Anda di halaman 1dari 86

PENGARUH TERAPI BERMAIN DENGAN AUDIO

VISUAL TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA


ANAK PRA SEKOLAH YANG MENDAPAT TERAPI
INJEKSI INTRAVENA DI RUANG ASTER RUMAH
SAKIT PERTAMINA BALIKPAPAN

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Keperawatan

Di Susun Oleh :
Retain Monalisa Hutabarat
NIM : 11202128

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
2021
PENGARUH TERAPI BERMAIN DENGAN AUDIO
VISUAL TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA
ANAK PRA SEKOLAH YANG MENDAPAT TERAPI INJEKSI
INTRAVENA DI RUANG ASTER RUMAH
SAKIT PERTAMINA BALIKPAPAN

Dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian tugas akhir pada Program Studi
S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan

Oleh :
Retain Monalisa Hutabarat
NIM : 11202128

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN PERTAMEDIKA
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Penelitian dengan judul:

Pengaruh Terapi Bermain Dengan Audio Visual Terhadap Tingkat Kecemasan


Pada Anak Usia Pra Sekolah Yang Mendapat Terapi Injeksi Intravena Di Ruang
Aster Rumah Sakit Pertamina Balikpapan.

Proposal penelitian ini telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim
Penguji Studi S1 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA


Jakarta,.............2021

Menyetujui,
Pembimbing Skripsi

(Ns. Hanik Rohmah Irawati, M.Kep., Sp.Mat)

Mengetahui,
Ka. Prodi S1 Keperawatan

(Wasijati, S.Kp., M.Si., M.Kep)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan nikmatNya juga Rahmat dan Karunia-Nya sehingga peneliti bisa
menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Pengaruh Terapi Bermain
Dengan Audio Visual Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Pra Sekolah
Yang Mendapat Terapi Injeksi Intravena Di Ruang Aster Rumah Sakit Pertamina
Balikpapan”. Penelitian ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir mata ajar Riset
Keperawatan pada Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan PERTAMEDIKA. Peneliti menyadari banyak pihak yang turut
membantu sejak awal sampai akhir penyusunan proposal penelitian ini. Pada
kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. dr. Fathemah Djan Rachmat, SFJVpB, Sp.BTKV (K), MPH selaku
Direktur Utama PERTAMEDIKA/IHC dan Pembina Yayasan Pendidikan
PERTAMEDIKA.
2. Dr. Asep Saefudin, SH, NM, CHRP, CHRA selaku Ketua Pengurus Yayasan
Pendidikan PERTAMEDIKA.
3. Ns. Maryati, S.Sos., MARS selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
PERTAMEDIKA
4. Dr. Lenny Rosbi Rimbun, Skp, M.Si, M.Kep, selaku Wakil Ketua I Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA.
5. Sri Sumartini, SE, MM, selaku Wakil Ketua II Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan PERTAMEDIKA.
6. Ns. Achirman, M.Kep, selaku Wakil Ketua III Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan PERTAMEDIKA.
7. Wasijati, S.Kp, M.Si, M.Kep, selaku Kepala Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA
8. Ns. Hanik Rohmah Irawati, M.Kep., Sp.Mat selaku dosen pembimbing dan
penguji I yang dengan kesabaran dan kebaikannya telah membimbing penulis
selama proses penelitian ini.
9. Ns. Alfonsa Reni Oktavia, S.Kep., MKM selaku dosen penguji II yang telah
memberikan masukan dan saran dalam proses penelitian ini.

ii
10. Ns. Diana Rhismawati,M.Kep.,Sp.KMB Pembimbing Akademik Non
Reguler XIV.
11. Para Dosen dan Seluruh Staf Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
PERTAMEDIKA yang telah memberikan semangat dan kasih sayang selama
perkuliahan.
12. dr. M.N.Khaerudin Sp.B selaku Direktur Rumah Sakit Pertamina Balikpapan
tempat penelitian dilaksanakan.
13. Suami tercinta atas doa dan dukungannya selama ini, sehingga laporan
penelitian /skripsi ini dapat selesai sesuai dengan waktunya.
14. Orang tua/mertua saya yang selalu mendukung dan mendoakan saya dalam
melakukan penelitian ini, sehingga laporan penelitian ini dapat selesai sesuai
dengan waktunya.
15. Para responden atas keikutsertaan dan kerjasamanya, sehingga laporan
penelitian ini dapat selesai sesuai dengan waktunya.
16. Teman-teman Angkatan XIV Non Reguler Program Studi S1 Keperawatan -
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA.
17. Teman-teman di diruangan yang telah membantu dan mensupport, sehingga
laporan penelitian ini dapat selesai sesuai dengan waktunya.
18. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang turut
berpartisipasi sehingga selesainya penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini banyak sekali


kekurangannya, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan
demi perbaikan penulisan dan penyusunan hasil dimasa mendatang.

Jakarta, 09 Oktober 2021

Peneliti

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................6
C. Tujuan Penelitian...............................................................................7
D. Manfaat Penelitian.............................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................9
A. Teori dan Konsep Terkait..................................................................9
1. Kecemasan ..................................................................................9
a. Definisi Kecemasn...............................................................9
b. Penyebab Kecemasan...........................................................10
c. Klasifikasi Kecemasan.........................................................11
d. Rentang Kecemasa...............................................................12
e. Konsep Stres Hospitalisasi Anak Usia 3-6 Tahun................13
f. Penyebab Kecemasan Pada Anak.........................................13
g. Tahap Respon Prilaku Kecemasan.......................................15
h. Dampak Hospitalisasi...........................................................16
i. Penatalaksanaan Kecemasan Pada Anak..............................17
j. Alat Ukur Kecemasan Pada Anak........................................18
2. Terapi Bermain di Rumah Sakit..................................................19
a. Definisi Terapi Bermain.......................................................20
b. Bermain di Rumah Sakit Berdasarkan Usia.........................21
c. Prinsip Permainan pada Anak di Rumah Sakit....................21
d. Manfaat Terapi Bermain......................................................22
3. Teknik Distraksi...........................................................................22
a. Definisi Distraksi..................................................................22
b. Jenis-jenis Distraksi..............................................................23
4. Konsep Anak................................................................................24
a. Definisi Anak.......................................................................25
b. Kebetuhan Dasar Anak.........................................................26
c. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak...............................26
d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Anak...27
e. Anak Usia 3-6 Tahun...........................................................29
5. Media Audio Visual.....................................................................33
a. Definisi Audio Visual...........................................................33
b. Macam-macam Media Audio Visual...................................33
c. Kelebihan dan Kekurangan Audio Visual............................34
6. Terapi Intravena...........................................................................35
a. Definisi Terapi Intravena......................................................37
b. Indikasi Terapi Intravena......................................................37
c. Keuntungan dan Kerugian Terapi Intravena........................38
B. Penelitian Terkait...............................................................................39

iv
C. Kerangka Teori..................................................................................43
BAB III KERANGKA KONSEP,HIPOTESIS,DAN DEFINISI
OPERASIONAL............................................................................................42
A. Kerangka Konsep...............................................................................42
B. Hipotesis Penelitian...........................................................................44
C. Definisi Operasional..........................................................................44
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN......................................................46
A. Design Penelitian...............................................................................46
B. Populasi Sample dan Teknik Pengambilan Sampel...........................47
C. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................50
D. Etika Penelitian..................................................................................50
E. Alat Pengumpulan/Instrument Penelitian..........................................51
F. Prosedur Pengumpulan Data..............................................................54
G. Pengolahan Data................................................................................55
H. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data.......................................56
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


WHO mendefinisikan anak adalah dihitung sejak seseorang di dalam
kandungan sampai dengan usia 19 tahun. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 pasal 1 ayat 1 tentang
perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk juga yang masih di dalam kandungan. Anak merupakan aset
bangsa yang akan meneruskan perjuangan suatu bangsa, sehingga harus
diperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya (Depkes RI, 2014).

Anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan


tahapan usianya. Anak pra sekolah adalah anak yang berumur antara 3-6
tahun, pada masa ini anak-anak senang berimajinasi dan percaya bahwa
mereka memiliki kekuatan. Pada usia prasekolah, anak membangun kontrol
sistem tubuh seperti kemampuan ke toilet, berpakaian, dan makan sendiri
(Potts & Mandeleco, 2012). Anak merupakan individu yang masih berada
dalam usia tumbuh kembang yang sangat membutuhkan perhatian lebih,
karena masa ini merupakan proses menuju kematangan.

Anak-anak sangat rentan terhadap penyakit dan hospitalisasi. Kondisi sakit


sering kali menimbulkan krisis pada kehidupan anak dimana akan
menimbulkan stress pada anak karena menghadapi lingkungan yang asing
dan terjadi gangguan pada gaya hidup mereka (Oktiawati. A,2017).
Berbagai peristiwa yang dialami anak, seperti sakit atau hospitalisasi dapat
menimbulkan trauma pada anak seperti kecemasan, marah, nyeri, dan lain-
lain. Kondisi tersebut jika tidak ditangani dengan baik, akan menimbulkan
masalah psikologis pada anak yang akan mengganggu perkembangan anak
(Patma,2019). WHO (2012) menyatakan bahwa 3-10% anak dirawat di
Amerika Serikat baik anak usia toddler, prasekolah ataupun anak

1
usia sekolah, di Jerman sekitar 3-7% anak toddler dan 5-10% anak
prasekolah

2
2

yang menjalani hospitalisasi (Purwandari, 2013 dalam Carla,2017). Di


Indonesia sendiri jumlah anak yang dirawat inap pada tahun 2018 sebanyak
3,49% (Profil Anak Indonesia,2019).

Selama hospitalisasi anak memiliki stresor yang menjadi krisis pertama


yang harus dihadapi anak (Wong, 2009). Seorang anak yang sakit dan harus
menjalani perawatan di rumah sakit baik yang direncanakan maupun akibat
keadaan kegawatan (misalnya karena kecelakaan) dapat mengalami distress
fisik seperti rasa nyeri dan ketidaknyaman baik karena injeksi/suntikan,
tindakan intubasi, suction, penggantian verban, pemeriksaan rektal, prosedur
invasif, penyakit, imobilisasi, gangguan tidur, ketidakmampuan minum dan
makan, serta perubahan pola eliminasi. Selain distress fisik, anak juga dapat
mengalami distress psikis seperti mengalami rasa takut, sedih, cemas,
kecewa, malu, bahkan marah. Berbagai keadaan tersebut dapat
menyebabkan peristiwa traumatis pada anak yang menjalani perawatan di
rumah sakit (Mansur,2019).

Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas
dan gelisah disertai dengan respon otonom (sumber terkadang tidak spesifik
atau tidak diketahui oleh individu), perasaan yang was-was untuk mengatasi
bahaya. Ini merupakan sinyal peringatan akan adanya bahaya dan
memungkinkan individu untuk mengambil langkah dalam menghadapinya
(Herdman,2012). Stressor utama dari hospitalisasi antara lain adalah
perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Pada anak usia
sekolah stresor kuat pada hospitalisasi adalah ketakutan terhadap penyakit
seperti penyakit yang akut atau yang membahayakan nyawanya sedangkan
pada anak usia pre-school pengalaman terhadap cedera tubuh atau nyeri
merupakan stresor yang harus di tangani, karena dalam masa pre-school
daya imajinatif mereka cukup tinggi (Wong,2009). Hal-hal inilah yang dapat
mengakibatkan kecemasan pada anak yang mengalami hospitalisasi.
3

Kecemasan yang dialami anak prasekolah dalam masa hospitalisasi


merupakan masalah yang penting, jika tidak ditangani dapat berpengaruh
dalam proses perawatan di rumah sakit. Penerapan konsep atraumatic care
dapat mencegah masalah psikologis (kecemasan) pada anak, serta
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Prinsip penerapan
konsep atraumatic care adalah mencegah dan meminimalkan perpisahan
anak dengan keluarganya, meningkatkan kontrol diri anak, dan mencegah
terjadinya nyeri serta cidera tubuh (Mansur,2019). Saat mengalami
hospitalisasi anak akan mendapat prosedur invasif, salah satunya adalah
prosedur injeksi intravena, prosedur invasif yang sering dilakukan pada
perawatan anak di rumah sakit ,terapi intravena merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan dengan cara memasukan cairan melalui
intravena dengan bantuan infus set yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh (Tamsuri,2007). Terapi intravena
bermanfaat untuk memperbaiki atau mencegah ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit dalam tubuh manusia. Terapi intravena perifer digunakan
untuk memberikan terapi cairan pada klien sakit akut atau kronis (Potter &
Perry,2010).

Perlu adanya upaya untuk meningkatkan respons penerimaan anak terhadap


injeksi intravena agar anak dapat memberikan respons baik selama injeksi
berlangsung, salah satu caranya adalah dengan teknik pengalihan perhatian
atau yang biasa disebut dengan distraksi. Teknik distraksi merupakan salah
satu usaha untuk melepaskon hormon endorfin. Endorfin merupakan opiate
endogen yang dapat menyebabkan transmisi nyeri tidak sampai ke otak
sehingga persepsi nyeri tidak dirasakan (Potter and perry, 2012). Dengan
demikian diharapkan pengalaman nyeri pada anak berkurang dan
mengurangi proses dari kecemasan akibat prosedur pemberian terapi injeksi
intravena. Distraksi yang dapat dilakukan pada anak-anak yaitu melibatkan
anak dalam permainan. Macam-macam alat permainan yang dapat dilakukan
untuk teknik distraksi dalam pengalihan nyeri yaitu radio, tape recorder, CD
4

player atau permainan komputer, gunakan humor seperti menonton kartun


atau cerita lucu (Wong, 2009).

Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk


memperoleh kesenangan. Kegiatan bermain mencerminkan kemampuan
fisik, intelektual, emosional, dan sosial anak. Aktivitas permainan
mengandung motivasi instrinsik, memberi kesenangan, dan kepuasan bagi
anak-anak yang terlibat. Bermain terapeutik dapat membantu anak
mencegah atau menyelesaikan kesulitan psikososial dan mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, melalui kebebasan
eksplorasi dan ekspresi diri. Permainan yang terapeutik dapat memperbaiki
gangguan emosional dan penurunan kondisi selama dirawat di rumah sakit.
Permainan terapeutik hendaknya disesuaikan dengan usia dan tahap
perkembangan anak (Mahon, 2009). Permainan terapeutik berpengaruh
terhadap penurunan kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan pada
anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit (Surbadiah,2009).

Salah satu media bermain pada anak-anak di era globalisasi sekarang adalah
dengan menggunakan media audio visual. Media audio visual adalah
merupakan media perantara atau penggunaan materi dan penyerapan melalui
pandangan dan pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat
memeproleh keterampilan, pengetahuan, dan sikap. Media audio visual
merupakan media yang sangat menarik bagi anak-anak terutama anak usia
prasekolah yang memiliki daya imajinasi tinggi dan dapat memudahkan
anak untuk medapatkan pembelajaran yang menyenangkan (Patma,2019).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lilies Fatmawati dkk,2019 yang


berjudul “Pengaruh Audiovisual Menonton Film Kartun Terhadap Tingkat
Kecemasan Saat Prosedur Injeksi Pada Anak Prasekolah” mendapatkan hasil
bahwa sesudah dilakukan audio visual menonton film kartun saat prosedur
injeksi pada anak prasekolah, hampir seluruhnya tidak mengalami
kecemasan yaitu sebanyak 82,1%.
5

Wijayanti (2015), menyatakan prevalensi kesakitan anak di Indonesia yang


di rawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar 35 per 100 anak, yang
ditunjukan dengan selalu penuhnya ruangan anak baik di rumah sakit
pemerintah ataupun rumah sakit swasta. Di Rumah Sakit Pertamina
Balikpapan sendiri jumlah kunjungan anak di ruang Aster periode Agustus
sampai Oktober 2021 yaitu sebanyak 211 anak. Sebanyak 60 anak (28,4%)
diantaranya anak pra sekolah yang di rawat di ruang Aster Rumah Sakit
Pertamina Balikpapan. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di
lapangan, anak yang telah dilakukan pemberian injeksi intravena mengalami
kecemasan akibat perasaan tidak nyaman atau nyeri saat dilakukan
pemberian terapi intravena.

Hal ini mengakibatkan anak merasa takut atau cemas saat ada petugas yang
akan memberikan tindakan invasif lainnya. Anak-anak cenderung
memperlihatkan reaksi penolakan dengan cara menangis, berteriak-teriak,
menarik orang tuanya, meminta pulang, memberontak atau secara verbal
menyatakan penolakan yang mengakibatkan prosedur pemberian terapi
intravena menjadi terhambat. Diruang Aster Rumah Sakit Pertamina sendiri
sebelumnya memiliki fasilitas ruang bermain dengan berbagai permainan
dan buku cerita, namun tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini
disebabkan masa pandemi yang sekarang sedang kita hadapi, dimana
diberlakukannya social distancing sehingga membatasi aktifitas berkerumun
pada anak-anak.

Pada tanggal 19-21 Oktober 2021 peneliti melakukan studi pendahuluan


pada 10 anak pra sekolah, terdapat 5 anak (50%) mengalami kecemasan
berat, 3 anak (30%) dengan kecemasan sedang dan 2 anak (20%) dengan
kecemasan ringan. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan
pada anak adalah dengan teknik komunikasi pada anak di bantu orang tua
dengan memberi pengertian pada anak bahwa pemberian injeksi intravena
tidak sakit seperti pemasangan infus, karena pemberian injeksi tidak lagi
6

memasukkan jarum ke kulit anak. Sejauh ini belum pernah dilakukan teknik
distraksi audio visual di dalam megurangi kecemasan pasien anak
prasekolah pada saat pemberian terapi injeksi intravena.

Berdasarkan data diatas dan fenomena yang terjadi di lapangan, peneliti


tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Terapi Bermain
dengan Audio Visual Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia
Prasekolah (usia 3-6 Tahun) yang Mendapat Terapi Injeksi Intravena di
Ruang Aster Rumah Sakit Pertamina Balikpapan”.

B. Rumusan Masalah
Saat mengalami hospitalisasi anak memiliki stresor yang menjadi krisis
pertama yang harus dihadapi oleh anak berupa perpisahan, kehilangan
kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Salah satu prinsip penerapan atraumatic
care adalah dengan mencegah terjadinya nyeri serta cidera tubuh, hal ini
dikarenakan pada anak usia pre-school pengalaman terhadap cedera tubuh
atau nyeri merupakan stresor yang harus di tangani, karena dalam masa pre-
school daya imajinatif mereka cukup tinggi

Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti


terhadap 10 anak di lapangan, yang akan mendapatkan terapi injeksi
intravena, 5 anak (50%) mengalami kecemasan berat, 3 anak (30%) dengan
kecemasan sedang dan 2 anak (20%) dengan kecemasan ringan. Anak-anak
memperlihatkan reaksi penolakan dengan cara menangis, berteriak-teriak,
menarik orang tuanya,meminta pulang, memberontak atau secara verbal
menyatakan penolakan, yang mengakibatkan prosedur tindakan invasif
seperti injeksi intravena menjadi terhambat. Upaya yang selama ini
dilakukan untuk mengurangi kecemasan pada anak adalah dengan teknik
komunikasi pada anak di bantu orang tua dengan memberi pengertian pada
anak bahwa pemberian injeksi tidak sakit seperti pemasangan infus, dan
belum pernah dilakukannya terapi bermain menggunakan audio visual di
dalam mengurangi kecemasan pada saat pemberian terapi injeksi intravena.
7

Berdasarkan fenomena yang terjadi dapat di rumuskan masalah sebagai


berikut “Adakah pengaruh audio visual terhadap tingkat kecemasan pada
anak usia pra sekolah yang mendapat terapi injeksi intravena di ruang Aster
Rumah Sakit Pertamina Balikpapan?”.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi bermain dengan audio visual
terhadap tingkat kecemasan pada anak usia pra sekolah yang
mendapat terapi injeksi intravena di ruang Aster Rumah Sakit
Pertamina Balikpapan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran karakteristik responden berupa jenis
kelamin, lama hari rawat, pengalaman dirawat sebelumnya pada
anak yang mendapat terapi injeksi intravena di ruang Aster
Rumah Sakit Pertamina Balikpapan.
b. Mengidentifikasi gambaran tingkat kecemasan pada anak pra
sekolah saat pemberian injeksi intravena sebelum diberikan
terapi bermain dengan audio visual di ruang Aster Rumah Sakit
Pertamina Balikpapan.
c. Mengidentifikasi gambaran tingkat kecemasan pada anak pra
sekolah saat pemberian injeksi intravena setelah diberikan terapi
bermain dengan audio visual di ruang Aster Rumah Sakit
Pertamina Balikpapan.
d. Menganalisa pengaruh terapi bermain dengan audio visual
terhadap tingkat kecemasan pada anak usia pra sekolah yang
mendapat terapi injeksi intravena di ruang Aster Rumah Sakit
Pertamina Balikpapan.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
8

Penelitian ini di harapkan dapat menambah pengetahuan mengenai


pengaruh terapi bermain dengan audio visual terhadap tingkat
kecemasan pada anak usia pra sekolah yang mendapat terapi injeksi
intravena di ruang Aster Rumah Sakit Pertamina Balikpapan, serta
menjadi pertimbangan bagi manajemen dalam meningkatkan mutu
pelayanan asuhan keperawatan dengan menyediakan media audio
visual di ruang perawatan anak sebagai upaya mengurangi respon
kecemasan saat mendapat terapi melalui injeksi intravena.

2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan


Penelitian ini dapat menjadi masukkan dalam memberikan asuhan
keperawatan, khususnya dalam penanganan kecemasan pada anak
yang dilakukan tindakan invasif seperti pemberian injeksi intravena
dan juga dapat dijadikan sebagai bahan referensi keilmuan bagi
peneliti lainnya dengan variabel yang berbeda ditingkat keperawatan
lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori dan Konsep


1. Kecemasan
a. Definisi Kecemasan
Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada
objek yang spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-
was (khawatir) seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan
pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang berlangsung
beberapa waktu (Stuart dan Laraia,1998 dalam buku Pieter, dkk,
2011).

Ansietas adalah suatu perasaan takut akan terjadinya sesuatu yang


disebabkan oleh antisipasi bahaya dan merupakan sinyal yang
membantu individu untuk bersiap mengambil tindakan menghadapi
ancaman. Pengaruh tuntutan, persaingan, serta bencana yang terjadi
dalam kehidupan dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik
dan psikologi. Salah satu dampak psikologis yaitu ansietas atau
kecemasan (Sutejo, 2018).

Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang


digambarkan dengan kegelisahan atau ketegangan dan tanda – tanda
hemodinamik yang abnormal sebagai konsekuensi dari stimulasi
simpatik, parasimpatik dan endokrin. Kecemasan ini terjadi segera
setelah prosedur bedah direncanakan (Zakariah,2015).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah


suatu perasaan yang tidak menyenangkan akan terjadinya sesuatu
yang disebabkan oleh antisipasi bahaya, yang digambarkan dengan
kegelisahan atau ketegangan, was-was (khawatir) yang dapat
membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologi.

9
10

b. Penyebab Kecemasan
Ada dua faktor penyebab kecemasan faktor predisposisi (pendukung)
dan presipitasi (pencetus) kecemasan (Stuart,2012) meliputi :
1) Faktor Predisposisi (Pendukung) Terdapat beberapa teori
yang mendukung munculnya kecemasan antara lain :
a) Pandangan psikoanalitis, adalah ansietas adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian: id
dengan superego. Id mewakili dorongan insting dan
impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati
nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau
Aku, menengahi tuntutan dari kedua elemen yang
bertentangan tersebut, dan fungsi ansietas adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

b) Pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari


perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan
interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan, yang menimbulkan kelemahan/ kerentanan
tertentu. Individu dengan harga diri rendah lebih rentan
mengalami ansietas yang berat.

c) Pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi


yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
seseorang untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

2) Faktor Presipitasi (Pencetus) Stresor pencetus kecemasan


dapat berasal dari sumber internal dan eksternal yang dapat
dikelompokkan dalam 2 kategori :
a) Ancaman terhadap integritas fisik Meliputi
ketidakmampuan fisiologis yang akan terjadi atau
11

penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup


sehari-hari.

b) Ancaman terhadap sistem diri Ancaman terhadap sistem


diri dapat membahayakan indentitas, harga diri, dan
fungsi sosial yang berintegrasi pada individu

c. Klasifikasi Kecemasan
Tingkat kecemasan ada 4 menurut Donsu (2017):
1) Kecemasan ringan (Mild Anxiety)
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari.
Penyebabnya, seseorang menjadi lebih waspada, sehingga
persepsinya meluas dan memiliki indra yang tajam. Kecemasan
ringan masih mampu memotivasi individu untuk belajar dan
memecahkan masalah sevara efektif dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas.

2) Kecemasan sedang (Moderate Anxiety)


Memusatkan perhatian pada hal-hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Perhatian seseorang menjadi
selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah
lewat arahan dari orang lain.

3) Kecemasan berat (Savere Anxiety)


Kecemasan berat ditandai lewat sempitnya persepsi seseorang.
Selain itu, memiliki perhatian yang terpusat padahal yang
spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal lain, dimana
semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.

4) Panik
Setiap orang memiliki kepanikan yang berbeda. Hanya saja,
kesadaran dan kepanikan itu memiliki kadarnya masing-masing.
12

Kepanikan muncul disebabkan karena kehilangan kendali diri


dan detail perhatian kurang. Ketidakmampuan melakukan
apapun meskipun dengan perintah menambah tingkat kepanikan
seseorang.

d. Rentang Kecemasan

Respon Adaptif Respon maladaptive

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Skema 2.1.
Rentang respon ansietas Sumber: Stuart (2016)

1) Respon Adaptif
Hasil yang positif akan didapatkan jika individu dapat
menerima dan mengatur kecemasan. Strategi adaptif biasanya
digunakan seseorang untuk mengatur kecemasan antara lain
dengan berbicara kepada orang lain, menangis, tidur, latihan,
dan menggunakan teknik relaksasi.
2) Respon Maladaptif
Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu menggunakan
mekanisme koping yang disfungsi dan tidak berkesinambungan
dengan yang lainnya. Koping maladaptif mempunyai banyak
jenis termasuk perilaku agresif, bicara tidak jelas isolasi diri,
banyak makan, konsumsi alkohol, berjudi, dan penyalahgunaan
obat terlarang.

e. Konsep Stress Hospitalisasi Pada Anak Usia 3-6 Tahun


13

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau


darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk
menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di
rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan
ketakutan dan cemas bagi anak (Supartini, 2009). Kecemasan pada
anak akan menimbulkan perasaan takut yang biasanya disebabkan
oleh tidak mempunyai pengalaman dirawat atau ketidaktahuan
tentang prosedur tindakan, dan bila anak tidak mempunyai koping
yang efektif, hal tersebut akan menimbulkan stress
(Susilaningrum,2013). Anak yang dirawat di rumah sakit akan
berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologinya, hal ini disebut
dengan hospitalisasi. Anak prasekolah yang dirawat di RS
menunjukkan reaksi berupa perilaku seperti protes, putus asa, dan
regresi (Wong,2009). Sikap regresi bisa dalam bentuk menangis,
bersandar pada ibu, serta menolak makan maupun pengobatan.
Kecemasan terbesar pada anak usia prasekolah selama menjalani
hospitalisasi adalah kecemasan terjadinya perlukaan pada bagian
tubuhnya. Semua prosedur atau tindakan keperawatan baik yang
menimbulkan nyeri maupun tidak dapat menyebabkan kecemasan
anak prasekolah. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pemahaman
anak mengenai tubuh. Reaksi anak usia prasekolah yang
menunjukkan kecemasan seperti anak menolak makan, menangis
diam-diam karena kepergian orang tua mereka, sering bertanya
tentang keadaan dirinya, mengalami sulit tidur, tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan saat dilakukan tindakan keperawatan
(Alfiyanti,2007).

f. Penyebab kecemasan pada anak yang dirawat di rumah sakit


Penyebab kecemasan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor
dari petugas rumah sakit (dokter, perawat, atau tenaga kesehatan
lainnya), lingkungan baru, ataupun reaksi keluarga yang
14

mendampingi anak selama perawatan (Nursalam, Susilaningrum dan


Utami, 2008).

Hockenberry dan Wilson (2011) menyatakan penyebab kecemasan


anak prasekolah karena hospitalisasi dapat disebebkan oleh beberapa
faktor yaitu:
1) Kecemasan karena perpisahan
Anak usia prasekolah memiliki koping yang lebih baik daripada
anak usia toddler. Anak usia prasekolah dapat mentolelir jika
mereka harus berpisah dengan orangtua mereka. Walaupun anak
prasekolah mentolelir perpisahan dalam waktu sebentar dan
anak prasekolah mulai belajar mempercayai oranglain selain
orang terdekat mereka. Reaksi umum terjadi pada anak
prasekolah adalah menolak untuk makan,mengalami kesulitan
tidur, menangis pelan ketika anak bersama orangtua,marah,
merusak mainan, tidak kooperatif terhadap pengobatan
(Nursalam,Susilaningrum dan Utami,2008).

2) Kehilangan kontrol (Loss of Control)


Anak usia prasekolah kehilangan control karena pembatasan
aktifitas fisik yang menyebabkan anak ketergantungan dengan
bantuan dari oranglain. Respon yang biasa terjadi pada anak
prasekolah seperti rasa malu, rasa bersalah, rasa takut
(Nursalam, Susilaningrum dan Utami,2008).

3) Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)


Reaksi anak terhadap luka dan rasa nyeri dengan menyeringai
wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka
mata dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti
mengigit, memukul, menendang, atau berlari keluar (Nursalam,
Susilaningrum dan Utami,2008).
15

Menurut Hockenberry dan Wilson (2011) beberapa faktor yang


berhubungan dengan kecemasan pada anak akibat hospitalisasi yaitu:
1) Jenis kelamin
Kecemasan lebih sering terjadi pada anak perempuan
dibandingkan laki-laki. Hal ini memungkinkan karena
pengaruh hormon esterogen yang apabila berinteraksi dengan
serotonin akan menimbulkan keemasan.

2) Usia anak
Usia anak salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi
reaksi anak terhadap sakit dan proses perawatan. Semakin
bertambahnya umur seseorang semakin baik seseorang dalam
mengendalikan emosi.

3) Lama perawatan
Lama hari rawat dapat mempengaruhi sesesorang yang sedang
dirawat. Study yang dilakukan oleh (Aguilera-Perez dan
Whetsell,2007 dalam Purwandari,2009) dengan melakukan
pengukuran kecemasan pada waktu 12 jam setelah anak masuk
rumah sakit, 12 jam sebelum keluar rumah sakit, dan 10 hari
setelah keluar dari rumah sakit menunjukan bahwa lama
dirawat mempengaruhi kecemasan anak.

4) Pengalaman di rawat sebelumnya


Pengalaman anak dirawat sebelumnya mempengaruhi reaksi
anak. Apabila anak pernah dirawat sebelumnya dan anak
mengalami pengalaman tidak menyenangkan dirawat di rumah
sakit sebelumnya akan menyebabkan anak takut dan trauma,
dan apabila ketika anak dirawat di rumah sakit dan anak
mendapat perawatan yang baik dan menyenangkan anak akan
lebih kooperatif dalam perawat dan dokter.
16

g. Tahap Respon Prilaku Kecemasan Anak


Menurut Hockenberry dan Wilson (2011) respon prilaku anak
terhadap kecemasan dibagi dalam 3 tahap yaitu:
1) Tahap protes (phase of protest)
Tahap ini ditandai dengan anak menangis kuat, menjerit,
memanggil orang terdekatnya misalnya ibu. Secara verbal anak
mengatakan “pergi”. Prilaku protes anak tersebut akan terus
berlanjut dan hanya berhenti jika anak merasa lelah dan orang
terdekatnya mendampinginya (Nursalam, Susilaningrum dan
Utami,2008).
2) Tahap putus asa (phase of despair)
Pada tahap ini anak tampak tegang, menangis berkurang, anak
kurang aktif, kurang minat untuk bermain, tidak ada nafsu
makan, menarik diri, tidak kooperatif, prilaku regresi seperti
mengompol atau menghisap jari (Nursalam, Susilaningrum dan
Utami,2008).
3) Tahap menolak (phase of dennial)
Pada tahap ini anak akan memulai perpisahan, mulai tertarik
dengan lingkungan sekitar, mulai membina hubungan dengan
orang lain (Nursalam, Susilaningrum dan Utami,2008).

h. Dampak Hospitalisasi Pada Anak


Salah satu dampak hospitalisasi pada anak adalah perubahan prilaku.
Anak akan bereaksi terhadap stress pada saat sebelum, selama dan
setelah proses hospitalisasi. Menurut Mendri dan Prayogi (2017),
proses hospitalisasi mempengaruhi anak-anak dengan cara yang
berbeda, tergantung pada usia, alasan untuk rawat inap mereka, dan
temperamen. Temperamen adalah bagaimana anak bereaksi terhadap
situasi baru atau unfamiliar. Kecemasan karena perpisahan dengan
keluarga dan teman berpengaruh pada terganggunya aktivitas
bersama teman, rutinitas yang dijalani bersama keluarga, hubungan
teman sebaya, dan prestasi di sekolah. Anak yang berada di
17

lingkungan baru selama proses hospitalisasi juga merasa takut pada


orang asing yang merawatnya maupun lingkungan rumah sakit yang
terasa asing. Selain itu, ketidaksukaan anak pada lingkungan rumah
sakit juga disebabkan oleh ruangan rumah sakit yang ramai atau
gaduh, lingkungan yang panas, fasilitas permainan yang tidak
memadai, dan makanan rumah sakit yang mungkin terasa hambar
dan tidak enak. Hal lain yang menyebabkan anak mengalami
kecemasan pada saat proses hospitalisasi adalah anak harus
menerima perawatan dan investigasi. Ketika menerima perawatan
anak biasanya takut pada proses-proses yang harus dijalaninya,
seperti proses operasi, penyuntikan dan mengkonsumsi obat-obatan
secara rutin. Ketakutan selama proses perawatan juga bisa
diakibatkan karena adanya bayangan tentang rasa nyeri, perubahan
tentang penampilan tubuh, dan kecemasan akan kematian.

i. Penatalaksanaan Kecemasan Pada Anak


Potter & Perry (2010) menyatakan anak yang menjalani perawatan di
rumah sakit harus memperhatikan kebutuhan perkembangannya yang
meliputi :
1) Meminimalkan rasa cemas karena perpisahan.
2) Mempertahankan kepercayaan.
3) Mengurangi rasa takut.
4) Meminimalkan rasa tidak nyaman pada fisik.
5) Membantu pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
6) Menggabungkan bermain dan kegiatan pengalihan ke dalam
perawatan sehari-hari.

Menurut Wong (2009) penatalaksanaan kecemasan pada anak ada


tiga yaitu:
1) Melibatkan orang tua
Melibatkan orang tua anak dalam perawatan anak dengan cara
membolehkan mereka untuk tinggal bersama anak selama 24
18

jam. Jika tidak memungkinkan, beri kesempatan orang tua


untuk melihat anak setiap saat dengan maksud untuk
mempertahankan kontak antara mereka.
2) Modifikasi lingkungan
Memodifikasi lingkungan rumah sakit agar anak tetap merasa
nyaman dan tidak asing dengan lingkungan baru.
3) Peran dari petugas kesehatan
Perawat diharapkan menjadi petugas kesehatan yang harus
menghargai sikap anak karena selain orang tua perawat adalah
orang yang paling dekat dengan anak selama perawatan di
rumah sakit. Sekalipun anak menolak perawat yang di anggap
sebagai orang asing, namun perawat harus tetap memberikan
dukungan dengan meluangkan waktu secara fisik dengan
dengan anak dan mengajak bermain sesuai tahap
perkembangan anak.

j. Alat Ukur Kecemasan Pada Anak


1) Children’s Manifest Anxiety Scale (CMAS)
Pengukur kecemasan Children Manifest Anxiety Scale (CMAS)
ditemukan oleh Janet Taylor. CMAS berisi 50 butir pernyataan,
di mana responden menjawab keadaan ”ya” atau ”tidak” sesuai
dengan keadaan dirinya, dengan memberi tanda (O) pada kolom
jawaban ”ya” atau tanda (X) pada kolom jawaban “tidak”.
Tujuan adanya instrumen ini adalah menciptakan pengukuran
yang obyektif untuk kecemasan anak secara berkelompok,
menjaga waktu minimum agar penilaian valid dan akurat,
menciptakan item yang cocok untuk anak SD, mencakup area
kecemasan dari berbagai multidimensi, meningkatkan norma-
norma dan informasi yang beragam dari kelompok anak-anak,
menjamin bahwa item tes bagus. Instrumen CMAS dikatakan
valid dan reliabel.
19

2) Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS)


SCAS merupakan alat untuk mengukur dalam menentukan
peningkatan kecemasan pada anak dengan total 114 skor dan
dibagi menjadi 3 tingkat kecemasan atau kecemasan ringan
dengan 17 skor 1-38, kecemasan sedang dengan skor 39-76 dan
kecemasan berat dengan skor 77-144.

3) Pediatric Anxiety Rating Scale (PARS)


PARS digunakan untuk menilai kecemasan pada anak usia 6-17
tahun. Terdiri dari gejala dan tingkat kecemasan. Alat ukur ini
diisi dengan melakukan wawancara kepada ibu dan anak
kemudian dinilai dan diambil nilai tengah. Terdapat 7 item
dengan jumlah skor 35.

4) Faces Anxiety Scale (FAS)


Skala tingkat kecemasan ini dikembangkan oleh McMurty
(2016) untuk mengukur kecemasan pada pasien anak yang
sedang menjalani tindakan medis. Anak-anak sering diminta
untuk melaporkan kecemasan atau ketakutan sebelum dan
selama prosedur tindakan medis yang menyakitkan dengan
menunjukan gambar dari skala kecemasan wajah. Dimana skala
penelitian ini dinilai dengan skala penilaian terendah dari nilai 0
dan nilai tertinggi 4. Skor 0 dapat memberikan gambaran tidak
ada kecemasan sama sekali, skor 1 menggambarkan kecemasan
ringan, skor 2 menggambarkan kecemasan ringan-sedang, skor
3 menggambarkan adanya kecemasan sedang, skor 4
menggambarkan kecemasan yang ekstrim pada anak.
20

Gambar 2.2 Faces Anxiety Scale

5) Modified Yale Preoperative Anxiety Scale (MYPAS)


MYPAS yang dikembangkan oleh Guaratini dkk (2006) untuk
mengukur kecemasan anak usia 2 sampai 7 tahun yang akan
menerima tindakan medis maupun operasi. Penilaian MYPAS
terdiri dari 5 item yaitu aktiviitas, suara, ekspresi emosi,
keadaan, dan interkasi anak terhadap keluarga dengan nilai
terendah 5 dan nilai tertinggi 22. Pada semua item terdapat 4
pilihan tanda kecemasan anak kecuali item suara terdapat 6
pilihan. Skor dihitung dengan membagi nilai yang di peroleh
dengan nilai tertinggi, masingmasing item kemudian
menambahkan semua nilai yang dihasilkan mengkalinya dengan
100 dan membaginya dengan 5. Perhitungan ini menghasilkan
skor berkisar 23-100 dimana skor 23 adalah skor terendah yang
menunjukkan derajar kecemasan yang lebih rendah, dan skor
100 merupakan skor tertinggi yang diartikan derajat kecemasan
yang lebih besar.

2. Terapi Bermain di Rumah Sakit


a. Definisi Terapi Bermain
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan
salah satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stress karena
hospitalisasi menimbulkan krisi dalam kehidupan anak, dan karena
situasi tersebut sering disertai stress berlebihan maka anak-anak
perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang
mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress.
21

Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan


anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak
juga berhenti pada saat anak di rumah sakit (Wong, 2009).

Terapi bermain adalah usaha mengubah tingkah laku bermasalah,


dengan menempatkan anak dalam situasi bermain. Bermain
merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan
sosial. Bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena
dengan bermain, anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat
dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara (Adriana,
2011).

Kebutuhan bermain anak mengacu pada tahapan tumbuh kembang


anak, sedangakan tujuan yang ditetapkan harus memperhatikan
prinsip bermain bagi anak di rumah sakit, yaitu menekankan pada
upaya ekspresi sekaligus relaksasi dan distraksi dari perasaan takut,
cemas, sedih, tegang, dan nyeri (Rohmah,2018).

Menurut Rohmah,2018 hal-hal yang harus diperhatikan dalam


aktifitas bermain di rumah sakit antara lain: alat-alat bermain,
tempat bermain, pelaksanaan aktivitas bermain.

b. Bermain di Rumah Sakit berdasarkan usia


1) Usia infant
a) Mainan bergerak dan berbunyi
b) Ayunan atau dipangku oleh ibu atau perawat
c) Jika mampu, beri kesempatan anak untuk merangak atau
stimulasi untuk berjalan.
2) Usia Todler
a) Bermain balok susun di atas tempat tidur
b) Mendengarkan musik dari tape atau radio
22

c) Creative material
3) Usia Sekolah
a) Game, buku bacaan, magic crayon
b) Radio atau tape
c) Nonton TV dan kemudian mendiskusikannya

c. Prinsip Permainan Pada Anak di Rumah Sakit


1) Tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang
sedang dijalankan
2) Tidak membutuhkan basnyak energi
3) Harus mempertimbangkan keamanan anak
4) Dilakukan pada kelompok umur yang sama
5) Melibatkan orang tua
6) Bila keadaan anak masih lemah, maka gunakan bentuk
permainan pasif

d. Manfaat Terapi Bermain


Keuntungan aktivitas bermain yang dilakukan pada anak yang
dirawat di rumah sakit antara lain menurut (Supartini, 2004 dalam
Rohmah,2018):
1) Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga)
dengan perawat, karena dengan melaksanakan kegiatan
bermain perawat mempunyai kesempatan untuk membina
hubungan yang baik dan menyenangkan dengan anak dan
keluarganya. Bermain merupakan alat komunikasi yang efektif
antara perawat dan klien.
2) Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak
untuk mandiri. Aktivitas bermain yang terprogram akan
memulihkan perasaan mandiri pada anak.
3) Permainan anak di rumah sakit tidak hanya akan memberikan
rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak
23

mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih,


tegang, dan nyeri.
4) Permainan yang terapiutik akan dapat meningkatkan
kemampuan anak untuk mempunyai tingkah laku yang positif.
5) Permainan yang memberi kesempatan pada beberapa anak
untuk berkompetisi secara sehat, akan dapat menurunkan
ketegangan pada anak dan keluarganya.

3. Teknik Distraksi
a. Definisi Distraksi
Distraksi adalah sistema aktivasi yang kompleks menghambat
stimulus nyeri apabila seseorang menerima input sensorik yang
berlebih. Dengan adanya stimulus sensorik, seseorang dapat
mengabaikan atau tidak menyadari akan adanya nyeri (Potter &
Perry,2010).

Distraksi yaitu memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain


pada nyeri. Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau
memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu
oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat
menurunkan persepsi nyeri yang menstimulasi sistem kontrol
desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimulasi nyeri yang
ditransmisikan ke otak (Brunner & Suddart, 2014).

Mekanisme distraksi ini dapat dijelaskan dengan adanya endorphin


dan ankefalin dalam tubuh yang merupakan substansi yang berfungsi
sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri. Endorphin dan enkefalin,
substansi seperti morfin yang di produksi oleh tubuh adalah contoh
dari substansi yang menghambat transmisi impuls nyeri. Apabila
tubuh mengeluarkan substansisubstansi ini, satu efeknya adalah
pereda nyeri. Substansi ini di temukan dalam konsentrasi yang kuat
adalah sistem saraf pusat (Brunner & Suddart, 2014).
24

Distraksi yang dapat dilakukan untuk anak-anak yaitu melibatkan


anak dalam permainan. Macam-macam alat permainan yang dapat
dilakukan untuk teknik distraksi dalam pengalihan nyeri yaitu radio,
tape recorder, CD player atau permainan komputer, gunakan humor
seperti menonton katun atau cerita lucu (Wong, 2009).

b. Jenis-jenis Distraksi
Jenis-jenis distraksi menurut Soeparmin,2010 antara lain :
1) Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran,
melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.
2) Distraksi pendengaran
Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara
burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih
musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan
diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu.Klien
juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti
irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki
3) Distraksi pernafasan
Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada
satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi
perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat
dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara
perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati).
Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan
terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik
ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik. Bernafas ritmik
dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan pernafasan
ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada
bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan
atau gerakan memutar di area nyeri. Pernapasan dalam adalah
25

teknik yang termudah yang digunakan untuk anak kecil.Anak di


instruksikan mengambil napas melalui hidung dan meniup
keluar melalui mulut.Sambil menghitung respirasi anak,
perhatian dapat dipusatkan pada pernapasannya. Bagi anak usia
sekolah, dengan meminta mereka menahan napas sewaktu
prosedur yang menyakitkan akan memindahkan perhatian
mereka pada pernapasannya bukan pada prosedurnya. Meminta
anak “meniup keluar nyeri” telah didiskusikan sebagai alat
distraksi yang efektif (French, Painterand Coury,1994).
4) Distraksi intelektual antara lain dengan mengisi teka-teki
silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur)
seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.
5) Tehnik pernafasan seperti bermain, menyanyi, menggambar
atau sembayang.
6) Imajinasi terbimbing adalah kegiatan klien membuat suatu
bayangan yang menyenangkan dan mengonsentrasikan diri
pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur membebaskan
diri dari dari perhatian terhadap nyeri. Peran perawat dalam
manajemen nyeri tidaklah lengkap tanpa evaluasi yang akurat
tentang keefektifan intervensi spesifik keperawatan. Evaluasi
memerlukan data tentang derajat penyembuhan yang dihasilkan
dari tiap intervensi. Observasi perilaku pasien dan menanyakan
perasaan pasien tentang penurunan nyeri adalah elemen penting
dalam proses keperawatan. Komunikasi staf melalui rencana
asuuhan keperawatan dan catatan pasien adalah alat vital dalam
mengevaluasi intervensi untuk penyembuhan nyeri.

4. Konsep Anak
a. Definisi Anak
Menurut WHO definisi anak adalah dihitung sejak seseorang di
dalam kandungan sampai dengan usia 19 tahun. Menurut Undang-
Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 pasal 1 ayat 1
26

tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum


berusia 18 tahun, termasuk juga yang masih di dalam kandungan.
Anak merupakan aset bangsa yang akan meneruskan perjuangan
suatu bangsa, sehingga harus diperhatikan pertumbuhan dan
perkembangannya (Depkes RI, 2014).

Anak adalah individu yang berada dalam satu rentang perubahan


perkembangan yang di mulai dari bayi hingga remaja. Masa anak
yaitu masa pertumbuhan dan perkembangan yang di mulai dari bayi
(0-1 tahun) usia bermain/toddler (1-2.5 tahun) pra sekolah (2,5-5
tahun) usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja usia (11-18 tahun)
(Wong,2009).

b. Kebutuhan Dasar Anak


Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak secara umum
digolongkan menjadi kebutuhan fisik-biomedis (asuh) yang meliputi
pangan atau gizi, perawatan kesehatan dasar, tempat tinggal yang
layak, sanitasi, sandang, kesegaran jasmani atau rekreasi.Kebutuhan
emosi atau kasih sayang (Asih), pada tahun-tahun pertama
kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan selaras antara ibu atau
pengganti ibu dengan anak merupakan syarat yang mutlak untuk
menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun
psikososial. Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah), stimulasi
mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan
pelatihan) pada anak. Stimulasi mental ini mengembangkan
perkembangan mental psikososial diantaranya kecerdasan,
keterampilan, kemandirian, kreaktivitas, agama, kepribadian dan
sebagainya.

c. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan anak yaitu bertambahnya ukuran fisik dan struktur
tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multifikasi
27

sel-sel tubuh serta bertambah besarnya ukuran sel (Wong,2009).


Pertumbuhan lebih ditekankan pada bertambahnya ukuran fisik
seseorang, yaitu menjadi lebih besar atau lebih matang bentuknya,
seperti bertambahnya ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar
kepala. Pertumbuhan pada masa anak-anak bervariasi sesuai dengan
bertambahnya usia anak.

Perkembangan merupakan sebuah proses yang dinamis dan


berkesinambungan seiring berjalannya kehidupan, ditandai dengan
serangkaian tahap kenaikan, konstan dan juga tahap penurunan. Proses
pertumbuhan dan perkembangan manusia berasal dari berbagai efek yang
saling terkait dari faktor keturunan dan lingkungan. Manusia secara
bersamaan tumbuh dan berkembang secara fisik, kognitif, psikososial,
dimensi moral, dan spiritual, dengan masing-masing dimensi menjadi
bagian penting dari keseluruhan pribadi Perkembangan adalah
bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur, termasuk aspek sosial atau emosional
akibat pengaruh lingkungan (Taylor et al., 2011 dalam Manshur,2019) .

Aspek perkembangan bersifat kualitatif yaitu pertambahan


kematangan fungsi dari masing-masing bagian tubuh. Perkembangan
diawali dengan berfungsinya jantung untuk memompakan darah,
kemampuan untuk bernafas sampai kemampuan anak untuk
tengkurap, duduk, berdiri, berjalan memungut benda-benda di
sekelilingnya, serta kematangan emosi dan sosial anak.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak


(Hidayah, 2009)
1) Faktor Intern (Alami)
Faktor intern adalah faktor yang mempengaruhi perkembangan
yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Berikut ini
merupakan beberapa hal yang diduga sebagai faktor intern yang
mempengaruhi proses perkembangan.
28

a) Genetika/Hereditas (Keturunan)
Pertumbuhan dan perkembangan anak sangat dipengaruhi
oleh factor keturunan/genetik yang didapat dari
orangtuanya.Faktor genetik lebih menekankan pada aspek
fisiologis dan psikologis yang yang dibawa melalui alian
darah dalam kromosom sehingga faktor ini bersifat statis,
misalnya bentuk fisik, kesehatan, sifat, kepribadian, minat,
bakat, kecerdasan.
b) Hormon
Pengaruh hormon sudah terjadi sejak masa prenatal, yaitu
saat janin berumur 4 bulan, pada saat itu terjadi
pertumbuhan yang cepat. Beberapa hormon yang
berpengaruh dalam proses tumbuh kembang anak adalah
hormon pertumbuhan somatotropin, sedangkan hormon
estrogen dan progesteron merupakan hormoneseksual yang
berguna saat anak mulai memasuki usia remaja sebagai salah
satu penanda kematangan individu.

2) Faktor Ekstern (Lingkungan)


Faktor eksterna merupakan faktor yang mempengaruhi
perkembangan anak yang berasal dari luar individu/lingkungan,
baik dalam bentuk lingkungan fisik yang berupa kondisi rumah,
gizi, kesehatan lingkungan, dan sebagainya. Sedangkan
lingkungan psikis berupa faktor kebudayaan, sikap, keyakinan,
nilai nilai yang dianut dan sebagainya.
a) Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal anak,
keluarga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap
proses tumbuh kembang anak. Dukungan dan bimbingan
yang tepat dari keluarga akan memaksimalkan pertumbuhan
dan perkembangan anak, sehingga anak akan banyak belajar
dari orangtuanya.
29

b) Kelompok Teman Sebaya


Saat anak sudah memasuki usia sekolah, teman sebaya akan
sangat berpengaruh pada perkembangan anak hal ini
dikarenakan anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu
bersama dengan temannya. Saat bersama teman temannya
anak akan mempelajari apa yang tidak didapatkan
dikeluarga misalnya saja tentang persaingan, kerjasama,
saling menghormati perbedaan, dan hal-hal lain yang akan
sangat berguna dalam proses perkembangan.

c) Pengalaman hidup
Pengalaman hidup dan proses pembelajaran menjadikan
anak berkembang dengan cara mengaplikasikan apa yang
telah dipelajari pada kebutuhan yang perlu dipelajari.
Semakin banyak pengalaman hidup yang dipelajari maka
akan sangat membantu anak untuk menyelesaikan tugas
perkembangannya.

d) Kesehatan Lingkungan
Tingkat kesehatan mempengaruhi respon anak terhadap
lingkungan dan respon orang lain pada anak tersebut,
sehingga proses pekembangan dapat terganggu bila
kesehatan lingkungan tidak kondusif. Sakit atau luka
berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan.

e. Anak Usia 3-6 tahun (pra sekolah)


Menurut Potts & Mandeleco (2012) Anak prasekolah adalah anak
yang berumur antara 3-6 tahun, pada masa ini anak-anak senang
berimajinasi dan percaya bahwa mereka memiliki kekuatan. Pada
usia prasekolah, anak membangun kontrol sistem tubuh seperti
kemampuan ke toilet, berpakaian, dan makan sendiri. Penggunaan
30

bahasa dalam berinteraksi merupakan modal awal anak dalam


mempersiapkan tahap perkembangan berikutnya yaitu tahap sekolah.

Selama tahap ini, pertumbuhan fisik melambat dan perkembangan


psikososial dan kognitif mengalami peningkatan. Selama periode ini
anak sering mengucapkan rasa ingin tahu dan anak lebih mampu
untuk berkomunikasi. Orang tua harus mengetahui bahwa anak
mereka akan sering menggunakan kata “mengapa” yang diperlukan
untuk menunjang perkembangan kognitif dan perkembangan
psikososial (Manshur,2019).

Pengertian serupa juga disebutkan oleh Hockenberry dan Wilson


(2011) mengatakan bahwa anak usia prasekolah berada pada usia 3
sampai 6 tahun dan mengalami kombinasi dari perkembangan
biologis, psikologis, kognitif, spiritual dan sosial.

Menurut Riyadi (2019) perkembangan anak usia prasekolah


meliputi
1) Perkembangan kognisi.
Perkembangan kognisi pada masa prasekolah memiliki ciri-ciri
berupa anak sudah mamapu memahami sebab akibat secara
sederhana, mampu mengelompokan objek, orang dan kejadian
menjadi memiliki arti atau makna. Anak memulai memahami
angka-angka, dapat menghitung dan memahami jumlah. Selain
itu anak mulai belajar menggambar dan mengenal warna.
Menurut Plaget dalam Hockenberry dan Wilson (2011)
Perkembangan kognitif anak usia prasekolah berada dalam fase
preoperasional, yaitu tahapan dimana anak mempu berfikir satu
ide pada satu waktu.

2) Perkembangan Sosial emosional


31

Anak usia prasekolah mengalami perkembangan sosial yang


lebih luas dibandingkan dengan tahap sebelumnya karena anak
sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya.
Interaksi dengan teman sebaya pada masa ini terjadi dengan
bermain.

3) Perkembangan Psikososial
Menurut Adriana, 2011, adalah sebagai berikut
a) Usia 3 tahun
Perkembangan psikososial yang dialami anak berupa
berpakaian sendiri hampir lengkap, dibantu bila dengan
kancing di belakang, dan mencocokan sepatu kanan dan
kiri, mengalami peningkatan tentang perhatian, makan
sendiri, dapat menyiapkan makana sederhana seperti
sereal, dapat membantu mengatur meja, mengetahui jenis
kelamin sendiri dan orang lain, egosentrik dalam berfikir
dan tingkah laku, mulai memahami waktu, mulai mampu
memandang konsep dari perspektif yang berbeda, mulai
mempelajari permainan sederhana, tetapi sering mengikuti
aturannya sendiri, serta mulai berbagi, menyembunyikan
mainannya untuk memastikan tidak akan digunakan oleh
anggota keluarga yang lain.

b) Usia 4 tahun
Anak akan bersifat mandiri, cenderung keras kepala dan
tidak sabar, agresif secara fisik dan verbal, mendapat
kebanggaan dalam pencapaian, memamerkan secara
dramatis, menikmati pertunjukan orang lain, menceritakan
cerita keluarga kepada orang lain tanpa batasan, masih
mempunyai banyak rasa takut, menghubungkan sebab
akibat dengan kejadian, memahami waktu dengan baik
khususnya dalam istilah urutan kejadian sehari-hari,
32

egosentrik berkurang dan kesadaran social lebih tinggi,


patuh pada orang tua karena batasan bukan karena
memahami benar atau salah, permainan asosiatif seperti
menghayalakan teman bermain, menggunakan alat
dramatis, imajinatif, dan imitative seperti melalui bermain
menjadi “dokter”.

c) Usia 5 tahun
Anak akan lebih tenang dan berusaha untuk menyelesaikan
urusan, mandiri, tapi dapat dipercaya, tidak kasar, lebih
bertangguang jawab, mengalami sedikit rasa takut,
mengandalkan otoritas luar untuk mengendalikan
dunianya, berhasrat untuk melakukan sesuatu dengan
benar dan mudah, mencoba mengikuti aturan, menunjukan
sikap yang lebih baik, memperhatikan diri sendiri secara
total tetapi perlu pengawasan, mulai dari bertanya apa
yang dipikirkan orang tua dengan membandingkannya
dengan teman sebaya orang dewasa lain, sangat ingin tahu
informasi factual mengenai dunia, dalam permainan
mencoba mengikuti aturan tetapi berlaku curang untuk
menghindari kekalahan.

d) Usia 6 tahun
Anak dapat berbagi dan bekerja sama dengan baik, akan
curang untuk menang, sering masuk dalam permainan
kasar, sering cemburu terhadap adik, melakukan apa yang
orang dewasa lakukan, kadang mengalami temper tantrum,
lebih mandiri, mungkin karena pengaruh sekolah,
mempunyai cara sendiri untuk melakukan sesuatu,
meningkatkan sosialisasi, dapat mematuhi tiga macam
perintah sekaligus.
33

Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh kemampuan bahasa


anak, kemapuan bahasa terus berkembang dengan pesat pada
kelompok anak usia prasekolah. Anak usia prasekolah ketika
menjalani rawat inap dirumah sakit sering kali menunjukan
respon yang berbeda. Respon fisologis yang sering nampak
seperti gelisah, reaksi kaget, menangis, berontak, menghindar
hingga menarik diri. Anak usia prasekolah yang berusia 3
sampai 6 tahun mengalami stress terhadap penyakitnya sehingga
anak merasa tidak nyaman. Lingkungan rumah sakit serta staf
yang bertugas tidak dikenal anak membuat anak takut untuk
ditinggalkan orang tuanya sehingga mereka menunjukan prilaku
yang berbeda unyuk mengatasi kritis yang dialaminya Menurut
(Wong,2009).

5. Media Audio Visual


a. Definisi
Media audio visual adalah Sebuah alat bantu yang dipergunakan
dalam pembelajaran untuk membantu tulisan dan kata yang
diucapkan dalam menyampaikan pengetahuan, sikap, dan ide dalam
pembelajaran (Wati,2016).

Media audio visual adalah merupakan media perantara atau


penggunaan materi dan penyerapan melalui pandangan dan
pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat memeproleh
keterampilan, pengetahuan, dan sikap. Media audio visual
merupakan media yang sangat menarik bagi anak-anak terutama
anak usia prasekolah yang memiliki daya imajinasi tinggi dan dapat
memudahkan anak untuk medapatkan pembelajaran yang
menyenangkan (Patma,2019).

Animasi adalah suatu kegiatan menghidupkan, menggerakkan benda


diam. Suatu benda diam diberikan dorongan kekuatan, semangat dan
34

emosi untuk menjadi hidup dan bergerak atau hanya berkesan hidup
(Syahfitri,2011). Jadi animasi merupakan objek diam yang
diproyeksikan menjadi gambar bergerak yang seolah-olah hidup
sesuai dengan karakter yang dibuat dari beberapa kumpulan gambar
yang berubah beraturan dan bergantian sesuai dengan rancangan,
sehingga video yang ditampilkan lebih variatif dengan gambar-
gambar menarik dan berwarna yang mampu meningkatkan daya tarik
anak-anak. Sehingga anak-anak dapat berimajinasi dengan
menggunakan media audio visual.

b. Macam-macam media Audio Visual


Menurut Syiful Bahri Djamarah ,2012 dalam proses belajar mengajar
kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam
kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang akan disampaikan dapat
dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Salah satu
teknologi dalam proses pengajaran itu adalah memilih media
pembelajaran. Media pembelajaran menurut Rossi dan Breidle
adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan
pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan
sebagainya (Wina Sanjaya,2011). Media pembelajaran inilah yang
akan membantu memudahkan siswa dalam mencerna informasi
pengetahuan yang disampaikan. Media pembelajaran menurut
karakteristik pembangkit rangsangan indera dapat berbentuk Audio
(suara), Visual (gambar), maupun Audio visual.

Jenis audio visual media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik
karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua. Media
ini dibagi menjadi dua :
1) Audio visual diam : yaitu media yang menampilkan suara dan
gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film
rangkai suara, cetak suara.
35

2) Audio visual gerak : yaitu media yang dapat menampilkan unsur


suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video-
cassette.

c. Kelebihan dan Kekurangan Audio Visual


Media audio visual memiliki bebrapa kelebihan dan kekurangan
(Kompas.com) yaitu :
1) Kelebihan audio visual
a) Membantu tahap belajar awal anak
Pengaruh positif kartun pada anak-anak dapat dilihat
terutama dalam kartun pendidikan yang mengajarkan
bentuk, angka, dan warna. Kartun semacam itu dapat
mengajar anak-anak dengan cara yang menyenangkan dan
interaktif, sehingga membuat belajar menjadi kegiatan yang
menyenangkan. Gambar yang bergerak, berbicara, dan
visual yang penuh warna membuat belajar menjadi menarik
bagi anak-anak.
b) Perkembangan kognitif
Menonton kartun dapat membantu mengembangkan
keterampilan kognitif anak seperti bekerja dan memori
jangka panjang, perhatian berkelanjutan dan selektif, dan
logika dan penalaran, pemrosesan visual, dan pendengaran.
c) Perkembangan Bahasa
Kartun dapat memperkenalkan anak-anak terhadap berbagai
bahasa sehingga kemampuan linguistik mereka semakin
berkembang. Membiarkan mereka menonton kartun dalam
bahasa ibu, misalnya, membantu mereka mempelajari
bahasa dengan lebih baik.
d) Peningkatan kreativitas
Kartun dapat membantu meningkatkan imajinasi dan
kreativitas anak. Anak dapat memikirkan ide-ide baru yang
36

terinspirasi oleh kartun dan menghasilkan cerita atau karya


seni baru berdasarkan kartun yang telah mereka lihat
e) Sarana hiburan
Anak-anak menganggap kartun lucu dan sering
menertawakan kejenakaan karakter kartun. Tertawa adalah
penghilang stres dan pembangun kepercayaan diri yang
baik. Selain itu, tertawa juga meningkatkan kekebalan
tubuh dan menyebabkan pelepasan endorfin yang
mengundang perasaan positif.
f) Sarana Pendidikan
Menonton kartun adalah cara yang bagus untuk mengajari
anak-anak tentang adat, tradisi, sejarah, dan mitologi lokal.
Misalnya, menonton versi animasi Ramayana atau
Mahabharata dapat mengajar anak-anak tentang mitologi
India. Menonton kartun tentang dongeng tradisional dapat
mengajar anak-anak tentang moral, kebaikan, dan kasih
sayang yang baik.

2) Kekurangan audio visual


a) Kekerasan
Menonton kartun yang menggambarkan kekerasan
berpotensi mendorong anak melakukan hal yang sama
dalam kehidupan nyata. Selain itu, anak-anak mungkin
percaya bahwa tidak ada yang terluka atau merasa sakit
karena kartun seringkali menampilkan adegan melarikan
diri tanpa cedera setelah mengalami kekerasan atau
kecelakaan. Misalnya, kartun Tom and Jerry sering
menampilkan adegan saling memukul atau menyebabkan
satu sama lain jatuh dari ketinggian tanpa ada konsekuensi
nyata.
b) Kurang empati
37

Ada beberapa kartun yang menunjukkan karakter dan


perilaku kasar atau tidak patuh terhadap guru dan orangtua.
Anak-anak dapat meniru perilaku ini dan menantang
orangtua atau guru mereka.
c) Bahasa yang kasar
Kartun sering kali menyertakan bahasa yang tidak cocok
untuk anak-anak. Anak-anak mudah dipengaruhi dan
meniru, sehingga membuat mereka turut menggunakan
bahasa yang buruk yang mereka serap dari kartun.
d) Tidak bersosialisasi
Ada beberapa kartun yang mendorong perilaku antisosial
dan memberikan pesan yang salah kepada anak-anak. Ada
beberapa kartun yang mengandung sindiran seksual,
mendorong agresi, dan mempromosikan perilaku nakal. Hal
ini dapat memengaruhi perilaku anak dan membuat mereka
berpikir normal untuk menjadi agresif, manja, atau nakal.
e) Masalah Kesehatan
Terlalu banyak duduk di depan layar televisi karena
menonton kartun dapat menyebabkan beberapa masalah
kesehatan karena tidak aktif dan gaya hidup yang menetap.
Risiko kesehatan itu di antaranya obesitas, masalah
penglihatan, dan kekurangan nutrisi karena kebiasaan
makanan yang buruk.
f) Peran buruk
Anak-anak sering mengidolakan karakter kartun favorit
mereka dan melakukan peniruan serta bercita-cita untuk
menjadi seperti tokoh kartun idolanya. Seringkali, objek
kekaguman mereka bisa menjadi panutan yang
menyesatkan sehingga mendorong kebiasaan atau
menunjukkan perilaku tidak sensitif terhadap sesama
makhluk. Dampak kartun semacam ini bisa membuat anak
menjadi tidak komunikatif dan antisosial.
38

6. Terapi Intravena
a. Definisi
Terapi intravena merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
dengan cara memasukan cairan melalui intravena dengan bantuan
infuse set yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit tubuh (Tamsuri,2008).

Pemasangan infus adalah tindakan pemasangan kateter intravena


pada vena tertentu untuk memberikan terapi intravena. Terapi
intravena digunakan untuk memperbaiki atau mencegah
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada penyakitakut dan
kronis dan juga digunakan untuk pemberian (Potter dan Perry,2012).

b. Indikasi Terapi Intravena


Menurut Darmawan, 2008 Indikasi pemberian terapi intravena
menurut diberikan pada kondisi-kondisi sebagai berikut:
1) Kondisi atau keadaan emergency; keadaan ingin mendapatkan
respon yang cepat terhadap pemberian obat
2) Klien yang mendapatkan terapi obat dalam dosis besar secara
terus menerus melalui intravena
3) Klien yang mendapat terapi obat yang tidak bisa diberikan
melalui oral atau intra vaskuler
4) Klien yang membutuhkan koreksi atau pencegahan gangguan
cairan dan elektrolit
5) Klien yang membutuhkan terapi cairan
6) Klien yang mendapatkan transfusi darah
7) Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur
(misalnya pada operasi besar dengan resiko perdarahan,
dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok,
juga untuk memudahkan pemberian obat), upaya profilaksis dan
39

syok (mengancam nyawa), dan sebelum pembuluh darah kolaps


(tidak teraba) sehingga tidak bisa dipasang jalur infus.

c. Keuntungan dan Kerugian Terapi Intravena


Terapi intravena memiliki keuntungan dan kerugian (Sugiarto,2006
dalam Nurlela, 2015)
1) Keuntungan
a) Efek terapeutik dapat segera tercapai karena penghantar
obat ke tempat target berlangsung cepat
b) Absorsi total memungkinkan dosis obat lebi tepat dan terapi
obat lebih dapat di andalkan
c) Kecepatan obat dapat dikontrol
d) Rasa sakit dan iritasi obat-obatan tertentu jika diberikan
intramuskular atau subkutan dapat dihindari
e) Sesuai dengan obat yang tidak dapat diabsorsi dengan rute
lain karena molekul yang besar.
2) Kerugian
a) Tidak bisa dilakukan “drug recall” dan mengubah aksi obat
tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi
b) Kontrol pemberin yang tidak bisa menyebabkan “spead
shock”
c) Komplikasi tambahan dapat timbul,yaitu kontaminasi
mikroba melalui titik akses ke sirkulsi melalui periode
tertentu.

B. Penelitian terkait
1. Penelitian dilakukan oleh Lilis Fatmawati, Yuanita Syaiful, Diyah
Ratnawati (2019) yang mengambil judul penelitian “Pengaruh
Audiovisual Menonton Film Kartun Terhadap Tingkat Kecemasan Saat
Prosedur Injeksi Pada Anak Prasekolah, tujuan penelitian untuk
menganalisis pengaruh audiovisual menonton film kartun terhadap
tingkat kecemasan saat prosedur injeksi pada anak prasekolah. Penelitian
40

ini Pre-experimental dengan jenis pretest and posttest one group design.
Pengambilan data dengan mengunakan teknik purposive sampling pada
28 responden. Variabel independen audiovisual menonton film kartun,
sedangkan variabel dependen tingkat kecemasan. Instrumen yang
digunakan SOP dan skala kecemasan HAR-S. Uji statistik menggunakan
uji Paired Sample T-Test, dengan signifikasi p< 0,05. Hasil analisis
statistik didapatkan nilai sig (p = 0.001, t = 11,71) yang berarti ada
pengaruh audiovisual menonton film kartun terhadap tingkat kecemasan
saat prosedur injeksi pada anak prasekolah. Diharapkan intervensi
audiovisual menonton film kartun dapat diterapkan sebagai salah satu
interveensi keperawatan untuk menurunkan kecemasan saat prosedur
injeksi pada anak prasekolah.

2. Penelitian dilakukan oleh Dessy Ekawati (2017) yang mengambil judul


“Pengaruh Distraksi Menonton Kartun Terhadap Tingkat Stress
Hospitalisasi Pada Anak Saat dilakukan Injeksi Bolus” tujuan penelitian
untuk menganalisa pengaruh distraksi menonton animasi kartun terhadap
tingkat stress hospitalisasi pada anak saat dilakukan injeksi bolus di
Paviliun Seruni RSUD Jombang. Design yang digunakan peneliti adalah
one group pre test post test design, populasi dalam penelitian ini adalah
rata-rata pasien anak perbulan usia 3-5 tahun selama tahun 2016 di
Pavilliun Seruni RSUD Jombang sejumlan 57 anak, sampelnya
berjumlah 50 anak dengan teknik consecutive sampling, variabel
independent yakni distraksi menonton animasi kartun, serta variabel
dependent yaitu tingkat stress hospitalisasi. Pengumpulan data
menggunakan lembar observasi menggunakan modifikasi DASS 21,
teknik analisa data menggunakan wilcoxon test. Hasil penelitian
didapatkan dari 50 responden, sebelum pemberian distraksi sebagian
besar mengalami stress hospitalisasi berat sejumlah 28 anak (56%) dan
stress sedang sejumlah 22 anak (44%), sesudah pemberian distraksi
hamper seluruh responden mengalami tingkat stress hospitalisasi ringan
sejumlah 40 anak (80%) dan stress sedang sejumlah 10 anak (20%). Uji
41

wilcoxon test menunjukan bahwa nilai p=0,000 <  (0,05) sehingga H0


ditolak dan Ha diterima.

3. Penelitian dilakukan oleh Hirma Agustina, Nikmatur Rohmah,


Mohammad Ali Hamid (2015) yang mengambil judul “Pengaruh
Distraksi Audiovisual Terhadap Respons Penerimaan Injeksi Intravena
Pada Anak Pra Sekolah di RSD Kalisat Jember”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh distraksi audiovisual terhadap respons
penerimaan injeksi intravena melalui saluran infus pada anak pra
sekolah. Desain yang digunakan Quasy Experimental Design dengan
rancangan post test only design with control. Populasi penelitian adalah
seluruh pasien anak pra sekolah yang mendapat injeksi intravena melalui
saluran infus di RSD Kalisat Jember dengan jumlah sampel 30 anak
yang diambil menggunakan teknik quota sampling. Uji statistik yang
digunakan yaitu chi square (= 0.05) kekuatan pengaruh dihitung
dengan odd ratio. Kelompok perlakuan memberikan respons penerimaan
yang baik sebesar 86.7 % sedangkan kelompok kontrol sebesar 26.7 %.
Analisis pengaruh di dapatkan P value = 0.001 yang berarti ada
pengaruh distraksi audiovisual dengan respons penerimaan anak dengan
odd ratio 17.875 yang berarti setiap pasien anak yang diberikan distraksi
audiovisual memiliki kecenderungan memberikan respons baik sebesar
17.875 lebih besar dibandingkan anak yang tidak diberikan distraksi
audiovisual.

4. Penelitian dilakukan oleh Ganda Nur Patma, Muhamat Nofiyanto (2017)


yang mengambil judul “Pengaruh Audio Visual Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan Pada Anak Preschool Yang Dilakukan Prosedur
Pemasangan Infus di UGD RSUD Wates”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh audio visual terhadap penurunan tingkat
kecemasan pada anak usia preschool yang dilakukan prosedur
pemasangan infus di UGD RSUD Wates. Penelitian ini merupakan
penelitian Pre experimental dengan jenis pretest and posttest one group
42

design. Uji statistik menggunakan uji Marginal Homogeneity hipotesis


komparatif kategorik berpasangan prinsip 2x(>2) dengan tingkat
kemaknaan α=0,05. Sampel diambil dengan mengunakan teknik
purposive sampling dengan responden sebanyak 9 orang. Setiap
responden dinilai tingkat kecemasan sebelum pemberian terapi dan saat
dilakukan terapi audio visual. Hasil analisis statistik menggunakan uji
Marginal Homogeneity menunjukan p value sebesar 0,005. Artinya ada
pengaruh terapi audio visual terhadap penurunan tingkat kecemasan pada
anak usia preschool yang dilakukan pemasangan infus di UGD RSUD
Wates.

5. Penelitian dilakukan oleh Ganjar Safari , Hanipah Azhar (2019) yang


mengambil judul “Pengaruh Teknik Distraksi Film Kartun Terhadap
Tingkat Kecemasan Anak Usia 4-6 Tahun Pre Sirkumsisi Di Klinik”
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh teknik distraksi visual
film kartun terhadap tingkat kecemasan anak usia 4-6 tahun pre
sirkumsisi. Penelitian ini menggunakan metode Pre Eksperiment Design
(nondesign) dengan one group pra-post test design dengan teknik
accidental sampling. Sampel dalam Penelitian ini 20 anak. Uji yang
digunakan yaitu uji Wilcoxon Signed Ranks Test. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan hasil terdapat pengaruh teknik distraksi visual film
kartun terhadap tingkat kecemasan anak usia 4-6 tahun pre sirkumsisi di
klinik. Sehingga hasil ini diharapkan klinik memakai prosedur
pemberian teknik distraksi visual film kartun sebagai salah satu cara
alternative non farmakologi untuk menurunkan tingkat kecemasan pre
sirkumsisi.
43

C. Kerangka Teori
Skema 2.1 Kerangka teori

Anak Usia Pra Sekolah 3-6 tahun


(Potts & Mandeleco, 2012).

(Hospitalisasi)

Perpisahan dengan Kehilangan Luka pada


orangtua dan teman kontrol tubuh/nyeri
bermain (Hockenberry (Hockenberry dan (Hockenberry dan
dan Wilson,2011) Wilson,2011) Wilson,2011)
44

Cemas
(Taddio et al. 2012).

Penatalaksanaan kecemasan (Wong,2009)


1. Melibatkan orangtua
2. Memodifikasi lingkungan
3. Peran dari petugas kesehatan

Distraksi yang dapat dilakukan pada


anak-anak yaitu melibatkan anak
dalam permainan (Wong,2009)

Terapi bermain terapeutik dengan media


audio visual (menonton video animasi )

Kecemasan berkurang
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan kerangka yang menghubungkan secara teoritis
antara variabel-variabel penelitianya itu antara variable independent dengan
variable dependen (Sugiyono,2014).

Dalam menyusun kerangka konsep hendaknya memahami variabel yang akan


diukur, karena kerangka konsep memberikan dasar konseptual bagi
penelitian. Kerangka konsep juga mengidentifikasi antara variabel yang
dianggap penting bagi studi terhadap situasi masalah apapun, sehingga sangat
penting memahami apa arti variabel dan apa saja jenis variabel yang ada.
Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada teori yang menyatakan
bahwa kecemasan dapat diatasi dengan terapi nonfarmakologi yaitu dengan
terapi pengalihan perhatian, pada anak-anak teknik pengalihan yang
dilakukan dengan melibatkan anak dalam terapi bermain.

Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai dan
merupakan operasional dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris.
Dilihat dari hubungan variabel satu dengan variabel yang lain, maka macam-
macam variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi variabel independen
dan variabel dependen (Sugiyono, 2014).

Variabel juga merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang


didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi
suatu penelitian (Nursalam, 2015). Variabel yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari :
1. Variabel independent (variabel bebas) adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
varibel terikat. Dalam penelitian ini variabel independen adalah
pemberian terapi bermain dengan audio visual.

45
46
47

2. Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi


akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel
dependen adalah tingkat kecemasan.

Variable Independent Variable Dependent

Terapi Bermain dengan


Audio visual (menonton Tingkat Kecemasan
kartun animasi)

Karakteristik Responden Jenis Kelamin,


lama hari rawat, pengalaman di rawat
sebelumnya

Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti

B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu asumsi pernyataan pengaruh antar dua variabel atau
lebih yang disusun berdasarkan kerangka konsep penelitian. Hipotesis
diperlakukan untuk penelitian eksperimen dan analitik (Supardi, 2013).

Menurut Sugiyono (2014) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap


rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum
48

didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan


data. Hipotesis mengemukakan pernyataan tentang harapan peneliti mengenai
hubungan antara variabel-variabel dalam suatu persoalan. Hipotesis tersebut
kemudian diuji dalam penelitian. Oleh karena itu, hipotesis diajukan sebagai
saran pemecahan/penyelesaian bagi masalah itu, dengan pengertian bahwa
penyelidikan selanjutnya yang akan membenarkan atau menolaknya.

Hipotesis Alternativ (Ha) adalah pernyataan tentang prediksi hasil penelitian


berupa hubungan antar variabel yang diteliti. Pernyataan dalam hipotesis
alternativ menyatakan secara langsung tentang prediksi hasil penelitian.
(Dharma, 2011).

Penelitian yang di ambil “Pengaruh Terapi Bermain Dengan Audio Visual


Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Yang Mendapat
Terapi Injeksi Intravena di Ruang Aster Rumah Sakit Pertamina Balikpapan”,
maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Ha adalah hipotesis yang menyatakan ada hubungan atau pengaruh
antara variabel independent dan variabel dependen.
Ada pengaruh terapi bermain dengan audio visual terhadap tingkat
kecemasan pada anak usia pra sekolah yang mendapat terapi injeksi
intravena di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan.
2. Hipotesis Nol (Ho)
Ho adalah hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan atau
pengaruh antara variabel independent dan variabel dependen.
Tidak ada pengaruh terapi bermain dengan audio visual terhadap
tingkat kecemasan pada anak usia pra sekolah yang mendapat terapi
injeksi intravena di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan.

C. Definisi Operasional
Setelah teori atau konsep di jabarkan dalam bentuk variabel penelitian agar
variabel tersebut mudah dipahami, diukur atau diamati, maka langkah
49

berikutnya adalah membuat definisi operasional variabel. Definisi


operasional variabel adalah definisi variabel berdasarkan sesuatu yang
dilaksanakan dalam penelitian. Sehingga, variabel tersebut dapatdiukur,
diamati atau dihitung, kemudian timbul variasi (Sitiatva, 2012).

Tabel 3.2
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Alat Hasil Skala


operasional ukur ukur ukur ukur
Variable Independent

1. Terapi Suatu O 1. Lembar Dilakukan -


bermain tindakan bs observasi terapi
mengguna yang er 2.Media bermain
kan audio melibatkan va audio audio visual
visual anak dalam si visual
(menonton permainan M (HP/table
kartun terapeutik en t)
animasi) yang dapat on 3.Jam/
membantu - stopwach
anak to
mengatasi n
kecemasan vi
melalui de
media audio o
visual. an
i
m
as
i
je
ni
s:
50

ka
rt
un
an
ak
D
ur
as
i:
10
m
en
it
Se
su
ai
S
O
P
Variable Dependent

2. Tingkat Tingkat Rasa M Lembar Kategori : Ordin


Kecema- cemas yang en kuisioner 0:Tidak ada al
san dialami ila skala kecemasan
pasien anak i kecemasan 1:Cemas
yang berusia ti FAS ringan
3-6 tahun ng 2:Cemas
ka ringan-
t sedang
ce 3:Cemas
m sedang
as 4:Cemas
se tinggi/ekstri
51

be m
lu
m
da
n
se
tel
ah
ti
nd
ak
an
pe
m
be
ri-
an
te
ra
pi
in
tr
av
en
a.
Karakteristik Responden

1 Jenis Merupakan Observa Lembar 1:Laki-laki Nomi


kelamin perbedaan si observasi 2:Perempu- nal
bentuk, sifat an
dan fungsi
biologi pada
laki-laki dan
52

perempuan
2 Lama hari lama dirawat Wawan- Lembar 1. < 3 hari ordin
perawatan dari pasien cara observasi 2. > 3 hari al
sejak masuk
sampai
pulang

3 Pengalam Perawatan di Wawan- Lembar 1:Pernah Nomi


an di fasilitas cara observasi 2:Belum nal
rawat kesehatan pernah
sebelumny yang pernah
a dialami,
dijalani
maupun
dirasakan,
baik sudah
lama maupun
yang baru
saja terjadi
53

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti untuk
melakukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap suatu
penelitian.Desain penelitian ditetapkan berdasarkan tujuan dan hipotesis
penelitian.Pada penelitian ini desain yang digunakan adalah quasi
eksperimen. Quasi eksperimen adalah penelitian yang mengujicoba suatu
intervensi pada sekelompok subyek dengan atau tanpa kelompok pembanding
namun tidak dilakukan randomisasi untuk memasukkan subyek kedalam
kelompok perlakuan atau control. Tujuan dari studi quasi experimental
biasanya untuk mengevaluasi intervensi tanpa menggunakan pengacakan
(Dharma, 2011).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah quasi


experimental dengan rancangan pre and post test without control group
design. Pada desain ini peneliti hanya melakukan intervensi pada satu
kelompok tanpa pembanding, efektifitas perlakuan dinilai dengan cara
54

membandingkan nilai post test dengan pre test (Darma,2011). Dalam


penelitian ini pre test dilaksanakan untuk mengetahui kecemasan anak
sebelum dilakukan intervensi teknik distraksi audio visual, sedangkan post
test dilaksanakan sebagai tolak ukur dari intervensi yang diberikan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik distraksi


audio visual terhadap tingkat kecemasan pada anak usia pra sekolah (usia 3-6
tahun) yang mendapat terapi injeksi intravena di Ruang Aster Rumah Sakit
Pertamina Balikpapan. Berikut skema pre and post test without control group
desain :

R O1 X O2

Desain Penelitian pre-post test without control group design


Keterangan:
R : Responden penelitian semua mendapat perlakuan/intervensi
O1 : Pre test pada kelompok perlakuan
O2 : Post test setelah perlakuan
X : Uji coba/intervensi pada kelompok perlakuan sesuai protokol
(Dharma, 2011)

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sample Penelitian


1. Populasi
Populasi adalah penelitian keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti (Notoatmodjo, 2012). Populasi adalah keseluruhan jumlah yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai karakteristik dan
kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti utuk diteliti dan
kemudian ditarik kesimpulan (Sujarweni,2014).

Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien anak yang berusia 3-6
tahun (prasekolah) yang dilakukan injeksi intravena yang dirawat di
55

Ruang Aster Rumah Sakit Pertamina Balikpapan dalam 3 bulan terakhir


dari bulan Agustus-Oktober 2021, dimana didapatkan data sebanyak
211 anak, dan rata-rata per bulannya berjumlah 70 anak.

2. Sampel
Sampel penelitian sebagai unit yang lebih kecil lagi adalah sekelompok
individu yang merupakan bagian dari populasi dimana peneliti langsung
mengumpulkan data atau melakukan pengamatan atau pengukuran pada
unit ini (Dharma, 2011). Sampel ini terdiri dari kelompok eksperimen,
sehingga peneliti perlu membuat kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria
inklusi adalah kriteria yang harus dimiliki oleh individu dalam populasi
untuk dapat dijadikan sampel dalam penelitian. Sedangkan kriteria
eklusi adalah kriteria yang tidak boleh ada atau tidak boleh dimiliki
oleh sampel yang akan digunakan untuk penelitian (Sitiatava,2012).

Kriteria sampel dari penelitian ini adalah:


a. Kriteria inklusi
1) Anak usia 3-6 tahun yang dirawat di ruang Aster Rumah
Sakit Pertamina Balikpapan.
2) Anak usia 3-6 tahun yang mendapatkan terapi injeksi
intravena selama perawatan di Rumah Sakit Pertamina
3) Anak yang memiliki fungsi pendengaran, penglihatan serta
berbicara dengan baik.
4) Anak dapat dilakukan komunikasi secara verbal.
5) Orang tua dan anak yang bersedia menjadi responden
b. Kriteria eksklusi
1) Anak yang mengalami penurunan kesadaran
2) Anak-anak yang sangat rewel sehingga tidak kooperatif

3. Teknik Pengambilan Sampel


Selain kriteria sampel, dalam sampling juga dikenal metode sampling
adalah suatu cara yang ditetapkan peneliti untuk menentukan atau
56

memilih sejumlah sampel dari populasinya. Metode sampling


digunakan agar hasil penelitian yang dilakukan pada sampel dapat
mewakili populasinya. Metode ini sangat ditentukan oleh jenis
penelitian, desain penelitian dan kondisi populasi dimana sampel berada
(Dharma, 2011). Teknik sampling yang di gunakan dalam penelitian ini
adalah non probability sampling yaitu consecutive sampling merupakan
suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih semua
individu yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan, sampai jumlah
sampel yang di inginkan terpenuhi (Darma,2011).
Besarnya sampel dengan rumus Federer untuk penelitian eksperimen
secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut :

(t-1) (r-1) ≥ 15

Keterangan:
t = jumlah intervensi
r = sampel / kelompok

jika jumlah intervensi ada 1 buah, maka jumlah ulangan untuk tiap
intervensi dapat dihitung :
(t-1)(r-1) ≥ 15
(1-1) (r-1)≥ 15
(r-1)≥ 15
(r) ≥ 15 + 1
(r) ≥ 16

Karena hasil yang didapat adalah 16, maka jumlah sampel minimal
yang harus didapatkan oleh peneliti adalah 16 sampel. Untuk mengatasi
responden yang mengalami drop out jumlah sampel ditambah 10%.
Total sampel
=n+n (10%)
57

=16+16 (10%)
= 17,6
= 18
Jumlah sampel ditetapkan dengan menggunalan total sampling yaitu 18
anak. Hal ini dilakukan untuk memperoleh sampel yang representatif.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan di
Ruang Aster. Alasan pemilihan tempat ini adalah karena di Rumah
Sakit Pertamina Balikpapan dari bulan Agustus - Oktober Tahun 2021
didapatkan data yaitu sebanyak 211 pasien anak usia 3-6 tahun yang
dirawat dan mendapatkan terapi pemberian injeksi intravena. Dan saat
pengamatan di lapangan, peneliti belum melihat penerapan teknik
bermain terapeutik dengan media audio visual saat pemberian injeksi
intravena,dimana rumah sakit pertamina memilik ruang bermain.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2021 sampai dengan
Januari 2022 yang terdiri dari survey pendahuluan, pengambilan data
awal, penyusunan proposal penelitian, pelaksanaan intervensi dan
penyusunan laporan penelitian.

D. Etika Penelitian
Menurut Dharma (2011), ada empat prinsip utama dalam etika penelitian
keperawatan, sebagai berikut:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Pada penelitian ini, peneliti memberi kebebasan responden dan keluarga
untuk menentukan pilihan ikut atau menolak penelitian (autonomy).
Tidak ada paksaan penekanan pada responden untuk bersedia ikut dalam
penelitian. Saat penelitian, respon orangtua pasien sangat mendukung,
tetapi ada beberapa responden yang menolak untuk dijadikan sampel oleh
58

karena sedang rewel akibat penyakitnya.Jika ada responden yang


menolak, peneliti tidak mengikutsertakan sebagai sampel penelitian.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy
confidentiality).
Pada penelitian ini, peneliti meniadakan identitas seperti nama subjek
kemudian diganti dengan inisial, sehingga informasi yang menyangkut
identitas subjek tidak terekspos secara luas.
3. Menghormati keadilan dan inkluisivitas (respect for justice
inclusiveness)
Pada penelitian ini, peneliti menjelaskan keuntungan dan prosedur
tindakan yang akan dilakukan kepada orangtua responden sehingga bisa
menentukan keikutsertaan saat berjalannya penelitian.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harm and benefits).
Peneliti sebelum melakukan penelitian sudah melakukan konsultasi dengan
dosen pembimbing terkait manfaat dan kerugian yang mungkin ditimbulkan,
sehingga pelaksanaan penelitian tidak ada kendala atau penolakan responden.

E. Alat Pengumpulan Data / Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti utnuk
mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena. Data yang
diperoleh dari suatu pengukuran kemudian dianalisis dan dijadikan sebagai
bukti (Evidance) dari suatu penelitian. Sehingga instrumen atau alat ukur
merupakan bagian yang penting dalam suatu penelitian. Kesalahan dalam
pemilihan dan pembuatan instrumen menghasilkan data yang tidak
menggambarkan kondisi sebenarnya dari apa yang ingin diteliti. Peneliti
dapat memilih untuk menggunakan instrument yang telah digunakan oleh
peneliti terdahulu (instrumen baku) atau mengembangkan sendiri instrumen
berdasarkan konsep yang mendasari fenomena (Dharma, 2011).
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah sebagai
berikut:
1. Lembar Observasi
59

Merupakan format yang berisi karakteristik responden dan SOP terapi


bermain.
2. Skala Ukur Kecemasan Faces Anxiety Scale (FAS)
Skala tingkat kecemasan ini mengukur kecemasan pada pasien anak
yang sedang menjalani tindakan medis. Anak-anak sering untuk
melaporkan kecemasan atau ketakutan sebelum dan selama prosedur
tindakan medis yang menyakitkan dengan menunjukan gambar dari
skala kecemasan wajah. Dimana skala penelitian ini dinilai dengan
skala penilaian terendah dari nilai 0 dan nilai tertinggi 4. Skor 0 dapat
memberikan gambaran tidak ada kecemasan sama sekali, skor 1
menggambarkan kecemasan ringan, skor 2 menggambarkan
kecemasan ringan-sedang, skor 3 menggambarkan adanya kecemasan
sedang, skor 4 menggambarkan kecemasan yang ekstrim pada anak.
Pada penelitian ini, tidak melakukan uji coba instrument karena alat
yang digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan adalah
menggunakan skala Faces Anxiety Scale (FAS) dan merupakan
instrumen yang sudah baku.

Gambar 4.2 Faces Anxiety Scale (FAS)

3. Terapi bermain terapeutik menggunakan AudioVisual (Menonton


kartun animasi, bermain puzzle, menebak gambar atau warna) sesuai
SOP.
Dalam hal ini media audio visual yang peneliti gunakan adalah
tablet/HP. Dengan menggunakan tablet peneliti akan memberikan film
kartun animasi. Video animasi dimulai saat anak sedang dalam
pemberian terapi injeksi intravena dengan durasi ± 10 menit.
60

a. Pengertian
Aktivitas bermain yang dilakukan pada anak yang sakit dan
dirawat di rumah sakit untuk mengatasi kecemasan anak.
b. Tujuan
1) Ekspresi perasaan takut, cemas, sedih, dan tegang
2) Distraksi dari rasa nyeri
3) Relaksasi
4) Memfasilitasi ide dan kreatifitas
5) Alat komunikasi yang efektif
6) Memulihkan perasaan mandiri anak
7) Memberi rasa senang
c. Indikasi
1) Ketika mengalami nyeri
2) Ketika merasa cemas dan gelisah
d. Prosedur Pelaksanaan
1) Tahap Pra Interaksi
a) Melakukan kontrak waktu
b) Mengecek kesiapan anak (tidak mengantuk, tidak rewel,
keadaan umum membaik) dan orangtua
c) Bila tidak ada ruang khusus maka anak dan orang tua
disiapkan di tempat tidur anak
d) Menyiapkan alat dan mencuci tangan
2) Tahap Orientasi
a) Berikan salam dan perkenalkan diri
b) Menjelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
kepada anak dan orangtua
c) Menanyakan persetujuan dan kesiapan anak sebelum
kegiatan dilakukan.
3) Tahap Kerja
a) Memberi petunjuk pada anak tentang cara bermain
dengan menyalakan tablet/HP
61

b) Memberikan beberapa pilihan video animasi yang


sesuai dengan usia anak (kartun animasi, permainan
puzzle, menebak warna)
c) Mempersilahkan anak untuk melakukan permainan
sendiri atau di bantu orangtua
d) Meminta anak untuk menceritakan apa yang di
lakukannya
e) Menanyakan perasaan anak setelah bermain
4) Tahap Terminasi
a) Melakukan evaluasi hasil kegiatan ( kecemasan anak )
b) Berpamitan dengan anak
c) Membereskan dan kembalikan alat ketempat semula
d) Mencuci tangan
e) Mencatat jenis permainan dan respon pasien serta
keluarga dalam lembar observasi serta kesimpulan hasil
bermain meliputi emosional, hubungan interpersonal,
psikomotor dan anjuran untuk anak dan keluarga.
4. Jam/Stopwatch

F. Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan di tempat penelitian dengan prosedur sebagai
berikut :
1. Prosedur Administratif
a. Pengumpulan data pendahuluan dilakukan setelah proposal
disetujui oleh pembimbing, kemudian peneliti mengajukan surat
ijin ke pihak STIKes PERTAMEDIKA untuk melakukan
penelitian dan pengambilan data.
b. Surat permohonan penelitian dikeluarkan oleh Ketua STIKes
PERTAMEDIKA setelah peneliti mengajukan surat tersebut ke
Direktur Rumah Sakit Pertamina Balikpapan.
62

c. Ijin penelitian telah dikeluarkan dari Direktur Rumah Sakit


Pertamina Balikpapan, setelah itu peneliti melakukan
pengambilan data untuk penelitian.

4. Prosedur Tehnis
a. Pada saat penelitian, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian, manfaat penelitian serta menjamin kerahasiaan
identitas responden dan hasil observasi.
b. Bagi calon responden dan keluarga yang bersedia, diberikan
lembar persetujuan untuk dibaca dan ditandatangi.
c. Setelah disetujui oleh orang tua anak, kemudian peneliti akan
melakukan observasi tingkat kecemasan (pre test) anak pada hari
kedua rawat inap saat diberikan injeksi intravena.
d. Pada hari yang sama saat jadwal pemberian injeksi intravena
selanjutnya peneliti melakukan intervensi terapi bermain
menggunakan media audio visual dengan memberikan tontonan
video animasi berdurasi 10 menit, berupa video animasi yang
telah peneliti sediakan, seperti kartun animasi, permainan
puzzle,menebak warna atau gambar.
e. Saat pemberian injeksi ada satu perawat yang memberikan terapi
injeksi intravena dan peneliti berada di sisi sebelah lain untuk
memfokuskan anak terhadap video animasi dibantu dengan
orangtua responden.
f. Saat intervensi berlangsung peneliti mengamati respon kecemasan
anak dengan melihat respon wajah si anak untuk dapat menilai
tingkat kecemasan anak.
g. Setelah intervensi selesai dilakukan, peneliti mengucapkan terima
kasih.
h. Data yang terkumpul dari responden kemudian dilakukan
pengolahan data menggunakan komputer.

G. Prosedur Pengolahan Data


63

Data yang terkumpul dalam tahap pengelompokan data perlu diolah terlebih
dahulu.Tujuannya adalah untuk menyerderhanakan seluruh data yang
terkumpul, menyajikan dalam susunan yang baik dan rapi. Menurut
Notoadmojo (2012), pengolahan data dalam penelitian dilakukan melalui
tahap-tahap sebagai berikut:
1. Editing
Peneliti melakukanpenyuntingan dan pengecekan dari perbaikan hasil
pengukuran lengkap .
2. Coding
Tahapan pertama dengan memberi kode identitas responden untuk
menjaga kerahasiaan identitasnya dan mempermudah proses
penelusuran biodata responden bila diperlukan. Selain itu juga
mempermudah penyimpanan dalam data arsip. Tahapan kedua
menetapkan kode untuk scoring hasil observasi yang telah dilakukan.
Pada penelitian ini data yang sudah ada pada lembar observasi
diberikan kode berdasarkan urutan waktunya saat pengambilan data,
misalnya responden pertama yang telah dilakukan pemberian injeksi
intravena pada kelompok yang diberikan teknik distraksi audio visual
diberi kode (R1-R18).
3. Entry data
Peneliti memasukkan data dari semua responden yang sudah dalam
bentuk kode (angka atau huruf) ke software komputer.Ketika terdapat
kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, peneliti melakukan
pembetulan atau koreksi.
4. Cleaning
Peneliti memeriksa kembali data yang sudah di entry untuk melihat
kemungkinan kemungkinan adanya kesalahan, ketidaklengkapan dan
lain-lain, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

H. Teknik Analisa data


Setelah data dikumpulkan, data itu perlu diolah atau dianalisis. Dalam
penelitian ini dilakukan beberapa analisa, yaitu :
64

1. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan suatu distributif yang menunjukan sebaran
data yang seimbang, sebagian besat data berada pada nilai ditengah,
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel
pengagnggu atau residual memiliki distribusi normal
(Jiwantoro,2017).

Metode pertama uji normalitas data adalah menghitung rasio skewness,


yaitu membagi nilai skewness dengan nilai standard error. Metode
kedua dengan menghitung rasio kurtosis, yaitu membagi nilai kurtosis
dengan nilai standart error kurtosis. Nilai berdistribusi normal berada
diantara nilai -2 sampai dengan +2 (valentini, V & M. Nisfiannoor,
2006). Pada penelitian ini dugunakan uji skewness karena sampel
kurang dari 50.
Rumus skewness

Nilai skewness
z=
Nilai std . error skewness

Interpretasi pada tingkat signifikansi (alpha) 5% :


a. Jika data memiliki nilai Z – Skewness < -1,96 berarti data memiliki
kecondongan ke kanan.
b. Jika data memiliki nilai Z – Skewness < +1,96 berarti data
memiliki kecondongan ke kiri.
c. Jika data memiliki nilai Z – Skewness antara -1,96 dan +1,96
berarti data mendekati simetris.

2. Uji Univariat
Analisa univariat digunakan untuk menyederhanakan atau meringkas
kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan
data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna.Pada dasarnya
analisis ini merupakan kegiatan meringkas kumpulan data menjadi
ukuran tengah dan ukuran variasi (Hastono, 2018).
65

Analisa univariat dilakukan untuk melihat gambaran antara variabel


dengan hasil penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis
datanya. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
(Notoatmodjo,2010).
Rumus :
f
X = x 100 %
n

Keterangan
X = frekuensi relative dari suatu kelompok
f = frekuansi kelompok
n = banyak sampel

Pada penelitian ini data yang dianalisis secara univariat adalah


karakteristik responden (jenis kelamin), melihat gambaran distribusi
frekuensi kecemasan pada anak sebelum intervensi (pre) dan sesudah
intervensi (post). Pada penelitian ini, analisis univariat dilakukan
dengan menggunakan nilai mean dan median pada variable dependen.

Mean adalah ukuran rata-rata yang merupakan hasil dari jumlah semua
nilai pengukuran dibagi oleh banyaknya pengukuran.
Perhitungan nilai mean dapat dituliskan dengan rumus:

Keterangan:
x = Nilai mean
∑Xi = Hasil dari jumlah semua nilai data
n = Banyaknya sampel
(Hastono, 2018).
66

Analisa univariat menggunakan nilai tengah atau lebih dikenal dengan


Median.
Rumus Median

Me = ( n+1 ) : 2

Keterangan :
n = banyaknya data
Median digunakan untuk mencari nilai tengah dari skor total
keseluruhan jawaban yang diberikan oleh responden, yang tersusun
dalam distribusi data.

Standar deviasi adalah akar-akar dari varian. Nilai standar deviasi


disebut juga simpangan baku.
Rumus Standar Deviasi sebagai berikut:

Keterangan :
s = Standar deviasi (simpangan baku)
x = Masing-masing data
x = Rata-rata/ nilai mean
n = Jumlah data
(Hastono, 2008)

3. Uji Bivariat
Apabila telah dilakukan uji normalitas dan analisa univariat, akan
diketahui distribusi setiap variabel dan dapat dilanjutkan analisa
bivariat. Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkolerasi. (Notoatmodjo, 2018). Analisa
bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara kedua variabel,
67

yaitu variabel independen terhadap variabel dependent. Uji paired T-


test bertujuan untuk menguji beda mean dari 2 hasil pengukuran pada
kelompok yang sama (misalnya beda mean pre test dan post test).

Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengaruh teknik distraksi


audio visual terhadap tingkat kecemasan akibat pemberian terapi
injeksi intravena pada anak dengan analisis bivariat uji paired t-test.
Hal ini dilakukan apabila pada uji normalitas didapatkan hasil bahwa
data berdistribusi normal.

d
Rumus : t=
Sd /√ n
Keterangan :
d = rata-rata deviasi/selisih sampel 1 dengan sampel 2
Sd = Standar deviasi selisih sampel 1 dan 2
n = Jumlah sampel

Beberapa ketentuan yang harus dipenuhi pada uji paired t-test adalah:
a. Syarat atau asumsi distribusi data normal
b. Kedua kelompok data dependent
c. Jenis variable numerik katagorik
d. Kelompoknya berpasangan (pre & post test)

Setelah melakukan melakukan penghitungan kemudian melakukan


program pengolahan data statistic. Pengujian ini untuk membuktikan
hipotesis pengaruh terapi bermain terhadap tingkat kecemasan anak usia
pra sekolah akibat hospitalisasi dengan tingkat kepercayaan 95% dan
tingkat kemaknaan α = 0.05. Kemudian nilai t tersebut dapat dicari nilai
p-value dengan melalui table t. Bila hasil perhitungan p-value < dari
nilai alpha (α =0,05 ) maka dapt diputuskan nilai HO ditolak . Tetapi
bila perhitungan p-value > dari pada nilai alpha (α =0,05 ), maka
diputuskan HO diterima. ( Hastono,2008).
68

Namun bila distribusi data tidak normal dapat digunakan uji wilcoxon
yaitu uji alternatif dari uji paired t-test apabila tidak memenuhi asumsi
normalitas (Hastono, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S (2013).Konsepdan Proses KeperawatanNyeri. Jogjakarta :Ar-


Ruzz Media.

Andriana, D. (2011). TumbuhKembangdanTerapiBermainpadaAnak. Jakarta:


SalembaMedika.

Asmadi, (2012). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep Anak dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar Klien. Salemba Medika : Jakarta.

Brunner, & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal-Bedah (12th ed.; Eka Anisa
Mardela, Ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan : Panduan


Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info
Media.

Departemen Kesehatan Rakyat Indonesia. (2014). Profil Kesehatan Indonesia


Tahun 2014. [di akses dari http://www.depkes.go.id pada tanggal 10
Oktober 2021].

Donsu, Jenita DT. (2017). Psikologi Keperawatan.Yogyakarta : Pustaka Baru


Press.

Hastono, S., & Sabri, L. (2010). Statistik Kasehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada

Herdman, T Heather. (2012). Diagnose Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Dialihbahasakan oleh Made Sumarwati dan Nike Budhi
Subekti. Barrarah Bariid, Monica Ester, dan Wuri Praptiani (ed). Jakarta:
EGC

Hockenberry, M. &amp; Wilson (2009). Wongs Essential Pediatric Nursing.


Misouri: Elsevier Mosby

Kompas.com dengan judul "Efek Positif dan Negatif Tontonan Kartun pada Anak",
Klik untuk
baca: https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/15/190000265/efek-
positif-dan-negatif-tontonan-kartun-pada-anak?page=all.

Mansur,Ns.Arif Rohman (2019). Aplikasi Atraumatic Care: Padang, Andalas


University Press

Notoatmodjo . (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.


Nursalam., Susilaningrum, Rekawati., & Sri Utami. (2008). Asuhan Keperawatan
Bayi dan Anak. Jakarta, Salemba Medika.

Patma GN, Mohammad Nofiyanto (2017) Pengaruh Terapi Audio Visual


Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Anak Preschool Yang
dilakukan Tindakan Pemasangan Infus di UGD RSUD Wates. Skripsi S1
Keperawatan Program Studi Keperawatan STIKES Jenderal Achmad
Yani Yogyakarta. Email: gandasuprobo27@gmail.com

Perry&amp;Potter. (2010)). Fundamental Keperawatan Edisi 7. Jakarta: Salemba


Medika.

Potter, A & Perry, A (2012), Buku ajar fundamental keperawatan; konsep, proses,
dan praktik, vol.2, edisi keempat, EGC, Jakarta.

Potts, N. L., & Mandleco, B. L. (2012). Pediatric Nursing Caing for Children and
their Families (3rd ed). New York: Delmar Cengage Learning.

Rika Sarfika, dkk (2015). Pengaruh Teknik Distraksi Menonton Kartun Animasi
Terhadap Skala Nyeri Anak Usia Prasekolah Saat Pemasangan Infus Di
Instalasi Rawat Inap Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang. Ners Jurnal
Keperawatan Volume 11, No. 1, Maret 2015 : 32-40.

Rohmah, Ns. Nikmatur. (2018). Terapi Bermain. Jember, Cetakan 1. LPPM


Universitas Muhammadiyah Jember

Rusman, dkk. (2012). Metode Pembelajaran. Depok: Rajagrafindo Persada

Sari, F. S., & Sulisno, M. (2012). Hubungan Kecemasan Ibu Dengan Kecemasan
Anak Saat Hospitalisasi Anak. Jurnal Nursing Studies Vol. 1 Nomor. 1 :
51-59.

Stuart, Gail W. (2012). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Edisi Revisi.
Jakarta: EGC.

Stuart, G. W., dan Sundeen. (2016). Principle and Practice of Psychiatric Nursing,
(1st edition). Singapore : Elsevier

Susilaningrum, R. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan anak untuk Perawat dan
Bidan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sutejo. (2018). Keperawatan Jiwa, Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan


Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta : Pustaka
Baru Press.
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Taddio,Anna.,et al. Survey of the prevalence of immunization non-compliance


due to needle fears in children and adults, volume 30, issue 32, 6 July
(2012), Pages 4807-4812. Diakses 14 November 2021, dari
https://doi.org/10.1016/j.vaccine.2012.05.011

Wong, D.L. (2009). Buku ajar keperawatan pediatric. Jakarta: EGC.

Zakariah, M. F. (2015). Validation of the Malay Version of the Amsterdam


Preoperative Anxiety and Information Scale / APAIS. Department of
Anaesthesiology and Intensive Care, Faculty of Medicine University of
Malay, Vol. 70.
SOP TERAPI BERMAIN EDUKATIF MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO
VISUAL
Pengertian Aktivitas bermain yang dilakukan pada anak yang sakit
dan dirawat di rumah sakit untuk mengatasi kecemasan
anak.

Tujuan 1. Ekspresi perasaan takut, cemas, sedih, dan tegang


2. Distraksi dari rasa nyeri
3. Relaksasi
4. Memfasilitasi ide dan kreatifitas
5. Alat komunikasi yang efektif
6. Memulihkan perasaan mandiri anak
7. Memberi rasa senang

Persiapan Pasien 1. Anak dan keluarga diberitahu tujuan bermain


2. Keadaan umum pasien membaik
3. Anak bisa melakukan dalam keadaan duduk atau
tidur, sesuai kondisi klien
Peralatan Media audio visual berupa tablet atau HP yang telah
memiliki kartun animasi, permainan puzzle, menebak
warna atau gambar
Tahap Pra 1. Melakukan kontrak waktu
Interaksi 2. Mengecek kesiapan anak (tidak mengantuk, tidak
rewel, keadaan umum membaik) dan orangtua
3. Bila tidak ada ruang khusus maka anak dan orang
tua disiapkan di tempat tidur anak
4. Menyiapkan alat dan mencuci tangan

Tahap Orientasi 1. Berikan salam dan perkenalkan diri


2. Menjelaskan tujuan, prosedur dan lamanya
tindakan kepada anak dan orangtua
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan anak
sebelum kegiatan dilakukan.
Tahap Kerja 1. Memberi petunjuk pada anak tentang cara bermain
dengan menyalakan tablet/HP
2. Memberikan beberapa pilihan video animasi yang
sesuai dengan usia anak (kartun animasi,
permainan puzzle, menebak warna)
3. Mempersilahkan anak untuk melakukan permainan
sendiri atau di bantu orangtua, menonton kartun
animasi, bermain puzzle, menebak gambar atau
warna selama 10 menit.
4. Beberapa saat setelah menonton video animasi
perawat memberikan injeksi intravena.
5. Saat pemberian injeksi ada satu perawat yang
memberikan terapi injeksi intravena dan peneliti
berada di sisi sebelah lain untuk memfokuskan
anak terhadap video animasi dibantu dengan
orangtua responden.
6. Saat intervensi berlangsung perawat mengamati
respon kecemasan anak dengan melihat respon
wajah si anak untuk dapat menilai tingkat
kecemasan anak
7. Meminta anak untuk menceritakan apa yang di
lakukannya
8. Menanyakan perasaan anak setelah bermain
menggunakan media audio visual.

Tahap 1. Melakukan evaluasi hasil kegiatan (kecemasan


Terminasi anak)
2. Berpamitan dengan anak
3. Membereskan dan kembalikan alat ketempat
semula
4. Mencuci tangan
5. Mencatat jenis permainan dan respon pasien serta
keluarga dalam lembar observasi serta kesimpulan
hasil bermain meliputi emosional, hubungan
interpersonal, psikomotor dan anjuran untuk anak
dan keluarga.
LEMBAR OBSERVASI
PENGARUH TERAPI BERMAIN DENGAN AUDIO VISUAL TERHADAP
TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH YANG MENDAPAT
TERAPI INJEKSI INTRAVENA DI RUANG ASTER RUMAH SAKIT
PERTAMINA BALIKPAPAN

No Karakteris- Karakteris- Karakteris Skala Skala


Respon- tik -tik tik Kecemasan Kecemasan
den Responden Responden Responden Pre Tes Post Tes
(Jenis (lama hari (Pengalaman
Kelamin) rawat) di rawat
sebelumnya)
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
R11
R12
R13
R14
R15
R16
R17
R18
Lembar Kuisioner Faces Anxiety Scale

Pada penelitian ini peneliti melakukan observasi kecemasan dengan menggunakan


skala kecemasan FAS (Faces Anxiety Scale).

Dimana skala penelitian ini dinilai dengan skala penilaian terendah dari nilai 0
dan nilai tertinggi 4.
Skor 0 : tidak ada kecemasan sama sekali
Skor 1 : kecemasan ringan
Skor 2 : kecemasan ringan-sedang
Skor 3 : adanya kecemasan sedang
Skor 4 : kecemasan yang ekstrim pada anak.
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Umur :
Alamat :
Setelah membaca dan mendapatkan penjelasan serta jawaban terhadap pertanyaan
yang saya ajukan mengenai penelitian ini, saya memahami tujuan penelitian ini
untuk mengetahui pengaruh terapi bermain dengan audio visual terhadap tingkat
kecemasan pada anak usia pra sekolah yang mendapat terapi injeksi intravena di
ruang Aster Rumah Sakit Pertamina Balikpapan, dan manfaat penelitian ini
sebagai sumber informasi bagi mahasiswa yang mengambil jurusan kesehatan
khususnya keperawatan, serta memperluas dan menambah pengetahuan tentang
teknik distraksi audio visual terhadap tingkat kecemasan pada anak usia pra
sekolah (usia 3-6 tahun). Saya mengerti bahwa peneliti akan menghargai dan
menjunjung tinggi hak – hak saya sebagai orang yang bersedia menjadi responden
dan saya menyadari penelitian ini tidak berdampak negatif bagi saya. Dengan
ditandatangai surat persetujuan ini, maka saya menyatakan untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini.

Jakarta, Desember 2021


Peneliti Yang Menyatakan

( Retain Monalisa Hutabarat ) (……………………...)


LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Responden yang saya hormati,


Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Retain Monalisa Hutabarat
NIM : 11202128 / S1 Keperawatan Reguler X
Adalah Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA
Jakarta yang akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Teknik Distraksi
Audio Visual Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Pra Sekolah (Usia 3-
6 Tahun) Yang Mendapat Terapi Injeksi Intravena Di Ruang Aster Rumah Sakit
Pertamina Balikpapan”. Dengan ini saya mohon kepada Bapak/ Ibu untuk
bersedia menandatangani lembar persetujuan untuk menjadikan anak bapak dan
ibu sebagai responden dan bersedia dinilai tingkat kecemasannya. Data responden
akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Atas bantuan dan partisipasinya dari orang saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, Desember 2021


Hormat Saya,

( Retain Monalisa Hutabarat )

Anda mungkin juga menyukai