Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA NY.

X DENGAN POST OPERASI OPEN REDUCTION EXTERNAL FIXATION


DI RUANG X RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

PROPOSAL
KTI

Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan


Program Studi Keperawatan Program Diploma Tiga Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa

Oleh:

Rindu Insyra Ramadhanti


NIM. 190102043

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA TIGA


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2021/2022
LEMBAR PERSETUJUAN
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA NY.


X DENGAN POST OPERASI OPEN REDUCTION EXTERNAL FIXATION
DI RUANG X DI RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

Proposal KTI
Disusun Oleh

Rindu Insyra Ramadhanti


NIM. 190102043

Telah disetujui untuk dilakukan seminar Proposal KTI


Pada tanggal ………………….

Purwokerto, …………………2021
Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Tophan Heri W., S.Kep., Ns., MAN Asmat Burhan, S.Kep., Ns., M.Kep., ETN
NIK. 108406111187 NIK. 117508211091

ii
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA NY.


X DENGAN POST OPERASI OPEN REDUCTION EXTERNAL FIXATION
DI RUANG X DI RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

Disusun Oleh:

Rindu Insyra Ramadhanti


NIM. 190102043

Telah Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji Proposal KTI pada Program


Studi Keperawatan Program Diploma Tiga Fakultas Kesehatan Universitas
Harapan Bangsa dan Telah Dinyatakan Layak untuk Dilakukan Studi Kasus

Pada hari : …………………….


Tanggal : …………………….

Dewan Penguji
1. Penguji 1 : Amin Susanto, S.Kep., Ns., MSN ( )
NIK. 112709150583

2. Penguji II : Tophan Heri W., S.Kep., Ns., MAN ( )


NIK. 108406111187

3. Penguji III : Asmat Burhan, S.Kep., Ns., M.Kep., ETN ( )


NIK. 117508211091

Mengesahkan
Ka. Program Studi Keperawatan Program Diploma Tiga
Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa

Ns. Arni Nur Rahmawati, S.Kep., M.Kep


NIK. 108701120888

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya

Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada

Ny. X Dengan Post Operasi Open Reduction External Fixation Di Ruang X Di

RSUD DR. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”. Sebagai salah satu syarat

menyelesaikan pendidikan Program Studi Keperawatan Program Diploma Tiga

Fakultas Kesehatan Universitas Harapan Bangsa. Dalam menyusun Proposal

Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari banyak mengalami kendala dikarenakan

keterbatasan pengetahuan serta pengalaman, tetapi berkat kerja keras dan

bimbingan dari berbagai pihak Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan

dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Iis Setiawan Mangkunegara, S.Kom., M.TI., selaku Ketua Yayasan Dwi

Puspita Universitas Harapan Bangsa

2. dr. Pramesti Dewi M.Kes., selaku Rektor Universitas Harapan Bangsa

3. Ns. Arni Nur Rahmawati, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi

Keperawatan Program Diploma Tiga Universitas Harapan Bangsa

4. Prasanti Adriani, S.SiT.,S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku koordinator KTI Program

Studi Keperawatan Program Diploma Tiga Universitas Harapan Bangsa

5. Tophan Heri W., S.Kep., Ns., MAN selaku pembimbing 1 yang telah

memberi masukan dan arahan selama proses penyusunan proposal karya tulis

ilmiah ini

iv
6. Asmat Burhan, S.Kep., Ns., M.Kep., ETN selaku pembimbing 2 yang telah

memberikan masukan selama proses penyusunan proposal karya tulis ilmiah.

7. Segenap dosen dan Staf Perpustakaan Universitas Harapan Bangsa yang telah

memberikan bimbingan dengan sabar dan membagi wawasannya serta ilmu

yang bermanfaat

8. Kedua orangtua penulis yang telah memberikan doa, materil, dan dorongan

moral.

9. Afif Fuadi selaku teman dekat yang telah memberikan do’a dan dukungan.

Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan

berguna bagi Pendidikan, namun penulis mengakui dan menyadari bahwa karya

tulis ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran

yang membangun bagi penulis sangat diharapkan.

Wassalamua’alaikum Wr. W

Purwokerto, November 2021

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................... 3
C. TUJUAN ..................................................................................................... 4
D. MANFAAT ................................................................................................ 5
BAB II .................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 7
A. KONSEP DASAR FRAKTUR ................................................................. 7
B. MOBILITAS FISIK ................................................................................ 19
C. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK .... 23
D. KONSEP AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT .......................................... 36
BAB III ................................................................................................................. 38
METODE STUDI KASUS ................................................................................. 38
A. RANCANGAN STUDI KASUS ............................................................. 38
B. SUBYEK STUDI KASUS ....................................................................... 38
C. FOKUS STUDI ........................................................................................ 38
D. DEFINISI OPERASIONAL ................................................................... 39
E. TEMPAT DAN WAKTU........................................................................ 40
F. PENGUMPULAN DATA ....................................................................... 40
G. PENYAJIAN DATA ............................................................................... 41

vi
H. ETIK PENELITIAN ............................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Intervensi Keperawatan........................................................................ 33


Tabel 2. 2 Implementasi dan Rasional .................................................................. 35

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fraktur adalah penyebab kematian ketiga di Indonesia setelah

penyakit jantung koroner dan tuberculosis. Fraktur disebabkan oleh trauma

atau tenaga fisik, kecelakaan, baik kecelakaan kerja maupun kecelakaan

lalu lintas (Noorisa dkk, 2017).

Badan kesehatan dunia World Health of Organization (WHO)

tahun 2019 menyatakan bahwa insiden fraktur semakin meningkat

mencatat terjadi fraktur kurang lebih 15 juta orang dengan angka

prevalensi 3,2 %. Fraktur pada tahun 2017, terdapat kurang lebih 20 juta

orang dengan angka prevalensi 4,2 % dan pada tahun 2018 meningkat

menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,8 % akibat kecelakaan

lalu lintas (Mardiono, dkk 2018). Data yang ada di Indonesia kasus fraktur

yang peling sering yaitu fraktur femur sebesar 42% diikuti fraktur humerus

sebanyak 17% fraktur tibia dan fibula sebanyak 14% dimana penyebab

terbesar adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh

kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi 65,6 % dan jatuh 37,3 %

dan mayoritas adalah pria 73,8 % (Desiartama & Aryana, 2018). Menurut

Riskesdas (2018), bagian tubuh yang terkena cedera terbanyak adalah

ekstremitas bagian bawah 67%, ekstremitas bagian atas 32%, cedera

kepala 11,9 %, cedera punggung 6,5 %, cedera dada 2,6 %, dan cedera

perut 2,2 %. Berdasarkan data profil RSUD Dr. R. Goeteng

1
2

Taroenadibrata jumlah kejadian fraktur secara umum pada tahun 2018

yaitu 748 kasus, tahun 2019 yaitu 649 kasus, dan tahun 2020 yaitu 413.

Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas

fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan

sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar

tulang akan menentukan fraktur yang terjadi sekitar tulang itu lengkap atau

tidak lengkap (Mansjoer, 2016). Seseorang akan mengalami gangguan rasa

nyaman nyeri. Nyeri tersebut memperlihatkan ketidaknyamanan secara

verbal maupun non verbal. Nyeri juga dapat menganggu kemampuan 3

seseorang untuk beristirahat, berkonsentrasi, dan kegiatan yang lain yang

bisa dilakukan (Yunuzul, 2017). Selain nyeri pada pasien fraktur juga

mengalami imobilisasi, pada pasien fraktur dengan gangguan imobilisasi

tidak bisa menggerakkan anggota tubuh yang sakit, pasien juga

membutuhkan bantuan pada keluarga untuk memenuhi kebutuhannya

sehari – hari.

Gangguan mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan dimana

seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang

mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang,

cedera otak berat disertai fraktur ekstremitas, dan sebagainya (Widuri,

2016). Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik

dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP

PPNI, 2017).
3

Upaya pencegahan pada pasien fraktur harus dilakukan dengan

tindakan yang cepat dan tepat agar imobilisasi dilakukan sesegera

mungkin karena pencegahan pada fragmen tulang dapat menyebabkan

nyeri. Rasa nyeri bisa timbul hampir pada setiap area fraktur. Bila tidak

diatasi dapat menimbulkan efek membahayakan yang akan menganggu

proses penyembuhan dan dapat meningkatkan angka morbiditas dan

mortalitas (Tamsuri, 2017). Oleh karena itu, pada upaya preventif perawat

menjelaskan cara pencegahan infeksi lebih lanjut setelah dilakukan

pembedahan serta meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang

nyeri yang dialami oleh pasien akibat teknik pembedahan dengan

memberikan penyuluhan tentang teknik relaksasi nafas dalam. Pada upaya

rehabilitatife, perawat menganjurkan pasien untuk melakukan imobilisasi

secara bertahap.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

mengambil karya tulis ilmiah “Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas

Fisik Pada Ny. X Dengan Post Operasi Open Reduction External Fixation

Di Ruang X RSUD DR. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”.

B. RUMUSAN MASALAH

“Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan gangguan

mobilitas fisik pada Ny. X dengan Post Operasi Open Reduction External

Fixation di Ruang X RSUD DR. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”.


4

C. TUJUAN

1. TUJUAN UMUM

Menggambarkan asuhan keperawatan gangguan mobilitas fisik secara

komprehensif pada pasien dengan post operasi Open Reduction

External Fixation pada Ny. X di Ruang X RSUD Dr. R. Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga.

2. TUJUAN KHUSUS

a. Menggambarkan hasil pengkajian asuhan keperawatan gangguan

mobilitas fisik pada pasien dengan post operasi Open Reduction

External Fixation pada Ny. X di Ruang X RSUD Dr. R. Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga.

b. Menggambarkan diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik

yang muncul pada Ny. X di Ruang X RSUD Dr. R. Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga dengan post operasi Open Reduction

External Fixation.

c. Menggambarkan rencana tindakan keperawatan hambatan

mobilitas fisik pada Ny. X di Ruang X RSUD Dr. R. Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga dengan post operasi Open Reduction

External Fixation.

d. Menggambarkan tindakan keperawatan hambatan mobilitas fisik

pada Ny. X di Ruang X RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata


5

Purbalingga dengan post operasi Open Reduction External

Fixation.

e. Menggambarkan hasil evaluasi asuhan keperawatan hambatan

mobilitas fisik pada Ny. X di Ruang X RSUD Dr. R. Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga dengan post operasi Open Reduction

External Fixation.

D. MANFAAT

1. Manfaat Teoritis

Meningkatkan pengetahuan bagi pembaca agar dapat melakukan

pencegahan untuk diri sendiri dan orang disekitarnya agar tidak

terkena fraktur. Penulisan karya tulis ilmiah ini juga berfungsi untuk

mengetahui antara teori dan kasus nyata yang terjadi dilapangan

sinkron atau tidak, karena dalam teori yang sudah ada tidak selalu

sama dengan kasus yang terjadi. Sehingga disusunlah karya tulis

ilmiah ini.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi RSUD X

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah bagi rumah sakit yaitu

dapat digunakan sebagai SOP dalam melakukan tindakan asuhan

keperawatan bagi pasien khususnya dengan gangguan sistem

muskuloskeletal.
6

b. Bagi Tenaga Kesehatan

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah bagi tenaga kesehatan

yaitu dapat menentukan diagnosa dan intervensi keperawatan yang

tepat dan juga dapat menentukan penatalaksanaan pada pasien

dengan gangguan sistem muskuloskeletal.

c. Bagi Universitas Harapan Bangsa

Manfaat praktis bagi Universita Harapan Bangsa yaitu dapat

digunakan sebagai referensi bagi institusi pendidikan tersebut

untuk mengembangkan ilmu tentang asuhan keperawatan dengan

gangguan sistem muskuloskeletal.

d. Bagi Pasien dan Keluarga

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah bagi pasien dan

keluarga yaitu supaya pasien dan keluarga dapat mengetahui

gambaran umum tentang gangguan sistem muskuloskeletal beserta

perawatan yang tepat bagi klien agar penderita mendapat

perawatan yang tepat dalam keluarganya.

e. Bagi Masyarakat

Manfaat penulisan karya tulis ilmiah bagi masyarakat yaitu

menjadi sumber referensi dan informasi bagi orang yang membaca

karya tulis ini supaya mengetahui dan lebih mendalami bagaimana

cara merawat pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal

dengan cara menyebarluaskan melalui media yang tersedia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR FRAKTUR

1. Definisi

Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma

atau tenaga fisik (Price dan Wilson, 2017). Klasifikasi klinis membagi

fraktur menjadi fraktur tertutup, fraktur terbuka, dan fraktur

kompleksitas. Fraktur tertutup merupakan jenis fraktur yang tidak di

sertai dengan luka pada bagian luar permukaan kulit sehingga bagian

tulang yang patah tidak berhubungan dengan bagian luar permukaan

kulit. Fraktur terbuka merupakan jenis kondisi patah tulang dengan

adanya luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang

berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai adanya

perdarahan yang banyak. Fraktur kompleksitas terjadi pada dua

keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi fraktur sedangkan pada

sendinya terjadi dislokasi (Wiarto, 2017).

Menurut Sulistyaningsih (2016), berdasarkan ada tidaknya hubungan

antar tulang, dibagi menjadi:

7
8

a. Fraktur Terbuka

Merupakan patah tulang yang menembus kulit dan

memungkinkan adanya hubungan dengan dunia luar serta

menjadikan adanya kemungkinan untuk masuknya kuman atau

bakteri ke dalam luka. Berdasarkan tingkat keparahannya, fraktur

terbuka dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar menurut

klasifikasi (Gustillo dan Enderson, 2016) yaitu:

1) Derajat I

Kulit terbuka <1 cm, biasanya dari dalam ke luar, memar otot

yang ringan disebabkan oleh energy rendah atau fraktur dengan

luka terbuka menyerong pendek.

2) Derajat II

Kulit terbuka >1 cm, tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas,

komponen penghancuran minimal sampai sedang, fraktur

dengan luka terbuka melintang sederhana dengan pemecahan

minimal.

3) Derajat III

Kerusakan jaringan lunak yang lebih luas, termasuk otot, kulit,

dan struktur neurovaskuler, cidera yang disebabkan oleh energy

tinggi dengan kehancuran komponen tulang yang parah.


9

a) Derajat IIIA

Laserasi jaringan lunak yang luas, cakupan tulang yang

memadai, fraktur segmental, pemgupasan pareosteal

minimal.

b) Derajat IIIB

Cidera jaringan lunak yang luas dengan pengelupasan

periosteal dan paparan tulang yang membutuhkan

penutupan jaringan lunak; biasanya berhubungan dengan

kontaminasi massif.

c) Derajat IIIC

Cidera vascular yang membutuhkan perbaikan (Kenneth et

al., 2016).

b. Fraktur Tertutup

Merupakan patah tulang yang mengakibatkan robeknya kulit

sehingga tidak ada kontak dengan dunia luar. Fraktur tertutup

diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakan jaringan lunak dan

mekanisme cidera tidak langsung dan cidera langsung antara lain

(Mansjoer, 2016):

1) Derajat 0

Cidera akibat kekuatan yang tidak langsung dengan kerusakan

jaringan lunak yang tidak begitu berarti.


10

2) Derajat 1

Fraktur tertutup yang disebabkan oleh mekanisme energi

rendah sampai sedang dengan abrasi superfisial atau memar

pada jaringan lunak di permukaan situs fraktur.

3) Derajat 2

Fraktur tertutup dengan memar yang signifikan pada otot, yang

mungkin dalam, kulit lecet terkontaminasi yang berkaitan

dengan mekanisme energi sedang hingga berat dan cidera

tulang, sangat beresiko terkena sindrom kompartemen.

4) Derajat 3

Kerusakan jaringan lunak yang luas atau avulsi subkutan dan

gangguan arteri atau terbentuk sindrom kompartemen (Kenneth

et al., 2016).

Menurut Purwanto (2016), berdasarkan garis frakturnya dibagi

menjadi:

1) Fraktur Komplet

Adalah fraktur dimana terjadi patahan diseluruh penampang

talang biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.

2) Fraktur Inkomplet

Adalah fraktur yang terjadi hanya pada sebagian dari garis

tengah tulang.
11

3) Fraktur Transversal

Adalah fraktur yang terjadi sepanjang garis lurus tengah

tulang.

4) Fraktur Oblig

Adalah fraktur yang membentuk garis sudut dengan garis

tengah tulang.

5) Fraktur Spiral

Adalah garis fraktur yang memuntir seputar batang tulang

sehingga menciptakan pola spiral.

6) Fraktur Kompresi

Terjadi adanya tekanan tulang pada satu sisi bisa disebabkan

tekanan, gaya aksial langsung diterapkan di atas sisi fraktur.

7) Fraktur Kominutif

Yaitu apabila terdapat beberapa patahan tulang sampai

menghancurkan tulang menjadi tiga atau lebih bagian.

8) Fraktur Impaksi

Yaitu fraktur dengan salah satu irisan ke ujung atau kef ragmen

retak.

2. Penyebab

Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah

cidera, stress, dan melemahnya tulang akibat abnormalitas seperti

fraktur patologis (Apleys & Solomon, 2018).

Menurut Purwanto (2016), penyebab terjadinya fraktur adalah:


12

a. Trauma langsung

Terjadi benturan pada tulang yang menyebabkan fraktur.

b. Trauma tidak langsung

Tidak terjadi pada tempat benturan tetapi di tempat lain. Oleh

karena itu, kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang ke

tempat lain.

c. Kondisi patologis

Terjadi karena penyakit pada tulang (degeneratif dan kanker

tulang).

3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut UT Sothwestern Medical Center (2016)

adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas/perubahan bentuk,

pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan

perubahan warna.

a. Nyeri terus menerus akan bertambah beratnya sampai fragmen

tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur

merupakan bentuk bidai ilmiah yang dirancang untuk

meminimalkan gerakan fragmen tulang.

b. Setelah terjadi fraktur bagian yang tidak dapat digunakan

cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa)

membukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen

pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat

maupun teraba) ekstremitas dapat diketahui dengan


13

membandingkan ektremitas normal. Ektremitas tidak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada

integritas tempat melengketnya otot.

c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya

karena kontraksi otot yang melekat pada atas dan bawah tempat

fraktur. Fragmen saling sering melengkapi satu sama lain sampai

2,5 sama 5 cm (1 sampai 2 inchi).

d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik

tulang yang dinamakan krepitus akibat gesekan antara fragmen

satu dengan lainnya (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan

jaringan lunak yang lebih berat).

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit dapat terjadi

sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah terjadi

cidera.

4. Patofisiologi

Fraktur dapat terjadi akibat pukulan langsung, kekuatan tabrakan,

gerakan memutar tiba-tiba, kontraksi otot berat, atau penyakit yang

melemahkan tulang. Dua mekanisme dasar yang fraktur: kekuatan

langsung atau kekuatan tidak langsung. Dengan kekuatan langsung,

energi kinetik diberikan pada atau dekat tempat fraktur (Suriya dan

Zuriyati, 2019). Tulang tidak dapat menahan kekuatan. Dengan

kekuatan tidak langsung, energi kinetik di transmisikan dari titik


14

dampak ke tempat tulang yang lemah. Fraktur terjadi pada titik yang

lemah. Sewaktu tulang patah, pendarahan biasanya terjadi di sekitar

tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan

lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan

biasanya timbul hebat setelah fraktur (Deni Yasmara, 2016). Sel-sel

darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan

aliran darah ke tempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan

terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin

direabsorpsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk

membentuk tulang sejati (Helmi, 2016). Insufisiensi pembuluh darah

atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang

tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan

mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol

pebekakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi

darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut

saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom

compartment (Watulangi, 2018)


15

5. Pathway

Patologis (Penurunan densitas Trauma langsung atau Stress atau tekanan


tulang karena tumor, osteoporosis) tidak langsung tulang

Jaringan tidak kuat atau tidak dapat menahan kekuatan dari


luar

Fraktur

Operasi OREF/ORIF

Perubahan letak Menembus kulit Kerusakan bagian-bagian


fragmen/ depormitas yang lunak

Kelemahan/ kehilangan Luka Jaringan syaraf rusak/


fungsi gerak fungsi menurun
16

Gerakan terbatas Dx. Gangguan Implus nyeri dibawa ke


integritas kulit/ otak
jaringan

Imobilitas Otak menterjemahkan


impuls nyeri

Dx. Gangguan
Dx. Nyeri akut
mobilitas fisik

(Watulangi, 2018)
17

6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Istianah (2017), pemeriksaan yang perlu di lakukan antara

lain:

a. Foto rontgen (X-Ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.

b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan

fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan

vaskuler.

d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau

menurun pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin

terjadi sebagai respon terhadap peradangan.

7. Komplikasi

Menurut Sulistyaningsih (2016), komplikasi fraktur post OREF antara

lain:

a. Nyeri merupakan keluhan yang paling sering terjadi setelah bedah

OREF. Nyeri yang sangat hebat akan dirasakan pada beberapa hari

pertama.

b. Gangguan mobilitas pada pasien pasca bedah OREF juga akan terjadi

akibat proses pembedahan.


18

c. Perubahan ukuran, bentuk, dan fungsi tubuh yang dapat mengubah

sistem tubuh, keterbatasan gerak, kegiatan dan penampilan juga sering

dirasakan.

8. Penatalaksanaan

a. Reduksi

Mengembangkan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi

anatomis. Reduksi tertutup, mengembangkan fragmen tulang ke

posisinya (ujung – ujungnya saling berhubungan) dengan menipulasi

dan traksi manual. Alat yang di gunakan biasanya traksi, bidai dan alat

lainya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah alat fiksasi interna

dalam bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku.

b. Imobilisasi

Dapat dilakukan dengan metode externa dan interna mempertahankan

dan mengembalikan fungsi status neorovaskuler selalu di panatu

meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan, perkiraan

imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami

fraktur adalah sekitar 3 bulan (Nurarif, 2016).

c. Graft tulang

Penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk

memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti

tulang yang berpenyakit.


19

d. Amputasi

Penghilangan bagian tubuh.

e. Rehabilitasi

Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula

dengan cara melakukan terapi latihan.

B. MOBILITAS FISIK

1. Pengertian Mobilisasi

Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,

mudah, teratur, dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehat. Hilangnya kemampuan untuk bergerak menyebabkan

ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan (Ambarwati,

2017).

2. Jenis Mobilitas

Menurut Hidayat (2016), ada 2 jenis mobilitas yaitu:

a. Mobilitas Penuh

Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan

bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan

peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik

volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh

seseorang.
20

b. Mobilitas Sebagian

Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan

jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh

gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Mobilitas ini

dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

a) Mobilitas sebagian temporer

Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan

yang sifatnya sementara. Hal ini dapat disebabkan oleh trauma

reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya

sendi dan tulang.

b) Mobilitas sebagian permanen

Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan

yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya

sistem saraf yang reversibel. Contohnya terjadinya hemiplegia

karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang.

3. Menurut Vaughans (2018), faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas

yaitu:

a) Tahap pertumbuhan

b) Jenis pekerjaan

c) Lingkungan rumah

d) Status kesehatan secara keseluruhan (gizi, olahraga, status mental)


21

e) Intervensi tarapeutik

f) Luka traumatis

g) Penyakit atau cacat (muskuloskeletal, neurologis, kardiovaskuler,

pernapasan).

4. Pengertian Gangguan Mobilitas Fisik

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara

mandiri (SDKI, 2016).

5. Penyebab Gangguan Mobilitas Fisik (SDKI, 2016)

a) Kerusakan integritas struktur tulang

b) Perubahan metabolisme

c) Ketidakbugaran fisik

d) Penurunan kendali otot

e) Penurunan massa otot

f) Penurunan kekuatan otot

g) Keterlambatan perkembangan

h) Kekakuan sendi

i) Kontraktur

j) Gangguan muskuloskeletal

k) Gangguan neuromaskular

l) Nyeri

6. Tanda Mayor dan Minor (SDKI, 2016)

Tanda mayor
22

Subjektif:

a) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas

Objektif:

a) Kekuatan otot menurun

b) Rentang gerak (ROM) menurun

Tanda minor:

Subjektif:

a) Nyeri saat bergerak

b) Enggan melakukan pergerakan

c) Merasa cemas saat bergerak

Objektif:

a) Sendi kaku

b) Gerakan tidak terkoordinasi

c) Gerakan terbatas

d) Fisik lemah
23

C. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK

1. Pengkajian

a. Pengumpulan data

Pengkajian asuhan keperawatan pada klien fraktur menurut (Muttaqin,

2016), yaitu:

1) Identitas klien

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,

bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal MRS, diagnosa medis,

nomor registrasi.

2) Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak pada bagian yang

trauma.

3) Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien patah tulang disebabkan karena trauma atau

kecelakaan, dapat secara degenerative/patologis, yang disebabkan

awalnya perdarahan, kerusakan jaringan di sekitar tulang yang

mengakibatkan nyeri, bengkak, pucat/perubahan warna kulit dan

terasa kesemutan.

4) Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien mengalami patah tulang paha atau pasien pernah

mempuyai penyakit menurun sebelumnya. Memiliki penyakit


24

osteoporosis/artritis atau penyakit lain yang sifatnya menurun

atau menular.

5) Pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi hidup sehat

Klien fraktur apakah akan mengalami perubahan atau

gangguan pola personal hygiene atau mandi.

b) Pola nutrisi dan metabolism

Klien fraktur tidak ada perubahan nafsu makan, walaupun

menu makanan disesuaikan dari rumah sakit.

c) Pola eliminasi Perubahan BAK/BAB dalam sehari, apakah

mengalami kesulitan waktu BAB dikarenakan imobilisasi.

d) Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan pada pola tidur apakah ada gangguan yang

disebabkan karena nyeri, misalnya nyeri karena fraktur.

e) Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas pada klien yang mengalami gangguan karena fraktur

mengakibatkan kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat

atau keluarga.

f) Pola persepsi dan konsep diri Klien mengalami gangguan

percaya diri sebab tubuhnya perubahan pasien takut cacat/tidak

dapat bekerja lagi.


25

g) Pola sensori kognitif

Adanya nyeri akibat kerusakan jaringan, jika pada pola

kognitif atau pola berfikir tidak ada gangguan.

h) Pola hubungan peran

Terjadi hubungan peran interpersonal yaitu klien merasa tidak

berguna sehingga menarik diri.

i) Pola penanggulangan stress

Penting ditanyakan apakah membuat pasien menjadi

depresi/kepikiran mengenai kondisinya.

j) Pola reproduksi seksual

Jika pasien sydah berkeluarga maka mengalami perubahan pola

seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien

tidak mengalami gangguan pola reproduksi seksual.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Terjadi kecemasan/stress untuk pertahanan klien meminta

mendekatkan diri pada Allah SWT.

l) Keluhan utama

(a) Kesadaran klien : apatis, sopor, koma, gelisah,

komposmentis yang bergantung pada klien

(b) Kedaaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat.

Tanda-tanda vital tidak normal terdapat gangguan lokal,

baik fungsi maupun bentuk.


26

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan,baik

fungsi maupun bentuk

6) Pemeriksaan fisik secara Head to Toe

a) Keadaan umum

(1) Kesadaran: umumnya sadar.

(2) Suara bicara: bervariasi.

(3) Tanda tanda vital: tekanan darah dan denyut nadi

bervariasi.

b) Lakukan pemeriksaan fisik yang berfokus pada:

(1) Kesejajaran tubuh

(2) Gaya berjalan

(3) Penampakan dan pergerakan sendi

(4) Kemampuan dan keterbatasan pergerakan

(5) Massa dan kekuatan otot

(6) Toleransi aktivitas

c) Pemeriksaan integument

(1) Kulit: kaji adanya dekubitus karena pasien post operasi

fraktur di sarankan bed rest.


27

(2) Kuku: umumnya tidak ada kelainan.

(3) Rambut: umumnya tidak ada kelainan.

d) Pemeriksaan kepala dan leher

(1) Kepala: jarang terjadi kelainan

(2) Muka: jarang terjadi kelainan

(3) Leher: jarang terjadi kelainan

e) Pemeriksaan dada

Kaji apakah ada suara nafas tambahan atau bentuk dada tidak

sesuai.

f) Pemeriksaan abdomen

Kaji apakah terdapat kembung.

g) Pemeriksaan ektermitas

Terdapat fraktur pada salah satu bagian tubuh.

b. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan radiologi

Foto rontgen: untuk mengetahui garis fraktur dan garis fraktur

secara langsung.
28

2) Pemeriksaan laboratorium

a) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada

darah itu sendiri.

b) Pemeriksaan darah rutin.

c. Selain itu pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:

1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan

seperti bekas operasi).

b) Cape au lait spot (birth mark).

c) Fistulae.

d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau

hyperpigmentasi.

e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal

yang tidak biasa (abnormal).

f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).

g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)


29

2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita

diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada

dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu

dicatat adalah:

a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban

kulit.

b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau

udema terutama disekitar persendian.

c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3

proksimal,tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu

relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga

diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka

sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,

konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau

permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.


30

3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan

dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat

keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini

perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan

sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari

tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam

ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada

gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data

yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosis keperawatan

memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang

nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi (potensial) dimana

pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.

1) Gangguan Mobilitas Fisik

Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih

ekstremitas secara mandiri.

Gejala dan Tanda Mayor:

Subjektif:

a) Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas


31

Objektif:

a) Kekuatan otot menurun

b) Rentang gerak (ROM) menurun

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif:

a) Nyeri saat begerak

b) Enggan melakukan pergerakan

c) Merasa cemas saat bergerak

Objektif:

a) Sendi kaku

b) Gerakan tidak terkoordinasi

c) Gerakan terbatas

d) Fisik lemah
32

3. Intervensi

DIAGNOSA KEPERAWATAN SLKI SIKI


Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama:
Definisi: selama ….x24 jam diharapkan gangguan Latihan Rentang Gerak (I.05177)
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari mobilitas fisik dapat minimalkan dengan
satu atau lebih ekstremitas secara kriteria hasil: Observasi:
mandiri. Gangguan Mobilitas Fisik (L.05042)
1. Pergerakan ekstremitas meningkat 1. Identifikasi indikasi dilakukan
2. Kekuatan otot meningkat latihan
3. Rentang gerak (ROM) meningkat 2. Identifikasi keterbatasan pergerakan
4. Nyeri menurun sendi
5. Kecemasan menurun 3. Monitor ketidaknyamanan atau nyeri
6. Kaku sendi menurun pada saat bergerak
7. Gerakan tidak terkoordinasi menurun
8. Gerakan terbatas menurun Tarapeutik:
9. Kelemahan fisik menurun
1. Gunakan pakaian yang longgar
2. Cegah terjadinya cedera selama
latihan rentang gerak dilakukan
3. Fasilitasi mengoptimalkan posisi
tubuh untuk pergerakan sendi yang
aktif dan pasif
4. Lakukan gerakan pasif dengan
bantuan sesuai dengan indikasi
5. Berikan dukungan positif pada saat
melakukan latihan gerak sendi

Edukasi:

1. Jelaskan tujuan dan prosedur latihan


33

2. Anjurkan melakukan rentang gerak


pasif dan aktif secara sistematis
3. Anjurkan duduk di tempat tidur atau
di kursi, jika perlu
4. Ajarkan rentang gerak aktif sesuai
dengan program latihan

Kolaborasi:

Kolaborasi dengan fisioterapis


mengembangkan program latihan, jika
perlu

Tabel 2. 1 Intervensi Keperawatan


(SIKI, 2018) dan (SLKI, 2018)
34

4. Implementasi

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang

dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana

keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, diharapkan

dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung

dan meningkatkan status kesehatan klien (Potter dan Perry, 2016).

Implementasi Rasional

Latihan Rentang Gerak (I.05177) Latihan Rentang Gerak (I.05177)

Observasi: Observasi:

1. Identifikasi indikasi dilakukan latihan 1. Mengidentifikasi indikasi dilakukan


2. Identifikasi keterbatasan pergerakan latihan
sendi 2. Mengidentifikasi keterbatasan
3. Monitor ketidaknyamanan atau nyeri pergerakan sendi
pada saat bergerak 3. Memonitor ketidaknyamanan atau
nyeri pada saat bergerak
Tarapeutik:
Tarapeutik:
1. Gunakan pakaian yang longgar
2. Cegah terjadinya cedera selama 1. Menggunakan pakaian yang longgar
latihan rentang gerak dilakukan 2. Mencegah terjadinya cedera selama
3. Fasilitasi mengoptimalkan posisi latihan rentang gerak dilakukan
tubuh untuk pergerakan sendi yang 3. Memfasilitasi mengoptimalkan posisi
aktif dan pasif tubuh untuk pergerakan sendi yang
4. Lakukan gerakan pasif dengan aktif dan pasif
bantuan sesuai dengan indikasi 4. Melakukan gerakan pasif dengan
5. Berikan dukungan positif pada saat bantuan sesuai dengan indikasi
melakukan latihan gerak sendi 5. Memberikan dukungan positif pada
saat melakukan latihan gerak sendi
Edukasi:
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur latihan
2. Anjurkan melakukan rentang gerak 1. Menjelaskan tujuan dan prosedur
pasif dan aktif secara sistematis latihan
3. Anjurkan duduk di tempat tidur atau 2. Menganjurkan melakukan rentang
di kursi, jika perlu gerak pasif dan aktif secara sistematis
4. Ajarkan rentang gerak aktif sesuai 3. Menganjurkan duduk di tempat tidur
dengan program latihan atau di kursi, jika perlu
4. Mengajarkan rentang gerak aktif
Kolaborasi: sesuai dengan program latihan
Kolaborasi dengan fisioterapis
35

mengembangkan program latihan, jika


perlu Kolaborasi:
Mengkolaborasi dengan fisioterapis
mengembangkan program latihan, jika
perlu
Tabel 2. 2 Implementasi dan Rasional

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat melakukan

kontak dengan klien. Setelah melaksanakan intervensi, kumpulkan data

subyektif dan obyektif dari klien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain.

Selain itu, evaluasi juga dapat meninjau ulang pengetahuan tentang status

terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya pemulihan, dan hasil yang

diharapkan. (Potter dan Perry, 2016).

Gangguan Mobilitas Fisik (L.05042)

a. Pergerakan ekstremitas meningkat

b. Kekuatan otot meningkat

c. Rentang gerak (ROM) meningkat

d. Nyeri menurun

e. Kecemasan menurun

f. Kaku sendi menurun

g. Gerakan tidak terkoordinasi menurun

h. Gerakan terbatas menurun

i. Kelemahan fisik menurun


36

D. KONSEP AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT

1. Pengertian

Aktivitas merupakan keaktifan; kegiatan; kerja atau salah satu

kegiatan kerja (KBBI). Istirahat atau tidur merupakan berkurangnya

keadaan individu terhadap persepsi terhadap lingkungan. Tidur

merupakan keadaan tidak sadar yang memiliki ciri ciri minimnya

aktifitas fisik; perubahan level kesadaran; perubahan proses fisiologi

dalam tubuh; dan berkurangnya respon individu terhadap rangsangan

luar (Fundamen of Nursing, 2017).

2. Gangguan aktivitas dan istirahat pada pasien post OREF

Gangguan aktivitas dan istirahat pada pasien post OREF bisa ditandai

dengan keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.

Kemampuan beraktivitas seseorang dipengaruhi oleh sistem

persarafan dan muskuloskeletal yang adekuat (Haswita dan Reni

Sulistyowati, 2017). Istirahat pada pasien juga berubah dikarenakan

mengalami gangguan yang disebabkan nyeri fraktur atau post fraktur

(Putri,2017).

3. Pengaturan aktivitas dan istirahat pada pasien post OREF

Pengaturan aktivitas dan istirahat pada post fraktur dapat berupa

mobilisasi dilakukan secara bertahap, pada hari pertama dapat

dimulai dengan melakukan fleksi dan ekstensi jari –jari kaki,

infersi dan efersi kaki serta fleksi dan ekstensi pergelangan kaki,

pada hari kedua dapat dilakukan rotasi pangkal paha, abduksi


37

dan adduksi pangkal paha, pada hari ketiga dapat dilakukan fleksi

dan ekstensi lutut serta menjuntaikan kaki disalah satu sisi tempat

tidur (Hidayat, 2017). Untuk ekstremitas atas Gerakan fleksi dan

ekstensi pada sendi peluru, dan Gerakan fleksi dan ekstensi pada sendi

engsel (Hariyono, 2017).

4. Edukasi aktivitas dan istirahat pada pasien post OREF

Pasien post OREF diedukasi dengan melakukan terapi latihan aktif

untuk meningkatkan atau mempertahankan fleksibitas dan kekuatan

otot, meningkatkan lingkup gerak sendi dan kekakuan sendi.

Sedangkan manfaat terapi latihan adalah untuk menentukan nilai

kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan,

memperbaiki tonus otot, memperbaiki toleransi otot untuk latihan,

mencegah terjadinya kekakuan sendi, memperlancar sirkulasi darah

dengan dilakukannya terapi latihan pada pasien (Hardwick & Lang,

2017).
BAB III
METODE STUDI KASUS

A. RANCANGAN STUDI KASUS

Karya tulis ilmiah ini menggunakan studi kasus penelitian

deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendapatkan gambaran

secara realita dan obyektif terhadap sesuatu kondisi tertentu/masalah yang

sedang terjadi/diteliti. Oleh karena itu, data dapat diperoleh dengan cara

pengamatan (observasi), wawancara, atau pengukuran (Imron, 2017).

Studi kasus ini diarahkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan

bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien post operasi open

reduction external fixation dengan gangguan mobilitas fisik di Ruang X

RSUD X.

B. SUBYEK STUDI KASUS

Subyek studi kasus ini yaitu, Ny. X yang mengalami gangguan

mobilitas fisik post operasi open reduction external fixation di Ruang X

RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

C. FOKUS STUDI

Asuhan keperawatan gangguan mobilitas fisik pada pasien post

operasi open reduction external fixation pada Ny. X di Ruang X RSUD

Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

38
39

D. DEFINISI OPERASIONAL

1. Asuhan keperawatan

Asuhan keperawatan adalah proses yang meliputi pengkajian,

menetapkan diagnosa, menyusun intervensi (rencana keperawatan),

melakukan tindakaan (implementasi) keperawatan dan melakukan

evaluasi keperawatan.

2. Gangguan mobilitas fisik

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas

secara mandiri.

3. Pasien

Pasien atau pesakit adalah seseorang yang menerima perawatan

medis. Sering kali, pasien menderita penyakit atau cedera dan

memerlukan bantuan tenaga medis untuk memulihkannya

4. Post operasi

Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai

saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai

evaluasi selanjutnya

5. OREF

Open Reduction External Fixation adalah reduksi terbuka dengan

fiksasi internal dimana prinsipnya tulang ditransfiksasikan diatas dan

di bawah fraktur, sekrup atau kawat di transfiksi di bagian proksimal


40

E. TEMPAT DAN WAKTU

Studi kasus ini akan dilaksanakan di Ruang X RSUD Dr. R.

Goeteng Taroenadibrata Purbalingga pada tanggal X sampai dengan X

bulan X tahun 2021.

F. PENGUMPULAN DATA

Menurut Soekidjo (2017), jenis pengumpulan data yang dilakukan

yaitu menggunakan:

1. Wawancara

Teknik wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara menanyakan langsung pada keluarga dan klien tentang

penyakit dan masalah yang dialami.

2. Observasi

Observasi adalah suatu prosedur yang terencana yang meliputi vital

sign, kesadaran, keadaan umum dan pemeriksaan fisik head to toe.

Sehingga dalam melakukan observasi peneliti tidak hanya

mengunjungi, melihat saja namun disertai perhatian kusus dan

melakukan pencatatan- pencatatan.

3. Studi Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

berupa catatan, buku, transkip, dan lain sebagainya. Dalam studi kasus

ini dokumentasi yang digunakan berupa hasil dari rekam medik,

literature, pemeriksaan diagnostik, jurnal dan data yang menunjang

lainnya.
41

G. PENYAJIAN DATA

Hasil studi kasus disajikan secara tekstual/narasi dan dapat disertai

cuplikan ungkapan verbal dari subyek studi kasus yang merupakan data

pendukungnya.

H. ETIK PENELITIAN

1. Benefience

Ketika seorang perawat memutuskan apa yang terbaik untuk pasien

dan mendorong pasien untuk memilih tindakan tersebut. Terkadang

sikap paternalistik disarankan untuk dilakukan, misalnya ketika

kemampuan seorang pasien untuk memilih tindakan dibatasi oleh

ketidakmampuan pasien tersebut (Ariga, 2020)

2. Confidentiality

Penerapan kerahasiaan seperti dikumentasi tentang keadaan kesehatan

pasien hanya bisa dibaca oleh orang tertentu guna keperluan

pengobatan (Ariga, 2020)

3. Non maleficence

Mencegah kesalahan pengobatan, menyadari resiko yang berpotensi

akibat modalitas pengobatan, dan menghilangkan bahaya (Ariga, 2020)


42

LEMBAR INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Alamat :

Telp :

Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri/*sebagai orang


tua/*suami/*istri/*anak/*wali dari:

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Alamat :

Telp :

Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK menjadi subjek penelitian dengan


judul “Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Ny. X dengan Post
Operasi Open Reduction External Fixation di Ruang X RSUD Dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga”.

Purbalingga,………………….2022

Peneliti Yang membuat pernyataan

Ttd Ttd

(Rindu Insyra R) (………………..)


43

DAFTAR PUSTAKA

A, Muttaqin. (2015). Asuhan Keperawatan Gangguan Integumen. Selemba

Medika Palembang 2012.

Apleys, G. A. & S. L. (2018). System of Orthopaedic and Trauma. 10th edition,

New York: Taylor & Francis Group, CRC Press.

Deni Yasmara, Nursiswati, R. . (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal

Bedah. EGC.

Desiartama, A., & Aryana, I. W. (2017). Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur

Akibat Kecelakan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit Umum

Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika Udayana, 6(5).

Dwi Ariyanti, P. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur Di

Ruang Asparaga RSUD dr. Haryono Lumajang.

Eka, A. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Fraktur Dengan Nyeri Di

Ruang Melati RSUD Bangil Pasuruan.

Helmi, Z. . (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal (2nd ed.). Salemba

Medika.

Hidayat, R. (2020). Asuhan Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik Pada Tn. A

Dengan Post Operasi Fraktur Di Ruang Edelweis RSUD Dr. R. Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga.

Noorisa, R., Apriliwati, D., Aziz, A., & B. S. (2017). The Characteristic Of
44

Patients With Femoral Fracture In Department Of Orthopaedic And

Traumatology Rsud Dr. Soetomo Surabaya 2013-2016.

PPNI, T. P. S. D. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed.).

Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(1st ed.). Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(1st ed.). Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Sulistyaningsih. (2016). Gambaran kualitas hidup pada pasien pasca open

reduction internal fixation (orif) ekstermitas bawah di poli ortopedi rs

ortopedi prof. dr. r. soeharso surakarta.

Tim Riskesdas 2018. (2018). Riskesdas 2018. LPB.

Anda mungkin juga menyukai