Anda di halaman 1dari 148

SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK GUIDED IMAGERY TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PASIEN PRA OPERASI SECTIO CAESAREA
DI RUANG SRIWIJAYA RSUD. Prof. Dr. SOEKANDAR
KABUPATEN MOJOKERTO

Studi Pra Eksperimental di Ruang Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

Oleh:

FARAH YUNI KURNIAWATI


NIM. 201301147

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2017

i
SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK GUIDED IMAGERY TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PASIEN PRA OPERASI SECTIO CAESAREA
DI RUANG SRIWIJAYA RSUD. Prof. Dr. SOEKANDAR
KABUPATEN MOJOKERTO

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan


pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI
Kabupaten Mojokerto

Oleh:

FARAH YUNI KURNIAWATI


NIM. 201301147

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2017

ii
SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum
pernah dikumpulkan orang lain untuk memperoleh gelar berbagai jenjang
pendidikan di Perguruan Tinggi manapun, dan apabila terbukti ada unsur
Plagiatisme saya siap dibatalkan kelulusannya.

Mojokerto, 13 Juni 2017


Yang menyatakan,

FARAH YUNI KURNIAWATI


NIM : 201301147

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk diajukan dalam Ujian Akhir Program

Judul : “Pengaruh Teknik Guided Imagery Terhadap Tingkat


Kecemasan Pasien Pra Operasi Sectio Caesarea di Ruang
Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto”
Nama : Farah Yuni Kurniawati
NIM : 201301147
Pada Tanggal : 16 Juni 2017

Oleh :

Pembimbing I Ifa Roifah, S.Kep.Ns., M.Kes


NIK. 162 601 024

Pembimbing II Amar Akbar, S.Kep.Ns., M.Kes


NIK. 162 601 100

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Ujian Sidang Skripsi pada Prodi SI
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI Kabupaten
Mojokerto.

Nama : Farah Yuni Kurniawati


Nim : 201301147
Judul : Pengaruh Teknik Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan
Pasien Pra Operasi Sectio Caesarea di Ruang Sriwijaya RSUD.
Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto
Pada tanggal : 16 Juni 2017

Mengesahkan :

Tim Penguji Tanda Tangan

Ketua : Eka Nor So’emah, S.Kep. Ns, M.Kes (...............................)

Anggota : 1. Ifa Roifah, S.Kep. Ns, M.Kes (................................)

2. Amar Akbar, S.Kep. Ns, M.Kes (................................)

Mengetahui,
Ka Prodi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI
Kabupaten Mojokerto

Ifa Roifah, S.Kep. Ns, M.Kes


NIK: 162 601 024

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul

“Pengaruh Teknik Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pra

Operasi Sectio Caesarea di Ruang Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar

Kabupaten Mojokerto” tepat pada waktunya. Selesainya penulisan Skripsi ini

adalah berkat bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka

dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Dr. Sudjatmiko, M.MRS selaku Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar

Kabupaten Mojokerto atas kesediannya memberi ijin pengambilan data dan

memberi ijin penelitian di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto

2. Dr. Muhammad Sajidin, S.Kep.Ns., M.Kep selaku Ketua STIKES Bina Sehat

PPNI Mojokerto yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk

mengikuti pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan di STIKES Bina

Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto.

3. Ifa Roifah, S.Kep.Ns., M.Kes selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan

STIKES Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto.

4. Eka Nur So’emah, S.Kep.Ns., M.Kes selaku dosen penguji yang telah

menguji dan memberi masukan kepada penulis.

vi
5. Ifa Roifah, S.Kep.Ns., M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah

meluangkan waktu serta memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Amar Akbar, S.Kep.Ns., M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah

meluangkan waktu serta memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen, staf dan karyawan di STIKES Bina Sehat PPNI Kabupaten

Mojokerto.

8. Teman-teman S1 Keperawatan angkatan 2013, keluarga dan semua pihak

yang telah membantu selama penyusunan skripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata

sempurna, karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun yang diharapkan akan menyempurnakan proposal skripsi ini.

Mojokerto, 16 Juni 2017

Penulis

vii
MOTTO

By : Farah Yuni Kurniawati

viii
LEMBAR PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT serta sholawat dan salam tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan atas dukungan dan doa dari orang-orang
tercinta. Akhirnya tugas skripsi ini telah selesai, oleh karena itu saya haturkan rasa syukur
dan terimakasih saya kepada :

Allah SWT
Karena atas ijin dan karunia-Nya, ia begitu sangat luar biasa kepada saya sehingga saya
mampu menyelesaikan tugas akhir skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Puji syukur
Alhamdulillah yang tak terhingga kepada Allah SWT.

Ayah dan Ibu Tercinta


Dua sosok pahlawan yang begitu baik dan selalu memberikan dukungan serta doa yang
sangat luar biasa untuk kesuksesan saya. Tiada kata yang seindah lantunan doa dari
mereka. Hanya wujud abdi dan bakti yang senantiasa berusaha aku berikan kepada
mereka, semoga selalu dalam lindugan Allah SWT.

Kakak-ku Fandy Kurniawansyah


Yang aku tahu mas Fandy selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga.
Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.

Bapak dan Ibu Dosen


Utama saya ucapkan terima kasih kepada Bu Ifa Roifah dan Pak Amar Akbar yang telah
sabar membimbing dan meluangkan waktu untuk saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih kepada Bu Eka Nor So’emah selaku penguji yang sangat baik. Dan untuk
semua bapak ibu dosen dan staff Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto yang telah
memberikan ilmunya dengan ikhlas, senantiasa menuntun dan mengarahkan, memberikan
bimbingan dan pelajaran yang tidak ternilai harganya. Terima kasih, jasa kalian akan selalu
terpatri dalam hati.

Sahril Novianto
Terima kasih telah mengajarkanku arti kedewasaan dan kesabaran yang sesungguhnya.
Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT, sukses dan bahagia di dunia dan akhirat.

ix
Sahabat dan Teman-teman Tercinta
“Minion” sahabatku Lina Dwi, Husnul, Githa dan Ika Wahyu akan selalu aku kenang setiap
moment suka duka bersama kalian, beruntungnya aku miliki kalian. Dan si teman tidur
Mukti Pertiwi yang setiap hari menerima keluh kesahku, semangat untuk skripsi tahun
depan yaa. Teman kost Dewi, Nora, Feni, Septhia yang memberi masukan dan
pengalaman dalam mengerjakan tugas akhir. Teman kelas C “Cluster Class” terima kasih
untuk pengalaman 4 tahun menempuh pendidikan bersama. Tak lupa teman-temanku
yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk menyelesaikan tugas akhirku ini
Ayu Fauziah, Anis Dwi dan seluruh bimbingan Bu Ifa dan Pak Amar serta teman-teman
angkatan 2013, kalian terbaik.

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF GUIDED IMAGERY TECHNIQUES TO THE


ANXIETY LEVEL OF THE PRE OPERATING SECTIO CAESAREA
PATIENTS IN SRIWIJAYA ROOM RSUD. Prof. Dr. SOEKANDAR
MOJOKERTO REGENCY

BY: FARAH YUNI KURNIAWATI

Surgical action (surgery) sectio caesarea is an action that can cause tension
(stress). Mothers who will undergo surgery sectio caesarea generally experience
anxiety (ansietas) that vary from mild to severe levels. Guided imagery is a
therapeutic technique used for relaxation and can reducing anxiety. This study
aims to prove the influence of guided imagery techniques on changes in anxiety
levels of preoperative patients sectio caesarea in Prof. Dr. Soekandar hospitals
Mojokerto regency. In this research the design used is pre experiment with one-
group type pre-post test design. A sample of 15 people was taken by accidental
sampling. Given guided imagery therapy at 2 hours before surgery then performed
tabulation of data tested using descriptive analysis mode. Data collection using
HARS questionnaires. There is influence of guided imagery technique to change
anxiety level of pre surgical patient of sectio caesarea which level of anxiety
before given guided imagery technique obtained data more than half that is 9
respondents (60%) with moderate anxiety level and anxiety level after given
guided imagery technique obtained data more than half that is 9 respondents
(60%) with mild anxiety level. Guided imagery technique capable of making the
visual cortex of the brain processing the imagination strongly associated with the
autonomic nervous system that controls involuntary movements include: pulse,
respiration and physical response to stress. Guided imagery can also secrete
endorphin hormones that help the relaxation process to affect of anxiety levels.

Keywords: Anxiety, Sectio Caesarea, Guided Imagery.

x
ABSTRAK

PENGARUH TEKNIK GUIDED IMAGERY TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PASIEN PRA OPERASI SECTIO CAESAREA
DI RUANG SRIWIJAYA RSUD. Prof. Dr. SOEKANDAR
KABUPATEN MOJOKERTO

OLEH : FARAH YUNI KURNIAWATI

Tindakan pembedahan (operasi) sectio caesarea merupakan tindakan yang


dapat menyebabkan ketegangan (stress). Ibu yang akan menjalani tindakan
pembedahan sectio caesarea umumnya mengalami kecemasan (ansietas) yang
bervariasi dari tingkat ringan sampai berat. Guided imagery adalah teknik
terapeutik yang digunakan untuk relaksasi dan dapat menurunkan kecemasan.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh teknik guided imagery
terhadap perubahan tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio caesarea di
RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto. Pada penelitian ini desain
yang digunakan adalah pra eksperimen dengan tipe one-group pre-post test
design. Sampel sebanyak 15 orang diambil dengan accidental sampling.
Diberikan terapi guided imagery pada saat 2 jam sebelum operasi kemudian
dilakukan tabulasi data yang diuji menggunakan analisa deskriptif modus.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner HARS. Terdapat pengaruh teknik
guided imagery terhadap perubahan tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio
caesarea, hal ini dibuktikan dengan nilai modus yang sering muncul sebelum
pemberian teknik guided imagery sejumlah 9 responden (60%) berada pada
tingkat kecemasan sedang dan sesudah pemberian teknik guided imagery
sejumlah 9 responden (60%) berada pada tingkat kecemasan ringan. Teknik
guided imagery mampummembuat korteks visual otak yang memproses imajinasi
berhubungan kuat dengan sistem syaraf otonom yang mengontrol gerakan
involunter diantaranya : nadi, pernapasan dan respon fisik terhadap stress. Guided
imagery juga dapat mengeluarkan hormon endorpin yang membantu proses
relaksasi sehingga berpengaruh pada tingkat kecemasan.

xi
Kata kunci : Kecemasan, Sectio Caesarea, Guided Imagery.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
HALAMAN JUDUL DALAM ...................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN............................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
MOTTO ......................................................................................................... viii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................ ix
ABSTRACT ................................................................................................... x
ABSTRAK ..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvii
DAFTAR DIAGRAM .................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xix

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
1.4.1 Bagi Instansi Pendidikan .......................................................... 6
1.4.2 Bagi Instansi Kesehatan ............................................................ 6
1.4.3 Bagi Peneliti Lain ..................................................................... 6
1.4.4 Bagi Responden ........................................................................ 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 7


2.1 Konsep Dasar Teknik Guided Imagery ................................................ 7
2.1.1 Pengertian Teknik Guided Imagery .......................................... 7

xii
2.1.2 Manfaat Teknik Guided Imagery .............................................. 8
2.1.3 Macam-macam Teknik Guided Imagery .................................. 9
2.1.4 Prosedur Teknik Guided Imagery ............................................. 10
2.1.5 Mekanisme Teknik Guided Imagery dalam Menurunkan
Kecemasan ................................................................................ 12
2.2 Konsep Dasar Kecemasan .................................................................... 13
2.2.1 Pengertian Kecemasan .............................................................. 13
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ....................... 14
2.2.2 Gejala Kecemasan..................................................................... 19
2.2.3 Penyebab kecemasan ................................................................ 19
2.2.5 Reaksi Kecemasan .................................................................... 23
2.2.4 Tingkatan Kecemasan ............................................................... 24
2.2.6 Mekanisme Kecemasan ............................................................ 25
2.2.5 Alat Ukur Kecemasan ............................................................... 26
2.3 Konsep Dasar Pra Operasi .................................................................... 29
2.3.1 Pengertian Pra Operasi.............................................................. 29
2.3.2 Pengaruh Tindakan Bedah Terhadap Respon Pasien
Pra Operasi ................................................................................ 30
2.3.3 Persiapan Pra Operasi ............................................................... 31
2.3.4 Indikasi dan Klasifikasi Pembedahan ....................................... 36
2.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada
Pasien Pra Operasi .................................................................... 38
2.4 Konsep Dasar Sectio Casarea .............................................................. 39
2.4.1 Pengertian Sectio Casarea ........................................................ 39
2.4.2 Istilah dalam Sectio Casarea .................................................... 40
2.4.3 Indikasi Sectio Casarea ............................................................ 40
2.4.4 Komplikasi Sectio Casarea ...................................................... 47
2.5 Kerangka Teori ..................................................................................... 50
2.6 Kerangka Konsep.................................................................................. 51
2.7 Hipotesis ............................................................................................... 52

BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................... 53


3.1 Desain Penelitian .................................................................................. 53
3.2 Populasi, Sampel dan Sampling ........................................................... 54
3.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional .................................... 53
3.3.1 Identifikasi Variabel ................................................................. 55
3.3.3 Definisi Operasional ................................................................. 56
3.4 Prosedur Penelitian ............................................................................... 58
3.5 Kerangka Kerja ..................................................................................... 61
3.6 Pengumpulan Data ................................................................................ 63
3.6.1 Metode Pengumpulan Data ....................................................... 63
3.6.2 Instrumen Penelitian ................................................................. 63
3.6.3 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 65
3.7 Analisa Data.......................................................................................... 66
3.7.1 Editing ....................................................................................... 66
3.7.2 Coding ....................................................................................... 66

xiii
3.7.3 Scoring ...................................................................................... 68
3.7.4 Tabulating ................................................................................. 69
3.7.5 Analisa Uji Statistik .................................................................. 69
3.8 Etika Penelitian ..................................................................................... 69
3.8.1 Informed Concent ..................................................................... 69
3.8.2 Anonimity .................................................................................. 70
3.8.3 Confidentially............................................................................ 70
3.9 Keterbatasan ......................................................................................... 70

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 72


4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................... 72
4.1.1 Data Umum ............................................................................... 72
4.1.2 Data Khusus .............................................................................. 76
4.2 Pembahasan .......................................................................................... 79
4.2.1 Tingkat kecemasan sebelum pemberian teknik guided
imagery pada pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD.
Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto .............................. 79
4.2.2 Tingkat kecemasan sesudah pemberian teknik guided
imagery pada pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD.
Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto .............................. 83
4.2.3 Analisis perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah
pemberian teknik guided imagery pada pasien pra operasi
sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten
Mojokerto.................................................................................. 85

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 89


5.1 Kesimpulan ............................................................................... 89
5.2 Saran ......................................................................................... 89
5.2.1 Bagi Pasien ..................................................................... 89
5.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan ................................................... 90
5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................. 90

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 91


LAMPIRAN .................................................................................................. 94

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategori pembedahan didasarkan pada urgensinya .................... 37

Tabel 3.1 Definisi operasional pengaruh teknik guided imagery terhadap


tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio caesarea di Ruang
Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto .... 57

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia pada pasien


pra operasi sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar
Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20 April 2017... 72

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan


terakhir pada pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD.
Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret
2017 - 20 April 2017 ................................................................... 73

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan pada


pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr.
Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20
April 2017 ................................................................................... 73

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan status pernikahan


pada pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr.
Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20
April 2017 ................................................................................... 75

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengalaman


sebelumnya pada pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD.
Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret
2017 - 20 April 2017 ................................................................... 75

xv
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan responden sebelum
perlakuan pada pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD.
Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret
2017 - 20 April 2017 ................................................................... 76

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan responden sesudah


perlakuan pada pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD.
Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret
2017 - 20 April 2017 ................................................................... 77

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rentang Respon Ansietas ....................................................... 25

Gambar 2.2 Kerangka teori pengaruh teknik guided imagery terhadap


tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio caesarea di
Ruang Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten
Mojokerto ............................................................................... 50

Gambar 2.3 Kerangka konsep pengaruh teknik guided imagery terhadap


tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio caesarea di
Ruang Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten
Mojokerto ............................................................................... 51

Gambar 3.1 Desain penelitian teknik guided imagery terhadap tingkat


kecemasan pasien pra operasi sectio caesarea di Ruang
Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten
Mojokerto ............................................................................... 53

Gambar 3.2 Kerangka kerja pengaruh teknik guided imagery terhadap


tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio caesarea di
Ruang Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten
Mojokerto ............................................................................... 62

xvi
DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Analisis perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah


perlakuan teknik guided imagery pada pasien pra operasi
sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten
Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20 April 2017 ................ 78

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Studi Pendahuluan dan Penelitian dari Stikes Bina
Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto ......................................... 94

Lampiran 2 Surat Rekomendasi Penelitian dari Bakesbangpol ................. 95

Lampiran 3 Surat Ijin Studi Pendahuluan dari RSUD. Prof. Dr.


Soekandar Kabupaten Mojokerto ........................................... 97

Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian dari RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto ............................................................. 98

Lampiran 5 SOP Guided Imagery .............................................................. 99

Lampiran 6 Lembar Permohonan Menjadi Responden ............................. 101

Lampiran 7 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ............................... 102

Lampiran 8 Lembar Kuesioner .................................................................. 103

Lampiran 9 Lembar Tabulasi data ............................................................. 112

Lampiran 10 Lembar Hasil SPSS 16.0 ......................................................... 113

Lampiran 11 Lembar Bimbingan Konsultasi Proposal dan Skripsi ............. 114

Lampiran 12 Lembar Revisi Uji Proposal Skripsi ....................................... 118

Lampiran 13 Lampiran Dokumentasi Penelitian ......................................... 119

xviii
xix
50

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tindakan pembedahan (operasi) sectio caesarea merupakan

tindakan yang dapat menyebabkan ketegangan (stress). Ibu yang akan

menjalani tindakan pembedahan sectio caesarea umumnya mengalami

kecemasan (ansietas) yang bervariasi dari tingkat ringan sampai berat.

Kecemasan adalah sinyal yang menyadarkan seseorang untuk

memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan

seseorang mengambil keputusan tindakan guna mengatasi ancaman (Ibrahim

A.S, 2012). Berbagai faktor yang dapat menyebabkan kecemasan dalam

menghadapi operasi tersebut antara lain takut nyeri setelah pembedahan, takut

menghadapi ruang operasi, takut tidak sadar lagi saat dibius dan takut operasi

gagal (Brunner & Suddarth 2002; Syaiful 2012). Keadaan yang tidak

menyenangkan tersebut akan menimbulkan perubahan fisiologis dan

psikologis (Rochman K.L, 2010).

Data World Health Organisasi (WHO) tahun 2011 dilaporkan

bahwa angka kejadian sectio caesarea meningkat 5 kali dibandingkan

tahun-tahun sebelumnya. Standart rata-rata sectio caesarea disebuah

negara adalah sekitar 5-15% per 1000 kelahiran di dunia, rumah sakit

pemerintah rata-rata 11%, sementara di rumah sakit swasta bisa lebih dari

30% (Gibbons, 2010). Berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit Wijaya

Surabaya didapatkan hampir semua pasien pra operasi sectio caesaria


51

mengalami kecemasan yang bervariasi, yaitu 30% (10 pasien) mengalami

cemas ringan, 60% (20 pasien) mengalami cemas sedang dan 10% (3 pasien)

mengalami cemas berat (Syaiful, 2012).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 16

Januari 2017 di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto dari hasil

pengambilan data selama satu tahun dari bulan Januari 2016 sampai dengan

Desember 2016 terdapat 474 pasien yang melakukan persalinan dengan cara

operasi sectio caesarea. Berdasarkan hasil penelitian awal yang dilakukan

peneliti pada tanggal 18 Januari 2017 sampai dengan 22 Januari 2017 kepada

5 pasien pra operasi sectio caesarea didapatkan pasien yang mengalami

kecemasan ringan sebanyak 1 responden (20%), cemas sedang sebanyak 3

responden (60%) dan cemas berat sebanyak 1 responden (20%).

Kecemasan yang dirasakan oleh pasien sebelum pembedahan

biasanya ditandai dengan perubahan fisik dan psikologi seperti meningkatnya

frekuensi nadi dan pernafasan, telapak tangan yang lembab, gelisah,

menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali dan bahkan sulit tidur

(Suliswati 2005; Syaiful 2012). Kecemasan ini akan berakibat buruk apabila

tidak segera diatasi dapat meningkatkan tekanan darah dan pernafasan yang

dapat menyebabkan pendarahan baik pada saat pembedahan maupun setelah

pembedahan. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk

mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis sebelum dilakukan

operasi (Efendy 2005; Firman 2012).


51

Salah satu metode yang cukup sering digunakan untuk mengurangi

kecemasan oleh berbagai kalangan yaitu relaksasi. Teknik relaksasi

merupakan suatu bentuk penanganan dengan cara mengajak serta mengantar

klien untuk beristirahat atau bersantai dengan asumsi bahwa istirahat dapat

mengurangi tegangan psikologis (Chaplin 2002; Purnama 2015). Guided

imagery adalah teknik terapeutik yang digunakan untuk relaksasi atau untuk

tujuan proses penyembuhan. Terapi Imagery dapat membantu klien untuk

mencapai berbagai tujuan masalah kesehatan, salah satunya yaitu

menurunkan kecemasan. Dalam latihan imagery, terapis membimbing klien

untuk merasakan atau memvisualisasi tujuan relaksasi dan penyembuhan

(Susana, 2011).

Respon kecemasan lebih dominan pada sistem saraf simpatik,

sedangkan respon relaksasi lebih dominan pada sistem saraf parasimpatik

yang mampu mengendorkan saraf yang tegang. Saraf parasimpatik berfungsi

mengendalikan fungsi denyut jantung sehingga membuat tubuh rileks. Pada

teknik guided imagery, korteks visual otak yang memproses imajinasi

mempunyai hubungan yang kuat dengan sistem syaraf otonom, yang

mengontrol gerakan involunter diantaranya : nadi, pernapasan dan respon

fisik terhadap stress dan membantu mengeluarkan hormon endorpin sehingga

terjadi proses relaksasi dan kecemasan menurun (Simon 2003; Reliani 2015).

Mekanisme imajinasi positif dapat melemahkan psikoneuroimmunologi

yang mempengaruhi respon stres, hal ini berkaitan dengan teori Gate

Control yang menyatakan bahwa “Hanya satu impuls yang dapat berjalan
51

sampai sumsum tulang belakang ke otak pada satu waktu dan jika ini terisi

dengan pikiran lain maka sensasi rasa sakit tidak dapat dikirim ke otak oleh

karena itu rasa sakit berkurang kecemasan dapat menurun. Guided imagery

juga dapat melepaskan endorphin yang melemahkan respon rasa sakit

(Liebert, 2008).

Komponen pada teknik guided imagery lebih dari sekedar visual,

melainkan mampu melibatkan semua panca indera berupa penciuman,

pendengaran, pengecap, dan perasa untuk dapat mengubah pemikiran, emosi

serta perilaku seseorang. Melalui pemanfaat lima indra tersebut dapat

mempengaruhi perspektif personal individu terhadap diri dan lingkungan

sekitarnya (Nguyen 2012; Purnama 2015). Dalam prosedur teknik guided

imagery ini juga melibatkan beberapa teknik relaksasi lain seperti mengatur

pola nafas dan mengiringi proses imajinasi klien dengan terapi musik. Guided

imagery merupakan terapi nonfarmakologi yang efektif digunakan untuk

menurunkan tingkat kecemasan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka dapat

dirumuskan masalah penelitian “Apakah ada pengaruh teknik guided imagery

terhadap tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio caesarea di Ruang

Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto?”


51

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Membuktikan pengaruh teknik guided imagery terhadap tingkat

kecemasan pasien pra operasi sectio caesarea di Ruang Sriwijaya

RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio

caesarea sebelum pemberian teknik guided imagery di Ruang

Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto.

1.3.2.2 Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio

caesarea sesudah pemberian teknik guided imagery di Sriwijaya

RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto.

1.3.2.3 Menganalisis perbedaan tingkat kecemasan pasien pra operasi

sectio caesarea sebelum pemberian teknik guided

imagery dan sesudah pemberian teknik guided imagery di

Ruang Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten

Mojokerto.
51

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai salah satu media pembelajaran dan referensi, tentang

pengaruh teknik guided imagery terhadap tingkat kecemasan pasien pra

operasi sectio caesarea.

1.4.2 Bagi Institusi Kesehatan

Sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam meningkatkan

serta mengoptimalkan intervensi keperawatan pada pasien pra operasi

sectio caesarea yang mengalami kecemasan.

1.4.3 Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan data awal dan referensi bagi peneliti selanjutnya

dalam melakukan penelitian dalam bidang yang sama sehingga hasil

penelitian dapat membantu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan

dalam keperawatan.

1.4.4 Bagi Responden

Sebagai sumber informasi terapi nonfarmakologi mengenai cara

untuk mengurangi kecemasan bagi pasien yang akan menjalani operasi

yaitu dengan teknik guided imagery.


51

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan disajikan konsep-konsep yang mendasari penelitian

antara lain : 1) Konsep Dasar Teknik Guided Imagery 2) Konsep Dasar

Kecemasan 3) Konsep Dasar Pra Operasi 4) Konsep Dasar Sectio Caesarea 5)

Kerangka Teori 6) Kerangka Konseptual dan 7) Hipotesis

2.1 Konsep Dasar Teknik Guided Imagery

2.1.1 Pengertian Teknik Guided Imagery

Guided imagery adalah teknik terapeutik yang digunakan untuk

relaksasi atau untuk tujuan proses penyembuhan. Terapi imagery dapat

membantu klien untuk mencapai berbagai tujuan masalah kesehatan, salah

satunya yaitu menurunkan kecemasan. Dalam latihan imagery, terapis

membimbing klien untuk merasakan atau memvisualisasi tujuan relaksasi

dan penyembuhan (Susana, 2011).

Komponen guided imagery lebih dari sekedar visual, melainkan

mampu melibatkan semua panca indera berupa penciuman, pendengaran,

pengecap, dan perasa untuk dapat mengubah pemikiran, emosi serta

perilaku seseorang. Melalui pemanfaat lima indra tersebut dapat

mempengaruhi perspektif personal individu terhadap diri dan lingkungan

sekitarnya (Nguyen 2012; Purnama 2015).

Guided imagery merupakan proses yang memggunakan kekuatan

pikiran dengn mengarahkan tubuh untuk menyembuhkan diri memelihara

kesehatan atau relaks melalui komunikasi dalam tubuh melibatkn semua


51

indra (visual, sentuhan, penciuman, penglihatan, pendengaran) sehingga

terbentuklah keseimbangan antara pikiran, tubuh dan jiwa (Tim

Keperawatan Dasar Akademi Keperawatan Al Ikhlas, 2016)

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa teknik

imajinasi terbimbing (guided imagery) merupakan metode relaksasi

dengan cara membimbing untuk mengkhayalkan tempat dan kejadian yang

menyenangkan dan berhubungan dengan rasa relaksasi sehingga

terbentuklah keseimbangan antara pikiran, tubuh, dan jiwa.

2.1.2 Manfaat Teknik Guided Imagery

Banyak sekali manfaat yang kita dapat dari menerapkan prosedur

guided imagery, berikut ini manfaat dari guided imagery menurut Susana

(2011) :

1. Menurunkan depresi dan kecemasan

2. Menghilangkan fobia

3. Mengurangi trauma

4. Mengurangi rokok atau makan

5. Penyembuhan fisik dan gejalanya (sakit kepala, tekanan darah,

insomnia, nyeri kronis, dsb)

Menurut Townsend (2007) terapi guided imagery dapat membantu

klien untuk mencapai tujuan masalah kesehatan antara lain :

1. Mengurangi stress dan kecemasan

2. Mengurangi nyeri

3. Mengurangi efek samping


51

4. Mengurangi tekanan darah tinggi

5. Mengurangi level gula darah (diabetes)

6. Mengurangi alergi dan gejala gangguan pernapasan

7. Mengurangi sakit kepala

8. Mengurangi biaya rumah sakit

9. Meningkatkan penyembuhan luka dan tulang

2.1.3 Macam-macam Teknik Guided Imagery

Macam-macam teknik Guided Imagery berdasarkan pada

penggunaannya terdapat beberapa macam teknik menurut Tim

Keperawatan Dasar Akademi Keperawatan Al Ikhlas (2016) yaitu :

1. Guided Walking Imagery

Teknik ini ditemukan oleh psikoleuner. Pada teknik ini pasien

dianjurkan untuk mengimajinasikan pemandangan standar seperti

padang rumput, pegunungan, pantai dll.

2. Autogenic Abstraction

Dalam teknik ini pasien diminta untuk memilih sebuah perilaku

negatif yang ada dalam pikirannya kemudian pasien mengungkapkan

secara verbal tanpa batasan. Bila berhasil akan tampak perubahan

dalam hal emosional dan raut muka pasien

3. Covert Sensitization

Teknik ini berdasar pada paradigma reinforcement yang

menyimpulkan bahwa proses imajinasi dapat dimodifikasi berdasarkan

pada prinsip yang sama dalam modifikasi perilaku.


51

4. Covert Behaviour Rehearsal

Teknik ini mengajak seseorang untuk mengimajinasikan perilaku

koping yang dia inginkan.

2.1.4 Prosedur Teknik Guided Imagery

Prosedur pelaksanaan guided imagery menurut Dinkes (2006) dalam

Tim Keperawatan Dasar Akademi Keperawatan Al Ikhlas (2016) yaitu :

1. Mengatur posisi yang nyaman menurut pasien sesuai kondisi pasien

(duduk/berbaring).

2. Anjurkan klien menutup mata.

3. Letakkan tubuh senyaman-nyamannya.

4. Periksa otot-otot klien dalam keadaan relaks.

5. Ambil nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui

mulut perlahan- lahan (sesuai bimbingan).

6. Minta klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau

keindahan, dan pastikan klien mampu melakukannya.

7. Kalau perlu tanyakan kepada klien, bila belum bisa dan gagal, Secara

terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan imajinasi sesuai

dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat.

8. Biarkan klien menikmati imajinasinya dengan iringan musik.

9. Setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan waktu dalam

rentang 15 menit, minta klien untuk membuka mata.


51

Menurut Snyder (2006) dalam Yeli (2015) teknik guided imagery secara

umum antara lain :

1. Membuat individu dalam keadaan santai yaitu dengan cara :

a. Mengatur posisi yang nyaman (duduk atau berbaring)

b. Silangkan kaki, tutup mata atau fokus pada suatu titik atau suatu

benda didalam ruangan

c. Fokus pada pernapasan otot perut, menarik napas dalam dan pelan,

napas berikutnya biarkan sedikit lebih dalam dan lama dan tetap

fokus pada pernapasan dan tetapkan pikiran bahwa tubuh semakin

santai dan lebih santai

d. Rasakan tubuh menjadi lebih berat dan hangat dari ujung kepala

sampai ujung kaki.

e. Jika pikiran tidak fokus, ulangi kembali pernapasan dalam dan

pelan

2. Sugesti khusus untuk imajinasi yaitu :

a. Pikirkan bahwa seolah-olah pergi ke suatu tempat yang

menyenangkan dan merasa senang ditempat tersebut

b. Sebutkan apa yang bisa dilihat, dengar, cium, dan apa yang

dirasakan

c. Ambil napas panjang beberapa kali dan nikmati berada ditempat

tersebut

d. Sekarang, bayangkan diri anda seperti yang anda inginkan (uraikan

sesuai tujuan yang akan dicapai/ diinginkan


51

3. Beri kesimpulan dan perkuat hasil praktek yaitu :

a. Mengingat bahwa anda dapat kembali ke tempat ini, perasaan ini,

cara ini kapan saja anda menginginkan

b. Anda bisa seperti ini lagi dengan berfokus pada pernapasan anda,

santai, dan membayangkan diri anda berada pada tempat yang anda

senangi

4. Kembali ke keadaan semula yaitu :

a. Ketika anda telah siap kembali ke ruang dimana anda berada

b. Anda merasa segar dan siap untuk melanjutkan kegiatan anda

c. Sebelumnya anda dapat menceritakan pengalaman anda ketika anda

telah siap

2.1.5 Mekanisme Teknik Guided Imagery dalam Menurunkan Kecemasan

Respon relaksasi lebih dominan pada sistem saraf parasimpatik,

sehingga mengendorkan saraf yang tegang. Saraf parasimpatik berfungsi

mengendalikan fungsi denyut jantung sehingga membuat tubuh rileks.

Pada teknik imajinasi terbimbing, korteks visual otak yang memproses

imajinasi mempunyai hubungan yang kuat dengan sistem syaraf otonom,

yang mengontrol gerakan involunter diantaranya : nadi, pernapasan dan

respon fisik terhadap stress dan membantu mengeluarkan hormon endorpin

sehingga terjadi proses relaksasi dan kecemasan menurun (Simon 2003;

Reliani 2015)

Mekanisme atau cara kerja guided imagery belum diketahui secara

pasti tetapi teori menyatakan bahwa relaksasi dan imajinasi positif


51

melemahkan psikoneuroimmunologi yang mempengaruhi respon stress.

Respon stress dipicu ketika situasi atau peristiwa (nyata atau tidak)

mengancam fisik atau kesejahteraan emosional atau tuntunan dari sebuah

situasi melebihi kemampuan seseorang, sehingga dengan imajinasi

diharapkan dapat merubah situasi stres dari respon negatife yaitu ketakutan

dan kecemasan menjadi gambaran positif yaitu penyembuhan dan

kesejahteraan (Dossey 1995; Snyder, 2006). Respon emosional terhadap

situasi, memicu sistem limbik dan perubahan sinyal fisiologis pada sistem

saraf perifer dan otonom yang mengakibatkan melawan stres (Snyder,

2006).

Mekanisme imajinasi positif dapat melemahkan

psikoneuroimmunologi yang mempengaruhi respon stres, hal ini berkaitan

dengan teori Gate Control yang menyatakan bahwa “hanya satu impuls

yang dapat berjalan sampai sumsum tulang belakang ke otak pada satu

waktu “dan“ jika ini terisi dengan pikiran lain maka sensasi rasa sakit tidak

dapat dikirim ke otak oleh karena itu rasa sakit berkurang kecemasan dapat

menurun (Liebert 2008).

2.2 Konsep Dasar Kecemasan

2.2.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah sinyal yang menyadarkan seseorang untuk

memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan


51

seseorang mengambil keputusan tindakan guna mengatasi ancaman

(Ibrahim A.S, 2012).

Kecemasan adalah reaksi terhadap ancaman dari rasa sakit maupun

dunia luar yang tidak siap ditanggulangi dan berfungsi memperingatkan

individu akan adanya bahaya (Safaria, 2012).

Kecemasan adalah perasaan gelisah yang tidak jelas, akan

ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai repons otonom, sumbernya

seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu (Townsend,

2009).

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan

adalah suatu keadaan yang dialami seseorang yang mana keadaan tersebut

berupa kekhawatiran dan kegelisahan yang berlebihan terhadap sesuatu

yang belum terjadi.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Mubarak (2015) tidak semua kecemasan dapat dikatakan

bersifat patologis ada juga kecemasan yang bersifat normal. Faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat kecemasan dari berbagai sumber, yaitu

sebagai berikut :

1. Faktor Internal, antara lain :

a) Usia

Permintaan bantuan dari sekeliling menurun dengan bertambahnya

usia, pertolongan diminta bila ada kebutuhan akan kenyamanan,

reassurance, dan nasehat-nasehat.


51

b) Pengalaman

Individu yang mempunyai modal kemampuan pengalaman

menghadapi kecemasan dan punya cara menghadapinya akan

cenderung lebih menganggap kecemasan yang berapapun sebagai

masalah yang bisa diselesaikan. Tiap pengalaman merupakan

sesuatu yangberharga dan belajar dari pengalaman dapat

meningkatan keterampilan menghadapi kecemasan.

c) Aset fisik

Orang dengan aset fisik yang besar, kuat, dan garang akan

menggunakan aset ini untuk menghalau kecemasan yang datang

mengganggu.

2. Faktor eksternal, antara lain :

a) Pengetahuan

Seseorang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan kemampuan

intelektual akan dapat meningkatkan kemampuan dan rasa percaya

diri dalam mengahadapi kecemasan mengikuti berbagai kegiatan

untuk meningkatkan kemampuan diri akan banyak menolong

individu tersebut.

b) Pendidikan

Peningkatan pendidikan dapt pula mengurangi rasa tidak mempu

untuk menghadapi kecemasan. Semakin tinggi pendidikan

seseorang akan mudah dan semakin mampu menghadapi kecemasan

yang ada.
51

c) Finansial/ material

Aset berupa harta yang melimpah tidak akan menyebabkan individu

tersebut mengalami kecemasan berupa kekacauan finansial, bila hal

ini terjadi dibandingkan orang lain yang asset finansialnya terbatas.

d) Keluarga

Lingkungan kecil dimulai dari lingungan keluarga, peran pasangan

dalam hal ini sangat berarti dalam memberi dukungan. Istri dan

anak yang penuh pengertian serta dapat mengimbangi kesulitan

yang dihadapi suami akan dapat memberikan bumper kepada

kondisi kecemasan suaminya.

e) Obat

Dalam bidang psikiatri dikenal obat-obatan yang tergolong dalam

kelompok antiansietas. Obat-obat ini mempunyai khasiat mengatasi

ansietas sehingga penderitanya cukup tenang.

f) Dukungan sosial budaya

Dukungan social dan sumber-sumber masyarakat serta lingkungan

sekitar individu akan sangat membantu seseorang dalam

menghadapi stresor, pemecahan masalah bersama-sama dn tukar

pendapat dengan orang di sekitarnya akan membuat situasi individu

lebih siap menghadapi kecemasan yang akan datang.


51

Menurut Long Barbara (1996) dalam Sari M.T (2012) kecemasan yang

terjadi akan direspon secara spesifik dan berbeda oleh setiap individu. Hal

ini dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu :

1. Perkembangan Kepribadian (Personality Development)

Perkembangan kepribadian seseorang dimulai sejak usia bayi

hingga 18 tahun dan tergantung dari pendidikan orang tua (psiko-

edukatif) dirumah, pendidikan di sekolah dan pengaruh sosialnya serta

pengalaman-pengalaman dalam kehidupannya. Sesesorang menjadi

pencemas terutama akibat proses kata lain “parental example” dari

pada “parental genes”

2. Maturasional

Tingkat maturasi individu akan mempengaruhi tingkat kecemasan.

Pada bayi tingakat kecemasan lebih disebsbkan oleh perpisahan,

lingkungan atau orang yang tidak kenal dan perubahan hubungan

dalam kelompok sebaya. Kecemasan pada kelompok remaja lebih

banyak disebsbkan oleh perkembangan seksual. Pada dewasa

berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada lansia

kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi.

3. Tingkat Pengetahuan

Individu yang tingkat pengetahuannya lebih tinggi akan

mempunyai koping yang lebih adaptif terhadap kecemasan daripada

individu yang tingkat pengetahuannya lebih rendah.

4. Karakteristik Stimulus
51

Karakteristik stimulus terdiri dari :

a) Intensitas Stressor

Intensitas stimulus yang semakin besar maka semakin besar

pula kemungkinan respon yang nyata akan terjadi. Stimulus hebat

akan menimbulkan lebih banyak respin yang nyata daripada

stimulus perlahan-lahan. Stimulus yang timbulnya perlahan-lahan

akan selalu memnberi waktu bagi seseorang untuk

mengembangkan koping.

b) Lama Stressor

Stressor yang menetap dapat menghabiskan energi

seseorang dan akhirnya akan melemahkan sumber-sumber koping

yang ada.

c) Jumlah Stressor

Stressor yang ada alan lebih meningkatkan kecemasan pada

individu dari pada stimulus yang lebih kecil.

5. Karakteristik Individu

Karakteristik individu terdiri dari :

a) Makna stressor bagi individu

Makna stressor bagi individu merupakan suatu faktor utama

yang memepengaruhi rspon stress. Stressor yang dipandang secara

negatif mempunyai kemungkinan besar untuk meningkatkan

cemas.
51

b) Sumber yang dapat dimanfaatkan dan respon koping

Seseorang yang tela memunyai ketrampilan dalam

menggunakan koping dapat memilih tindakan-tindakan yang akan

mempunyai kerampilan koping yang lebi baik dan dapat

menangani secara efektif bila krisi terjadi.

c) Status kesehatan individu

Jika status kesehatan buruk, energi yang digunakan untuk

menangani stimulus lingkungan kurang, akan dapat

memepengaruhi respon terhadap stressor. Khususnya nutrisi yang

kurang akan menjadikan seseorang mempunyai resiko yang tinggi

berespon secara maladaptif

2.2.3 Gejala Kecemasan

Gejala-gejala somatik yang dapat menunjukkan kecemasan adalah

muntah-muntah, diare, denyut jantung yang bertambah keras, sering buang

air, napas sesak disertai tremor pada otot. Kecemasan juga ditandai dengan

emosi yang tidak stabil, sangat mudah tersinggung dan marah, sering

dalam keadaan excited atau gempar gelisah. Manifestasi kecemasan

Mubarak (2015) terwujud dalam empat hal berikut :

1. Manifetasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, sering

kali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan

terjadi.

2. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak

menentu seperti gemetar.


51

3. Perubahan somatik muncul dalam keadaan mulut kering, tangan dan

kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan

tekanan darah, dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan

menunjukkan peningkatan detak jantung, respirasi ketegangan otot,

dan tekanan darah.

4. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang

yang berlebihan.

2.2.4 Penyebab Kecemasan

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya kecemasan

adalah sebagai berikut :

1. Faktor Predisposisi

a) Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional

yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego.

Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan

superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma

budaya. Ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua

elemen yang bertentangan tersebut dan fungsi ansietas adalah

mengingatkan ego bahwa ada bahaya

b) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan

takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan interpersonal.

Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti

perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan

tertentu.
51

c) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi

yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

d) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya

terjadi dalam keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih

antara gangguan ansietas dengan depresi

e) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor

khusus untuk benzodiazepine, obat-obatan yang meningkatkan

neuroregulatr inhibisi asam gama – aminobutirat (GABA) yang

berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan

dengan ansietas.

2. Stressor pencetus

Stressor pencetus kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian:

a) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam

integritas fisik yang meliputi : disabilitas fisiologis yang akan

terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas

hidup sehari – hari.

b) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas,

harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.

3. Sumber koping

Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggerakkan

sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut berupa modal

ekonomi, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial, dan


51

keyakinan budaya dapat membantu individu mengintegrasikan

pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping

yang berhasil.

4. Mekanisme Koping

Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai

mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya,ketidakmampuan

mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama

terjadinya perilaku patologis. Pola yang biasa digunakan individu

untuk mengatasi ansietas ringan cenderung tetap dominan ketika

ansietas menjadi lebih intens. Ansietas ringan sering ditanggulangi

tanpa pemikiran yang sadar. Ansietas sedang dan berat menimbulkan

dua jenis mekanisme koping. Tingkat ansietas sedang dan berat

menimbulkan dua jenis mekanisme koping :

a) Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan

berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik

tuntutan situasi stres.

b) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi

hambatan pemenuhan kebutuhan.

c) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psilogik

untuk memindahkan seseorang dari sumber stres.

d) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang

mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek

kebutuhan personal seseorang.


51

e) Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan

dan sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat tidak sadar dan

melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, maka me kanisme

ini dapat merupakan respons maladaptif terhadap stress

2.2.5 Reaksi Kecemasan

Reaksi cemas menurut Calhoun dan Acocella (1995) dikutip oleh

Triantoro (2012) menyatakan bahwa kecemasan yang dikemukakan

dalam tiga reaksi, yaitu sebagai berikut :

a) Reaksi emosional

Reaksi emosional yaitu komponen kecemasan yang berkaitan

dengan persepsi individu terhadap pengaruh psikologis dari

kecemasan.

b) Reaksi kognitif

Reaksi kognitif yaitu ketakutan dan kekhawatiran yang

berpengaruh terhadap kemampuan berfikir jernih sehingga

mengganggu dalam memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan

lingkungan.

c) Reaksi fisiologis

Reaksi fisiologis yaitu reaksi yang ditampilkan oleh tubuh terhadap

ketakutan dan kekhawatiran yang berkaitan dengan sistem saraf

yang mengendalikan berbagai otot dan kelenjar tubuh.


51

2.2.6 Tingkatan Kecemasan

Peplau (1963) dalam Stuart (2016) mengidentifikasi empat tingakt

ansietas dengan penjelasan efeknya :

a) Ansietas ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-

hari, ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan

meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat emotivasi

belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

b) Ansietas sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang

penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini

mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian,

individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat

berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk

melakukannya.

c) Ansietas berat

Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu

cenderung fikus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak

berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk

mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak

arahan untuk berfokus pada area lain.


51

d) Tingkat panik

Berhubungan dengan terperangah, ketautan dan terror. Hal

yang rinci terpecah dari proporsinya, karena mengalami

kehilangan kendali. Individu yang mengalami panik tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan arahan.

Respons adaptif Respons mal adaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.1 Rentang Respon Ansietas (Stuart G.W, 2016)

2.2.7 Mekanisme Kecemasan

Hans selve (1956-1947) dalam Baradero (2016) merumuskan tiga

tahap reaksi terhadap kecemasan :

1. Tahap reaksi alarm (tanda bahaya)

Stress akan menstimulasi tubuh untuk mengirimkan pesan-pesan

dari hipotalamus ke kelenjar (seperti kelenjar adrenal untuk

mengeluarkan adrenalin dan norephinefrin) dan ke hepar untuk

mengubah glikogen menjadi glukosa (proses glikogeneis) untuk

menambah energi yang diperlukan.

2. Tahap resisten (pertahanan)

Pada tahap kedua, fungsi system pencernaan akan berkurang agar

darah yang dipakainya dapat dialihkan ke organ-organ tubuh yang

vital untuk pertahanan. Paru meningkat fungsinya (pernafasan menjadi


51

lebih cepat) tuk memperoleh lebih banyak oksigen, dan jantung

berdenyut lebih kuat dan cepat agara lebih banayak darah yang kaya

oksigen dan nutrisi dapat dialirkan ke otot-otot tubuh untuk

melakukan “fight atau flight”. Apabila individu mampu beradaptasi

terhadap stress, tubuh akan menjadi relas kembali, organ dan kelenjar

kembali ke fungsi semula.

3. Tahap exhaustion (kehabisan tenaga)

Tahap kehabisan tenaga dapat terjadi apabila individu memberi

respon negative terhadap kecemasan. Tubuh menglami kehabisan

tenaga, dan komponen emosional tidak terselesaikan, dan efek

fisiologis tetap dialami berulang-ulang.

Ansietas menimbulkan respon pada kognitif, psikomotor dan

fisiologis yang tidak nyaman seperti kesulitan berfikir secara logis, tanda-

tanda vital eningkat, perilaku menjadi makin gelisah. Untuk mengurangi

perasaan sangat tidak nyaman ini, orang tanpa dsiadarinya sebgai usaha

terakhir untuk menyelamatkan diri menggunakan mekanisme pertahanan.

Orang juga dapat melakukan adaptasi untuk mengurangi kecemasan seprti

relaksasi tubuh secara berurut-turut mulai dari jari-jari kaki sampai kepala,

bernafas dalam, pelan dan teratur, memfokuskan perhatian pada

pemandangan yang indah dan seterusnya.

2.2.8 Alat Ukur Kecemasan

Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan

menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety


51

Rating Scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang

didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang mengalami

kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada

individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi

5 tingkatan skor antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe).

Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang

diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar

dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic. Skala

HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi

untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu

0,93 dan 180,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan

dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan

reliable.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan

kategori :

0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada

3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada

4 = sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan

item 1-14 dengan hasil :

a. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.


51

b. Skor 7-14 = kecemasan ringan.

c. Skor 15 –27 = kecemasan sedang.

d.Skor lebih dari 27 = kecemasan berat

Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang dikutip

Nursalam (2016) penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:

a. Perasaan Cemas : Firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung.

b. Ketegangan : Merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan

lesu.

c. Ketakutan : Takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal

sendiri dan takut pada binatang besar.

d. Gangguan tidur : Sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari,

tidur tidak pulas dan mimpi buruk.

e. Gangguan kecerdasan : Penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

f. Perasaan depresi: Hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada

hobi, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

g. Gejala somatik: Nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara

tidak stabil dan kedutan otot.

h. Gejala sensorik : Perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka

merah dan pucat serta merasa lemah.

i. Gejala kardiovaskuler : Takikardi, nyeri di dada, denyut nadi

mengeras dan detak jantung hilang sekejap.


51

j. Gejala pernapasan : Rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering

menarik napas panjang dan merasa napas pendek.

k. Gejala gastrointestinal : Sulit menelan, obstipasi, berat badan

menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah

makan, perasaan panas di perut.

l. Gejala urogenital : Sering kencing, tidak dapat menahan kencing,

aminorea, ereksi lemah atau impotensi.

m. Gejala vegetatif : Mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu

roma berdiri, pusing atau sakit kepala.

n. Perilaku sewaktu wawancara : Gelisah, jari-jari gemetar,

mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat

dan napas pendek dan cepat.

2.3 Konsep Dasar Pra Operasi

2.3.1 Pengertian Pra Operasi

Keperawatan pra operasi merupakan tahapan awal dari

keperawatan perioperative. Fase pra operasi dimulai ketika keputusan

untuk menjalani operasi dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan

kemeja operasi. Kesuksesan dalam tindakan pembedahan secara

keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini merupakan awalan

yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya.

Kesalahan yang dilakukan pada fase ini akan berakibat fatal pada

tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasi en


51

meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk

keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi (Heriana, 2014).

Perawatan pre-operasi dimulai ketika keputusan diambil untuk

melaksanakan intervensi pembedahan. Termasuk dalam kegiatan

perawatan dalam tahap ini adalah pengkajian pre-operasi mengenai status

fisik, psikologis, dan sosial pasien. Rencana keperawatan mengenai

persiapan pasien untuk pembedahannya, dan implementasi intervesi

keperawatan yang teah direncanakan. Tahap ini berakhir ketika pasien

diantar ke kamar operasi dan diserahkanke perawat bedah untuk

perawatan selanjutnya (Baradero, 2008).

2.3.2 Pengaruh Pembedahan Terhadap Respon Pasien Pra Operasi

Baradero (2008) menyatakan bahwa pembedahan adalah suatu

stressor yang bisa menimbulkan respon fisiologis (respon neuroendokrin)

dan stress psikologis (cemas dan takut).

a) Perubahan Fisiologis (Neuroendokrin)

Pembedahan yang akan dilaksanakan bisa menimbulkan respons

stress fisiologis. Respon stress fisiologs ini dikoordinasi oleh system

saraf pusat. System saraf pusat menggerakkan hipotalamus, system

saraf simpatis, kelenjarhipofisis posterior dan anterior, medulla dan

korteks adrenal. Penggerakan ini mengakibatkan keluarnya

ketokolamin dan hormone-hormon yang menyebabkan perubahan

fisiologis sebagai respon terhadap stress.


51

Efek sistemik dari respons neuroendokrin Nampak pada

perubahan yang kompleks dalam tubuh. Manifestasi perubahan

fisiologis :

1. Denyut jantung meningkat

2. Tekanan darah meningkat

3. Suplai darah ke otak dan organ vital meningkat

4. Suplai darah ke gastrointestinal dan motilitas gastrointestinal

menurun

5. Produksi asam lamung meningkat

6. Kecepatan pernapasan meningkat

7. Glukosa darah meningkat

8. Diaphoresis dan piloereksi

9. Dilatasi pupil

10. Agregasi trombosit

b) Perubahan Psikologis

Ansietas (cemas) adalah respons adaptif yang normal terhadap

stress karena pembedahan. Rasa cemas biasanya timbul pada tahap

praoperatif ketika pasien mengantisipasi pembedahannya

2.3.3 Persiapan Pra Operasi

Persiapan klien di unit perawatan, diantaranya (Heriana, 2014) :

1. Persiapan fisik

Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien

sebelum operasi antara lain :


51

a. Status Kesehatan Fisik Secara Umum

Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan

pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas

klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat

kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status

hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi

ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan

lain- lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup karena

dengan istirahat yang cukup pasien tidak akan mengalami stres

fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki

riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan pasien

wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.

b. Status Nutrisi

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi

badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas,

kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan

nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi

sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup

untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat

mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca

operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di

rumah sakit.
51

c. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Keseimbangan cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya

dengan input dan output cairan. Demikian juga kadar elektrolit

serum harus berada dalam rentang normal. Keseimbangan cairan

dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal

berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi

metabolik obat obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka

operasi dapat dilakukan dengan baik.

d. Pencukuran Rambut pada Daerah Operasi

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk

menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan

pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi

tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/

menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.

Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak

memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien

luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus

dilakukan dengan hati- hati jangan sampai menimbulkan luka pada

daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan

untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah

yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan

daerah yang akan dioperasi.


51

e. Personal Hygiene

Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan

operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber

kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang di

operasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan

untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan

lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi

kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan

memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

f. Pengosongan Kandung Kemih

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan

melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi

bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk

mengobservasi balance cairan.

a) Latihan Pra Operasi

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum

operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam

menghadapi kondisi pasca operasi, seperti: nyeri daerah

operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan-

latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi, antara lain:

b) Latihan Nafas Dalam

Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk

mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu


51

pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi

dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu

teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan

oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan

latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka

pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah

operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.

c) Latihan Batuk Efektif

Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien

terutama klien yang mengalami operasi dengan anestesi

general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat

bantu nafas selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga

ketikasadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada

tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di

tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi

pasien setelah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret

tersebut.

d) Latihan Gerak Sendi

Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi

pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera

melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk

mempercepat proses penyembuhan. Pasien/ keluarga pasien

seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang


51

pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien yang

tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan

operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh.

Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien

selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih

cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan

lebih cepat kentut/ flatus. Keuntungan lain adalah

menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan

dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus.

Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk

mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan

optimal.

e) Persiapan penunjang

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak

dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya

hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak

mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus

dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud

adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun

pemeriksaan lain seperti EKG, dan lain-lain.

2.3.4 Indikasi dan Klasifikasi Pembedahan

Menurut Heriana (2014) pembedahan mungkin dilakukan untuk

berbagai alasan. Alasan tersebut mungkin diagnostik, seperti ketika


51

dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi; dapat juga kuratif, seperti

ketika mengeksisi massa tumor atau mengangkat apendiks yang

mengalami inflamasi; kemungkinan juga reparative, seperti ketika

harus memperbaiki luka multiple; mungkin juga rekonstruktif atau

kosmetik, seperti ketika melakukan mammoplasti atau perbaikan

wajah; atau mungkin paliatif, seperti ketika harus menghilangkan

nyeri atau memperbaiki masalah, sebagai contoh, ketika selang

gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap ketidakmampuan

untuk menelan makan.

Pembedahan juga dapat diklasfikasikan sesuai dengan tingkat

urgensinya dengan penggunaan istilah-istilah kedaruratan (emergensi),

urgensi dan elektif, yang disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.1 Kategori Pembedahan Berdasarkan Urgensinya

No. Klasifikasi Indikasi Contoh


1. Kedaruratan (pasien Tanpa Perdarahan hebat,
membutuhkan ditunda obstruksi kandng kemih
perhatian segera, atau usus, fraktur
gangguan mungkin tulang tengkorak, uka
mengancam jiwa) tembak atau tusuk, dan
luka bakar sangat luas.
2. Urgen (pasien Dalam 24- Infeksi kandung kemih
membutuhkan perhatian 30 jam akut dan Batu ginjal atau
segera) batu pada uretra.
3. Elektif (pasien harus Tidak Perbaikan eskar, hernia
dioperasi ketika dilakukan sederhana, dan perbaikan
diperlukan) pembedaha vaginal.
n, tidak
terlalu
membahaya
kan
Sumber : Baradero, 2008
51

2.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Pasien Pra

Operasi

Menurut Baradero (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan pada pasien pra operasi antara lain :

a. Nyeri dan Ketidaknyamanan (Pain And Discomfort)

Suatu yang umum dan biasa terjadi pada pasien pre operasi

akibat pembedahan. Perawat bertugas memberikan informasi dan

meyakinkan kepada pasien bahwa pembedahan tidak akan dilakukan

tanpa diberikan anastesi terlebih dahulu. Pada pembedahan akan timbul

reaksi nyeri pada daerah luka dan pasien merasa takut untuk melakukan

gerakan tubuh atau latihan ringan akibat nyeri padadaerah perlukaan.

Faktor tersebut akan menimbulkan cemas pada pasien pre-operasi.

b. Ketidaktahuan (Unknow)

Cemas pada hal-hal yang belum diketahui sebelumnya adalah suatu

hal yang umum terjadi. Ini disebabkan karena kurangnya informasi

tentang pembedahan.

c. Kerusakan atau Kecacatan (Mutilation)

Cemas akan terjadi kerusakan atau perubahan bentuk tubuh

merupakan salah satu faktor bukan hanya ketika dilakukan amputasi

tetapi juga pada operasioperasi kecil. Hal ini sangat dirasakan oleh

pasien sebagai suatu yang sangat mengganggu body image.


51

d. Kematian (Death)

Cemas akan kematian disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

ketika pasien mengetahui bahwa operasi yang akan dilakukan akan

mempunyai resiko yang cukup besar pada tubuh sehingga akan

menyebabkan kematian.

e. Anestesi (Anesthesia)

Pasien akan mempersepsikan bahwa setelah dibius pasien tidak

akan sadar, tidur terlalu lama dan tidak akan bangun kembali. Pasien

mengkhawatirkan efek samping dari pembiusan seperti kerusakan

pada otak, paralisis, atau kehilangan kontrol ketika dalam keadaan

tidak sadar.

2.4 Konsep Dasar Sectio Caesarea

2.4.1 Pengertian Sectio Caesarea

Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan cara

membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan abdomen

(Mochtar R, 2011)

Sectio caesarea merupakan prosedur operatif, yang dilakukan di

bawah anesthesia sehingga janin, plasenta dan ketuban dilahirkan melalui

insisi dinding abdomen dan uterus dan dilakukan setelah viabilitas tercapai

(Fraser and Cooper, 2009). Sectio caesarea adalah persalinan melalui

pembedahan untuk mengeluarkan bayi dari rahim lewat suatu irisan/sayatan

pada perut bagian bawah dan rahim (Whalley dkk, 2008).


51

Sesuai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sectio caesarea

adalah suatu pembedahan yang dliakukan pada rongga abdomen untuk

membuka rongga uterus guna mengeluarkan hasil konsepsi (janin, plasenta,

dan selaput ketuban).

2.4.2 Istilah dalam Sectio Caesarea

Menurut Fraser dan Cooper (2009) istilah yang terdapat dalam

persalinan sectio caesarea yaitu :

1. Sectio caesarea Primer (elektif)

Dari semula telah direncanakan bahwa bayi akan dilahirkan secara

sectio caesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada

panggul sempit (CV kecil kurang dari 8 cm).

2. Sectio caesarea Sekunder

Dalam hal ini kita mencoba bersikap menunggu kelahiran biasa

(partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus

percobaan gagal, baru dilakukan sectio caesarea.

3. Sectio caesarea Ulang (repeat caesarian section)

Ibu pada kehamilan yang lalu sectio caesarea (previous caesarian

section) dan pada kehamilan selanjutnya juga dilakukan sectio caesarea

ulang.

4. Sectio caesarea Histerektomi (caesarian section hyste-rectomy)

Sectio caesarea Histerektomi adalah suatu operasi, dimana setelah

janin dilahirkan dengan sectio caesarea langsung dilakukan

histerectomi oleh karena suatu indikasi.


51

5. Operasi Porro (porro operation)

Operasi Porro adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari

kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan

histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim berat

2.4.3 Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi sectio caesarea telah dijelaskan dalam penelitian

kesehatan yang dilakukan oleh Sianturi (2011) sebagai berikut :

1. Indikasi Medis

Melahirkan dengan cara sectio caesarea sebaiknya dilakukan atas

pertimbangan medis dengan memperhatikan kesehatan ibu maupun

bayinya. Artinya, janin atau ibu dalam keadaan gawat dan hanya dapat

diselamatkan jika persalinan dilakukan dengan jalan sectio caesarea,

dengan tujuan untuk memperkecil terjadinya risiko yang

membahayakan jiwa ibu dan bayinya.

a. Faktor Janin

Menurut Sinaga (2009) faktor janin turut menjadi indikasi

medis dari sectio caesarea. Faktor janin meliputi bayi terlalu

besar, kelainan letak bayi, ancaman gawat janin (fetal distress),

bayi kembar, dan faktor plasenta. Berat bayi lahir sekitar 4000

gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari

jalan lahir. Umumnya, pertumbuhan janin yang berlebihan karena

ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus), yang biasanya

disebut bayi besar objektif. Bayi terlalu besar mempunyai risiko 4


51

kali lebih besar untuk terjadinya komplikasi persalinan.Kelainan

letak bayi meliputi letak sungsang dan letak lintang. Saat ini lebih

banyak bayi letak sungsang yang lahir dengan sectio caesarea. Hal

ini karena risiko kematian dan cacat/kecelakaan lewat vagina

(spontan) jauh lebih tinggi. Lebih dari 50% bayi pernah mengalami

letak sungsang dalam kurun 9 bulan kehamilan. Penyebab letak

sungsang sering tidak diketahui pasti, secara teori dapat terjadi

karena faktor ibu seperti kelainan bentuk rahim, tumor jinak

rahim/mioma, dan letak plasenta yang lebih rendah (Sinaga, 2009).

Letak lintang merupakan kelainan letak janin di dalam rahim pada

kehamilan tua (hamil 8-9bulan) yaitu kepala ada di samping kanan

atau kiri dalam rahim ibu. Bayi letak lintang tidak dapat lahir

melalui jalan lahir biasa, karena sumbu tubuh janin melintang

terhadap sumbu tubuh ibu. Bayi membutuhkan pertolongan sectio

caesarea.

Ancaman gawat janin (fetal distress), yaitu keadaan gawat

janin pada tahap persalinan, dimana pada keadaan tersebut

memungkinkan dokter memutuskan untuk melakukan operasi,

apalagi ditunjang kondisi ibu yang kurang menguntungkan. Bila

ibu menderita tekanan darah tinggi atau kejang pada rahim,

mengakibatkan gangguan pada ari-ari dan tali pusat sehingga aliran

oksigen kepada bayi menjadi berkurang. Kondisi ini bisa

menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak


51

jarang meninggal dalam rahim. Kehamilan kembar adalah

kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan kembar dapat

memberi risiko yang lebih tinggi terhadap ibu dan bayi. Oleh

karena itu dalam menghadapi kehamilan kembar harus dilakukan

pengawasan hamil yang lebih intensif. Namun jika ibu

mengandung 3 janin atau lebih maka sebaiknya menjalani sectio

caesarea. Hal ini akan menjamin bayi-bayi tersebut dilahirkan

dalam kondisi sebaik mungkin dengan trauma minimum. Faktor

pasenta meliputi plasenta previa dan solusio plasenta. Plasenta

Previa adalah plasenta yang ada di depan jalan lahir (prae=di

depan; vias = jalan). Jadi yang dimaksud dengan plasenta yang

implantasinya tidak normal ialah rendah sekali sehingga menutupi

seluruh atau sebagian ostium internum. Implantasi plasenta yang

normal ialah pada dinding depan atau dinding belakang rahim di

daerah fundus uteri (Sinaga, 2009).

Plasenta previa dibagi menjadi tiga, yaitu plasenta previa

totalis, plasenta previa lateralis, dan plasenta previa marginalis.

Plasenta previa menyebabkan bagian terdepan janin sering sekali

sulit untuk memasuki pintu atas panggul, oleh karena itu dilakukan

sectio caesarea. Sectio caesarea pada plasenta previa selain untuk

mengurangi kematian bayi, juga terutama dilakukan untuk

kepentingan ibu, maka sectio caesarea juga dilakukan pada

plasenta previa walaupun anak sudah mati.Solusio plasenta


51

merupakan kondisi dimana plasenta terlepas dari dinding rahim

baik sebagian maupun seluruhnya dari tempatnya berimplantasi

sebelum anak lahir. Solusio plasenta bisa terjadi setiap waktu

setelah kehamilan 20 minggu, kebanyakan terjadi dalam trimester

ketiga.Pelepasan plasenta biasanya ditandai dengan perdarahan

yang bisa keluar dari vagina, tetapi bisa juga tersembunyi dalam

rahim,yang dapat membahayakan ibu dan janinnya.

Persalinan dengan sectio caesarea biasanya dilakukan untuk

menolong agar janin segera lahir sebelum mengalami kekurangan

oksigen atau keracunan air ketuban dan menghentikan perdarahan

yang mengancam nyawa ibu.

b. Faktor Ibu

Faktor ibu yang menjadi indikasi medis dari tindakan sectio

caesarea adalah disproporsi sefalo pelvik (ketidakseimbangan

kepala dan panggul ibu), mencakup panggul sempit, fetus yang

tumbuh terlampau besar atau adanya ketidakseimbangan relatif

antara ukuran kepala bayi dan pelvis (panggul). Selain itu, ada

faktor disfungsi uterus yang mencakup kerja uterus yang tidak

terkoordinasi, hal ini menyebabkan tidak adanya kekuatan untuk

mendorong bayi keluar dari rahim, sehingga menyebabkan

kemajuannya terhenti sama sekali, dan perlu penanganan dengan

sectio caesarea.
51

Ruptura uteri (robekan rahim) juga menjadi salah satu

indikasi medis sectio caesareayang berasal dari ibu. Ruptura uteri

adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan

langsung antara rongga amnion dengan rongga peritoneum. Secara

teori robekan rahim dapat dibagi menjadi dua,yaitu ruptura uteri

spontan (karena dinding rahim lemah) dan ruptura uteri violenta

(karena trauma pertolongan versi dan ekstraksi, ekstraksi forsep,

kuretase, manual plasenta). Partus tak maju juga merupakan

indikasi medis yang lain dari sectio caesarea. Partus tak maju

berarti bahwa meskipun kontraksi uterus kuat, janin tidak dapat

turun karena faktor mekanis. Partus tak maju dapat disebabkan oleh

karena disproporsi sefalo pelvik, malpresentase dan neoplasma

yang menyumbat jalan lahir. Partus tak maju adalah persalinan

yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara, dan lebih dari

18 jam pada multipara. Indikasi yang lain yaitu Pre-eklampsia dan

eklampsia (PE/E). Pre-eklampsia adalah suatu sindrom yang

dijumpai pada ibu hamil di atas 20 minggu ditandai dengan

hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa edema. Eklampsia

adalah pre-eklampsia disertai dengan gejala kejang umum yang

terjadi pada waktu hamil, waktu partus atau dalam 7 hari post

partum bukan karena epilepsi.


51

2) Indikasi Sosial

Selain indikasi medis terdapat indikasi sosial untuk melakukan

sectio caesarea. Menurut penelitian yang dilakukan sebuah badan di

Washington DC, Amerika Serikat, pada tahun 1994 menunjukkan

bahwa setengah dari jumlah persalinan sectio caesarea, yang secara

medis sebenarnya tidak diperlukan. Artinya tidak ada kedaruratan

persalinan untuk menyelamatkan ibu dan janin yang dikandungnya.

Indikasi sosial timbul oleh karena permintaan pasien walaupun tidak

ada masalah atau kesulitan dalam persalinan normal. Hal ini didukung

oleh adanya mitos-mitos yang berkembang di masyarakat. Persalinan

yang dilakukan dengan sectio caesarea sering dikaitkan dengan

masalah kepercayaan yang masih berkembang di Indonesia. Masih

banyak penduduk di kota-kota besar mengaitkan waktu kelahiran

dengan peruntungan nasib anak dilihat dari faktor ekonomi. Tentunya

tindakan sectio caesarea dilakukan dengan harapan apabila anak

dilahirkan pada tanggal dan jam tertentu, maka akan memperoleh

rezeki dan kehidupan yang baik. Adanya ketakutan ibu-ibu akan

kerusakan jalan lahir (vagina) sebagai akibat dari persalinan normal,

menjadi alasan ibu memilih bersalin dengan cara sectio caesarea.

Padahal penelitian membuktikan bahwa mitos tersebut tidak benar

karena penyembuhan luka di daerah vagina hampir sempurna.

Pendapat lain yaitu, bayi yang dilahirkan dengan sectio caesarea

menjadi lebih pandai karena kepalanya tidak terjepit di jalan lahir.


51

Padahal sebenarnya tidak ada perbedaan antara kecerdasan bayi yang

dilahirkan dengan cara sectio caesarea ataupun pervagina. Di sisi lain,

persalinan dengan sectio caesarea dipilih oleh ibu bersalin karena tidak

mau mengalami rasa sakit dalam waktu yang lama. Hal ini terjadi

karena kekhawatiran atau kecemasan menghadapi rasa sakit pada

persalinan normal.

2.4.4 Komplikasi Sectio Caesarea

Komplikasi yang dapat terjadi setelah sectio caesarea adalah

infeksi yang banyak disebut sebagai morbiditas pasca operasi. Kurang

lebih 90% dari morbiditas pasca operasi disebabkan oleh infeksi seperti:

infeksi rahim, infeksi kandung kemih, infeksi usus dan infeksi luka bekas

operasi. Apa bila infeksi tidak segera di atasi dan dalam jangka waktu

yang lama bisa menyebabkan infeksi yang berlarut sampai dengan sepsis

yang dapat mengakibatkan kematian terhadap ibu. Komplikasi dapat

disebabkan oleh persalinan dengan ketuban yang pecah terlalu lama, ibu

yang menderita anemia, hipertensi, sangat gemuk, gizi yang buruk, sudah

menderita infeksi sebelum melahirka, dan dapat juga di sebabkan oleh

penyakit lain seperti ibu menderita penyakit diabetes melitus. Dengan

pemberian antibiotik profilaksis dapat mengatasi infeksi yang terjadi

(Indiarti, 2007)

Operasi caesar sebaiknya dilakukan karena pertimbangan medis,

bukan pasien yang tidak mau menanggung rasa sakit. Hal ini karena resiko

operasi caesar lebih besar daripada persalinan alami. Resiko yang


51

mungkin dialami oleh wanita yang melahirkan dengan operasi yang dapat

mengakibatkan cedera pada ibu maupun bayi, menurut Kasdu (2003)

diantaranya:

1. Alergi

Biasanya, risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat

tertentu. Pada awalnya, yaitu waktu pembedahan, segalanya bisa

berjalan lancar sehingga bayi lahir dengan selamat. Namun, beberapa

jam kemudian, obat yang diberikan baru bereaksi sehingga jalan nafas

pasien dapat tertutup. Penggunaan obat pada pasien operasi caesarea

lebih banyak dibandingkan dengan cara melahirkan alami.

2. Perdarahan

Perdarahan dapat mengakibatkan bekuan darah pada pembuluh

darah balik dan rongga panggul. Oleh karena itu, sebelum operasi,

harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap.

3. Cedera pada organ lain

Jika tidak dilakukan secara hati, kemungkinan pembedahan dapat

mengakibatkan terlukanya organ lain, seperti rectum atau kandung

kemih. penyembuhan luka bekas bedah caesar yang tidak sempurna

dapat menyebabkan infeksi pada organ rahim atau kandung kencing.

Selain itu dapat juga berdampak pada organ lain dengan menimbulkan

perlekatan pada organ di dalam rongga perut untuk kehamilan resiko

tinggi yang memerlukan penanganan khusus.


51

4. Rupture Uteri

Sekitar 1-3% angka kejadian akibat operasi menyebabkan rupture

uteri.

5. Keloid

Pada beberapa jenis kulit, sayatan bekas operasi juga dapat

mengakibatkan tebentuknya jaringan parut berlebihan pada kulit perut

(keloid) yang dapat mengganggu karena terasa nyeri dan gatal. Tidak

itu saja juga akan mengganggu keindahan daerah perut.

6. Demam

Kadang demam setelah operasi tidak bisa dijelaskan penyebabnya.

Namun kondisi ini bisa terjadi karena infeksi.

7. Mempengaruhi produksi ASI

Efek pembiusan bisa mempengaruhi produksi ASI (Air Susu Ibu)

jika dilakukan pembiusan total (narkose). Akibatnya, kolostrum tidak

bisa dinikmati bayi dan bayi tidak dapat segera menyusui begitu ia

dilahirkan. Namun, bila dilakukan pembiusan regional tidak banyak

mempengaruhi produksi ASI


50

2.5 Kerangka Teori

Pra operasi Sectio Caesarea Reaksi cemas :


1. Respon Kognitif Upaya untuk
2. Respon Afektif membayangkan tempat
Faktor-faktor yang 3. Respon Fisiologis
Merangsang dan kejadian yang
mempengaruhi 4. Respon Perilaku menyenangkan
korteks pada otak kecemasan :
1. Faktor predisposisi Kecemasan
2. Stress pencetus pra operasi Penanganan cemas :
Mengaktifkan sistem 3. Sumber koping
sectio caesarea Teknik Guided Imagery
saraf simpatis 4. Mekanisme koping

Mengaktifkan Melepaskan Adrenalin Vasokonstriksi Merubah pikiran secara langsung


“Teori Gate Control“
kelenjar adrenal dan Norephinepin pembuluh darah

Penurunan - Mengaktifkan sistem Merangsang


Kecemasan menurun
reaksi cemas saraf parasimpatis korteks pada otak
- Melepaskan Endorphin

Gambar 2.2 Kerangka teori pengaruh teknik guided imagery terhadap tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio
caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto
51

2.6 Kerangka Konsep

Merubah pikiran - Mengaktifkan sistem


Faktor-faktor yang
secara langsung saraf parasimpatis
mempengaruhi kecemasan : “Teori Gate Control“ - Melepaskan hormon
1. Faktor predisposisi Endorphin
Pra operasi
2. Stress pencetus
Sectio Caesarea 3. Sumber koping
4. Mekanisme koping Merangsang Tingkat kecemasan
korteks pada otak
- Mengaktifkan
Tidak Cemas :
sistem saraf <6
Kecemasan
simpatis pra operasi Penanganan cemas :
- Melepaskan sectio caesarea Teknik Guided Imagery Cemas Ringan :
Adrenalin dan 6-14
Norephineprin Cemas Sedang :
Reaksi cemas : 15-27

1. Respon Kognitif Cemas Berat :


2. Respon Afektif >27
3. Respon Fisiologis
4. Respon Perilaku

Gambar 2.3 Kerangka konsep pengaruh teknik guided imagery terhadap tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio
caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto
52

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian. Hipotesis artinya menyimpulkan suatu ilmu melalui

pengujian dan pernyataan secara ilmiah atau hubungan yang telah

dilaksanakan penelitian sebelumnya (Nursalam, 2016). Hipotesis penelitian

adalah hasil yang diharapkan, hipotesis dibuat berdasarkan teori atau study

empiris berdasarkan alasan logis dan memprediksi hasil dari study. Hipotesis

penelitian merupakan sebuah statement yang menghubungkan independent

variable (variabel bebas) terhadap dependent variable (variabel terikat)

(Swarjana, 2015).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh teknik guided

imagery terhadap tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio caesarea.


52

BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara yang dilakukan dalam proses penelitian

(Hidayat, 2010). Pada bab ini akan menguraikan tentang: 1) Desain penelitian, 2)

Populasi, Sampling, dan Sampel, 3) Identifikasi variabel dan definisi operasional,

4) Prosedur penelitian, 5) Kerangka Kerja, 6) Pengumpulan data, 7) Pengolahan

data, 8) Etika penelitian, 9) Keterbatasan.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap

pertanyaan penelitian (Setiadi, 2013). Desain penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode pra eksperimen dengan tipe one-group pre

- post test design, dilakukan dengan cara sebelum dan setelah treatmen

dilkakukan pengukuran/observasi (Hidayat, 2010). Adapun skema desain

penelitian sebagai berikut :

Subjek Pre Test Perlakuan Pasca-test

K O1 I O2
Time 1 Time 2 Time 2
Keterangan :
K : Subjek
I : Intervensi
O1: Observasi/pengukuran sebelum perlakuan
O2: Observasi/pengukuran sesudah perlakuan
Gambar 3.1 Desain penelitian pengaruh teknik guided imagery terhadap
tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio caesarea di
RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto
52

3.2 Populasi, Sampling dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah

seluruh pasien pra operasi sectio caesarea di Ruang Sriwijaya RSUD

Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto pada tanggal 20 Maret 2017

samapai dengan 20 Mei 2017 yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Pasien dengan 2 jam pra operasi elektif sectio caersarea

2. Pasien yang baru pertama kali operasi sectio caersarea

3. Pasien yang tidak mengalami gangguan pendengaran dan

penglihatan

Jumlah populasi rata-rata per bulan pasien operasi sectio caesarea

di Ruang Sriwijaya RSUD Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto

pada tahun 2016 adalah 35 orang.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah objek yang di teliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel terdiri dari bagian dari populasi

terjangkau yang dapat di pergunakan sebagai subjek penelitian melalui

sampling (Nursalam, 2016).

Berdasarkan populasi diatas, penentuan jumlah sampel dilakukan

menurut Frankel dan Wallen (1993) dalam Heru Subaris (2009)

menyatakan bahwa ukuran sampel adalah sebesar-besarnya penelitian

dapat memperoleh dengan pengorbanan waktu, energi yang wajar.


52

Besarnya sampel tergantung dari jenis penelitiannya. Penelitian

eksperimen minimal sebesar 15 subjek.

Jadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien pra operasi sectio

caesarea di Ruang Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten

Mojokerto sebanyak 15 responden.

3.2.3 Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari

populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan

cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh

sampel yang sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam,

2016).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

Non probability sampling yaitu pengambilan sampel yang

mengutamakan ciri atau kriteria tertentu. Pada penelitian ini sampling

yang digunakan adalah metode Accidental sampling yaitu cara

pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu (Hidayat,

2010).

3.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

3.3.1 Identifikasi variabel

Variabel didefinisikan sebagai atribut atau sifat atau niali dari

orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang telah

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan menarik kesimpulan

(Sugiyono, 2008). Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua


52

yaitu :

1. Variabel Independen (bebas)

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen

(Nursalam, 2016). Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati

dan diukur umtuk diketahui hubungannya tau pengaruhnya terhadap

variabel lain. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian

ini adalah teknik guided imagery.

2. Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat adanya variabel independen. Dalam ilmu

perilaku variabel terikat adalah aspek tingkah laku yang diamati dari

suatu organisme yang dikenai stimulus (Nursalam, 2016). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan.

3.3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran

secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional

ditemukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian.

Sedangkan cara pengukuran cara dimana variabel dapat diukur dan

ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2010).


52

Tabel 3.1 Definisi operasional pengaruh teknik guided imagery terhadap


tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio caesarea di Ruang
Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto.

Definisi
Variabel Parameter Alat Ukur Skala Skor
Operasional
Variabel Metode 10. Posisi yang nyaman SOP - -
Independen relaksasi 11. Klien menutup mata Teknik
: dengan cara 12. Klien meletakkan tubuh Guided
Teknik membimbing senyaman-nyamannya Imagery
Guided klien untuk 13. Otot-otot klien rileks
Imagery mengkhayalk 14. Atur pola nafas
an tempat dan 15. Bayangkan hal-hal yang
kejadian yang menyenangkan atau
menyenangka keindahan, dan pastikan
n dan klien mampu
berhubungan melakukannya
dengan rasa 16. Bila belum bisa dan
relaksasi gagal, secara terbimbing
sehingga perawat meminta klien
terbentuklah untuk melakukan
keseimbangan imajinasi sesuai dengan
antara ilustrasi yang
pikiran, dicontohkan perawat
tubuh, dan 17. Menikmati imajinasi
jiwa. dengan iringan musik
selama 15 menit
18. Klien membuka mata
1. Perasaan cemas
2. Ketegangan
Variabel Reaksi 3. Ketakutan Kuisioner Ordinal
1) 1) < 6 :
Dependen : terhadap 4. Gangguan tidur HARS Tidak ada
Tingkat ancaman dari 5. Gangguan kecerdasan kecemasan
Kecemasan rasa sakit 6. Perasaan depresi 2) 2) 6-14 :
maupun dunia 7. Gejala somatik Kecemasan
luar yang 8. Gejala fisik sensorik ringan
tidak siap 9. Gejala kardiovaskuler 3) 3) 15-27 :
ditanggulangi 10. Gejala pernafasan Kecemasan
dan berfungsi 11. Gejala pencernaan sedang
memperingatk 12. Gejala urogenetalia 4) 4) > 27 :
an individu 13. Gejala vegetative Kecemasan
akan adanya 14. Perilaku klien saat berat
bahaya wawancara 5)
52

3.4 Prosedur Penelitian

1. Pengajuan judul penelitian dan disetujui pada tanggal 3 Desember 2016

oleh pembimbing skripsi.

2. Pada tanggal 22 Desember 2016 peneliti meminta surat studi

pendahuluan pada bagian administrasi akademis kemahasiswaan kampus

STIKes Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto yang telah dilegalisasir

oleh Ketua Program Studi S1 Keperawatan STIKes Bina Sehat PPNI

Kabupaten Mojokerto yang ditujukan kepada :

a) Kepala Bankesbangpol Kabupaten Mojokerto

b) Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto

3. Peneliti mendapat persetujuan penelitian di RSUD. Prof. Dr. Soekandar

Kabupaten Mojokerto pada tanggal 30 Desember 2016. Kemudian

peneliti menyerahkan kembali surat tersebut ke Bankesbangpol untuk

mendapat persetujuan Bapak Bupati Kabupaten Mojokerto.

4. Pada tanggal 16 januari 2017 peneliti meminta surat ijin Studi

Pendahuluan ke Ruang Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar

KabupatenMojokerto. Dan pada tanggal 18 Januari 2017 sampai dengan

20 Januari 2017 peneliti melakukan studi pendahuluan kepada pasien

yang mengalami kecemasan pra operasi sectio caesarea.

5. Setelah hasil studi pendahuluan didapatkan oleh peneliti, peneliti

melaporkan hasil studi pendahuluan kepada Kepala Ruang Sriwijaya

RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto untuk mendapatkan


52

persetujuan hasil dan untuk dijadikan data dalam penyusunan proposal

skripsi.

6. Peneliti melakukan uji proposal skripsi pada tanggal 14 maret 2017

7. Peneliti melakukan penelitian pada tanggal 20 Maret 2017 sampai

dengan 20 April 2017 dengan proses sebagai berikut :

a. Menetapkan waktu penelitian yaitu 2 jam sebelum operasi

Pada tahap ini sebelumnya peneliti harus mendata jam operasi pasien

sebelum dipindahkan ke ruang operasi, sehingga waktu intervensi

teknik guided imagery dapat sesuai dengan kriteria populasi yang

peneliti harapkan

b. Memilih responden sesuai dengan kriteria yang ditetapkan

Kriteria populasi adalah pasien pra operasi elektif sectio caesarea

yang baru pertama kali menjalani operasi sectio caesarea. Pada tahap

ini peneliti menanyakan secara langsung kepada responden apakah

sebelumnya ia pernah menjalani operasi yang sama yaitu caesar, jika

ia belum pernah menjalaninya maka peneliti melanjutkan tahap

selanjutnya.

c. Meminta persetujuan kepada responden untuk diteliti dan melengkapi

data umum

Persetujuan diminta dengan menunjukkan lembar permohonan

menjadi responden, dan peneliti mempersilahkan reponden untuk

membaca serta menjelaskan langsung. Apanila responden setuju


52

maka peneliti mempersilahkan responden untuk tanda tangan

persetujuan dan mengisi data umum sesuai dengan kondisi pasien.

d. Responden melengkapi kuesioner tingkat kecemasan sebelum

diberikan teknik guided imagery yang telah disediakan

Peneliti memberikan kuesioner kecemasan HARS kepada responden

dan responden mengisi kuesioner tersebut, peeliti juga menjelaskan

satu persatu pertanyaan apabila pasiem tidak mengerti.

e. Memberikan teknik guided imagery kepada responden

Sebelumnya peneliti menjelaskan apa itu teknik guided imagery dan

manfaat dari teknik tersebut. Lalu peneliti menjelaskan prosedure

teknik guided imagery sesuai dengan protap, dan pasien

mendengarkan teknik guided imagery melalui rekaman suara yang

telah disediakan melalui handphone dan alat pengeras suara.

f. Responden melengkapi kuesioner kecemasan setelah pemberian

teknik guided imagery yang telah disediakan

Peneliti memberikan kuesioner tersebut 30 menit setelah intervensi

dilakukan agar kuesioner dilengkapi oleh responden.

8. Melakukan pengolahn data dan analisis data sesuai dengan tujuan

penelitian dan disajikan dalam bentuk tabel serta dilanjutkan dengan

kesimpulan dan saran hasil penelitian yang telah diperoleh.

9. Peneliti melakukan uji hasil skripsi pada tanggal 16 Juni 2017

3.5 Kerangka Kerja


52

Kerangka kerja adalah pentahapan atau langkah-langkah dalam

aktifitas ilmiah, mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya,

yaitu kegiatan sejak awal penelitian akan dilaksanakan (Nursalam, 2015).

Kerangka kerja dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.2

dibawah ini :
52

Populasi
Pasien pra operasi sectio caesarea dengan jumlah rata-rata 35 orang di
Ruang Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto

Sampling
Accidental Sampling

Sampel
Pasien pra operasi sectio caesarea di Ruang Sriwijaya RSUD Prof. Dr. Soekandar
Kabupaten Mojokerto yang memenuhi kriteria sebanyak 15 responden

Pengumpulan Data (Pre Test)


Kuesioner tingkat kecemasan HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)

Teknik Guided Imagery

Pengumpulan Data (Post Test)


Kuesioner tingkat kecemasan HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)

Analisa Data
Setelah data terkumpul dilakukan analisis (editing, coding, scoring,
tabulating) dengan Uji Deskriptif Modus

Penyajian Data
Penyajian data terdiri dari data umum dan data khusus dalam bentuk tabel

Desiminasi Hasil Penelitian


Pengaruh teknik guided imagery terhadap tingkat kecemasan pasien pra
operasi sectio caesarea di Ruang Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar
Kabupaten Mojokerto

Gambar 3.2 Kerangka kerja pengaruh teknik guided imagery terhadap


tingkat kecemasan pasien pra operasi sectio caesarea di
Ruamg Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten
Mojokerto
52

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk

mengumpulkan data dalam penelitian. Alat pengumpulan data tersebut

antara lain dapat berupa kuesioner atau angket, observasi, wawancara,

atau gabungan ketiganya (Hidayat, 2008).

Pada penelitian ini metode pengumpulan data menggunakan

kuesioner. Kuesioner merupakan alat ukur berupa angket atau

kuesioner dengan beberapa pertanyaan. Alat ukur ini digunakan bila

responden jumlahnya besar dan tidak buta huruf (Hidayat, 2008).

3.6.2 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah

dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan

sistematis (Notoatmodjo, 2010).

Instrumen dalam penelitian menggunakan HARS

(Hamilton Anxiety Rating Scale) yang terdiri dari 14 kelompok

gejala, masing-masing kelompok gejala diberi penilaian Masing-

masing kelompok gejala diberi penilaian menurut Nursalam (2016)

sebagai berikut :

1. Nilai 0 : Tidak ada gejala sama sekali

2. Nilai 1 : Satu gejala dari pilihan yang ada

3. Nilai 2 : separuh dari gejala yang ada


52

4. Nilai 3 : lebih dari separuh dari gejala yang ada

5. Nilai 4 : semua gejala ada

Penilaian Derajat Kecemasan menurut Nursalam (2016) yaitu :

1. < 14 : Tidak ada kecemasan

2. 14-20 : Kecemasan ringan

3. 21-27 : Kecemasan sedang

4. 28-41 : Kecemasan berat

5. 42-56 : Kecemasan berat sekali (panik)

Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang dikutip

Nursalam (2016) penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:

o. Perasaan Cemas : Firasat buruk, takut akan pikiran sendiri,

mudah tersinggung.

p. Ketegangan : Merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah

terganggu dan lesu.

q. Ketakutan : Takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila

tinggal sendiri dan takut pada binatang besar.

r. Gangguan tidur : Sukar memulai tidur, terbangun pada malam

hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk.

s. Gangguan kecerdasan : Penurunan daya ingat, mudah lupa dan

sulit konsentrasi.

t. Perasaan depresi: Hilangnya minat, berkurangnya kesenangan

pada hobi, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.


52

u. Gejala somatik: Nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi,

suara tidak stabil dan kedutan otot.

v. Gejala sensorik : Perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur,

muka merah dan pucat serta merasa lemah.

w. Gejala kardiovaskuler : Takikardi, nyeri di dada, denyut nadi

mengeras dan detak jantung hilang sekejap.

x. Gejala pernapasan : Rasa tertekan di dada, perasaan tercekik,

sering

menarik napas panjang dan merasa napas pendek.

y. Gejala gastrointestinal : Sulit menelan, obstipasi, berat badan

menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan

sesudah makan, perasaan panas di perut.

z. Gejala urogenital : Sering kencing, tidak dapat menahan

kencing, aminorea, ereksi lemah atau impotensi.

aa. Gejala vegetatif : Mulut kering, mudah berkeringat, muka

merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.

bb. Perilaku sewaktu wawancara : Gelisah, jari-jari gemetar,

mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot

meningkat dan napas pendek dan cepat.

3.6.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Ruang Sriwijaya RSUD.

Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto pada tanggla 20 April

2017 sampai dengan 20 Mei 2017.


52

3.7 Analisa data

3.7.1 Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang di peroleh atau di kumpulkan. Editing dapat dilakukan pada

tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Hidayat,

2010).

Pada tahap ini peneliti memeriksa kembali kuesioner yang telah

dikumpulkan dan tidak ada kuesioner yang yang dikembalikan

kepada responden karena semua kuesioner telah diisi dengan

lengkap.

3.7.2 Coding

Coding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari

para esponden kedalam bentuk angka/bilangan (Setiadi, 2013).

Tanda-tanda kode ini dapat disesuaikan dengan pengertian yang

lebih menguntungkan peneliti, jadi tandatanda tersebut bisa dibuat

oleh peneliti sendiri. Kegunaan dari coding adalah umtuk

mempermudah saat analisis data dan juga mempercepat pada saat

entry data (Setiadi, 2013).

Pada penelitian ini kode yang diberikan pada penelitian ini

coding menggunakan numeric (angka) yang berurutan sebagai

berikut :

1. Responden

- Responden 1 Kode 1
52

- Responded 2 Kode 2

- Responden 3 Kode 3

- Dan seterunya

2. Usia

- 20 - 24 tahun kode 1

- 25 - 29 tahun kode 2

- 30 - 34 tahun kode 3

- 35 – 39 tahun kode 4

- 40 – 44 tahun kode 5

3. Pendidikan Terakhir

- Tidak sekolah kode 5

- SD kode 1

- SMP kode 2

- SMA kode 3

- Perguruan tinggi kode 4

4. Pekerjaan

- Tidak Bekerja kode 1

- Swasta kode 2

- Pegawai negeri kode 3

5. Status pernikahan

- Belum menikah Kode 1

- Menikah Kode 2
52

6. Pengalaman operasi melahirkan (sectio caesarea) sebelumnya :

- Tidak pernah Kode 1

- Pernah Kode 2

3.7.3 Scoring

Memberikan skor pada item-item yang perlu di beri skor

(Arikunto, 2006). Scoring untuk variabel dependen tingkat

kecemasan pasien pra operasi sectio caesarea adalah sebagai

berikut:

Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian menurut

Nursalam (2016) sebagai berikut :

1. Nilai 0 : Tidak ada gejala sama sekali

2. Nilai 1 : Satu gejala dari pilihan yang ada

3. Nilai 2 : separuh dari gejala yang ada

4. Nilai 3 : lebih dari separuh dari gejala yang ada

5. Nilai 4 : semua gejala ada

Penilaian Derajat Kecemasan menurut Nursalam (2016) yaitu :

1. < 6 : Tidak ada kecemasan

2. 6-14 : Kecemasan ringan

3. 15-27 : Kecemasan sedang

4. > 27 : Kecemasan berat


52

3.7.4 Tabulating

Merupakan suatu kegiatan untuk mengelompokan data sesuai

item yang ditentukan oleh penelitian (Arikunto, 2006). Pada

penelitian ini tabulating yang dilakukan dengan menampilkan data

hasil penelitian berupa tabel.

3.7.5 Analisa Uji Statistik

Analisis dilakukan dengan cara melihat distribusi frekuensi

dari usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan dan pengalaman

sebelumnya. Dan untuk mengetahui perubahan tingkat kecemasan

sebelum dan sesudah dilakukan teknik guided imagery peneliti

menganalisis data hasil penelitian menggunakan uji deskriptif

modus. Dimana nilai yang paling banyak muncul akan diambil

sebagai data hasil penelitian.

3.8 Etika Penelitian

Hidayat (2010) menjelaskan bahwa masalah etika keperawatan

merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingan

penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi

etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etika yang harus diperhatikan

adalah sebagai berikut :

3.8.1 Informed Concent

Informed Concent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan.
52

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan

diteliti, tujuannya adalah responden mengetahui maksud dan tujuan

peneliti serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika

responden bersedia diteliti, maka harus menandatangani persetujuan.

Jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati hak klien.

3.8.2 Anonimaty

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti

tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar

tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.

3.8.3 Confidentiality

Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari

hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya,

semua informasi dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan di laporkan pada hasil riset.

3.9 Keterbatasan

Keterbatasan adalah segala kesulitan atau kelemahan yang dihadapi

peneliti pada saat penelitian baik dari segi reabilitas, validitas, desai,

teknik sampling atau besarnya sampel (LPPM, 2016). Keterbatasan dalam

penelitian merupakan hambatan yang dialami oleh peneliti saat proses

penelitian berlangsung (Nursalam, 2016). Keterbatasan dalam penelitian

ini yaitu :
52

1. Jumlah responden yang terbatas

Peneliti memiliki kriteria untuk responden yaitu pasien operasi

elektif yang baru pertama kali menjalani operasi sectio caesarea.

Sehingga peneliti kesulitan dalam menemukan responden dalam batas

waktu yang telah ditentukan.

2. Lingkungan yang kurang mendukung

Posisi peneilitan berada ditempat umum yaitu Rumah Sakit

sehingga banyak gangguan ketika proses guided imagery sedang

berlangsung yang .menyebabkan pasien kehilangan konsentrasi

sehingga hasil yang diharapkan tidak tercapai dengan maksimal.


52

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan yang
disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Data yang telah terkumpul ditabulasikan
dan dikelompokkan sesuai variabel, dianalisa dan diinterpretasikan dengan
menghasilkan suatu kesimpulan.

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian dilakukan pada tanggal 20 Maret 2017 sampai dengan 20

April 2017 di Ruang Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten

Mojokerto. Responden dalam penelitian ini berjumlah 15 orang responden.

4.1.1 Data Umum

1. Karakteristik responden berdasarkan usia


Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia pada
pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr.
Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017
- 20 April 2017
No Usia Frekuensi Prosentase (%)
1. 20-24 tahun 1 6,7
2. 25-29 tahun 4 26,7
3. 30-34 tahun 6 40
4. 35-39 tahun 3 20
5. 40-44 tahun 1 6,7
Total 15 100

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa responden terbanyak

adalah pada rentan usia 30-34 tahun yaitu terdapat 6 responden

(40%).
52

2. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir


Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan
terakhir pada pasien sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr.
Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017
- 20 April 2017
Pendidikan
No Frekuensi Prosentase (%)
Terakhir
1. Tidak Sekolah 0 0
2. SD 0 0
3. SMP 0 0
4. SMA 11 73,3
5. Perguruan Tinggi 4 26,7
Total 15 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian besar responden

memiliki riwayat pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA)

yaitu terdapat 11 responden (73,3%).

3. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan


Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan
pada pasien sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar
Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20 April
2017
No Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%)
1. Tidak Bekerja 10 66,7
2. Swasta 3 20
3. Pegawai Negeri 2 13,3
Total 15 100

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar responden

tidak berkerja yaitu terdapat 10 responden (66, %).


52

4. Karakteristik responden berdasarkan status pernikahan


Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan status
pernikahan pada pasien sectio caesarea di RSUD. Prof.
Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret
2017 - 20 April 2017
No Status Pernikahan Frekuensi Prosentase (%)
1. Belum Menikah 0 0
2. Menikah 15 100
Total 15 100

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa semua responden sudah

menikah yaitu terdapat 15 responden (100%).

5. Karakteristik responden berdasarkan pengalaman operasi


sebelumnya
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengalaman
operasi sebelumnya pada pasien sectio caesarea di RSUD.
Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20
Maret 2017 - 20 April 2017
Pengalaman
No Frekuensi Prosentase (%)
Operasi
1. Tidak Pernah 15 100
2. Pernah 0 0
Total 15 100

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa semua responden tidak

pernah mengalami operasi sebelumnya yaitu terdapat 15 responden

(100%).
52

4.1.2 Data Khusus


1. Kecemasan responden sebelum pemberian teknik guided imagery pada

pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar

Kabupaten Mojokerto

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan responden sebelum


perlakuan pada pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD.
Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20
Maret 2017 - 20 April 2017
No Kecemasan Frekuensi Prosentase (%)
1. Tidak Ada Kecemasan 0 0
2. Kecemasan Ringan 5 33,3
3. Kecemasan Sedang 9 60
4. Kecemasan Berat 1 6,7
5. Kecemasan Berat Sekali 0 0
Total 15 100

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa sebagian besar responden

mengalami kecemasan sedang yaitu terdapat 9 responden (60%)


52

2. Kecemasan responden sesudah pemberian teknik guided imagery pada

pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar

Kabupaten Mojokerto

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan sesudah perlakuan


pada pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr.
Soekandar Kabupaten Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 -
20 April 2017
No Kecemasan Frekuensi Prosentase (%)
1. Tidak Ada Kecemasan 4 26,7
2. Kecemasan Ringan 9 60
3. Kecemasan Sedang 2 13,3
4. Kecemasan Berat 0 0
5. Kecemasan Berat Sekali 0 0
Total 15 100

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sebagian besar responden

mengalami kecemasan ringan yaitu terdapat 9 responden (60%).


52

3. Perbedaan kecemasan responden sebelum dan sesudah pemberian teknik

guided imagery pada pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD. Prof.

Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto

10
60% 60%
9
8
7
6
33,3%
5
26,7%
4
3
13,3%
2
6,7%
1
0% 0% 0% 0%
0
Pra Eksperimen Post Eksperimen

Tidak Cemas Cemas Ringan Cemas Sedang


Cemas Berat Cemas Berat Sekali

Diagram 4.1 Analisis perubahan tingkat kecemasan sebelum dan


sesudah perlakuan pada pasien pra operasi sectio
caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten
Mojokerto tanggal 20 Maret 2017 - 20 April 2017

Berdasarkan diagram 4.1 diketahui bahwa sebelum diberi

perlakuan sebagian besar responden mengalami kecemasan sedang

sebanyak 9 responden (60 %) dan sesudah diberi perlakuan sebagian

besar responden mengalami kecemasan ringan sebanyak 9 responden

(60%).
52

4.2 Pembahasan
Hasil penelitian disajikan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah

disusun sebelumnya. Pembahasan menguraikan antara fakta, teori dan opini

peneliti.

4.2.1 Tingkat kecemasan sebelum dilakukan teknik guided imagery pada


pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar
Kabupaten Mojokerto
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa

responden yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 5 responden

(33,3%), kecemasan sedang sebanyak 9 responden (60%) dan yang

mengalami kecemasan berat sebanyak 1 responden (6,7%). Data tersebut

menunjukkan bahwa semua responden mengalami kecemasan mulai dari

tingkat kecemasan ringan sampai tingkat kecemasan berat.

Keadaan tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa

tindakan pembedahan (operasi) sectio caesarea merupakan tindakan yang

dapat menyebabkan ketegangan (stress). Ibu yang akan menjalani tindakan

pembedahan sectio caesarea umumnya mengalami kecemasan (ansietas)

yang bervariasi dari tingkat ringan sampai berat. Kecemasan adalah sinyal

yang menyadarkan seseorang untuk memperingatkan adanya bahaya yang

mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil keputusan tindakan

guna mengatasi ancaman (Ibrahim A.S, 2012). Kecemasan juga dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal

seperti usia, pengalaman, aset fisik. Dan faktor eksternal seperti

pengetahuan, pendidikan, finansial, keluarga, obat dan dukungan sosial

budaya (Mubarak, 2015). Selain itu menurut Long (1996) dalam Sari (2012)
52

faktor yang juga dapat mempengaruhi kecemasan antara lain :

perkembangan kepribadian, maturasional, tingkat pengetahuan, karakteristik

stimulus dan karakteristik individu.

Pada penelitian ini, peneliti juga menganalisa tentang beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien pra operasi sectio

caesarea. Berdasarkan data pada tabel 4.6 juga menunjukkan mayoritas

pasien mengalami kecemasan ringan sampai kecemasan berat. Peneliti

berpendapat bahwa terjadinya kecemasan ini banyak dipengaruhi oleh

faktor pengalaman operasi sectio caesarea sebelumnya. Faktor pengalaman

merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan

sebab individu yang mempunyai pengalaman yang sama sebelumya akan

belajar dan meningkatkan ketrampilan dalam menghadapi kecemasan

(Mubarak, 2015). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada tabel 4.5

bahwa semua responden sejumalah 15 responden (100%) adalah pasien

yang sebelumnya tidak pernah menjalani operasi sectio caesarea atau

responden yang baru pertama kali menjalani operasi sectio caesarea.

Peneliti menemukan bahwa responden yang baru pertama kali menjalani

operasi sectio caesarea lebih banyak megatakan bahwa ia merasa cemas dan

takut karena tidak mengetahui bagaimana kondisi fisik dan lingkungan yang

sebenarnya ketika operasi sectio caesarea sedang berjalan. Mereka merasa

takut karena belum memiliki pengalaman yang sama sebelumnya.

Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi tingkat kecemasan

seseorang. Pada hasil penelitian tabel 4.2 meunjukkan sebagian besar


52

responden memiliki riwayat pendidikian terakhir yaitu SMA sebanyak 11

responden (73,3%). Semakin tinggi pendidikan seseorang akan mudah dan

semakin mampu menghadapi kecemasan yang ada. Hal ini juga berkaitan

dengan tingkat pengetahuan dan kemampuan intelektual yang dapat

meningkatkan rasa percaya diri dalam menghadapi kecemasan (Mubarak,

2015). Individu dengan tingkat pengetahuana lebih tinggi akan mempunyai

koping yang lebih adaptif terhadap kecemasan daripada individu yang

tingkat pengetahuannya lebih rendah (Long, 1996; Sari, 2012). Seseorang

yang mempunyai riwayat pendidikan terakhir rendah cenderung lebih

mudah mengalami kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

seseorang yang berpendidikan tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor

pengetahuan yang kurang dan kurangnya perkembangan kepribadian dan

maturasional pola koping dilakukan oleh orang tersebut. Namun pada

penelitian kali ini faktor pendidikan belum dapat dikatakan memiliki

pengaruh yang lebih dikarenakan rata-rata responden memiliki riwayat

pendidikan yang cukup tinggi yaitu SMA.

Usia merupakan salah satu faktor yang juga dapat mempengaruhi

tingkat kecemasan seseorang. Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa

semua responden sebanyak 15 responden (100%) berusia antara 20-40

tahun. Pada usia dewasa ini tingkat maturasi individu akan mempengaruhi

tingkat kecemasan, umumnya di usia dewasa ini mengalami ancaman

konsep diri sehingga menyebabkan mereka mudah cemas (Long, 1996; Sari,

2012). Namun usia juga belum bisa berpengaruh terlalu dominan karena
52

semua responden berada pada usia 20-40 tahun dimana usia tersebut

termasuk dalam kategori dewasa sehingga responden memiliki tingkat

maturasional yang cukup baik untuk merespon kecemasan yang ada. Dan

untuk kecemasan yang masih dirasakan oleh responden tentunya disebabkan

oleh beberapa hal seperti pemikiran yang negatif terhadap tindakan

pembedahan sectio caesarea yang akan dijalani.

Pada pasien yang akan menjalani operasi sectio caesarea akan

mengalami stimulus yang datang secara tiba-tiba dan tidak memberi waktu

yang banyak bagi seseorang untuk mengembangkan mekanisme kopingnya

sehingga lebih banyak memberikan respon kecemasan yang nyata.

Kecemasan ini juga bisa disebabkan karena pemikiran dan perasaan yang

tidak terkontrol seperti takut nyeri setelah pembedahan, takut menghadapi

ruang operasi, takut tidak sadar lagi saat dibius dan takut operasi gagal

sehingga mengancam jiwa anak dan dirinya. Hal ini dapat terjadi karena

operasi sectio caesarea yang baru pertama kali dijalani oleh seluruh

responden. Keadaan ini juga didukung oleh kurangnya kematangan

emosional, kurangnya kekuatan berfikir seseorang dalam mengolah stressor

yang dihadapinya, cara memandang stressornya yang negatif sehingga

menyebabkan koping konstruktif dalam mengahadapi masalah sehingga

timbul kecemasan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan

bahwa seluruh responden yaitu ibu yang akan menjalani operasi sectio

caesarea mengalami kecemasan yang bevariasi mulai dari kecemasan

ringan hingga kecemasan berat.


52

4.2.2 Tingkat kecemasan sesudah dilakukan teknik guided imagery pada


pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD. Prof. Dr. Soekandar
Kabupaten Mojokerto
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa

responden yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 4 responden

(26,7%), kecemasan ringan sebanyak 9 responden (60%) dan yang

mengalami kecemasan sedang sebanyak 2 responden (13,3%). Data tersebut

menunjukkan bahwa terdapat penurunan tingkat kecemasan setelah

dilakukan teknik guided imagery.

Dalam penelitian ini faktor pendidikan menjadi faktor yang cukup

berpengaruh pada tingkat kecemasan setelah dilakukan teknik guided

imagery. Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa sebagian besar responden

memiliki riwayat pendidikan SMA sebanyak 11 responden (73,3%) dan

sisanya sebanyak 4 responden (26,7%) memiliki riwayat pendidikan

Perguruan Tinggi. Teori mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan

seseorang akan mudah dan semakin mampu menghadapi kecemasan yang

ada. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan kemampuan

intelektual yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam menghadapi

kecemasan (Mubarak, 2015). Faktor pendidikan sangat mempengaruhi hasil

penelitian kali ini, sebab responden lebih mudah diajak untuk bekerjasama

dalam melakukan teknik guided imagery. Tingkat intelektual yang tinggi

memudahkan pasien untuk mengikuti dan menerima alur teknik guided

imagery sehingga dampak yang ditimbulkan akan lebih terasa dan nampak.

Oleh karena itu pada penelitian kali ini teknik guided imagery cukup efektif
52

dalam menurunkan tingkat kecemasan responden krena dilakukan sesuai

prosedur yang ada.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang

yaitu status pernikahan. Pada penelitian ini didapatkan bahwa seluruh

responden memiliki status telah menikah sebanyak 15 responden (100%).

Status pernikahan berhubungan dengan keluarga, dimana peran pasangan

dalam hal ini sangat berarti dalam memberikan dukugan. Suami yang penuh

pengertian serta dapat mengimbangi kesulitan yang dihadapi oleh istri akan

dapat memberikan rasa ketenangan dan menurunkan kecemasan (Mubarak,

2015). Dalam penelitian ini peneliti mendapatkan bahwa peran pasangan

sangat membantu berjalannya teknik guided imagery karena kebanyakan

responden bersedia menjalani teknik ini atas persetujuan dan dampingan

dari pasangan. Faktor dukungan sosial keluarga juga tak kalah penting untuk

proses teknik guided imagery ini, karena selama perlakuan kerjasama dari

keluarga juga diperlukan agar kondisi lingkungan tidak ramai sehingga

responden lebih mudah untuk berkonsentrasi dan mengikuti alur teknik

guided imagery.

Faktor usia juga tak kalah penting dalam pengaruh teknik guided

imagery terhadap tingkat kecemasan kali ini. Berdasarkan tabel 4.1

menunjukkan bahwa seluruh responden sejumlah 15 responden (100%)

berada pada usia 20-40 tahun dimana usi tersebut termasuk dalam kategori

usia dewasa. Teori menyatakan bahwa pada usia dewasa (>20tahun) ini

tingkat maturasi dan perkembangan individu sudak cukup baik sehingga


52

akan lebih mudah memahami informasi yang diterima lebih mudah

mengatasi masalah dengan menggunakan mekanisme koping yang efektif

dan konstruktif (Long, 1996; Sari M.T, 2012). Dalam melakukan teknik

guided imagery peneliti memerlukan kerjasama yang lebih dengan

responden. Karena semua responden sudah dewasa maka peneliti lebih

mudah memberikan informasi bagaimana teknik guided imagery ini

dilakukan. Umumnya reponden sangat terbuka terhadap teknik yang peneliti

ajarkan dan mampu melaksanakan prosedur dengan baik sehingga hasil

yang didapatkan juga memumaskan.

4.2.3 Analisa perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan


teknik guided imagery pada pasien pra operasi sectio caesarea di RSUD.
Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto
Berdasarkan hasil penelitian pada diagram 4.1 menunjukkan bahwa

responden mengalami penurunan kecemasan dari cemas berat ke cemas

sedang sebanyak 1 responden (6,7%), dari cemas sedang ke cemas ringan

sebanyak 7 responden (46,7%), dari cemas sedang ke tidak cemas sebanyak

1 responden (6,7%) dan dari cemas ringan ke tidak cemas sebanyak 3

responden (20%) dan sebanyak 3 responden (20%) tingkat kecemasannya

tetap. Dari data tersebut didapatkan nilai modus sebelum perlakuan yaitu

berada pada tingkat kecemasan sedang dan sesudah perlakuan berada pada

tingkat kecemasan ringan. Hal ini menunjukkan bahwa ada perubahan

tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan teknik guided imagery.

Pada teknik guided imagery, korteks visual otak yang memproses

imajinasi mempunyai hubungan yang kuat dengan sistem syaraf otonom,


52

yang mengontrol gerakan involunter diantaranya : nadi, pernapasan dan

respon fisik terhadap stress dan membantu mengeluarkan hormon endorpin

sehingga terjadi proses relaksasi dan kecemasan menurun (Simon 2003;

Reliani 2015).

Mekanisme imajinasi positif dapat melemahkan

psikoneuroimmunologi yang mempengaruhi respon stres, hal ini berkaitan

dengan teori Gate Control yang menyatakan bahwa “Hanya satu impuls

yang dapat berjalan sampai sumsum tulang belakang ke otak pada satu

waktu dan jika ini terisi dengan pikiran lain maka sensasi rasa sakit tidak

dapat dikirim ke otak oleh karena itu rasa sakit berkurang kecemasan dapat

menurun. Guided imagery juga dapat melepaskan endorphin yang

melemahkan respon rasa sakit (Liebert, 2008). Komponen pada teknik

guided imagery lebih dari sekedar visual, melainkan mampu melibatkan

semua panca indera berupa penciuman, pendengaran, pengecap, dan perasa

untuk dapat mengubah pemikiran, emosi serta perilaku seseorang. Melalui

pemanfaatan indra tersebut dapat mempengaruhi perspektif personal

individu terhadap diri dan lingkungan sekitarnya (Nguyen 2012; Purnama

2015).

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya dalam jurnal

nasional ilmiah psikologi terapan oleh Purnama (2015) tentang “Guided

imagery terhadap tingkat kecemasan menjelang persalinan pada ibu hamil”

yang menyimpulkan bahwa guided imagery efektif dalam menurunkan

tingkat kecemasan ibu yang akan menjalani persalinan. Dan dalam jurnal
52

keperawatan oleh Kurniyawan (2012) tentang “Pengaruh teknik relaksasi

guided imagery terhadap tingkat kecemasan pasien pra operasi” yang

menyimpulkan bahwa teknik relaksasi guided imagery efektif dalam

menurunkan tingkat kecemasan pasien pra operasi.

Dalam prosedur teknik guided imagery ini melibatkan beberapa teknik

relaksasi lain seperti mengatur pola nafas dan mengiringi proses imajinasi

klien dengan terapi musik sehingga pikiran dan otot-otot tubuh akan

menjadi lebih rileks. Peneliti menggunakan rekaman terapi guided imagery

melalui handphone yang didengarkan kepada responden dalam memberikan

perlakuan, hal ini tentunya dapat menghemat waktu dan tenaga peneliti

dalam melakukan intervensi. Selain itu rekaman teknik guided imagery

tersebut juga dapat diberikan kepada responden untuk disimpan dan

didengarkan kembali ketika ia merasa cemas kembali atau ketika ia

merasakan nyeri setelah operasi, karena teknik guided imagery ini juga

mampu mengurangi nyeri pada seseorang apabila dilakukan secara rutin.

Teknik guided imagery dipilih karena merupakan teknik relaksasi

yang cocok digunakan untuk ibu yang akan menjalani operasi sectio

caesarea dibandingkan dengan teknik relaksasi lainnya. Karena dalam

prosedur teknik ini tidak memerlukan tenaga lebih dan gerakan-gerakan

yang memungkinkan ibu kesulitan untuk melakukan gerakan dikarenakan

kondisi yang sedang hamil.

Teknik guided imagery ini juga mampu melibatkan tubuh dan pikiran

secara bersamaan sehingga responden lebih mudah merasakan dampak yang


52

ditimbulkan oleh teknik ini yaitu otot-otot tubuh menjadi lebih santai dan

tidak tegang sehingga pikiran akan lebih nyaman dan positif, hal tersebut

dapat membuat tingkat kecemasan semakin berkurang atau bahkan hilang.

Namun semua teknik relaksasi memerlukan kondisi lingkungan yang

tenang sehingga untuk teknik guided imagery ini kurang efektif jika

dilakukan di rumah sakit dengan lingkungan yang ramai. Namun sebagai

upaya menangani hal tersebut peneliti berusaha untuk mengkondisikan

lingkungan agar tenang dengan bekerjasama dengan perawat, keluarga

pasien dan staf rumah sakit lainnya agar tidak mengganggu selama proses

berjalannya teknik guided imagery ini. Sehingga setelah diberikan teknik

guided imagery terdapat perubahan tingkat kecemasan yang signifikan

antara sebelum dan sesudah pemberian teknik relaksasi tersebut. Dengan

demikian teknik guided imagery merupakan teknik relaksasi yang efektif

dalam menurunkan kecemasan apabila dilakukan sesuai dengan prosedur

yang ada.
52

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktek. Jakarta : Rineka


Cipta.
Baradero. 2015. Kesehatan Mental Psikiatri. Jakarta EGC, 2015.

Cooper & Fraser. 2009. Buku Ajar Bidan. Jakarta : EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan


Dasar Indonesia. Jakarta : Depkes RI.

Firman. 2012. Efektivitas Terapi Murotal dan Musik Klasik Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemanan Pasien Pra Operasi di Pekalongan. Jurnal Ilmiah
Kesehatan : Vol V No 2 September 2012. STIKES Muhammdaiyah
Pekajangan. (Diakses tanggal 29 November 2016).

Gibbons, L. et all. 2010. The Numbers and Costs of Additionally Needed and
Unne cessary Caesarean Sections Performed per Year : Overase as a
Barter to Universal Coverage. World Health Report.

Heriana. 2014. Buku Ajar Kebutuhan Dasar. Jakarta : Aksara Publiser.

Hidayat, A.A. 2010. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika.

Ibrahim, AS. 2012. Panik Neurosis dan Gangguan Cemas. Tanggerang : Jelajah
Nusa.

Indiarti, MT. 2007. Caesar, Kenapa tidak? Cara Aman Menyambut Kelahiran
Buah Hati Anda. Yogyakarta : Elmater-publising.
52

Kurniyawan. 2012. Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap


Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi.

Liebert, M.C. 2016. Guided Imagery. Journal DOI: 10.1089/act.2008.14604.


Mary Ann Liebert, INC. Vol 14 No 6 December 2008. (Diakses pada
tanggal 28 November 2016).

LPPM, 2016. Buku Panduan dan Penyusunan KTI dan SKRIPSI. Mojokerto :
Stikes Bina Sehat PPNI.

Manuaba, 2010. Buku Ajar Pengantar Obstetri. Jakarta : EGC.

Mubarak, W.I., Indrawati, L., & Susanto, J. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.

Notoadmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri, edisi 3. Jakarta : EGC.

Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba


Medika.

Patasik. Efektivitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Guided Imagery


terhadap penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operrasi sectio Caesarea
di Irina D BLU RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado. ejurnal
keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013. Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado.
52

Purnama. 2015. Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Menjelang


Persalinan Pada Ibu Hamil. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan ISSN: 2301-
8267 Vol.03, No.02. Universitas Muhammadiyah Malang.

Reliani. 2015. Teknik Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Penderita


Kanker Serviks. Jurnal THE SUN Vol. 2 (1) Maret 2015. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ramaiah., Savitri. 2009. Kecemasan Bagaimana Mengatasi Penyebabnya.


Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: Fajar Media Press

Sari, R.M. 2012. Pengaruh Pendidikan Pre Operasi Terhadap Tingkat


Kecemasan Pasien Pra Operasi Sectio Caesarea di RS. Gatoel Mojokerto.
Mojokerto : sStikes Bina Sehat PPNI Mojokerto.

Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kebidanan. Jakarta : Nuha Medika.

Sianturi. 2011. Analisis Diet pada Pasien Bedah Sectio Caesarea.


http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/61124 (Diakses pada tanggal
05 Januari 2017).

Stuart, G.W. 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart..
Jakarta : EGC.

Susana. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Saifudin. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.
52

Sjamsuhidajat, R., & Jong, W.D. 2005. Pembedahan Buku Ajar Ilmu Bedah (2
ed., pp. 265-266). Jakarta: EGC.

Suririnah. 2008. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : Gramedia


Pustaka Utama.

Syaiful. 2012. Teknik Distraksi Mendengarkan Ayat Suci Al-Quran Menurunkan


Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Cesarea. Journals of Ners
Community Vol 3 No 2 November 2012. PSIK FIK Universitas Gresik.

Tim Keperawatan Dasar Akademi Keperawatan Al Ikhlas. 2016. Modul


Praktikum Keperawatan Dasar AKPER Al-Ikhlas Cisarua Bogor. (Diakses
pada tanggal 29 November 2016).

Townsend. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan


Psikiatrik Pedoman untuk Membuat Rencana Keperawatan. Jakarta :
EGC.

Yeli, R.M. 2015. Pengaruh Teknik Guided Imagery Pada Pemasangan Infus
Terhadap Kecemasan Anak Usia Sekolah Di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Pirngadi Medan. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/49926
(Diakses pada tanggal 20 Januari 2017).
52

Lampiran 1
52

Lampiran 2
52
52

Lampiran 3
52

Lampiran 4
52

Lampiran 5

STANDART OPERASIONAL PROSEDURE (SOP)


TEKNIK MANAJEMEN STRESS : GUIDED IMAGERY
Pengertian Metode relaksasi dengan cara membimbing klien untuk
mengkhayalkan tempat dan kejadian yang menyenangkan dan
berhubungan dengan rasa relaksasi sehingga terbentuklah
keseimbangan antara pikiran, tubuh, dan jiwa.

Tujuan dan 1. Mengurangi stress dan kecemasan


manfaat 2. Mengurangi nyeri
3. Meningkatkan relaksasi otot
Prosedur 1. Mengatur posisi yang nyaman menurut pasien sesuai kondisi
pasien (duduk/berbaring).
2. Anjurkan klien menutup mata.
3. Letakkan tubuh senyaman-nyamannya.
4. Periksa otot-otot klien dalam keadaan relaks.
5. Ambil nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan
melalui mulut perlahan- lahan (sesuai bimbingan).
6. Minta klien untuk membayangkan hal-hal yang
menyenangkan atau keindahan, dan pastikan klien mampu
melakukannya.
7. Kalau perlu tanyakan kepada klien, bila belum bisa dan gagal,
Secara terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan
imajinasi sesuai dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat.
8. Biarkan klien menikmati imajinasinya dengan iringan musik.
9. Setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan waktu
dalam rentang 15 menit, minta klien untuk membuka mata.
52

Lampiran 6
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada
Yth. Ibu calon responden
di Tempat

Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Program Studi S1 Ilmu


Keperawatan Stikes Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto :
Nama : Farah Yuni Kurniawati
NIM : 201301147
Bersama ini peneliti mengajukan permohonan kepada ibu atas
berkenannya menjadi responden penelitian sebagai tugas akhir Program Studi S1
Keperawatan Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto dengan judul penelitian
“Pengaruh Teknik Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pra
Operasi Sectio Caesarea di Ruang Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar
Kabupaten Mojokerto”.
Jawaban yang akan diberikan dijamin kerahasiaan sepenuhnya. Oleh sebab
itu, peneliti mohon agar ibu memberikan jawaban sesuai dengan apa yang ibu
ketahui dan rasakan. Atas kepastian dan partisipasi ibu, peneliti ucapkan terima
kasih.

Mojokerto, Maret 2017

Peneliti
52

Lampiran 7
No responden :

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bersedia untuk


turut berpartisipasi sebagai responden penelitian yang akan dilaksanakan oleh
mahasiswa Sikes Bina Sehat PPNI Mojokerto yang bernama Farah Yuni
Kurniawati (201301147) dengan judul “Pengaruh Teknik Guided Imagery
Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi Sectio Caesarea di Ruang
Sriwijaya RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto”.
Atas dasar pemikiran bahwa penelitian ini dilakukan untuk pengembangan
ilmu keperawatan, maka saya memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini. Tanda tangan di bawah ini menunjukkan bahwa saya telah di beri penjelasan
dan menyatakan bersedia menjadi responden.

Mojokerto, Maret 2017

Responden
52

Lampiran 8
No responden :
LEMBAR KUESIONER
Pengaruh Teknik Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan
Pasien Pra Operasi Sectio Caesarea di Ruang Sriwijaya
RSUD. Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto

Petunjuk pengisian kuesioner :


Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberikan tanda check list () pada
jawaban yang sesuai dengan keadaan anda.
A. DATA UMUM
1. Usia : .............tahun
2. Pendidikan terakhir :
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
3. Pekerjaan :
Tidak bekerja
Swasta
Pegawai Negeri
4. Status pernikahan :
Belum menikah
Menikah
5. Pengalaman operasi Sectio Caesarea sebelumnya :
Tidak pernah
Pernah
52

B. TINGKAT KECEMASAN SEBELUM MELAKUKAN TEKNIK


GUIDED IMGAERY
1. Bagaimana perasaan anda ketika akan dilakukan operasi Sectio Caesarea ?
Cemas
Firasat buruk
Takut akan pikiransendiri
Mudah tersinggung
2. Bagaimana ketegangan yang anda rasakan ketika akan dilakukan operasi
Sectio Caesarea ?
Mudah tersinggung
Lesu
Mudah terkejut
Tidak dapat istirahat dengan tenang
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah
3. Saat anda akan menjalani operasi, anda merasakan takut terhadap apa ?
Ketakutan pada gelap
Ketakutan ditinggal sendiri
4. Bagaimana kondisi tidur anda ketika akan dilakukan operasi Sectio Caesarea
Sukar masuk tidur
Terbangun malam hari
Tidur tidak nyenyak
Bangun dengan lesu
Banyak mimpi-mimpi
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan
5. Gangguan pola fikir seperti apa yang anda rasakan, ketika anda mengetahui
bahwa anda akan menjalani operasi Sectio Caesarea ?
Sukar konsentrasi
Daya ingat menurun
52

Daya ingat buruk


6. Bagaimana perasaan depresi anda ketika akan dilakukan operasi Sectio
Caesarea ?
Kehilangan minat
Sedih
Bangun dini hari
Berkurangnya kesukaan pada hobi
Perasaan berubah-ubah sepanjang hari
7. Gejala gangguan somatik (otot) bagaimana yang anda alami ketika anda akan
menjalani operasi Sectio Caesarea ?
Sakit dan nyeri pada otot
Kaku
Kejang otot
Gigi gemerutuk
Suara tidak stabil
8. Gangguan sensorik apa yang anda rasakan saat mengetahui bahwa anda akan
menjalani operasi Sectio Caesarea secepatnya ?
Telinga berdengung
Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemah
Perasaan seperti ditusuk-tusuk
9. Gangguan apa yang anda alami ketika anda dinyatakan akan dilakukan
operasi Sectio Caesarea secepatnya ?
Denyut nadi cepat
Berdebar-debar
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Rasa lesu/lemah seperti mau pingsan
Detak jantung berhenti sekejap
52

10. Gejala gangguan pada nafas yang bagaimana yang anda alami ketika anda
dinyatakan akan menjalani operasi Sectio Caesarea ?
Rasa tertekan atau sempit didada
Perasaan tercekik
Merasa nafas pendek/sesak
Sering menarik nafas panjang
11. Gejala gangguan pencernaan bagaimana yang anda alami ketika anda
dinyatakan akan menjalani operasi Sectio Caesarea ?
Sulit menelan
Perut melilit
Gangguan pencernaan
Nyeri lambung sebelum atau sesudah makan
Rasa panas di perut
Perut terasa kembung atau penuh
Mual
Muntah
Buang air besar lembek
Berat badan menurun
Kontipasi (buang air besar sulit)
Kehilangan berat badan
12. Apa yang anda rasakan pada proses buang air kecil ketika akan dinyatakan
akan menjalani operasi Sectio Caesarea ?
Gejala sering buang air kecil
Tidak dapat menahan air seni
52

13. Gangguan apa yang anda alami seperti di bawah ini ketika anda dinyatakan
akan dilakukan operasi Sectio Caesarea ?
Mulut kering
Muka merah
Mudah berkeringat
Kepala pusing
Kepala terasa berat
Kepala terasa sakit
Bulu-bulu berdiri
14. Apa yang terjadi pada diri anda ketika anda dinyatakan harus menjalani
operasi Sectio Caesarea ?
Gelisah
Tidak tenang
Jadi gemetar
Kerut kening
Muka tegang
Otot tegang/ mengeras
Napas pendek dan cepat
Muka merah

Jumlah Skor :
Kesimpulan : Tidak ada kecemasan
Kecemasan ringan
Kecemasan sedang
Kecemasan berat
52

B. TINGKAT KECEMASAN SESUDAH MELAKUKAN TEKNIK


GUIDED IMAGERY
1. Bagaimana perasaan anda ketika akan dilakukan operasi Sectio Caesarea ?
Cemas
Firasat buruk
Takut akan pikiransendiri
Mudah tersinggung
2. Bagaimana ketegangan yang anda rasakan ketika akan dilakukan operasi
Sectio Caesarea ?
Mudah tersinggung
Lesu
Mudah terkejut
Tidak dapat istirahat dengan tenang
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah
3. Saat anda akan menjalani operasi, anda merasakan takut terhadap apa ?
Ketakutan pada gelap
Ketakutan ditinggal sendiri
4. Bagaimana kondisi tidur anda ketika akan dilakukan operasi Sectio Caesarea
Sukar masuk tidur
Terbangun malam hari
Tidur tidak nyenyak
Bangun dengan lesu
Banyak mimpi-mimpi
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan
5. Gangguan pola fikir seperti apa yang anda rasakan, ketika anda mengetahui
bahwa anda akan menjalani operasi Sectio Caesarea ?
Sukar konsentrasi
52

Daya ingat menurun


Daya ingat buruk
6. Bagaimana perasaan depresi anda ketika akan dilakukan operasi Sectio
Caesarea ?
Kehilangan minat
Sedih
Bangun dini hari
Berkurangnya kesukaan pada hobi
Perasaan berubah-ubah sepanjang hari
7. Gejala gangguan somatik (otot) bagaimana yang anda alami ketika anda akan
menjalani operasi Sectio Caesarea ?
Sakit dan nyeri pada otot
Kaku
Kejang otot
Gigi gemerutuk
Suara tidak stabil
8. Gangguan sensorik apa yang anda rasakan saat mengetahui bahwa anda akan
menjalani operasi Sectio Caesarea secepatnya ?
Telinga berdengung
Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemah
Perasaan seperti ditusuk-tusuk
9. Gangguan apa yang anda alami ketika anda dinyatakan akan dilakukan
operasi Sectio Caesarea secepatnya ?
Denyut nadi cepat
Berdebar-debar
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Rasa lesu/lemah seperti mau pingsan
Detak jantung berhenti sekejap
52

10. Gejala gangguan pada nafas yang bagaimana yang anda alami ketika anda
dinyatakan akan menjalani operasi Sectio Caesarea ?
Rasa tertekan atau sempit didada
Perasaan tercekik
Merasa nafas pendek/sesak
Sering menarik nafas panjang
11. Gejala gangguan pencernaan bagaimana yang anda alami ketika anda
dinyatakan akan menjalani operasi Sectio Caesarea ?
Sulit menelan
Perut melilit
Gangguan pencernaan
Nyeri lambung sebelum atau sesudah makan
Rasa panas di perut
Perut terasa kembung atau penuh
Mual
Muntah
Buang air besar lembek
Berat badan menurun
Kontipasi (buang air besar sulit)
Kehilangan berat badan
12. Apa yang anda rasakan pada proses buang air kecil ketika akan dinyatakan
akan menjalani operasi Sectio Caesarea ?
Gejala sering buang air kecil
Tidak dapat menahan air seni
52

13. Gangguan apa yang anda alami seperti di bawah ini ketika anda dinyatakan
akan dilakukan operasi Sectio Caesarea ?
Mulut kering
Muka merah
Mudah berkeringat
Kepala pusing
Kepala terasa berat
Kepala terasa sakit
Bulu-bulu berdiri
14. Apa yang terjadi pada diri anda ketika anda dinyatakan harus menjalani
operasi Sectio Caesarea ?
Gelisah
Tidak tenang
Jadi gemetar
Kerut kening
Muka tegang
Otot tegang/ mengeras
Napas pendek dan cepat
Muka merah

Jumlah Skor :
Kesimpulan : Tidak ada kecemasan
Kecemasan ringan
Kecemasan sedang
Kecemasan berat
52

Lampiran 9

TABULASI DATA PENELITIAN PENGARUH TEKNIK GUIDED IMAGERY


TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRA OPERASI
SECTIO CAESREA DI RUANG SRIWIJAYA
RSUD. PROF. DR. SOEKANDAR KABUPATEN MOJOKERTO
MULAI TANGGAL 20 MARET 2017 - 20 APRIL 2017

A. Data Umum

Pengalaman
No. Usia Pendidikan Pekerjaan Status Pernikahan
Sebelumnya
1 4 4 1 2 1
2 3 5 3 2 1
3 2 4 1 2 1
4 2 5 2 2 1
5 5 4 1 2 1
6 3 4 1 2 1
7 3 4 2 2 1
8 2 4 1 2 1
9 3 4 1 2 1
10 3 5 3 2 1
11 2 4 1 2 1
12 3 5 1 2 1
13 1 4 2 2 1
14 4 4 1 2 1
15 4 4 1 2 1
52

B. Data Khusus

Kuesioner Kecemasan Sebelum Perlakuan Sko Kuesioner Kecemasan Sebelum Perlakuan Sko Keterang
No Cemas Cemas
re re an
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 26 Sedang 1 1 0 2 1 1 0 0 0 1 2 2 1 2 14 Ringan Menurun
2 1 2 2 2 0 1 2 1 2 1 1 1 2 2 20 Sedang 0 1 2 2 0 0 0 1 0 1 1 1 2 0 11 Ringan Menurun
3 2 1 0 2 0 0 0 0 0 1 1 2 0 2 11 Ringan 0 1 0 2 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 6 Tidak Menurun
4 2 2 2 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 2 22 Sedang 0 0 2 2 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 Tidak Menurun
5 2 3 2 3 1 1 3 3 2 2 2 2 2 3 31 Berat 2 2 2 3 2 0 1 2 1 1 2 2 2 2 24 Sedang Menurun
6 1 2 0 2 0 0 0 1 0 1 2 2 1 1 13 Ringan 1 1 2 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 8 Ringan Tetap
7 1 1 2 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 9 Ringan 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 4 Tidak Menurun
8 2 2 0 2 0 2 0 1 1 3 0 2 2 2 19 Sedang 0 2 0 2 1 0 0 0 0 2 0 2 2 1 12 Ringan Menurun
9 2 2 2 2 0 1 0 1 1 1 2 0 2 2 16 Sedang 2 0 2 2 0 1 0 1 1 1 2 0 2 2 16 Sedang Tetap
10 2 1 2 2 0 1 0 1 1 1 2 2 2 2 19 Sedang 0 1 2 2 0 1 0 0 0 1 2 2 2 0 12 Ringan Menurun
11 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 Sedang 0 1 2 2 0 1 0 0 0 0 1 2 0 0 9 Ringan Menurun
12 1 1 2 2 1 0 1 1 1 1 1 2 1 1 15 Sedang 0 0 2 2 0 0 1 1 0 0 1 2 1 0 10 Ringan Menurun
13 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 8 Ringan 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 4 Tidak Menurun
14 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 2 1 1 9 Ringan 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 2 1 1 9 Ringan Tetap
15 2 2 0 3 2 1 2 2 1 1 2 2 1 2 22 Sedang 1 2 0 3 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 14 Ringan Menurun
52

Keterangan Kode :
A. Data Umum
52

Lampiran 10

HASIL DISTRIBUSI FREKUENSI DAN ANALISA DATA PENELITIAN

Frequency Table
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 20-24 tahun 1 6.7 6.7 6.7
25-29 tahun 4 26.7 26.7 33.3
30-34 tahun 6 40.0 40.0 73.3
35-39 tahun 3 20.0 20.0 93.3
40-44 tahun 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0

Pendidikan_Terakhir
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SMA 11 73.3 73.3 73.3
Perguruan Tinggi 4 26.7 26.7 100.0
Total 15 100.0 100.0

Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Bekerja 10 66.7 66.7 66.7
Swasta 3 20.0 20.0 86.7
Pegawai Negeri 2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0

Status_Pernikahan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Menikah 15 100.0 100.0 100.0
52

Riiwayat_Operasi_Sebelumnya
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Pernah 15 100.0 100.0 100.0

Statistics

Kecemasan_Sebelum Kecemasan_Sesudah
N Valid 15 15

Missing 0 0

Frequency Table

Kecemasan_Sebelum
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kecemasan Ringan 5 33.3 33.3 33.3
Kecemasan Sedang 9 60.0 60.0 93.3
Kecemasan Berat 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0

Kecemasan_Sesudah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Ada Kecemasan 4 26.7 26.7 26.7

Kecemasan Ringan 9 60.0 60.0 86.7


Kecemasan Sedang 2 13.3 13.3 100.0
Total 15 100.0 100.0
50

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia *
15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Kecemasan_Sebelum

Usia * Kecemasan_Sebelum Crosstabulation

Kecemasan_Sebelum
Kecemasan Kecemasan Kecemasan
Ringan Sedang Berat Total
Usia 20-24 tahun Count 1 0 0 1
% within Usia 100.0% .0% .0% 100.0%
% within
20.0% .0% .0% 6.7%
Kecemasan_Sebelum
% of Total 6.7% .0% .0% 6.7%
25-29 tahun Count 1 3 0 4
% within Usia 25.0% 75.0% .0% 100.0%
% within
20.0% 33.3% .0% 26.7%
Kecemasan_Sebelum
% of Total 6.7% 20.0% .0% 26.7%
30-34 tahun Count 2 4 0 6
% within Usia 33.3% 66.7% .0% 100.0%
% within
40.0% 44.4% .0% 40.0%
Kecemasan_Sebelum
% of Total 13.3% 26.7% .0% 40.0%
35-39 tahun Count 1 2 0 3
% within Usia 33.3% 66.7% .0% 100.0%
% within
20.0% 22.2% .0% 20.0%
Kecemasan_Sebelum
% of Total 6.7% 13.3% .0% 20.0%
40-44 tahun Count 0 0 1 1
% within Usia .0% .0% 100.0% 100.0%
% within
.0% .0% 100.0% 6.7%
Kecemasan_Sebelum
% of Total .0% .0% 6.7% 6.7%
Total Count 5 9 1 15
% within Usia 33.3% 60.0% 6.7% 100.0%
% within
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Kecemasan_Sebelum
% of Total 33.3% 60.0% 6.7% 100.0%

116
117

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pendidikan_Terakhir *
Kecemasan_Sebelum 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%

Pendidikan_Terakhir * Kecemasan_Sebelum Crosstabulation

Kecemasan_Sebelum
Kecemas
an Kecemasan Kecemasa
Ringan Sedang n Berat Total
Pendidikan_ SMA Count 5 5 1 11
Terakhir
% within
Pendidikan_Terak 45.5% 45.5% 9.1% 100.0%
hir
% within
Kecemasan_Sebe 100.0% 55.6% 100.0% 73.3%
lum
% of Total 33.3% 33.3% 6.7% 73.3%
Perg Count 0 4 0 4
uruan
% within
Tingg
Pendidikan_Terak .0% 100.0% .0% 100.0%
i
hir
% within
Kecemasan_Sebe .0% 44.4% .0% 26.7%
lum
% of Total .0% 26.7% .0% 26.7%
Total Count 5 9 1 15
% within
Pendidikan_Terak 33.3% 60.0% 6.7% 100.0%
hir
% within
Kecemasan_Sebe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
lum
% of Total 33.3% 60.0% 6.7% 100.0%
118

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pekerjaan *
15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Kecemasan_Sebelum

Pekerjaan * Kecemasan_Sebelum Crosstabulation

Kecemasan_Sebelum

Kecemasan Kecemasan Kecemasan


Ringan Sedang Berat Total
Pekerjaan Tidak Bekerja Count 3 6 1 10

% within Pekerjaan 30.0% 60.0% 10.0% 100.0%


% within
60.0% 66.7% 100.0% 66.7%
Kecemasan_Sebelum
% of Total 20.0% 40.0% 6.7% 66.7%
Swasta Count 2 1 0 3
% within Pekerjaan 66.7% 33.3% .0% 100.0%
% within
40.0% 11.1% .0% 20.0%
Kecemasan_Sebelum
% of Total 13.3% 6.7% .0% 20.0%
Pegawai Count 0 2 0 2
Negeri
% within Pekerjaan .0% 100.0% .0% 100.0%
% within
.0% 22.2% .0% 13.3%
Kecemasan_Sebelum
% of Total .0% 13.3% .0% 13.3%
Total Count 5 9 1 15
% within Pekerjaan 33.3% 60.0% 6.7% 100.0%
% within
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Kecemasan_Sebelum
% of Total 33.3% 60.0% 6.7% 100.0%
119

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Status_Pernikahan *
15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Kecemasan_Sebelum

Status_Pernikahan * Kecemasan_Sebelum Crosstabulation

Kecemasan_Sebelum

Kecemasan Kecemasan Kecemasan


Ringan Sedang Berat Total
Status_Pernikah Menika Count
5 9 1 15
an h
% within
33.3% 60.0% 6.7% 100.0%
Status_Pernikahan
% within
Kecemasan_Sebelu 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
m
% of Total 33.3% 60.0% 6.7% 100.0%
Total Count 5 9 1 15

% within
33.3% 60.0% 6.7% 100.0%
Status_Pernikahan
% within
Kecemasan_Sebelu 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
m
% of Total 33.3% 60.0% 6.7% 100.0%
120

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Riiwayat_Operasi_Seb
elumnya * 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Kecemasan_Sebelum

Riiwayat_Operasi_Sebelumnya * Kecemasan_Sebelum Crosstabulation

Kecemasan_Sebelum

Kecemasa Kecemasa Kecemasa


n Ringan n Sedang n Berat Total
Riiwayat_Operasi_ Tidak Count
5 9 1 15
Sebelumnya Pernah
% within
Riiwayat_Operasi_ 33.3% 60.0% 6.7% 100.0%
Sebelumnya
% within
Kecemasan_Sebelu 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
m
% of Total 33.3% 60.0% 6.7% 100.0%
Total Count
5 9 1 15

% within
Riiwayat_Operasi_ 33.3% 60.0% 6.7% 100.0%
Sebelumnya
% within
Kecemasan_Sebelu 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
m
% of Total 33.3% 60.0% 6.7% 100.0%

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent


Usia *
15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Kecemasan_Sesudah
121

Usia * Kecemasan_Sesudah Crosstabulation

Kecemasan_Sesudah
Tidak Ada Kecemasan Kecemasan
Kecemasan Ringan Sedang Total
Usia 20-24 tahun Count 1 0 0 1
% within Usia 100.0% .0% .0% 100.0%
% within
25.0% .0% .0% 6.7%
Kecemasan_Sesudah
% of Total 6.7% .0% .0% 6.7%
25-29 tahun Count 2 2 0 4
% within Usia 50.0% 50.0% .0% 100.0%
% within
50.0% 22.2% .0% 26.7%
Kecemasan_Sesudah
% of Total 13.3% 13.3% .0% 26.7%
30-34 tahun Count 1 4 1 6
% within Usia 16.7% 66.7% 16.7% 100.0%
% within
25.0% 44.4% 50.0% 40.0%
Kecemasan_Sesudah
% of Total 6.7% 26.7% 6.7% 40.0%
35-39 tahun Count 0 3 0 3
% within Usia .0% 100.0% .0% 100.0%
% within
.0% 33.3% .0% 20.0%
Kecemasan_Sesudah
% of Total .0% 20.0% .0% 20.0%
40-44 tahun Count 0 0 1 1
% within Usia .0% .0% 100.0% 100.0%
% within
.0% .0% 50.0% 6.7%
Kecemasan_Sesudah
% of Total .0% .0% 6.7% 6.7%
Total Count 4 9 2 15
% within Usia 26.7% 60.0% 13.3% 100.0%
% within
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Kecemasan_Sesudah
% of Total 26.7% 60.0% 13.3% 100.0%
122

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pendidikan_Terakhir *
15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Kecemasan_Sesudah

Pendidikan_Terakhir * Kecemasan_Sesudah Crosstabulation


Kecemasan_Sesudah
Tidak Ada Kecemasan Kecemasan
Kecemasan Ringan Sedang Total
Pendidikan_Tera SMA Count 3 6 2 11
khir
% within
27.3% 54.5% 18.2% 100.0%
Pendidikan_Terakhir
% within
Kecemasan_Sesuda 75.0% 66.7% 100.0% 73.3%
h
% of Total 20.0% 40.0% 13.3% 73.3%
Perguruan Count 1 3 0 4
Tinggi
% within
25.0% 75.0% .0% 100.0%
Pendidikan_Terakhir
% within
Kecemasan_Sesuda 25.0% 33.3% .0% 26.7%
h
% of Total 6.7% 20.0% .0% 26.7%
Total Count 4 9 2 15
% within
26.7% 60.0% 13.3% 100.0%
Pendidikan_Terakhir
% within
Kecemasan_Sesuda 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
h
% of Total 26.7% 60.0% 13.3% 100.0%
123

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent


Pekerjaan *
Kecemasan_Sesudah 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%

Pekerjaan * Kecemasan_Sesudah Crosstabulation

Kecemasan_Sesudah

Tidak Ada Kecemasan Kecemasan


Kecemasan Ringan Sedang Total
Pekerjaa Tidak Bekerja Count 1 7 2 10
n
% within Pekerjaan 10.0% 70.0% 20.0% 100.0%
% within
Kecemasan_Sesuda 25.0% 77.8% 100.0% 66.7%
h
% of Total 6.7% 46.7% 13.3% 66.7%
Swasta Count 3 0 0 3
% within Pekerjaan 100.0% .0% .0% 100.0%
% within
Kecemasan_Sesuda 75.0% .0% .0% 20.0%
h
% of Total 20.0% .0% .0% 20.0%
Pegawai Count 0 2 0 2
Negeri
% within Pekerjaan .0% 100.0% .0% 100.0%
% within
Kecemasan_Sesuda .0% 22.2% .0% 13.3%
h
% of Total .0% 13.3% .0% 13.3%
Total Count 4 9 2 15
% within Pekerjaan 26.7% 60.0% 13.3% 100.0%
% within
Kecemasan_Sesuda 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
h
% of Total 26.7% 60.0% 13.3% 100.0%

Crosstabs
124

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent


Status_Pernikahan *
15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Kecemasan_Sesudah

Status_Pernikahan * Kecemasan_Sesudah Crosstabulation

Kecemasan_Sesudah

Tidak Ada Kecemasan Kecemasan


Kecemasan Ringan Sedang Total
Status_Pernikah Menika Count 4 9 2 15
an h
% within
26.7% 60.0% 13.3% 100.0%
Status_Pernikahan
% within
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Kecemasan_Sesudah
% of Total 26.7% 60.0% 13.3% 100.0%
Total Count 4 9 2 15
% within
26.7% 60.0% 13.3% 100.0%
Status_Pernikahan
% within
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Kecemasan_Sesudah
% of Total 26.7% 60.0% 13.3% 100.0%
125

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Riiwayat_Operasi_Sebel
umnya * 15 100.0% 0 .0% 15 100.0%
Kecemasan_Sesudah

Riiwayat_Operasi_Sebelumnya * Kecemasan_Sesudah Crosstabulation

Kecemasan_Sesudah
Tidak Ada
Kecemasa Kecemasan Kecemasan
n Ringan Sedang Total
Riiwayat_Operasi_ Tida Count 4 9 2 15
Sebelumnya k
% within
Pern
Riiwayat_Operasi 26.7% 60.0% 13.3% 100.0%
ah
_Sebelumnya
% within
Kecemasan_Sesu 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
dah
% of Total 26.7% 60.0% 13.3% 100.0%
Total Count 4 9 2 15
% within
Riiwayat_Operasi_Sebe 26.7% 60.0% 13.3% 100.0%
lumnya
% within
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Kecemasan_Sesudah
% of Total 26.7% 60.0% 13.3% 100.0%
126

Lampiran 11
127
128
129
130

Lampiran 12
131

Lampiran 13

Anda mungkin juga menyukai