fasilitas kesehatan. Hal
ini membuktikan terdapat peningkatan angka persalinan SC dengan
indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD), sebesar 13,6% disebabkan oleh
faktor lain diantaranya yakni kelainan letak pada janin,  Pre-Eklamsia
Berat (PEB), dan riwayat SC (Kementrian Kesehatan RI, 2018).
Sementara menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2018, menyebutkan bahwa angka kejadian persalinan dengan
tindakan SC di Indonesia mencapai angka 17,6%, di Provinsi Jawa Barat
sendiri kejadian persalinan dengan sectio caesarea diperkirakan (15,48%)
sementara angka kejadian Sectio Caesarea di Kabupaten Sukabumi pada
tahun 2017 mencapai 1.520 dengan persentase hasil pada bulan Januari
7,5%, Februari 7,8%, Maret 9,2%, April 8,2%, Juni 9,4%, Juli 9,4%,
Agustus 7,7%, September 9,4%, Oktober 7,8%, November 7,0%,
Desember 7,6%. (Riskesdas, 2018).
Berdasarkan study pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Ruang
Kamar Operasi RSUD Jampangkulon, didapatkan data sekunder sebagai
berikut :

Tabel 1.1 Data Jumlah angka kejadian Pasien Sectio


Caesarea

No Tahun Jumlah
Pasien SC
1. 2019 473
2. 2020 563
3. 2021 736
4. 2022 (Januari- Oktober) 393
Khusus Bulan Oktober 74

Dari data tersebut terlihat terjadi peningkatan jumlah angka kejadian


Sectio Caesarea dari tahun ke tahun. Kemudian dari hasil wawancara
dengan 5 orang pasien sebelum dilakukan tindakan Sectio Caesarea
mereka mengatakan mengalami cemas disebabkan berbagai faktor, salah
satunya adalah factor kurangnya pengetahuan mereka tentang tindakan Sc,
kurangnya dukungan dari keluarga terutama suami, komunikasi atau sikap
perawat dalam mengaplikasikan pencegahan kecemasan pada pasien pre
operasi, dan jenis operasi yang akan di jalaninya.
Tindakan persalinan melalui operasi sectio caesarea dengan berbagai
komplikasinya dapat menimbulkan kecemasan pada pasien sebelum proses
kelahiran (A jnnnpl Lestari, 2017). Ansietas atau kecemasan merupakan
kondisi emosi dan pengalaman subjektif terhadap objek yang tidak jelas
dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tigbhndakan untuk menghadapi ancaman (PPNI, 2016).
Munculnya perasaan cemas pada pasien sebelum dilakukan persalinan
Sectio Cesarea (SC) disebabkan oleh perasaan takut terhadap prosedur
asing yang akan dijalani, penyuntikan, nyeri luka post operasi,
ketergantungan pada orang lain, ancaman kematian akibat prosedur
pembedahan dan tindakan pembiusan, termasuk juga timbulnya kecacatan
atau bahkan kematian. Dampak dari terjadinya kecemasan pre operasi
dikaitkan dengan peningkatan rasa sakit pasca operasi, kebutuhan
analgesik, peningkatan masa rawat inap di rumah sakit, serta kejadian
depresi postpartum (Ahsan, Lestari, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh
Irawati (2017) menunjukkan bahwa persentase terbesar Ibu mengalami
kecemasan sebelum menjalani persalinan sectio caesarea disebabkan oleh
faktor suami sebesar 62,5% sehingga petugas kesehatan harus memberikan
kesempatan kepada suaminya dan keluarga untuk menemani Ibu selama
persiapan untuk mengurangi kecemasan.
Kecemasan merupakan respon emosional yang kurang menyenangkan
terhadap adanya bahaya yang nyata dengan disertai perubahan sistem saraf
otonom dan perasaan adanya tekanan, rasa takut maupun gelisah
(Spielberger C. D., 2020). Pratiwi, (2017) menjelaskan bahwa penyebab
kecemasan seseorang dibagi menjadi dua diantaran faktor predisposisi
serta presipitasi. Faktor predisposisi yaitu pandangan terhadap suatu obyek
maupun subyek, mekanisme koping, tipe kepribadian, dan biologis. Faktor
presipitasi yaitu berupa ancaman terhadap integritas fisik maupun terhadap
sistem diri.
Penelitian Kurniawati, (2012) menjelaskan bahwa tipe kepribadian
seseorang menentukan tingkat kecemasannya dalam mengahadapi
masalah. Seseorang dengan kepribadian introvert lebih cenderung suka
memendam masalahnya dan selalu dipikirkan, sehingga cenderung
meinimbulkan rasa pesimis yang pada akhirnya menyebabkan perasaan
cemas. Selain tipe kerpibadian, cara bagaimana menangani atau mengatasi
masalah individu juga berperan penting dalam menentukan tingkat
kecemasan.
Fay, (2017) menjelaskan bahwa ketika seorang berada dalam situasi
yang terancam, maka respons koping perlu segera di bentuk. Mekanisme
koping yang dapat diterapkan oleh individu yaitu mekanisme koping
adaptif dan mekanisme koping maladaptif. Jika individu mempunyai
koping yang efektif maka kecemasan akan diturunkan dan energi
digunakan langsung untuk istirahat dan penyembuhan. Tetapi jika koping
tidak efektif atau gagal akan cenderung menggunakan mekanisme koping
yang maladaptif maka keadaan tegang akan meningkat, terjadi
peningkatan kebutuhan energi dan respon pikiran serta tubuh akan
meningkat.
Hendriani, (2018) menyatakan bahwa strategi koping digunakan
seseorang dalam menyesuaikan tuntutan kondisi lingkungan sekitarnya
dengan kondisi yang ada didalam dirinya sendiri. Penggunaan strategi
koping yang lebih tepat dan efektif terhadap situasi menekan akan
menghasilkan adaptasi yang lebih positif. Koping yang biasa digunakan
pasien pre operasi yaitu dengan bercerita terhadap orang lain seperti
keluarga.
Keluarga memiliki peran dalam memberikan dukungan untuk
memberikan ketenangan dan kenyamanan pada saat ada anggota
keluarganya yang sedang mengalami sakit. Menurut Ulfah, (2017) bahwa
pasien yang menjalani operasi memerlukan orang terdekat untuk
memberikan dukungan baik secara fisik maupun psikologis dalam
memberikan ketenangan dan kenyamanan selama menjalani pengobatan.
Keluarga berperan dalam mengatasi setiap masalah yang dihadapi pasien
saat akan menjalani operasi.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Hubungan mekanisme koping dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Jampangkulon“.

B. Rumusan Masalah
Kecemasan pasien pre operasi disebabkan berbagai faktor, salah
satunya adalah faktor pengetahuan, dukungan keluarga, komunikasi atau
sikap perawat dalam mengaplikasikan pencegahan kecemasan pada pasien
pre operasi, dan jenis operasi. Kecemasan berhubungan dengan segala
macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman
terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan Tindakan
pembiusan. Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari
keperawatan perioperatif. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awal
yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya.
Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis
dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi.
Berdasarkan latar belakang tersebut bahwa rumusan masalah pada
penelitian ini yaitu “Bagaimana Hubungan mekanisme koping dengan
tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD
Jampangkulon Kabupaten Sukabumi?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio
caesarea yang akan menjalani pembedahan di RSUD Jampangkulon.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteritik pasien pre operasi sectio caesarea
yang akan menjalani pembedahan di RSUD Jampangkulon.
b. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio
caesarea yang akan menjalani pembedahan di RSUD
Jampangkulon.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea yang akan menjalani
pembedahan di RSUD Jampangkulon.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pihak Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadi masukan kepada petugas pelayanan
kesehatan khususnya perawat dan bidan agar mengetahui hubungan
mekanisme koping dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio
caesarea, sehingga dapat menyusun intervensi yang tepat untuk pasien
dalam mengatasi mekanisme koping dengan tingkat kecemasan pre
operasi sectio caesarea untuk ke depannya.
2. Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat, dan dapat dijadikan
sebagai referensi, serta dapat memberikan solusi atas permasalahan
pasien mengenai mekanisme koping dengan tingkat kecemasan pasien
pre operasi sectio caesarea.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan penelitian ini bisa memberikan referensi untuk peneliti
selanjutnya serta peneliti selanjutnya bisa mengembangkan dengan
variabel yang lain seperti dukungan keluarga, pengalaman operasi
sectio caesarea terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio
caesarea.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah sebuah cara yang dilaksanakan dalam
menyelesaikan suatu permasalahan, penyesuaian diri terhadap perubahan,
dan juga respon terhadap situasi yang mengancam diri, atau sebuah upaya
seseorang dalam menghadapi perubahan lingkungan yang tujuannya untuk
menghilangkan stress tersebut (Mundung et al., 2019)
Menurut Nasi & Muhits, 2011 dalam (Madaniah, 2020) Mekanisme
koping adalah usaha yang sudah biasa di lakukan oleh seseorang untuk
menyelesaikan masalah dan mengelola ketidakseimbangan antara tuntutan
dan kemampuan seseorang dalam kondisi stress. Dengan kata lain kondisi
seseorang pada saat memiliki tekanan makai a akan mengambil sebuah
Tindakan untuk mengatasi stress yang dialaminya tersebut.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa
mekanisme koping merupakan suatu usaha seseorang agar dapat
mengendalikan stress yang dialami, atau juga pada saat adanya perubahan
dalam situasi kehidupannya
B. Karakteristik Mekanisme Koping
Menurut (Setiawaty & Yuliana, 2021) Mekanisme Koping dibagi
menjadi 2, yaitu Mekanisme koping adaftif dan mekanisme koping mal
adaftif.
1. Mekanisme koping adaftif
Yaitu mekanisme koping yang mendukung fungsi suatu integrasi
belajar dan mencapai suatu tujuan, contohnya seperti pengendalian
diri, koping aktif, pertolongan, perencanaan, penerimaan, agama,
humor, dan penyusunan positif. Dapat menceritakan secara verbal
tentang perasaan, mengembangkan tujuan yang realistis, dapat
mengidentifikasi sumber koping, dapat mengembangkan mekanisme
coping yang efektif, mengidentifikasi alternatif, memilih strategi yang
tepat, menerima dukungan.
2. Mekanisme koping maladaftif
Merupakan koping yang tidak mendukung fungsi integrasi,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan,
contohnya seperti adanya penolakan dari individu itu sendiri,
penggunaan zat, penggunaan dukungan emosional, ketidakberdayaan,
pelepasan, dan menyalahkan diri sendiri, menyatakan tidak mampu,
perasaan lemah, takut, irritable, tegang, gangguan fisiologis, adanya
stress kehidupan, dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.
C. Sumber Koping
Menurut Stuart 2013 dalam (Madaniah, 2020) sumber koping
merupakan pilihan-pilihan atau strategi yang membantu seseorang
menentukan apa yang dapat dilakukan dan apa yang menurutnya beresiko,
terdiri dari dua jenis sumber antara lain :
1. Sumber koping internal merupakan sesuatu yang berseumber dari
pengetahuan, keterampilan, komitmen, tujuan hidup, kepercayaan diri,
agama, control diri, komitmen, dan tantangan seseorang, hal tersebut
merupakan sumber mekanisme koping yang kuat dimana stressor
tersebut dapat dirubah menjadi suatu tantangan.
2. Sumber koping eksternal disebut juga sebagai sumber koping yang
utama, dimana adanya dukungan sosial sebagai rasa memiliki
informasi terhadap seseorang atau lebih, menyebabkan dirinya merasa
dianggap atau dihargai sehingga disebut dukungan harga diri.
Dukungan ini dapat meningkatkan kepribadian mandiri dan tidak
menyebabkan ketergantungan terhadap individu lainnya.
D. Kecemasan
1. Pengertian
Kecemasan adalah merupakan respon psikologis yang timbul terhadap
stress (Zahroh, R., 2017). Menurut Herdman, (2018), kecemasan
merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu
diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi
permasalahan, terlihat jelas bahwa kecemasan ini mempunyai dampak
terhadap kehidupan seseorang, baik dampak positif maupun negatif.
2. Rentang respon ansietas

Gambar 2.1. Rentang


respon ansietas
Sumber: (Stuart.G ail.
W, 2016)
a. Respon Adaptif
Hasil yang positif akan didapatkan jika individu dapat
menerima dan mengatur kecemasan. Strategi adaptif
biasanya digunakan seseorang untuk mengatur kecemasan
antara lain dengan berbicara kepada orang lain, menangis,
tidur, latihan, dan menggunakan teknik relaksasi.
b. Respon Maladaptif
Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu
menggunakan mekanisme koping yang disfungsi dan
tidak berkesinambungan dengan yang lainnya. Koping
maladaptif mempunyai banyak jenis termasuk perilaku
agresif, bicara tidak jelas isolasi diri, banyak makan,
konsumsi alkohol, berjudi, dan penyalahgunaan obat
terlarang.

7
8

3. Klasifikasi Kecemasan
Menurut Stuart.G ail. W, (2016) kecemasan dibagi menjadi empat
tingkat, yaitu:
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada
dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
b. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga
seseorang memilik rentang yang lebih selektif namun masih dapat
melakukan sesuatu lebih terarah.
c. Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi individu/
seseorang. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi keteganggan.
Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area
lain.
d. Panik
Tingkatan panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah,
kekhawatiran, dan teror. Hal yang terinci terpecah dari proporsinya
karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik
tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Tingkat
kecemasan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat
terjadi kelelahan dan kematian.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Harahap, (2016), faktor yang mempengaruhi
kecemasan pasien antara lain :
9

a. Faktor-faktor intrinsik, antara lain:


1) Usia
Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih
sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita.
Sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun.
2) Paritas
Paritas dapat mempengaruhi kecemasan, karena terkait dengan
aspek psikologis. Pada ibu yang baru pertama kali melahirkan,
belum ada bayangan mengenai apa yang akan terjadi saat bersalin
dan ketakutan karena sering mendengar cerita mengerikan dari
teman atau kerabat tentang pengalaman saat melahirkan seperti
sang ibu atau bayi meninggal dan ini akan mempengaruhi mindset
ibu mengenai proses persalinan yang menakutkan (Harahap, M.S.,
2016).
3) Pengalaman pasien menjalani pengobatan
Pengalaman awal pasien dalam pengobatan merupakan bagian
penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental
individu di kemudian hari.
b. Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain:
a) Kondisi medis (diagnosis penyakit)
Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan
kondisi medis sering ditemukan walaupun insidensi gangguan
bervariasi untuk masing-masing kondisi medis, misalnya: pada
pasien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa
pembedahan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan
klien. Sebaliknya pada pasien yang dengan diagnosa baik tidak
terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan.
b) Tingkat pendidikan
Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing-masing.
Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir,
pola bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan. Tingkat
pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam
10

mengidentifikasi stresor dalam diri sendiri maupun dari luar


dirinya. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan
pemahaman terhadap stimulus.
c) Pekerjaan
Pekerjaan responden dapat mempengaruhi kecemasannya
dalam menjalani operasi, hal ini disebabkan karena responden
yang tidak bekerja merasa menjadi beban tangungan keluarga,
dan merasa cemas kerena tidak dapat langsung melakukan
aktivitas pekerjaannya (Ahsan, Lestari, 2017).
d) Proses adaptasi
Tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus internal
dan eksternal yang dihadapi individu dan membutuhkan respon
perilaku yang terus menerus. Proses adaptasi sering
menstimulasi individu untuk mendapatkan bantuan dari sumber-
sumber di lingkungan dimana dia berada. Perawat
merupakan sumber daya yang tersedia di lingkungan rumah
sakit yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan untuk
membantu pasien mengembalikan atau mencapai ke seimbangan
diri dalam meng hadapi lingkungan yang baru.
e) Jenis tindakan
Klien yang akan menjalani pembedahan mungkin merasa
khawatir atau gelisah. Sebagian mereka merasa takut akan
merasa nyeri. Beberapa khawatir akan kehilangan kesadaran,
beberapa lainnya takut mereka akan meninggal (Rosdahl, C. B., &
Kowalski, 2014).
f) Komunikasi terapeutik
Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi perawat maupun
pasien. Terlebih bagi pasien yang akan menjalani pembedahan.
Hampir sebagian besar pasien yang menjalani pembedahan
mengalami kecemasan. Pasien sangat mem butuhkan
penjelasan yang baik dari perawat. Klien perlu membicarakan
perasaan mereka, untuk mendapatkan pendidikan kesehatan
11

pre operasi yang memadai, dan untuk mengetahui bahwa


mereka penting sebagai individu.
5. Manifestasi kecemasan
Menurut Stuart.G ail. W, (2016) manifestasi respon kecemasan
dapat berupa perubahan respon fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif
antara lain:
a. Respon fisiologi
1) Sistem kardiovaskuler: palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah
meninggi, tekanan darah menurun, rasa mau pingsan, denyut nadi
menurun.
2) Sistem pernafasan: nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada,
nafas dangkal, terengah engah, sensasi tercekik.
3) Sistem neuromuskular: reflek meningkat, mata berkedip kedip,
insomnia, tremor, gelisah, wajah tegang, rigiditas, kelemahan
umum, kaki goyah.
4) Sistem gastrointestinal: kehilangan nafsu makan, menolak makan,
rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, muntah, diare.
5) Sistem traktus urinarius: tidak dapat menahan kencing, sering
berkemih.
6) Sistem integument: wajah kemerahan, berkeringat setempat, gatal,
rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh
tubuh.
b. Respon perilaku: gelisah, ketegangan fisik, tremor, bicara cepat,
kurang koordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal,
menghindari, melarikan diri dari masalah, cenderung mendapat
cedera.
c. Respon kognitif: perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah
dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir, kreatifitas menurun,
bingung.
d. Respon afektif: meliputi hambatan berpikir, bidang persepsi menurun,
kreatifitas dan produktifitas menurun, bingung, sangat waspada,
kesadaran meningkat, kehilangan objektifitas, khawatir kehilangan
12

kontrol, khawatir pada gambaran visual, khawatir cidera, mudah


terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, kekhawatiran, tremor, gelisah.
6. Alat Ukur Kecemasan
Mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah tidak
cemas, ringan, sedang, berat atau panik orang akan menggunakan alat
ukur untuk mengetahuinya. Ada berbagai macam alat ukur kecemasan
yang dapat digunakan, diantaranya: Hamilton Anxiety Rating Scale
(HARS), Depression Anxiety Stress Scale (DASS), Zung Self Rating
Anxiety Scale (ZSRAS), TaylorManifest Anxiety Scale (TMAS), Chinese
version of the State Anxiety Scale for Children (CSASC), dan Amsterdam
Preoperative anxiety and Information Scale (APAIS). (Stuart.G ail. W,
2016).
7. Dampak Kecemasan Pre Operasi
Kecemasan pre operasi dapat menimbulkan adanya perubahan
secara fisik maupun psikologis yang akhirnya mengaktifkan saraf
otonom simpatis sehingga meningkatkan denyut jantung, tekanan
darah, frekuensi nafas, dan secara umum mengurangi tingkat energi
pada pasien, dan akhirnya dapat merugikan pasien itu sendiri karena
akan berdampak pada pelaksanaan operasi (Stuart.G ail. W, 2016).
8. Penanganan Kecemasan Pre Operasi
Kecemasan pre operasi dapat diatasi dengan pemberian
antiansietas yaitu benzodiazepin dan barbiturat. Kedua obat ini
bekerja pada reseptor gamma amino butyric acid (GABA) yang
merupakan syaraf penghambat transmisi utama di otak dapat
menurunan aktivitas sel syaraf pusat dan dapat menimbulkan efek
sedasi, hipnosis, anastesi (Stuart.G ail. W, 2016).
Untuk mengefisiensikan penggunaan obat-obatan diperlukan
terapi pelengkap dalam mengatasi kecemasan pasien, seperti terapi
komplementer yang banyak dikembangkan di bidang kesehatan. Terapi
komplementer adalah pengobatan yang dilakukan sebagai pendukung
pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain
diluar pengobatan medis yang konvensional. Beberapa terapi
komplementer yang biasa digunakan untuk menurunkan atau
mengontrol kecemasan
13

diantaranya; tehnik bernafas dalam, relaksasi otot, imagery,


menyiapkan informasi, tehnik distraksi, terapi energi dan
penggunaan metode koping sebelumnya (Shari, W.W., Suryani, &
Emaliyawati, 2014).

E. Sectio Caesaria
1. Pengertian
Sectio caesaria merupakan suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
500 gram (Zahroh, R., 2017). Operasi sectio caesaria merupakan
tindakan melahirkan janin beserta plasenta dan selaput ketuban secara
transabdominal melalui insisi uterus (Rahayu, Sukamto, & Fitriani, 2014).
Sectio Caesarea (SC) didefinisikan sebagai suatu metode
melahirkan janin melalui insisi dinding abdomen dan dinding uterus.
Definisi ini tidak mencakup pengangkatan janin dari kavum abdomen
dalam kasus ruptur uteri/kehamilan abdominal. Tindakan ini dilakukan
untuk mencegah kematian ibu dan bayi karena kemungkinan-
kemungkinan komplikasi yang dapat timbul bila persalinan tersebut
berlangsung pervaginam (Cunningham, et al, 2018).
2. Epidemiologi
Di seluruh dunia, terjadi peningkatan operasi caesar baik di negara
maju maupun negara berkembang. Di Amerika tengah terjadi peningkatan
31%, di Amerika utara 24%. Di eropa terjadi peningkatan sekitar 25%
dari seluruh persalinan, sedangkan di amerika serikat diperkirakan
meningkat 32,2%. Pada tahun 2000 di Uni Eropa terdapat 221 operasi
sesar dari setiap 1000 kelahiran hidup dan 2011 jumlahnya meningkat
menjadi 268 per 1000 kelahiran hidup. Di Jerman. Presentase kelahiran
melalui operasi caesar lebih dari dua kali lipat antara tahun 1991 (15,3%)
dan 2012 (31,7%). Jumlah prosedur obstetri lainnya mengalami sedikit
penurunan seperti
14

penggunaan forsep yang menurun menjadi 0,5%. (Mylonas I, Friese K,


2015).
Saat ini, di negara maju, sekitar 30% dari operasi caesar adalah
operasi caesar berulang setelah operasi caesar primer, 30% dilakukan
untuk distosia, 11% dilakukan untuk presentasi bokong dan 10%
dilakukan untuk distress. Pada beberapa negara-negara Amerika bagian
selatan dikatakan sebanyak 80% Namun kematian ibu untuk operasi
caesar darurat diketahui meningkat empat kali bila dibandingkan dengan
persalinan pervaginam (Cunningham, et al, 2018). Dari tahun 1970
sampai 2010, tingkat kelahiran sesar di Amerika Serikat naik dari 4,5
persen dari seluruh persalinan menjadi 32,8 persen. Pada tahun 2010,
tingkat ini sebenarnya menurun dari puncaknya 32,9 persen pada tahun
2009.
Alasan peningkatan angka pelahiran caesar yang terus menerus ini
tidak dipahami sepenuhnya, tetapi terdapat beberapa penjelasan,
diantaranya :
a) Wanita memiliki jumlah anak yang lebih sedikit, sehingga presentase
kelahiran lebih besar terjadi pada nulipara yang mempunyai risiko
lebih tinggi untuk operasi caesar
b) Usia ibu rata – rata meningkat, dan wanita yang lebih tua, terutama
nulipara memiliki risiko yang lebih tinggi untuk pelahiran caesar
c) Alat pemantauan janin elektronik sudah banyak digunakan. Teknik ini
menyebabkan makin meningkatnya angka kelahiran caesar. Meskipun
pelahiran caesar dilakukan terutama pada keadaan “gawat janin.
d) Sebagian besar janin presentasi bokong
e) Insiden pelahiran dengan forsep dan vakum telah menurun
f) Angak induksi persalinan terus meningkat, dan persalinan yang
diinduksi, terutama pada nulipara meningkatkan risiko pelahiran
secara caesar
g) Prevalensi obesitas meningkat dan meningkatkan risiko pelahiran
caesar
15

h) Angka pelahiran caesar pada wanita dengan preeklamsia telah


meningkat, sedangkan angka induksi persalinan pada pasien – pasien
ini telah menurun
i) Kelahiran pervaginam setelah caesar (VBAC) telah menurun setinggi
26 persen pada tahun 1996 menjadi 8,5 persen pada tahun 2007
j) Pelahiran caesar elektif makin banyak dilakukan untuk berbagai
indikasi termasuk cedera dasar panggul akibat lahiran pervaginam,
untuk mengurangi risiko cedera janin, dan karena permintaan pasien
k) Tuntutan malpraktik terus berperan secara bermakna pada angka
pelahiran caesar saat ini. Dalam sebuah kompilasi data klaim
malpraktik kedokteran selama tahun 1985 – 2003, bagian kebidanan
melaporkan jumlah biaya klaim yang terbanyak. (Cunningham, et al,
2018)
Pada tahun 2011, satu dari tiga wanita yang melahirkan di Amerika
Serikat melakukannya dengan sesar. Peningkatan pesat dalam tingkat
kelahiran sesar 1996-2011 tanpa bukti yang jelas dari penurunan
bersamaan morbiditas atau kematian ibu atau bayi menimbulkan
keprihatinan yang signifikan terhadap operasi sesar berlebihan. Indikasi
yang paling umum untuk sesar utama termasuk distosia persalinan,
normal atau tak tratur denyut jantung janin, malpresentation janin,
kehamilan multipel, dan makrosomia janin. Versi sefalik eksternal untuk
presentasi sungsang dan percobaan persalinan pervaginam untuk wanita
dengan kehamilan kembar saat anak pertama dengan presentasi kepala
adalah contoh dari intervensi yang dapat membantu untuk aman
menurunkan tingkat kelahiran sesar. American College of Obstetricians
dan Gynecologists (ACOG) merekomendasikan bahwa semua wanita
yang memenuhi syarat dengan presentasi sungsang dengan jarak yang
dekat harus ditawarkan External Cephalic Version (ECV) untuk
mengurangi tingkat keseluruhan sesar (Mylonas I, Friese K, 2015).
3. Indikasi
Keputusan untuk melakukan operasi caesar terutama didasarkan
pada pertanyaan tentang apa yang terbaik bagi ibu dan anak. Indikasi
untuk
16

operasi caesar karena itu dapat dibagi menjadi indikasi absolut dan relatif.
operasi caesar elektif, dilakukan semata-mata keinginan ibu, tanpa
indikasi medis, dianggap sebagai indikasi terpisah.Keputusan sering
dibuat atas dasar penilaian risiko, setelah diskusi yang luas dengan bidan
dan dokter yang terlibat, bersama-sama dengan ibu hamil dan
keluarganya.
a. Distosia
Beberapa bentuk distosia merupakan indikasi tersering pelahiran
caesar di Amerika Serikat. Namun, analisis mengenai distosia adalah
faktor predisposisi terhadap angka pelahiran caesar sulit dilakukan
karena adanya pewarisan heterogen pada kondisi ini (Cunningham,et
al, 2018).
Di negara maju meningkatnya tingkat operasi caesar untuk distosia
atau buruknya kemajuan persalinan pervaginam memberikan
kontribusi setidaknya sepertiga untuk tingkat operasi caesar secara
keseluruhan, dan dilakukannya operasi caesar pada persalinan saat ini
dan operasi caesar berikutnya juga memberikan kontribusi. Distosia
didiagnosis ketika tingkat dilatasi serviks pada fase aktif persalinan
lebih lambat dari rata-rata.Penggunaan partograms sebagai alat
sederhana untuk diagnosis dini partus lama yang dianjurkan oleh
WHO. Penyebab proses persalinan yang lama tidak dapat ditentukan
secara pasti, dpat disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus atau
terdapatnya diporporsi. Setelah diagnosis partus lama ditegakkan,
maka tindakan pertama yang harus diambil adalah mengoptimalkan
aktivitas uterus. Hal ini biasanya dilakukan dengan melakukan
amniotomi dan pemberian oksitosin. Disertai dengan dukungan orang
sekitar akan meningkatkan kemajuan dalam proses persalinan.
Sehingga dapat menurunkan kejadian partus lama dan operasi caesar.
Jika aktivitas uterus telah dioptimalkan, seperti di atas, dan persalinan
masih tidak maju,, maka faktor mekanik dapat terlibat. Mungkin ada
yang disproporsi sefalopelvik mutlak atau disproporsi sefalopelvik
relatif karena malposisi dari kepala. Beberapa malposisi relatif dapat
dilakukan persalinan pervaginam dibantu bila sudah terjadi
pembukaan lengkap.
17

b. Gawat janin
Pemantauan janin elektronik dilakukan pada 85% persalinan di
Amerika Serikat pada tahun 2003. Kasus ini meningkatkan angka
pelahiran caesar, mungkin hingga sebanyak 40%. Meskipun mulanya
optimis, penatalaksanaan berdasarkan pemantauan elektronik
sayangnya diketahui tidak lebih baik dalam menurunkan kelumpuhan
serebral atau kematian perinatal daripada penatalaksanaan berdasarkan
auskultasi denyut jantung intermiten. Bahkan, pelahiran caesar sendiri
tidak berhubungan dengan prognosis pertumbuhan saraf bayi.
Sehubungan dengan diagnosis gawat janin merupakan
rekomendasi American Academy of Pediatrics and American College
of Obstetricians and Gynecologist (2007) yang menyatakan bahwa
fasilitas – fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan obstetri
mampu untuk memulai pelahiran caesar dalam waktu 30 menit setelah
keputusan tindakan. Pada beberapa keadaan, pelahiran dengan bedah
tidak perlu dilakukan dalam waktu 30 menit, Bloom dkk, 2001
melaporkan untuk Maternal – Fetal Medicine Units (MFMU) bahwa
69% dari 7.450 caesar yang dilakukan pada persalinan dimulai lebih
dari 30 menit setelah keputusan tindakan. Pada penelitian kedua,
bloom dkk (2006) mengevaluasi pelahiran caesar yang dilakukan
untuk indikasi darurat. Mereka melaporkan bahwa kegagalan untu
mencapai keputusan hingga waktu insisi pelahiran caesar kurang dari
30 menit tidak menyebabkan pengaruh negati pada prognosis
neonatus. Di sisi lain, saat berhadapan dengan kondisi janin yang
sangat memburuk dan akut, pelahiran caesar biasanya diindikasikan
secepat mungkin dan tidak mungkin ditunda (Cunningham, et al,
2018).
c. Presentasi bokong
Kekhawatiran atas cidera janin, dan kriteria percobaan persalinan
yang tidak sering terpenuhi pada presentasi bokong, menyebabkan
kontribusi presentasi bokong pada angka pelahiran caesar akan tetap
relatif statis (Cunningham, et al, 2018).
18

Peran operasi caesar untuk persalinan bayi dengan letak sungsang


tetap belum terpecahkan meskipun di beberapa negara tingkat operasi
caesar untuk presentasi sungsang sekarang dari urutan 80%. Ulasan
atau meta-analisis dari cases menyatakan bahwa direncanakannya
elektif caesar dibandingkan dengan persalinan pervaginam kan
berdampak pada bayi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko
kematian perinatal berhubungan dengan persalinan pervaginam
mungkin dua sampai lima kali lebih tinggi daripada yang terkait
dengan operasi caesar yang direncanakan, tidak termasuk bayi dengan
kelainan bawaan mematikan. (Cunningham, et al, 2018).
d. Persalinan caesar karena persalinan caesar sebelumnya
Salah satu indikasi yang paling umum untuk operasi caesar adalah
persalinan secara caesar sebelumnya. Ketika operasi sebelumnya
adalah “classical caesarean section” hal yang ditakutkan adalah
rupturnya bekas operasi akibat persalinan pervaginam. Sehingga
dianggap wajib untuk melakukan operasi caesar pada persalinan
berikutnya apabila persalinan pertama melalui operasi SC. Pada tahun
1993, persentase wanita yang melahirkan melalui vagina setelah
operasi caesar di Amerika Serikat hanya 25,4% Keengganan untuk
mnganjurkan percobaan persalinan setelah operasi caesar sebelumnya
mungkin karena berbagai alasan. Pertama, dengan operasi caesar yang
dianggap sebagai prosedur yang aman dan nyaman. Kedua, dokter
juga cenderung menganggap prosedur operasi caesar sebagai rutinitas,
aman dan nyaman, dan tentu saja cenderung menimbulkan komplikasi
bekas luka (Cunningham, et al, 2018).
e. Solusio plasenta
Dalam uji coba non-acak, tingkat kematian perinatal lebih tinggi
telah dijelaskan untuk persalinan pervaginam bila dibandingkan
dengan operasi caesar (Okonofua dan Olatubosum 52% dibandingkan
16% 32 and Hurdetal 20% berbanding 15%) Studi retrospektif lain
telah menunjukkan hanya sedikit keuntungan bahkan tidak ada
keuntungan untuk janin yang dilahirkan melalui operasi caesar.
Dalam solusio
19

plasenta yang tidak terlalu parah maka perlu mempertimbangkan


faktor-faktor lain seperti adanya gawat janin, keadaan serviks dan
adanya komplikasi obstetri lainnya. pemantauan janin terus menerus
wajib dilakukan jika mencoba persalinan pervaginam, untuk
meminimalkan mortalitas (Cunningham, et al, 2018).
f. Plasenta previa
Diagnosis plasenta previa biasanya merupakan indikasi untuk
persalinan melalui operasi caesar. Namun jika previa ringan (jenis I ±
II) dan kepala janin bergerak, percobaan persalinan pervaginam dapat
dicoba.Operasi caesar adalah terapi yang direkomendasikan terhadap
plasenta previa berat (jenis III ± IV).
g. Operasi caesar untuk melahirkan bayi kembar
Usaha optimal persalinan bayi kembar masih kontroversial.
Tergantung pada korionisitas dari kehamilan, adanya komplikasi janin
atau ibu tambahan, kehamilan pada persalinan dan presentasi akhir
dari kedua bayi kembar pada awal persalinan. Insiden kehamilan
ganda meningkat karena meningkatnya usia ibu dan dampak dari
konsepsi yang dibantu (Cunningham, et al, 2018)
h. Operasi caesar untuk prolaps tali pusat
Kematian dari komplikasi ini telah menurun, persalinan cara
apapun, selama beberapa tahun terakhir dari 430 per 1.000 untuk 55
per
1.000. Umumnya, operasi caesar prompt urged57, meskipun interval
dari prolaps pengiriman bukan satu-satunya penentu dari hasil untuk
neonate.58 Namun, sekitar 20 ± 30% kasus prolaps tali pusat hadir
ketika serviks berdilatasi dan kepala berada pada atau di bawah duri,
dan kemudian pengiriman segera dengan forceps dimungkinkan.
i. Kondisi ibu
Operasi caesar telah dianjurkan untuk berbagai penyakit ibu.
Operasi caesar disarankan untuk penyakit jantung bawaan atau
diperoleh,atau penyakit lainnya yang mungkin dapat memperburuk
prognosis ibu.
20

j. Makrosomia
Janin makrosomia (dari sebab apapun) menyebabkan morbiditas
baik pada janin maupun pada ibu meningkat. Operasi caesar
disarankan pada janin dengan berat diperkirakan 4000 – 4500gr.
Wagner et al menyarankan bahwa pemilihan operasi caesar pada
pasien diabetes dengan bayi makrosomia diharapkan akan mengurangi
risiko distosia bahu, tetapi dianjurkan percobaan persalinan
pervaginam.
k. Permintaan ibu
Operasi caesar atas permintaan ibu dengan tidak adanya indikasi
obstetri ini terus meningkat. Melakukan operasi caesar jika tidak ada
indikasi klinis secara etika dianggap tidak pantas, tapi pandangan
mungkin berubah. Bukti yang mendukung peningkatan tingkat
komplikasi ibu untuk caesar dilakukan di bawah anestesi regional
dengan cover antibiotik yang sesuai dan thromboprophylaxis. Dalam
penyelidikan baru-baru ini ke dalam kematian maternal, ada 45
kematian ibu langsung mengikuti operasi caesar, meskipun banyak
yang mungkin karena sudah ada penyakit. jangka panjang kerusakan
dasar panggul telah dikaitkan dengan persalinan pervaginam.
Keselamatan janin intrapartum juga dapat menjadi faktor untuk wanita
memilih melahirkan caesar. Risiko yang tepat dari persalinan
pervaginam untuk janin tidak diketahui tetapi bayi normal dengan
berat lebih dari 1500 g saat lahir diperkirakan memiliki risiko
kematian dari
1 dari 1500 di UK dan , tambahan, 1 dari 1750 hasil terdapat
ensefalopati iskemik hipoksik. Memilih operasi caesar mungkin
terkait dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi dalam budaya
tertentu, atau mungkin peningkatan keterlibatan perempuan dalam
pengambilan keputusan dengan menyediakan pilihan mode dan waktu
persalinan (Cunningham, et al, 2018).
4. Kontra Indikasi
Kontra indikasi dilakukan sectio caesarea adalah tidak adanya
indikasi yang tepat untuk melakukan sectio caesarea. Adapun secara
lebih rinci dari kontra indikasi sectio caesarea adalah janin mati,
21

syok, anemia berat, kelainan kongenital berat, infeksi progenik pada


dinding abdomen, minimnya fasilitas operasi sectio caesarea (Yaeni,
2013).
5. Komplikasi
a. Peningkatan angka morbiditas dan mortalitas ibu dua kali lipat
b. Infeksi (seperti : endometriosis postpartum, fascia dehiscence, luka)
penyakit tromboemboli (misalnya, trombosis vena dalam, septik
tromboflebitis pelvis)
c. komplikasi anestesi
d. cedera bedah (misalnya, laserasi uterus; kandung kemih, usus, luka
ureter)
e. atonia uterus
f. Tertunda kembalinya fungsi usus (Cunningham, et al, 2018).
6. Pre Operasi
Fase pre operasi ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi
bedah dan berakhir ketika pasien berada di meja operasi sebelum
pembedahan dilakukan.Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu
tersebut dapat mencangkup pengkajian dasar pasien tatanan klinik
ataupun rumah, wawancara pre operasi dan menyiapkan pasien untuk
anestesi yang diberikan dan pembedahan.Pre anestesi penting sebagai
indikator keberhasilan tindakan anestesi dan operasi. Pelayanan pre
anestesi meliputi pengkajian pasien secara komprehensif, mempersiapkan
mental, fisik, melihat riwayat penyakit dahulu dan sekarang, menenukan
status fisik ASA, pemilihan jenis anestesi dan inform consent serta
melihat kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjad pada saat intra dan
post anestesi Kurniawan (2018).
Fase pre operasi dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan
intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien berada di meja operasi
sebelum pembedahan dilakukan. Lingkup aktivitas keperawatan selama
waktu tersebut dapat mencakup waktu pengkajian dasar pasien di
tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operasi, dan menyiapkan
22

pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan (Majid, Jundha,


& Istianah, 2011).
a. Tujuan perawatan pre operasi
1) Menciptakan hubungan yang baik dengan pasien, memberikan
penyuluhan tentang tindakan anestesia
2) Mengkaji, merencanakan, dan memenuhi kebutuhan pasien
3) Mengetahui akibat tindakan anestesia yang akan dilakukan
4) Mengantisipasi dan menanggulangi kesulitan yang mungkin
timbul
b. Persiapan fisik
Menurut Kurniawan (2018), persiapan fisik pre operasi yang
dilakukan pada pasien sebelum operasi adalah :
1) Status kesehatan fisik secara umum
2) Status nutrisi
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Kebersihan lambung dan kolon
5) Pencukuran daerah operasi
6) Personal hygiene
7) Pengosongan kandung kemih
c. Persiapan mental atau psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya
dalam proses persiapan operasi, karena mental pasien yang tidak siap
atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Setiap orang
mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman
operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan
tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap
orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat
menyebabkan ketakutan atau kecemasan pasien dalam menghadapi
pembedahan antara lain:
1) Takut nyeri setelah pembedahan
2) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak
berfungsi normal (body image)
23

3) Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)


4) Takut atau cemas akan mengalami kondisi yang sama dengan
orang lain yang mempunyai penyakit yang sama
5) Takut atau ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan
pembedahan dan petugas
6) Takut mati saat dibius atau tidak sadar lagi
7) Takut operasi gagal

F. Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Daftar Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti Judul Penelitian Temuan
Jenis penelitian ini adalah penelitian
1 Ida Harum Sari Hubungan tindakan deskriptif korelasional dengan desain
(2019) persiapan perawatan crosssectional. Pengambilan sampel
pre operasi Dengan pada penelitian ini menggunakan
tingkat kecemasan metode accidental sampling dengan
pasien di ruang rawat jumlah sampel sebanyak 52
Inap bedah RST dr. responden. Hasil penelitian
Soedjono Magelang menunjukkan ada hubungan tindakan
persiapan perawatan pre operasi
dengan tingkat kecemasan pasien di
ruang rawat inap bedah RST dr.
Soedjono Magelang kuat (p value =
0,000).
2 Suhadi dan Ayu Pengaruh Hipnosis Desain penelitian: quasi experiment
Pratiwi (2020) Lima Jari Terhadap menggunakan rancangan One Group
Tingkat Kecemasan Pretest – Posttest. Populasi dalam
Pasien Pre Operasi Di penelitian ini adalah seluruh pasien
Ruang Perawatan pre operasi di RSUD Pakuhaji
Bedah RSUD Pakuhaji Kabupaten Tangerang tahun 2020
sebanyak 220 orang. Sampel diambil
dengan menggunakan rumus Slovin
dengan jumlah sampel sebanyak 114
responden. Pengambilan sampel
menggunakan tehnik accidental
sampling. Penelitian ini menggunakan
analisis univariat dan bivariat dengan
uji Wilcoxon. Hasil: berdasarkan
analisis univariat dari 142 orang, pada
pasien pre operasi yang belum
diberikan terapi hipnosis lima jari
mayoritas mengalami cemas berat
sebanyak 58 orang (40,8%) dan pada
pasien pre operasi yang sudah
diberikan terapi hipnosis lima jari
mayoritas mengalami cemas ringan
24

sebanyak 58 orang (40,8%).


Berdasarkan hasil uji Wilcoxon
diketahuii bahwa p value 0,000 yang
berarti terdapat perbedaan kecemasan
antara kelompok pre test dan post test.
3 Yuli Permata Sari Analisis faktor-faktor Jenis penelitian adalah deskriptif
(2020) yang berhubungan analitik dengan rancangan “cross
dengan tingkat sectional study”. Sampel adalah
Kecemasan pada pasien pasien preoperasi bedah mayor di
preoperasi bedah mayor ruang teratai sebanyak 99 orang.
di Ruang Teratai Pengambilan data dilakukan dengan
menggunakan angket dan wawancara
terpimpin. Data dianalisis dengan
menggunakan uji chi-square. Hasil
penelitian menunjukkan ada
hubungan antara faktor internal
(pendidikan, pekerjaan, pengetahuan,
pengalaman, tipe kepribadian) dan
faktor eksternal (dukungan keluarga)
dengan tingkat kecemasan pasien
preoperasi bedah mayor. Variabel
yang paling berhubungan dengan
tingkat kecemasan pasien preoperasi
bedah
mayor adalah pengetahuan.
4 Sri Sakinah dan Hubungan Mekanisme Jenis penelitian yang digunakan
Rahmawati (2017) Koping Dengan adalah penelitian kuantitatif dengan
Tingkat Kecemasan pendekatan dekskriptif analitik
Pada Pasien Pra dengan menggunakan metode Cross
Operasi Sectional Study. Jumlah sampel
sebanyak 49 responden. Analisis data
menggunakan uji Chi-Square dengan
program komputer SPSS16. Hasil uji
statistic untuk mekanisme koping
diperoleh nilaip=0,000
5 Andi Palla, dkk Faktor – Faktor yang Penelitian kuantitatif dengan
(2019) Mempengaruhi pendekatan cross sectional study telah
Kecemasan Orang Tua dilakukan di RSUP dr. M. Djamil
pada Anak Pra-operasi Padang. Teknik pengambilan sampel
Di Ruang Bedah Anak menggunakan accidental
sampling dengan jumlah
sampel 30 orang. Waktu
pengumpulan data dilakukan 20 Juni
30 Juli 2016. Analisis data
menggunakan independent sampel
t- test, dengan p<0,05. Hasil uji t
menunjukkan variabel yang
mempengaruhi kecemasan orang tua
pada anak praoperasi adalah
pendidikan (p=0,006), pengetahuan
orang tua (p=0,001), dukungan
anggota keluarga (p=0,03), dan
dukungan perawat (p=0,001).
25

G. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan
Usia
Indikasi operasi sectio Mekanisme Koping
caesarea (SC) Dukungan Keluarga
Pengalaman
Kondisi medis
Tingkat pendidikan
Keputusan operasi oleh Akses Informasi
tim medis Proses adaptasi
Tingkat sosial ekonomi

Pre operasi sectio Kecemasan pre


caesarea (SC) operasi sectio caesarea (SC)

Tingkat kecemasan Alat ukur kecemasan:


Respon kecemasan 1. Tidak cemas Modifikasi Amsterdam
1. Fisiologi 2. Cemas ringan
2. Perilaku Preoperatif Anxiety
3. Cemas sedang and Information Scale
3. Kognitif 4. Cemas berat (APAIS)
4. Afektif 5. Panik

Gambar 2.2 Kerangka Teori

H. Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori yang diuraikan pada tinjauan pustaka terdapat
dua variable yaitu independen yaitu Mekanisme Koping, yang menjadi
variabel dependen adalah Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio
Caesarea. Maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan
dalam bentuk skema sebagai berikut:
26

Variabel Independen Variabel Dependen

Mekanisme Koping Tingkat Kecemasan


Pasien Pre Operasi
Sectio Caesarea

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir


Keterangan gambar
:
: Variabel independen dan dependen

: Hubungan

I. Hipotesis
Ho : Tidak ada Hubungan mekanisme koping dengan tingkat kecemasan
pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Jampangkulon Kabupaten
Sukabumi.

Ha : Ada Hubungan mekanisme koping dengan tingkat kecemasan pasien pre


operasi sectio caesarea di RSUD Jampangkulon Kabupaten Sukabumi.

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain atau rancangan penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan
untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi kesulitan yang
dapat terjadi selama proses penelitian. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode Deskriptif Analitik dengan pendekatan cross-
sectional. Desain ini dimulai dengan peneliti melakukan observasi atau
pengukuran variabel pada satu saat, saat yang sama dan satu kali saja, tidak
dilakukan pemeriksaan/pengukuran ulangan (Hasibuan, 2016). Pada penelitian
27
ini dilakukan untuk mengetahui Hubungan mekanisme koping dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Jampangkulon
Kabupaten Sukabumi.

B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variab Definisi Cara Mengukur Alat Hasil Skala


el Ukur Ukur Ukur
Mekani Cara yang Kuesioner Kuesioner 1. Mal Ordinal
sme dilakukan individu mekanisme koping adaptif:
Koping dalam mengatasi (Jalowiec Coping 25- 61
stressor selama Scale) %
menjalani 2. Adaptif :
operasi 62-100
sectio caesarea %

27
28

Tingkat Hal yang dirasakan Kuesioner STAI Kuesioner 1. Kecemasan Ordinal


Kecemasan pasien berhubungan (StateTrait ringan : 20-
dengan perasaan 39 %
ketakutan dan Anxiety Inventory) yang 2. Kecemasan
kekhawatiran yang telah dilakukan sedang: 40-
mendalam akan penelitian oleh Taryana, 59 %
operasi di ruang dkk. (2017) 3. Kecemasan
persiapan operasi berat: 60-80
4. Panik 80-
100%

C. Populasi, sampel dan Sampling


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2019). Populasi dalam penelitian ini adalah semua Pasien
sectio caesarea di RSUD Jampangkulon sebanyak 74 orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi (Nursalam, 2017).
Adapun besarnya sampel yang dibutuhkan dihitung menggunakan rumus
Slovin menurut (Notoatmodjo, 2016).
N
n=
1+ N (d)²
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
d : presisi yang ditetapkan 10 % (d = 0,05)
Maka dengan rumus tersebut, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah:
N
n=
1+ N (d)²

74
n=
1+ 74 (0,05)²

74
n=
1+ 74 (0.0025)
29
74
n=
1,185
n = 62,447
n = 62 orang.

3. Sampling
Sampling adalah suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam
penelitian dari populasi yang ada (A. Aziz Alimul Hidayat, 2013). Dalam
penelitian ini sampel yang akan diambil sebesar 62 responden. Sedangkan
pengambilan sampel yang digunakan adalah Sampling
Insidental/Accidental Sampling. Menurut Sugiyono (2017) Sampling
Insidental/Accidental Sampling adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja pasien yang secara kebetulan
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang
orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.

Anggota populasi yang menjadi subjek peneliti harus memenuhi


kriteria sampel terlebih dahulu. Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi
dan eksklusi dimana kriteria itu menentukan dapat tidaknya sampel
tersebut digunakan, adapun kriteria inklusi dan eksklusi yaitu:

a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Kriteria inklusi
dalam sampel ini adalah:
1) Pasien sectio caesarea yang akan menjalani pembedahan di RSUD
Jampangkulon.
2) Pasien sectio caesarea yang telah memberikan persetujuan untuk
dijadikan responden.
3) Responden yang bisa baca tulis.
4) Responden yang kooperatif.

b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak
dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel
penelitian. Kriteria eksklusi dalam sampel ini adalah:
1) Pasien sectio caesarea yang tidak bersedia menjadi responden
2) Pasien sectio caesarea yang mengalami ganguan mental, tidak mengalami
ganguan pengelihatan dan pendengaran.
30

D. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen adalah variabel bebas yang nilainya menentukan
variabel lain (Nursalam, 2017). Variabel independen yaitu faktor-faktor
yang berhubungan dengan kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio
Caesarea
2. Variabel Dependen atau dikenal dengan variabel terikat adalah faktor yang
diamati dan diukur untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan
(Nursalam, 2017). Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu Tingkat
Kecemasan.

E. Tempat dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Ruang OK RSUD Jampangkulon.
Penelitian akan dilakukan pada bulan November sampai Desember 2022.

F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sisitematis sehingga
lebih mudah diolah (Arikunto, 2019). Alat yang digunakan untuk
pengumpulan data tentang
31

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre


Operasi Sectio Caesarea Yang Akan Menjalani Pembedahan di RSUD
Jampangkulon yaitu:
1) Identitas Responden
Berisi tentang karakteristik responden yang terdiri dari nama, usia,
tingkat pendidikan, dan Pengalaman Operasi Sectio Caesarea.
2) Intrumen Mekanisme Koping
Berisi tentang kuesioner mekanisme koping yang terdiri dari 25
pernyataan yang diadopsi dari penelitian Novalia (2010). Kuesioner ini di
buat sendiri oleh peneliti sebelumnya sesuai dengan konsep tinjauan
kepustakaan dan mengadopsi dari kuesioner Jalowiec Coping Scale.
Uji validitas dan reliabilitas kuesioner ini telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya. Kuesioner mekanisme koping menggunakan skala Likert
dengan penilaian terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Pernyataan
unfavourable (negatif) ada empat pernyataan nomor 3,12,15,16 sedangkan
selebihnya merupakan pernyataan favourable (positif). Setiap tingkatan
untuk pernyataan favourable diberi nilai dimana 1: tidak pernah, 2: jarang,
3: kadang-kadang dan 4: sering. Sedangkan untuk pernyataan
unfavourable diberi nilai 4: tidak pernah, 3:jarang, 2:kadang-kadang, dan
1: sering. Skor penilaian mekanisme koping yaitu sebagai berikut:
Maladaptif : nilai 25-
61 Adaptif : nilai 62-
100

3) Instrumen Tingkat Kecemasan


Instrumen yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur tingkat
kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea adalah STAI (State Trait
Anxiety Inventory) dari Spielberg (1983). Dalam tes kecemasan ini
diperlukan self report (melapor sendiri) yang bertujuan untuk mengukur
dua konsep kecemasan yang berbeda yaitu kecemasan sesaat (state
anxiety) dan kecemasan dasar (trait anxiety). Pada penelitian ini hanya
mengunakan kecemasan sesaat (state anxiety). Statet anxiety merupakan
pengukuran kecemasan yang menunjukan bagaimana perasaan seseorang
yang dirasakan “sesaat” dan trait anxiety bagaimana perasaan seseorang
yang dirasakan “bisasanya atau pada umumnya” Skala state anxiety
terdiri dari
32
20 item yang didesain untuk mengukur bagaimana perasaan subyek
terhadap kejadian-kejadian tertentu. Skor yang didapat menunjukan derajat
kecemasan sementara yaitu perasaan ketakutan, gugup, tegang, dan rasa
khawatir sesaat. State anxiety terdapat 10 item favorable atau pernyataan
positif yang menunjukan kondisi psikologis adanya kecemasan dan 10
item unfavorable atau pernyataan negatif yang menunjukan tidak ada
gejala kecemasan.
Dalam melakukan skoring STAI, setiap item diberikan pilihan jawaban
antara 1 sampai 4. Responden memberikan penilaian berdasarkan apa yang
dirasakan menggunakan skala Likert. Untuk state anxiety dengan
pernyataan favorable pada pernyataan nomor 3,4,6,7,9,12,13,14,17,18
diberikan skor 1=tidak sama sekali, 2= sedikit merasakan, 3= cukup
merasakan, dan 4= sangat merasakan, sedangkan pernyataan unfavorable
pada pernyataan nomor 1,2,5,8,10,11,15,16,19,20 dibalik menjadi 4= tidak
sama sekali merasakan, 3= sedikit merasakan, 2= cukup merasakan, dan
1= sangat merasakan. Skala penilaian kecemasan untuk setiap state
anxiety sebagai berikut:
33

Kecemasan ringan : 20-39


Kecemasan sedang : 40-59
Kecemasan berat : 60-80
Panik : 81-100

G. Uji Validitas dan Reliabilitas


1. Uji Validitas
Uji validitas adalah indeks yang menunjukan alat ukur ini benar
mengukur apa yang diukur. Reliabiliti adalah indeks yang menunjukan
sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan
untuk menguji validitas dan reliabilitas alat, peneliti melakukan uji coba
kuesioner. Uji coba kuesioner dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
pada perawat yang bekerja di Rumah Sakit yang mempunyai karakteristik
hampir sama dengan responden. Uji coba dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman responden terhadap pertanyaan-pertanyaan dan
validitas pertanyaan dari kuesioner yang telah dibuat (Nursalam, 2016).
Pada uji validitas dan reabilitas penelitian ini menggunakan cara one
shot (sekali ukur) atau sering juga disebut dengan pengujian internal
constituency.

Rumus uji validitas:

Dasar pengambilan keputusan dari uji validitas adalah :


a. Jika r hasil positif, serta r hitung > r tabel, maka butir atau variabel
tersebut valid.
b. Jika r hasil tidak positif, serta r hitung < r tabel, maka butir atau
variabel tersebut tidak valid.
34

c. Jika r hitung > r tabel, tapi bertanda negatif maka butir atau
variabel tersebut tidak valid.
d. Untuk melihat r hitung dapat dilihat pada corrected item-total
correlation.
Peneliti menggunakan kuesioner STAI (State Trait Anxiety Inventory) untuk
tingkat kecemasan. Taryana, dkk. (2017) melakukan uji validitas STAI dengan
hasil koefisien korelasi item berkisar antara 0,65-0,88. Sehingga kuesioner STAI
(State Trait Anxiety Inventory) ini valid dan sahih.
2. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas merupakan uji kehandalan yang bertujuan untuk mengetahui
seberapa jauh sebuah alat ukur dapat dihandalkan atau dipercaya. Kehandalan
berkaitan dengan estimasi sejauh mana suatu alat ukur, apabila dilihat dari stabilitas
atau konsistensi internal dari jawaban atau pernyataan jika pengamat dilakukan
secara berulang. Apabila suatu alat ukur digunakan berulang dan hasil yang
diperoleh relatif konsisten maka alat ukur tersebut dianggap handal (reliabilitas).
Pengujian Reliabilitas terhadap semua item atau pernyataan yang
dipergunakan pada penelitian ini akan menggunakan formula Cronbach Alpha
(Koefisien Alpha Cronbach), dimana secara umum dianggap reliable apabila nilai
Alpha Cronbac ≥ r table maka instrument tersebut reliable, dan sebaliknya nilai
Alpha Cronbac < r table maka instrument tersebut tidak reliable. Instrument yang
dapat digunakan dalam suatu penelitian minimal mempunyai nilai reliability 0.80.
sedangkan menurut Arikunto, (2019) pernyataan dikatakan reliable apabila nilai
Alpha Cronbac ≥ 0.60. Rumus Alpha Cronbac sebagai berikut :
2
k ∑σ t
r11¿ [ ][1− 2 ]
( k−1 ) σt
Keterangan:
r11 = reliabilitas instrument
k = banyaknya butir pertanyaan
∑σ 2t = jumlah varian butir pertanyaan
2
σ t =¿varian total (Arikunto, 2006).
Jika nilai alpha > 0.7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability)
sementara jika alpha > 0.80 ini mensugestikan seluruh item reliable dan seluruh tes
secara konsisten memiliki reliabilitas yang kuat. Atau ada pula yang
memaknakannya sebagai berikut:
Jika alpha > 0.90 maka reliabilitas sempurna.Jika alpha antara 0.70-0.90 maka
reliabilitas tinggi. Jika alpha 0.50-0.70 maka reliabilitas moderat. Jika alpha < 0.50
35
maka reliabilitas rendah. Jika alpha rendah kemungkinan satu atau beberapa item
tidak reliabel.
Kuesioner STAI (State Trait Anxiety Inventory) sudah di uji reliabilitas oleh
Taryana, dkk. (2017) dengan koefisiensi reliabilitas alphauntuk state anxiety
sebesar 0,93 dan trait anxiety sebesar 0,91. Hal ini menunjukan bahwa Kuesioner
STAI telah memenuhi keandalan alat ukur atau reliabel.

H. Prosedur Pengumpulan Data


1. Data Primer dan Data Sekunder
a) Data Primer
Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien
pre operasi sectio caesarea yang akan menjalani pembedahan di RSUD
Jampangkulon diperoleh dengan cara kuesioner wawancara.
b) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari RSUD
Jampangkulon tentang jumlah pasien yang menjalani operasi sectio
caesarea pada bulan Oktober.
2. Prosedur Pengumpulan Data
Langkah-langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan data bagi
responden perawat adalah sebagai berikut:
a. Tahan Persiapan
1) Peneliti mengajukan surat permohonan izin kepada bagian
administrasi umum Fakultas Kesehatan yang telah mendapatkan
persetujuan dan disahkan oleh dosen pembimbing.
2) Peneliti menyerahkan surat pengantar dari Fakultas Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Sukabumi ke Direktur RSUD
Jampangkulon untuk mendapatkan izin pengambilan data awal dan
izin penelitian.
3) Menyusun proposal penelitian dan alat pengumpulan data berupa
kuesioner.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Peneliti meminta izin kepada Kabid Keperawatan dan Kepala
Ruangan OK (operatie kamer) RSUD Jampangkulon untuk mengadakan
penelitian guna mendapatkan data mengenai responden.
36

2) Menejelaskan tentang penelitian dan tujuan penelitian kepada


responden.
3) Penjelasan Informed Consen, setelah memahami tentang penelitian
dan tujuannya, responden diminta menandatangani informed consen
pasien yang terpilih menjadi responden diberi kuesioner dan diminta
untuk mempelajari terlebih dahulu, kemudian memberi kesempatan
untuk bertanya tentang redaksi kalimat yang ada, bila sudah tidak ada
pertannyan dilanjutkan untuk mulai mengisinya, bila kuesioner telah
di isi selanjutnya kuesioner dikumpulkan lansung kepada peneliti
untuk di analisis.
c. Tahap Akhir
Pengolahan data kuantitatif, terlebih dahulu dilakukan Editing,
Coding, dan Entry Data. Pengolahan data dengan menggunakan SPSS for
Windows 20.

I. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul diteliti kelengkapannya, jika ada data yang
kurang lengkap dapat segera dilengkapi. Kemudian mengklasifikasikan
jawaban dengan cara memberikan simbol-simbol atau kode angka.Langkah-
langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:
a. Editing
Penyuntingan data dimulai di lapangan dan setelah data terkumpul,
kuesioner diperiksa dan apabila terdapat kuesioner yang tidak lengkap
jawabannya, maka kuesioner tersebut akan dilengkapi kembali.
b. Coding
Apabila semua data terkumpul dan selesai di edit, kemudian peneliti
melakukan Coding atau pemberian kode pada data, untuk memudahkan
Entry dan menganalisis data.
c. Entry Data
Peneliti memasukkan data dari kuesioner ke komputer selanjutnya di
Input ke dalam lembar kerja SPSS For Windows 20.
37

d. Cleaning Data
Cleaning data dilakukan pada semua lembar kerja untuk
membersihkan kesalahan yang mungkin terjadi selama proses input data.
(Arikunto, 2019).

J. Analisa Data
Metode analisis data yang dilakukan sebagai berikut:
a. Analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi sehingga
menghasilkan distribusi dan persentase setiap variabel penelitian
(Arikunto, 2019).
b. Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis hubungan antara
setiap variabel independen yang diteliti dengan variable dependen.
Analisis bivariat akan dilakukan dengan menggunakan uji chi-square. Uji
chi- square digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan dua
buah variabel menggunakan program SPSS for Windows 20. (Arikunto,
2019).

K. Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan bagian prosedur penelitian, dimana kedua belah
pihak memiliki hak dan kewajibannya sesuai dengan prinsip etika dan moral
(Komisi Nasioanal Etik Penelitian Kesehatan) dalam diantaranya sebagai
berikut:
a. Informed Consent
Pada penelitian ini, peneliti memberikan informed consent (lembar
persetujuan) kepada responden yang berisi tentang informasi yang
lengkap tentang tujuan penelitian dan prosedur penelitian. Responden
yang bersediamenjadi subyek penelitian, diminta untuk menandatangani
informed consent (formulir persetujuan) Namun, terhadap responden yang
menolak, peneliti tidak melakukan paksaan ataupun ancaman apapun.
b. Confidentiality
Pernyataan bahwa informasi apapun yang berkaitan dengan
responden tidak dilaporkan dengan cara apapun dan tidak mungkin
diakses oleh orang lain selain peneliti. Pada penelitian ini, kerahasiaan
responden dijaga
38

dengan tidak menunjukkan data hasil penelitian kepada orang lain.


Kerahasiaan informasi atau data yang diperoleh dari responden akan
dijamin oleh peneliti dan hanya hanya akan digunakan pada penelitian ini
saja (confidentiality) serta akan dimusnakan setelah proses pelaporan
penelitian diterima sebagai hasil penelitian yang sah.
c. Anonymity
Anonymity yaitu suatu jaminan kerahasiaan identitas dari responden.
Identitasresponden dirahasiakan dan diberi kode tertentu sehingga bukan
nama terang responden, peneliti hanya mencatumkan kode yang akan
dilampirkan dalam hasil penelitian. Kesesuaian nama responden dan kode
tersebut hanya diketahui peneliti.
d. Beneficence
Prinsip beneficence menekankan pada manfaat dan kebaikan yang
akan diterima oleh responden. Manfaat penelitian ini bagi responden
antara lain sebagai masukan bagi perawat dan para praktisi mempunyai
implikasi sebagai bahan pertimbangan kebijaksanaan (policy) dalam
menghadapi dan memahami masalah antara beban kerja terhadap tingkat
stres perawat di ruang rawat inap.
e. Non-memaleficence
Tidak ada perlakuan apapun pada subjek penelitian. Subjek penelitian
hanya diminta untuk mengisi lembar kuesioner terkait dengan pengaruh
beban kerja terhadap tingkat stres perawat di ruang rawat inap bedah.
f. Justice
Prinsip justice diwujudkan dengan memperlakukan setiap orang
dengan moral yang benar dan pantas member setiap orang haknya, serta
menekankan pada distribusi seimbang dan adil antara beban dan manfaat
keikutsertaan. Penerapan prinsip ini dilakukan oleh peneliti dengan cara
memberikan perlakuan yang adil mencakup seleksi subyek yang adil dan
tidak diskriminatif, perlakuan yang tidak menghukum bagi mereka yang
menolak atau mengundurkan diri dari keikutsertaan dalam penelitian,
subyek dapat mengakses penelitian setiap saat untuk mengklarifikasi
informasi, subyek berhak mendapatkan penjelasan jika diperlukan.
39

DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat. (2013). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik


Analisis Data. Salemba Medika.

Ahsan, Lestari, R. dan S. (2017a). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Kecemasan Pre Operasi Pada Pasien Sectio Caesarea di Ruang Instalasi
Bedah Sentral RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang’. Jurnal
Keperawatan, 8(1), 1–12.

Ahsan, Lestari, R. dan S. (2017b). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan


Pre Operasi Pada Pasien Sectio Caesarea di Ruang Instalasi Bedah Sentral
RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. Jurnal Keperawatan, 8(1),
1–12.

Arikunto, S. (2019). Prosedur Penelitian. Rineka Cipta.

Cunningham, F. G. (2018). Obstetri Williams. EGC.

Eka Dwi Kusyati. (2018). Hubungan Antara Mekanisme Koping Dengan Tingkat
Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik Yangmenjalani Hemodialisis di
RSUD Wates. 13–1), 3( U‫ ااااا‬U‫اااا‬. http://dx.doi.org/10.1186/s13662- 017-1121-
6%0Ahttps://doi.org/10.1007/s41980-018-0101-
2%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.cnsns.2018.04.019%0Ahttps://doi.org/10.101
6/j.cam.2017.10.014%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.apm.2011.07.041%0Aht
tp://arxiv.org/abs/1502.020

Fay. (2017). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Mekanisme Koping Pada


Pasien CKD (Chronic Kidney Disease) Yang Menjalani Hemodialisa Di RS
Condong Catur Yogyakarta. Jurnal Kesehatan, 8(1).

Harahap, M.S., & F. (2016). Gambaran tingkat kecemasan pada ibu hamil dalam
menghadapi persalinan di desa tualang teungoh kecamatan langsa kota
kabupaten kota langsa tahun 2014. Jurnal Kedokteran, 16(1), 6–13.

Hasibuan. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara.


40

Hendriani. (2018). Resiliensi Psikologis: Sebuah Pengantar. Prenadamedia


Group.

Herdman, T. H. dan S. K. (2018). Nanda Internasional Diagnosis


Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 (Edisi 11). EGC.

Irawati D. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ibu


menghadapi persalinan Sectio Caesarea (SC) di RSUD R. A. Basoeni Kab.
Mojokerto. J. Ners Dan Kebidanan (Journal Ners Midwifery)., 3(3), 310.

Kementrian Kesehatan RI. (2018). Profil Kesehatan Indonesia 2017.

Kurniawati. (2012). Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada Remaja Dengan Ciri


Kepribadian Introvert Dan Ekstrovert Di Kelas X SMA Negeri 4 Surakarta.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Notoatmodjo, S. (2016). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Nursalam. (2016). Metodologi penelitian ilmu keperawatan pendekatan praktis


(4th ed.). Salemba Medika.

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:Pendekatan Praktis.


Salemba Medika.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan


Indikator Diagnostik. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Pratiwi. (2017). Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kecemasan


Pasien Kanker Payudara dalam Menjalani Kemoterapi. Jurnal Pendidikan
Keperawatan Indonesia, 3(2).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2
0%0A18/Hasil Riskesdas 2018.pdf –

Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Edisi
10. EGC.
41

Shari, W.W., Suryani, & Emaliyawati, E. (2014). Terapi Komplementer ada


Penurunan Kecemasan Pasien yang Akan Menjalani Intervensi
Koroner Perkutan (IKP) :Telaah Literatur. BIMIKI, 2(1).

Spielberger C. D. (2020). State-Trait anxiety inventory. John Wiley & Sons. In


Inc.

Stuart.G ail. W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Elsever.

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alphabet.

Ulfah. (2017). Dukungan Keluarga Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Pada


Pasien Pre Operasi Terencana Di RSU DR. Saiful Anwar Malang.
Jurnal Ilmu Keperawatan, 5(1).

WHO. (2019). Provinsial Reproductive Health and MPS Profile of Indonesia.


https://www.who.int/bulletin/volumes/97/7/18-224303/en/.%0D

Zahroh, R., & M. (2017). Pengaruh Slow Deep Breathing Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea. Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan.
42

Lampiran 2

PENJELASAN PENELITIAN

KepadaYth

Bapak/Ibu
Di_
RSUD Jampangkulon
Dengan hormat,
Saya bernama, Rudi Sugiarto, NIM : 2132325011 adalah Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Sukabumi memohon bantuan Anda, yaitu Bapak/Ibu/Sdr/Sdri
Pasien RSUD Jampangkulon, agar berkenan memberikan jawaban kuesioner yang
telah saya sajikan dalam lembar berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Hubungan Mekanisme Koping dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre
Operasi Sectio Caesarea di Ruang Ok Rsud Jampang Kulon Kabupaten
Sukabumi.
Daftar pertanyaan dalam kuesioner berjumlah pertanyaan yang hendaknya
diisi dengan lengkap dan mohon jangan dibiarkan tidak terjawab. Kelengkapan
jawaban akan sangat mempengaruhi hasil analisis dalam penelitian ini dan tidak
mempengaruhi penilaian Rumah Sakit terhadap anda. Data pribadi anda tidak
akan dipublikasikan, sehingga anda dapat memberikan opini secara bebas.
Kerahasiaan informasi yang diperolehakan dijaga dengan baik dan informasi
tersebut hanya akan digunakan untuk kepentingan akademik.
Besar harapan saya atas partisipasi Anda terhadap pengisian kuesioner ini
karena jawaban Anda tersebut merupakan kontribusi yang berharga baik bagi
peneliti dan ilmu pengetahuan, maupun bagi kemajukan Rumah Sakit. Atas
perhatian Anda, saya ucapkan terimakasih.
Sukabumi, Oktober 2022
Peneliti,

Rudi Sugiarto
NIM : 2132325011
43

Lampiran 3

Perihal : Permohonan Pengisian Kuesioner

KepadaYth,
Bapak/Ibu Pasien RSUD Jampangkulon
Di_
Tempat

Dengn hormat,
Dalam rangka memenuhi syarat penyelesaian proses pendidikan sebagai
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Sukabumi, dengan ini saya meminta kesediaan
bapak/ibu untuk mengisi kuesioner yang diberikan. Saya mengharapkan bapak/ibu
mengisi kuesioner sesuai dengan kondisi yang dirasakan saat ini di rumah sakit
saudara. Saya akan menjamin kerahasiaan setiap informasi yang bapak/ibu
sampaikan.
Demikian permohonan ini saya sampaikan, atas partisipasinya diucapkan terima
kasih.

Sukabumi, Oktober 2022


Peneliti,

Rudi Sugiarto
NIM : 2132325011
44

Lampiran 4

SURAT PERNYATAAN

PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN

Setelah saya mendapatkan informasi dengan jelas dan membaca penjelasan

penelitian pada lembar penjelasan penelitian, maka saya memahami dan bersedia

menjadi respon den dalam penelitian ini. Saya mengetahui bahwa penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui Hubungan Mekanisme Koping Dengan Tingkat

Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea Di Ruang Ok Rsud Jampang

Kulon Kabupaten Sukabumi. Saya mengetahui bahwa penelitian ini tidak

menimbulkan resiko bagi saya. Segala informasi yang saya berikan pada

penelitian ini akan dijaga dan dijamin kerahasiaannya. Informasi dan penjelasan

yang diberikan membuat saya percaya bahwa penelitian ini bermanfaat bagi

pengembangan keperawatan di rumah sakit.

Saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini dengan

menandatangani lembar persetujuan ini dalam keadaan sadar dan tanpa adanya

paksaan dari siapapun.

Tanda tangan responden, Peneliti,

(……………………………..) (Rudi Sugiarto)


45

Lampiran 5

KUESIONER PENELITIAN

Kode kosioner :

A. Karakteristik Responden
Pilih salah satu jawaban yang menurut persepsi rekan sejawat paling
sesuai, caranya dengan memberikan tanda check list (√ ) pada kotak yang
tersedia.

1. Nama (Inisial) :
2. Umur : 20-25 tahun 26-30 tahun
31-40 tahun > 40 tahun
3. Tingkat Pendidikan : SMA/SMK, Akademi/D3
Perguruan Tinggi

B. KUESIONER MEKANISME KOPING


Cara pengisian:
1. Pernyataan dibawah ini adalah pernyataan yang berisi tentang respon
saudara/i ketika menghadapi hemodialisis.
2. Berikan tanda checklist (√) pada kolom yang ada disebelah kanan pada
masing-masing pernyataan dengan pilihan yang sesuai dengan yang Anda
alami.
TP : Tidak
pernah JR :
Jarang
KK : Kadang-kadang
SR : Sering
SKALA JAWABAN
NO PERNYATAAN TP JR KK SR
1 2 3 4
A Optimis terhadap masa depan
1 Saya yakin bahwa keadaan saya akan baik-baik
saja
2 Saya percaya bahwa Operasi Sectio Caesarea
akan membantu persalinan saya
3 Saya memikirkan cara lain untuk persalinan
saya selain dengan Operasi Sectio Caesarea
4 Saya menyemangati diri sendiri karena saya
harus tetap tegar dan tidak boleh menyerah
46

B Menggunakan dukungan sosial


5 Saya mencari informasi tentang Operasi
Sectio Caesarea dari buku, atau media lain
6 Saya menceritakan masalah yang saya hadapi
dalam menjalani Operasi Sectio Caesarea
dengan orang yang juga menjalani Operasi
Sectio Caesarea.
7 Saya membicarakan masalah yang saya alami
selama menjalani Operasi Sectio Caesarea
kepada petugas kesehatan
8 Saya meminta dukungan dan bantuan dari
keluarga
9 Saya menyerahkan semua keputusan tentang
Operasi Sectio Caesarea kepada keluarga
C Menggunakan sumber spiritual
10 Saya berdoa dan mendekatkan diri kepada
Tuhan
11 Saya mencari ketenangan diri dengan relaksasi
atau rekreasi
12 Saya berpikir untuk terbunh saat menjalani
Operasi Sectio Caesarea
13 Saya yakin bahwa Tuhan akan selalu memberi
kekuatan bagi saya
14 Saya melakukan suatu hal untuk mengatasi
kecemasan meski tidak yakin akan berhasil
Mencoba tetap mengontrol situasi atau
D
perasaan
15 Saya menyalahkan diri sendiri karena tidak
bisa menjaga kesehatan
16 Saya menyembunyikan perasaan sedih saya
dan berusaha untuk tegar dihadapan orang lain
17 Saya tetap mengikuti kegiatan yang pernah saya
ikuti sebelumnya
18 Saya menahan diri terhadap hal-hal yang
bertentangan dengan terapi
19 Saya berusaha menikmati Operasi
Sectio Caesarea
20 Saya berusaha untuk tetap tenang dan santai
saat menjalani hemodialisis
E Mencoba menerima kenyataan yang ada
21 Saya menerima keadaan apa adanya
22 Saya mencoba menemukan hikmah dari
kondisi saya saat ini
23 Saya menganggap pantangan-pantangan
Operasi Sectio Caesarea itu adalah sesuatu
yang baik
47

24 Saya menerima Operasi Sectio Caesarea


sebagai suatu kenyataan yang harus dihadapi
25 aya melakukan hal-hal yang masih bisa saya
lakukan untuk keluarga
Sumber : (Eka Dwi Kusyati, 2018)

B. KUESIONER TINGKAT KECEMASAN


STATE TRAIT ANXIETY INVENTORY (STAI)
Petunjuk pengisian:
a. Pernyataan dibawah ini adalah pernyataan yang berisi tentang perasaan
saudara/i ketika menghadapi hemodialisis.
b. Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang disediakan, yang dianggap
sesuai dengan keadaan yang dialami.
SSTM : Sama sekali tidak merasakan
SDM : Sedikit merasakan
CM : Cukup merasakan
SM : Sangat
merasakan
NO SKALA JAWABAN
PERTANYAAN
SSTM SDM CM SM
(State Anxiety)
1 2 3 4
1 Saya merasa tenang
2 Saya merasa aman
3 Saya merasa tegang
4 Saya merasa tertekan
5 Saya merasa tenteram
6 Saya merasa kesal
7 Saya merasa khawatir akan mengalami
kegagalan dalam menjalani Operasi
Sectio Caesarea
8 Saya merasa puas
9 Saya merasa takut
10 Saya merasa nyaman
11 Saya merasa percaya diri
12 Saya merasa gugup
13 Saya merasa gelisah
14 Saya merasa tidak dapat
memutuskan sesuatu
15 Saya merasa santai
16 Saya sudah merasa cukup dengan kondisi
saya saat ini
17 Saya merasa khawatir
18 Saya merasa bingung
48

19 Saya merasa kuat dalam menghadapi


kondisi saya saat ini
20 Saya merasa senang
Sumber : (Eka Dwi Kusyati, 2018)

Anda mungkin juga menyukai