Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA MASALAH UTAMA

RESIKO PERILAKU KEKERASAN PADA Tn.X DENGAN

DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA DI RUANG X RSUD X

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

DI SUSUN OLEH :

NARA PERMANI
NIM. 190102033

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

TAHUN 2021

i
ii

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA MASALAH UTAMA

RESIKO PERILAKU KEKERASAN PADA Tn.X DENGAN

DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA DI RUANG X RSUD X

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

Di ajukan guna memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan

Diploma III Keperawatan Falkutas Kesehatan

DI SUSUN OLEH :

NARA PERMANI
NIM. 190102033

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO


iii

TAHUN 2021
iv

LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA MASALAH UTAMA RESIKO

PERILAKU KEKERASAN PADA Tn.X DENGAN DIAGNOSA MEDIS

SKIZOFRENIA DI RUANG X RSUD X

Proposal Disusun

Disusun Oleh :

NARA PERMANI
NIM. 190102033

Telah Disetujui untuk dilakukan Ujian Sidang Hasil KTI

Pada tanggal ...........

Purwokerto, .................... 2021

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ita Apriliyani., S.Kep., Ns., M.Kep Fetty Kumala Dewi., M.Kes


NIK. 106910060482 NIK. 104910040282
v

LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA MASALAH UTAMA RESIKO


PERILAKU KEKERASAN PADA Tn.X DENGAN DIAGNOSA MEDIS
SKIZOFRENIA DI RUANG X RSUD X

Di susun oleh :
NARA PERMANI
NIM. 190102033

Telah dipertahankan di depan dewan penguji Proposal KTI pada Program Studi
Keperawatan DIII Fakultas Kesehatan Universitas Harapan Bangsa
Dan telah dinyatakan layak untuk dilakukan Studi kasus
Pada hari :
Tanggal :
Dewan penguji
1. Penguji I :
2. Penguji II :
3. Penguji III :

Mengesahkan,
Ka.Program Studi DIII Keperawatan
Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa

Ns. Arni Nur Rahmawati, S.Kep., M.Kep


NIK. 108701120888
vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunianya yang telah dilimpahkan sebagai sumber kekuatan hati dan peneguhan

iman dan atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Ujian Hasil

Pengamatan Kasus dan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN

KEPERAWATAN JIWA MASALAH UTAMA RESIKO PERILAKU

KEKERASAN PADA Tn.X DENGAN DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA DI

RUANG X RSUD X“

Sholawat berangkaian salam juga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW, semoga atas izin Allah SWT penulis dan teman-teman

seperjuangan semua mendapatkan syafaatnya nanti, Amin Amin Amin Yarabbal

Aalamin.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini terselesaikan berkat dukungan, dorongan

motifasi, bimbingan, nasehat dan semangat dari orang terdekat dan orang yang

berada di sekitar penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Oleh

karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1 Iis Setiawan mangku negara, S.Kom., M.TI., selaku ketua yayasan Dwi

Puspita Universitas Harapan Bangsa.

2 Dr. Pramesti Dewi M.Kes., selaku Rektor Universitas Harapan Bangsa

Purwokerto.
vii

3 Ns. Arni Cahyaningrum, SST., S.Kep., Ns., M.Kes selaku koordinator KTI

program studi DIII keperawatan Universitas Harapan Bangsa.

4 Etika Dewi Cahyaningrum, SST., S.Kep., Ns., M.Kes selaku koordinator

KTI program studi DIII keperawatan Universitas Harapan Bangsa.

5 Ita Apriliyani., S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing I yang telah

memeberikan banyak bimbingan dengan sabar, koreksian, masukan,

arahan dalam penulisan karya tulis ilmiah.

6 Fetty Kumala Dewi., M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan

banyak bimbingan, koreksian, masukan dalam penulisan karya tulis

ilmiah.

7 Segenap dosen dan Staf perpustakaan Universitas Harapan Bangsa

purwokerto yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan membagi

wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.

8 Kedua orangtua yang selalu memberikan dan menjadi inspirasi, semangat

dan dukungan untuk menyelesaikan pendidikan ini.

9 Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan

berguna bagi pendidikan, namun penulis menyadari bahwa karya tulis

ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran

yang membangun bagi penulis sangat diharapkan.

Purwokerto, ...................... 2021

Penulis
viii

DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................................ii

LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................................iii

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................iv

KATA PENGANTAR....................................................................................................v

DAFTAR ISI................................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1

A. LATAR BELAKANG....................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH...............................................................6

C. TUJUAN PENELITIAN................................................................6

D. MANFAAT....................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................8

A. KONSEP SKIZOFRENIA.............................................................8

B. KONSEP RESIKO PERILAKU KEKERASAN.........................14

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA RESIKO

PERILAKU KEKERASAN...............................................................................22

BAB III METODE STUDI KASUS.............................................................................29

A. RANCANGAN STUDI KASUS..................................................29


ix

B. SUBJEK STUDI KASUS............................................................29

C. FOKUS STUDI............................................................................29

D. DEFINISI OPERASIONAL.........................................................29

E. TEMPAT DAN WAKTU STUDI KASUS..................................30

F. METODE PENGUMPULAN DATA..............................................30

G. PENYAJIAN DATA....................................................................30

H. ETIKA STUDI KASUS...............................................................31

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................33
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gangguan jiwa sendiri menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku

seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress)

atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari

manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya

terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Yusuf

Ah, dkk. 2015).

World Health Organisation (WHO) menyebutkan bahwa masalah utama

gangguan jiwa di dunia adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah gangguan pada otak

dan pola pikir, skizofrenia mempunyai karateristik dengan gejala positif dan

negatif. Gejala positif antara lain (delusi, halusinasi, waham), disorganisasi pikiran

dan gejala negatif seperti (sikap apatis, bicara jarang, afek tumpul, menarik diri dari

masyarakat dan rasa tidak nyaman). Salah satu gejala skizofrenia adalah risiko

perilaku kekerasan (Nurarif & Kusuma, 2015).

Skizofrenia yaitu merupakan suatu sekelompok yang memiliki reaksi psikotik

yang dapat memengaruhi pada berbagai diarea fungsi individu, termasuk cara

berpikir, berkomunikasi, menerima mengiterpretasikan realitas, merasakan dan

menunjukkan emosi yang ditandai dengan pikiran kacau, dan aneh (Pardede, Kaliat

& Yulia, 2015).

Skizofrenia merupakan gangguan mental berat dan kronis yang menyerang 20

juta orang di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas

(2018) di dapatkan estimasi prevalensi orang yang pernah menderita skizofrenia di

Indonesia sebesar 1,8 per 1000 penduduk. Data Riskesdas (2018) prevalensi
2

skizofrenia Sumatera Utara sebanyak 13.991 orang (Kementerian Kesehatan RI,

2018).

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang dapat berakhir dengan hilanngnya

dengan nyawa seseorang. Dalam penanganan penyakit ini karena jiwa yang

tergangangu maka di butuhkan adalah terapi, rehabilitasi serta dengan konseling.

Upaya terbesar untuk penangan penyakit gangguan jiwa terletak pada keluarga dan

masyarakat, dalam hal ini terapi terbaik adalah bentuk dukungan keluarga dalam

mencegah kambuhnya penyakit skizofrenia (Pitayanti, & Hartono, 2020).

Perubahan pada fungsi kognitif, fisiologis, afektif, hingga perilaku dan sosial

hingga menyebabkan resiko perilaku kekerasan. Berdasarkan dari data tahun 2017

dengan resiko perilaku kekerasan sekitar 0,8% atau dari 10.000 orang

menunjukkan resiko perilaku kekerasan sanggatlah tinggi (Pardede, Siregar &

Hulu, 2020).

Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang,

diri sendiri yang baik secara fisik, emosional dan sexualitas, perilaku kekerasan

merupakan salah satu respon maladaftif dari marah. Marah merupakan perasaan

jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak

terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Kondisi ini dapat menyebabkan

meningkatnya stres emosional dan ekonomi dari keluarga sebagai efek dari kondisi

anggota keluarganya sehingga keluarga memerlukan pengetahuan dan informasi

bagaimana cara menghadapi anggota keluarga yang mengalami perilaku kekerasan

dan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan

perilaku kekerasan yang tepat keluarga memiliki peran yang sangat penting untuk

mencegah kejadian yang tidak diinginkan dengan menggunakan ketrampilan

koping untuk menghadapi masalah (Townsend & Morgan, 2017).


3

Resiko perilaku kekerasan timbul akibat rasa tidak nyaman dan panik yang

terjadi akibat stressor dari dalam dan luar lingkungan. Perilaku kekerasan yang

timbul pada klien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak berharga dari

orang lain, takut dan juga takut ditolak oleh lingkungan sekitar sehingga individu

akan menyingkir dari hubungan interpersonal dengan orang lain (Azis, Sukamto &

Hidayat, 2018).

Teori maslow menyatakan bahwa hirarki kebutuhan dasar manusia ada 5

tingkatan yaitu kebutuhan aktualisasi diri, harga diri, mencintai dan dicintai,

aman/perlindungan dan kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini saling berhubungan

satu dengan yang lainnya. Apabila salah satu kebutuhan di atas tidak terpenuhi

dapat berakibat tingginya tingkat stress dikalangan masyarakat. Salah satu contoh

apabila kebutuhan rasa aman tidak terpenuhi maka seseorang akan merasa bahwa

dirinya berada dalam situasi yang tidak aman, dan akan timbul rasa cemas bahkan

merasa bahwa ada yang mengancam dirinya. Tetapi ketika kebutuhan tersebut

terpenuhi maka perasaan-perasaan yang demikian itu tidak akan muncul, sehingga

individu selalu merasa bahwa ia dalam kondisi yang aman (Maryam dkk, 2013).

Adapun dampak yang ditimbulkan oleh pasien yang mengalami perilaku

kekerasan yaitu kehilangan kontrol akan dirinya, dimana pasien akan dikuasi oleh

rasa amarahnya sehingga pasien dapat melukai diri sendiri, orang lain dan

lingkungan, bila tidak ditangani dengan baik maka perilaku kekerasan dapat

mengakibatkan kehilangan kontrol, risiko kekerasan terhadap diri sendiri, orang

lain serta lingkungan, sehingga adapun upaya-upaya penanganan perilaku

kekerasan yaitu mengatasi strees termasuk upaya penyelesaian masalah langsung

dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri, bersama pasien
4

mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan dan terapi

medik.

Menurut UU No. 18 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana

seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial

sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi

tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan konstribusi untuk

komunitasnya. Sehat jiwa merupakan suatu kondisi mental sejahtera yang

memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai dari bagian yang utuh dari

kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia

(Badan PPSDM, 2013).

Peran perawat dalam hubungan interpersonal pada pasien dengan gangguan

jiwa yaitu orientasi, dimana perawat harus fokus menentukan masalah pada

pasien. Selanjutnya identifikasi yang berfokus pada respon pasien terhadap

perawat. Setelah itu eksploitasi, perawat fokus mengakhiri hubungan

interpersonalnya dengan pasien. Dalam proses ini, perawat mempunyai peran

sebagai pendidik, narasumber, penasehat dan pemimpin. Selain perawat

keluarga berperan dalam kesembuhan dan kekambuhan pasien (Direja, 2017).

Keluarga merupakan pendukung utama yang memberikan perawatan langsung

pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat untuk membantu keluarga agar

dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan,

membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota

keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber

yang ada pada masyarakat (Prabowo, 2014).

Dari Fenomena yang terjadi tersebut maka penulis ingin mengetahui lebih

dalam tentang proses keperawatan pasien jiwa dengan melalui pengelolaan kasus
5

Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Risiko Perilaku Kekerasan Terintergrasi

dengan Keluarga di wilayah RSUD X dengan pendekatan karya tulis ilmiah.


6

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana asuhan keperawatan jiwa masalah utama resiko perilaku kekerasan

pada Tn. x dengan diagnosa medis skizofernia di ruang x RSJ x.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Utama

Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan jiwa masalah utama

resiko kekerasan dengan diagnosa medis skizofernia di ruang x RSUD x.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan pengkajian pada klien dengan masalah utama resiko

perilaku kekerasan dengan diagnosa medis skizofernia di ruang x RSUD x

b. Menggambarkan diagnosa keperawatan pada klien dengan masalah utama

resiko perilaku kekerasan dengan diagnosa medis skizofernia di ruang x

RSUD x

c. Menggambarkan rencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan

masalah utama resiko perilaku kekerasan dengan diagnosa medis

skizofernia di ruang x RSUD x

d. Menggambarkan implementasi pada klien dengan masalah utama resiko

perilaku kekerasan dengan diagnosa medis skizofernia di ruang x RSUD x

e. Mengambarkan evaluasi pada klien dengan masalah utama resiko perilaku

kekerasan dengan diagnosa medis skizofernia di ruang x RSUD x


7

D. MANFAAT

Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Masyarakat

Memperoleh pengetahuan dalam merawat klien gangguan resiko perilaku

kekerasan dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari.

2. Bagi pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam

asuhan keperawatan gangguan resiko perilaku kekerasan.

3. Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan,

khususnya studi kasus tentang asuhan keperawatan resiko perilaku kekerasan

pada Tn. x
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP SKIZOFRENIA

1. Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia merupakan sekelompok raksi psikotik yang dapat

mempengaruhi berbagai area termasuk fungsi individu, termasuk cara berpikir,

berkomunikasi, menerima, menginterpretasikan realitas, merasakan dan

menunjukkan emosi yang ditandai dengan pikiran kacau waham, halusinasi dan

perilaku aneh. Skizofrenia merupakan kelainan jiwa parah yang mengakibatkan

stres tidak hanya bagi penderita juga bagi anggota keluarganya (Pardede, 2019).

Skizofrenia menimbulkan distorsi pikiran, distorsi persepsi, emosi, dan tingkah

laku sehingga pasien dengan skizofrenia memiliki resiko lebih tinggi

berperilaku agresif dimana perubahan perilaku secara dramatis terjadi dalam

beberapa hari atau minngu. Hal ini membuat perlu bantuan keluarga untuk

merawat dan memberikan perhatian khusus pada pasien skizofrenia (Pardede &

Siregar, 2016)

2. Jenis – jenis Skizofrenia

Menurut Hawari (2014) jenis-jenis skizofrenia adalah sebagai berikut :

1) Skizofrenia paranoid

Jenis skizofreniaini sering mulai sesudah 30 tahun. Permulaannya mungkin

subakut, tetapi mungki juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit

sering dapat digolongkan schizoid. Mereka mudah tersinggung, suka

menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain.

2) Skizofrenia hebefrenik
9

Permulaannya perlahan - lahan atau subakut dan sering timbul pada masa

remaja atau antara 15 - 25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan

proses pikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau

doublepersonality. Gangguan psikomotor seperti maneris, neulogisme atau

perilaku ke kanak - kanakan sering terdapat pada skizofrenia hebefenik,

waham dan halusinasinya banyak sekali.

3) Skizofrenia Katatonik

Timbulnya pertama kali antara usia 15 - 30 tahun, dan biasanya akut serta

sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh, gelisah

katatonik atau stupor katatonik.

4) Skizofrenia simplex

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis

simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan

proses berfikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang

sekali ditemukan.

5) Skizofrenia residual

Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya

satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang kearah

gejala negatif yang lebih menonjol. Gejala negatif terdiri dari dari

kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpukan afek, pasif dan

tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi non verbal yang

menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.

3. Patofisiologi Skizofrenia

Hipotesis dopamin, teori patofisiologis tertua, mengemukakan bahwa

psikosis disebabkan oleh dopamin berlebihan di otak. Hipotesis ini mengikuti


10

penemuan bahwa klorpromazin, obat antipsikotik pertama, adalah antagonis

dopamin postsinaps. Sebuah meta - analisis terbaru dari tinjauan sistematis

yang dilakukan sejak menemukan penurunan materi abu - abu yang konsisten

di beberapa wilayah otak, termasuk lobus frontal, cingulate gyri, dan daerah

temporal medial. Peningkatan ukuran ventrikel yang sesuai juga diamati dan

juga penurunan materi putih di korpus callosum. Perubahan volume

hipokampal mungkin terkait dengan penurunan dalam pengujian

neuropsikologis. Alih - alih penurunan jumlah neuron di daerah otak yang

terkena, penurunan dalam komunikasi aksonal dan dendritik antara sel

dapat mengakibatkan hilangnya konektivitas yang dapat menjadi hubungan

penting dengan adaptasi neuron dan homeostasis SSP. (Kelly, 2016).

Dopamin adalah modulator neurotransmiter yang lama dipahami

memainkan peran penting dalam skizofrenia. Empat jalur dopamin utama telah

terlibat dalam neurobiologi skizofrenia dan efek samping obat antipsikotik:

mesolimbik, mesokorteks, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular.

a. Hiperaktif jalur dopamin mesolimbik dapat mendasari beberapa gejala

positif skizofrenia. Proyek jalur dopamin mesolimbik memproyeksikan

dari sel - sel tubuh dopaminergik di daerah tegmental ventral batang otak ke

terminal akson di salah satu daerah limbik otak, yaitu nucleus accumbens

pada striatum ventral. Jalur ini diperkirakan memiliki peran penting dalam

beberapa perilaku emosional, termasuk gejala positif psikosis, seperti delusi

dan halusinasi. Jalur dopamin mesolimbik juga penting untuk motivasi,

kesenangan, dan penghargaan (Marcsisin, 2017).

b. Jalur mesokorteks juga muncul dari batang otak namun diproyeksikan ke

daerah korteks. Gejala negatif dan kognitif skizofrenia mungkin terkait


11

dengan penurunan aktivitas di jalur mesokorteks, yang dapat menyebabkan

penurunan neurotransmisi dopamin di daerah korteks seperti korteks

prefrontal.

c. Proyek pada jalur nigrostriatal dari substantia nigra ke ganglia basal. Jalur

dopamin nigrostriatal adalah bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal, dan

mengendalikan gerakan motorik. Kekurangan dalam dopamin di jalur ini

menyebabkan gangguan gerakan termasuk penyakit Parkinson, ditandai

dengan kekakuan, akinesia / bradikinesia (misalnya, Kurang pergerakan

atau perlambatan gerakan), dan tremor (Marcsisin, 2017).

4. Tanda dan Gejala Skizofrenia

1) Gejala primer

a. Gangguan proses pikiran atau bentuk, langkah dan isi pikiran. Pada

skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran yang

terganggu terutama ialah asosiasi, kadang-kadang satu idea belum

selesai diutarakan, sudah timbul idea lain.

b. Gangguan kemauan

Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan

mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam

suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu

tidak jelas atau tepat atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan

tidak perlu diterangkan.

2) Gejala psikomotor

Gejala ini juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan

kelompok gejala ini oleh Bleuker dimasukkan kedalam kelompok gejala

skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada penyakit lain.


12

3) Gejala sekunder

a. Waham

Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali. Waham di bagi

menjadi 2 kelompok yaitu : waham primer timbul secara tidak logis

sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar dan waham sekunder

biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara bagi

penderita untuk menerangkan gejala - gejala skizofrenia lain.

b. Halusinasi

Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal

ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan

lain. Paling sering pada skizofrenia ialah halusinasi pendengaran (aditif

atau akustik). Tetapi juga Kadang - kadang terdapat halusinasi

penciuman (olfaktorius), halusinasi cita rasa (gustatorik) atau halusinasi

singgungan (taktik). Halusinasi penglihatan agak jarang pada

skizofrenia, lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan

sindroma otak organic.

5. Komplikasi

Skizofrenia yang tidak terawat dapat membuahkan masalah emosional,

perilaku kesehatan, hukum dan keuangan yang berdampak disetiap sendi

kehidupan. Komplikasi yang dapat disebabkan atau dikaitkan dengan

skizofrenia termasuk (suhantara, 2020).

1) Bunuh diri

2) Perilaku merusak diri, serta melukai diri sendiri

3) Depresi
13

4) Penyalahgunaan alkohol, obat atau resep obat

5) Kemiskinan

6) Tidak punya tempat tinggal

7) Masalah dengan keluarga

8) Ketidakmampuan bekerja atau hadir di sekolah

9) Masalah kesehatan akibat pengobatan antipsikotik

10) Menjadi korban kekerasan atau menjadi pelaku

11) Penyakit jantung, kerap dikaitkan dengan perokok berat


14

E. KONSEP RESIKO PERILAKU KEKERASAN

1. Pengertian Resiko Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan melukai

seseorang secara fisik maupun psikologis dapat terjai dalam dua bentuk yaitu

saat berlangsung kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan

merupakan respon maladaptif dari marah akibat tidak mampu klien untuk

mengatasi strssor lingkungan yang dialaminya (Pardede, Laia, 2020)

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons marah yang diekspresikan

dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, atau merusak lingkungan.

Respon tersebut muncul akibat adanya stresor, respon ini dapat menimbulkan

kerugian baik pada diri sendiri orang lain maupun lingkungan. Marah

merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan

yang dirasakan sebagai ancaman individu. Amuk merupakan respons

kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan

bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol yang individu dapat merusak

diri sendiri, orang lain atau lingkungan (Yusuf, 2015).

2. Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan

Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan

keperawatan jiwa dengan masalah resiko perilaku kekerasan, (Pardede, 2020) :

Subjektif

a. Mengungkapkan perasaan kesal atau marah

b. Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

c. Klien suka membentak dan menyerang orang lain

Objektif

a. Mata melotot/pandangn tajam


15

b. Tangan mengepal dan Rahang mengatup

c. Wajah memerah

d. Postur tubuh kaku

e. Mengancam dan Mengumpat dengan kata-kata kotor

f. Suara keras

g. Bicara kasar, ketus

h. Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/orang lain

i. Merusak lingkungan

j. Amuk/agresif

3. Rentang Respon Marah

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Gambar 1.
Rentang Respon Marah

Keterangan :

1) Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan

orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.

2) Frustasi adalah respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau

keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.

Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.

3) Pasif adalah respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan

perasaan yang dialami.


16

4) Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat

dikontrol oleh individu. Orang agresif bisaanya tidak mau mengetahui hak

orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk

mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama

dari orang lain.

5) Amuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan

control diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri

maupun terhadap orang lain.

4. Etiologi

Penyebab dari perilaku kekerasan bukan terdiri cuman satu faktor tetapi

termasuk juga faktor keluarga, media, teman, lingkungan, biologis. Perilaku

kekerasan dapat menimbulkan dampak seperti gangguan psikologis, merasa

tidak aman, tertutup, kurang percaya diri, resiko bunuh diri, depresi, harga diri

rendah, ketidak berdayaan, isolasi sosial (Putri, Arif & Renidayati 2020).

Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya skizofrenia meliputi biologis,

psikologis, dan sosialkultural, dimana faktor biologis yang mendukung

terjadinya skizofrenia adalah genenitk, neuroanotomi, neurokimia, dan

imunovirologi. Faktor presipitasi merupakan faktor Terapi yang diberikan

untuk mengatasi pasien skizofrenia dengan risiko perilaku kekerasan biasanya

terapi generalis keperawatan jiwa tetapi masih belum sempurna dalam

menangani pasien maka perlulah terapi spesialis keperawatan untuk

mempercepat kesembuhan pasien seperti. Behaviour Therapy yang dapat

mengubah perilaku maladaptif ke adaptif. Behaviour Therapy merupakan salah

satu teknik yang digunakan dalam menyelesaikan tingkah laku yang

ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk memenuhi


17

kebutuhan – kebutuhan hidup, yang dilakukan melalui proses belajar agar bisa

bertindak dan bertingkah laku lebih efektif, lalu mampu menanggapi situasi dan

masalah dengan cara yang efektif dan efisien (Pardede, Keliat, & Yulia 2015).

Faktor parsitipasi

Ketika seseorang merasa terancam terkadang tidak menyadari sama sekali apa

yang menjadi sumber kemarahannya. Tetapi secara umum, seseorang akan

mengerluarkan respon marah apabila merasa dirinya terancam. Faktor

presipitasi bersumber dari klien, lingkungan, atau interaksi dengan orang lain.

Faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yaitu

(Parwati, Dewi & Saputra 2018) :

a. Klien : Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya

diri.

b. Lingkungan : Ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik

interaksi sosial.

5. Penatalaksanaan

Penatalaksaan perilaku kekerasan bisa juga dengan melakukan terapi

restrain. Restrain adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada individu, tanpa

injin individu tersebut, untuk mengatasi kebebasan gerak, terapi ini melibatkan

penggunaan alat mekanis atau manual untuk membatasi mobilitas fisik pasien.

Terapi restrain dapat di indikasikan untuk melindungi pasien atau orang lain

dari cidera pada saat pasien lagi marah ataupun amuk (Hastuti, Agustina, &

Widiyatmoko 2019).

1) Tindakan Keperawatan

Mengajarkan stimulasi persepsi perilaku kekerasan berdasarkan standar

pelaksanaan untuk mengenal penyebab perilaku kekerasan dengan latihan


18

fisik seperti : Tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal, meminum obat

dengan teratur, berbicara secara baik-baik seperti meminta sesuatu dan

mengajarkan spritual sesuai kepercayaan pasien (Pardede & Laia, 2020).

a. Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saat dilakukan pengkajian

bicara cepat,keras, kasar, nada tinggi dan mudah tersinggung.

b. Aktivitas motorik

c. Biasanya aktivitas motoric klien dengan prilaku kekerasan akan terliha

ttegang, gelisah, gerakan otot muka berubah-ubah, gemetar, tangan

mengepal, dan rahang dengan kuat.

d. Alam perasaan

Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yang telah dilakukan.

e. Efek

Biasanya klien mudah tersinggung dan sering marah-marah tanpa

sebab

f. Interaksi selama wawancara

Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan akan terlihat

bermusuhan, curiga, tidak kooperatif, tidak mau menatap lawan bicara

dan mudah tersinggung.

g. Persepsi

Biasanya klien dengan prilaku kekerasan masih dapat menjawab

pertanyaan dengan jelas

h. Isi Pikir

Biasanya klien meyakini diri nya tidak sakit, dan baik-baik saja

i. Tingkat kesadaran

Biasanya klien prilaku kekerasan kadang tampak bingung,


19

j. Memori

Biasanya klien diwaktu wawancara dapat mengingat kejadian yang

terjadi dan mengalami gangguan daya ingat jangka panjang.

k. Kemampuan penilaian

Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringan dan sedang

dan tidak mampu mengambil keputusan

a) Daya fikir diri

Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya

(1) Kebutuhan persiapan pulang

(a) Makan

Biasanya klien tidak mengalami perubahan

(b) BAB/BAK

Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan tidak ada

gangguan

(c) Mandi

Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang

mencuci rambut dan bercukur atau berhias. Badan klien

sangat bau dan kotor, dan klien hanya melakukan kebersihan

diri jika disuruh.

(d) Berpakaian

Biasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau

berdandan. Klien tidak mampu mengenakan pakaian dengan

sesuai dan klien tidak mengenakan alas kaki

(e) Istirahat dan tidur


20

Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelum tidur,

seperti: menyikat gigi, cuci kaki, berdoa. Dan sesudah tidur

seperti: merapikan tempat tidur, mandi atau cuci muka dan

menyikat gigi. Frekuensi tidur klien berubah-ubah, kadang

nyenyak dan kadang gaduh atau tidak tidur.

(f) Penggunaan obat

Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali sehari dan

klien tidak mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus

minum obat.

(g) Pemeliharaan kesehatan

Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatan nya, dan

tidak peduli tentang bagai mana cara yang baik untuk

merawat dirinya.

(h) Aktifitas didalam rumah

Biasanya klien mampu merencanakan, mengolah, dan

menyajikan makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian

sendiri dan mengatur biaya sehari-hari.

(2) Mekanisme koping

Biasanya klien menggunakan respon maldaptif yang ditandai

dengan tingkah laku yang tidak terorganisir, marah-marah bila

keinginannya tidak terpenuhi, memukul anggota keluarganya,

dan merusak alat-alat rumah tangga.

(a) Masalah psikologis dan lingkungan

Biasanya klien merasa ditolak dan mengalami masalah

interaksi dengan lingkungan


21

(b) Pengetahuan

Biasanya klien dengan prilaku kekerasan kurang

pengetahuan tentang penyakitnya,dan pasien tidak

mengetahui akibat dari putus obat dan fungsi Dari obat

yang diminumnya.
22

F. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA RESIKO PERILAKU

KEKERASAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan unsur utama dari proses

keperawatan. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu

penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi

kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosa keperawatan.

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar dapat

mengidentifikasi, mengenal masalah – masalah, kebutuhan kesehatan dan

keperawatan klien baik mental, sosial, dan lingkungan (Prabowo, 2014). Jadi

pengkajian meliputi pengumpulan data analisa data dan diagnosa keperawatan :

Mendapatkan data yang diperlukan, umumnya yang dikembangkan formulir

pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian

adalah sebagai berikut :

a. Identitas klien

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,

pekerjaan, suku/bangsa, alamat, nomor medrek, ruang rawat, tanggal

masuk, tanggal pengkajian, dan diagnosa medis, dan identitas penanggung

jawab.

b. Alasan masuk

Tanya kepada pihak klien/ keluarga atau pihak yang berkaitan dan tuliskan

hasilnya, apa yang menyebabkan klien datang kerumah sakit, dan apa yang

sudah dilakukan klien/ keluarga sebelum atau sesudah berobat kerumah

sakit.
23

c. Faktor predisposisi

Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri

seseorang

1) Riwayat gangguan jiwa

Kaji apakah klien mempunyai riwayat gangguan jiwa sebelumnya,

kapan mulai terjadi, gejalanya bagaimana, dan pengobatan apa saja yang

telah dilakukan.

2) Pengobatan

Apabila klien mengalami gangguan jiwa, tanyakan bagaimana hasil

pengobatan sebelumnya, apakah klien dapat beradaptasi di masyarakat

tanpa ada gejala – gejala gangguan jiwa berarti berhasil, apakah dapat

beradaptasi tapi masih ada gejala – gejala sisa berarti kurang berhasil,

apabila tidak ada kemajuan atau gejala – gejala bertambah atau menetap

berarti tidak berhasil.

3) Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Tanyakan kepada klien dan keluarga apakah ada keluarga yang

mengalami gangguan jiwa sama dengan klien dan apa saja pengobatan

yang sudah dilakukan.

4) Pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan

Pengalaman yang kurang menyenangkan pada masa lalu seperti

kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan serta tidak

tercapainya ideal diri merupakan stressor psikologik bagi klien yang

dapat mengakibatkan gaangguan jiwa

d. Pengkajian fisik
24

Ukur dan observasi tanda – tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, dan

pernafasan klien, berat badan, dan tinggi badan

e. Pengkajian psikososial

1) Genogram

Kaji meliputi gambaran klien dengan tiga generasi ke atas, pola asuh,

pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan dengan anggota

keluarga lainnya. Keluarga dari klien sebelumnya pernah mengalami

penyakit gangguan kejiwaan, pola asuh yang kurang dari orang tuanya

saat/ sejak dari kecil, jarang diikutsertakan dalam pengambilan

keputusan, dan hubungan klien dengan keluarga lainnya kurang

harmonis (Prabowo, 2014).

2) Konsep diri

a) Gambaran diri

Disukai dan tidak disukai, klien akan mengatakan ada/ tidak ada

keluhan apapun.

b) Identitas diri

Kaji bagaimana keputusan klien terhadap jenis kelaminya, status

sebelum dirawat dirumah sakit.

3) Hubungan sosial

a) Klien tidak mempunyai orang yang berarti untuk mengadu atau

meminta dukungan

b) Klien merasa berada dilingkungan yang mengancam

c) Klien sulit berinteraksi karena berperilaku kejam

4) Spiritual

a) Falsafah hidup
25

Klien merasa perjalanan hidupnya penuh dengan ancaman, tujuan

hidup biasanya jelas, kepercayaannya terhadap sakit serta dengan

penyembuhannya.

b) Konsep kebutuhan dan praktek keagamaan

Klien mengakui adanya Tuhan tetapi kurang yakin terhadap Tuhan,

putus asa karena Tuhan tidak memberikan sesuatu yang diharapkan

dan tidak mau menjalankan kegiatan keagamaan.

2. Diagnosa Keperawatan

Dalam keperawatan jiwa diagnosa keperawatan yang diaplikasikan ada

beberapa cara yaitu, diagnosa keperawatan dengan menggunakan pohon

masalah, berdasarkan diagnosa NANDA, dan berdasarkan single diagnosa.

Dimana dalam single diagnosa ini hanya mengambil satu masalah yang

akan diprioritaskan dari masalah yang dimiliki klien, dan dilakukan

intervensi terhadap satu masalah yang diprioritaskan saja. Menurut Dierja

(2013), untuk menegakkan diagnosa keperawatan pada risiko perilaku

kekerasan diperlukan beberapa data yaitu :

a. Adanya faktor keturunan.

b. Riwayat perilaku kekerasan sebelumnya, dan riwayat pernah dirawat

dirumah sakit jiwa dengan perilaku kekerasan dan gangguan persepsi

sensori (halusinasi).

c. Riwayat trauma di masa lalu

1) Aniaya fisik : sebagai korban, saksi, pelaku.

2) Aniaya seksual : sebagai korban, saksi, ataupun pelaku.

3) Penolakan

4) Kekerasan dalam keluarga : sebagai korban, saksi atau perilaku.


26

5) Tindakan kriminalitas : sebagai korban, saksi ataupun pelaku.

d. Riwayat depresi karena kegagalan

Menurut Direja (2013) diagnosa keperawatan yang muncul adalah

perilaku kekerasan, harga diri rendah, isolasi sosial, halusinasi.

Berikutdiagnosa yang muncul pada perilaku kekerasan :

1) Resiko mencedarai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan

dengan perilaku kekerasan.

2) Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

3. Intervensi

Diagnosa Perencanaan
Tujuan Intervensi
Resiko perilaku TUM : SP 1 :
kekerasan Klien tidak melakukan 1. Beri
tindakan kekerasan baik salam (panggil nama saat
kepada diri sendiri, orang berinteraksi)
lain maupun lingkungan. 2. Sebutkan
TUK 1 : nama perawat sambil
Klien dapat berjabat tangan dan
mengidentifikasi penyebab beritahu tujuan perawat
dan tanda perilaku berinteraksi
kekerasan 3. Tanyakan
dan panggil nama
kesukaan klien
4. Jelaskan
kontrak yang akan dibuat
5. Bersikap
empati, jujur setiap kali
berinteraksi
6. Dengarka
n dengan penuh
perhatian
TUK 2 : SP 2 :
Menyebutkan jenis – jenis 1. Beri
perilaku kekerasan yang kesempatan klien untuk
pernah dilakukan mengungkapkan
perasaannya
2. Bantu
klien untuk
27

mengungkapkan
penyebab perasaan
jengkel atau marahnya
3. Latih cara
fisik II (pukul kasur atau
bantal)
4. Masukkan
dalam jadwal harian
pasien
TUK 3 : SP 3 :
Menyebutkan akibat dari 1. Anjurkan
perilaku kekerasan yang klien mengungkapkan
dilakukan apa yang dialami dan
dirasakan saat jengkel
2. Observasi
tanda dan gejala perilaku
kekerasan pada klien
3. Simpulka
n bersama klien tanda
dan gejala jengkel atau
marah yang dialami klien
4. Mengung
kapkan dengan baik
5. Masukkan
dalam jadwal harian
pasien
TUK 4 : SP 4 :
Mengungkapkan perilaku
kekerasan yang bisa 1. Anjurkan
dilakukan untuk klien untuk
menyelesaikan masalah mengungkapkan perilaku
kekerasan yang bisa
dilakukannya
2. Bicarakan
dengan klien apakah
dengan cara yang
dilakukan masalahnya
dapat selesai
TUK 5 : SP 5 :
Menjelaskan akibat dari
cara yang digunakan klien 1. Tanyakan
pada klien apakah ingin
mempelajari cara lain
menyalurkan marah yang
lebih cepat
2. Bicarakan
akibat kerugian dari cara
perilaku kekerasan yang
28

dilakukan klien

Tabel 1.
Rencana Tindakan Keperawatan

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke dalam bentuk

intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah di

tetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat pada tahap

implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk

menciptakan saling percaya dan saling membantu, kemampuan melakukan

teknik, psikomotor, lakukan tindakan/teknik kemampuan melakukan observasi

sistemis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi

dan kemampuan evaluasi (Anggit, 2021).

5. Evaluasi

Evaluasi Keperawatan merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai

efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan dengan

pendekatan SOAP sebagai berikut :

S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan,

O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan,

A : Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah

masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang

kontradiksi terhadap masalah yang ada,


29

P : Tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respon pasien rencana tindak lanjut

dapat berupa hal rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah) atau

rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan semua

tindakan terapi hasil belum memuasakan) (Anggit, 2021).


30

BAB III

METODE STUDI KASUS

A. RANCANGAN STUDI KASUS

Studi kasus menurut (Nursalam, 2016) adalah merupakan penelitian yng

mencangkup pengkajian bertujuan memberikan gambaran secara mendetail

mengenai latar belakang, sifat maupun karakter yang ada dari suatu kasus, dengan

kata lain bahwa studi kasus memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif

dan rinci. Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan rancangan studi kasus deskriptif

yang menggambarkan asuhan keperawatan jiwa masalah utama resiko perilaku

kekerasan pada Tn. x dengan diagnosa medis skizofrenia di ruang x RSUD x.

G. SUBJEK STUDI KASUS

Peneliti ini menggunakan subjek pasien yang telah melakukan resiko perilaku

kekerasan.

H. FOKUS STUDI

Fokus studi kasus pada penelitian ini adalah mendokumentasi asuhan keperawatan

dengan diagnosa skizofrenia masalah utama resiko perilaku kekerasan.

I. DEFINISI OPERASIONAL

Asuhan Keperawatan dengan diagnosa skizofrenia masalah utama resiko perilaku

kekerasan adalah serangkaian tindakan atau proses keperawatan yang diberikan

serta dilakukan dengan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi keperawatan, kemudian evaluasi terhadap tindakan

keperawatan tersebut.
31

J. TEMPAT DAN WAKTU STUDI KASUS

Lokasi yang digunakan dalam penyususnan studi kasus asuhan keperawatan

dengan diagnosa medis skizofrenia masalah utama resiko perilaku kekerasan di

ruang x RSUD x. Waktu penelitian dilaksanakan pada hari x tanggal x.

K. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan studi

dokumentasi (Nursalam, 2016).

1. Observasi:

Penulis melakukan pengamatan pada pasien untuk mendapat data objektif.

2. Wawancara:

Penulis melakukan wawancarta pada pasien dan keluarga untuk mendapatkan

data subjektif.

3. Studi dokumentasi:

Penulis melakukan studi dokumentasi pada catatan medis pasien, selain itu

penulis melakukan telah pustaka untuk membandingkan kondisi pasien dengan

teori.

L. PENYAJIAN DATA

Penulis akan melakukan asuhan keperawatan jiwa masalah utama resiko

perilaku kekerasan pada Tn. x dengan diagnosa medis skizofrenia di ruang x RSUD

x, melalui proses keperawatan selama 3 hari dengan observasi, wawancara, dan

studi dokumentasi. Dalam Karya Tulis Ilmiah ini penulis akan menyajikan data

tentang asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, intervensi, implementasi,

dan evaluasi yang disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.


32

M. ETIKA STUDI KASUS

Menurut (Nursalam, 2016), secara garis umum prinsip etika dalam penelitian

dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai

hak-hak subjek, dan prinsip keadilan.

1. Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan.

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada

subjek, khususnya jika menggunakan tindakn khusus.

b. Bebas dari eksploitasi.

Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindari dari keadaan yang tidak

menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam

penelitian atau informasi yang telah diberikan, tindakan dipergunakan

dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk apapun.

c. Resiko (benefits ratio)

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang

akan berakibat kapada subjek pada setiap tindakan.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination)

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak

memutuskan aapakah mereka bersedia menjadi subjek atau pun tidak,

tanpa adanya sang siapa pun atau akan mberakibat terhadap

kesembuhannya jika mereka seorang klien.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to

full disclosure) Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci

serta bertanggungjawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.


33

c. Informed Consent Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap

dengan tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk

bebas berpastisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed

consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan

dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

3. Prinsip keadilan (right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan sesudah

keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila

ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.

b. Hak dijaga kerahasiannya (right to privacy) Subjek mempunyai hak untuk

meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu

adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality).


34

DAFTAR PUSTAKA

1. Yusuf. Ah ,dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan.

Salemba Medika

2. Nurarif, Huda. A & Kusuma Hardi. (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan

Diagnosa Medis dan Nanda Nic - Noc. Yogyakarta: Mediaction.

3. Pardede, J. A., Keliat, B.A., & Yulia, I. (2015). Kebutuhan Dan Komitmen Klien

Skizofrenia Meningkat Setelah Diberkan Acceptance And Commitment Therapy

Dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal Keperawatan

Indonesia, 3(18), 157-166. http://dx.doi.org/10.7454/jki.v18i3.419

4. WHO, (2019). Schizophrenia. Retrieved from. https://www.who.int/news-

room/fact-sheets/%20detail/schizophrenia

5. Kemenkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS.Jakarta: Kemenkes RI.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/08/persebaranprevalensiskizofr

eniapsikosis-di-indonesia#

6. Pitayanti, A., & Hartono, A. (2020). Sosialisasi Penyakit Skizofrenia Dalam

Rangka Mengurangi Stigma Negatif Warga di Desa Tambakmas Kebonsari -

Madiun. Journal of Community Engagementin Health, 3(2),300303.

https://jceh.org/index.php/JCEH/article/view/83/78

7. Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Hulu, E. P. (2020). Efektivitas Behaviour Therapy

Terhadap Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa

Prof. Dr. Muhammad IldremProvsu Medan. Jurnal Mutiara Ners, 3(1), 8-14.

http://114.7.97.221/index.php/NERS/article/view/1005
35

8. Townsend, M. C., & Morgan, K. I. (2017). Psychiatric mental health nursing:

Concepts of care in evidence-based practice. FA Davis.

9. Azis, N. R., Sukamto, E., & Hidayat, A. (2018). Pengaruh Terapi De-Ekslasi

Terhadap Perubahan Perilaku Pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda.

http://repository.poltekes-kaltim.ac.id/id/eprint/797

10. Maryam. Siti., Pudjiati., Gustina dan Raenah, Een. (2013). Kebutuhan Dasar

Manusia Dan Berpikir Kritis Dalam Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media

11. Depkes, (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Dikutip dari

http://depkes.go.id/risetkesehatandasar. Diakses tanggal 24 Maret 2018

12. Direja, (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

13. Pardede, J. A. (2019). The Effects Acceptance and Aommitment Therapy and Healt

Education Adherence to Symptoms, Ability to Accept and Commit to Treament

and Compliance in Hallucinations Clients Mental Hospital of medan, North

Sumatra. J Psychol Psychiatry Stud, I, 30-35.

14. Suhantara, Y. F, (2020). Studi dokumentasi Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien

Dengan Skizofrenia. Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta.

http://repository.akperykyjogja.ac.id/id/eprint/289

15. Yusuf, A., Nihayati, H. E., & PK, R. F. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan

16. Direja. (2013). Asuhan dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan.

Yogyakarta: Gosyen Publishing.

17. Dermawan, D., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa : Konsep dan Kerangka

Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

18. Saputri, S. F. M & Mar’atus, M. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Resiko

Perilaku Kekerasan. Skripsi, Universitas Kusuma Husada Surakarta.


36

19. Hasannah, S. U. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien Dengan Risiko

Perilaku Kekerasan (Doctoral dissertation, STIKes Kusuma Husada Surakarta).

http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/41

20. Anggit, M. A. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Resiko

Perilaku Kekerasan (Doctoral dissertation, Universitas Kusuma HusadaSurakarta).

http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/922/1/P17D%20NASPUB%2019%2020_

%20ANGGIT%20MADHANI_P17160.pdf

21. Pardede, J. A. (2019). The Effects Acceptance and Aommitment Therapy and

Health Education Adherence to Symptoms, Ability to Accept and Commit to

Treatment and Compliance in Hallucinations Clients Mental Hospital of Medan,

North Sumatra. J Psychol Psychiatry Stud, 1, 30-35.

22. Pardede, J. A., & Laia, B. (2020). Decreasing Symptoms of Risk of Violent

Behavior in Schizophrenia Patients Through Group Activity Therapy. Jurnal Ilmu

Keperawatan Jiwa, 3(3), 291-300.

http://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/view/621/338

23. Pardede, J. A. (2020). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Risiko

Perilaku Kekerasan. doi: 10.31219/osf.io/we7zm

24. Pardede, J. A. (2020, November 12). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan

Masalah Risiko Perilaku. Kekerasan. https://doi.org/10.31219/osf.io/we7zm

25. Putri, M., Arif, Y., & Renidayati, R. (2020). Pengaruh Metode Student Team

Achivement Division Terhadap Pencegahan Perilaku Kekerasan. Media Bina

Ilmia,14(10),3317-3326.

http://ejurnal.binawakya.or.id/index.php/MBI/article/view/554/pdf

26. Pardede, J. A., Keliat, B.A., & Yulia, I. (2015). Kebutuhan Dan Komitmen Klien

Skizofrenia Meningkat Setelah Diberkan Acceptance And Commitment Therapy


37

Dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal Keperawatan

Indonesia, 3(18), 157-166. http://dx.doi.org/10.7454/jki.v18i3.419

27. Parwati, I. G., Dewi, P. D., & Saputra, I. M. (2018). Asuhan Keperawatan

PerilakuKesehatan.

https://www.academia.edu/37678637/ASUHANKEPERAWATAN_PERILAKU_

KEKERASAN

28. Hastuti, R. Y., Agustina, N., & Widiyatmoko, W. (2019). Pengaruh restrain

terhadap penurunan skore panss EC pada pasien skizofrenia dengan perilaku

kekerasan. Jurnal KeperawatanJiwa,7(2),135-144.

https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/4907/pdf

Anda mungkin juga menyukai