Anda di halaman 1dari 107

Halaman sampul dalam

SKRIPSI

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN


MANAJEMEN PERAWATAN DIRI PADA LANSIA
HIPERTENSI DI PUSKESMAS LUBUK BUAYA

Penelitian Keperawatan Gerontik

MIRZA RULLIA PUTRI


BP.1511311016

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019

i
Halaman Prasyarat Gelar

SKRIPSI

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN


MANAJEMEN PERAWATAN DIRI PADA LANSIA
HIPERTENSI DI PUSKESMAS LUBUK BUAYA

Penelitian Keperawatan Gerontik

SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Pada Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas

MIRZA RULLIA PUTRI


BP.1511311016

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019

ii
PERSETUJUAN SKRIPSI

Proposal ini telah disetujui


Tanggal Juli 2019

Oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Gusti Sumarsih Agoes, S.Kp, M.Biomed Ns. Mahathir, S.Kep, M.Kep, Sp.Kom
NIP. 196103251982102001 NIP. 1371071504880008

Mengetahui :
Ketua Prodi S1
Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas

Ns. Yanti Puspita Sari, S.Kep, M.Kep


NIP.198208062014042001

iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DEGAN


MANAJEMEN PERAWATAN DIRI PADA LANSIA HIPERTENSI
DI PUSKESMAS LUBUK BUAYA

Nama : Mirza Rullia Putri

No. Bp : 1511311016

Proposal ini telah diuji dan dinilai oleh panitia penguji pada Fakultas
Keperawatan Universitas Andalas pada tanggal Juli 2019

Panitia penguji,

1. Gusti Sumarsih Agoes, S.Kp, M.Biomed (……………….……..)

2. Ns. Mahathir, S.Kep, M.Kep, Sp.Kom (……………….……..)

3. Ns. Dewi Eka Putri, M.Kep, Sp.Kep.J (………………….…..)

4. Ns. Yonrizal Nurdin, S.Kep., M. Biomed (……………………..)

5. Ns. Randy Refnandes, S.Kep, M.Kep (………………….….)

iv
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNya yang

selalu diberikan kepada suluruh makhluk Nya. Berkat rahmat dan karunia Nya

penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Hubungan Dukungan

Sosial Keluarga Dengan Manajemen Perawatan Diri Pada Lansia Hipertensi

Di Puskesmas Lubuk Buaya”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu

Gusti Sumarsih Agoes, S.Kp, M.Biomed dan bapak Ns. Mahathir, S.Kep, M.Kep,

Sp.Kom yang telah membimbing penulis dengan telaten dan penuh kesabaran

hingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini. Terima kasih kepada Ibu Ns.

Yanti Puspita Sari, S.Kep, M.Kep sebagai pembimbing akademik yang telah

memberikan motivasi dan nasehat selama peneliti mengikuti perkuliahan di

Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Selain itu penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. dr. Rizanda Machmud, M.Kes., FISPH., FISCM selaku

Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

2. Ibu Ns. Yanti Puspita Sari, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Program Studi S1

Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

3. Dewan Penguji yang telah memberikan kritik beserta saran demi kebaikan

skripsi ini.

v
4. Seluruh Staf dan Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang

telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan kepada peneliti selama

perkuliahan.

5. Orang tua dan Keluarga yang selama ini memberikan dukungan maksimal

dan do’a tulus kepada penulis dalam seluruh tahapan proses penyusunan

skripsil ini.

6. Sahabat tercinta dan semua teman – teman angkatan A 2015 Fakultas

Keperawatan Universitas Andalas dalam kekompakan, semangat, dan dan

kebersamaan yang diberikan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Maka

saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat di harapkan demi

penyempurnaan ini.

Padang, Juli 2019

Penulis

vi
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
JUNI 2019

Nama : Mirza Rullia Putri


No BP: 1511311016
Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Manajemen Perawatan
Diri Pada Lansia Hipertensi Di Puskesmas Lubuk Buaya Padang
Tahun 2019
ABSTRAK
Hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang paling
banyak dialami oleh penduduk di dunia termasuk lansia. Manajemen
perawatan diri hipertensi merupakan hal yang penting dalam
pengelolaan, pengendalian dan pencegahan komplikasi hipertensi.
Perilaku manajemen perawatan diri hipertensi mencakup integrasi diri,
regulasi diri, interaksi dengan pelayanan kesehatan, memantau tekanan
darah, dan patuh terhadap aturan yang dianjurkan. Salah satu hal yang
mendasari perilaku manajemen perawatan diri adalah dukungan sosial
keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat adanya hubungan
dukungan sosial keluarga dengan manajemen perawatan diri pada
lansia hipertensi. Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan
desain cross sectional, yang dilaksanakan di Puskesmas Lubuk Buaya
Padang. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive
sampling dengan jumlah sampel sebanyak 162 orang. Analisa data
menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan
manajemen perawatan diri pasien hipertensi (p=0,000). Perlu adanya
peran dari pelayanan kesehatan untuk meningkatkan keterlibatan
keluarga didalam program perawatan maupun pengobatan pasien
hipertensi.

Kata kunci: Hipertensi, dukungan sosial keluarga, manajemen perawatan


diri

vii
Daftar Pustaka : 58 (2000-2018)

viii
Daftar Isi

Halaman sampul dalam..........................................................................................i

Halaman Prasyarat Gelar.....................................................................................ii

PERSETUJUAN SKRIPSI .................................................................................iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI.....................................................................iv

Kata Pengantar......................................................................................................v

Daftar Isi................................................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................12

A. Latar Belakang........................................................................................12

B. Rumusan Masalah...................................................................................19

C. Tujuan Penelitian.....................................................................................19

D. Manfaat Penelitian...................................................................................19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................21

2.1 LANSIA..................................................................................................21

2.1.1 Pengertian Lansia.............................................................................21

2.1.2 Klasifikasi Lansia.............................................................................22

2.1.3 Karakteristik Lansia.........................................................................22

2.1.4 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia...............................................23

2.1.5 Pembinaan Kesehatan Pralansia.......................................................25

2.1.6 Hal- Hal Perlu Diperhatikan Lansia.................................................26

ix
2.2 Hipertensi................................................................................................27

2.2.1 Pengertian.........................................................................................27

2.2.2 Klasifikasi hipertensi........................................................................28

2.2.3 Tanda dan Gejala Hipertensi............................................................29

2.2.4 Penatalaksanaan Hipertensi..............................................................30

2.3 Manajemen Perawatan Diri Pada Hipertensi...........................................33

2.3.1 Definisi Manajemen Perawatan Diri................................................33

2.3.2 Manajemen Perawatan diri pada Hipertensi....................................33

2.3.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Perawatan Diri. 29

2.4 Dukungan Sosial Keluarga......................................................................40

2.4.1 Definisi Dukungan Sosial................................................................40

2.4.2 Sumber Dukungan Sosial.................................................................41

2.4.3 Bentuk Dukungan Sosial..................................................................41

2.4.4. Tujuan dukungan sosial........................................................................44

2.4.5. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Manajemen Perawatan

Diri Pada Penderita Lansia Hipertensi...........................................................45

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL.............................................................46

A. Kerangka Teori Penelitian.......................................................................46

B. Kerangka Konsep....................................................................................50

C. Hipotesis Penelitian.................................................................................50

BAB IV METODE PENELITIAN.....................................................................51

x
A. Jenis Penelitian........................................................................................51

B. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................51

C. Populasi dan Sampel Penelitian..............................................................51

D. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional.........................................53

E. Instrumen Penelitian................................................................................55

F. Etika Penelitian........................................................................................56

G. Metode Pengumpulan Data.....................................................................57

H. Pengolahan Data......................................................................................58

I. Analisa Data............................................................................................59

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................1

Lampiran................................................................................................................6

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian...........Error! Bookmark not defined.

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian........................................................................6

Lampiran 3. Kartu Bimbingan Proposal...........................................................10

Lampiran 4. Kisi-Kisi Kuesioner......................................................................11

Lampiran 5. Lembar Permohonan Menjadi Responden....................................12

Lampiran 6. Lembar Persetujuan Menjadi Responden.....................................14

Lampiran 7. Kuesioner Penelitian.....................................................................16

Lampiran 8. Curiculum Vitae............................................................................28

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan negara di dunia dalam segala bidang termasuk

kesehatan akan memperbaiki kualitas hidup dan kesehatan masyarakat yang berdampak pada

peningkatan usia harapan hidup (UHH) dan setiap tahunnya jumlah penduduk lansia

meningkat dengan prevalensi tinggi. Populasi lansia di dunia meningkat setiap tahunnya,

diperkirakan terjadi peningkatan dua kali lipat dari 12% pada tahun 2015 menjadi 22 % pada

tahun 2050. Pada tahun 2050 diperkirakan 80% lansia berada di negara berkembang salah

satunya Indonesia (WHO, 2018).

Prevalensi lansia di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan

data proyeksi penduduk pada tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di

Indonesia dan diperkirakan akan mengalami peningkatan pada tahun 2035 menjadi 48,19

juta jiwa. Prevalensi lansia di provinsi Sumatera Barat berada pada urutan ke 6 dengan

jumlah prevalensi lansia terbanyak di Indonesia sebesar 9,25 % (kementerian kesehatan RI,

2017). Menurut data BPS Sumatera Barat (2017) jumlah lansia dalam rentang usia 45- 65

tahun keatas pada tahun 2017 sebesar 1.071.971 penduduk lansia (kementerian kesehatan

RI, 2017).

Menurut undang –undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan lanjut usia

(lansia) merupakan seseorang yang mecapai usia 60 tahun keatas yang mengalami suatu

proses menurunnya bahkan menghilangnya daya tahan serta kemunduran struktur dan fungsi

organ tubuh secara berangsur-angsur dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar

12
tubuh yang dapat berhubungan dengan kemandirian dan kesehatan lansia (kementerian

kesehatan RI, 2017).

Komposisi penduduk tua meningkat baik di negara maju maupun negara

berkembang, hal ini disebabkan oleh menurunnya angka fertilitas (kelahiran), mortalitas

(kematian) dan peningkatan angka harapan hidup (life expectancy) yang mengubah struktur

penduduk secara keseluruhan (Depkes RI, 2018). Dalam memberikan dukungan dan

bimbingan kepada lansia dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan maka dibentuklah

suatu program Pos Pelayanan Terpadu (posyandu) lansia. Dimana program ini

menitikberatkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif.

Pelayanan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia melalui peningkatan

kesehatan dan kesejahteraan melalui kerjasama melalui kerjasama dengan lintas program

dan lintas sektor (kementerian kesehatan RI, 2017).

Proses penuaan akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial,

ekonomi, maupun kesehatan. Ditinjau dari aspek kesehatan, semakin bertambah usia maka

lansia lebih rentan terhadap keluhan fisik, baik karena faktor alamiah atau penyakit.

Berdasarkan data tahun 2013, terdapat 10 penyakit utama yang diderita kelompok lansia dan

didominasi oleh golongan penyakit tidak menular, penyakit kronik dan degeneratif,

terutama penyakit kardiovaskuler. Yang menduduki peringkat utama penyakit yang diderita

lansia adalah hipertensi (kementerian kesehatan RI, 2017).

Hipertensi dikenal juga sebagai tekanan darah tinggi yang merupakan suatu kondisi

pembuluh darah yang terus mengalami peningkatan tekanan. Pada orang dewasa, tekanan

darah normal yaitu 120 mmHg sistolik dan 80 mmHg diastolik. Seseorang dikatakan

hipertensi apabila tekanan darah sistolik sama dengan atau diatas 140 mmHg atau tekanan

darah diastolik sama dengan atau diatas 90 mmHg (kementerian kesehatan RI, 2018).

13
Berdasarkan data WHO (2015) satu diantara lima orang dewasa di seluruh dunia

mengalami peningkatan tekanan darah. Prevalensi hipertensi di dunia sekitar 972 juta orang

atau 26,4% masyarakat yang mengalami hipertensi. Dan akan mengalami peningkatan

menjadi 29,2% ditahun 2030. Dari 972 juta penderita hipertensi, 333 juta berada di negara

maju dan 639 juta berada di negara berkembang. Prevalensi hipertensi tertinggi berada di

Afrika yaitu 46% dewasa berusia diatas 25 tahun terdiagnosis hipertensi (Depkes RI,

2018). Prevalensi hipertensi di Indonesia sekitar 34,1% (Riskesdas, 2018). Prevalensi

hipertensi di Sumatera Barat yakni 25,16% dengan jumlah 176.169 kasus yang terdeteksi

melalui pengukuran tekanan darah. Kota Padang merupakan wilayah tertinggi di Sumatera

Barat dengan jumlah kasus hipertensi sebesar 44.330 kasus, diikuti oleh kabupaten solok

dengan jumlah kasus 30.863 kasus (DKD, 2018).

Hipertensi merupakan tantangan besar dalam sistem pelayanan kesehatan Indonesia.

Hipertensi dikenal sebagai silent killer dimana komplikasi hipertensi menyebabkan sekitar

9,4 kematian diseluruh dunia setiap tahunnya. Hipertensi menyebabkan setidaknya 45%

kematian karena jantung dan 51% karena stroke dan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal)

sebagai komplikasi jangka panjang (kementerian kesehatan RI, 2018). Hipertensi dapat

menyebabkan stroke dimana hal ini dapat mempengaruhi penurunan kualitas hidup lansia.

Pasien hipertensi juga dituntut untuk meminum obat anti hipertensi secara rutin guna

pengendalian tekanan darahnya. Oleh karena itu penderita hipertensi perlu menyadari bahwa

pengendalian tekanan darah perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.


Manajemen perawatan diri pada penderita hipertensi merupakan hal yang sangat

penting bagi individu dalam pengelolaan penyakitnya, mengendalikan dan mencegah

komplikasi hipertensi (Goverwa et al., 2014). Manajemen perawatan diri pada hipertensi

dapat dilakukan dengan menerapkan lima komponen manajemen diri yang terdiri dari

14
integrasi diri, regulasi diri, interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya, pemantauan

tekanan darah dan kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan (Akhter, 2010).
Dalam upaya pengendalian tekanan darah, National Heart, Lung and Blood Institute

from United States Department of Health and Human Services melalui the Seventh Report of

the Joint National Commitee merekomendasikan beberapa perubahan gaya hidup dalam

mencegah dan mengendalikan tekanan darah tinggi melalui terapi non farmakologis

diantaranya perubahan pola makan dengan mempertahankan diet sehat dengan mengurangi

konsumsi garam, menjalani program pengobatan antihipertensi, berhenti merokokak,

membatasi konsumsi alkohol, aktivitas fisik secara teratur serta mempertahankan berat

badan normal,. Menurut Canadian Hypertension Education Program (2012)

penatalaksanaan dalam mengendalikan hipertensi dapat dilakukan melalui kegiatan fisik

(olahraga) secara aktif, diet anti hipertensi (DASH), mengontrol berat badan, mengurangi

konsumsi alkohol, mengurangi stres, dan berhenti merokok.


Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa penderita hipertensi tidak patuh

dalam manajemen perawatan diri hipertensi. Agrina et al, (2013) dalam penelitiannya

menemukan sebanyak 56,7 % pasien hipertensi tidak patuh dalam diit hipertensi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Goverwa et al, (2012) menunjukkan hipertensi yang

tidak terkontrol sebanyak 67,2% ditemukan pada pasien obesitas. Sementara itu, dalam

penelitian Atun (2014) terdapat 84% pasien hipertensi memiliki aktivitas fisik yang kurang.

Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian Triguna et al, (2012) sebanyak 85,6 % pasien

hipertensi tidak patuh dalam minum obat. Jatmika et al, (2015) dalam penelitiannya

menemukan sebanyak 63,3% pasien hipertensi tidak patuh dalam menghentikan perilaku

merokok. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan Wiraputra et al, (2015)

menemukan sebanyak 78,2% pasien hipertensi tidak mampu mengendalikan stres yang

membuat tekanan darah penderita jadi tidak terkontrol. Hasil penelitian warren et al, (2011)

kebiasaan mengkonsumsi alkohol menyebabkan tekanan darah penderita hipertensi menjadi

15
tidak terkontrol. Dan penelitian anwar (dalam Alfiana, Bintanah, dan Kusuma, 2014)

menemukan bahwa penderita hipertensi yang melakukan kontrol tekanan darah ke pelayanan

kesehatan sebanyak 22,8 %.


Menurut Triyanto (2014), ketidakpatuhan penderita hipertensi dalam pengobatan

disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya yaitu kebosanan minum obat karena tekanan

darah masih naik turun. Diet rendah lemak dan garam bagi penderita hipertensi

menyebabkan anggota keluarga lain merasakan tidak enaknya menu makanan. Keberhasilan

tindakan pencegahan dan kekambuhan dipengaruhi oleh kepatuhan penderita hipertensi

dalam mengontrol diet dan tekanan darah. Healthy People 2010 for Hypertension

menganjurkan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dan intensif guna mencapai

pengontrolan tekanan darah secara optimal (Triyanto, 2014).


Menurut Nweniee (2011) terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

manajemen perawatan diri yaitu pengetahuan, efekasi diri, nilai dan dukungan sosial.

Dukungan sosial adalah dimana suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu diperoleh dari

orang lain yang dipercaya sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang

memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Cohen & Sme dalam Harnilawati, 2013).

Menurut Widiyanto, (2014) dukungan sosial terdiri dari dukungan emosional, dukungan

penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasional, dan dukungan jaringan.


Dukungan sosial dapat berasal dari keluarga, teman maupun petugas kesehatan.

Dukungan sosial keluarga memiliki peran penting dalam manajemen diri pasien hipertensi.

Menurut Wassertheil et al, (2004) keluarga berperan memberikan dukungan dalam

pemilihan dan persiapan makanan, membantu pasien untuk mengikuti perilaku yang

dianjurkan (misalnya menghentikan merokok), mendukung pasien dalam pengobatan dan

kepatuhan dalam kunjungan ke pelayanan kesehatan guna pengontrolan tekanan darahnya.

Anggota keluarga memiliki peran pusat dalam mengubah pemikiran pasien tentang penyedia

layanan perawatan hipertensi. Menurut Friedman dan House dalam Harnilawati, (2010)

16
dukungan sosial ini terdiri dari 4 jenis dukungan yaitu berupa dukungan instrumental,

dukungan informasi, dukungan penilaian, dan dukungan emosional.

Keluarga adalah sebuah kelompok kecil yang terdiri dari individu– individu yang

memiliki hubungan erat satu sama lain, saling bergantung yang diorganisir dalam satu unit

tunggal (Padila, 2013). Dukungan sosial keluarga merupakan unsur yang sangat penting

dalam keberhasilan individu melakukan dan mempertahankan perilaku kesehatannya dimana

dukungan keluarga yang kuat sangat berpengaruh dalam mengubah perilaku kesehatannya.

Dan lebih cenderung untuk mengadopsi dan mempertahankan perilaku kesehatan yang baru

daripada individu yang tidak memiliki dukungan keluarga untuk merubah perilaku

kesehatannya (Friedman, 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Flynn et al, (2013) dalam penelitiannya

menemukan bahwa dukungan keluarga berperan penting dalam manajemen perawatan diri

penderita hipertensi. Penderita hipertensi mengatakan bahwa anggota keluarga sering

memfasilitasi pengaturan dalam kepatuhan rencana pengobatan hipertensi, membantu dalam

menyiapkan makanan, mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan, dan mengingatkan

mengkonsumsi obat hipertensi.

Penelitian yang dilakukan Osamar (2015) menunjukkan bahwa memiliki dukungan

dari anggota keluarga dikaitkan secara signifikan dengan kepatuhan terhadap manajemen

perawatan diri penderita hipertensi. Penderita hipertensi yang mendapatkan dukungan dari

keluarga menunjukkan kepatuhan dalam manajemen diri dibandingkan dengan penderita

yang tidak mendapat dukungan dari keluarga.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Padang pada tahun 2018

terdapat 23 Puskesmas di Kota Padang dengan jumlah penduduk lansia sebanyak 62.667

jiwa dan dari jumlah penduduk tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan darah terhadap

17
36.146 jiwa dan didapatkan sebanyak 31.987 penduduk menderita hipertensi. Data dari

Dinas Kesehatan Kota Padang menunjukkan jumlah lansia hipertensi di puskesmas kota

padang tertinggi berada di puskesmas lubuk buaya (3.940 orang), diikuti oleh puskesmas

andalas (2.357 orang) dan kasus terendah di Puskesmas Bungus (58 orang) (DKK, 2017).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Lubuk Buaya pada

tanggal 24 Januari 2019 melalui wawancara dengan 12 orang penderita hipertensi. Dari 12

orang penderita hipertensi, 6 penderita hipertensi menyatakan selama ini anggota

keluarga,memperhatikan kesehatannya diantaranya yaitu keluarga memperhatikan makanan

yang dikonsumsi penderita dan selalu mengingatkan untuk mengkonsumsi obat. Tetapi

setelah dilakukan pengukuran tekanan darah masih ada 4 penderita hipertensi tekanan

darahnya masih tinggi, sedangkan 4 penderita hipertensi lainnya menyatakan bahwa

keluarga hanya memberikan bantuan dengan mengantar ke fasilitas kesehatan atau

puskesmas itupun jika mengalami tanda gejala hipertensi, sedangkan berdasarkan hasil

pemeriksaan tekanan darah ,ada 1 orang penderita yang tekanan darahnya masih tinggi

karena belum bisa menghilangkan kebiasaan merokok.

Berdasarkan latar belakang diatas, untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan

dukungan sosial keluarga dengan manajemen diri penderita hipertensi di Puskesmas Lubuk

Buaya tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian diatas maka dapat dirumuskan

permasalahannya adalah apakah ada hubungan dukungan sosial keluarga dengan manajemen

perawatan diri pada lansia hipertensi di Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2019.

18
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan sosial

keluarga dengan manajemen perawatan diri lansia hipertensi di Puskesmas Lubuk Buaya

tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah

a. Untuk mengetahui gambaran dukungan sosial keluarga pada lansia hipertensi di

Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2019.


b. Untuk mengetahui gambaran manajemen perawatan diri pada lansia hipertensi di

Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2019.


c. Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan manajemen

perawatan diri lansia hipertensi di Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan untuk diperoleh dari penelitian ini adalah sebagaiberikut:
1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan
Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan ilmu bagi keperawatan dalam pemberian

pelayanan keperawatan kepada masyarakat terutama klien yang menderita hipertensi

serta kajian keilmuan bagi mahasiswa keperawatan tentang manajemen perawatan

diri pada penderita hipertensi.


2. Bagi Puskesmas
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan untuk meningkatkan program

pengontrolan hipertensi, penyuluhan terkait diet serta senam bagi penderita

hipertensi dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan penderita

hipertensi.
3. Bagi Responden

19
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada penderita hipertensi

agar dapat melakukan manajemen perawatan diri dengan baik, karena dengan

manajemen perawatan diri yang baik dapat mengurangi komplikasi hipertensi dan

meningkatkan kualitas hidup.


4. Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan dan informasi untuk penelitian selanjutnya. Serta

memberikan informasi baru tentang penelitian mengenai hubungan dukungan sosial

keluarga dengan manajemen perawatan diri pada penderita hipertensi sehingga dapat

dijadikan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

20
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANSIA

2.1.1 Pengertian Lansia

Menua merupakan proses biologis yang terjadi karena adanya perubahan molekular

dan selular yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Lanjut usia merupakan proses kehidupan

dimana setiap manusia mengalami penurunan fungsional berkelanjutan yang terjadi secara

alamiah. Proses penuaan berhubungan dengan penurunan fungsi biologis dan perubahan

sosial (WHO,2018). Menurut undang –undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan lanjut usia (lansia) merupakan seseorang yang mecapai usia 60 tahun keatas

(Kemenkes, 2017). Terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43

tahun 2004, lansia adalah seseorang yang telah mecapai usia 60 tahun keatas. Dapat

disimpulkan lansia merupakan seseorang yang berusia 60 tahun keatas yang mengalami

suatu proses menurun bahkan menghilangnya daya tahan tubuh serta kemunduran struktur

dan fungsi organ tubuh secara berangsur-angsur dalam menghadapi rangsangan dari dalam

dan luar tubuh yang dapat berhubungan dengan kemandirian dan kesehatan lansia.

Terdapat pada Buku Ajar Geriatrik, Prof.Dr.R.Boedhi Darmojo dan Dr.H.Hadi

Martono (2009) bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur

dan fungsi normalnya. Menua bukanlah suatu penyakit namun sebuah proses yang

berangsur-angsur menurun dan mengakibatkan perubahan yang kumulatif (Nugroho,2008).

Salah satu permasalahan yang terdapat pada lansia yaitu kerentanan kondisi fisik lansia

21
terhadap berbagai penyakit. Masalah kesehatan yang sering terjadi akibat dari proses

penuaan adalah pada sistem kardiovaskuler yang merupakan proses degeneratif, diantaranya

yaitu penyakit hipertensi (Perry & Potter, 2009).

2.1.2 Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia menurut WHO, merupakan kelompok lansia berumur 45- 59 tahun

(midle age), lansia berumur 60-70 (elderly), lansia tua berumur 71- 90 tahun (old), dan

lansia sangat tua berumur di atas 90 tahun (very old). Menurut Bernice Neu Gardon (1975)

lansia di klasifikasikan menjadi dua yaitu lansia muda (rentang umur 55- 75 tahun), dan

lansia tua (umur lebih dari 75 tahun). Menurut Levinson (1978) lansia dikelompokannya

menjadi tiga, yaitu lansia peralihan awal (antara 50- 55 tahun), lansia peralihan menengah

(antara 55- 60tahun), dan lansia peralihan akhir (antara 60- 65 tahun) (Mujahidullah, 2012).

Sedangkan klasifikasi lansia menurut Depkes RI (2003, dalam Maryam 2012), yaitu

seseorang yang berusia antara 45- 59 tahun (pralansia/ prasenilis), seseorang yang berusia 60

tahun atau lebih (lansia), dan seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan (lansia beresiko tinggi), sedangkan lansia yang masih mampu melakukan

pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (lansia potensial), serta lansia

yang tidak berdaya mencari nafkah, dan hidupnya bergantung pada bantuan orang lain

(lansia tidak potensial).

2.1.3 Karakteristik Lansia

Menurut Budi Anna Keliat (Maryam, 2012), lansia memiliki karakteristik sebagai

berikut:

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang

Kesehatan).

22
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi, dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan

biopsikososial sampai spiritual, serta kondisi adaptif sampai kondisi maladaptif.


3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.1.4 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada lansia :

a) Perubahan fisik

Sel dan cairan tubuh pada lansia lebih sedikit jumlahnya namun memiliki ukuran

besar. Dan cairan yang berkurang jumlahnya termasuk cairan intracellular. Perubahan

pada sistem persyarafan dimana terdapat penurunan hubungan persyarafan yang cepat

dan mengecilnya syaraf panca indera (Nugroho, 2008).

Pada Sistem penglihatan terjadi sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya

respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola) selain itu terjadi peningkatan

ambang pengamatan sinar, menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya

membedakan warna biru dan hijau. Dan pada sistem pendengaran terjadi presbiakusis

(gangguan pada pendengaran), membran timpani menjadi atropi, menyebabkan

oteosklerosis dan pengumpulan cerumen ( Nugroho, 2008).

Pada sistem kardiovaskular lansia terutama pada katup jantung terjadi penebalan

dan menjadi kaku karena menurunnya kemampuan jantung memompa darah 1 % setiap

tahun sesudah umur 20 tahun. Hilangnya elastisitas pembuluh darah dan peningkatan

tekanan darah terjadi akibat resistensi dari pembuluh darah perifer (Nugroho, 2008).

Pada sistem respirasi lansia dimana otot pernafasan menjadi kaku dan

menurunnya aktivitas dari silia. Dimana Paru-paru kehilangan elastisitas, alveoli melebar

dan jumlahnya berkurang, kemampuan batuk pun berkurang. Perubahan pada sistem

gastrointestinal lansia berubah dengan terjadinya kehilangan gigi, indera pengecap

23
menurun, esofagus melebar, hati mengecil. Sensitivitas lapar menurun, asam lambung

menurun. Peristaltik usus lemah dan terjadi konstipasi dengan fungsi absorpsi melemah

(Nugroho, 2008).

Perubahan pada sistem Genitourinaria dimana terjadinya ginjal yang mengecil dan

nefron menjadi atropi, otot vesika urinaria melemah dan pada pria mengalami

pembesaran kelenjar prostat sedangkan pada wanita mengalami atropi vulva. Kulit pada

lansia mengalami kehilangan jaringan lemak, rambut menipis berwarna kelabu,

elastisitasnya berkurang, kuku jari mengeras dan menjadi rapuh. Kelenjar keringat

berkurang jumlahnya dan fungsinya (Nugroho, 2008).

Perubahan pada sistem muskuloskeletal yaitu terjadi kehilangan densitas (cairan)

dan makin rapuhnya tulang, menjadi kifosis, pinggang, lutut dan jari-jari pergerakan

terbatas, diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang),

persendian membesar dan menjadi kaku. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis,

atrofi serabut otot sehingga lansia bergerak lamban, otot-otot kram dan tremor.

Perubahan ini akan menyebabkan laju metabolik basal dan laju konsumsi oksigen

maksimal berkurang sehingga kekuatan otot berkurang, otot menjadi lebih mudah lelah,

kecepatan kontraksi akan melambat, penurunan massa otot serta berkurangnya rasio otot

dengan jaringan lemak (Nugroho, 2008).

b) Perubahan psikologi (mental)

Lansia sehat secara psikologi dapat dilihat dari kemampuannya dalam beradaptasi

terhadap kehilangan fisik, sosial, dan emosional dalam mencapai kebahagiaan,

kedamaian, dan kepuasan hidup. Suatu ketakutan menjadi tua dan tidak produktif lagi

memunculkan gambaran yang negatif tentang proses menua (Fatimah, 2010). Lansia

24
sadar kematian, mengalami penyakit kronis dan ketidakmampuan dalam mobilisasi.

Lansia juga mengalami perubahan memori, kenangan, perubahan IQ (Intellegentia

Quantion) serta perubahan terhadap gambaran diri dan konsep diri.

c) Perubahan sosial ekonomi

Nilai seseorang dapat diukur melalui produktivitas yang dikaitkan peranannya

dalam pekerjaan.Disaat pensiun, lansia akan mengalami kehilangan finansial, kehilangan

status, kehilangan teman dan kehilangan pekerjaan (Nugroho, 2008)

2.1.5 Pembinaan Kesehatan Pralansia

Masa pralansia adalah masa persiapan diri untuk mencapai usia lanjut yang sehat,

aktif, dan produktif. Pada masa ini banyak perubahan yang terjadi seperti menopause,

puncak karier, masa menjelang pensiun, dan rasa kehilangan (kedudukan, kekuasaan, teman,

anggota keluarga, pendapatan).


Hal- hal yang perlu dipersiapkan menjelang masa lansia sebagai berikut :
1. Kesehatan
Dalam menjaga kesehatan, lansia dapat melakukan latihan fisik/olahraga secara

teratur sesuai kemampuannya, pengaturan gizi/diet seimbang, tetap bergairah dan

memelihara kehidupan seks yang sehat, melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur

(minimal 6 bulan sekali), memelihara penampilan diri rapi dan bersih, menghindari

kebiasaan buruk yang berdampak tidak baik bagi kesehatan (merokok, minuman keras,

malas olahraga, makan berlebihan, tidur tidak teratur, minum obat tidak sesuai anjuran,

dan tidak mengontrol tekanan darah).


2. Sosial
Dalam menjaga hubungan sosial, lansia dapat meningkatkan iman dan taqwa, setia

dengan pasangan yang sah, mengikuti kegiatan sosial di sekitar lingkungan tempat

tinggal, meningkatkan keharmonisan dalam rumah tangga serta menyediakan waktu

untuk berekreasi, dan tetap mengembangkan hobi/bakat.


3. Ekonomi

25
Dalam segi ekonomi, lansia dapat mempersiapkan tabungan hari tua dengan

berwiraswasta, dan mengikuti asuransi untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan

hidupnya (askes,bpjs).

2.1.6 Hal- Hal Perlu Diperhatikan Lansia

Hal - hal yang harus diperhatikan oleh lansia berkaitan dengan perilaku yang baik

(adaptif) dan tidak baik (maladaptif) yaitu


1. Perilaku yang kurang baik ( maladaptif )

Perilaku yang harus dihindari oleh lansia adalah perilaku seperti kurang berserah

diri, pemarah, merasa tidak puas, murung, dan putus asa, sikap sering menyendiri, kurang

melakukan aktivitas fisik/olahraga, makan tidak teratur dan kurang minum, kebiasaan

merokok dan meminum minuman keras, minum obat penenang dan penghilang rasa sakit

tanpa aturan, melakukan kegiatan yang melebihi kemampuan, mengangap kehidupan seks

tidak diperlukan lagi serta tidak memeriksakan kesehatan secara rutin.

2. Perilaku yang baik (adaptif)

Perilaku yang harus dipertahankan pada lansia adalah perilaku mendekatkan diri

pada Tuhan Yang Maha Kuasa, mau menerima keadaan, sabar dan optimis, serta

meningkatkan rasa percaya diri dengan melakukan kegiatan yang sesuai dengan

kemampuan, menjalin hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat.Melakukan

olahraga ringan setiap hari secara teratur, makan dengan porsi sedikit tetapi sering,

memilih makanan yang sesuai, serta banyak minum, berhenti merokok dan meminum

minuman keras, minumlah obat sesuai anjuran dokter/ petugas kesehatan,

26
mengembangkan hobi sesuai kemampuan, tetap bergairah dan memelihara kehidupan

seks, selalu memeriksakan kesehatan secara teratur.

3. Manfaat perilaku yang baik

Manfaat bagi lansia yang menjaga perilakunya adalah lansia akn lebih taqwa dan

merasa tenang, tetap ceria dan banyak mengisi waktu luang, keberadaannya tetap diakui

oleh keluarga dan masyarakat, kesegaran dan kebugaran tubuh terpelihara, terhindar

dari kegemukan dan kekurusan serta penyakit berbahaya seperti jantung,

hipertensi,paru- paru, diabetes,kanker, dan lain- lainnya, mencegah keracunan obat dan

efek samping lainnya, mengurangi stres dan kecemasan, hubungan harmonis tetap

terpelihara, dan gangguan kesehatan dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin.

2.2 Hipertensi

2.2.1 Pengertian

Hipertensi dikenal juga sebagai tekanan darah tinggi yang merupakan suatu

kondisi dimana tekanan pembuluh darah terus mengalami peningkatan. Darah dibawa

dari jantung ke seluruh tubuh oleh pembuluh darah. Tekanan darah diciptakan oleh

kekuatan darah yang mendorong dinding pembuluh darah (arteri) karena di pompa oleh

jantung. Semakin tinggi tekanan maka semakin sulit jantung memompa. Pada orang

dewasa, tekanan darah normal yaitu 120 mmHg sistolik dan 80 mmHg diastolik.

Seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik sama dengan atau diatas

140 mmHg atau tekanan darah diastolic sama dengan atau diatas 90 mmHg (kementerian

kesehatan RI, 2017).

Hipertensi adalah suatu penyakit dimana seseorang memiliki kondisi medis

dengan peningkatan tekanan darah di atas normal. Hipertensi sering disebut dengan

27
istilah silent killer karena pada umumnya penderita tidak menyadari dan tidak

merasakan suatu gangguan dan gejala. Dan jika tekanan darah tidak terkontrol dengan

baik maka resiko kematian akan semakin besar bagi penderitannya. Pada lansia

mekanisme dasar peningkatan sistoliknya sejalan dengan peningkatan usia terjadinya

penurunan elastisitas dan meregangnya arteri besar. Secara hemodinamik hipertensi

sistolik ditandai dengan penurunan kelenturan pembuluh arteri besar resistensi periper

yang tinggi pengisian diastolik yang abnormal dan bertambahnya masa ventrikel kiri.

Perubahan aktifitas sistim saraf simpatis menyebabkan penurunan tingkat kepekaan

sistim reseptor beta adregenik sehingga berakibat penurunan fungsi relaksasi otot

pembuluh darah (Agita Devi, Ndapajaki, & Putri, 2018).

Menurut JNC hipertensi terjadi jika tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg

(Wijaya.A & Putri.Y 2013). Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah secara

abnormal dan terus menerus dengan beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang

disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya

dalam mempertahankan tekanan darah secara normal.

2.2.2 Klasifikasi hipertensi

a. Hipertensi primer (esensial)

Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar

patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial. Penyebab

hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetic mempengaruhi

kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah

terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain - lain. Sedangkan yang termasuk

faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain –

lain (Nafrialdi, 2009).

28
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya hidup

memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien

hipertensi memiliki berat badan yang berlebihdan penelitian padaberbagai populasi

menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko

65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton,2008).

b. Hipertensi sekunder

Sebesar 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit

komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada

kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit

renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik

secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkanhipertensi atau memperberat

hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil, 2003).

Menurut Robins (2014), hipertensi sekunder cenderung muncul secara tiba–tiba

dan menyebabkan kenaikan tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan hipertensi

primer. Penyebabnya antara lain penyakit ginjal, tumor kelenjer adrenal, koarktasio

kongenital, dan obstructive sleep apnea. Pengobatan yang dapat menyebabkan hipertensi

sekunder meliputi kontrasepsi hormonal, obat flu, pereda sakit, serta obat – obatan illegal

seperti kokain dan amfetamin.

2.2.3 Tanda dan Gejala Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang

tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat

(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil

(edema pada distus optikus).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai

bertahun-tahun. Bila ada gejala menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan

29
manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah

bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia

(peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah

(BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau

serangan iskemik transienyang bermanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu sisi

(hemiplegia atau ganguan tajam penglihatan (brunner& Suddarth, 2005).

Sebagian besar gejala klinik yang timbul adalah :

a) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual muntah , akibat peningkatan

tekanan darah intrakanial,

b) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,

c) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.

d) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus,

e) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler (Corwin,

2000).

2.2.4 Penatalaksanaan Hipertensi


Menurut PERKI (2015) penatalaksanaan hipertensi terdiri dari :

a. Terapi Non farmakologis

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan

darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko

permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat tanpa

faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan

tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 sampai 6 bulan. Bila

setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang

30
diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat

dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan untuk penderita hipertensi :

 Penurunan berat badan


Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-

buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah,

seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.


 Mengurangi asupan garam

Di Indonesia, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan

tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari

kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan

sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk

mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2.

Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari.

 Olahraga

Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 sampai 60 menit per

hari, minimal 3 hari per minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.

Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus,

sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau

menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerja.

 Mengurangi konsumsi alcohol

Walaupun konsumsi alkohol belum menjadi pola hidup yang umum di

Indonesia, namun konsumsi alkohol semakin hari semakin meningkat seiring

dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar.

Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada

wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau

31
menghentikan konsumsi alkohol sangat membantu dalam penurunan tekanan

darah.

 Berhenti merokok

Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbuktiberefek langsung dapat

menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko

utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti

merokok.

b. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologi pada pasien hipertensi secara umum dimulai bila pada pasien

hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan

menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa

prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan

meminimalisasi efek samping, yaitu :

 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal.


 Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapatmengurangi biaya Berikan

obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun)seperti pada usia 55 – 80 tahun,

dengan memperhatikan faktor komorbid.


 Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzymeinhibitor (ACE-i) dengan

angiotensin II receptor blockers (ARBs).


 Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapifarmakologi dan

pantau efek samping obat secara teratur.

32
2.3 Manajemen Perawatan Diri Pada Hipertensi

2.3.1 Definisi Manajemen Perawatan Diri

Perawatan diri menurut Orem adalah suatu pelaksanaan kegiatan yang di

prakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna

mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat

maupun sakit. Manajemen perawatan diri menurut Barlow (2002), merupakan

kemampuan individu dalam mengenal dan mengelola gejala, perawatan, konsekuensi

fisik dan psikososial, dan perubahan gaya hidup yang terkait dengan penyakit kronis.

Manajemen perawatan diri yang efektif meliputi kemampuan seseorang

memantau kondisi mereka untuk mencapai pengetahuan, perilaku dan respon emosional

yang diperlukan untuk mempertahankan kualitas hidup yang memuaskan (Omisakin

et.al, 2011). Manajemen perawatan diri mengacu pada tugas yang harus dilakukan

seseorang untuk dapat hidup dengan baik dengan satu atau lebih kondisi kronis. Tugas

ini termasuk dalam mendapatkan kepercayaan diri untuk menangani manajemen medis,

manajemen peran, dan manajemen emosional (Adam et.al, 2004).

2.3.2 Manajemen Perawatan diri pada Hipertensi

Hipertensi merupakan penyakit kronis, penyakit kronis merupakan masalah

masyarakat. Manajemen perawatan diri penting untuk mengelola kondisi, mencegah

penyakit, dan meningkatkan kesehatan. Menurut akhter, manajemen perawatan diri pada

penderita hipertensi dapat dilakukan dengan menerapkan 5 komponen manajemen diri

yang terdiri dari integrasi diri, regulasi diri, interaksi dengan tenaga kesehatan dan

lainnya, pemantauan tekanan darah, dan kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan

(Akhter, 2010).

1. Integrasi diri berhubungan dengan kemampuan pasien untuk mempertahankan

prinsip perawatan kesehatan dalam aktivitas kehidupan sehari – hari seperti diet

33
yang tepat, olahraga, dan kontrol berat badan. Pasien dengan hipertensi harus

mampu untuk: 1) mengelola porsi dan pilihan makanan ketika makan; 2) makan

lebih banyak buah, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan; 3) mengurangi

konsumsi lemak jenuh; 4) mempertimbangkan efek pada tekanan darah ketika

membuat pilihan makanan untuk dikonsumsi; 5) menghindari minum alkohol (lebih

dari 1 ons); 6) mengkonsumsi makanan rendah garam (6 gram/ hari atau lebih

rendah); 7) mengurangi berat badan dengan efektif; 8) mengelola pilihan makanan

untuk kontrol tekanan darah (9) latihan/olahraga untuk mengontrol tekanan darah

dan berat badan dengan berjalan kaki, jogging, atau bersepeda selama 30-60 menit

per hari; 10) menggabungkan hipertensi kedalam kehidupan sehari – hari dengan

sukses (11) sesuaikan rutinitas hipertensi agar sesuai dengan situasi baru (12)

berhenti merokok; dan (13) kontrol stres dengan mendengarkan musik, istirahat, dan

berbincang – bincang dengan anggota keluarga (Akhter, 2010).

2. Regulasi diri mencerminkan perilaku penderita melalui pemantauan tanda dan gejala

yang dirasakan oleh tubuh, mengidentifikasi penyebab timbulnya tanda dan gejala

yang dirasakan, serta tindakan yang dilakukan. Perilaku regulasi diri terdiri: 1)

mengetahui penyebab perubahan tekanan darah; 2) mengenali tanda dan gejala

tekanan darah tinggi dan rendah; 3) menindak gejala; (4) memperhatikan tanda dan

gejala tekanan darah tinggi dan rendah (5) mengobati reaksi tekanan darah rendah

(6) membuat pilihan berdasarkan pengalaman; (7) memperhatikan situasi yang dapat

mempengaruhi tekanan darah; dan (8) membandingkan perbedaan antara tingkat

tekanan darah (Akhter, 2010).

3. Interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya didasarkan pada konsep yang

menyatakan bahwa kesehatan (dalam kasus hipertensi tekanan darah yang terkontrol

dengan baik) dapat tercapai karena adanya kolaborasi antara klien dengan tenaga

34
kesehatan dan individu lain seperti keluarga, teman, dan tetangga. Perilaku yang

mencerminkan interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya adalah sebagai

berikut: 1) nyaman ketika mendiskusikan rencana pengobatan dengan penyedia

layanan kesehatan; 2) nyaman ketika menyarankan perubahan rencana perawatan

kepada penyedia layanan kesehatan; 3) nyaman ketika bertanya kepada penyedia

layanan kesehatan terkait hal yang tidak dipahami; 4) berkolaborasi dengan

penyedia layanan kesehatan untuk mengidentifikasi alas an berubahnya tingkat

tekanan darah; 5) nyaman ketika mendiskusikan hasil pemeriksaan tekanan darah

diluar jangkauan dengan penyedia layanan; (6) meminta orang lain untuk meminta

bantuan (7) meminta orang lain untuk membantu dalam mengontrol tekanan darah;

dan (8) nyaman bertanya pada orang lain tentang teknik manajemen untuk tekanan

darah tinggi (Akhter, 2010).

4. Pemantauan tekanan darah dilakukan untuk mendeteksi tingkat tekanan darah

sehingga klien dapat menyesuaikan tindakan yang akan dilakukan dalam

manajemen perawatan diri. Perilaku pemantauan tekanan darah terdiri dari; 1)

memeriksa tekanan darah saat merasa sakit; 2) memeriksa tekanan darah saat

mengalami gejala tekanan darah rendah; dan 3) memeriksa tekanan darah untuk

membantu membuat keputusan perawatan diri hipertensi (Akhter, 2010).

5. Kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan mengacu pada kepatuhan pasien

terhadap konsumsi obat anti-hipertensi dan kunjungan ke pelayanan kesehatan.

Komponen ini juga melibatkan konsumsi obat sesuai dosis yang telah ditentukan,

waktu yang ditentukan untuk minum obat, dan kunjungan ke pelayanan kesehatan

rutin setiap 1-3 bulan (Akhter, 2010).

Dalam upaya mengendalikan tekanan darah, National Heart, Lung and Blood

Institute from United States Department of Health and Human Services melalui the

35
Seventh Report of the Joint National Commitee merekomendasikan beberapa perubahan

gaya hidup yang dapat dilakukan seperti dengan penurunan berat badan, perubahan pola

makan, menghindari konsumsi alkohol, olahraga secara teratur, berhenti merokok, dan

penggunaan terapi dengan obat-obatan. Menurut Canadian Hypertension Education

Program, pelaksanaan pencegahan dan pengobatan pada hipertensi dapat dilakukan

dengan aktif melakukan kegiatan fisik (olahraga), menurunkan atau mengendalikan

berat badan, mengurangi konsumsi alkohol, diet, mengurangi stres, dan berhenti

merokok. Menurut Hayes (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa manajemen

hipertensi yang efektif dengan menghentikan kebiasaan merokok, mempertahankan diet

yang sehat dan aktifitas fisik yang sehat.

Han et al (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa manajemen hipertensi

dapat dilakukan dengan kepatuhan meminum obat antihipertensi dan memodifikasi gaya

hidup seperti tidak merokok, mempertahankan berat badan normal, diet rendah garam

dan rendah lemak, rutin aktivitas fisik seperti olahraga, membatasi konsumsi alkohol,

manajemen stres, monitoring tekanan darah dan kunjungan rutin ke dokter. Menurut

McCulloch (2009) manajemen hipertensi dapat dilakukan dengan monitoring tekanan

darah, mengurangi rokok, diet, manajemen berat badan, dan mengurangi konsumsi

alkohol.

2.3.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Perawatan Diri

1. Pengetahuan

Pengetahuan memiliki pengaruh terhadap manajemen perawatan diri seseorang.

Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan hasil tahu dari seseorang dan

terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan adalah prasyarat yang penting untuk perubahan perilaku. Sebelum

36
perubahan perilaku cenderung terjadi, orang harus memiliki pengetahuan baik tentang

faktor risiko yang dapat dikurangi.

Tanpa pengetahuan, individu tidak mungkin terlibat dalam proses yang pada

akhirnya dapat menyebabkan perubahan perilaku. Sebaliknya, walaupun pengetahuan itu

penting, terkadang sulit untuk mempromosikan perubahan perilaku pada populasi di

antara kelas sosial tertentu karena kurangnya sumber daya yang tersedia (Maibach &

Parrot dalam Bascombe, 2015).

Pasien hipertensi cenderung terlibat dalam gaya hidup yang tidak sehat seperti

konsumsi alkohol, gaya hidup yang berlebihan, dan konsumsi natrium, tembakau dan

merokok berlebih, konsumsi makanan yang kaya kolesterol dan tidak mematuhi obat-

obatan. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang hipertensi pada

penderita (Abel, 2016).

Hubungan antara pengetahuan tentang hipertensi dan manajemen perawatan diri

ditemukan dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jamaika, menunjukkan bahwa

sekitar 5% penderita dalam praktik manajemen perawatan diri yang tinggi memiliki

pengetahuan yang tinggi tentang hipertensi (Eugene, 2013). Sebuah studi di Kenya

menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengetahuan hipertensi dan kepatuhan

pengobatan. Studi ini menegaskan bahwa penderita yang memiliki pengetahuan

hipertensi dan pengobatannya sekitar 2,6 kali lebih mungkin untuk patuh terhadap

pengobatan dibandingkan dengan yang tidak memiliki pengetahuan tentang hipertensi

(Kimuyu, 2006).

Studi lain dari Kuwait menunjukkan bahwa ketidakpatuhan terhadap obat anti

hipertensi dikaitkan dengan kurangnya pengetahuan hipertensi (Almehza, 2009).

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara modifikasi

gaya hidup dan pengetahuan pasien tentang penyakit. Misalnya sebuah penelitian di

37
Israel mengungkapkan responden yang memiliki pengetahuan tentang hipertensi dan

manajemennya, berperilaku sesuai dengan perilaku gaya hidup yang direkomendasikan.

Studi ini menegaskan bahwa pasien yang memiliki pengetahuan rendah tentang hipertensi

dan manajemennya menunjukkan 72% lebih kecil kemungkinannya untuk mematuhi

perilaku gaya hidup sehat.

2. Efikasi diri

Efikasi diri mempengaruhi manajemen perawatan diri pada seseorang. Menurut

Bandura efikasi diri adalah keyakinan seseorang tentang kemampuan mereka untuk

mencapai suatu tingkat kinerja yang mempengaruhi setiap peristiwa dalam hidupnya.

Efikasi diri merupakan konsep psikologis yang banyak digunakan dan telah diakui

sebagai prasyarat penting untuk perawatan diri yang efektif terhadap penyakit kronis

(Bodenheimer & Leventhal dalam Hu Huanhuan 2013).

Efikasi diri menentukan bagaimana seseorang merasa, berfikir, memotivasi

dirinya dan berperilaku. Efikasi diri atau kepercayaan diri terhadap kemampuan

seseorang untuk berpartisipasi dalam perilaku tertentu adalah elemen utama dalam

program yang dirancang untuk memperbaiki pengelolaan diri penyakit kronis. Efikasi diri

sehubungan dengan perilaku perawatan diri lainnya, seperti diet dan olahraga (Du S,

Yuan C & Leventhal H, Weinman J dalam Findlow, 2012).

Hubungan antara efikasi diri dengan manajemen perawatan diri ditemukan dalam

sebuah penelitian yang dilakukan Findlow (2012) menunjukkan hubungan efikasi diri dan

kepatuhan terhadap perilaku perawatan diri hipertensi. Lebih dari separuh (59%) peserta

melaporkan memiliki efikasi diri yang baik untuk mengelola hipertensi mereka.

Keefektifan diri yang baik secara statistik sangat terkait dengan peningkatan prevalensi

kepatuhan terhadap pengobatan, mengkonsumsi makanan rendah garam, terlibat dalam

aktivitas fisik, tidak merokok, dan teknik manajemen bobot kerja. Efikasi diri sangat

38
terkait dengan kepatuhan terhadap perilaku perawatan diri. Memastikan bahwa orang

Amerika Afrika merasa yakin bahwa hipertensi adalah kondisi yang dapat dikendalikan

dan bahwa mereka memiliki pengetahuan tentang perilaku perawatan diri yang tepat

adalah faktor penting dalam meningkatkan perawatan diri hipertensi dan pengendalian

tekanan darah.

3. Dukungan sosial

Dukungan sosial merupakan salah satu prinsip manajemen perawatan diri.

Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari

orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain

yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Cohen & Sme dalam Harnilawati,

2013). Dukungan sosial mengacu kepada berbagai jenis bantuan yang diterima seseorang

dari jaringan sosial mereka yang terdiri dari tiga tipe dukungan yaitu; instrumental,

emosional dan informasional. Jaringan sosial dan dukungan sosial dapat mempromosikan

dan dapat menghambat manajemen hipertensi secara mandiri dan dapat member efek

positif pada kesehatan fisik dan mental (Marmot dan Wilkinson dalam Bascombe, 2015).

Dukungan sosial dianggap proses yang kompleks dan dinamis yang melibatkan

individu dan jaringan sosial, mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka,

menyediakan dan melengkapi sumber daya yang mereka miliki dan dengan demikian

mereka dapat mengatasi situasi baru (Boas, 2012). Dukungan sosial merupakan

komponen yang membantu mengurangi stres dan berperan dalam penanggulangan

penyakit kronis (Vassilev, 2014).

Dukungan sosial mendorong sikap pribadi yang terkait dengan pemantauan

kesehatan, pemberian informasi dan bantuan pada saat-saat krisis. Memiliki dukungan

sosial yang stabil yang meliputi teman sebaya dan keluarga, adalah cara lebih baik dalam

mematuhi manajemen perawatan penyakit kronis yang dianjurkan. Sebuah studi yang

39
dilakukan di Thailand untuk mengetahui efek dukungan sosial dalam manajemen diri

terhadap perubahan perilaku dan tekanan darah menunjukkan bahwa dukungan sosial

berpengaruh terhadap perilaku manajemen diri dan tekanan darah.

3. Nilai

Menurut Ismani (2001) nilai merupakan seperangkat keyakinan dan sikap– sikap

pribadi seseorang tentang kebenaran, keindahan, dan penghargaan dari suatu pemikiran,

objek atau perilaku yang berorientasi pada tindakan dan pemberian arah serta makna

dalam kehidupan seseorang. Menurut Rosentock manajemen perawatan diri pada

seseorang didasarkan atas 4 keyakinan, yaitu dirasakannya kerentanan terhadap

komplikasi, keparahan dari penyakit, manfaat dari manajemen perawatan diri serta

hambatan untuk melakukan manajemen perawatan diri.

2.4 Dukungan Sosial Keluarga

2.4.1 Definisi Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang

diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan akan tahu bahwa

ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Cohen & Sme dalam

Harnilawati, 2013). Keluarga merupakan sebuah kelompok kecil yang terdiri dari

individu– individu yang memiliki hubungan erat satu sama lain, saling tergantung yang

diorganisir dalam satu unit tunggal (Padila, 2012). Dukungan sosial keluarga adalah suatu

proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya. Dukungan sosial keluarga

mengacu pada dukungan sosial yang dirasakan oleh anggota keluarga, dipandang sebagai

suatu yang dapat diakses untuk keluarga (Friedman dkk., 2010).

40
2.4.2 Sumber Dukungan Sosial

Sumber dukungan sosial menurut Azizah (2011), antara lain:

a. Dari keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial utama yang mempunyai emosi yang paling

besar dan terdekat dengan pasien. Keluarga dipandang sebagai kelompok yang

memberikan jumlah bantuan terbanyak selama masa yang dibutuhkan. Keluarga bisa

disebut sebagai faktor atau kelompok sosial yang memberikan pengaruh besar dan

paling utama dalam kehidupan manusia. Sehingga seorang individu mendapatkan

sebuah harapan baru terhadap solusi permasalahannya (Friedman dkk., 2010).

b. Dari teman dekat

Seseorang yang lebih dekat dan terbuka kepada teman terdekatnya, sehingga

memungkinkan untuk bisa tercapainya tujuan pemberian dukungan sosial, seperti

berbagi pengalaman dan curhat. Penderita hipertensi dapat memperoleh dukungan dari

teman terdekat,berbagi kekhawatiran serta mendapatkan informasi dan saran mengenai

penyakit yang dideritanya, sehingga mampu mengurangi frekuensi tingkat stress yang

dialami (Friedman dkk., 2010).

c. Dari orang yang memiliki ikatan emosi

Misalnya dengan orang profesional seperti Ners, Dokter, Pekerja sosial,

rohaniawan.Ikatan profesional tersebut dapat menimbulkan minat untuk memberikan

dukungan secara langsung kepada klien ketika mengalami persoalan.Misalnya dalam

memberikan informasi tentang pengobatan dan latihan.

2.4.3 Bentuk Dukungan Sosial

Menurut Friedman dan House dalam Smet dikutip oleh Siregar (2010), ada 4 bentuk dukungan

sosial :

41
a. Dukungan emosional (emotional support)

Bentuk dukungan emosional yang dapat diberikan seperti ekspresi empati dan

perhatian terhadap individu. Dukungan tersebut dapat memberikan rasa nyaman, aman,

dan dicintai agar individu dapat menghadapi masalah dengan baik. Dukungan ini sangat

penting diberikan pada individu dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat

dikontrol. Sumber terdekat dukungan emosional adalah keluarga. Dukungan keluarga

tersebut memiliki arti yang signifikan dalam kehidupan seseorang.

b. Dukungan penghargaan (esteem support)

Bentuk dukungan penghargaan dapat diberikan melalui dorongan atau

persetujuan terhadap gagasan atau perasaan individu serta perbandingan positif dengan

individu lain. Dukungan penghargaan ini dapat membantu individu dalam

meningkatkan harga diri, serta membangun harga diri dan kompetisi.

c. Dukungan instrumental (instrumental support)

Dukungan instrumental merupakan bentuk dukungan langsung dan nyata.

Dukungan yang diberikan dapat berupa penyediaan materi yang dapat memberikan

pertolongan langsung seperti pinjaman uang, barang, makanan serta pelayanan.

Dukungan ini dapat membantu individu mengurangi tekanan karena dapat langsung

untuk memecahkan masalah yang berhubunga dengan materi.

d. Dukungan informasional (informational support)

Bentuk dukungan informasional adalah pemberian informasi terkait dengan hal

yang dibutuhkan individu. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa menghindar dari

42
berhubungan dengan orang lain. Dalam berhubungan dengan orang lain, manusia

mengikuti sistem komunikasi dan informasi yang ada. Sistem dukungan informasi

mencakup pemberian nasihat, saran serta umpan balik mengenai keadaan individu. Jenis

informasi yang dapat diberikan seperti menolong individu untuk mengenali dan

mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

Menurut Friedman dan House dalam Harnilawati (2010) menyimpulkan ada empat bentuk

dukungan sosial keluarga yang berpengaruh terhadap respon individu yaitu:

a. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit. Bantuan

instrumental bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya

berkaitan dengan persoalan – persoalan yang dihadapinya. Dukungan instrumental

keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk

memberikan bantuan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu atau

melayani dan mendengarkan klien hipertensi dalam menyampaikan perasaannya.

b. Dukungan informasi

Keluarga berfungsi sebagai sebuah pengumpul dan penyebar informasi.Bantuan

informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi

persoalan – persoalan yang dihadapi.Menjelaskan tentang pemberian saran dan sugesti,

informasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan tentang suatu masalah.

Dukungan informasi merupakan suatu dukungan atau bantuan yang diberikan oleh

keluarga dalam bentuk memberikan saran atau masukan, nasehat atau arahan dan

memberikan informasi-informasi penting yang sangat dibutuhkan klien dalam upaya

meningkatkan status kesehatannya.

c. Dukungan penghargaan (penilaian)

43
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan

menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga.

Dukungan penilaian merupakan suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang

kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa

positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Dukungan

penghargaan ini dapat membantu individu dalam meningkatkan harga diri, serta

membangun harga diri dan kompetisi. Terjadi lewat ungkapan rasa hormat

(penghargaan) serta sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga,

diantaranya adalah memberikan penghargaan dan perhatian saat pasien menjalani

pengobatan.

d. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan

serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional

meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,

perhatian, mendengarkan dan didengarkan. Dukungan emosional keluarga merupakan

bentuk atau jenis dukungan yang diberikan keluarga berupa dukungan simpati dan

empati, cinta dan kepercayaan dan penghargaan. Dukungan emosional merupakan

fungsi afektif keluarga yang mengalami hipertensi. . Dukungan ini sangat penting

diberikan pada individu dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat

dikontrol. Sumber terdekat dukungan emosional adalah keluarga. Dukungan keluarga

tersebut memiliki arti yang signifikan dalam kehidupan seseorang.

2.4.4. Tujuan dukungan sosial


Menurut Friedman (2010) tujuan utama dukungan sosial yaitu untuk mendorong

anggota keluarga mengkomunikasikan secara bebas mengenai kesulitan yang mereka

alami. Ketika keluarga berbagi masalahnya dengan sistem dukungan sosial ini, hal ini

44
memberikan saran dan bimbingan tersendiri dalam memelihara nilai dan tradisi keluarga.

Tujuan utama kedua yang dicapai yaitu bahwabantuan berorientasi tugas sering seringkali

diberikan oleh keluarga besar, teman dan tetangga. Unsur penting dari bantuan ini tidak

hanya memberi tahu keluarga menemukan bagaimana sumber bantuan di komunitas,

tetapi juga memberikan bantuan langsung.

2.4.5. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Manajemen Perawatan Diri Pada

Penderita Lansia Hipertensi

Dukungan sosial merupakan suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu. Keluarga

merupakan kelompok pemberi dukungan sosial terbesar didalam kehidupan seseorang.

Dimana pada seseorang yang mendapat dukungan keluarga yang kuat untuk mengubah

perilaku kesehatannya jauh lebih cenderung untuk mengadopsi dan mempertahankan

perilaku kesehatan yang baru daripada individu yang tidak memiliki dukungan untuk

mengubah perilakunya (Friedman, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Flynn et.al (2013) menunjukkan bahwa

penderita hipertensi yang mendapat dukungan dari keluarga dukungan dapat meningkatkan

pengetahuan tentang hipertensi pada penderita. Dukungan yang diberikan keluarga dapat

membantu penderita mempertahankan motivasi untuk perubahan perilaku dan mencapai

tujuan dari manajemen diri.

Dukungan keluarga mempengaruhi seseorang dalam manajemen terhadap penyakit

yang diderita. Hipertensi merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perawatan seumur

hidup. Hal ini menimbulkan tantangan unik, dimana penderita membutuhkan dukungan

untuk dapat mempertahankan motivasi dalam mematuhi pengobatan selama bertahun-tahun.

Dalam konteks ini, dukungan keluarga merupakan motivasi utama pada seseorang dalam

menajemen penyakitnya. Seseorang yang mendapat dukungan dari keluarga seperti memberi

45
pengingat tentang pengobatan menunjukkan kepatuhan yang lebih baik dibandingkan

dengan mereka yang tidak mendapatkan dukungan dari keluarga (osamar, 2015).

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Teori Penelitian

Menurut undang –undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan lanjut usia

(lansia) merupakan seseorang yang mecapai usia 60 tahun keatas (Kemenkes, 2017). Dan

terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2004, lansia

adalah seseorang yang telah mecapai usia 60 tahun keatas. Dapat disimpulkan lansia

merupakan seseorang yang berusia 60 tahun keatas yang mengalami suatu proses

menurunnya bahkan menghilangnya daya tahan serta kemunduran struktur dan fungsi organ

tubuh secara berangsur-angsur dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh

yang dapat berhubungan dengan kemandirian dan kesehatan lansia.

46
Hipertensi dikenal juga sebagai tekanan darah tinggi yang merupakan suatu kondisi

dimana pembuluh darah terus mengalami peningkatan tekanan. Hipertensi merupakan suatu

keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan darah diatas normal yang mengakibatkan

peningkatan angka kesakitan dan angka kematian. Pada orang dewasa,tekanan darah normal

yaitu 120 mmHg sistolik dan 80 mmHg diastolik. Seseorang dikatakan hipertensi apabila

tekanan darah sistolik sama dengan atau diatas 140 mmHg atau tekanan darah diastolic sama

dengan atau diatas 90 mmHg. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menimbulkan

kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung), dan otak (menyebabkan

stroke) (kementerian kesehatan RI, 2017)

Untuk mencegah terjadinya komplikasi pada hipertensi, maka diperlukan

penatalaksanaan berupa manajemen perawatan diri pada penderita hipertensi. Manajemen

perawatan diri pada hipertensi dapat dilakukan dengan menerapkan lima komponen

manajemen diri yang terdiri dari integrasi diri, regulasi diri, interaksi dengan tenaga

kesehatan dan lainnya, pemantauan tekanan darah dan kepatuhan terhadap aturan yang

dianjurkan (Akhter, 2010).

Manajemen perawatan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu

pengetahuan, efikasi diri, dukungan sosial dan nilai (Nweenie, 2011). Dukungan sosial

merupakan suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain

yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang

memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Cohen & Sme dalam Harnilawati, 2013).

Dukungan sosial dapat berasal dari keluarga, teman dan dari orang yang memiliki ikatan

emosi misalnya dengan orang professional seperti Ners, Dokter, Pekerja sosial, dan

rohaniawan (Azizah, 2011)

Keluarga merupakan pemberi dukungan sosial terbesar dalam kehidupan seseorang.

47
Dukungan instrumental merupakan suatu dukungan atau bantuan penuh dari keluarga dalam

bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu atau

melayani dan mendengarkan klien hipertensi dalam menyampaikan perasaannya. Dukungan

informasi merupakan suatu dukungan atau bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam

bentuk memberikan saran atau masukan, nasehat atau arahan dan memberikan informasi-

informasi penting yang sangat dibutuhkan klien dalam upaya meningkatkan status

kesehatannya. Dukungan penilaian merupakan suatu bentuk penghargaan yang diberikan

seseorang berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif atau

negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Dukungan emosional

merupakanDiri
Manajemen bentuk dukungan atau bantuan yang dapat memberikan rasa aman, cinta kasih,
Hipertensi:
membangkitkan semangat, mengurangi putus asa, rendah diri, rasa keterbatasan sebagai
1. Integrasi diri
akibat
- Poladari
diet ketidakmampuan fisik (penurunan kesehatan, adanya kelainan) (Friedman dan
dan kurangi asupan
garamdalam Harnilawati, 2013).
House
- Olahraga
Tabel-3.1. Kerangka
Penurunan Teori
berat Penelitian
badan
- Kontrol stres
- Pembatasan konsumsi alkohol
Lansia Hipertensi
dan rokok
2. Regulasi diri
- Pengetahuan akan penyebab
perubahan tekanan darah
- Pengetahuan akan tanda dan Faktor yang mempengaruhi
gejala Hipertensi
manajemen diri
- Kemampuan membuat
keputusan  Pengetahuan
 Efikasi diri
3. Interaksi dengan tenaga Dukungan Sosial Keluargasosial
Dukungan
kesehatan  Nilai
 Dukungan instrumental
dan lainnya
 Sumber
Dukungan informasi2011)
: (Nwenie,
4. Pemantauan tekanan darah  Dukungan penilaian
5. Patuh terhadap aturan yang  Dukungan emosional

dianjurkan
Sumber: Friedman dan House
dalam Smet, 2010). 48
Sumber : (Akhter, 2010)
Gambar 3.1 Kerangka Teori

B. Kerangka Konsep

Dibawah ini merupakan skema kerangka konsep yang berrtujuan untuk mengetahui

hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan manajemen diri penderita lansia

hipertensi di puskesmas andalas tahun 2019

Variabel Independen Variabel Dependen

C. Manajemen DiriHipertensi:
Dukungan Sosial Keluarga

Tabel 3. 2 Kerangka Konsep Penelitian

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian maka dapat dirumuskan bahwa hipotesa sebagai

berikut :

Ha : Ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan manajemen perawatan diri

penderita lansia hipertensi di Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2019.

49
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah korelasi dengan

pendekatan Cross Sectional Study,yaitu metode penelitian yang mengambil data variable

dependen (efek dari suatu fenomena) dan variable independen (penyebab) yang dilakukan

untuk melihat hubungan antar variabel dan dilakukan dalam sekali waktu (simultan).

Dengan studi ini akan diperoleh hubungan dan prevalensi dengan cara mengobservasi

namun tidak ada tindak lanjut.(Nursalam, 2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara dukungan sosial

keluarga dengan manajemen perawatan diri pada lansia hipertensi di Puskesmas Lubuk

Buaya tahun 2019

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2019. Penelitian ini

dilakukan dari bulan Mei sampai bulan Agustus 2019.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan (Nursalam, 2013).Populasi adalah keseluruhan jumlah anggota dari suatu

himpunan yang ingin diketahui karakteristiknya berdasarkan inferensi atau generalisasi

(“Supardi.S & Rustika,” 2016) Populasi dari penelitian ini adalah pasien lansia

hipertensi yang berumur 60 tahun keatas di Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2018 yaitu

rata-rata pasien berkunjung pada bulan Oktober –Desember sejumlah 512 orang.

50
2. Sampel

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoaatmodjo,2010).Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

secara random sampling yaitu semua populasi yang ada memiliki hak untuk dipilih dalam

penelitian (Nursalam, 2013).Penentuan besar sampel menggunakan rumus Slovin :

n = 161,9 = 162 orang

Keterangan :

N = Besar populasi

n = Besar sampel

d= tingkat kepergayaan yang diinginkan (0,05)

Maka jumlah sampel yang diteliti adalah 162 orang

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang maka perlu criteria inklusi maupun kriteria

eklusi.

Kriteria inklusi merupakan subyek yang memenuhi syarat-syarat sebagai sampel sehingga

dapat dijadikan sebagai sampel. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

 Bersedia menjadi responden


 Pasien dengan rentang usia diatas 60 tahun keatas (Lansia)
 Pasien dengan hipertensi primer
 Pasien yang terdiagnosis hipertensi selama satu tahun

51
Kriteria ekslusi merupakan subyek yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagai sampel

sehingga tidak dapat dijadikan sebagai sampel. Kriteria ekslusi dalam penelitian ini

adalah:

 Pasien dengan komplikasi penyakit lain seperti penyakit ginjal dan diabetes.
 Pasien yang tidak dapat berkomunukasi dengan baik
 Pasien yang tinggal sendiri

D. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

1. Variabel Penelitian

 Variabel Independent (bebas)


Variabel bebas,sebab,dan mempengaruhi variable lain.Variabel independent dalam

penelitian ini adalah dukungan sosial keluarga.


 Variabel Dependent (terikat)
Variabel tergantung ,terikat,akibat,terpengaruhi oleh variable lain.Variabel dependent

dalam penelitian ini adalah manajemen perawatan diri.

2. Definisi Operasional Variabel

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Alat Ukur Skala


Hasil Ukur
Operasional Pengukura Ukur
n

Manajemen Kemampuan Wawancara Hypertension Ordinal Pengkategorian


perawatan penderita terpimpin Self data dibagi
diri dalam ManagementB menjadi 3 level,
menerapkan 5 ehavior yaitu rendah,
komponen Questionnaire sedang, dan
manajemen (HSMBQ) tinggi.
diri yang terdiri dari - Self

52
terdiri dari 40item Management
 Integrasi pernyataan rendah jika
diri skor
 Regulasi 1,00 –2,00
diri -Self
 Interaksi Management
dengan sedang jika
tenaga skor
kesehatan 2,01 – 3,00
dan lainnya -Self

 Pemantaua Management

n tekanan tinggi jika skor

darah 3,01 – 4,00

 Kepatuha
terhadap
aturan yang
dianjurkn
Dukungan Bentuk Wawancara Kuisioner Ordinal Pengkategorian
sosial bantuan Terpimpin dukungan data dibagi
keluarga berupa moril keluargayang menjadi 2 level,
maupun terdiri dari 20 yaitu kurang
materil yang item baik dan
diberikan pernyataan baik
keluarga  Dukungan
kepada Keluarga kurang
lansia baik= memiliki
dengan nilai skor <
hipertensi mean/median
 Dukungan
keluarga baik=
memiliki nilai
skor ≥
mean/median

53
E. Instrumen Penelitian

Dalam pengumpulan data akan diperlukan suatu alat yang disebut instrument

pengumpulan data. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Lembar persetujuan
Digunakan sebagai bukti kesediaan responden penelitian.
2. Kuesioner angket penelitian
Daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana

responden (dalam hal angket) dan interview (dalam hal wawancara) tinggal memberikan

jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu.Dengan demikian kuesioner

sering juga disebut “daftar pertanyaan”(formulir) (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data demografi, Hypertension Self

Management Behavior Questionnaire (HSMBQ) dan kuisioner dukungan keluarga.


Kuesioner Hypertension Self Management Behavior Questionnaire (HSMBQ)

yaitu kuesioner tentang gambaran manajemen diri pada penderita hipertensi. HSMBQ

berasal dari penelitian (Akhter, 2010) yang dimodifikasi dari Diabetes Self Management

Instrument oleh Lin et.al (2008), terdiri dari 40 pernyataan. Semua pernyataan dalam

kuesioner disusun dalam bentuk pernyataan positif dengan menggunakan skala likert,

dengan 4 pilihan jawaban yang terdiri dari selalu(4), sering(3), kadang-kadang(2), tidak

pernah (1). Kuesioner Hypertension Self Management Behavior Quetionnaire meliputi :

13 item tentang integrasi diri (item nomor 1-13), 9 item tentang regulasi diri (item nomor

14-22), 9 item tentang interaksi dengan tenaga kesehatan (item nomor 23-31), 4 item

tentang pemantauan tekanan darah (item nomor 32-35), dan 5 item tentang kepatuhan

terhadap aturan yang dianjuran (item nomor 36-40). Pengkategorian data dibagi menjadi

3 level, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Self Management rendah jika skor 1,00 – 2,00,

54
Self Management sedang jika skor 2,01 – 3,00, Self Management tinggi jika skor 3,01 –

4,00.

Instrumen dukungan sosial keluarga terdiri dari 20 item pernyataan. Semua

pernyataan dalam kuisioner ini disusun dalam bentuk pernyataan positif dan

menggunakan skala likert, dengan 4 pilihan jawaban yang terdiri dari selalu(4),

sering(3), kadang-kadang(2), tidak pernah(1). Kuisioner Dukungan sosial keluarga

meliputi: 4 item tentang dukungan instrumental (item 1-5), 5 item tentang dukungan

penilaian (item 6-10), 5 item tentang dukungan informasional (item 11-15), dan 5 item

tentang dukungan emosional (item 16-20). Kuesioner dukungan sosial keluarga berasal

dari skripsi Lubis (2013) (Afrina, 2017).

F. Etika Penelitian

Peneliti melakukan penelitian dengan menekankan masalah etik sebagai berikut:

1. Inform consent
Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada responden, peneliti menjelaskan maksud

dan tujuan penelitian. Kemudian lembar persetujuan diberikan kepada responden dengan

mempertimbangkan kriteri inklusi. Jika responden menolak menghormatinya. Namun

selama penelitian tidak ada peneliti mendapatkan responden yang menolak.


2. Anonymity
Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar hasil penelitian dan hanya

menggunakan inisial untuk menjaga kerahasiaan responden.


3. Confidentially (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti dan lembar pengisian responden

disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti.


4. Justice
Peneliti mempertimbangkan aspek keadilan hak responden untuk mendapatkan

perlakuaan yang sama baik sebelum, saat maupun sesudah berpartisipasi dalam

penelitian.
5. Honesty

55
Jujur dalam pengumpulan bahan pustaka, pengumpulan data, pelaksanaan metode dan

prosedur penelitian, publikasi hasil. Jujur dalam kekurangan atau kegagalan metode

yang dilakukan.

G. Metode Pengumpulan Data

a) Data primer
Data yang diperoleh melalui hasil penelitian secara langsung terhadap objek yang diteliti.

Data primer pada penelitian ini adalah manajemen perawatan diri dan dukungan sosial

keluarga.
b) Data Sekunder
Data yang didapatkan secara tidak langsung dari objek penelitian. Dimana data sekunder

penelitian ini adalah data dari Dinas Kesehatan Kota Padang dan data dari Puskesmas

Lubuk Buaya.
c) Tahap pengumpulan data awal

Persiapan pengumpulan data dilakukan melalui prosedur:

 Meminta surat izin kepada bagian akademik yang ditujukan ke Dinas Kesehatan

Kota Padang.
 Meminta surat izin dari dinas kesehatan kota padang yang ditujukan ke Puskesmas

Lubuk Buaya Padang.


 Menyerahkan surat izin melakukan penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Padang ke

Pimpinan Puskesmas Lubuk Buaya Padang.


 Setelah mendapatkan persetujuan dari Pimpinan Puskesmas Lubuk Buaya Padang

peneliti melakukan pengambilan data awal.


d) Cara pengumpulan data

Untuk mengumpulkan data peneliti meminta kepada responden penderita hipertensi di

Puskesmas Lubuk Buaya Padang yang sesuai dengan kriteria inklusi untuk menjadi

responden. Lalu peneliti membina hubungan saling percaya dengan responden. Setelah

itu responden diorientasikan terhadap penelitian. Kemudian peneliti memberikan surat

persetujuan menjadi responden kepada responden dan meminta responden

56
menandatangani surat tersebut. Kemudian peneliti memberikan kuisoner kepada

responden untuk mengetahui identitas dan melakukan wawancara terpimpin kepada

responden.

H. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul kemudian dioalah dengan bantuan komputer yaitu pengolahan

SPSS dengan tahapan sebagai berikut (Notoadmodjo 2010) :

1. Pemeriksaan Data (Editing)


Terlebih dahulu dilakukan penyuntingan (editing) terhadap hasil wawancara atau angket.

Setelah melakukan editting peneliti tidak menemukan data yang kurang atau missing

data.
2. Pengkodean Data (Coding)
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan

peng”kodean”atau”coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi

data angka atau bilangan.


3. Memasukkan Data (Entry)
Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk

“kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atau “software” komputer.
4. Pembersihan Data (Cleaning)
Setelah semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan,

maka dicek kembali untuk melihat kemungkinan–kemungkinan adanya kesalahan-

kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau

koreksi.

5. Tabulasi Data (Tabulating)

Penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi (persentase) dari variable dan sub

variabel yang diteliti.

I. Analisa Data

Menurut Notoadmodjo (2010), analisa data suatu penelitian, biasanya melalui prosedur

bertahap antara lain:

57
1. Analisa Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap

variabel penelitian. Bentuk analisa univariat tergantung dari jenis datanya. Pada

penelitian ini analisa univariatnya adalah variabel dukungan sosial keluarga, variabel

manajemen perawatan diri yang merupakan data kategorik.


2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

(Notoatmodjo, 2010). Dan analisis bivariat pada penelitian ini adalah variabel dukungan

sosial keluarga dan manajemen perawatan diri penderita hipertensi dengan uji chi square

karena variabel pada penelitian ini adalah menggunakan data kategorik baik variabel

independen dan variable dependen dengan tingkat kemaknaan 95% (0,05). Jika nilai p <

0,05 berarti ada hubungan bermakna antara variabel independen dengan variabel

dependen.

58
BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini membahas hubungan dukungan sosial keluarga dengan manajemen

perawatan diri pada lansia hipertensi di Puskesmas Lubuk Buaya Padang. Pengumpulan

data dilakukan dari tanggal 18 Januari – 25 Juni 2019. Responden yang dijadikan

sampel dalam penelitian ini adalah lansia laki-laki dan lansia perempuan yang berumur

60 tahun keatas dan mengalami penyakit hipertensi. Banyaknya responden dalam

penelitian ini adalah 162 orang yang memenuhi kriteria inklusi.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada

penderita Lansia Hipertensi di Puskesmas Lubuk Buaya Padang sesuai dengan kuesioner

Dukungan Sosial Keluarga dan kuesioner Hypertension Self Management Behaviour

Questionaire (HSMBQ) yang telah disediakan. Peneliti juga mengumpulkan data

demografi responden yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.

Hasil penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu analisa univariat dan analisa bivariat

B. Analisa Univariat

1. Karakteristik Responden
Hasil penelitian menunjukkan data tentang frekuensi (f) dan persentase (%) dari

karakteristik umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Untuk lebih jelas nya pada

59
tabel 5.1 disajikan distribusi frekuensi dari umur, jenis kelamin, pendidikan dan

pekerjaan responden.

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Lansia Hipertensi di Puskesmas


Lubuk Buaya Padang Tahun 2019 (n = 162)

Karakteristik Responden F %
Umur
61 - 70 tahun 123 75,9
71- 90 tahun 39 24,1
Jenis Kelamin
Laki-laki 75 46,3
Perempuan 87 53,7
Pendidikan
Tidak Sekolah 8 4,9
SD 25 15,4

SMP 34 21,0

SMA 60 37,0

Perguruan Tinggi 35 21,6


Pekerjaan
PNS 0 0

Wiraswasta 15 9.3

Ibu Rumah Tangga 55 34.0

Pegawai Swasta 7 4.3

Pensiunan 32 19.8

Lain – lain 53 32.7

60
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 162 responden lebih dari separuh responden

berusia 61 – 70 tahun (75,9%). Lebih dari separuh responden berjenis kelamin

perempuan (53,7%). Kurang dari separuh responden dengan pendidikan terakhir SMA

(37,0%) dan kurang dari separuh responden dengan status pekerjaan ibu rumah tangga

(34,0%).

2. Dukungan Sosial Keluarga Pasien Lansia Hipertensi

Analisa univariat variabel dukungan sosial keluarga pada pasien lansia

Hipertensi di Puskesmas Lubuk Buaya Padang diperoleh hasil yang disajikan

dalam bentuk tabel berikut.

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial Keluarga Penderita Lansia Hipertensi di


Puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun 2019 (n = 162)

Dukungan Sosial Keluarga Frekuensi Persentase (%)


Baik 108 66,7
Kurang 54 33,3
Jumlah 162 100

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 162 responden lebih dari separuh yang

mendapat dukungan keluarga baik (66,7%) dan dukungan yang kurang dari keluarga

memiliki persentase kurang dari separuh (33,3%).

61
3. Manajemen Perawatan Diri Pasien Lansia Hipertensi

Analisa univariat variabel manajemen perawatan diri pada pasien

lansia hipertensi di Puskesmas Lubuk Buaya Padang diperoleh hasil yang disajikan

dalam bentuk tabel berikut.

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Manajemen Perawatan Diri Penderita Lansia Hipertensi di


Puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun 2019 (n = 162)

Manajemen Perawatan
Diri Frekuensi Persentase
Rendah 0 00,0
Sedang 17 10,5

Tinggi 145 89,5


Jumlah 162 100

Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh (89,5%) pasien

hipertensi memiliki manajemen perawatan diri tinggi, (00,0 %) manajemen

perawatan diri rendah, dan (10,5%) manajemen perawatan diri sedang.

C. Analisa Bivariat

Hasil analisis bivariat ini untuk melihat apakah terdapat hubungan antara

dukungan sosial keluarga dengan manajemen perawatan diri di Puskesmas Lubuk Buaya

Padang Tahun 2019 dapat dilihat pada tabel 5.4 sebagai berikut:

Tabel 5.4

62
Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Manajemen Perawatan Diri
Pasien Lansia Hipertensi di Puskesmas Lubuk Buaya Padang
Tahun 2019 (n = 162)

Manajemen Perawatan Diri P

Dukungan Total Valu


Rendah Sedang Tinggi
Keluarga E
n % N % n % N %
Baik 0 0 0 0 108 100 108 0,000
100
Kurang 0 0 17 31,5 37 68,5 54
100
Baik

Dari Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari (108) yang mendapat dukungan baik

dari keluarga, memiliki manajemen perawatan diri tinggi (100%). Dan dari (54) yang

mendapat dukungan yang kurang dari keluarga memiliki manajemen perawatan diri

sedang (31,5%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p value<0,05 yaitu 0,000,

maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial

keluarga dengan manajemen perawatan diri.

63
BAB VI

PEMBAHASAN

A. Gambaran Dukungan Sosial Keluarga Pada Penderita Lansia Hipertensi di

Puskesmas Lubuk Buaya Tahun 2019

Pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa dari 162 responden penderita

hipertensi di Puskesmas Lubuk Buaya Padang sebagian besar (66,7%) responden

memiliki dukungan keluarga yang baik. Pada penelitian ini dapat melihat adanya

dukungan sosial keluarga pada responden menggunakan kuesioner dukungan sosial

64
keluarga yang terdiri dari empat dimensi yaitu dukungan instrumental, penilaian,

informasi dan emosional.

Dukungan dari keluarga adalah suatu hal yang sangat penting bagi penderita

lansia hipertensi dalam manajemen perawatan diri. Dukungan keluarga yang didapat

penderita dapat memotivasi penderita dalam menjalani manajemen perawatan diri,

sehingga penderita merasa bahwa tetap ada yang memberikan perhatian, kasih sayang

dan ada yang peduli kepadanya walaupun dalam keadaan sakit. Menurut Bomar (2006),

dukungan keluarga adalah suatu bentuk perilaku melayani yang dilakukan oleh keluarga,

baik dalam bentuk dukungan emosional (perhatian, kasih sayang, empati), dukungan

penilaian (menghargai, umpan balik), dukungan informasi (saran, nasehat, informasi)

ataupun dalam bentuk dukungan instrumental (bantuan tenaga, dana, dan waktu).

Berdasarkan hasil penelitian, dari empat dimensi dukungan sosial keluarga

didapatkan dimensi emosional memiliki persentase tertinggi yaitu (68%).Dukungan

emosional banyak didapatkan oleh responden berasal dari keluarga. Berdasarkan analisis

kuisioner menunjukkan bahwa (82,1%) perhatian dan dukungan dari keluarga membuat

penderita termotivasi dalam menjalankan pengobatan dengan sungguh-sungguh dan

(82,1%) nasihat dan peringatan dari keluarga memotivasi penderita dalam mengontrol

tekanan darah penderita. Berdasarkan hasil wawancara, responden menyatakan bahwa

keluarga sering meluangkan waktu, memberi perhatian, nasihat, dan dukungan untuk

memotivasi penderita dalam menjalani pengobatannya. Keluarga menyadari pentingnya

dukungan pada penderita, mengingat hipertensi merupakan penyakit kronik.

65
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Herlinah (2013) dimana

sebagian besar responden mendapatkan dukungan emosional yang baik (69,7%).

Keluarga memberikan dukungan secara emosional, seperti memberikan semangat,

perhatian, nasihat, peringatan dan dukungan untuk memotivasi penderita selama

menjalankan pengobatan. Menurut Githa (2010), dukungan emosional mencakup

kepedulian dan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami masalah

kesehatan.

Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, bantuan dalam

bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian, sehingga individu yang menerimanya

merasa dicintai. Pada dukungan keluarga berdasarkan dimensi emosional, keluarga telah

melaksanakan tugas kesehatan keluarga dengan maksimal, dimana keluarga mendukung

perawatan pasien, mendengarkan keluh kesah serta memberikan semangat dan

dukungan ketika penderita mulai malas mengalami pengobatan.

Sebaliknya, dukungan yang memiliki persentase terendah adalah dukungan

penilaian yaitu (50,3%). Hal ini menunjukkan bahwa keluarga kurang dalam

memberikan dukungan penilaian pada responden. Dukungan penilaian yang diberikan

keluarga adalah sebagian besar (68,5%) keluarga selalu tanggap terhadap setiap masalah

yang dialami selama dirawat di rumah, dan lebih dari separuh (55,6%) keluarga selalu

memberikan pujian ketika penderita menjalankan pengobatan dengan sungguh-sungguh.

Rendahnya dukungan penilaian yang didapatkan penderita menyebabkan penderita

kurang optimal dalam melakukan manajemen perawatan diri. Menurut Setiadi (2008),

dukungan penilaian dapat berupa pemberian informasi kepada seseorang bahwa ia

66
dihargai dan diterima, dimana harga diri seseorang dapat ditingkatkan dengan

mengkomunikasikan kepadanya bahwa ia bernilai dan diterima.

Dukungan penilaian merupakan dukungan yang terjadi bila ekspresi penilaian

yang positif terhadap individu. Dukungan yang baik akan memberikan respon yang

positif bagi klien dalam pemecahan masalah yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu,

keluarga harusnya bisa memberikan dukungan yang baik bagi anggota keluarganya,

dengan dukungan yang baik dari keluarga dapat meningkatkan harga diri pada penderita

sehingga penderita termotivasi untuk dapat menjalankan pengobatan dengan sungguh –

sungguh.

Dilihat dari dimensi instrumental, responden yang mendapat dukungan

instrumental baik (56,4%). Berdasarkan analisis kuisioner menunjukkan 72,8% keluarga

selalu menganjurkan penderita untuk minum obat teratur dan 64,2% keluarga selalu

memperhatikan setiap jenis makanan penderita konsumsi sesua pengobatan yang sedang

dijalani. Menurut Friedman, dukungan instrumental merupakan sebuah sumber

pertolongan praktis dan konkrit. Bantuan instrumental bertujuan untuk mempermudah

seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan – persoalan yang

dihadapinya. Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan

penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun

meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan mendengarkan klien hipertensi

dalam menyampaikan perasaannya.

Dilihat dari dimensi informasi responden yang mendapat dukungan informasi

baik (53,6%). Berdasarkan analisis kuesioner menunjukkan bahwa 71,6% keluarga

67
sering melarang penderita mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak

dan 61,7% keluarga selalu memberikan informasi pengobatan pada pasien. Menurut

Setiadi (2008), dukungan informasional mencakup pemberian nasihat-nasihat, petunjuk,

saran, atau umpan balik. Keluarga memberikan dukungan informatif dengan

memberikan saran tentang apa yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah. Hal ini

juga diungkapkan Friedman dimana keluarga berfungsi sebagai sistem yang mendukung

bagi anggotanya dan anggota keluarga yang memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa dukungan penilaian merupakan dukungan

yang paling rendah didapatkan oleh penderita hipertensi dengan persentase (50,3%). Hal

ini menunjukkan bahwa walaupun penelitian menyatakan lebih dari separuh (66,7%)

responden dengan hipertensi memiliki dukungan sosial keluarga yang baik tapi beberapa

perilaku keluarga masih menunjukkan perilaku dukungan yang rendah terhadap

responden. Dukungan sosial yang rendah menunjukkan bahwa masih banyak keluarga

yang tidak mengetahui dampak dari hal tersebut, dukungan sosial keluarga yang rendah

akan membuat pasien kurang mampu dalam melakukan perawatan diri.

Dukungan sosial keluarga pada pasien lansia hipertensi di puskesmas yang

rendah dapat diatasi dengan memberikan informasi kepada keluarga akan pentingnya

dukungan sosial keluarga untuk melindungi pasien lansia hipertensi dari dampak atau

ancaman kesehatan seperti stress, kesepian dan kehilangan semangat hidup serta

memberikan informasi mengenai pentingnya keluarga memberikan waktu dari segi

kualitas pada pasien dan memberikan penghargaan serta perhatian. Untuk itu, perlu

adanya peran dari perawat untuk melibatkan keluarga dalam pengobatan pasien. Perawat

68
dapat memberikan edukasi kepada keluarga akan pentingnya dukungan pada penderita

lansia hipertensi seperti memberikan pujian pada penderita hipertensi dan membantu

penderita dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Karena berdasarkan hasil

analisis kuisioner didapatkan bahwa dukungan penilaian yang diberikan kerluarga masih

rendah, sehingga keluarga dapat memberikan dukungan yang baik pada penderita

hipertensi di rumah. Dimana hipertensi merupakan suatu penyakit kronik dan

membutuhkan pengobatan seumur hidup. Untuk itu, perlu adanya dukungan dari

keluarga agar pasien termotivasi dalam menjalani pengobatan.

B. Gambaran Manajemen Perawatan Diri pada Pasien Lansia Hipertensi di

Puskesmas Lubuk Buaya Tahun 2019

Pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa dari 162 responden penderita

hipertensi di Puskesmas Lubuk Buaya Padang lebih dari separuh (89,5%) responden

memiliki manajemen perawatan diri dalam kategori tinggi. Pada penelitian ini untuk

melihat manajemen perawatan diri pada penderita lansia hipertensi menggunakan

kuesioner Hypertension Self Management Behaviour Questionaire (HSMBQ) yang

terdiri dari lima dimensi yaitu integrasi diri, regulasi diri, interaksi dengan pelayanan

kesehatan dan patuh terhadap aturan yang dianjurkan.

Manajemen perawatan diri menurut Barlow (2002), merupakan kemampuan

individu dalam mengenal dan mengelola gejala, perawatan, konsekuensi fisik dan

psikososial, dan perubahan gaya hidup yang terkait dengan penyakit kronis. Manajemen

perawatan diri yang efektif meliputi kemampuan seseorang dalam memantau kondisi

mereka untuk mencapai pengetahuan, perilaku dan respon emosional yang diperlukan

untuk mempertahankan kualitas hidup yang memuaskan.

69
Manajemen perawatan diri pada penderita lansia hipertensi yang sudah

dilakukan cukup baik dapat dilihat dari kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan,

regulasi diri, integrasi diri dan interaksi dengan pelayanan kesehatan, hal ini disebabkan

karena responden dapat memahami pentingnya upaya tersebut. Manajemen perawatan

diri pada pemantauan tekanan darah masih sedikit dilakukan responden. Pemantauan

tekanan darah dilakukan untuk mendeteksi tingkat tekanan darah sehingga penderita

hipertensi dapat menyesuaikan tindakan yang akan dilakukan dalam manajemen

perawatan diri.

Berdasarkan hasil analisis kuisioner menunjukkan bahwa (67,4%) responden

menyatakan tidak pernah mengecek tekanan darah secara teratur. Hal ini disebabkan

karena sebagian besar responden mengatakan bahwa tidak memiliki alat pemeriksaan

tekanan darah dirumah. Untuk itu, perlu adanya peran dari perawat untuk memberikan

edukasi berupa pentingnya mengecek tekanan darah secara teratur dengan melibatkan

keluarga dan penderita lansia hipertensi. Diharapkan keluarga untuk dapat menyediakan

alat pemeriksaan tekanan darah dirumah sehingga penderita hipertensi dapat mengecek

tekanan darah secara rutin dan membantu pasien dalam membuat keputusan manajemen

perawatan diri yang tepat untuk pasien.

Berdasarkan karakteristik responden, dari usia diketahui bahwa responden lebih

banyak berusia dalam rentang 61-70 tahun, dari 162 responden terdapat 123 orang

(75,9%) responden berusia dalam rentang 61-70 tahun. Beberapa hasil penelitian

menjelaskan hubungan antara usia dengan manajemen perawatan diri. Manajemen

perawatan diri pada seseorang akan mengalami peningkatan seiring dengan

meningkatnya usia. Peningkatan usia menyebabkan terjadinya peningkatan

kedewasaan/kematangan seseorang sehingga orang tersebut dapat berfikir secara

70
rasional tentang manfaat yang akan dicapai jika responden melakukan manajemen

perawatan diri yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan jenis kelamin, responden lebih banyak berjenis kelamin perempuan

yaitu berjumlah 87 orang (53,7%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan zulfitri

(2006), terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam merespon masalah.

Dimana, laki-laki cenderung kurang peduli, tidak mau menjaga, mengontrol, ataupun

memeriksakan kesehatan secara rutin ke Puskesmas. Selain itu menurut Huda (2015),

dalam budaya Indonesia sebagian besar laki-laki bekerja. Hal ini mungkin disebabkan

oleh laki-laki memiliki peran dominan dalam keluarga dan masyarakat.Laki-laki

cenderung tidak memiliki banyak waktu untuk mengendalikan tekanan darah. Oleh

karena itu, penderita hipertensi laki-laki memiliki manajemen perawatan diri yang

kurang dibandingkan perempuan.

Pendidikan responden lebih banyak ditingkat SMA dan banyak dari responden

merupakan ibu rumah tangga. Hal ini dapat berpengaruh dalam manajemen perawatan

diri seseorang, dikarenakan responden yang memiliki pendidikan/pengetahuan yang

baik umumnya memiliki kemampuan manajemen perawatan diri yang lebih baik dalam

menggunakan informasi mengenai hipertensi yang didapat melalui penyuluhan yang

diberikan petugas kesehatan maupun yang didapatkan dari media lain. Seseorang

dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki tingkat manajemen perawatan diri

yang lebih tinggi.

Dilihat dari pekerjaan responden dimana sebagian besar responden merupakan

ibu rumah tangga. Pasien hipertensi yang tidak bekerja memiliki tingkat manajemen

perawatan diri lebih baik untuk latihan fisik daripada pasien yang bekerja. Pasien

71
hipertensi yang bekerja bisa memiliki jadwal dan tanggung jawab yang sangat banyak,

sehingga membuat manajemen perawatan diri tidak menjadi prioritas.

C. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Manajemen Perawatan Diri pada

Penderita Hipertensi di Puskesmas Andalas Tahun 2017

Berdasarkan hasil analisa bivariat dengan menggunakan uji chi square

didapatkan hasil p = 0,000 (p < 0,05). Secara statistik terdapat hubungan dukungan

sosial keluarga dengan manajemen perawatan diri pada pasien hipertensi, bahwa

semakin baik dukungan sosial keluarga yang diterima seseorang, maka manajemen

perawatan dirinya semakin baik. Dukungan sosial keluarga terdiri dari empat dimensi

yaitu instrumental, penilaian, informasi dan emosional. Sedangkan dimensi manajemen

perawatan diri terdiri dari integrasi diri, regulasi diri, interaksi dengan pelayanan

kesehatan, memantau tekanan darah dan patuh terhadap aturan yang dianjurkan.

Penelitian Flynn, et al (2013) menyatakan bahwa, dukungan sosial keluarga

dikaitkan dengan manajemen perawatan diri pada penderita hipertensi. Menurut Flynn,

keluarga berperan dalam memberikan dukungan instrumental pada pasien berupa

membantu pasien menyiapkan makanan, memberikan dukungan penilaian berupa

membantu pasien dalam pemecahan masalah pengobatan, dukungan emosional berupa

memberikan semangat kepada penderita dan dukungan informasi berupa memberikan

informasi tentang pengobatan hipertensi. Penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan

dari keluarga dapat membantu anggota keluarganya yang sakit kearah yang lebih sehat.

Dukungan yang diberikan keluarga dapat membantu penderita mempertahankan

motivasi untuk perubahan perilaku dan mencapai tujuan dari manajemen perawatan

diri.

72
Penelitian lain yang dilakukan Shen, et al., (2017) menjelaskan bahwa dengan

memberikan edukasi kepada anggota keluarga selama 12 bulan, kemudian memberikan

pantauan terhadap keluarga tersebut selama 6-12 bulan, menunjukkan bahwa dukungan

keluarga memberikan hasil yang signifikan terhadap peningkatan kepatuhan terhadap

pengobatan dan perubahan perilaku pada penderita hipertensi. Meskipun hasilnya tidak

signifikan pada akhir investigasi namun intervensi ini menunjukkan bahwa keluarga

memiliki dampak positif terhadap kepatuhan pasien dalam pengobatan dan perubahan

perilaku pada penderita hipertensi.

Berdasarkan pengisian kuesioner, dapat dilihat bahwa 108 responden (66,7%)

memiliki dukungan sosial keluarga yang baik, dimana dari 162 responden, terdapat 17

responden yang memiliki manajemen perawatan diri sedang dan 145 responden

diantaranya memiliki manajemen perawatan diri tinggi. Responden dengan dukungan

sosial yang tinggi menyatakan bahwa keluarga mau mengerti bagaimana pasien

merasakan penyakit hipertensi, Berdasarkan wawancara tersebut diketahui bahwa

responden yang memiliki dukungan sosial yang baik melakukan manajemen perawatan

diri yang baik.

Dalam penelitian ini, penderita hipertensi yang memiliki manajemen perawatan diri

dalam kategori sedang disebabkan karena adanya dukungan emosional yang baik dari

keluarga. Dukungan emosional yang diberikan keluarga memotivasi penderita dalam

melakukan manajemen perawatan diri. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Osamar (2015) yang menyatakan bahwa penderita hipertensi yang mendapat dukungan

emosional dari keluarga menunjukkan kepatuhan dalam manajemen diri dibandingkan

penderita yang tidak mendapat dukungan dari keluarga. Menurut osamar, penyakit

73
kronis seperti hipertensi membutuhkan pengobatan seumur hidup. Hal ini merupakan

tantangan bagi pasien dan keluarga agar dapat mempertahankan motivasi untuk

mematuhi pengobatan selama bertahun-tahun.

Penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan dari keluarga menjadi faktor yang

penting dalam manajemen perawatan diri pada pasien lansia hipertensi di Puskesmas

Lubuk Buaya Padang. Dukungan sosial dari keluarga merupakan sistem dukungan sosial

yang terpenting bagi pasien lansia hipertensi dibandingkan dengan sistem dukungan

sosial lainnya, dukungan sosial keluarga berhubungan dengan peningkatan harga diri,

percaya diri, harapan hidup, status kesehatan serta motivasi pasien hipertensi. Hasil

penelitian yang dilakukan Tavares (2013) menyatakan bahwa dukungan sosial yang

diterima pasien hipertensi adalah dari keluarga. Keluarga merupakan sumber dukungan

yang paling utama. Keluarga merupakan anggota jaringan yang paling signifikan

bertanggung jawab atas dukungan dalam pengobatan penyakit.Dukungan yang diberikan

tersebut dapat membantu penderita lansia hipertensi hidup lebih baik dan mendorong

meningkatkan perilaku dalam pengobatan penyakit. Hal serupa juga diungkapkan oleh

Tezel (2005) dalam penelitian menemukan bahwa keluarga merupakan sumber

dukungan sosial yang paling berpengaruh. Keluarga mempunyai peran dalam

membentuk perilaku sehat pada pasien hipertensi.

Dari hasil penelitian dan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan

keluarga merupakan sistem pendukung bagi penderita hipertensi sehingga dapat

memberikan pengaruh yang besar untuk mengontrol gaya hidup dan memberikan

dukungan positif dalam segi informasi, emosional, psikologi serta fisik yang terkait

dengan masalah kesehatan seperti halnya hipertensi. Semakin besar dukungan yang

74
diberikan oleh keluarga maka akan semakin baik manajemen perawatan diri yang

dilakukan oleh pasien lansia hipertensi.

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

75
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Lubuk Buaya Padang

Tahun 2019 dapat disimpulkan bahwa:

1. Lebih dari separuh responden penderita lansia hipertensi di Puskesmas Lubuk

Buaya Padang memiliki dukungan keluarga yang baik.

2. Lebih dari separuh responden penderita lansia hipertensi di puskesmas Lubuk

Buaya Padang memiliki manajemen perawatan diri dalam kategori sedang..

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan

manajemen perawatan diri pada penderita lansia hipertensi.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada penderita hipertensi di Puskesmas

Lubuk Buaya Padang Tahun 2019 terdapat beberapa saran yaitu:

1. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi

puskesmas agar lebih meningkatkan kembali keterlibatan keluarga didalam program

perawatan maupun pengobatan pasien lansia hipertensi, dengan adanya dukungan

dari keluarga mendorong lansia penderita hipertensi tetap patuh melakukan

perawatan diri sehingga tekanan darah dapat terkontrol dengan baik.

2. Bagi Keluarga

Diharapkan keluarga agar selalu mengoptimalkan dukungan yang diberikan

kepada penderita lansia hipertensi. Dengan cara menyediakan makanan sesuai diet

76
penderita hipertensi dan selalu memberikan pujian kepada penderita setiap kali

penderita menjalani pengobatan dengan sungguh – sungguh. Diharapkan juga

keluarga untuk dapat menyediakan alat pemeriksaan tekanan darah di rumah,

sehingga penderita lansia hipertensi dapat mengecek tekanan darah secara teratur.

3. Bagi Responden

Responden lansia hipertensi diharapkan mau dan berusaha untuk melakukan

manajemen perawatan diri yang baik dengan menerapkan pola hidup sehat serta

mengontrol hal – hal yang dapat meningkatkan tekanan darah. Selain itu diharapkan

responden untuk selalu mengontrol tekanan darah secarateratur, sehingga dapat

membantu responden dalam membuat keputusan manajemen perawatan diri yang

tepat. Hal ini bertujuan agar tekanan darah responden dapat lebih stabil dan

terkontrol dengan baik sehingga mencegah terjadinya komplikasi penyakit lain.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan masukan dan informasi baru tentang penelitian mengenai

hubungan dukungan sosial keluarga dengan manajemen perawatan diri penderita

lansia hipertensi sehingga dapat menjadikan referensi untuk penelitian-penelitian

selanjutnya. Dan diharapkan dilakukannya penelitian mengenai hubungan

dukungan sosial keluarga dan manajemen perawatan diri pada lansia dengan

penyakit lainnya misalnya Penyakit Jantung Koronner (PJK), Diabetes Mellitus

(DM), dll.

77
78
79
80
81
1

DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2011). Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan Yang Paling


Sering Menyerang Kita. Buku Biru : Yogyakarta.
Afrina, R. (2017). Hubungan dukungan sosial dengan manajemen perawatan diri
penderita hipertensi di puskesmas andalas. Padang : Universitas Andalas.
Skripsi.
Agrina, Rini S. S., dan Hairitama R. (2011). Kepatuhan Lansia Penderita
Hipertensi Dalam Pemenuhan Diet Hipertensi Di Kelurahan Sidomulyo
Barat Tampan Kota Pekanbaru. Jurnal Keperawatan Universitas Riau.
Agita Devi, R. Y., Ndapajaki, F. and Putri, R. A. (2018) ‘Pemanfaatan Ekstrak
Wortel dan Jambu Biji terhadap Penurunan Hipertensi pada Lansia’, Strada
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 7(2), pp. 20–28. doi: 10.30994/sjik.v7i2.163.
Akhter, N. (2010). Self Management Among Patients With Hypertension in
Bangladesh. Dissertation. Prince of Songkla University. 8 januari 2019
(13:23).
Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia.Yogyakarta : Graha Ilmu.
Badan Pusat Statistik (2017) ‘Lanjut usia 2017’, Statistik Penduduk Lanjut Usia
2017.
Bomar, P.J. (2004). Promoting Health in Families: Applying Family Research and
Theory to Nursing Practice. Philadelphia : W.B. Saunders Company.
Brunner & Suddarth. (2005). Keperawatan Medikal Bedah. (edisi 8). Jakarta :
EGC.
Budiono dan Sumirah. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Bumi Medika
Bustan, M.N. (2015). Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta:
Rineka Cipta.
Canadian Hypertension Education Program. (2012). The Canadian Hypertension
Education Program Recommendations. Canada: Hypertension Canada.
Concepts: Implications for Self-Management Education. Educational Research,
2(12)1733-1737.
Corwin,A.(2000). Hipertensi dan Komplikasinya.
2

http://www.penyakittidakmenular.com/referensi543html.
Depkes RI (2018) ‘Lansia Sejahtera, Masyarakat Bahagia’, Depkes RI, pp. 1–2.
Available at: http://www.depkes.go.id/article/view/18050900001/lansia-
sejahtera-masyarakat-bahagia-.html.
Dinas Kota Padang. (2018). Jumlah Penderita Hipertensi Tahun 2018. Padang.
Dalimartha, S.dkk. (2008). Care Your Self Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus.
Education Program (CHEP) guidelines for pharmacists: An update’, Canadian
Pharmacists Journal, 146(3), pp. 146–150. doi:
10.1177/1715163513487476.
Eugene, V.,Paul BA. (2013). Hypertensive patients : knowledge, self-care
management practices and challenges. Journal of Behavioral Health.
Flynn, Sarah J et al. (2013). Facilitators and barriers to hypertension
selfmanagement in urban African Americans: perspectives of patients and
familymembers. NCBI Journal, vol. 07, hal. 741-749.
Friedman, Marilyn M. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga : Riset, Teori
danPraktek. Jakarta : EGC.
Gallant, Mary P. (2003). The influence of social support on chronic illness self-
management: A review and directions for research. Journal Health
Education and Behavior.
Goverwa, T. P. et al. (2014) ‘Uncontrolled hypertension among hypertensive
patients on treatment in Lupane District, Zimbabwe, 2012’, BMC Research
Notes, 7(1), pp. 1–8. doi: 10.1186/1756-0500-7-703.
Goverwa, P.T., Masuka, Nyasha.,Tshimanga, Mufuta. (2012). Uncontrolled
Hypertension Among Hypertensive Patients on Treatment in Lupane
District, Zimbabwe. BMC Research Notes.
Harnilawati. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Sulsel : Pustaka
As Salam.
Harvey, P.W., Petkov, J.N., Misan, G., Fuller, J., Battersby , M.W., Cayetano, T.N.,
Holmes, P. (2008). Self-management support and training for patient with
chronic and complex conditions improves health related behavior and
health outcomes. Australian Health Review, 32 330-338.
http://www.publish.csiro.au/ah/pdf/AH080330
Houle, S. K. D., Padwal, R. and Tsuyuki, R. T. (2013) ‘The 2012-2013 Canadian
Hypertension http://ejournalnwu.ac.id/article/view/1459410772
3

Herlinah, L., Wiarsih, W., Rekawati, E. (2013).Hubungan Dukungan Keluarga


Dengan Perilaku Lansia Dalam Pengendalian Hipertensi. Jurnal
Keperawatan Komunitas.
JNC-7. (2003). The Seventh Report Of The Joint National Committee Prevention,
Detection, Evaluation, And Treatment Of High Blood Pressure. JAMA 289
hal: 2560-2571.
Kemenkes. (2017). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Situasi
dan analisis Lanjut Usia. Pusdatin. https://doi.org/10.1016/S0169-
409X(97)00122-1
kementerian kesehatan RI. (2018). Mencegah dan Mengontrol Hipertensi. Pusat
Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 3–4.
https://doi.org/10.1177/109019817400200403
Kohler. (2009). Self Management of Chronic Disease.Switzerland : Springer
Medizin Verlag Heidelberg.
Kumala, M. (2014). Peran Diet Dalam Pencegahan Dan Terapi Hipertensi.
Journal of Medicine; Vol.13 No.1 Hlm. 50–61.
Levine & Fodor. (2003). Buku Pintar Menanaklukkan Hipertensi. Jakarta :
Ladang Pustaka Media.
Lubis, M. (2013). Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan
Menjalankan Pengobatan pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Indrapura
Kabupaten Batubara. Skripsi S-1 Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
Maryam, Siti. 2008. “Menengenal Usia Lanjut dan Perawatannya”. Jakarta:
Salemba Medika
Maryam. (2012). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika:
Jakarta
Mujahidullah. (2012). Keperawatan Geriatrik Merawat Lansia dengan Cinta dan
Kasih Sayang. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. (2013). Manajemen Keperawatan. Isbn : 978-602-8570-73-2.
https://doi.org/10.1016/S0924-8579(02)00105-X
Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Penerbit Buku
4

Kedokteran EGC:Jakarta
Nwinee, J.P. (2011). Socio-Behavioral Self-Care Management Nursing Model.
West African Journal of Nursing; 22:91-98.
Osamar, P.E. (2015). Social Support and Management of Hypertension in South-
West Nigeria. Cardiovascular Journal of Africa.
Omisakin, F.D. & Ncama, B.P. (2011). Self, Self-Care and Self-Management
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jogjakarta : Nuha Medika.
PERKI. (2015). Pedoman Tata Laksana Hipertensi pada Penyakit
Kardiovaskuler. National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital :
Jakarta.
Peters-Bascombe. (2015). Self management of Hypertension : Among Residents of
St.Vincent and the Grenadines. Publisher :Xlibris. ISBN
13:9781514404447.
Riset Kesehatan Dasar. (2018). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas).
Setiadi. (2008). Konsep & Proses : Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha
ilmu.
Shen, Y., Peng, X., Wang, M. (2017). Family Member-Based Supervision of
Patients with Hypertension: a Cluster Randomized Trial in Rural China.
Journal of Human Hypertension.
Supardi, S & Rustika.(2013). Buku Ajar Metodologi Riset Keperwatan. Jakarta:
CV.Trans Info Media.
Tavares, R.S., Silva, D.M.G.V. (2013) The Implication Of Social Support In The
Lives of People With Hypertension ; 34(3):14-21.
Vassilev, I., Rogers, A., Kennedy, A., Koetsenruijter, J. (2014). The Influence of
Social Networks on Self- Management Support : a Metasynthesis ;14(1):1–
12. BMC Public Health.
Wassertheil-Smoller, S. et.al. (2004). Depression and Cardiovascular Sequelae in
Postmenopausal Women. The Women‟s Health Initiative (WHI) Arch Intern
Med;164(3):289–298.
WHO.(2015). What is Hypertension? http://www.who.int/features/qa/82/en/
World Health Organization. (2018). A Global Brief on Hypertension (Silent Killer
Global Public Health Crisis). Switzerland: World Health Organization.
5

Widyanto, C. F 2014. Keperawatan Komunitas Dengan Pendekatan


Praktis.Yogyakarta : Nuha Medika.
Wijaya, A.S & Putri,Y.M (2013). KMB 1 Keperawatan Medical Bedah
(Keperawatan Dewasa).Yogyakarta : Nuha Medika .
6

Lampiran

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian


Jadwal Kegiatan Penelitian
Nama : MIRZA RULLIA PUTRI
No.BP : 1511311016
Judul : Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Manajemen Perawatan Diri Pada Lansia Hipertensi Di Puskesmas Lubuk
Buaya Tahun 2019

Januari februari Maret April Mei Juni Juli


No. Kegiatanp
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul Penelitian
2 Acc Judul Penelitian
3 Penyusunan Proposal Penelitian
4 Persiapan Ujian Proposal
5 Ujian Seminar Proposal
6 Perbaikan Proposal Penelitian
7 Pelaksanaan Penelitian
8 Pengolahan dan Analisa Data
9 Penyusunan hasil penelitian
10 Ujian Skripsi
11 Perbaikan Hasil Ujian Skripsi
Penyusunan Hasil Penelitian dan
12
Pengadaan Skripsi
8
9

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian


10

Lampiran 3. Kartu Bimbingan Proposal


11

Lampiran 4. Kisi-Kisi Kuesioner


12

Lampiran 5. Lembar Permohonan Menjadi Responden

Kepada Yth,
Bapak/ Ibu Calon Responden
di
Tempat
Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Fakultas


Keperawatan Universitas Andalas semester VIII :

Nama : Mirza Rullia Putri

No BP : 1511311016

Akan mengadakan penelitian yang berjudul “Hubungan Dukungan Sosial

Keluarga dengan Manajemen Perawatan Diri Penderita Lansia


Hipertensi Di Puskesmas Lubuk Buaya Tahun 2019”.

Penelitian ini tidak akan merugikan Bapak/Ibu, karena kerahasiaan semua


informasi yang diberikan akan dijaga. Apabila Bapak/ Ibu menyetujui, dengan ini
saya memohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk menandatangani lembar persetujuan.

Atas perhatian dan kesediaan Bapak/ Ibu sebagai partisipan, saya ucapkan
terima kasih.

Padang, April 2019

Peneliti

Mirza Rullia Putri


13
14

2.5 Lampiran 6. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Setelah mendapatkan permohonan dan penjelasan dari yang bersangkutan, saya

yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia menjadi responden penelitian

yang dilakukan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas, yang bernama

Mirza Rullia Putri (No.BP 1511311016) dengan judul “Hubungan Dukungan Sosial

Keluarga dengan Manajemen Perawatan Diri PenderitaLansia Hipertensi di

Puskesmas Lubuk BuayaTahun 2019”.

Demikian persetujuan ini saya tanda tangani dengan sukarela tanpa paksaan dari

siapapun.

Padang, April 2019

Responden

(…………………….)
15
16

Lampiran 7. Kuesioner Penelitian


KUISIONER PENELITIAN

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN


MANAJEMEN PERAWATAN DIRI PADA PENDERITA LANSIA
HIPERTENSI DI PUSKESMAS ANDALAS PADANG 2019

No Responden (diisi oleh peneliti):

A. Data Demografi

Petunjuk pengisian :

Isilah data dibawah ini sesuai dengan kondisi anda saat ini dan berilah tanda
checklist (√) pada kotak yang disediakan pada masing – masing data berikut :

1. Inisial responden :

2. Usia : ……...tahun

3. Pendidikan : Tidak sekolah

SD

SMP

SMA/MK

Perguruan Tinggi
17

4. Jeniskelamin : Laki-laki

Perempuan

5. Pekerjaan : PNS Pegawai swasta

Wiraswasta Pensiunan

Ibu Rumah Tangga Lain-lain....


18

II. Kuisioner Dukungan

Sosial Keluarga

Petunjuk pengisian:

Jawablah setiap pernyataan yang tersedia dengan memberikan

tanda checklist (√) pada tempat yang telah disediakan. Tiap

pernyataan diisi dengan satu jawaban. Keterangan:

TP :Tidak Pernah

KD :Kadangkadang

SR :Sering

SL : Selalu

NO. Pernyataan TP KD SR SL
1 Keluarga saya mengusahakan dana yang
diperlukan untuk biaya pengobatan dan
perawatan saya
2 Keluarga memperhatikan setiap jenis makanan
yang saya konsumsi sesuai pengobatan saya

3 Keluarga menganjurkan saya untuk minum


obat secara teratur

4 Keluarga mengusahakan untuk menyediakan


obat-obatan hipertensi yang saya butuhkan

5 Keluarga saya mempunyai cukup waktu untuk


menemani saya berobat / kontrol
6 Keluarga saya memberikan pujian ketika saya
menjalankan pengobatan dengans ungguh –
19

sungguh

7 Keluarga membantu saya memecahkan setiap


masalah dan kendala dalam menjalankan
pengobatan
8 Keluarga membandingkan saya dengan orang
lain yang tidak teratur menjalankan
pengobatan sehingga membuat saya
termotivasi

9 Keluarga saya mengingatkan saya untuk


mematuhi anjuran dokter dan perawat (petugas
kesehatan)

10 Keluarga saya tanggap terhadap setiap masalah


yang saya alami selama dirawat di rumah

11 Keluarga memberikan saya informasi tentang


upaya-upaya dalam menjalankan pengobatan
dengan baik dan benar
12 Keluarga mengingatkan saya untuk membatasi
sumber natrium untuk saya konsumsi seperti
garam dapur, kacang-kacangan, biskuit, mi
instan
13 Keluarga mengingatkan saya untuk membatasi
minuman yang berkafein seperti kopi

14 Keluarga mengingatkan agar saya tidak


mengkonsumsi makanan yang mengandung
kolesterol seperti udang, daging, dll

15 Keluarga melarang saya mengkonsumsi


makanan yang banyak mengandung lemak

16 Perhatian dan dukungan dari keluarga


membuat saya termotivasi untuk menjalankan
pengobatan dengan sungguh–sungguh
20

17 Kedekatan dan kehangatan dalam keluarga


membuat saya merasa dicintai dan disayangi
sehingga saya merasa tenang dan termotivasi
dalam menjalankan pengobatan saya

18 Keluarga saya mendengarkan apa yang


menjadi keluh kesah saya selama menjalani
pengobatan
19 Keluarga memberikan semangat dan dukungan
ketika saya mulai malas mengikuti pengobatan
saya
20 Nasihat dan peringatan dari keluarga
memotivasi saya untuk mengontrol tekanan
darah saya

III. Kuisioner Perilaku Manajemen Diri Hipertensi

Petunjuk pengisian :

Kuesioner ini bertujuan untuk menilai seberapa sering Anda


melakukan aktifitas untuk mengontrol hipertensi dalamsatubulan
terakhir. Tidak ada jawaban benar atau salah. Karenanya, jawablah
secara jujur pada masing-masing pernyataan untuk
menggambarkan perilaku Anda yang sebenarnya dengan
memberikan tandachecklist(√) pada kolom yang sesuai.

Gunakan 5 pilihan jawaban sbb:

1= Tidak pernah (Saya tidak pernah


melakukan perilaku ini)

2= Jarang (Saya jarang melakukan perilaku


ini)
21

3= Kadang-kadang (Saya kadang-kadang


melakukan perilaku ini)

4= Selalu (Saya selalu melakukan perilaku ini)

N/A = Tidak dapat diterapkan = 0

No Perilaku Manajemen Diri Pada Hipertensi 1 2 3 4 N/A

1 Saya makan buah, sayur, gandum, dan kacang- √


kacangan lebih dari yang saya makan saat saya tidak
mengalami hipertensi.

Jika Anda menjawab (√) pada kolom 4,artinya Anda selalu makan
buah, sayur, gandum, dan kacang-kacangan lebih dari apa yang Anda
makan sebelum Anda didiagnosa hipertensi.

Berikan jawaban pada tiap pernyataan berikut sesuai dengan kondisi


yang nyata dalam hidup Anda.

NO Perilaku Manajemen Diri Pada Hipertensi 1 2 3 4 N/A

Integrasi Diri
1 Saya mempertimbangkanporsi dan pilihan
makanan ketika saya makan.

2 Saya makan buah, sayur, gandum, dan


kacang-kacangan lebih banyak dari yang
saya makan saat saya tidak mengalami
22

hipertensi.

3 Saya mengurangi makanan yang


mengandung lemak jenuh (misalnya keju,
minyak kelapa, daging kambing, dll)
semenjak didiagnosa hipertensi.

4 Saya memikirkan tekanan darah saya saat


memilih makanan.

5 Saya mencoba berhenti minum minuman


beralkohol.

6 Saya mengurangi jumlah makanan setiap


kali saya makan untuk menurunkan berat
badan.

7 Saya memilih makanan rendah garam.

8 Saya berolahraga untuk menurunkan berat


badan (misalnya jalan, jogging / lari, atau
bersepeda) sekitar 30-60 menit setiap hari.

9 Saya berpikir bahwa hipertensi adalah bagian


dari hidup saya.

10 Saya melakukan rutinitas saya sesuai dengan


hal-hal yang harus saya lakukan untuk
mengontrol hipertensi saya (misalnya
pekerjaan dan periksa ke dokter).

11 Saya sudah berhenti merokok/sudah mencoba


berhenti merokok
23

12 Saya mencoba mengontrol emosi saya


dengan mendengarkan musik,istirahat dan
berbicara dengan keluarga atau teman saya.

13 Saya tidak pernah menggunakan garam yang


berlebih untuk membumbui makanan
semenjak saya terkena hipertensi.

Regulasi diri
14 Saya mengetahui kenapa tekanan darah saya
berubah.
15 Saya mengenali tanda dan gejala tekanan
darah tinggi.

16 Saya mengontrol tanda dan gejala hipertensi


dengan tepat.

17 Saya mengenali tanda dan gejala tekanan


darah rendah.

18 Saya mengontrol tanda dan gejala hipotensi


(tekanan darah rendah) dengan tepat.

19 Saya menentukan tujuan saya untuk


mengontrol tekanan darah.

20 Saya membuat rencana tindakan untuk


mencapai tujuan saya mengontrol tekanan
darah.
21 Saya membandingkan tekanan darah saya saat
ini dengan tekanan darah yang saya targetkan
(inginkan).
24

22 Saya mengontrol keadaan yang mungkin


dapat meningkatkan tekanan darah saya.

Interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya


23 Saya mendiskusikan rencana pengobatan saya
dengan dokter atau perawat.

24 Saya memberikan masukan pada dokter


untuk mengubah rencana pengobatan jika
saya tidak bisa menyesuaikan diri dengan
rencana tersebut.

25 Saya bertanya pada dokter atau perawat


ketika ada hal-hal yang tidak saya pahami.

26 Saya membantu dokter atau perawat mencari


tahu kenapa tekanan darah saya tidak
terkontrol dengan baik
27 Saya mendiskusikan dengan dokter atau
perawat saat tekanan darah saya terlalu tinggi
atau rendah.

28 Saya bertanya pada dokter atau perawat


darimana saya bisa belajar lebih jauh tentang
hipertensi.

29 Saya meminta bantuan orang lain (misal


teman, tetangga atau pasien lain) terkait
hipertensi yang saya alami.

30 Saya meminta bantuan orang lain (misal


teman, tetangga atau pasien lain) untuk
25

membantu mengontrol tekanan darah saya.

31 Saya bertanya pada orang lain (misal teman,


tetangga atau pasien lain) apa cara yang
mereka gunakan untuk mengontrol tekanan
darah tinggi.

Pemantauan tekanan darah


32 Saya pergi ke dokter untuk mengecek tekanan
darah saya saat merasakan tanda dan gejala
tekanan darah tinggi.

33 Saya pergi ke dokter untuk mengetahui


tekanan darah saya saat saya merasa sakit.

34 Saya pergi ke dokter untuk mengecek tekanan


darah saya saat merasakan tanda dan gejala
tekanan darah rendah.

35 Saya mengecek tekanan darah saya secara


teratur untuk membantu saya membuat
keputusan manajemen diri.

Kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan


36 Saya sangat ketat dalam minum obat anti-
hipertensi.

37 Saya minum obat anti-hipertensi sesuai dengan


dosis yang diberikan dokter.
26

38 Saya minum obat anti-hipertensi dalam waktu


yang benar.

39 Saya periksa ke dokter sesuai dengan waktu


yang dijadwalkan.

40 Saya mengikuti saran dokter atau perawat


dalam mengontrol tekanan darah saya.
27

Lampiran 8. Curiculum Vitae

Curiculum Vitae

A. Biodata Pribadi
Nama : Mirza Rullia Putri
Tempat/tanggal lahir : Cirebon/ 15 Agustus 1997
Agama : Islam
Daerah Asal : Padang
Pekerjaan : Mahasiswi Fakultas Keperawatan UNAND
Status : Belum Menikah
Nama Ayah : Masrul (Alm)
Nama Ibu : Elidasni
Alamat : Jalan Lubuak Rayo RT 03 RW 04 Padang
Email : mirzarp01@gmail.com

B. Riwayat Pendidikan
1. TK Seroja Cirebon : 2002 - 2003
2. SD Negeri 46 Koto Panjang Padang : 2003 - 2009
3. SMP Negeri 16 Padang : 2009 - 2012
4. SMA Negeri 7 Padang : 2012 - 2015
5. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas : 2015 - Sekarang

Anda mungkin juga menyukai