Anda di halaman 1dari 61

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SOSIALISASI: ISOLASI SOSIAL

PADA NY. X DENGAN SKIZOFRENIA DI RUANG X RSJ X

PROPOSAL
KTI

Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan

Diploma III Keperawatan Fakultas Kesehatan

Universitas Harapan Bangsa

Oleh :

SILFA NUR FADILLAH


NIM. 190102053

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA TIGA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO


2021

i
ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SOSIALISASI: ISOLASI


SOSIAL PADA Ny. X DENGAN SKIZOFRENIA DI RUANG X
RSUD BANYUMAS

Di susun oleh:
SILFA NUR FADILLAH
NIM. 190102053

Telah dipertahankan di depan dewan penguji Proposal KTI pada Program Studi
Keperawatan DIII Fakultas Kesehatan Universitas Harapan Bangsa Dan telah
dinyatakan layak untuk dilakukan Studi kasus
Pada hari : Rabu
Tanggal : 01 Desember, 2021
Dewan Penguji
1. Penguji I : Prasanti Adriana, S.Kep.,Ns.,M.Kes
2. Penguji II : Ita Apriliyani., S.Kep., Ns., M.Kep
3. Penguji III : Ririn Isma Sundari., S.Kep., Ns., M.Kes

Mengesahkan,
Ka. Program Studi DIII Keperawatan
Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa
Ns. Arni Nur Rahmawati, S.Kep., M.Kep
NIK. 108701120888

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun

Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan

Sosialisasi : Isolasi Sosial pada Ny. X dengan Skizofrenia di Ruang X RSUD

BANYUMAS”. Tujuan penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk

memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Ahli Madya Keperawatan di

Universitas Harapan Bangsa.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan, pengarahan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu

pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Iis Setiawan Mangkunegara, S. Kom., M.TI sebagai Ketua Yayasan pendidikan

Dwi Puspita.

2. dr. Pramesti Dewi M. Kes., sebagai Rektor Universitas Harapan Bangsa

Purwokerto.

3. Dwi Novitasari, S.Kep., Ns., MSc., sebagai Dekan Fakultas Kesehatan.

4. Ns. Arni Nur R, S.Kep., M.Kep., selaku Ketua Program Studi Keperawatan

D3.

5. Prasanti Adriani, S.Kep.,Ns.,M.Kes. selaku koordinator Karya Tulis Ilmiah

6. Ita Apriliyani., S.Kep., Ns., M.Kep sebagai pembimbing I dan penguji 2 yang

telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiah.

v
7. Ririn Isma Sundari., S.Kep., Ns., M.Kes selaku Penguji 3 dan Pembimbing 2

dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah.

8. Seluruh Dosen dan Karyawan Universitas Harapan Bangsa.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal Karya Tulis

Ilmiah ini masih jauh dari sempurna banyak sekali kekurangan, oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kearah

yang lebih baik.

Purwokerto, November 2021

Peneliti

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN JUDUL KARYA TULIS ILMIAH......................ii
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL..........................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL...........................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................4
C. Tujuan Penulisan....................................................................................4
D. Manfaat....................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6
A. KONSEP MEDIS SKIZOFRENIA.......................................................6
1. Definisi Skizofrenia............................................................................6
2. Jenis- jenis Skizofrenia.......................................................................6
3. Etiologi / Faktor penyebab Skizofrenia..............................................7
4. Manifestasi klinik................................................................................8
B. KONSEP MEDIS ISOLASI SOSIAL...................................................9
1. Definisi................................................................................................9
2. Rentang Respon Sosial.....................................................................10
3. Etiologi .............................................................................................12
4. Tanda Gejala / Manifestasi Klinis.....................................................15
5. Patofisologis......................................................................................17
6. Pemeriksaan Penunjang....................................................................17
7. Pohon masalah..................................................................................19
8. Komplikasi .......................................................................................19
9. Penatalaksanaan................................................................................19
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL...........20
1. Pengkajian ........................................................................................20
2. Diagnosa Keperawatan.....................................................................26
3. Intervensi...........................................................................................27
4. Implementasi.....................................................................................35
5. Evaluasi ............................................................................................36
D. KEBUTUHAN DASAR MANUSIA GANGGUAN SOSIALISASI. 37
1. Pengertian.........................................................................................37
2. Gangguan Sosialisasi Pada Isolasi Sosial.........................................37
3. Pengaturan Gangguan Sosialisasi Pada Isolasi Sosial......................37
4. Edukasi Gangguan Sosial Pada Isolasi Sosial .................................38

vii
BAB III METODE STUDI KASUS...................................................................40
A. RANCANGAN STUDI KASUS...........................................................40
B. SUBJEK STUDI KASUS.....................................................................40
C. FOKUS STUDI......................................................................................41
D. DEFINISI OPERASIONAL................................................................41
E. TEMPAT DAN WAKTU.....................................................................41
1. TEMPAT...........................................................................................41
2. WAKTU............................................................................................42
F. METODE PENGUMPULAN DATA..................................................42
G. PENYAJIAN DATA.............................................................................42
H. ETIKA STUDI KASUS........................................................................43
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa menurut adalah kondisi seseorang yang terganggu baik

segi mental dan tidak mampu menggunakan pikirannya secara normal.

Skizofrenia merupakan kerusakan pada otak dapat mengakibatkan gangguan

pada fungsi kognitif, aktif, bahasa, gangguan memandang pada realitas,

hubungan interpersonal, dan mempunyai perubahan perilaku yaitu agisitas dan

agresif atau biasa disebut dengan perilaku kekerasan (Habbi et al., 2017).

Survei Global Health Data Exchange tahun 2017 bahwa, 27,3 juta

orang di Indonesia mengalami masalah kejiwaan atau gangguan jiwa. Hal ini

mengandung pengertian bahwa, satu dari sepuluh orang di negara ini yang

menderita gangguan kesehatan jiwa/ mental health. Bahkan indonesia menjadi

negara dengan jumlah penderita gangguan jiwa tertinggi di Asia Tenggara.

Data Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan tahun 2018 menyebut

prevalensia gangguan jiwa skizofrenia mencapai 1,8per 1000 orang penduduk

artinya ada 1,8 orang menderita skizofrenia dari 1.000 penduduk (Idaiani et

al., 2019).

Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementrian Republik

Indonesia bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang menunjukkan

gejala depresi dan kecemasan, usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta

orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara itu, data prevalensi

1
2

skizofrenia atau gangguan jiwa berat mencapai sekitar 400.000 orang atau

sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk (Maulana et al., 2019) . Provinsi-provinsi

yang memiliki gangguan jiwa terbesar pertama antara lain daerah Istimewa

Yogyakarta (0,27%), Aceh (0,27%), Sulawesi selatan (0,26%), keempat Bali

(0,23%), dan kelima adalah Jawa Tengah (0,23%). Dari tahun ke tahun,

jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah terus meningkat (Febrianti,

2019). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan

prevalensi rumah tangga dengan anggota yang menderita skizofrenia atau

psikosis sebesar 7 per 1000 dengan cakupan pengobatan 84,9%. Sementara

itu, prevalensi gangguan mental pada remaja adalah sebesar 9,8%, Angka ini

meningkat dibandingkan tahun 2013, yaitu sebesar 6%.

Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir, kehendak, emosi

dan tindakan, di mana individu tidak dapat menyesuaikan diri dengan orang

lain dan lingkungan (Marshaly, 2013). Gangguan jiwa terbagi ke dalam dua

jenis yaitu gangguan jiwa ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu bentuk

gangguan kejiwaan yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi adalah

skizofrenia. Keliat (2011) menjelaskan bahwa skizofrenia merupakan

gangguan jiwa berat yang ditandai dengan ketidakmampuan atau penurunan

berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi dan waham), afek tidak wajar

atau tumpul, gangguan kognitif serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-

hari. Terdapat tanda dan gejala skizofrenia yaitu positif dan negatif. Gejala

positif atau gejala nyata terdiri dari waham yaitu keyakinan yang keliru yang

tetap dipertahankan dan disampaikan berulang- ulang, halusinasi yaitu


3

gangguan penerimaan pancaindra (halusinasi pendengaran, penglihatan,

pengecapan, penciuman, dan perabaan) tanpa ada stimulus eksternal,

perubahan arus pikir dan perubahan perilaku. Gejala negatif atau gejala samar

(defisit perilaku) meliputi apatis atau sikap masa bodoh, blocking atau

pembicaraan berhenti secara tiba-tiba, isolasi sosial atau menarik diri dari

pergaulan sosial, dan menurunnya kinerja atau aktivitas sosial sehari-hari.

Gejala negatif pada skizofrenia menyebabkan klien mengalami gangguan

fungsi sosial menarik diri.

Isolasi sosial adalah salah satu diagnosis keperawatan berdasarkan

tanda negatif dari klien skzofrenia. Isolasi sosial terjadi dipengaruhi oleh

berbagai faktor yaitu usia, gender, pendidikan, pekerjaan, latar belakang

budaya, keyakinan religi, politik, kemiskinan, penghasilan rendah, tinggal

sendirian, penyakit kronis, tidak mempunyai anak, tidak ada kontak dengan

keluarga dan kesulitan akses transportasi (Massom, 2016; DeVylder &

Hilimire, 2015; Junardi, Daulima & Wardani, 2015; Wakhid, Hamid &

Helena, 2013). Perbedaan jenis kelamin juga dapat menjadi faktor terjadinya

isolasi sosial yaitu jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan wanita

Berbagai factor-faktor di atas sangat penting untuk diperbaiki agar tidak

menimbulkan dampak isolasi sosial yang semakin luas. (Penaloza, Fuentealba

& Gallardo, 2017).

Isolasi sosial telah dikenal mempunyai dampak yaitu sebagai faktor risiko

terjadinya morbiditas dan mortalitas (Cacioppo et al, 2015). Individu yang

mengalami isolasi sosial yang berkepanjangan dapat menyebabkan munculnya


4

masalah lain yaitu menarik diri, halusinasi, defisit perawatan diri dan risiko

perilaku kekerasan (Trimelia, 2011).

Isolasi sosial (Menarik diri) merupakan suatu keadaan dimana seorang

individu menderita adanya penurunan dan tidak dapat bersosialisasi dengan

orang lain disekitarnya. Pasien isolasi sosial (menarik diri) disebabkan karena

pasien merasa dirinya rendah, merasa ditolak dengan orang lain, merasa tidak

berguna sehingga perasaan malu timbul ketika akan berinteraksi dengan orang

lain (Maudhunah et al., 2019).

Perilaku menutup diri dari orang lain juga dapat menyebabkan

intoleransi aktivitas yang bisa mempengaruhi pada ketidakmampuan untuk

melakukan perawatan secara mandiri. Apabila keadaan individu dengan isolasi

sosial tidak tepat dalam penanganan, akan timbul risiko perubahan sensori

persepsi seperti halusinasi, resiko mencederai diri sendiri, orang lain, bahkan

lingkungan sekitar (Ambarwati, D. W., & Widodo, A, 2016).

Dampak dari tingginya gangguan jiwa dapat menyebabkan peran sosial

yang terhambat dan menimbulkan penderitaan pada pasien karena perilaku

yang buruk. Di Indonesia dengan berbagai faktor biologis, psikologis, dan

sosial dengan keanekaragaman penduduk, jumlah kasus gangguan jiwa terus

bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan

produktivitas manusia untuk jangka panjang (Sumarno, 2019).

Berdasarkan data di wilayah banyumas tahun 2011 menjelaskan

bahwa, prevalensi gangguan kejiwaan berat mencapai 0,6 dengan

perbandingan berjumlah 1.540.000 sebanyak 7.700 pasien, sementara itu,


5

gangguan mental emosional sekitar 19 % dengan jumlah penduduk 1.540.000

pada angka penderita. Data penderita yang menderita gangguan jiwa di RSUD

Banyumas pada tahun 2015 sebanyak 2050 orang meliputi 4 ruang yaitu

penderita yang masih hidup sebanyak 2039 orang dan penderita yang

meninggal 11 orang (Kurniawan, 2016).

Sementara itu, Data gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Banyumas di

ruang Nakula tahun 2018 berjumlah 640 orang yang menderita gangguan

kejiwaan, resiko perilaku kekerasan berjumlah 198 pasien, isolasi sosial

berjumlah 177 pasien, dan harga diri rendah berjumlah 43 pasien (Febriyana,

2019). Sementara itu, skizofrenia meningkat sebanyak 23, 6 % dari tahun

2016 ke tahun 2017, 28 % tahun 2017 ke tahun 2018, sementara itu, pada

bulan januari 2019 skizofrenia menjadi meningkat sebanyak 207 %, 212

berjumlah sebanyak 652 orang dengan gangguan skizofrenia.

Berdasarkan pengertian dan kasus yang telah dijabarkan diatas, peneliti

tertarik untuk membahas dan menjabarkan kasus isolasi sosial (menarik diri)

sebagai bahan untuk penulisan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, rumusan tugas

dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada pasien

dengan Isolasi Sosial di RSUD Banyumas.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
6

Menggambarkan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.X

dengan Isolasi Sosial di RSUD Banyumas.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan pengkajian pada NY. X dengan gangguan sosialisasi

(isolasi sosial di Ruang X RSUD Banyumas).

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada NY. X dengan gangguan

sosialisasi (isolasi sosial di Ruang X RSUD Banyumas).

c. Mendeskripsikan perencanaan keperawatan pada NY. X dengan

gangguan sosialisasi (isolasi sosial di Ruang X RSUD Banyumas).

d. Mendeskripsikan tindakan keperawatan pada NY. X dengan gangguan

sosilisasi ( isolasi sosial di Ruang X RSUD Banyumas).

e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada NY. X dengan gangguan

sosialisasi ( isolasi sosial di Ruang X RSUD Banyumas).

D. Manfaat

1. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan serta mengasah kemampuan dalam

melakukan asuhan keperawatan kepada pasien dengan masalah isolasi

sosial.

2. Bagi Pembaca

Hasil asuhan keperawatan jiwa dengan isolasi sosial ini dapat

menjadi tambahan wawasan, pengetahuan serta dapat mengembangkan

ilmu keperawatan jiwa di masa mendatang.


7

3. Bagi Instansi Pendidikan

Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi referensi di perpustakaan

yang dapat digunakan untuk menambah informasi dan wawasan bagi

mahasiswa Universitas Harapan Bangsa.

4. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan masukan bagi petugas

kesehatan di Rumah Sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan dan

profesionalitas khususnya dalam kasus isolasi sosial.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIS SKIZOFRENIA

1. Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik kronik yang mengalami

gangguan proses pikir, berkomunikasi, emosi dan perilaku dengan

gangguan menilai realita, pemahaman diri buruk dan kemunduran

hubunganinterpersonal.(Henry, D. S, M., 2020).

Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak

dan menyebabkan timbulnya pikiran persepsi, emosi, gerakan dan perilaku

aneh yang terganggu (Hani Kartika Murti, 2021).

2. Jenis- jenis Skizofrenia

(Fauzi, 2019) Jenis-jenis Skizofrenia yaitu sebagai berikut:

a. Skizofrenia simplex merupakan gejala utama sedangkan emosi dan

kemunduran kemauan.

b. Skizofrenia heberfrenik merupakan gejala utama gangguan proses fikir

gangguan kemauan dan depersonalisai. Banyak terdapat waham dan

halusinasi

c. Skizofrenia katatonik merupakan dengan gejala utama pada

psikomotor seperti stupor maupun gaduh gelisah katatonik.

6
7

3. Etiologi / Faktor penyebab Skizofrenia

Faktor- factor yang menyebabkan skizofrenia, yaitu:

a. Faktor genetic

Skizofrenia memiliki komponen yang diturunkn secara

bermakna, kompleks dan poligen. Skizofrenia adalah gangguan yang

bersifat familial, atinya semakin dekat hubungan kekeluargaan maka

semakin tinggi resiko terjadinya skizofrenia. Misalnya, pada individu

yang mempunyai kerabat dengan penyakit skizofrenia maka memiliki

kemungkinan yang lebih tinggi untuk terpapar skizofrenia. Pada

saudara kembar monozigotik yang memiliki gen identik tedapat

kemungkinan 50% untuk mengalami skizofrenia jika saudaranya

mengalami skizofrenia.

b. Faktor Biokimia

Skizofrenia bisa jadi berasal dari ketidakseimbangan kimiawi

otak yang disebut dengan neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang

memungkinkan nuron berkomunikasi satu dengan yang kainnya.

Skizofrenia berawal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang

berlebihan di bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang

abnormal terhadap dopamine.


8

4. Manifestasi klinik
Menurut (Hani Kartika Murti, 2021) gejala- gejala skizofrenia sebagai berikut

ini:

a. Gejala Positif

(1) Waham: keyakinan yang salah, tidak sesuai dengan kenyataan,

dipertahankan dan disampaikan berulang – ulang (waham kejar,

waham curiga, waham besar).

(2) Halusianasi: gangguan penerimaan panca indra tanpa ada stimulus

eksternal (halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan,

penciuman, perabaan).

b. Gejala Negatif

(1) Sikap masa bodoh (apatis)

(2) Menarik diri dari pergaulan sosial (isolasi sosial)

(3) Menurunnya kinerja atau aktivitas sehari-hari.


9

B. KONSEP MEDIS ISOLASI SOSIAL


1. Definisi
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seseorang individu

mengalami penurunan atau juga sama sekali tidak mampu berinteraksi

dengan orang lain di sekitarnya. Pasien isolasi sosial mengalami gangguan

dalam berinteraksi dan mengalami perilaku tidak ingin berkomunikasi

dengan orang lain di sekitarnya, lebih suka berdiam diri, mengurung diri,

dan mengjauh dari orang lain (Septiani, 2017).

Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang

menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan

orang lain (Tridinanti, 2017). Penarikan diri atau withdrawal merupakan

suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian ataupun minatnya terhadap

lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau

menetap.

Jadi, menarik diri adalah kondisi dimana individu menemukan

kesulitan dalam membina hubungan dan menghindari komunikasi dengan

orang lain secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap

(Wachidah, 2017).
10

2. Rentang Respon Sosial

Berikut ini merupakan rentang respon sosial Dermawan (2013)

Rentang Respon Sosial

Respon adatif Respon maladatif

Soliut Kesepian manipulasi

Otonomi Menarik diri Implusif

Kebersamaan Ketergantungan Narkisme

Saling ketergantungan

Gambar 2.1

Rentang Respon sosial, Dermawan (2013)

Keterangan dari rentang Respon Sosial.

Respon adaptif merupakan respon individu dalam menyelesaikan

masalah yang masih dapat di terima oleh norma sosial dan budaya yang

umum berlaku (Fay, 2017). Respon ini meliputi:

a. Solitute (Menyendiri)

Merupakan respon seseorang untuk merenungkan apa yang

telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan mengevaluasi diri untuk

menentukan langkah-langkah selanjutnya.


11

b. Otonomi

Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan

menyampaikan ide, pikiran, perasaan, dalam hubungan sosial.

c. Kebersamaan (Mutualisme)

Merupakan kondisi hubungan interpersonal dimana individu

mampu untuk saling memberi dan menerima.

d. Saling Ketergantungan

Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan antar

individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

e. Menarik Diri

Merupakan seseorang yang mengalami kesulitan dalam

membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelasaikan

masalah yang menyimpang dari norma sosial dan budaya lingkungannya

respon yang sering ditemukan diantaranya:

a. Manipulasi

Merupakan gangguan sosial dimana individu meperlakukan

orang lain sebagai obyek, hubungan berpusat pada masalah

pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri

sendiri.
12
13

b. Implusif

Merupakan tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak belajar

dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.

c. Narkisme

Harga diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan dan

pujian, sikap egosentris, pecemburu, marah bila orang lain tidak

mendukung

3. Etiologi

Gangguan etiologi terjadi akibat adanya faktor predisposisi dan

faktor presipitasi. Kegagalan pada gangguan ini akan menyebabkan

ketidakpercayaan pada seorang individu, menimbulkan rasa pesimis, ragu,

takut salah, tidak percaya terhadap orang lain, dan merasa tertekan.

Keadaan yang seperti ini akan menyebabkan dampak seseorang tidak

dapat untuk berinteraksi dengan orang lain, suka mengurung diri, suka

berdiam diri, dan tidak mementingkan kegiatan sehari-hari (Astuti et al.,

2015).

a. Faktor Predisposisi
Faktor preidposisi merupakan factor yang melatarbelakangi

seseorang mengalami gangguan jiwa. Beberapa faktor predisposisi

penyebab isolasi sosial, meliputi :

1) Faktor Perkembangan
Sistem keluarga yang terganggu mampu berperan dalam

perkembangan respon sosial maladaptif. Beberapa orang percaya


14

bahwa seorang individu yang menderita masalah ini adalah orang yang

gagal dalam memisahkan dirinya dari orang tua. Norma keluarga

mungkin tidak mendukung hubungan dengan pihak diluar keluarga.

Tabel 2.1 Tugas Perkembangan Berhubungan dengan Pertumbuhan

Intrapersonal.

Tahap Tugas

Perkembangan

Masa Bayi Menetapkan rasa percaya

Masa Bermain Mengembangkan otonom dan awal perilaku

Masa Pra Sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung

jawab, dan hati nurani.

Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama, dan


berkompromi

Masa pra remaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama


jenis kelamin

Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau


bergantung

Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara orang tua dan
teman, mencari pasangan, menikah dan mempunyai
anak.

Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang dilalui.

Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan


perasaan keterikatan dengan budaya

Sumber : Struart dan Sundeen (2012).


15

2) Faktor Sosialkultural
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan

hubungan. Hal ini akibat dari transiensi; norma yang tidak mendukung

pendekatan terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota

masyarakat yang kurang produktif, seperti lanjut usia (lansia), orang

cacat, dan penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena

mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang

dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap

hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.

3) Faktor Biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respons sosial maladaptif.

Bukti terdahulu menunjukkan keterlibatan neurotransmiter dalam

perkembangan gangguan ini, Namun, tetap diperlukan penelitian lebih

lanjut.

4) Faktor Sosial Budaya


Solasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan

merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Hal

ini dapat disebabkan oleh norma-norma yang salah yang dianut oleh

satu keluarga, seperti anggota tidak produktif diasingkan di lingkungan

sosial. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran

ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur

limbik, diduga dapat menyebabkan skizfrenia.


16
17

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan factor yang dapat mempengaruhi

terjadinya gangguan jiwa pada seseorang untuk yang pertama kali.

Menurut direja, (2011) ada beberapa faktor presipitasi isolasi sosial,

meliputi sebagai berikut:

1) Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan suatu factor yang berasal dari luar

dirinya sendiri / dilingkungan sekitarnya. Contohnya adalah stressor

sosial budaya, yaitu stress yang ditinggalkan oleh faktor sosial budaya

seperti keluarga.

2) Faktor Internal
Faktor internal merupakan factor yang berasal dari dalam.

Contohnya stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat ansietas

atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan

keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini

dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau

tidak terpenuhnya kebutuhan individu.

4. Tanda Gejala / Manifestasi Klinis

a. Gejala Kognitif adalah sebagai berikut:

1) Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting

2) Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan

3) Afek Tumpul

4) Bukti kecacatan

5) Ada dalam subkultural


18

6) Sakit, Tindakan tidak berarti

7) Tidak ada kontak mata

8) Dipenuhi dengan pikiran sendiri

9) Menunjukkan permusuhan

10) Tindakan berulang

11) Afek sedih, ingin sendirian

12) Menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima oleh kelompok

kultural yang dominan

13) Tidak komunikatif, menarik diri

b. Gejala afektif

1) Sedih

2) Tertekan

3) Depresi

4) Marah

5) Kesepian

6) Apatis

7) Malu

Perilaku yang ditunjukkan oleh pasien isolasi sosial lebih

banyak menarik diri, menjauh dari orang lain, jarang berkomunikasi,

tidak ada kontak mata, malas, tidak beraktifitas, menolak hubungan

dengan orang lain (Ayu Candra Kirana, 2018).


19

5. Patofisologis

Salah satu gangguan berhubungan sosial, menarik diri atau isolasi

sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, dengan latar

belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan

kecemasan. Perasan dan tidak berharga menyebabkan semakin sulit dalam

mengembangkan hubungan dengan orang lain, Akibatnya, menjadi regresi

atau kemunduran, mengalami penurunan dalam aktivitas serta kurang

perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Perjalanan dari

tingkah laku masa lalu serta tingkah laku menyendiri yaitu pembicaraan

yang austitik dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan,

sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi (Nursito, 2012).

6. Pemeriksaan Penunjang

Berikut ini pemeriksaan penunjang (Purniawan, 2018) antara lain:

a. Terapi Farmakologi

Terapi Farmakologi merupakan suatu ilmu dimana yang

mempelajari tentang obat khususnya yang berkaitan dengan pengaruh

sifat fisika-kimiawi terhadap tubuh, respons bagian-bagian tubuh

terhadap sifat obat, nasib yang dialaminya obat dalam tubuh, dan

manfaat obat bagi kesembuhan .

b. Electri Convulsive Therapi (ECT)

Terapi atau yang lebih dikenal dengan electroshock adalah

suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock elektrik dalam

usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien


20

gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis

terapinya. ECT pertamakali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist

Italia Ugo Cerletti dan Lucio pada tahun 1930. ECT bertujuan untuk

menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek terapi

setidaknya 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang

dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan.

c. Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakan psikoterapi yang dilakukan

kelompok pasien bersama sama dengan berdiskusi satu sama lain dan

dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapi atau petugas kesehatan

jiwa. Terapi kelompok ini bertujuan untuk menstimulus pasien dengan

gangguan interpersonal.

d. Terapi Lingkungan
Seseorang tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga

aspek lingkungan harus mendapatkan perhatian dalam kaitannya untuk

menjaga memelihara kesehatannya. Lingkungan dapat berkaitan erat

terhadap stimulus psikologis seseorang yang akan berdampak pada

kesembuhan, sehingga lingkungan tersebut dapat memberikan dampak

baik terhadap keadaan fsik maupun kondisi psikologis seseorang.


21

7. Pohon masalah

Resiko perubahan sensori persepsi : Halusinasi

Core Problem
Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah

Gambar 2.1 Pohon Masalah Isolasi Sosial

Sumber : Sutejo, (2017)

8. Komplikasi

Pasien isolasi sosial tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku

masa lalu primitif, antara lain pembicaraan yang autistik dan perilaku yang

tidak sesuai pada kenyataan, sehingga berakibat menjadi risiko terhadp

gangguan sensori persepsi, seperti, halusinasi, menciderai diri, orang lain,

serta lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan

terjadinya defisit perawatan diri (Purniawan, 2018).

9. Penatalaksanaan

Penatalaksaan yang dapat diberikan kepada pasien isolasi sosial

antara lain pendekatan farmakologi, psikososial, terapi aktivitas, terapi

okupasi, rehabilitasi, dan program intervensi keluarga.


22

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien isolasi sosial dapat dilakukan melalui

wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga.

a. Identitas
Identitas pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, agama, pekerjaan, status mental, suku bangsa, alamat,

nomor rekam medis, ruang rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal

pengkajian, diagnosis medis. Identitas penanggung jawab : nama, umur,

jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, hubungan dengan pasien,

alamat.

b. Alasan masuk

1) Apa penyebab pasien masuk ke RSJ?

2) Apa yang sudah dilakukan keluarga?

3) Bagaimana hasilnya?

c. Faktor Predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orangtua, harapan orang tua

yang tidak realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok

sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba-tiba,

misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai suami, putus sekolah,

PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi, perlakuan orang lain

yang tidak menghargai pasien/ perasaan negatif terhadap diri -sendiri

yang berlangsung lama.


23

d. Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi semua sistem yang ada hubungannya

dengan pasien depresi berat didapatkan pada sistem integumen pasien

tampak kotor, kulit lengket karena kurang perhatian terhadap perawatan

pada dirinya- sendiri bahkan gangguan aspek dan kondisi pasien.

e. Psikososial

1) Konsep diri
a) Gambaran diri

Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh berubah

atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau

yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh,

persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh

yang hilang, mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan

ketakutan.

b) Ideal Diri
Mengungkapkan keputusasaan terhadap penyakitnya:

mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.

c) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah

terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan

martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.

d) Penampilan Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan

penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.


24

e) Identitas Personal
Ketidakpastian memandang diri, sulit menetapkan

keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.

f) Hubungan Sosial
Pasien mempunyai gangguan/ hambatan dalam

melakukan hubungan sosial dengan orang lain terdekat dalam

kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat.

g) Spritual
Nilai dan keyakinan pasien, pandangan dan keyakian

pasien dengan gangguan jiwa sesuai dengan norma, agama yang

dianut pandangan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa.

Kegiatan ibadah : kegiatan di rumah secara individu atau

kelompok.

h) Status Mental
Kontak mata pasien kurang atau tidak mampu

mempertahankan kontak mata, kurang dalam memulai

pembicaraan, pasien suka berdiam diri dan kurang dalam

berhubungan dengan orang lain, adanya rasa keputusasaan dan

kurang berharga dalam hidup.

(1) Penampilan
Biasanya pada pasien menarik diri, pasien tidak terlalu

memperhatikan penampilan, biasanya penampilan tidak rapi,

cara berpakaian tidak seperti biasanya (tidak tepat).


25

(2) Pembicaraan
Cara berpakaian biasanya digambarkan dalam frekuensi,

volume, dan karakteristik. Frekuensi merujuk pada kecepatan

pasien berbicara dan volume di ukur dengan berapa keras pasien

berbicara. Observasi frekuensi cepat atau lambat, dengan volume

keras atau lambat, jumlah sedikit, membisu, dan ditekan,

karakteristik gagap atau kata-kata bersambungan.

(3) Aktivitas Motorik


Aktivitas motorik berhubungan dengan gerakan fisik

pasien. Tingkat aktivitas: letargik, tegang, gelisah atau agitasi.

Jenis aktivitas: seringai atau tremor. Gerakan tubuh yang

berlebihan mungkin ada hubunganya dengan ansietas, mania atau

penyalahgunaan stimulan. Gerakan motorik yang berulang atau

kompulsif bisa merupakan kelainan obsesif kompulsif.

(4) Alam Perasaan


Alam perasaan merupakan laporan terhadap pasien

tentang status emosional dan cerminan situasi kehidupan pasien.

Alam perasaan dievaluasi dengan menanyakan pertanyaan

singkat dan tidak mengarah seperti “bagaimana perasaan anda

hari ini” apakah pasien menjawab pasien merasa sedih, takut,

perasaan putus asa, sangat senang atau khawatir.

(5) Afek
Afek adalah rasa emosi yang kuat pada pasien yang

mampu diobservasi perawat selama wawancara. Afek


26

digambarkan dalam istilah batasan, durasi, intensitas, dan

ketepatan. Afek yang labil sering terlihat pada mania, dan afek

yang datar,tidak selaras sering tampak pada skizofrenia.

(6) Persepsi
Ada dua jenis utama masalah persepsi yaitu halusinasi

dan ilusi. Halusinasi merupakan sebagai kesan atau pengalamana

sensori yang salah. Ilusi adalah persepsi atau respon yang salah

terhadap stimulus sensori. Halusinasi perintah adalah aktivitas

yang menyuruh pasien melakukan sesuatu, seperti membunuh

dirinya sendiri dan melukai diri sendiri.

(7) Interaksi Selama Wawancara


Interaksi merupakan bagaimana pasien berhubungan

dengan perawat. Apakah pasien bersikap bermusuhan, tidak

kooperatif, mudah tersinggung, berhati-hati, apatis, defensife,

curiga, atau sedatif.

(8) Proses Pikir


Proses pikir mengarahkan “bagaimana” ekspresi diri

pasien proses diri pasien diobservasi melalui kemampuan

berbicaranya. Pengkajian dilakukan lebih pada pola atas bentuk

verbalisasi dari pada isinya.

(9) Isi Pikir


Isi pikir mengacu pada arti spesifik diekspresikan dalam

komunikasi pasien. Merujuk pada apa yang dipikirkan pasien


27

meskipun pasien mungkin berbicara mengenai berbagai subjek

selama wawancara, Beberapa area isi harus dicatat dalam

pemeriksaan status mental. Hal ini mungkin bersifat kompleks

dan sering disembunyikan oleh pasien.

(10) Tingkat Kesadaran

Pemeriksaan status mental secara rutin mengkaji

orientasi pasien terhadap situasi terakhir. Berbagai istilah dapat

digunakan untuk menguraikan tingkat kesadaran pasien, seperti

bingung, tersedasi, atau stupor.

(11) Memori

Memori diartikan sebagai kemampuan untuk mengingat

pengalaman pemeriksaan status mental mampu memberikan

saringan yang cepat terhadap masalah-masalah memori yang

potensial tetapi bukan merupakan jawaban definitif apakah

terdapat kerusakan yang spesifik atau tidak. Pengkajian

neurologis diperlukan untuk menguraikan sifat dan keparahan

kerusakan memori. Memori merupakan sebagai kemampuan

dalam mengingat pengalaman lalu.

(12) Tingkat Konsentrasi dan Kalkulasi


Konsentrasi merupakan kemampuan pasien untuk
memperhatikan selama jalannya wawancara. Kalkulasi adalah
kemampuan pasien untuk mengerjakan hitungan sederhana.
28

(13) Penilaian
Penilaian melibatkan perbuatan keputusan yang

konstruktif dan adaptif ,termasuk kemampuan untuk mengerti

fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan.

(14) Daya Tarik


Daya Tarik penting bagi perawat dalam menetapkan

apakah pasien menerima atau mengingkari terhadap

penyakitnya.

(15) Kebutuhan Kesiapan Pulang


Pengkajian diarahkan pada pasien dan keluarga pasien
tentang persiapan keluarga, Di sisi lain, perisiapan lingkungan
dalam menerima kepulangan pasien. Untuk menjaga pasien
tidak kambuh kembali membutuhkan adanya penjelasan atau
pemberian pengetahuan terhadap keluarga yang mendukung
pengobatan secara rutin dan teratur (SILVIA ARIZKA, 2020).
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala

isolasi sosial yang ditemukan. Apabila hasil pengkajian menunjukkan

tanda dan gejala isolasi sosial, maka diagnosis keperawatan yang

ditegakkan yaitu:

a. Isolasi sosial,

b. Gangguan konsep diri, Harga Diri Rendah

c. Resiko perubahan sensori ( Halusinasi).


29

3. Intervensi

Intervensi merupakan tindakan yang dirancang untuk membantu

pasien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang

diinginkan dalam hasil yang diharapkan 2

Rencana asuhan keperawatan isolasi sosial. yaitu sebagai berikut

(SILVIA ARIZKA, 2020):

Tujuan Umum : Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.

Tujuan Khusus :

TUK 1 : Pasien dapat membina hubungan saling percaya.

Intervensi :

a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik.

b. Sapa pasien dengan ramah/ baik verbal maupun non verbal.

c. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama kesukaan pasien.

d. Jelaskan tujuan pertemuan.

e. Buat kontrak interaksi yang jelas.

f. Jujur dan menepati janji.

g. Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya.

h. Ciptakan lingkungan yang aman tenang dan bersahabat.

i. Beri perhatian dan penghargaan.

j. Dengarkan dengan empati beri kesempatan bicara, jangan buru-buru,

tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan pasien.

k. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar pasien.


30

TUK 2 : Pasien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.

Kriteria Hasil : Setelah……..x pertemuan, pasien dapat menyebutkan

minimal satu penyebab menarik diri yang berasal dari diri-sendiri, orang

lain, serta lingkungan.

Intervensi :

a. Tanyakan kepada pasien tentang:

1) Orang yang tinggal serumah/teman sekamar pasien.

2) Orang terdekat pasien di rumah/ di ruang perawatan.

3) Apa yang membuat pasien dekat dengan orang tersebut.

4) Hal-hal yang membuat pasien menjauhi orang tersebut.

5) Upaya yang telah dilakukan untuk mendekatkan diri dengan orang

lain.

6) Kaji pengetahuan pasien tantang perilaku menarik diri dan tanda-

tandanya.

7) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan

penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.

8) Diskusikan pada pasien tentang perilaku menarik diri, tanda serta

penyebab yang muncul.

9) Berikan reinforcement positif terhadap kemampuan pasien dalam

mengungkapkan perasaannya.
31

TUK 3 : Pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang

lain dan kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.

Kriteria Hasil : Setelah……..x pertemuan, pasien dapat menyebutkan

keuntungan berhubungan dengan orang, misalnya banyak teman, tidak

kesepian, bisa diskusi, dan saling menolong. Serta pasien juga dapat

menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang, misalnya sendiri,

tidak punya teman, serta tidak ada teman untuk mengobrol.

Intervensi:

Kaji pengetahuan pasien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan

dengan orang lain serta kerugiannya bila tidak berhubungan dengan orang

lain:

a. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya

tentang berhubungan dengan orang lain.

b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang

kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain

c. Diskusikan bersama tentang keuntungan berhubungan dengan orang

lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

d. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan

perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan

kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.


32

TUK 4 : Pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara

bertahap

Kriteria Hasil : Setelah……..x pertemuan, pasien dapat mendemonstrasikan

hubungan sosial secara bertahap.

Intervensi :

Sesi 2 : Kemampuan Berkenalan

Tujuan : Pasien mampu menanyakan identitas anggota kelompok lain : nama

lengkap, nama panggilan, asal dan hobi.

Setting :

1. Pasien dan terapi duduk bersama dalam lingkaran

2. Ruangan nyaman dan tenang

Alat :

1. Tap recorder,

2. Kaset lagu,

3. Bola kertas,

4. Buku catatan dan pulpen,

5. Jadwal kegiatan pasien.

Metode :

1. Dinamika kelompok,

2. Diskusi tanya jawab,

3. Bermain peran,

Langka Kerja:

1. Persiapan
33

a. Meningatkan kontrak dengan anggota kelompok.

b. alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi

1) Salam terapeutik

a) Salam dari terapeutik.

b) Pasien dan terapis memakai papan nama.

3. Evaluasi/ validasi
a. Menanyakan perasaan pasien.

b. Pasien dan trapis memakai papan nama.

4. Kontrak

a. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu memperkenalkan diri.

b. Terapi menjelaskan aturan bermain.

(1) Jika ada pasien ingin meninggalkan kelompok, harus

meminta izin kepada terapi.

(2) Lama kegiatan 40 menit.

(3) Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

5. Tahap kerja

a. Terapis menjelaskan langkah berikutnya, Tape recorder akan

dinyalakan saat musiK terdengar, Bola kertas dipindahkan dari

satu pasien ke pasien lain. Saat musik dihentikan, peserta yang

sedang memegang bola kertas menyebutkan salam, nama,

nama panggilan /dan hobi.


34

b. Pada saat musik dihentikan, anggota kelompok yang

memegang bola mendapat giliran untuk berkenalan dengan

anggota kelompok yang ada di sebelah kanan.

c. Ulangi langkah nomor 2 sampai peserta mendapat giliran.

d. Terapi memberikan pujian setiap kali peserta selesai.

e. Terapi menyalakan tape recorder dan menghentikan kembali.

Saat musik Dihentikan, pasien yang sedang memegang bole

kertas dimohon memperkenalkan anggota kelompok yang ada

di sebelah kanannya kepada semua kelompok.

f. Terapi memberikan pujian.

6. Tahap terminasi

a. Evaluasi

1) Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti

TAKS.

2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

b. Tindak lanjut

1) Menganjurkan agar pasien melatih berkenalan dengan

orang lain di kehidupan sehari-hari.

2) Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri kepada jadwal

kegiatan harian pasien.

c. Kontrak yang akan datang

1) Menyepakati TAK yang akan datang.

2) Menyepakati waktu.
35
36

TUK 5 : Pasien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan

dengan orang lain Kriteria Hasil : Setelah……..x berinteraksi, pasien

dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain,

serta kelompok

Intervensi :

a. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan

dengan orang lain/kelompok.

b. Diskusikan dengan pasien tentang manfaat berhubungan dengan orang

lain

c. Beri reinforcement atas kemampuan pasien mengungkapkan

perasaannya berhubungan dengan orang lain.

TUK 6 : Pasien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga

mampu mengembangkan kemampuan pasien untuk berhubungan dengan

orang lain Kriteria hasil : Setelah…….x pertemuan keluarga dapat

menjelaskan tentang pengertian menarik diri dan tanda gejalanya,

penyebab dan akibat menarik diri, cara merawat pasien dengan menarik

diri.

Intervensi :

a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga : salam, perkenalkan

diri,

b. sampaikan tujuan, buat kontrak eksplorasi perasaan keluarga.

c. Diskusikan pentingnya peranan keluarga sebagai pendukung untuk

mengatasi.
37

d. perilaku menarik diri.

e. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku menarik diri,

penyebab menarik diri, akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik

diri tidak ditanggapi, dan cara keluarga menghadapi pasien menarik

diri.

f. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu mengatasi pasien

menarik diri.

g. Latih keluarga merawat pasien menarik diri.

h. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatih.

i. Anjurkan anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada pasien

untuk berkomunikasi dengan orang lain.

j. Dorong anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk pasien

minimal satu kali seminggu.

k. Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai keluarga

TUK 7 : Pasien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat, Kriteria

hasil : Setelah…….x interaksi pasien dapat menyebutkan manfaat minum

obat, kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis serta efek samping

obat.

Intervensi :

a. Diskusikan dengan pasien tentang kerugian dan keuntungan tidak

minum, serta.

b. karakteristik obat yang diminum (nama, dosis, frekuensi, dan efek

samping minum obat).


38

c. Bantu dalam menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar

pasien,benar obat, benar dosis,benar cara, benar waktu).

d. Anjurkan pasien minta sendiri obatnya kepada perawat agar pasien

dapat merasakan manfaatnya.

e. Beri reinforcement positif bila pasien menggunakan obat dengan

benar.

f. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan

dokter.

g. Anjurkan pasien untuk konsultasi dengan dokter/perawat apabila

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

4. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana

tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang

telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan

keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi pasien saat ini

(Siregar, 2012). Selain itu, salah satu hal yang penting dalam pelaksanaan

rencana tindakan keperawatan adalah teknik komunikasi terapeutik.

Teknik ini dapat digunakan dengan verbal; kata pembuka, informasi, dan

fokus. Selain teknik verbal, perawat juga harus menggunakan teknik non

verbal seperti; kontak mata, mendekati ke arah pasien, tersenyum,

berjabatan tangan, dan sebagainya. Kehadiran psikologis perawat dalam

komunikasi terapeutik terdiri dari keikhlasan, menghargai, empati dan

konkrit.
39

Terapi aktivitas kelompok dipercaya sangat efektif dalam

mengatasi masalah sosial pada subyek isolasi sosial. TAKS (Terapi

Aktivitas Kelompok Sosialisasi) dilaksanakan agar subjek dapat

melakukan berlatih sosialisasi dengan individu sekitar secara bertahap

mulai dari sesi 1-7. Salah satu sesi tersebut ialah sesi 3 yang bertujuan

untuk melatih subyek untuk bercakap-cakap (Lesmana, 2012).

5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan berfokus pada perubahan perilaku

pasien setelah diberikan tindakan keperawatan. Keluarga juga perlu

dievaluasi karena merupakan sistem pendukung yang penting. Ada

beberapa hal yang perlu dievaluasi pada pasien dengan isolasi sosial,

antara lain sebagai berikut (Yolanda, 2018):

a. Apakah pasien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial?

b. Apakah pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan

orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain?

c. Apakah pasien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap :

pasien-perawat, Pasien-perawat-perawat lain, pasien-perawat- pasien

lain, pasien-kelompok, dan pasien keluarga?

d. Apakah pasien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan

dengan orang lain?

e. Apakah pasien dapat memberdayakan sistem pendukungnya atau

keluarga nya untuk memfasilitasi hubungan sosialnya?

f. Apakahpasien dapat mematuhi minum obat?


40

D. KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : GANGGUAN SOSIALISASI

1. Pengertian

Gangguan Sosialisasi merupakan suatu permasalahan kurangnya

kemampuan dalam berkomunikasi untuk mampu bersosialisasi, dan

Kernampuan bertukar perasaan. kemarmpuan memperkenalkan diri

dengan orang lain. kemampuan berhubungan dengan orang lain,

kemampuan berinteraksi, sugesti, Identifikasi dan kernampuan bersimpati

2. Gangguan Sosialisasi Pada Isolasi Sosial

Gangguan sosialisasi pada isolasi sosial yaitu keadaan dimana

individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu

berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Penderita mungkin merasa

ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan

sosial yang berarti dengan orang lain . Gangguan tersebut juga merupakan

kesepian yang dialami individu dan dirasakan saat didorong oleh

keberadaan orang lain sebagai pernyataan negatif atau mengancam. Jadi,

dapat disimpulkan bahwa gangguan sosialisasi pada isolasi sosial

merupakan keaadaan seseorang yang mengalami penurunan bahkan sama

sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain karena mungkin merasa

ditolak, kesepian dan tidak mampu menjalin hubungan yang baik antar

sesama (Astuti et al., 2015)


41

3. Pengaturan Gangguan Sosialisasi Pada Isolasi Sosial

Pengaturan gangguan sosialisasi pada isolasi sosial ialah sebuah

tindakan yang bisa mengantisipasi adanya gangguan sosialisasi pada

penderitas isolasi sosial dengan adanya pengaturan tersebut diharapkan

nantinya penderita tersebut bisa kembali normal seperti sedia kala. Selain

itu, peran keluarga sangat berpengaruh terhadap kondisi perkembangan

sosial seseorang. karena keluarga merupakan kelompok sosial yang

pertarna dalarn kehidupan manusia. tempat la belajar dan menyatakan diri

sebagai manusia sosial dalam hubungan berinteraksi dengan

kelornpoknya.

Pengaturan gangguan sosialisasi pada isolasi sosial yang dapat

diberikan kepada pasien dengan isolasi sosial antara lain pendekatan

farmakologi, psikososial, terapi aktivitas, terapi okupasi, rehabilitasi, dan

program intervensi keluarga (SILVIA ARIZKA, 2020).

4. Edukasi Gangguan Sosial Pada Isolasi Sosial

Peningkatan kemampuan keluarga penting untuk diberikannya

edukasi keluarga tentang merawat pasien dengan gangguan isolasi sosial

maka keluarga dapat mengingat dan memahami informasi ataupun

kemampuan yang diberikan melalui pendidikan kesehatan. Memberikan

pendidikan kesehatan dapat menambah kemampuan kepada individu,

keluarga dan masyarakat lainnya.

Kemampuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan pada suatu objek tertentu. Pengaruh pendidikan


42

kesehatan tentang ganguan isolasi sosial terhadap kemampuan keluarga

dalam merawat pasien ganguan isolasi sosial, pelaksanaan pendidikan

kesehatan tentang ganguan isolasi sosial merupakan penyampaian

informasi sehingga mampu mempengaruhi kemampuan keluarga dengan

nilai t-test 2,834 dalam merawat pasien ganguan isolasi sosial (Amin,

Muhammad., & Saputra, 2019)

Kemampuan keluarga mengenai ganguan isolasi sosial sangat

diperlukan agar keluarga dapat merawat pasien dengan benar. Pengaruh

edukasi dalam menurunkan beban keluarga dan meningkatkan

kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan halusinasi.

Salah satu edukasi yang dapat diberikat pada keluarga ialah denan

menggunakan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi, merupakan suatu

rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam membantu dan memfasilitasi

pasien gangguan sosialisasi yang tidak mampu dalam berinteraksi untuk

mampu bersosialisasi secara bertahap (Adrikni, 2019). melalui tahapan-

tahapan untuk melatih kemampuan sosialisasi pasien. Tiap sesi tahapan

tersebut diarahkan kepada tujuan khusus yaitu TAKS antara lain

kernampuan bekerja sama. kernampuan bertukar perasaan. kemampuan

memperkenalkan diri dengan orang lain. kemampuan berhubungan dengan

orang lain. kemampuan berimitasi, sugesti, identifikasi, dan kernampuan

bersimpati. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam TAKS yaitu

tahap persiapan.,orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi dengan


43

menggunakan metode dinamika kelompok, diskusi atau tanya jawab serta

bermain peran atau stimulasi.


BAB III
METODE STUDI KASUS

A. RANCANGAN STUDI KASUS

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif berupa

mendeskripsikan atau memaparkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di

RSUD Banyumas dengan rancangan penelitian yang berbentuk studi

kasus. Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup

pengkajian satu unit penelitian secara intensif misalnya suatu klien,

keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi. Meskipun jumlah subjek

cenderung sedikit namun jumlah variabel yang diteliti cukup luas

(Nursalam, 2015).

B. SUBJEK STUDI KASUS

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ny.X dengan

masalah utama gangguan sosialisasi : isolasi sosial dengan skizofrenia di

RSUD Banyumas.

40
41

C. FOKUS STUDI

Fokus studi merupakan suatu penyajian utama dari permasalahan

yang akan dijadikan sebagai titik acuan pada studi kasus yaitu asuhan

keperawatan gangguan sosialisasi: isolasi sosial dengan skizofrenia di

RSUD Banyumas.

D. DEFINISI OPERASIONAL

1. Isolasi sosial merupakan kondisi dimana seseorang menderita

penurunan atau sama sekali tidak mampu bersosialisasi dengan orang

lain disekitarnya. Pasien dengan gangguan isolasi sosial bahwa dirinya

merasa tidak dapat diterima oleh orang lain, tidak berguna bagi orang

lain, merasa putus asa, kehilangan rasa tertarik untuk mengikuti suatu

kegiatan sosial serta tidak mampu focus dan membuat keputusan.

2. Skizofrenia merupakan gangguan kejiwaan dan kondisi yang dapat

mempengaruhi pada otak manusia, mempengaruhi fungsi normal

kognitif, mempengaruhi emosional dan tingkah laku.

E. TEMPAT DAN WAKTU

1. TEMPAT

Tempat yang digunakan peneliti dalam melaksanaan

penelitian Asuhan Keperawatan kali ini yaitu di Ruang X RSUD

Banyumas.
42

2. WAKTU

Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami masalah

utama gangguan sosialisasi : isolasi sosial di Ruang X RSUD

Banyumas dilaksanakan selama 2 Minggu di mulai dari tanggal 13

Desember 2020 sampai dengan 25 Desember 2021.

F. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi,

pemeriksaan fisik, dan mempelajari data penunjang. Sumber data adalah

klien, keluarga atau orang terdekat, tim kesehatan serta catatan lain

(Muhith, 2015).

1. Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara

mewawancarai langsung responden yang diteliti, metode ini memberikan

hasil secara langsung.

2. Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan

melakukan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian

untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti (Hidayat, 2017).

G. PENYAJIAN DATA

Penulis akan melakukan asuhan keperawatan gangguan sosialisasi:

isolasi sosial dengan skizofrenia pada NY. X Di Ruang X RSUD

Banyumas, melalui proses keperawatan selama 3 hari dengan observasi,

wawancara dan studi dokumentasi. Dalam karya tulis ilmiah ini penulis

akan menyajikan data tentang asuhan keperawatan diantara nya yaitu


43

pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan evaluasi yang disajikan

dalam bentuk tabel dan narasi.

H. ETIKA STUDI KASUS

Etika merupakan ilmu atau pengetahuan tentang apa yang

dilakukan (pola perilaku) individu, atau pengetahuan tentang adat atau

kebiasaan seseorang. Sedangkan Penelitian yaitu upaya dalam mencari

kebenaran terhadap semua fenomena kehidupan manusia, baik yang

menyangkut fenomena alam maupun sosial, budaya, pendidikan,

kesehatan, ekonomi, politik, dan sebagainya. Jadi, Etika Penelitian

merupakan suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan

penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti

(subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil

penelitian tersebut.

Etika yang mendasari penyusunan studi kasus (Nursalam, 2014),

terdiri dari:

1. Informed Consent (persetujuan menjadi responden), Merupakan dimana

subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responsden. Pada informed consent

juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan

dipergunakan untuk pengembangan ilmu.


44

2. Anonimity (tanpa nama), Merupakan dimana subjek mempunyai hak

untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan.

Kerahasiaan dari responden dijamin dengan menginisialkan identitas dari

responden.

3. Confidentiality (rahasia),Merupakan kerahasiaan yang diberikan kepada

respoden oleh peneliti.


DAFTAR PUSTAKA

Adrikni, T. (2019). TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI PADA


PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL DIRUMAH SAKIT JIWA Prof. Dr.
SOEROJO MAGELANG. TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI
PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL DIRUMAH SAKIT JIWA Prof.
Dr. SOEROJO MAGELANG.
Ambarwati, D. W., & Widodo, A. (2016). UPAYA MENINGKATKAN
SOSIALISASI PADA KLIEN MENARIK DIRI DI RSJD ARIF ZAINUDIN
SURAKARTA. UPAYA MENINGKATKAN SOSIALISASI PADA KLIEN
MENARIK DIRI DI RSJD ARIF ZAINUDIN SURAKARTA.
Amin, Muhammad., & Saputra, Y. (2019). PENGARUH EDUKASI
KELUARGA TERHADAP KEMAMPUAN KELUARGA DALAM
MERAWAT KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL. PENGARUH EDUKASI
KELUARGA TERHADAP KEMAMPUAN KELUARGA DALAM MERAWAT
KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL.
Astuti, S. I., Arso, S. P., & Wigati, P. A. (2015). Analisis Standar Pelayanan
Minimal Pada Instalasi Rawat Jalan di RSUD Kota Semarang. Analisis
Standar Pelayanan Minimal Pada Instalasi Rawat Jalan Di RSUD Kota
Semarang.
Ayu Candra Kirana, S. (2018). Gambaran Kemampuan Interaksi Sosial Pasien
Isolasi Sosial Setelah Pemberian Social Skills Therapy Di Rumah Sakit Jiwa.
Journal of Health Sciences, 11(1). https://doi.org/10.33086/jhs.v11i1.122
Fauzi, A. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA NY. N DAN TN, S
YANG MENGALAMI SKIZOFRENIA DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS
ROGOTRUNAN LUMAJANG. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
NY. N DAN TN, S YANG MENGALAMI SKIZOFRENIA DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL DIWILAYAH KERJA
PUSKESMAS ROGOTRUNAN LUMAJANG.
Fay, D. L. (2017). Konsep Teori Isolasi Sosial. Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952.
Febrianti, S. (2019). Asuhan Keperawatan Pada pasien gangguan jiwa dengan
halusinasi pendengaran menggunakan terapi tought stopping terhadap
kemampuan mengontrol halusinasi. 1–6. https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.ump.ac.id/9155/2/Siska
%2520Febriyana%2520BAB%2520I.pdf&ved=2ahUKEwje3-
XpmNrxAhWCF3IKHVcFAEcQFnoECAoQAg&usg=AOvVaw1jJhT-
xoB3ZJA3Q4DaQQ0Y
Febriyana, S. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
GANGGUAN JIWA DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN
MENGGUNAKAN PENERAPAN TERAPI TOUGHT STOPPING
TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI DI
INSTALASI JIWA RSUD BANYUMAS. ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN HALUSINASI
PENDENGARAN

44
45

MENGGUNAKAN PENERAPAN TERAPI TOUGHT STOPPING


TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI DI INSTALASI
JIWA RSUD BANYUMAS.
Habbi, F., Rahman, Y., Studi, P., Keperawatan, D., Kesehatan, F. I., & Surakarta,
U. M. (2017). PADA DENGAN MELATIH ASERTIF.
Hani Kartika Murti, A. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
SKIZOFRENIA DENGAN MASALAH KEPERAWATAN ISOLASI
SOSIAL: MENARIK DIRI. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
SKIZOFRENIA DENGAN MASALAH KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL:
MENARIK DIRI.
Henry, D. S, M. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN
SKIZOFRENIA DENGAN MASALAH KEPERAWATAN ISOLASI
SOSIAL Di RSJD Dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA. ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL Di RSJD Dr. ARIF
ZAINUDIN SURAKARTA.
Idaiani, S., Yunita, I., Tjandrarini, D. H., Indrawati, L., Darmayanti, I.,
Kusumawardani, N., & Mubasyiroh, R. (2019). Prevalensi Psikosis di
Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018. Jurnal Penelitian Dan
Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 3(1), 9–16.
https://doi.org/10.22435/jpppk.v3i1.1882
Kurniawan, F. (2016). GAMBARAN KARAKTERISTIK PADA PASIEN
GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA DI INSTALASI JIWA RSUD
BANYUMAS TAHUN 2015. GAMBARAN KARAKTERISTIK PADA
PASIEN GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA DI INSTALASI JIWA RSUD
BANYUMAS TAHUN 2015.
Lesmana, F. (2012). Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi 3 Pada Pasien
Isolasi Sosial. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi 3 Pada Pasien
Isolasi Sosial.
Maudhunah, S., Siagian, A. P., Purba, J. L., & Hermanisa, Y. (2019). Penerapan
Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn . S Dengan Masalah Isolasi Isosial :
Menarik Diri.
Maulana, I., S, S., Sriati, A., Sutini, T., Widianti, E., Rafiah, I., Hidayati, N. O.,
Hernawati, T., Yosep, I., H, H., Amira D.A, I., & Senjaya, S. (2019).
Penyuluhan Kesehatan Jiwa untuk Meningkatkan Pengetahuan Masyarakat
tentang Masalah Kesehatan Jiwa di Lingkungan Sekitarnya. Media Karya
Kesehatan, 2(2), 218–225. https://doi.org/10.24198/mkk.v2i2.22175
Nursito, ebnu hangga. (2012). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn . S
DENGAN DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN.
Purniawan, F. G. P. (2018). Asuhan Keperawatan Keluarga Ny. W dan Tn.S Yang
Anggota Keluarganya Mengalami Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan
Isolasi Sosial di Wilayah Puskesmas Rogotrunan Lumajang. Laporan Tugas
Akhir. Program Studi D3 Keperawatan. Fakultas Keperawatan. Universitas
Jember.
Septiani, S. F. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial.
46

SILVIA ARIZKA, P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. I Dengan


Isolasi Sosial Di Ruang Kuantan Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.
Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. I Dengan Isolasi Sosial Di Ruang
Kuantan Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.
Siregar, F. R. (2012). Hal- Hal Terkait Pentingnya Perencanaan Dan
Implementasi Dalam Asuhan Keperawatan.
Sumarno, K. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.F .P .B DENGAN
ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH
SAKIT JIWA NAIMATA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA
TIMUR. ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.F .P .B DENGAN ISOLASI
SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA
NAIMATA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR.
Tridinanti, N. (2017). Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA
TROPIS Fakultas Farmasi Universitas Mualawarman, Samarinda,
Kalimantan Timur. Laboratorium Penelitian Dan Pengembangan
FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi Universitas Mualawarman,
Samarinda, Kalimantan Timur.
Wachidah, N. z. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
SKIZOFRENIA PARANOID DENGAN MASALAH ISOLASI
SOSIAL"MENARIK DIRI"DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT
JIWA MENUR SURABAYA. PARANOID DENGAN MASALAH ISOLASI
SOSIAL"MENARIK DIRI"DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT JIWA
MENUR SURABAYA.
Yolanda, A. M. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN DASAR PSIKOSOSIAL DAN KESEHATAN MENTAL
DENGAN MASALAH ISOLASI SOSIAL PADA TN. N DIRUMAH
SAKIT JIWA ISLAM KLENDER JAKARTA TIMUR. KESEHATAN
MENTAL DENGAN MASALAH ISOLASI SOSIAL PADA TN. N DIRUMAH
SAKIT JIWA ISLAM KLENDER JAKARTA.

Anda mungkin juga menyukai