Anda di halaman 1dari 87

SKRIPSI

PENGARUH ORIENTASI RUANG OPERASI TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DI RUANG OPERASI
RUMAH SAKIT MITRA SIAGA TEGAL

Disusun oleh
SUHATI
C1118042

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
2020
SKRIPSI

PENGARUH ORIENTASI RUANG OPERASI TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI
DI RUANG BEDAH RUMAH SAKIT MITRA SIAGA TEGAL

Disusun oleh
SUHATI
C1118042

Disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar


Sarjana Keperawatan pada Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners
Di STIKes BHAMADA SLAWI
2020

i
HALAMAN
STIKES BHAMADA SLAWI
PERNYATAAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEASLIAN
KEPERAWATAN DAN NERS
KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Suhati
NIM : C1118042

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penelitian skiripsi ini, saya :


1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa sumber asli atau tanpa
izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini.

Jika dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap
dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di STIKes Bhamada Mandala
Husada Slawi.
Demikian pernyataam ini saya buat dengan sesungguhnya.

Slawi, Juli 2020


Yang Menyatakan

Suhati

ii
Pengesahan Skripsi
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi penelitian yang
berjudul :

PENGARUH ORIENTASI RUANG OPERASI TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DI RUANG OPERASI RUMAH
SAKIT MITRA SIAGA TEGAL

Dipersiapkan dan disiapkan dan disusun oleh:


SUHATI
C1118042

Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 23 Juli 2020 dan
dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Penguji I,

Ratna Widhiastuti, S.Kep.Ns.M.Kep


NIPY: 1988.02.04.18.115

Penguji II,

Khodijah, S.Kep.Ns.M.Kep
NIPY: 1980.03.10.06.040

Penguji III,

Deni Irawan, S.Kep.Ns.M.Kep


NIPY: 1985.03.08.09.050

iii
PENGARUH ORIENTASI RUANG OPERASI TERHADAP
TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DI
RUANG OPERASI RUMAH SAKIT MITRA SIAGA TEGAL

Suhati¹⁾, Khodijah²⁾, Deni Irawan³⁾

¹⁾Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners, STIKes Bhakti


Mandala Husada Slawi 52416, Tegal Indonesia
²⁾³⁾Dosen STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi 52416, Tegal
Indonesia

Email : suhatihazard@gmail.com

ABSTRAK

Tindakan operasi bedah mayor dapat menimbulkan tingkat kecemasan


pada pasien pre operasi seperti merasa tegang, gelisah, tidak tenang
bahkan ada yang tidak bisa tidur.Untuk mengurangi tingkat
kecemasan tersebut perlu diberikan terapi non farmakalogis yaitu
dengan orientasi ruang operasi pada pasien pre operasi. Penelitian ini
bertujuan mengetahui pengaruh orientasi ruang operasi terhadap
tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di ruang operasi Rumah
Sakit Mitra Siaga Tegal. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan rancangan quasi eksperimental dengan desain
posttest-only control group. Teknik pengambilan sampel yaitu non
probability sampling dengan pendekatan total sampling, besar sampel
yaitu 30 responden. Hasil analisa data menggunakan Mann-Whitney
U- Test menunjukan nilai p value 0.048 (p < 0,05) yang berarti ada
pengaruh orientasi ruang operasi terhadap tingkat kecemasan pada
pasien pre operasi. Perawat diharapkan dapat mengimplementasikan
orientasi ruang operasi sebagai alternatif tindakan non farmakologi
dalam mengatasi kecemasan pasien pre operasi.

Kata Kunci: Pre Operasi,Tingkat Kecemasan, Orientasi ruang


operasi.

iv
INFLUENCE OF OPERATIONAL ROOM ORIENTATION TO
ANXIETY LEVEL IN PATIENT PRE OPERATION IN
HOSPITAL OPERATING ROOM STANDBY PARTNER
TEGAL

Suhati¹⁾, Khodijah²⁾, Deni Irawan³⁾

¹⁾ Bachelor of Nursing and Ners study Program, STIKes Bhakti


Mandala Husada Slawi 52416, Tegal Indonesia
²⁾³⁾ lecturer STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi 52416, Tegal
Indonesia

Email : suhatihazard@gmail.com

Abstract

The action of major surgical operations can pose an anxiety level in


patients with pre surgery like feeling tense, jittery, not calm even
anyone can not sleep. To reduce the level of anxiety, it is necessary to
be administered non-pharmacalogical therapy, with the orientation of
the operating room in patients pre-operative. This research aims to
determine the influence of the operating room orientation to the level
of anxiety in patients pre-operative in the operating room of Tegal
standby partner hospital. This research is a quantitative study with
experimental quasi design with posttest-only control group designs.
The sampling technique is non probability sampling with a total
sampling approach, which is a sample of 30 respondents. The results
of data analysis using Mann-Whitney U-Test showed the value of P
value 0048 (P < 0.05) which means there is an influence of the
operating room orientation to the level of anxiety in patients with pre-
surgery. Nurses are expected to implement an operating room
orientation as an alternative to non-pharmacological actions in
overcoming the anxiety of patient pre-surgery.

Keywords: Pre operation, anxiety level, orientation operation room.

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas izin, rahmat
dan karunia-Nya peneliti masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “Pengaruh Orientasi Ruang Operasi Terhadap Tingkat
Kecemasan Pda Pasien Pre Operasi Di Ruang Instalasi Bedah Sentral
Rumah Sakit Mitra Siaga”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
kelulusan pada Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Bhakti Mandala Husada Slawi.

Skripsi ini dapat disusun dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak yang
membantu dalam menyelesaikan skripsi. Dalam kesempatan ini peneliti
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Khodijah, S.Kep.Ns, M.Kep.
selaku dosen pembimbing I dan Bapak Deni Irawan, S.Kep.Ns, M.Kep. selaku
dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan kepada peneliti dalam
penyusunan skripsi. Serta kedua orang tua Bapak Sarno dan Ibu Suratmi, Suami
Hadi Sugianto, anak – anak kami serta keluarga tercinta yang telah memberikan
semangat, doa dan dukungan yang tiada hentinya. Kemudian peneliti juga tidak
lupa berterimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini, khususnya kepada:
1. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Mandala HusadaSlawi.
2. Direktur Rumah Sakit Mitra Siga Tegal yang telah memberikan izin penelitian.
3. Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners STIKes BhamadaSlawi.
4. Semua dosen Program Studi Sarjana Keperawatan dan Ners STIKes Bhamada
Slawi, yang telah membimbing dan mendidik selama ini.
5. Sahabat tercinta Rumah Sakit Mitra Siagayang telah memberikan dukungan
semangat dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Semua teman seangkatan yang selalu memberikan pengalaman, motivasi dan
dukungan selama ini.

vi
Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,
untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat peneliti harapkan demi
penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca,
khususnya pada bidang yang sama.

Slawi, Juli 2020

Peneliti

vii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ....................................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................ ii
PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................. iv
ABSTRACT................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
DAFTAR ISI ...................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.3 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Orientasi ... ................................................................................... 5
2.2 Ruang Operasi .................................................................................. 10
2.3 Kecemasan ...................................................................................... 13
2.4 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................ 23
2.5 Hipotesis ...................................................................................... 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................ 25
3.2 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data .................................... 26
3.3 Populasi dan Sampel ......................................................................... 29
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 30
3.5 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ...................................... 31
3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data ....................................... 32
3.7 Etika Penelitian ................................................................................ 34

viii
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................. 36
4.2 Hasil Pembahasan .............................................................................. 37
4.3 Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 44
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan .......................................................................................... 46
5.2 Saran .......................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran (Jadwal Penelitian)
Lampiran (Permohonan Menjadi Responden)
Lampiran (Lembar Persetujuan Penelitian)
Lampiran (Lembar Kuesioner)
Lampiran (SPO Orientasi Ruang Operasi)
Lampiran (Surat Ijin Penelitian)
Lampiran (Hasil Uji Penelitian)
Lampiran (Dokumentasi Penelitian)
Lampiran (Lembar Konsultasi)
Lampiran Curriculum Vitae

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1 Defini Operasional Variabel .................................................. .... 31
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi
Pada Kelompok Eksperimen ...................................................... 36
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi
Pada Kelompok Kontrol ............................................................. 36
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pengaruh Orientasi Ruang Operasi Pada
Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol......................... 37

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori ..................................................................... 23
Gambar 2.2 Kerangka Konsep ................................................................. 24
Gambar 3.1 Bentuk Desain Penelitian Posttest-Only Control Group......... 25

xi
DAFTAR SINGKATAN

HARS : Hamilton Rating Scale Anxiety


Ha : Hipotesis Alternatif
Ho : Hipotesis Nihil
Kemenkes : Keputusan Menteri Kesehatan
PA : Perawat Asosiet
PP : Perawat Primer
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SPO : Standar Pelayanan Operasional
WHO : World Health Organization

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penelitian


Lampiran 2 Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Penelitian
Lampiran 4 Lembar Kuesioner
Lampiran 5 SPO Orientasi Ruang Operasi
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 7 Hasil Uji Penelitian
Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 9 Lembar Konsultasi
Lampiran 10 Curriculum Vitae

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan rawat darurat. Menurut Undang – Undang Kesehatan tahun 2009
tentang klasifikasi rumah sakit, dijelaskan rumah sakit dibedakan menjadi 2 yakni
rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Adapun jenis – jenis rumah sakit
terdiri dari pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan gawat darurat,
pelayanan ibu dan anak terpadu, pelayanan,pelayanan hemodialisa, pelayanan
farmasi, pelayanan radiologi, pelayanan fisioterapi, pelayanan laboratorium,
pelayanan gizi, pelayanan bank darah di rumah sakit, pelayanan medical check up
dan pelayanan bedah sentral dan anastesi (Listiyono, 2015).

Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan
tindakan pembedahan baik elektif maupun akut yang membutuhkan keadaan suci
hama (steril). Secara umum lingkungan kamar operasi terdiri dari 3 area
diantaranya area bebas terbatas (unsrestricted area), pada area ini petugas dan
pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar operasi. Area Semi Ketat
(semi restricted area), pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus
kamar operasi terdiri dari topi, masker, baju dan celana operasi. Area
ketat/terbatas (resctricted area) pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian
khusus kamar operasi lengkap dan melaksanakan prosedur aseptik. Pasien yang
dilakukan tindakan operasi biasanya timbul masalah fisik, dampak atau pengaruh
psikologis pada pasien pre operasi, terhadap tindakan operasi yang akan dilakukan
berbeda-beda. Tetapi sesungguhnya selalu timbul rasa ketakutan dan kecemasan
yang umum diantaranya takut anastesinya (tidak bangun lagi), takut nyeri akibat
luka operasi, takut terjadi perubahan fisik menjadi buruk atau tidak berfungsi
normal, takut operasi gagal, takut mati dan lain-lain (Ahsan, Lestari & Sriati,
2017).Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2007,

1
2

Amerika Serikat menganalisis data dari 35.539 klien bedah yang dirawat di unit
perawatan intensif antara 1 Oktober 2003 sampai 30 September 2006, sebanyak
8.922 pasien (25,1%) mengalami kondisi kejiwaan, dan 2.473 pasien (7%)
mengalami kecemasan. Hasil penelitian di RSUD Kabupaten Sorong, dari 56
responden menunjukkan pasien yang masuk Rumah Sakit mengalami tingkat
kecemasan ringan 12%,kecemasan sedang 50% (Wellem & Oktovina, 2013).

Menurut Isacs dalam Irianto, dkk (2014), Kecemasan dapat diatasi dengan cara
farmakologis dan non farmakologis, dalam farmakologis yang digunakan obat anti
ansietas sedangkan cara non farmakologis dilakukan dengan teknik relaksasi,
distraksi, psikoterapi. Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengatasi pasien
pre operasi yang mengalami kecemasan di rumah sakit adalah dengan
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Penelitian yang dilakukan oleh
Aprianto (2013) pada 60 responden menunjukan bahwa semua pasien pre operasi
mengalami kecemasan sebelum diberikan teknik relaksasi nafas dalam,tetapi
setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam terdapat 29 responden menunjukan
cemas ringan, 28 responden menunjukan cemas sedang, dan 3 responden
menunjukan cemas berat. Kurniati & Asih (2014) mengatakanterdapat tentang
pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat kecemasan pada
pasien pre operasi dengan data yang dianalisis menunjukkan cemas ringan
sebanyak 12 responden (48%), kecemasan sedang 11 responden (44%), dan
kecemasan berat 2 responden (8%). Hal ini dapat terjadi karena dipengaruhi
kekhawatiran pasien pre operasi, untuk itu diperlukan intervensi lain untuk
mengatasi kecemasan yaitu dengan orientasi kamar operasi.

Orientasi ruang operasi merupakan hal yang penting yang harus dilaksanakan oleh
perawat kepada pasien dan pendamping untuk menghindari sesuatu yang
mencemaskan dan menakutkan bagi pasien (Sitorus dalam Hastuti, 2009). Pada
pasien pre operasi perlu diberikan orientasi dan pengetahuan pra operasi pada
pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan atau operasi pada ruangan
operasi perlu dipertimbangkan sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan
3

(Tauqir,2012). Penelitian yang dilakukan Wellem dan Oktovina (2013)


menunjukkan bahwa pasien setelah diberikan orientasi sebelum menjalani
perawatan di ruang 28 responden (50%) mengalami kecemasan sedang, 12
responden (21,4%) mengalami kecemasan ringan, dan 16 responden (28,6%) tidak
mengalami kecemasan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagaian besar respon yang
ditunjukkan pasien setelah diberikan orientasi tidak mengalami kecemasan.

Hasil penelitian Wellem dan Oktavina, (2012) pengaruh orientasi terhadap tingkat
kecemasan pasien yang dirawat di ruangan Interna RSUD Kabupaten Papua
Barat. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan rancangan Pra
Eksprimen dalam satu kelompok (One Group Pra-Posttest Design). Data
dianalisis dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon signed rank test dengan
tingkat kemaknaan p 0,05. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh orientasi
terhadap tingkat kecemasan pasien (p=0,001 Z=-3,289). Dari uraian di atas
menunjukkan bahwa orientasi berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pasien.
Hal ini dikarenakan pemberian orientasi menimbulkan penyesuaian pasien
dengan lingkungannya yang dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien.

Studi pendahuluan dengan metode wawancara di ruang operasi Rumah Sakit


Mitra Siaga Tegal pada bulan Desember tahun 2019, diperoleh data dari 6 pasien
pre operasi didapatkan 4 pasien mengatakan bahwa mereka selalu timbul rasa
ketakutan dan kecemasan yang umum diantaranya takut nyeri akibat luka operasi,
takut terjadi perubahan fisik menjadi buruk atau tidak berfungsi normal, takut
operasi gagal, takut mati dan lain-lain. Hasil wawancara dengan perawat Ruang
Operasi Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal masih ada pasien yang harus ditunda
operasi dikarenakan pasien mengalami kecemasan yang berlebihan sehingga
mengakibatkan tekanan darah pasien tinggi, tekanan darah tinggi pada pasien pre
operasi beresiko dalam melakukan operasi terutama dalam menghentikan
pendarahan, dan setelah operasi akan mengganggu proses penyembuhan. Maka
dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh orientasi
ruang operasi terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.
4

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh orientasi ruang operasi
terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi mayor di Rumah Sakit
Mitra Siaga Tegal.

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2.1 Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien pre operasi mayordi Rumah
Sakit setelah dilakukan orientasi .
1.2.2.2 Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
1.2.2.3 Menganalisis pengaruh orientasi ruang operasi mayor terhadap tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal.

1.3 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktik dan teoritis sebagai
berikut :
1.3.1 Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengurangi tingkat kecemasan pada
pasien pre operasi dan menjadi standar pelayanan kamar operasi.

1.3.2 Manfaat Keilmuan


Menambah pengetahuan dan wawasan perawat dalam mempersiapkan
tindakan operasi yang akan dilaksanakan.

1.3.3 Manfaat Metodologi


Hasil penelitian ini berguna sebagai data dasar bagi peneliti selanjutnya
terkait orientasi ruang operasi terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre
operasi di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Orientasi Ruang Operasi


2.1.1 Pengertian
Orientasi adalah mengenalkan segala sesuatu tentang rumah sakit yang
meliputi lingkungan rumah sakit, tenaga kesehatan, peraturan rumah sakit,
prosedur tindakan rumah sakit, biaya perawatan dan penyakitnya
(Purwadarminta, 1999). Orientasi terhadap pasien baru merupakan usaha
memberikan informasi atau sosialisasi kepada pasien dan keluarga tentang segala
sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan selama di rumah sakit (Ragusti, 2008).
Penerimaan pasien baru adalah suatu cara dalam menerima kedatangan pasien
baru pada suatu ruangan. Dalam penerimaan pasien baru perlu disampaikan
beberapa hal mengenai orientasi ruangan, perawatan, medis, dan tata tertib
ruangan (Ariyanti, 2015). Ruang operasi merupakan suatu sistem terintegrasi yang
disusun dari kumpulan lokasi, secara umum meliputi area tunggu operasi, kamar
operasi, ruang recovery atau ruang pemulihan, ruang ganti, ruang persiapan, dan
sebagainya (Di Wang dan Jiuping Xu, 2008).

Maka dapat disimpulkan bahwa orientasi ruang operasi merupakan suatu


informasi atau sosialisasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga tentang
sesuatu yang berkaitan dengan ruang operasi yang meliputi ruang tunggu operasi,
kamar operasi, ruang pemulihan, ruang ganti, ruang persiapan dan sebagainya (
Ariyanti, 2015; Di Wang & Jiuping Xu, 2008).

Pengenalan atau orientasi perlu diprogramkan karena adanya sejumlah aspek yang
muncul pada saat seseorang memasuki lingkungan yang baru, antara lain berupa
kecemasan apakah ia diterima dalam lingkungan yang baru dan harapan yang
tidak realistis karena tidak memiliki gambaran atau informasi yang jelas dan
lengkap tentang lingkungan yang baru, oleh karena itu diperlukan proses
sosialisasi supaya pasien dapat segera menyesuaikan diri dengan lingkungan
6

rumah sakit (Willis, 2009).

2.1.2 Aspek – aspek dalam Orientasi


Adapun hal-hal yang perlu diorientasikan kepada pasien baru menurut Potter
(2010), antara lain sebagai berikut:
2.1.2.1 Denah Gedung dan Ruangan
Perawat menjelaskan beberapa hal terkait denah gedung dan ruangan meliputi
pintu keluar dan pintu darurat, pintu depan, ruang jaga perawat, ruang tindakan,
kamar tidur, kamar mandi, tempat tidur,
tempat pakaian di ruangan, tempat pengunjung, dapur, depo farmasi, tempat
ibadah, kantin, taman, tempat berjemur, tempat parkir dan tempat merokok.

2.1.2.2 Ruangan dan Fasilitas


Pemberian informasi tentang ruangan dan fasilitas yaitu perawat menjelaskan
tentang ruangan tempat pasien menjalani perawatan serta semua fasilitas yang ada
di ruangan tersebut. Hal-hal yang harus dijelaskan tentang ruangan antara lain
nama ruangan, nomor kamar, dan nomor tempat tidur. Sedangkan pemberian
informasi tentang fasilitas ruangan yaitu menunjukkan kepada pasien dan keluarga
tentang fasilitas yang ada di ruangan serta mempraktikkan cara penggunaan
fasilitas tersebut. Beberapa fasilitas yang biasanya ada dirumah sakit antara lain
tempat tidur, bel, tempat menyimpanan barang pribadi, kamar mandi, telefon atau
internet, dan lain-lain sesuai dengan fasilitas yang ada di ruangan.

2.1.2.3 Rutinitas Bangsal

Rutinitas bangsal yang dijelaskan kepada pasien atau keluarga antara lain waktu
makan, waktu personal hygiene, waktu penggantian linen, waktu pembersihan
ruangan, waktu laundry, dan lain-lain menyesuaikan program yang ada ruang
perawatan.
7

2.1.2.4 Kebijakan RumahSakit


Pemberian informasi mengenai kebijakan rumah sakit yang diberikan kepada
pasien atau keluarga yaitu penggunaan gelang identitas, larangan merokok, waktu
kunjungan pasien, larangan pengunjung anak-anak, waktu pergantian shift, tata
cara pembayaran jasa rumah sakit, sistem sentralisasi obat, barang-barang yang
wajib dibawa dan barang-barang yang dilarang untuk dibawa selama menjalani
perawatan di rumah sakit.

2.1.2.5 Pengenalan Tenaga Kesehatan danStaf


Pengenalan tenaga kesehatan yang akan memberikan perawatan dan staf yang
akan membantu memenuhi kebutuhan pasien selama di rumah sakit sangat perlu
dilakukan. Tenaga kesehatan dan staf yang dikenalkan antara lain dokter yang
merawat dan waktu visite, tim perawat yang beranggung jawab atas pasien, ahli
gizi, psychologist, therapists, manager ruang perawatan, petugas administrasi,
petugas kebersihan, dan lain-lain.

2.1.2.6 Hak- hak Pasien


Adapun hak-hak pasien yang harus disampaikan kepada pasien selama menjalani
perawatan di rumah sakit diantaranya (Nursalam, 2012): Hak untuk dihormati,
pasien diperlakukan dengan martabat, dan dihargai hak privasinya. Hak
kerahasiaan yaitu tidak ada informasi tentang pasien yang akan diberikan kepada
siapapun di luar tim perawatan tanpa persetujuan pasien. Hak untuk mendapatkan
penjelasan dan melakukan persetujuan yaitu pasien dapat menerima segala
informasi secara jujur, terbuka, memadai, dan sesuai yang direkomendasikan.
Selain itu, pasien juga berhak untuk mengajukan pertanyaan, menerima jawaban,
dan meminta advokat jikadiperlukan. Hak untuk menerima pengobatan yang aman
dan berkualitas yaitu pasien memiliki hak untuk mendapatkan pengobatan yang
berkualitas tinggi dari para profesional yang terlatih dan berkualitas. Hak untuk
menolak pengobatan yaitu pasien berhak untuk menolak pengobatan apapun yang
ditawarkan kepadanya dengan menandatangi surat persetujuan dan berhak untuk
mencari alternatif pengobatan yang lain. Hak untuk mendapatkan lingkungan
8

yang nyaman yaitu pasien berhak untuk mendapatkan tempat yang nyaman,
tenang, santai untuk beribadah, berdoa, atau bermeditasi. Pasien juga dapat
meminta tempat yang diinginkannya dengan berbicara langsung dengan perawat
atau melalui permintaan secaratertulis. Hak untuk mendapatkan keamanan yaitu
pasien berhak menerima pelayanan di lingkungan yang aman dan mendukung
perawatannya.

2.1.2.7 Kewajiban-kewajibanPasien
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Normor 69 Tahun
2014 tentang kewajiban rumah sakit dan kewajiban pasien, antara lain 1)
mematuhi peraturan yang berlaku di rumah sakit, 2) menggunakan fasilitas rumah
sakit secara bertanggungjawab, 3) menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung
dan hak tenaga kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di rumah sakit, 4)
memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai kemampuan dan
pengetahuannya tentang masalah kesehatannya, 5) memberikan informasi
mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan yang dimilikinya, 6)
mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan di rumah
sakit dan disetujui oleh pasien yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, 7) menerima segala konsekuensi
atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana terapi yang direkomendasikan
oleh tenaga kesehatan atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya, dan
8) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima (Kemenkes, 2014).

2.1.3 Tujuan Orientasi Ruangan


Menurut Ariyanti (2015), tujuan orientasi ruang operasi meliputi :
2.1.3.1 Pasien dan keluarga memahami tentang peraturan rumah sakit.
2.1.3.2 Pasien dan keluarga memahami tentang semua fasilitas yang tersedia
dan cara penggunaannya.
2.1.3.3 Menerima dan menyambut kedatangan pasien dengan hangat dan
terapeutik.
9

2.1.3.4 Meningkatkan komunikasi antara perawat dengan pasien.


2.1.3.5 Mengetahui kondisi dan keadaan pasien secara umum.

2.1.4 Manfaat Orientasi


Adapun manfaat orientasi menurut Hastuti, (2008) yaitu membina hubungan
saling percaya antara perawat dan pasien. Meningkatkan pemahaman pasien dan
keluarga tentang peraturan rumah sakit serta semua fasilitas yang tersedia beserta
cara penggunaannya. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga terkait
kondisi klien. Menurunkan tingkat dan sifat kecemasan, menurunkan stress,
menurunkan gelaja depresi, meningkatkan koping dan dapat meningkatkan
kepuasan pasien.

2.1.5 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Orientasi Ruangan


2.1.5.1 Orientasi dilakukan saat pertama kali pasien datang (24 jam pertama) dan
kondisi pasien sudah tenang.
2.1.5.2 Orientasi dilakukan oleh PP (perawat primer). Bila PP tidak ada PA
(Perawat asosiet) dapat memberikan orientasi untuk pasien dan keluarga,
selanjutnya orientasi harus dilengkapi kembali oleh PP sesegera mungkin.
Hal ini penting karena PP yang bertanggung jawab terhadap semua
kontrak atau orientasi yang dilakukan.
2.1.5.3 Orientasi diberikan pada pasien dan didampingi anggota keluarga yang
dilakukan di kamar pasien dengan menggunakan format orientasi.
Selanjutnya pasien diinformasikan untuk membaca lebih lengkap format
orientasi yang ditempelkan di kamar pasien.
2.1.5.4 Setelah orientasi, berikan daftar nama tim atau badge kepada pasien dan
keluarga kemudian gantungkan daftar nama tersebut pada laci pasien.
2.1.5.5 Orientasi ini diulang kembali minimal setiap dua hari oleh PP atau yang
mewakili, terutama tentang daftar nama tim yang sudah diberikan,
sekaligus menginformasikan perkembangan kondisi keperawatan pasien
dengan mengidentifikasi kebutuhan pasien.
10

2.1.5.6 Pada saat penggantian dinas (di kamar pasien), ingatkan pasien nama
perawat yang bertugas saat itu, bila perlu anjurkan pasien atau keluarga
melihat pada daftar nama tim.

2.1.6 Tahapan Orientasi


Menurut Nursalam, (2012) ada beberapa tahapan orientasi yang harus kita lakukan
antara lain: Pasien datang di ruangan diterima oleh kepala ruangan/perawat
primer/perawat yang diberi delegasi. Perawat memperkenalkan diri kepada klien
dankeluarganya. Perawat menunjukkan kamar/tempat tidur klien dan mengantar
ke tempat yang telahditetapkan.Perawat bersama karyawan memindahkan pasien
ke tempat tidur (apabila pasien datang dengan branchard/kursi roda) dan berikan
posisi yang nyaman.Perawat melakukan pengkajian terhadap pasien dengan sesuai
format. Perkenalkan pasien baru dengan pasien yang berada satu kamar. Setelah
pasien tenang dan situasi sudah memungkinkan perawat memberikan informasi
kepada klien dan keluarga tentang orientasi ruangan, perawatan (termasuk
perawat yang bertanggung jawab dan sentralisasi obat), medis (dokter yang
bertanggung jawab) dan tata tertib ruangan. Perawat menanyakan kembali tentang
kejelasan informasi yang telah disampaikan.Apabila pasien atau keluarga sudah
jelas, maka diminta untuk menandatangani informed consent sentralisasi obat.
Perawat menyerahkan kepada pasien lembar kuesioner tingkat kepuasan pasien.

2.2 Ruang Operasi


Ruang operasi adalah suatu ruangan yang terdapat pada penyedia fasilitas
kesehatan dimana prosedur bedah yang menggunakan pembiusan dilakukan.
Definisi lain dari ruang operasi adalah suatu unit khusus yang digunakan untuk
melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan
keadaan steril (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993). Menurut
Wiliamson, (2002). Kamar operasi adalah ruangan di dalam rumah sakit yang
dipakai untuk melaksanakan operasi mayor dan secara khusus hanya dipakai
untuk prosedur bedah bukan untuk intervensi pengobatan.
11

Kamar operasi terdapat tiga pembagian area. Pertama adalah area non steril yang
terdiri dari ruangan administrasi, ruangan penerimaan pasien, ruang konferensi,
area persiapan pasien, ruang istirahat dokter, ruang ganti pakaian. Area yang
kedua adalah area semi steril yang terdiri dari ruang pemulihan atau recovery
room, ruang penyimpanan alat dan material operasi steril, ruang penyimpanan
obat-obatan, ruang penampungan alat dan instrumen kotor, ruang penampungan
linen kotor, ruang penampungan limbah atau sampah operasi, ruang resusitasi
bayi dan ruang untuk tindakan radiologi sederhana. Area yang ketiga yaitu area
steril yang terdiri dari ruang tindakan operasi, ruang cuci tangan atau scub area
dan ruang induksi. Pada area steril harus selalu terjaga kebersihan dan kondisi
steril harus benar–benar terjaga (Kemenkes, 2012).

Tahap-tahap yang dilakukan sebelum pembedahan adalah persiapan fisik,


persiapan mentasl atau psikis, latihan sebelum operasi (Preoperatif exercise),
informed consent, dan pemberian obat-obatan pre medikasi (Majid dkk, 2012).
Adapun tahapan pra penerimaan pasien pra operasi (Menurut Nursalam, 2012)
diantaranya : Menyiapkan kelengkapan administrasi. Menyiapkan kelengkapan
kamar operasi sesuai prosedur operasi yang akan dilakukan. Menyiapkan format
penerimaan pasien yang akan dilakukan dilakukan tindakan operasi. Menyiapkan
format pengkajian pre operasi. Menyiapkan informed consent sentralisasi/
pengelolaan obat. Menyiapkan lembar tata tertib ruang operasi.

Menurut Triyoga, (2018), persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai


sejak pasien masuk ke ruang perawatan sampai saat pasien berada di kamar
operasi sebelum tindakan pembedahan dilakukan. Tahap-tahap yang
dilakukan sebelum pembedahan adalah persiapan fisik, persiapan
mental/psikis, latihan sebelum operasi (Preoperatif exercise), informed
consent, dan pemberian obat-obatan pre-medikasi. Dukungan mental atau
psikispasien dapat dilakukan dengan cara membantu pasien mengetahui
tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan
informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh
12

pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi,


memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum tindakan persiapan operasi
sesuai dengan tingkat perkembangan, dan gunakan bahasa yang sederhana.

Berdasarkan hasil penelitian Santoso, (2016) menurut distribusi frekuensi


responden tentang lama waktu pemindahan di dapatkan hasil sebagian dari 46
responden 18 orang di pindahkan dalam rentang waktu 13-22 menit dan 12
responden dipindahkan dalam rentang waktu 32-41 menit. Hasil penelitian
menyatakan ada 18 responden di pindahkan ke ruang perawatan dalam rentang
waktu 13-22 menit, hal ini dikarenakan pada saat di teliti keadaan ruang
pemulihan penuh sehingga tidak memungkinkan untuk ditatalaksana secara
optimal, mereka hanya berpedoman dari nilai Alderrt score lebih dari 7 segera di
pindahkan. Dan ada 12 responden di pindahkan dalam rentang waktu 32-41 menit
hal inidi sebabkan karena nilai Alderrt score lebih dari 7 lama terpenuhi, faktor
lain adalah perawat ruangan yang menjemputnya hal ini dikarenakan kesibukan
perawat di bangsal.

Menurut Latief,(2001) perpindahan pasien dari ruang pemulihan ke ruang


perawatan bisa dilakukan apabila nilai Aldrette score sudah mencapai lebih dari 7.
Penilaian ini berdasarkan dari penilaian 5 tanda objektif yaitu aktivitas, respirasi,
sirkulasi, tingkat kesadaran dan warna kulit. Hal ini juga sama dengan Instruksi
Kerja yang berlaku di Instalasi Bedah Sentral RSUD Kebumen. Selain itu
penyebab lain lama tidaknya pasien dipindahkan di ruang pemulihan adalah mutu
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas ruang pemulihan. Hal ini
senada dengan yang di ungkapkan oleh Parasuraman, (1995) dimensi mutu
pelayanan yang berpengaruh lama tidaknya pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan adalah responsiveness petugas ruang pemulihan. Responsiveness (cepat
tanggap) yaitu kemauan untuk membantu pelanggan (konsumen) dalam
menyediakan jasa/ pelayanan yang cepat dan tepat.
13

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan di ruang interna RSUD Papua
Barat, sebagian besar pasien setelah dilakukan orientasi tidak mengalami
kecemasan. Orientasi adalah mengenalkan segala sesuatu tentang rumah sakit
meliputi: lingkungan rumah sakit, tenaga kesehatan, peraturan rumah sakit,
prosedur tindakan, pasien lain, biaya perawatan dan penyakitnya. Perawat dan
pasien bekerja sama untuk menganalisa situasi sehingga mereka dapat mengenali,
memperjelas dan menentukan eksistensi sebuah masalah. Dengan demikian pasien
dapat mempersiapkan diri dari keadaan cemas kearah kondisi yang lebih
kontruktif dalam menghadapi masalahnya (Purwadarminta,1999). Dari uraian di
atas bahwa seseorang yang masuk rumah sakit setelah dilakukan orientasi tidak
mengalami kecemasan dalam hal ini fokus utama perawat adalah
mengorientasikan pasien dengan baik, dan tanggung jawab perawat adalah untuk
mempersiapkan pasien baik secara fisik maupun psikologis terhadap perawatan
sehingga tingkat kecemasan pasien setelah dilakukan orientasi dapat
diminimalkan.

2.3 Kecemasan
2.3.1 PengertianKecemasan
Pasien pre operasi biasanya akan mengalami kecemasan karena tindakan operasi
merupakan salah satu terapi yang dapat mengancam, baik potensial maupun aktual
terhadap tubuh, dan jiwa seseorang yang dapat mengakibatkan perasaan takut,
tidak nyaman dan kecemasan pada pasien (Hawari, 2011). Persiapan operasi
dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien masuk ke ruang perawatan sampai
saat pasien berada di kamar operasi sebelum tindakan pembedahan dilakukan.
Persiapan mental dapat dilakukan oleh keluarga dan perawat dengan cara
membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien
sebelum operasi, memberikan informasi hal-hal yang akan dialami pasien selama
proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi sehingga diharapkan dapat
mengurangi tingkat kecemasan pasien. (Majid dkk, 2012).
Kecemasan adalah perasaan ketidaknyamanan atau perasaan takut dan cemas akan
terjadi suatu hal yang disertai respon tidak spesifik, disebabkan karena antisipasi
14

bahaya atau peringatan bahaya yang akan datang sehingga mempengaruhi


individu dalam mengambil keputusan. Kecemasan merupakan respons terhadap
suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau
konfliktual. Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam
memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada
beberapa situasi dan hubungan interpersonal (Sadock&Kaplan, 2010). Kecemasan
pada invidu dapat terjadi melalui proses atau rangkaian yang dialaminya, salah
satunya adalah tindakan operasi. Individu menggangap ada situasi yang
mengancam maka respon fisiologis yang dialami individu seperti denyut nadi
meningkat dan tekanan darah meningkat. Kecemasan yang dialami pada pasien
pre operasi berhubungan dengan menghadapi penbiusan, rasa nyeri, kegagalan
atau kematian saat operasi (Spielberg dalam Atikah, 2011).

Kecemasan berbeda dengan rasa takut, perbedaan antara rasa takut dan kecemasan
yaitu rasa takut terjadi karena adanya suatu objek sumber yang spesifik dan dapat
di identifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu sedangkan kecemasan diartikan
sebagai suatu kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan
penyebab atau objek yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya. Sebagai contoh kekhawatiran menghadapi operasi
atau pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi kecacatan),
kekhawatiran terhadap anestesi atau pembiusan (misalnya takut terjadi kegagalan
anestesi/meninggal, takut tidak bangun lagi) dan lain-lain (Smeltzer & Bare,
2008).

2.3.2 Penyebab Kecemasan


Faktor-fakor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien pre operasi antara lain
faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor psikologis terjadi akibat implus-
implus bawah sadar yang masuk kealam sadar seperti tidak didampingi oleh orang
tua, anak, suami ataupun keluarga lainnya, faktor pendidikan pasien juga
mempengaruhi kecemasan yaitu tingkat pendidikan yang rendah lebih sering
15

mengalami kecemasan dan kurangnya dukungan dari perawat. Sedangkan faktor


biologis terjadi akibat reaksi saraf otonom yang berlebihan dengan sistem tonus
saraf simpatis naik sehingga menyebabkan kecemasan. Faktor yang
mempengaruhi kecemasan selain biologis dan faktor psikologis yaitu faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi usia pasien, jenis kelamin,
pengalaman pasien menjalani pengobatan, konsep diri danperan. (Sadock &
Kaplan, 2009).

2.3.2.1 Usia Pasien


Kecemasan dapat terjadi pada semua usia, usia akan mempengaruhi tingkat
kecemasan. Pada bayi kecemasan lebih disebabkan karena perpisahan, lingkungan
atau orang yang tidak dikenal. Kecemasan pada remaja mayoritas disebabkan
oleh perkembangan seksual dan perubahan hubungan dalam kelompok sebaya.
Kecemasan pada dewasa berhubungan dengan ancaman konsep diri.
Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri, namun lanjut usia lebih
beresiko mengalami kecemasan karena terjadinya proses penuaan yang
dialaminya akan membuat lanjut usia kesulitan untuk menyesuaikan. Pada lanjut
usia kecemasan lebih banyak terjadi pada perempuan (Kaplan & Sadock, 2009).
Kategori usia menurut Depkes RI, (2009), yaitu masa dewasa awal 26-45 tahun,
masa dewasa akhir 46-64 tahun, masa lansia >65tahun.

2.3.2.2 Jenis kelamin


Perempuan lebih sering mengalami kecemasan dibandingkan laki-laki. Perempuan
memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini
disebabkan bahwa perempuan lebih peka dengan emosinya yang pada akhirnya
memperngaruhi perasaan cemasnya (Kaplan & Sadock,2009).

2.3.2.3 Pengalaman Pasien Menjalani Pengobatan


Pengalaman pertama pada pasien dalam menjalani pengobatan cenderung
mengalami kecemasan. Pengalaman pertama merupakan pengalaman-
pengalaman yang sangat berharga yang terjadi pada individu terutama pada masa
16

yang akan datang, pengalaman pertama ini sebagai bagian penting dalam
menentukan kondisi mental individu di kemudian hari.

2.3.2.4 Tingkat Pendidikan


Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing-masing. Pendidikan pada
umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola tingkah laku dan pola
pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam
mengidentifikasi stressor dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat
pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus.

2.3.2.5 Akses Informasi


Pemberian informasi sangat penting agar membentuk pendapat berdasarkan
sesuatu yang diketahuinya. Informasi adalah segala penjelasan yang didapatkan
pasien sebelum tindakan operasi terdiri dari tujuan operasi, proses terapi, resiko
dan komplikasi serta alternative tindakan yang tersedia, serta proses adminitrasi
(Smeltzer & Bare, 2008).

2.3.2.6 Komunikasi Terapeutik


Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi perawat maupun pasien, terlebih bagi
pasien yang akan menjalani operasi. Hampir sebagian besar pasien yang
menjanlani operasi mengalami kecemasan. Pasien sangat membutuhkan
penjelasan yang baik dari perawat. Komunikasi yang baik diantara mereka akan
menentukan tahap terapi selanjutnya. Pasien yang cemas saat akan menjalani
operasi kemungkinan mengalami efek yang membahayakan.

2.3.3 Tingkat Kecemasan


Menurut Peplau dalam Videbeck, (2008) ada empat tingkat kecemasan, yaitu
ringan, sedang, berat dan panik. Pada masing-masimg tahap individu
memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan kognitif dan respon emosional
ketika berupaya menghadapi ansietas.
17

2.3.3.1 Kecemasan Ringan


Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari- hari,
kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang
persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan
kreativitas. Respon fisiologis ditandai dengan sesekali napas pendek, nadi dan
tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar.
Respon kognitif merupakan lapang persepsi luas, mampu menerima rangsangan
yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif.
Respon perilaku dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada
tangan, suara kadang- kadang meningkat. Kecemasan ringan mempunyai
karakteristik yang berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari,
kewaspadaan mengingkat, persepsi terhadap lingkungan meningkat.

2.3.3.2 Kecemasan Sedang


Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami
perhatianyang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Respon
fisiologis: sering napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering,
diare, gelisah. Respon kognitif seperti persepsi menyempit, rangsangan luar tidak
mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. Respon perilaku
dan emosi: meremas tangan, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan
perasaan tidak enak.

2.3.3.4 Kecemasan Berat


Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang terhadap sesuatu yang terinci dan
spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan
untuk menghentikan ketegangan individu dengan kecemasan berat memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon
fisiologi: napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat,
ketegangan dan sakit kepala. Respon kognitif: lapang persepsi, amat sempit, tidak
18

mampu menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi perasaan ancaman


meningkat. Kecemasan berat mempunyai katarakteristik yaitu individu hanya
memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain.

2.2.4 Alat Ukur Kecemasan (HARS)


Hamilton Rating Scale Anxiety (HAR-S) dirancang oleh Hamilton (1959).
Kuesioner ini digunakan untuk mengukur kecemasan pada gejala psikologis dan
gejala fisiologis. Kuesioner ini terdiri dari 14 pertanyaan dengan jawaban
menggunakan skala pengukuran likert 0-4. Kuesioner HARS terdapat 5 jenis hasil
yaitu tidak ada kecemasan, kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan
berat, kecemasan berat sekali. Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun
1959, yang diperkenalkan oleh Max Halminton dan sekarang telah menjadi
standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian clinical trial. Skala
HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan Reliabilitas cukup tinggi untuk
melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian clinical trial yaitu 0,93 dan
0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan
menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable (Mc
Dowell, 2009).
Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) dalam penilaian kecemasan terdiri
dari 14 item, yang meliputi :
2.2.4.1 Perasaan cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
2.2.4.2 Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
2.2.4.3 Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal
sendiri dan takut pada binatang besar.
2.2.4.4 Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur
tidak puas dan mimpi buruk.
2.2.4.5 Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi.
2.2.4.6 Gejala depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi,
sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
19

2.2.4.7 Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak
stabil dan kedutan otot.
2.2.4.8 Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah
dan pucat serta merasa lemah.
2.2.4.9 Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri dada, denyut nadi mengeras dan
detak jantung hilang sekejap.
2.2.4.10 Gejala pernafasan: rasa tertekan didada, perasaan tercekik, sering
menarik nafas panjang dan merasa nafas pendek.
2.2.4.11 Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipsi, berat badan menurun,
mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan
panas diperut.
2.2.4.12 Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing,
amenorrhea, ereksi lemah atau impotensi.
2.2.4.13 Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bilu
kuduk berdiri, pusing atau sakit kepala.
2.2.4.14 Perilaku sewaktu wawancara: Gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan
dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan nafas pendek
dan cepat.
Adapun cara penilaian kecemasan HARS adalah dengan memberikan nilai dengan
kategori: nilai0 artinya tidak ada gejala sama sekali, 1 artinya satu dari gejala yang
ada, 2 artinya sedang/separuh dari gejala yang ada, 3 artinya berat/lebih dari
separoh gejala yang ada, dan 4 artinya sangat berat semua gejala ada.
Setelah kita mengetahui cara penilaiannya, ada pula penentuan derajat kecemasan
yaitu dengan cara menjumlah nilai skor da item 1-14 dengan hasil. Apabila Skor
kurang dari 6 maka tidak ada kecemasan, jika skor 7-14 maka mengalami
kecemasan ringan, jika skor 15-27 maka pasien mengalami kecemasan sedang dan
apabila Skor lebih dari 27 maka pasien mengalami kecemasan berat.
20

2.2.5 Penatalaksanaan Kecemasan


2.2.5.1 Teknik Distraksi
Teknik distraksi adalah suatu proses pengalihan dari fokus atau perhatian pada nyeri ke
stimulus yang lain. Teknik distraksi adalah salah satu pendekatan yang dapat
dilakukan untuk mengalihkan fokus dan perhatian anak atau orang dewasa pada
nyeri ke stimulus yang lain. Teknik distraksi merupakan suatu metode untuk
mengatasi nyeri atau kecemasan dengan mengalihkan perhatian pasien. Menurut
Qittun (2009), macam-macam teknik distraksi antara lain distraksi visual, distraksi
pendengaran, pernafasan, intelektual, dan imajinasi terbimbing.

2.2.5.2 Teknik Relaksasi


Teknik relaksasi adalah salah satu bentuk terapi berupa pemberian instruksi
kepada seseorang untuk menutup mata dan berkonsentrasi pada pernafasan
sehingga akan tercipta keadaan yang nyaman dan tenang, serta memberikan
instruksi berupa gerakan-gerakan mulai dari kepala sampai kaki yang tersusun
secara sistematis untuk melatih otot menjadi rileks. Otot yang dilatih antara lain
otot lengan, tangan, bahu, leher, wajah, perut, dan kaki. Mengendurnya otot-otot
tubuh yang tegang menjadi rileks (santai) akan tercipta suasana perasaan yang
tenang dan nyaman (Beck, 1995; Wirahmihardja, 2004; Kurniawan,2009).
Perasaan yang tenang dan nyaman akan menopang lahirnya pola pikir dan tingkah
laku yang positif, normal, dan terkontrol. Teknik relaksasi merupakan metode
yang bisa digunakan untuk mengatasi kecemasan (Potter & Perry, 2010). Teknik
relaksasi yang bisa digunakan yaitu relaksasi dengan melakukan pijatan pada
bagian tubuh tertentu dalam beberapa kali akan membuat perasaan lebih tenang,
relaksasi dengan mendengarkan musik, meditasi, relaksasi progresif, relaksasi
imajinasi terbimbing, dan teknik relaksasi hipnosis lima

Hasil penelitian menunjukkan rerata skala kecemasan sebelum diberikan teknik


relaksasi nafas dalam pada kelompok kontrol (4 jam sebelum pasien masuk ruang
operasi) sebesar 4,37 turun menjadi 2,25 sesudah diberikan teknik relaksasi nafas
dalam. Sebelum intervensi responden cenderung mengalami cemas sedang dan
21

sesudah intervensi menjadi cemas ringan, penurunannya sebesar 48,5% dengan


selisih mean 2,12.Suatu situasi yang harus dihadapi pasien minimal 4 jam sebelum
dilakukannya tindakan pembedahan dimana pada saat itu seseorang masih sadar
sepenuhnya, mampu berkomunikasi baik, dan kooperatif. Pasien akan mengalami
stresor terbesar yaitu 4 jam sebelum pasien masuk ke ruang operasi dimana
seseorang akan mengalami peningkatan kecemasan (Suprapto, Utami, & Supriati,
2012). Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Suprapto, Utami,
dan Supriati, (2012) menunjukkan bahwa intervensi keperawatan mandiri yang
diberikan 4 jam sebelum pasien menjalani operasi efektif terhadap penurunan
kecemasan pre operasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang peneliti lakukan di
RSUD Tugurejo Semarang pada kelompok kontrol dengan memberikanintervensi
4 jam sebelum pasien masuk ruang operasi, didapatkan p-value 0,000 disimpulkan
bahwa ada pengaruh intervensi keperawatan yang diberikan 4 jam sebelum pasien
masuk ruang operasi terhadap penurunan kecemasan pre operasi. Namun, pada
penelitian ini peneliti menambahkan perlakuan dengan melakukan pengukuran
kecemasan kembali 45 menit sebelum pasien masuk ruang operasi, mengalami
peningkatan skala kecemasan dari sebelumnya 2,25 menjadi 7,25. Sesudah
intervensi responden cenderung mengalami cemas ringan, terjadi peningkatan
pada 45 menit sebelum pasien masuk ruang operasi menjadi cemas berat, dengan
peningkatannya sebesar 68,9%.

2.2.5.3 Orientasi Ruang Operasi


Orientasi adalah mengenalkan segala sesuatu tentang rumah sakit meliputi:
lingkungan rumah sakit, tenaga kesehatan, peraturan rumah sakit, prosedur
tindakan, pasien lain, biaya perawatan dan penyakitnya. Perawat dan pasien
bekerja sama untuk menganalisa situasi sehingga mereka dapat mengenali,
memperjelas dan menentukan eksistensi sebuah masalah. Dengan demikian pasien
dapat mempersiapkan diri dari keadaan cemas kearah kondisi yang lebih
kontruktif dalam menghadapimasalahnya (Purwadarminta,1999).
22

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa data hasil


penelitian yang telah dilaksanakan di ruang interna RSUD Kabupaten Papua
Barat, sebagian besar pasien sebelum dilakukan orientasi mengalami tingkat
kecemasan sedang yang meliputi : perasaan cemas, ketegangan, ketakutan dan
perilaku saat wawancara. Pasien saat masuk rumah sakit sebelum diberikan
orientasi seringkali mengalami kecemasan, kecemasan ini tidak hanya dialami
oleh pasien tapi juga oleh keluarga. Hal ini dapat disebabkan karena ketidak
tahuan tentang kegiatan yang ada di rumah sakit dan memerlukan penjelasan lebih
lanjut(Purwadarminta,1999). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, di ruang
interna RSUD PapuaBarat, sebagian besar pasien setelah dilakukan orientasi tidak
mengalami kecemasan.
23

2.4 Kerangka Teori

Faktor Kecemasan Pre Kecemasan


TingkatKecemasan
Operasi Pre Operasi
1. Faktor Intrinsik
meliputi usia 1. Ringan

pasien, pengalaman 2. Sedang

pasien menjalani 3. Berat

pengobatan, konsep 4. Panik

diri danperan
2. Faktor Ekstrinsik
meliputi Kondisi Terapi Non Terapi
medis (Diagnosa Farmakologi Farmakologi
penyakit) a. Distraksi misalnya dengan anti
tingkatpendidikan, dukunganspiritual ansietasdan
Proses adaptasi, b. Relaksasi misalnya anti depresen.
tingkat social, relaksasi
ekonomi, jenis progresif,
terapi pengobatan, relaksasi imajinasi
komunikasi terbimbing
terapeutik. c. Orientasi

Gambar 2.1 Kerangka Teori sumber:(Sadock & Kaplan 2009, Peplau


dalamVidebeck 2008,Issacs dalam Irianto, dkk ,2014).
24

2.4 Kerangka Konsep Penelitian


Variabel Independen Variabel Dependen

Orientasi Ruang Operasi Tingkat kecemasan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.5 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang secara
teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya
(Setiawan & Saryono, 2010).

2.5.1 Hipotesis Nihil (Ho)


Tidak ada pengaruh antara orientasi ruang operasi terhadap tingkat kecemasan
pada pasien pre operasi.

2.5.2 Hipotesis Alternatif (Ha)


Ada pengaruh antara Orientasi Ruang Operasi terhadap tingkat kecemasan pada
pasien pre operasi.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Metode
kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifiknya adalah
sistematis, terencana dan terstruktur jelas sejak awal hingga penelitian. Metode
ini digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan
data menggunakan instrument penelitian, analisis bersifat kuantitatif atau statistik
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang ditetapkan (Sugiyono, 2012).

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimental


dengan desain penelitian posttest-only control group. Dalam desain ini
pengukuran data dilakukan setelah diberikan perlakuan, terdapat dua kelompok
yaitu kelompok pertama diberikan perlakuan (X) dan kelompok lainnya tidak.
Kelompok yang diberikan perlakuan disebut kelompok eksperimen dan
kelompok yang tidak diberikan perlakuan disebut kelompok kontrol (Sugiyono,
2012).
Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

X1 Y O1
X2 Y0 O2

Gambar 3.1 Bentuk desain penelitian posttest-only control group


Keterangan :
X1 : Kelompok Eksperimen
X2 : Kelompok Kontrol
Y : Perlakuan pemberian orientasi ruang operasi
Y0 : Tidak ada pemberian orientasi ruang operasi
O1 : Post test untuk kelompok eksperimen
O2 : Post test untuk kelompok kontrol
26

3.2 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data


3.2.1 Alat Penelitian
Menurut Arikunto (2010) instrumen penelitian merupakan alat bantu. Secara
minimal alat bantu tersebut berupa pertanyaan yang akan ditanyakan sebagai
catatan, serta alat tulis untuk menuliskan jawaban yang diterima. Alat
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Standar Pelayanan
Operasinal (SPO) dan kuesioner. Standar Prosedur Operasional merupakan suatu
pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi
dan alat penilaian kinerja berdasarkan indikator-indikator teknis, administrasi
dan prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja
yang bersangkutan (Tjipto Atmoko, 2011). SPO yang digunakan dalam penelitian
yaitu orientasi ruang operasi adalah memberikan orientasi kepada pasien dan
keluarga tentang segala sesuatu tentang rumah sakit yang meliputi lingkungan
ruang operasi, tenaga kesehatan, peraturan ruang operasi, prosedur tindakan
operasi, dan biaya perawatan.

Alat penelitian yang berikutnya yaitu dengan menggunakan kuisioner Hamilton


Rating Scale Anxiety (HAR-S) dirancang oleh Hamilton (1959). Kuesioner ini
digunakan untuk mengukur kecemasan pada gejala psikologis dan gejala
fisiologis. Kuesioner ini terdiri dari 14 pertanyaan dengan jawaban menggunakan
skala pengukuran likert 0-4. Kuesioner HARS terdapat 5 jenis hasil yaitu skor
<14 tidak ada kecemasan, skor 14-20 kecemasan ringan, skor 21-27 kecemasan
sedang, skor 28-41 kecemasan berat, skor 42-56 kecemasan berat sekali.Skala
HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max
Halminton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran kecemasan
terutama pada penelitian clinical trial. Skala HARS telah dibuktikan memiliki
validitas dan Reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan
pada penelitia clinical trial yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa
pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil
yang valid dan reliable (Mc Dowell, 2009).
27

Jenis pertanyaan yang digunakan adalah Closedended Questions yaitu suatu


kuesioner dimana pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan jawaban pilihan,
sehingga responden tinggal memilih jawaban yang telah disediakan dengan
memberikan tanda (√) pada jawaban yang sesuai.

3.2.2 Cara Pengumpulan Data


Cara pengumpulan data yang dilakukan peneliti untuk memperoleh data dari
responden dengan dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap
persiapan penelitian dilakukan dengan cara peneliti menyusun proposal dan
melaksanakan sidang proposal pada tanggal 11 Maret 2020. Setelah proposal
disetujui, peneliti mengajukan surat ijin penelitian kepada prodi yang dilanjutkan
mengurus surat ijin penelitian kepada Manager Keperawatan Rumah Sakit Mitra
Siaga Tegal, setelah memperoleh surat balasan/ijin penelitian dilanjutkan dengan
menyerahkan surat ijin penelitian pada bagian pelayanan Rumah Sakit Mitra
Siaga Tegal yang diteruskan pada bagian diklat agar dapat melakukan penelitian
ditempat tersebut.

Langkah selanjutnya yaitu tahap pelaksanaan. Setelah mendapatkan surat ijin


dari diklat Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal peneliti menyerahkan surat ijin kepada
Kepala Ruang Instalasi Bedah sentral untuk diijinkan pengambilan data
responden yang dibagi menjadi data primer dan data sekunder. Data primer
didapatkan dengan cara mengamati langsung responden yang akan diteliti yaitu
pada pasien pre operasi sedangkan data sekunder berasal dari data rekam medik
Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal tentang pasien pre operasi yang menjalani rawat
inap. Peneliti melakukan penelitian tanpa dibantu asisten peneliti (enumerator).

Cara pengumpulan adalah dengan memberikan kuesioner HARS kepada


responden untuk mengetahui tingkat kecemasan responden, pada metode ini
mengharuskan peneliti bertatap muka secara langsung dengan responden.
Pengukuran tingkat kecemasan dilakukan setelah diberikan intervensi orientasi
28

pada kelompok eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol hanya diukur


tingkat kecemasan dan tidak diberikan intervensi orientasi tetapi mengajarkan
teknik relaksasi napas dalam sesuai dengan tindakan perawat untuk mengatasi
kecemasan.

Tahap pelaksanaan peneliti menentukan subjek untuk responden untuk menjadi


kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, peneliti menetapkan pasien pre
operasi di Rumah Sakit Mitra Siaga sebagai kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Peneliti mengumpulkan data pada kelompok eksperimen terlebih dahulu.
Pengisian kuesioner dilakukan di ruang operasi dan kuesioner diisi sendiri oleh
responden. Tetapi ada satu pasien yang tidak dapat mengisi sendiri dikarenakan
keadaan pasien yang tidak memungkinkan, sehingga kuesioner diisi oleh peneliti
dengan cara membacakan dan pasien memberikan jawabannya. Setelah data
terkumpul selanjutnya mengambil data pada kelompok kontrol.

Pada minggu pertama peneliti akan meminta persetujuan untuk menjadi responden
kelompok eksperimen dengan menandatangani informed consent. Selanjutnya
pada kelompok eksperimen, peneliti akan memberikan intervensi orientasi
ruanganpada pasien di ruang operasi.Kemudian pada minggu berikutnya peneliti
akan meminta persetujuan pada responden kelompok kontrol untuk
menandatangani informed consent, peneliti langsung memberikan kuesioner pada
kelompok kontrol di ruang rawat inap sebelum pasien di antar ke ruang operasi.
Seharusnya pengambilan data pada kelompok kontrol di ruang operasi,
sehubungan adanya pandemi covid 19 peneliti mengambil data di ruang rawat
inap. Pada kelompok kontrol peneliti tidak memberikan orientasi ruang operasi
terlebih dahulu tetapi mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam.

Pada fase orientasi peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan
tujuan pemberian terapi orientasi, selanjutnya pada fase kerja peneliti memandu
responden untuk melakukan orientasi ruang selama 10 menit, peneliti juga
mengamati respon responden setiap langkah intervensi yang diberikan. Fase
29

terminasi, peneliti mengevaluasi kegiatan dan kontrak waktu dengan pasien untuk
pengisian kuesioner HARS yang diberi jeda selama 1 jam dari pemberian
intervensi, orientasi ruang ini hanya diberikan satu kali.

Kelompok kontrol, peneliti tidak memberikan intervensi orientasi ruang hanya


mengukur tingkat kecemasan menggunakan HARS tetapi mengajarkan teknik
relaksasi napas dalam sesuai dengan tindakan perawat untuk mengatasi
kecemasan. Teknik relaksasi napas dalam diberikan setelah pengukuran tingkat
kecemasan menggunakan kuesioner HARS. Proses pengumpulan data
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian.Apabila seseorang ingin
meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian maka ini merupakan
populasi.Studi atau penelitiannya juga di sebut studi populasi atau studi kasus
(Sugiyono,2014). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang akan
melaksanakan operasi di RS Mitra Siaga Kabupaten Tegal sebanyak 30 pasien.
Pasien operasi rata-rata setiap bulan kurang lebih 40 pasien.

3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non probability sampling.
Teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan
peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2012). Pendekatan teknik non probability
sampling yang digunakan adalah total sampling. Total sampling adalah teknik
pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono,
2007).
30

3.3.3 Besar Sampel


Menurut Sugiyono (2010) sampel yang bisa digunakan pada penelitian
eksperimen sederhana yang menggunakan kelompok eksperimen dan kontrol
yaitu antara 15 sampai 30 sampel setiap anggota kelompok. Dalam penelitian ini,
peneliti menetapkan 30 sampel yaitu membagi sampel tersebut masing-masing 15
sampel pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol selama bulan Februari
sampai Maret 2020.

Penentuan sampel penelitian perlu di perhatikan kriteria sampel agar hasil


penelitian sesuai dengan tujuan. Menurut Nursalam (2012), ada dua kriteria
sampel penelitian yang perlu dicantumkan yaitu kriteria inklusi dan eksklusi.

3.3.3.1 Kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian suatu populasi yang
terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2012). Kriteria inklusi dalam penelitian
iniyaitu pasien yang akan menjalani operasi, kondisi pasien stabil secara
psikologis (sehat secara mental) dan fisiologis (kesadaram composmentis), pasien
berada di ruang inap 1 hari sampai 1 jam sebelum dilakukan tindakan operasi,
pasien bersedia menjadiresponden

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang tidak


memenuhi inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2012). Kriteria
eksklusi yang terdapat dalam penelitian ini diantaranya : pasien anak, pasien
dengan depresi berat dan gangguan jiwa.
31

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian


3.4.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal yaitu di Ruang
Operasi. Alasan mengapa penelitian dilakukan di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal
karena Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal merupakan Rumah Sakit rujukan yang
ada di Kabupaten Tegal, dan sebagai pelayanan medikal bedah yang menangani
kasus-kasus bedah.

3.4.2 WaktuPenelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2020.

3.5 Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran


Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa definisi operasional adalah untuk membatasi
ruang lingkup atau pengertian variabel yang di amati atau di teliti,variabel-
variabel tersebut perlu di beri batasan. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2
variabel yaitu variabel bebas (orientasi ruang operasi) dan variabel terikat (tingkat
kecemasan pasien pre operasi).
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian, Alat Ukur, Hasil Ukur, Skala
Karakterist Definisi Operasional Alat Hasil Ukur Skala
ik Ukur
Variabel
Variabel Memberikan SPO - -
bebas informasi/sosialisasi Orient
Pengaruh kepada pasien tentang asi
orientasi segala sesuatu yang ruang
ruang berkaitan dengan ruang operas
operasi operasi,sarana dan petugas i
ruang operasi sebelum
pasien dilakukan operasi.

Variabel Kecemasan yang timbul Kuesi • 0=tidak Ordinal


terikat pada situasi yang belum oner adakecemasan Skor
Tingkat terjadi yaitu saat pasien skala <14.
Kecemasan akan menghadapi operasi. kecem • 1=kecemasan
pada pasien asan ringaskor 14-20
32

pre operasi HAR • 2=kecemasan


di ruang S sedang skor 21-27
operasi • 3=kecemasan berat
skor 28-41
• 4=kecemasan berat
sekali skor 42-56

3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data


3.6.1 Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data pada penelitian ini meliputi tahapan penyuntingan data
(Editing), Pengkodean data (Coding), Pemasukan data (Entry), Cleaning data.
3.6.1.1 Penyuntingan Data (Editing)
Peneliti melakukan klarifikasi, keterbacaan dan kelengkapan data yang sudah
terkumpul atau pengumpulan hasil kuesioner yang telah diisi oleh responden,
memeriksa kembali kelengkapan jawaban dan memasukan data ke dalam program
komputer. Apabila ada yang belum terisi, peneliti meminta responden untuk
melengkapi kuesioner tersebut.

3.6.1.2 Pengkodean Data (Coding)


Pada penelitian ini, peneliti memberikan kode pada variabel dependen kecemasan
nilai 0 = tidak ada kecemasan, 1 = kecemasan ringan, 2 = kecemasan sedang, 3 =
kecemasan berat dan 4 = kecemasan sangat berat.

3.6.1.3 Pemasukan data(Entry)

Proses memasukan data ke dalam tabel kemudian diproses dengan program


analisa data yang ada di komputer. Data-data yang dimasukan kedalam program
analisa data di komputer adalah hasil data dari penilaian tingkat kecemasan pre
operasi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

3.6.1.4 Cleaning data

Tahap ini merupakan proses memeriksa kembali data-data yang telah dimasukan
33

untuk melihat ada atau tidak adanya kesalahan terutama kesesuaian pengkodean
yang dilakukan. Kesalahan mungkin terjadi pada saat meng-entry data ke
komputer. Apabila terjadi kesalahan, maka data tersebut akan segera diperbaiki
sehingga sesuai dengan hasil pengumpulan data yang dilakukan.

3.6.2 Analisis Data


3.6.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat yaitu suatu teknik analisa yang digunakan untuk
menggambarkan distribusi frekuensi suatu data penelitian (Arikunto, 2010).
Analisis univariat pada penelitian ini mendeskripsikan variabel dependen yaitu
tingkat kecemasan pada pasien pre operasi pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Pada penelitian ini variabel dependen responden berbentuk
data kategorik, sehingga bentuk penyajian data dalam bentuk jumlah dan
prosentase.

3.6.2.2 Analisis Bivariat

Analisis Bivariat digunakan untuk menganalisis perbedaan antara kelompok


eksperimen yang diberikan intervensi orientasi ruang operasi dengan kelompok
kontrol yang tidak diberikan intervensi. Adapun uji statistik yang digunakan
adalah dengan Mann-Whitney U-Test. Mann-whitney U-Test merupakan bagian
dari statistic non parametrik digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua
sampel independen bila datanya berbentuk ordinal. Dalam penelitian ini uji
Mann-whitney U-Test digunakan untuk menganalisis perbedaan tingkat
kecemasan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Sebelum dilakukan uji Mann-whitney U-Test dilakukan uji normalitas data. Uji
normalitas data digunakan untuk mengetahui sampel yang digunakan dalam
penelitian berdistribusi normal atau tidak (Sudijono, 2008). Dasar pengambilan
keputusan adalah data terdistribusi normal jika alpha >0.05 dan data tidak
34

terdistribusi normal jika alpha < 0,05. Uji normalitas yang digunakan adalah uji
Shapiro Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50. Setelah dilakukan uji
normalitas, dilakukan uji homogenitas. Pengujian homogenitas bertujuan untuk
mengetahui apakah data yang diperoleh homogen atau tidak. Uji homogenitas
dalam penelitian metode Shapiro Wilk berdasarkan pada besaran probilitas atau
nilai signifikasi. Uji homogenitas mengunakan uji Levene dengan tarafsignifikasi
5%. Kriteria pengujian jika signifikasi (sig) < 0,05 data berasal dari populasi yang
mempunyai varian tidak homogen, sedangkan jika nilai signifikasi (sig) ≥ 0,05
data berasal dari populasi yang mempunyai varianshomogeny(Widiyana,2013).

Langkah-langkah dalam pengujian uji Mann-whitney U-Test menurut Sugiyono


(2010) adalah menggabungkan data kelompok eksperimen dan data kontrol,
kemudian memberi rangking pada data terkecil hingga terbesar atau sebaliknya.
Hitung jumlah rangking pada masing-masing kelompok data dan jumlah rangking
terkecil diambil atau U dijadikan dasar untuk pengujian hipotesis dengan
melakukan perbandingan dengan tabel yang dibuat khusus untuk uji Mann-
whitney U-Test.

3.7 Etika Penelitian


Prinsip etika penelitian merupakan prinsip-prinsip moral yang diterapkan dalam
penelitian (Rustika & Supardi 2013). Standar etika dalam melakukan penelitian
menurut Notoatmodjo (2012) antara lain sebagai berikut:
3.7.1 Menghormati Harkat Dan Martabat Manusia (Respect For Human
Dignity).
Responden dalam penelitian diperlakukan secara manusiawi, responden berhak
untuk berpartisipasi atau tidak tanpa adanya paksaan. Sebelum dilakukan
penelitian responden mendapatkan informasi tentang tujuan dan manfaat
penelitian dengan peneliti melakukan bina hubungan saling percaya pada
responden. Tahap pertama sebelum dilakukan penelitian responden
menandatangani formulir persetujuan menjadi responden (InformedConcent).
35

3.7.2 Menghormati Privasi Dan Kerahasiaan Responden Penelitian (Respect For


Privacy AndConfidentiality
Peneliti menghormati privasi dengan tidak menampilkan informasi dan
kerahasiaan responden. Informasi mengenai identitas responden peneliti
menggunakan inisial dalam lembar kuesioner untuk menjaga kerahasiaan.

3.7.3 Keadilan Dan Inklusivitas/Keterbukaan (Respect For Juctice And


Inclusiveness).

Dalam penelitian ini dilakukan dengan keterbukaan, adil, jujur dan hati-hati.
Peneliti mengkondisikan lingkungan sebaik mungkin dengan menjelaskan
prosedur penelitian terlebih dahulu pada responden untuk memenuhi prinsip
keterbukaan. Peneliti menjamin bahwa semua responden penelitian memperoleh
perlakuan yang sama yaitu kenyamanan dalam proses pengambilan data sesuai
prosedur dan mendapat keuntungan setelah perlakuan, tanpa membedakan
jeniskelamin, agama, etnis dan sebagainya. Pada kelompok kontrol responden
memperoleh perlakuan yang sama dengan kelompok eksperimen dengan
memberikan teknik relaksasi napas dalam karena tindakan keperawatan untuk
mengatasi kecemasan yang digunakan di ruang mawar dan kemuning adalah
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, sehingga responden pada kelompok
kontrol mendapat keuntungan yang sama dengan kelompok eksperimen.

3.7.4 Memperhitungkan Manfaat Dan Kerugian Yang Ditimbulkan (Balancing


Harms AndBenefits)
Dalam penelitian ini, peneliti tidak menimbulkan kerugian atau kerusakan bagi
responden. Penelitian ini tidak memungut biaya dari responden dan dalam
melaksanakan penelitian responden mendapatkan manfaat dan kenyamanan tanpa
mengganggu proses pengobatan responden yang sedang berjalan. Manfaat yang
diperoleh adalah membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien,
meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang peraturan rumah sakit
36

serta semua fasilitas yang tersedia beserta cara penggunaanya, meningkatkan


pengetahuan dan pemahaman keluarga terkait kondisi pasien, menurunkan tingkat
dan sifat kecemasan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi pada Kelompok Eksperimen yang
diberikan Intervensi Orientasi Ruang Operasi.
Tingkat kecemasan pada kelompok eksperimen yang diberikan intervensi
orientasi ruang operasi, dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi pada
Kelompok Eksperimen.
Tingkat Kecemasan Frekuensi (n) Prosentase(%)
Kecemasan Ringan 8 53,3
Kecemasan Sedang 5 33,3
Kecemasan Berat 1 6,7
Tidak ada cemas 1 6,7
Total 15 100

Tabel 4.1 Menunjukkan bahwa kelompok eksperimen yang diberikan intervensi


orientasi ruang operasi sebagian besar mengalami kecemasan ringan yaitu
sebanyak 8 responden (53,3%).

4.1.2 Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi pada Kelompok Kontrol yang
tidak diberikan Intervensi orientasi ruang operasi.

Gambaran tingkat kecemasan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan


intervensi orientasi ruang operasi di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal, dapat dilihat
pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Pada
Kelompok Kontrol.
Tingkat Kecemasan Frekuensi (n) Prosentase(%)
Tidak Ada Kecemasan 1 6,7
Kecemasan Ringan 2 13,3
Kecemasan Sedang 8 53,3
Kecemasan Berat 3 2,0
Kecemasan Berat Sekali 1 6,7
Total 15 100
38

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi
orientasi ruang operasi sebagian besar mengalami kecemasan sedang sebanyak 8
responden (53,3%).

4.1.3 Pengaruh Orientasi Ruang Operasi Terhadap Tingkat Kecemasan pada


Pasien Pre Operasi

Tabel 4.3 Hasil Pengolahan Data Statistik Tingkat Kecemasan Kelompok


Eksperimen dan Kelompok Kontrol.
Standar
Responden Mean Median Modus Deviation P Value
Kelompok Kontrol 2,07 2,00 2 0,961 0,048
Kelompok
Eksperimen 1,40 1,00 1 0,737

Berdasarkan tabel diatas terdapat nilai rata-rata tingkat kecemasan pada kelompok
kontrol adalah 2,07 dengan standar devisiasinya 0,961. Sedangkan nilai rata-rata
pada kelompok eksperimen yaitu 1,40 nilai dengan standar devisianya yaitu 0,737.
Hasil uji Mann-Whitney U-Test diperolehp value 0,048yang artinya p value <
0,05.Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh orientasi ruang operasi
terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi Rumah Sakit Mitra Siaga
Tegal.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Pada Kelompok Eksperimen Yang
Diberikan Orientasi Ruang Operasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen yang diberikan


orientasi ruang operasi sebagian besar mengalami kecemasan ringan dengan tanda
dan gejala seperti cemas, muka tegang serta khawatir dengan kemungkinan yang
akan terjadi pada saat dilakukan operasi. Pada kelompok tersebut juga terdapat
responden yang mengalami kecemasan sedang dengan gejala cemas, takikardi,
denyut nadi mengeras, merasa tegang serta tidur bisa tidak nyenyak, sedangkan
responden yang mengalami keemasan berat ada beberapa poin yang dialami
diantaranya responden merasa tegang, takut akan pikiran sendiri, gelisah, tidur
39

tidak nyenyak, takikardi, denyut nadi mengeras dan muka tegang.

Setelah diberikan intervensi terdapat 1 responden yang dikategorikan dengan tidak


ada kecemasan, hal ini dikarenakan responden sudah pernah menjalani operasi
sebelumnya, sehingga sudah mempunyai pengalaman terhadap persiapan, pada
saat tindakan maupun setelah menjalani operasi. Analisis yang dilakukan peneliti
pada responden yang mengalami kecemasan berat terdapat responden yang tidak
dapat mengisi kuesioner sendiri dikarenakan pasien terpasang nasogastric tube
dan dower cateter disamping itu juga kondisi responden kurang lancar dalam
membaca disebabkan latar belakang pendidikan tidak tamat SD, sehingga dibantu
oleh peneliti dalam mengisi kuesioner tersebut.

Hasil penelitian yang telah dilakukan Rahman,Yusuf, Darti dan Kempa(2018)


RSUD Kota Makasar terdapat pasien yang mengalami fraktur sebanyak 6
responden (40%) mayoritas mengalami kecemasan ringan dan sedang masing-
masing 3 responden, yang mengalami BPH (Benigna Prostate Hyperplasia)
sebanyak 2 responden dan mengalami kecemasan ringan dan masing-masing 1
responden sebelum diberikan orientasi. Sebagian besar pasien sebelum orientasi
mengalami kecemasan sedang sebanyak 9 responden (60%) yang meliputi
perasaan cemas, ketegangan, ketakutan dan perilaku saat wawancara. Tidak
diketemukan pasien yang tidak mengalami kecemasan dan kecemasan tingkat
berat. Pasien dengan kecemasan yang ringan sering ditanggulangi tanpa
pemeriksaan yang serius, sebaliknya tingkat kecemasan yang sedang dan berat
akan menimbulan dua jenis mekanisme koping antara lain reaksi yang berorientasi
pada tugas (adaptif) dan mekanisme pertahanan ego (maladaptif) (Nasir &
Muhith, 2011).

Hasil penelitian yang telah dilakukan Sukrang, Wahyu, Katrina dan Syaripudin
(2016) di ruang interna RSD Madani sebagian besar pasien sebelum dilakukan
orientasi mengalami tingkat kecemasan sedang seperti perasaan cemas,
ketegangan, ketakutan dan perilaku saat wawancara gelisah dan muka tegang.
40

Dalam pelaksanaan orientasi yang optimal akan menimbulkan suatu pemahaman


kepada pasien tentang keadaannya dan menghindarkan pasien dari persepsi-
persepsi negatif yang timbul akibat ketidaktahuan pasien tentang keadaanya.
Pemahaman terhadap suatu kerangka berfikir yang jelas akan menurunkan
kecemasan dan sangat berguna bagi seseorang untuk menurunkan tingkat dan
sangat berguna bagi seseorang untuk menurunkan tingkat kecemasan sampai pada
kondisi yang ringan atau sedang.

Menurut Wellem dan Oktavina (2012) pada saat masuk rumah sakit pasien
dihadapkan pada situasi baru, yaitu tenaga kesehatan dan klien lain, situasi ruang
dan lingkungan rumah sakit, tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap pasien, peraturan-peraturan yang berbeda dengan kebiasaan
pasien dirumah. Pada saat masuk rumah sakit sebelum diberikan orientasi
seringkali mengalami kecemasan, kecemasan ini tidak hanya dialami oleh pasien
tapi juga oleh keluaga. Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi kecemasan
merupakan stressor yang dapat menurunkan sistem imun tubuh. Imunitas tubuh
yang menurun menyebabkan penyembuhan pasien lama, dan biaya perawatan
meningkat (Putra,2011).

Berdasarkan survey di lapangan yang dilakukan oleh peneliti pasien yang masuk
Rumah Sakit sering mengalami kecemasan dari kecemasan tingkat ringan sampai
berat. Hal ini dikarenakan perawat belum melaksanakan orientasi secara optimal.
Pasien sering bertanya prosedur tindakan yang akan dilaksanakan,sebaliknya
pasien yang mendapatkan penjelasan menunjukkan respon yang positif. Setelah
dilakukan penelitian pada kelompok eksperimen dimana pasien diberikan
orientasi ruang terlebih dahulu sebelum masuk ruang operasi tingkat
kecemasannya lebih rendah dibandingkan pada kelompok kontrol yaitu pasien
yang tidak diberikan orientasi ruang operasi. Maka dari itu alangkah baiknya
setiap pasien yang akan melakukan tindakan operasi diberikan orientasi ruang
dahulu. Orientasi itu mudah tetapi jarang dilakukan oleh perawat. Jika pasien
sudah mengenal perawat dan sudah mengetahui tindakan yang akan dilakukan
41

maka kehawatiran/kecemasan pasien akan berkurang sehingga pada saat pasien


pulang diharapkan selain sehat fisik juga sehat secara psikis.

4.2.2 Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Pada Kelompok Kontrol Yang
Tidak Diberikan Orientasi Ruang Operasi

Hasil skoring kuesioner didapatkan bahwa skor terendah adalah 1


responden(6,7%) yang dikategorikan dengan tidak ada cemas dan cemas berat
sekali dan skor tertinggi adalah 8 responden (53,3%)yang dikategorikan dengan
kecemasan sedang sehingga dapat disimpulkan pada kelompok kontrol mayoritas
mengalami kecemasan sedang. Rata-rata responden menjawab cukup merasakan
gejala-gejala kecemasan seperti perasaan cemas, tidur tidak nyenyak, dan takut
dengan pikiran sendiri. Pada kelompok kontrol masih ada responden yang
mengalami kecemasan berat dan kecemasan berat sekali. Sedangkan pada
responden dengan rencana tindakan amputasi mengalami kecemasan berat sekali.
Dari data kuesioner yang dibagikan kepada responden ada beberapa poin
kecemasan diantaranya perasaan takut akan pikiran sendiri, merasa tegang, tidak
bisa istirahat tenang, tidur bisa tidur nyenyak, sedih, takikardi, denyut nadi
mengeras dan muka tegang. Untuk mengurangi tingkat kecemasan tersebut,
peneliti mengajarkan teknik nafas dalam.

Penelitian yang dilakukan oleh Aprianto (2013) menunjukkan bahwa semua


pasien pre operasi mengalami kecemasan, penelitian pada 60 responden
menunjukkan cemas ringan sebanyak 3 orang (5,0%), cemas sedang sebanyak 28
orang (46,7%), dan cemas berat sebanyak 29 orang (48,3%), dikarenakan
prosedur operasi akan memberikan suatu reaksi emosional bagi pasien seperti
ketakutan, marah, dan gelisah serta kecemasan. Oleh karena itu, diperlukan
intervensi keperawatan mandiri seperti teknik relaksai nafas dalam guna
menurunkan kecemasan. Teknik relaksasi nafas bermanfaat memberikan efek
menenangkan pada seluruh bagian tubuh.
42

Penelitian yang dilakukan Lestari dan Yuswiyanti (2014) diketahui bahwa


sebagian besar responden yang diteliti tingkat kecemasannya dalam kategori
cemas ringan. Hal ini terjadi karena faktor kekhawatiran pasien pre operasi yang
harus menunggu jadwal operasi dan waktu persiapan operasi lama yang dapat
menjadikan respon cemas pasien muncul. Mekanisme koping individu dalam
menghadapi tindakan operasi juga dapat mempengaruhi kecemasan responden,
koping yang tidak baik ditunjukkan beberapa responden merasa gelisah
menghadapai operasi dan konsentrasinya menurun. Kecemasan yang berlebih
dapat berdampak negatif pada pasien dimana pasien dapat memperlihatkan sikap
bermusuhan, respon terhadap lingkungan menurun bahkan tidak ada sama sekali
sehingga sulit untuk bekerjasama dengan perawat (Keliat &Helen, 2012).

Hasil penelitian Sjamsuhidajat dan Jong (2010) ada 3 responden cemas berat
dikarenakan tindakan operasi masuk dalam ketegori bedah mayor yaitu
laparatomi. Laparatomi merupakan pembedahan yang melibatkan suatu insisi
pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen, melibatkan rekonstruksi atau
perubahan yang luas pada bagian tubuh, sehingga menimbulkan resiko lebih
tinggi bagi kesehatan. Kecemasan pre operasi merupakan suatu respon antisipasi
terhadap suatu pengalaman yang dianggap pasien sebagai suatu ancaman dalam
peran hidup, inteberitas tubuh, bahkan kehidupan itu sendiri (Smeltzer & Bare,
2013).

Faktor – faktor yang dapat menyebabkan kecemasan pada pasien pre operasi
bedah mayor adalah takut terhadap nyeri, kematian, takut tentang ketidaktahuan,
dan ancaman lain terhadap citra tubuh. Kecemasan lain yang juga sering dialami
oleh pasien anatara lain finansial, tanggung jawab terhadap keluarga, dan
kewajiban pekerjaan atau ketakutan akan prognosa yang buruk, sehingga
membuat ketegangan emosional menjadi berat menjelang tindakan oeperasi.
Semakin mendekati waktu operasi, stressor yang diterima pasien akan semakin
banyak. Berbagai stressor dari dalam maupun luar diri pasien, seperti tidak
mengetahui konsekuensi pembedahan, takut pada pembedahan itu sendiri,
43

ketakutan akan hal yang tidak diketahui, misalnya keuangan, tanggung jawab
keluarga, nyeri, konsep diri dan bahkan adanya perubahan secara fisik, seperti
meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, frekuensi nafas, maupun secara
psikologis sehingga dapat merugikan pasien itu sendiri yang berdampak pada
pelaksanaan operasi(Muttaqin & Sari, 2009).

Kecemasan dapat dialami oleh semua pasien termasuk pada pasien pre operasi,
hasil penelitian ini didapatkan bahwa pasien yang akan menjalani operasi lebih
dominan mengalami kecemasan sedang 8 responden dan terdapat 1 responden
yang mengalami kecemasan berat sekali. Hasil analisis kuesioner diketahui bahwa
rata-rata responden menjawab sangat khawatir akan sesuatu yang terjadi, sedikit
merasakan tenang dan jantung berdebar-debar. Responden yang mengalami
kecemasan berat sekali mengatakan sangat takut, gelisah, gugup dan khawatir
dengan sesuatu yang terjadi. Faktor-faktor lain penyebab kecemasan yang
didapatkan adalah pengetahuan, responden yang sudah mengetahui proses
tindakan operasi mengalami kecemasan ringan dibandingkanyang tidak
mengetahui, sebagian besar responden bertanya tentang operasi yang akan
dijalaninya dan proses penyembuhannya.

4.2.3 Pengaruh Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Pada Kelompok


Eksperimen dan Kelompok Kontrol di Ruang Operasi rumah Sakit Mitra Siaga
Tegal

Hasil Uji statistik dengan Mann-Whitney U-Test didapatkan p value 0,048< 0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh tingkat kecemasan pada kelompok
eksperimen yang diberikan intervensi orientasi ruang operasi dengan nilai rata-
rata (mean)1,40. Pada kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi orientasi
ruang operasi memiliki nilai rata-rata (mean)2,07. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh orientasi ruang operasi terhadap tingkat kecemasan pada
pasien pre operasi di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal.
44

Hasil penelitian Wellem dan Oktavina, (2012) tentang pengaruh orientasi terhadap
tingkat kecemasan pada pasien yang di rawat di ruangan Interna RSUD
Kabupaten Papua Barat”, menyatakan terdapat pengaruh orientasi terhadap tingkat
kecemasan pasien. Sebagian besar pasien sebelum dilakukan orientasi mengalami
tingkat kecemasan sedang seperti perasaan cemas, ketegangan ketakutan dan
perilaku saat wawancara, sedangkan setelah dilakukan orientasi sebagian besar
tidak mengalami kecemasan dikarenakan pasien sudah memahami segala sesuatu
yang berhubungan dengan persiapan tindakan operasi, maka dapat disimpulkan
bahwa orientasi berpengaruh terhadap tingkat kecemasan.

Menurut penelitian yang dilakukan Rahman, Muh Yusuf, Darti, dan Kempa
(2018) di ruang bedah RSUD kota Makassar sebagian besar pasien sebelum
diorientasikan mengalami kecemasan sedang yaitu 9 responden (60%) dan
kecemasan ringan mencapai 40% yaitu 6 responden, sedangkan setelah
diorientasikan sebagian besar tidak mengalami kecemasan yaitu 8 responden
(53%) dan cemas ringan sebanyak 7 responden (47%). Maka dapat disimpulkan
bahwa orientasi berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pasien. Hal ini
dikarenakan pemberian orientasi menimbulkan penyesuaian pasien dengan
lingkungan yang dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien. Setelah dilakukan
orientasi akan terjadi proses adaptasi pada pasien dengan tahap kesadaran,
tertarik, evaluasi, mencoba, menerima sehingga pasien dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang baru.

Orientasi dalam konteks keperawatan berarti mengenalkan segala sesuatu tentang


rumah sakit meliputi lingkungan rumah sakit, tenaga kesehatan, peraturan,
prosedur dan pasien lain. Perawat dan pasien bekerja sama untuk mengalisa
situasi sehingga mereka dapat mengenali, memperjelas dan menentukan eksistensi
sebuah masalah. Sehingga diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien dan
keluarga, pasien dapat bersosialisasi dengan lingkungannya (Browhuizen, 2010).
45

Menurut Keliat dalam Hellen (2012), salah satu tujuan perawatan adalah

memberikan orientasi yang baik. Pasien yang menerima informasi dengan jelas
akan dapat melakukan perawatan secara mandiri. Dalam pelaksanaan orientasi
yang optimal akan menimbulkan suatu pemahaman kepada pasien tentang
keadaanya dan menghindarkan pasien dari persepsi – persepsi negatif yang timbul
akibat ketidaktahuan pasien tentang keadaannya. Pemahaman terhadap suatu
kerangka berfikir yang jelas akan menurunkan kecemasan dan sangat berguna
bagi seseorang untuk menurunkan tingkat kecemasan sampai kepada kondisi
ringan atau sedang. Pasien di ruang rawat bedah mengalami ketakutan pada
sesuatu yang tidak dikenal dan prosedur-prosedur yang mungkin menyakitkan, hal
tersebut kemungkinan penyebab paling umum dari kecemasan selama pasien
dirawat menurut Long dalam Rahman(2018).

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa orientasi berpengaruh terhadap tingkat


kecemasan pasien. Hal ini dikarenakan pemberian orientasi menimbulkan
penyesuaian pasien dengan lingkungan yang dapat menurunkan tingkat
kecemasan pasien.Orientasi ruang operasi dapat menjadi alternatif non
farmakologis dalam mengatasi kecemasan pada pasien pre operasi. Serta saat
dilakukan orientasi ruang operasi lebih diperhatikan kondisi lingkungan sehingga
pasien lebih leluasa mengenali ruang operasi.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu :


4.3.1 Penelitian ini mempunyai keterbatasan dan kekurangan dalam penelitian.
Terdapat keterbatasan-keterbatasan yang peneliti lakukan, pertama adalah waktu
penelitian dikarenakan jarak waktu pengambilan data dengan responden yang
akan dilakukan operasi terbatas sehingga pemberian intervensi orientasi
hanyalima sampai 10 menit, sebaiknya untuk peneliti selanjutnya pertimbangkan
proses pengambilan data pada pasien saat pemberian orientasi ruang operasi.
46

4.3.2 Keterbatasan yang kedua yaitu kurang kondusifnya lingkungan untuk


diberikan orientasi karena pada penelitian ini dilakukan pada ruang operasi
dengan lingkungan yang steril sehingga tidak bisa leluasa melakukan penelitian.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan


bahwa:

5.1.1 Tingkat kecemasan pasien pre operasi pada kelompok eksperimen yang
diberikan intervensi orientasi ruang operasi sebagian besar mengalami
kecemasan ringan.

5.1.2 Tingkat kecemasan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi
orientasi ruang operasi sebagian besar mengalami kecemasan sedang.

5.1.3 Ada pengaruh orientasi ruang operasi terhadap tingkat kecemasan pada
pasien pre operasi di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Perawat
Bagi Perawat di Ruang Operasi Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal, diharapkan
melakukan orientasi kepada pasien pre operasi untuk mengurangi kecemasan
ruang operasi. Perawat juga perlu memperhatikan kondisi lingkungan saat
dilakukan orientasi ruang operasi sehingga pasien lebih leluasa mengenali ruang
operasi. Selain itu dapat menjadi pertimbangan kepada bagian Manajemen
Keperawatan Rumah Sakit Mitra Siaga untuk menetapkan Standar Prosedur
Operasional (SPO) yang jelas terkait tindakan prosedur persiapan operasi dengan
memberikan Orientasi ruang operasi.

5.2.2 Bagi Institusi PendidikanKeperawatan


Penelitian ini dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan ilmiah bagi
perkembangan ilmu keperawatan khususnya terkait dengan intervensi
keperawatan mandiri mengenai cara non farmakologis untuk mengatasi
48

kecemasan pre operasi salah satunya dengan orientasi ruang operasi sehingga bisa
diaplikasikan kepada pasien yang mengalami kecemasan.

5.2.3 Bagi PenelitiSelanjutnya


Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan referensi ataupun perbandingan bagi
peneliti selanjutnya disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk meneliti tentang
cara non farmakologi lainnya untuk mengatasi kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahsan,Lestari & Sriati. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan


Pre Operasi Pada Pasien Sectio Caesarea Di Ruang Instalasi Bedah Sentral
Rsud Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. Jurnal Keperawatan
UMM. 8 (1): 1-12.

Aprianto, D. (2013). Efektifitas Teknik Relaksasi Imajinasi Terbimbing dan Nafas


Dalam Terehadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi di
RSUD RA Kartini Jepara.Jurnal Keperawatan:1-9 Diakses tanggal 23
Desember 2019.

Arwani., Dkk. (2013). Pengaruh Pemberian Aromaterapi terhadap tingkat


kecemasan sebelum operasi dengan anastesi spinal di RS Tugu
Semarang.1-9 Diakses tanggal 23 Desember 2019.

Arikunto,S.(2010).Prosedur Penelitian.Jakarta:PT Rineka Cipta.

Azwar,A.(2002). Menjaga mutu Pelayanan Kesehatan Aplikasi Prinsip Lingkaran


Pemecahan Masalah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Diakses pada
tanggal 22 Desember 2019 pukul 03.15.

Browhuizen, (2010). Ilmu Keperawatan Bagian I. Jakarta:EGC

Feist, J.(2009). Psikoanlisis Dalam Teori Keperibadian:Theories of Personality.


Jakarta:Salemba Medika.

Gillies.(2006).Manajemen Keperawatan, Suatu Pendekatan Sistem. 2nd ed.


Chicago: Wb Saunders Company.

Guilfoyle, M.(2005). From therapeutic power to resistance: Therapy and cultural


hegemony. Theory & Psychology, 15(1).

Gunarso, (2003). Psikologi Perawatan, Jakarta: Gunung Mulia.

Hasanah,(2017).Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang Informasi Pre Operasi


Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1):1-
10
Hastuti, S.O.(2009). Pengaruh Penerapan Program Orientasi Pasien Baru
Terhadap Kepuasan Pasien Tentang Pelayanan Keperawatan Di Ruang
Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta, Tesis. Universitas Indonesia.
Depok: Jakarta.

Helen, (2012). Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan


Pasien. Fakultas Kedokteran. Surabaya.Airlangga.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kementerian


Kesehatan Nomor 69 Tahun 2014 Tentang Kewajiban Rumah Sakit dan
Kewajiban Pasien.Diakses 16 Januari 2020 pukul 11.05 WIB.

Lestari, Yuswiyanti.(2014).Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap


Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di ruang Wijaya
Kusuma RSUD DR. R Soeprapto Cepu. Jurnal Keperawatan
Maternitas.3(1):27-32.

Listiyono, (2015). Studi Deskriptif Tentang Kuaitas Pelayanan di Rumah Sakit


Umum Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto Pasca Menjadi
Rumah Sakit Tipe B.Jurnal Kebijakan dan Managemen Publik, 1(1):1-13
Universitas Airlangga.

Majid, dkk.(2011). Keperawatan Perioperatif. Yogyakarta:Gosyen Publising.

McDowell, Ian.(2009). Measuring Health: A Guide to Rating Scale and


Questionneres.New YorkL Oxford University Press.

Musfir,(2005).Konseling Terapi.Jakarta: Gema Insani Press.

Mustaqin, dan Kumala S.(2009).Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep,


Proses, dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

Nasir,A & Muhith, A. (2011). Dasar Dasar Keperawatan Jiwa.Jakarta : Salemba


Medika.

Notoatmojo.(2002). Metodologi Penelitian Kesehaan. Rineke Cipta. Jakarta.

Nursalam.(2012). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. 3rd ed. Jakarta: Salemba Medika.
Prasetyo, B.A.,(2019). Hubungan Pengetahuan Dengan Kecemasan Pada Pasien
Pra Operasi Katarak Di Rumah Sakit Mitra Husada Kabupaten
Pringsewu Provinsi Lampung, Skripsi. Lampung.

Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing : Consep, Proses and Practice.


Edisi 7.Vol.3 Jakarta : EGC.

Puspita, N.A. Dkk.(2014). Efektifitas penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam


Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Bedah Mayor
Abdomen Di RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal Keperawatan.

Putra, ST. (2004). Perkembangan Paradigma PNI Menuju Disciplines Hibrid.


Makalah simposium Nasional Perdana PNI, Pengembangan dan Penerapan
PNI.

Rahman, Yusuf, Dkk. (2018). Pengaruh Orientasi Terhadap Tingkat Kecemasan


Pasien Yang Dirawat Di Ruang Rawat Bedah Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Makasar. Jurnal Keperawatan.

Rustika & Supardi,S., (2013).Buku Ajar Merodologi RisetKeperawatan. Jakarta:


Media.

Saputro, H.,& Faris I.(2017). Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah Sakit.

Setiawan & Saryono.(2010). Metodologi Dan Aplikasi. Yogyakarta: Mitra


Cendikia Press.

Siregar.(2003). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. EGC. Jakarta.diakses


pada tanggal 21 Desember 2019 pukul 13.00 WIB.

Sjamsuhidajat & De Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:EGC

Smeltzer,S.C.,&Bare,B.G.(2013) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo.Jakarta:EGC.

Soeparmin.(2010). Distraksi Sebagai Salah Satu Pendekatan Yang Dilakukan


Dalam Mencapai Keberhasilan. Denpasar
Sugiyono.(2010). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono.(2012).Metode Penelitian Pendidikan PendekatanKuantitatif, Kualitatif,
Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukrang, Wahyu, Dkk.(2016).Pengaruh Orientasi Terhadap Tingkat Kecemasan


Pasien Yang Di Rawat Di Ruangan Melon Rumah Sakit Daerah Madani
Propinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Keperawatan.2(1):6-12.

Suprapto, I.Y., Utami, Y.W, & Supriati, L. (2012). Pengaruh Citrus Aromaterapi
Terhadap Penurunan Tingkat Ansietas Pada Klien Pre Operasi Sectio
Cesarea di Ruang Brawijaya RSR Kanjuruhan Kepajen Kabupaten
Malang. Diakses pada tanggal 1 februari 2020 pukul 10.13

Wellen & Oktaviana. (2013). Pengaruh Orientasi Terhadap Tingkat Kecemasan


Pasien Yang Di Rawat Di Ruangan Internal RSUD Kabupaten Papua
Barat. Jurnal Keperawatan.
Lampiran 1 (Lembar Jadwal Penelitian)

STIKES BHAMADA SLAWI JADWAL


PROGRAM STUDI SARJANA PENELITIAN
KEPERAWATAN DAN NERS

Jenis Des Jan Feb Maret April Juli Agt


No
kegiatan 2 1 2 3 4 2 3 4 1 2 3 1 2 2 3 4 1
1 Pengajuan
Judul dan
Fenomena
Bab 1
2 Pendahuluan
3 Bab 2
Tinjauan
Pustaka
4 Bab 3
Metode
Penelitian
5 Sidang
proposal
6 Revisi
proposal
7 Pengajuan
Surat Ijin
Penelitian
8 Bab 4 Hasil
Dan
Pembahasan
Bab 5
9 Penutup
Sidang
10 Skripsi
Revisi
11 Skripsi
Pengumpulan
13 Skripsi
Lampiran 2 (Lembar Permohonan Menjadi Responden)

LEMBAR
STIKESBHAMADA SLAWI PERMOHONAN
PROGRAM STUDI SARJANA MENJADI
KEPERAWATANDAN NERS RESPONDEN

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth:

Calon Responden Penelitian

DiTempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah Mahasiswa Program Studi Sarjana
Keperawatan Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Mandala Husada Slawi.
Nama : Suhati
Nim : C1118042
Akan mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Orientasi Ruang Operasi
Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Ruang Operasi Rumah Sakit
Mitra Siaga Tegal”. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian pada responden
penelitian, semua informasi yang diberikan bersifat rahasia dan akan dijaga hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika terjadi hal-hal yang merugikan
selama penelitian ini maka responden diperbolehkan mengundurkan diri untuk
tidak berpartisipasi dalam penelitian ini. Apabila menyetujui, maka saya mohon
kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan.
Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
Peneliti

Suhati
Lampiran 3 (Inform Consent)

STIKES BHAMADA SLAWI LEMBAR


PROGRAM STUDI SARJANA PERSETUJUAN
KEPERAWATAN DAN NERS PENELITIAN

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN


(INFORM CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat:

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang “Pengaruah Orientasi Ruang


Operasi Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Ruang Operasi
Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal”. Maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa
paksaan bersedia untuk ikut dalam penelitian.

Demikianlah surat persetujuan bersedia berpartisipasi penelitian ini saya buat


untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Slawi, 2020

(………………………….)
Lampiran 4 (Lembar Kuesioner)

STIKES BHAMADA SLAWI


PROGRAM STUDI SARJANA LEMBAR
KEPERAWATAN DAN NERS KUESIONER

LEMBAR KUESIONER

Petunjuk pengisian kuesioner


1. Bacalah pertanyaan dibawah ini denganseksama.
2. Pilih salah satu jawaban dengan memberikan tanda ceklis (√) pada kolom
jawaban ( O)yang telah di sediakan yang berada disebelah kiri sesuai dengan
keadaan andasebenarnya.
3. Setiap jawaban dari pertanyaan bolehlebih dari satu jawaban
4. Isilah dengan pernyataan singkat pada kolom titik-titik(…….) dengan
menggunakan inisial nama.
5. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan padapeneliti.

Nama responden ( inisial ) :.........................................


Tanggal Pengkajian :.........................................

Kuesioner Hamilton Rating Scale For Anxieety


Keterangan pilihan jawaban pernyataan positif.
2 : Tidak ada gejala (tidak ada gejala sama sekali)
3 : Cemas ringan (1 dari gejala yang ada)
4 : Cemas sedang (separuh dari gejala yang ada)
5 : Cemas berat (lebih dari separuh gejala yang ada)
6 : Cemas berat sekali (semua gejala ada)

No Pertanyaan 0 1 2 3 4
1 O Perasaan Ansietas
O Cemas
O Firasat buruk
O Takut akan pikiran sendiri
O Mudah tersinggung
2 Ketegangan
O Merasa tegang
O Lesu
O Tak bisa istirahat tenang
O Mudah terkejut
O Mudah menangis
3 Ketakutan
O Pada gelap
O Pada orang asing
O Ditinggal sendiri
O Pada binatang besar
O Pada keramaian lalu lintas
O Pada kerumunan orang banyak
4 Gangguan tidur
O Sukar masuk tidur
O Terbangun malam hari
O Tidak nyenyak
O Bangun dengan lesu
O Banyak mimpi-mimpi
O Mimpi buruk
O Mimpi menakutkan
5 Gangguan kecerdasan
O Sukar konsentrasi
O Daya ingat buruk
6 Perasaan depresi
O Hilangnya minat
O Berkurangnya kesenangan pada hobi
O Sedih
O Bangun dini hari
O Perasaan berubah-ubah sepanjang hari
7 Gejala somatik ( otot )
O Sakit dan nyeri di otot-otot
O Kaku
O Kedutan otot
O Gigi gemerutuk
O Suara tidak stabil
8 Gejal somatik (sensori)
O Tinitus
O Penglihatan kabur
O Muka merah atau pucat
O Perasaan ditusuk-tusuk
9 Gejala kardiovaskuler
O Takikardi
O Bradikardi
O Nyeri di dada
O Denyut nadi mengeras
O Persaan lesu/lemas seperti mau pingsan
O Detak jantung menghilang(berhenti sekejap)
10 Gejala respiratori
O Rasa tertekan atau sempit di dada
O Perasaan tercekik
O Sering menarik nafas
O Nafas pendek/sesak
11 Gejala gastrointestinal
O Sulit menelan
O Perut melilit
O Gangguan pencernaan
O Nyeri sebelum dan sesudah makan
O Perasaan terbakar di perut
O Rasa penuh atau kembung
O Mual
O Muntah
O Buang air besar lembek
O Kehilangan berat badan
O Sukar bunga air besar(konstipasi)
12 Gejala urogenital
O Sering buang air kecil
O Tidak dapat manahan air seni
O Amenorrhoe
O Menorrhargia
O Menjadi dingin (frigid)
O Ejakulasi praecocks
O Ereksi hilang
O Impotensi
13 Gejala otonom
O Mulut kering
O Muka merah
O Mudah berkeringat
O Pusing, sakit kepala
O Bulu-bulu bediri
14 Tingkah laku pada wawancara
O Gelisah
O Tidak tenang
O Jari gemetar
O Kerut kening
O Muka tegang
O Tonus otot meningkat
O Napas pendek dan cepat
O Muka merah
Total Skor
Rentang Total Skor :
Kurang dari 14 : tidak ada kecemasan
14 – 20 : Kecemasan ringan
21 – 27 : Kecemasan sedang
28 – 41 : Kecemasan berat
42 – 56 : Kecemasan berat sekali
Lampiran 5 (Prosedur Pelaksanaan)

STIKES BHAMADA SLAWI


SPO ORIENTASI
PROGRAM STUDI SARJANA
RUANG OPERASI
KEPERAWATAN DAN NERS

1 Pengertian Adalah memberikan orientasi kepada pasien dan


keluarga tentang segala sesuatu tentang rumah sakit
yang meliputi lingkungan ruang operasi, tenaga
kesehatan, peraturan ruang operasi, prosedur tindakan
ruang operasi, sarana yang ada di ruang operasi.
2 Tujuan a. Mengurangi kecemasan
b. Memberikan relaksasi
c. Melancarkan sirkulasi darah
d. Merelaksasikan otot-otot tubuh
3 Indikasi Orientasi ruang operasi diindikasikan untuk pasien
yang akan dilakukan tindakan operasi
4 Kontra indikasi a. Pasien dengan depresi berat
b. Pasien dengan gangguan jiwa
5 Fase orientasi a. Ucapkan salam terapeutik
b. Kontrak waktu dan topik dengan pasien
c. Beri penjelasan tentang hal-hal yang akan
dilakukan
d. Jaga privasi
e. Atur posisi pasien sesuai kebutuhan
6 Fase kerja a. Cek identitas pasien yang meliputi: nama, tanggal
lahir, nomor rekam medik, dan gelang pasien
b. Orientasikan ruang operasi kepada pasien yang
terdiri dari:
- Ruang serah terima antara perawat ruang rawat
inap dengan perawat ruang operasi
- Ruang tindakan operasi
- Ruang pemulihan
c. Perkenalkan petugas yang ada operasi diantaranya:
- Perawat
- Dokter spesialis bedah
- Dokter spesialis anastesi
d. Informasikan perkiraan waktu operasi yaitu:
- Lama operasi dilaksanakan
- Lama waktu tunggu di ruang pemulihan sampai
perawat ruang menjemput.
e. Setelah selesai memberikan orientasi ruang operasi
berpamitan kepada pasien.
7 Fase terminasi a. Mengevaluasi kembali orientasi ruang yang sudah
di berikan kepada pasien
b. Mengevaluasi kembali bagaimana respon pasien
c. Menyimpulkan kembali hasil kegiatan
8 Hal yang perlu a. Gunakan komunikasi terapeutik
diperhatikan b. Bekerja dengan hati-hati dan sopan
c. Tidak ragu dan tergesa-gesa dan perhatikan respon
pasien.
Lampiran 6

STIKES BHAMADA SLAWI


PROGRAM STUDI SARJANA LEMBAR IJIN
KEPERAWATAN DAN NERS PENELITIAN
Lampiran 7

STIKES BHAMADA SLAWI


LEMBAR HASIL
PROGRAM STUDI SARJANA
PENELITIAN
KEPERAWATAN DAN NERS

Mann-Whitney Test

Ranks
KELOMPOK N Mean Rank Sum of Ranks
TINGKAT KECEMASAN KELOMPOK EKPERIMEN 15 12,33 185,00
KELOMPOK KONTROL 15 18,67 280,00
Total 30

Test Statisticsa
TINGKAT
KECEMASAN
Mann-Whitney U 65,000
Wilcoxon W 185,000
Z -1,978
Asymp. Sig. (2-tailed) ,048
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,050b
a. Grouping Variable: KELOMPOK
b. Not corrected for ties.

KELOMPOK EKSPERIMEN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak ada kecemasan 1 6,7 6,7 6,7
kecemasan ringan 8 53,3 53,3 60,0
kecemasan sedang 5 33,3 33,3 93,3
kecemasan berat 1 6,7 6,7 100,0
Total 15 100,0 100,0
KELOMPOK KONTROL
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak ada kecemasan 1 6,7 6,7 6,7
kecemasan ringan 2 13,3 13,3 20,0
kecemasan sedang 8 53,3 53,3 73,3
kecemasan berat 3 20,0 20,0 93,3
kecemasan berat sekali 1 6,7 6,7 100,0
Total 15 100,0 100,0

Statistics
KELOMPOK KELOMPOK
EKSPERIMEN KONTROL
N Valid 15 15
Missing 0 0
Mean 1,40 2,07
Median 1,00 2,00
Mode 1 2
Std. Deviation ,737 ,961
Sum 21 31
Percentiles 25 1,00 2,00
50 1,00 2,00
75 2,00 3,00

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


KELOMPOK
EKSPERIME
N KELOMPOK KONTROL
N 15 15
a,b
Normal Parameters Mean 1,60 2,07
Std. ,737 ,961
Deviation
Most Extreme Absolute ,306 ,272
Differences Positive ,227 ,261
Negative -,306 -,272
Test Statistic ,306 ,272
c
Asymp. Sig. (2-tailed) ,001 ,004c
Lampiran 8

STIKES BHAMADA SLAWI LEMBAR


PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN DAN NERS DOKUMENTASI

Pengisian kuesioner pada kelompok eksperimen

Pengisian kuesioner pada kelompok kontrol

Gambar 1. Pengisian Kuesioner Pasien Pre Operasi


Memperkenalkan dokter anastesi dan perawat yang akan melakukan tindakan
operasi

Menunjukkan ruang pemuliahan post operasi

Gambar 2. Orientasi Pasien Pre Operasi di Ruang Operasi


Gambar 3. Melakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam pada kelompok kontrol
Lampiran 9

STIKES BHAMADA SLAWI


PROGRAM STUDI SARJANA LEMBAR
KEPERAWATAN DAN NERS KONSULTASI
Lampiran 10

PROGRAM STUDI SARJANA CURICULUM


KEPERAWATAN DAN NERS VITAE
STIKES BHAMADA SLAWI

CURRICULUM VITAE

Nama : Suhati
Tempat dan tanggal lahir : Tegal, 19 Februari 1982
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Duwet RT 3 RW 3 N0 12 Dampyak Petoran
Kec. Kramat Kab. Tegal.
Nama orang tua : Sarno
Pekerjaan orang tua : Buruh
Riwayat Pendidikan : SD Negeri Dampyak 01
SMP Negeri 1 Kramat
SMK Walisongo Slawi
Akper Bhamada Slawi

Anda mungkin juga menyukai