Anda di halaman 1dari 91

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Proposal Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Kelulusan Diploma III Keperawatan Uniersitas An Nuur

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.X DENGAN FOKUS INTERVENSI


PENERAPAN FISIOTERAPI DADA TERHADAP
BERSIHAN JALAN NAFAS DENGAN ISPA
DI PUSKESMAS KARANG RAYUNG 1

Oleh :
ANIF INAROTUL ULYA
NIM : 2019012406

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
2022

i
HALAMAN PERSETUJUAN SIDANG PROPOSAL KTI

Proposal Karya Tulis Ilmiah oleh Anif Inarotul Ulya, NIM 2019012406 dengan
judul Proposal “ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. X DENGAN
FOKUS INTERVENSI PENERAPAN FISIOTERAPI DADA TERHADAP
BERSIHAN JALAN NAFAS DENGAN ISPA DI PUSKESMAS
KARANGRAYUNG 1”, telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Purwodadi, 11 Juli 2022

Mengetahui,
Pembimbing Utama Ka. Prodi D III Keperawatan

Meity Mulya S, S.Kep.,Ns.,M.Kes Wahyu Riniasih, S.Kep., Ns., M.Kep.


NIDN. 0610057102 NIDN. 0607028301

HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL KTI

ii
Proposal Karya Tulis Ilmiah oleh Anif Inarotul Ulya, NIM 2019012406 dengan
judul Proposal “ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. X DENGAN
FOKUS INTERVENSI PENERAPAN FISIOTERAPI DADA TERHADAP
BERSIHAN JALAN NAFAS DENGAN ISPA DI PUSKESMAS
KARANGRAYUNG 1”, telah dipertahankan didepan dewan penguji pada tangal
11 Juli 2022.

Dewan Penguji
Penguji I Penguji II

Nurulistyawan T.P,S.Kep.,Ns.,MNS. Meity Mulya S, S.Kep.,Ns.,M.Kes


NIDN. 0629118601 NIDN. 0610057102

Mengetahui,
Dekan Falkultas Sain dan Kesehatan Ka. Prodi D III Keperawatan

Suryani, S.Kep., Ns., M.Kep. Wahyu Riniasih, S.Kep., Ns., M.Kep.


NIDN. 0629107901 NIDN. 0607028301

KATA PENGANTAR

iii
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan proposal KTI ini dengan
judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. X DENGAN FOKUS
INTERVENSI PENERAPAN FISIOTERAPI DADA TERHADAP
BERSIHAN JALAN NAFAS DENGAN ISPA DI PUSKESMAS
KARANGRAYUNG 1”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal KTI ini penulis banyak
mengalami hambatan dan kesulitan. Oleh karena adanya bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak sehingga proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat
terselesaikan. Untuk ini perkenankan penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Ns. Purhadi,S.Kep.,M.Kep.Selaku Rektor Universitas An Nuur Purwodadi.
2. Ns. Suryani,S.Kep.,M.Kep. Selaku Kepala Fakultas Sains dan Kesehatan
Universitas An Nuur Purwodadi.
3. Ns. Wahyu Riniasih,S.Kep.,M.Kep. Selaku Kepala Program Studi DIII
Keperawatan Universitas An Nuur Purwodadi.
4. Ns. Meity MulyaS.S.Kep.,M.Kes. Selaku pembimbing dalam penyusunan
Tugas Akhir yang telah membantu memberikan petunjuk dan pengarahan
dengan sabar serta semangat dan dorongan untuk menyelesaikan proposal
Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Bapak Ibu dosen Universitas An Nuur Purwodadi yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
6. Kedua orang tua yang saya sayangi dan saya cintai yang selalu mendukung
dan mendoakan saya dalam meraih cita-cita.
7. Kakak dan dedek yang saya sayangi yang selalu memberi support dan
semangat kepada saya.
8. Sahabat-sahabat saya Dubski, Sitay, Geghi, Petty, dan Bella yang saya
sayangi dan selalu memberi support, motivasi, semangat serta dukungan
kepada saya.
9. Teman-teman seperjuangan DIII Keperawatan yang saling memberikan
semangat dan motivasi.
10. Last but not least, I wanna thank me, I wanna thank me for believeing in

iv
me, I wanna thank me for doing all this hard work, Iwanna thank me for
having no days off, I wanna thank me for never quitting, for just being me
at all times.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi tercapainya proposal ini yang lebih sempurna di kemudian hari.
Akhir kata penlis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan berperan serta dalam pembuatan proposal ini dari awal sampai
akhir. Semoga allah SWT meridhai segala usaha kita. Amin.

Purwodadi, 11 Juli 2022

Anif Inarotul Ulya


NIM. 2019012406

DAFTAR ISI

v
COVER............................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN SIDANG PROPOSAL.................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL KTI............................................. iii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan Karya Tulis Ilmiah.......................................... 4
D. Manfaat........................................................................................ 5
E. Sistematika Penulisan.................................................................. 6

BAB II KONSEP TEORI


A. Konsep Teori ISPA....................................................................... 7
B. Konsep Dasar Tumbuh Kembang................................................. 18
C. Konsep Dasar Fisio Terapi Dada.................................................. 35
D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan............................................ 40
E. Metodologi Penelitian................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 70
LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

vi
Gambar 2.1 Fisiologi Sistem Pernafasan.....................................................8

DAFTAR LAMPIRAN

vii
Lampiran 1 Surat Ijin Pengambilan Data Kampus
Lampiran 2 Surat Pengambilan Data Dinkes
Lampiran 3 Lembar Hasil Penelitian
Lampiran 4 Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 5 Lembar Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 6 Hasil Plagiarisme
Lampiran 7 Jadwal Penelitian
Lampiran 8 Lembar Konsul
Lampiran 9 Lembar Oponen

viii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit yang diderita oleh anak dan sering terjadi adalah

gangguan sistem pernapasan, beberapa penyakit gangguan pernapasan

diantaranya adalah ISPA, pneumonia, asma, dan TB. Pada kebanyakan

kasus gangguan pernapasan yang terjadi pada anak bersifat ringan, akan

tetapi sepertiga kasus mengharuskan anak mendapatkan penanganan

khusus (Pangesti & Setyaningrum, 2020).

Infeksi saluran pernapasan atas atau ISPA merupakan infeksi yang

disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri yang melibatkan organ saluran

pernapasan bagian atas diawali dengan masuknya bakteri : Haemophylus

influenza, streptococasus pneumonia, Escherichia coli, chalamidya

trachomati, clamidia pneumonia, mycoplasma pneumonia (Yanti,

Paradiksa, 2021). ISPA merupakan saluran pernapasan akut yang

disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia.

Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai

beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk dan sering nyeri

tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas

(Ervi Imaniyah, 2019)

ISPA sering terjadi pada anak balita, karena sistem pertahanan

tubuh anak masih rendah. Kejadian batuk pilek pada balita di Indonesia

1
2

diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, berarti seorang balita rata-rata

mengalami batuk pilek 3 sampai 6 kali dalam setahun. penyakit ISPA

dapat ditularkan melalui air ludah, bersin, dan udara pernapasan yang

mengandung kuman. Infeksi saluran pernapasan atas disebabkan oleh

virus dan sering terjadi pada semua golongan umur, tetapi ISPA yang

berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama

terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan lingkungan yang tidak bersih

(Novikasari et al., 2021).

Menurut World Health Organitation (WHO) bahwa kurang lebih

13 juta anak balita meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian

tersebut terdapat di negara berkembang Asia dan Afrika seperti : India

(48%), Indonesia (38%), Ethiopia (4,4%), Pakistan (4,3%), China (3,5%),

Sudan 1,5%), dan Nepal (0,3%). ISPA merupakan salah satu penyebab

utama kematian dengan membunuh kurang lebih 4 juta dari 13 juta anak

balita setiap tahun. Ketua Unit Kerja Koordinasi Respiratory Ikatan Dokter

Indonesia (IDAI) Nastiti Kaswandani menambahkan pada tahun 2016

WHO melaporkan hampir enam juta anak balita meninggal dunia dan 16%

dari jumlah tersebut disebabkan oleh ISPA (Putra & Wulandari, 2019).

Jumlah penduduk usia balita di kabupaten Grobogan pada tahun

2021 adalah sebanyak 141.644 serta perkiraan kasus balita yang terkena

ISPA sebanyak 5.733 kasus. Menurut data laporan kasus pada Puskesmas

Karangrayung I, data tahun 2021 memiliki angka kejadian ISPA selalu

menduduki peringkat 10 besar penyakit yang sering diderita masyarakat


3

setempat. Jumlah penderita ISPA mencapai 290 kasus pada balita usia 1-5

tahun (Dinas Kesehatan, 2021).

Manifestasi klinis ISPA adalah produksi lender berlebihan, berupa

dahak atau sputum yang jika menumpuk dapat membuat pernapasan tidak

efektif. Diagnose keperawatan yang ditegaskan dengan tanda dan gejala

tersebut adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas. Intervensi yang

dapat direncanakan untuk membersihkan jalan napas yaitu terapi

farmakologi dengan pemberian obat seperti antibiotic dan terapi nebulizer.

Terapi non farmakologi yang dapat diberikan yaitu pemberian fisioterapi

dada (Faisal & Najihah, 2019).

Fisioterapi dada adalah suatu cara yang sangat berguna bagi

penderita penyakit respirasi baik respirasi akut maupun kronis, yang

dilakukan dengan teknik postural drainage, perkusi, dan vibrasi yang

sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret serta memperbaiki

ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu dengan tujuan

untuk memlihara dan mengembalikan fungsi pernapasan dan membantu

mengeluarkan sekret dari bronkus untuk mencegah penumpukan sekret

dalam bronkus, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret sehingga dapat

memperlancar jalan napas (Yanti, Paradiksa, 2021).

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk

membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada

Anak Dengan Fokus Intervensi Penerapan Fisioterapi Dada Terhadap

Bersihan Jalan Napas Dengan ISPA“.dan penulis perlu untuk


4

mengetahui bagaimana pengaruh pemberian fisioterapi dada pada

pasein ISPA.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas “Bagaimana asuhan keperawatan

pada An.X dengan fokus intervensi penerapan fisioterapi dada terhadap

bersihan jalan napas dengan ISPA di Puskesmas Karangrayung I“?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Melihat aplikasi fisioterapi dada pada anak dengan ISPA.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian asuhan keperawatan

dengan ISPA di Puskesmas Karangrayung I.

b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa asuhan keperawatan

dengan ISPA di Puskesmas Karangrayung I.

c. Mampu mendeskripsikan intervensi asuhan keperawatan dengan

ISPA di Puskesmas Karangrayung I.

d. Mampu mendeskripsikan implementasi asuhan keperawatan

dengan ISPA di Puskesmas Karangrayung I.

e. Mampu mendeskripsikan hasil evaluasi asuhan keperawatan

dengan ISPA di Puskesmas Karangrayung I.

f. Mampu mendeskripsikan hasil dokumentasi asuhan keperawatan

dengan ISPA di Puskesmas Karangrayung I.


5

D. Manfaat Studi Kasus

1. Manfaat teoritis

Karya tulis ini diharapkan memberikan kontribusi dalam institusi

pendidikan khususnya dalam mempertimbangkan kompetensi

mahasiswa tentang penyusunan Asuhan Keperawatan dan pemberian

asuhan anak dengan ISPA.

2. Manfaat praktis

a. Manfaat bagi penulis

1) Menambah pengetahuan bagi penulis tentang pengaplikasian

fisioterapi dada pada anak dengan ISPA menggunakan asuhan

keperawatan.

2) Dapat memperoleh pengalaman nyata tentang metode

fisioterapi dada pada pasien anak dengan ISPA.

3) Dapat membandingkan antara teori dan praktik tentang

penerapan metode fisioterapi dada pada pasien anak dengan

ISPA.

b. Manfaat bagi institusi

1) Sebagai tambahan literature di bidang pendidikan khususnya di

bidang keperawatan dalam meningkatkan kualitas dimasa yang

akan datang.

2) Menambah referensi bagi perpustakaan sehingga dapat dibaca

oleh mahasiswa.
6

c. Manfaat bagi pembaca

Memberikan pengetahuan dan keterampilan pada pembaca tentang

penerapan metode fisioterapi dada pada pasien anak dengan ISPA.

E. Sistematika Penulisan

1. BAB I PENDAHULUAN berisi tentang latar belakang, perumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat, dan sistematika penulisan proposal

KTI.

2. BAB II KONSEP TEORI berisi tentang penjelasan teori, konsep

pengkajian, dan metodologi yang digunakan dalam pengumpulan data

penelitian.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori ISPA

1. Definisi

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut pada

saluran pernapasan atas atau bawah yang disebabkan oleh virus atau

bakteri yang berlangsung selama 14 hari (Sabila et al., 2021).

ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah

yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, tanpa atau

disertai parenkim paru. ISPA merupakan suatu kelompok penyakit

sebagai penyebab angka absensi tertinggi bila dibandingkan dengan

kelompok penyakit lain (Putra & Wulandari, 2019).

2. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan pada manusia adalah sistem menghirup oksigen

dari udara ke paru-paru dan mengeluarkan karbon dioksida dari paru-

paru ke udara. Pernapasan merupakan pertukaran O2 dan CO2 antara

sel- sel tubuh serta lingkungan .

7
8

Gambar 2.1 Anatomi sistem pernapasan

Anatomi sistem pernafasan (Joseph, 2021)

a. Rongga hidung

Merupakan gerbang utama keluar maupun masuknya

udara pada saat bernafas. Di dalam rongga hidung terdapat

rambut halus yang berfusngsi sebagai penyaring udara (Joseph,

2021).

b. Laring

Di laring terdapat pita suara. Pita suara tersebut akan

terbuka pada sat kita bernafas menutup saat menghasilkan suara.

Saat kita bernafas, udara akan melewatu dua pita suara yang

salaing berhimpit dan menimbulkan getaran. Getaran inilah yang

menghasilkan suara (Joseph, 2021).

c. Faring

Faring berfungsi sebagai penyalur udara dari hidung dan

mulut untuk disalurkan menuju trachea (Joseph, 2021).


9

d. Trakhea

Trakhea adalah bagian terpadu dari jalur pernapasan yang

memiliki fungsi vital yang berfungsi sebagai penghubung laring

ke bronkus di paru-paru. Panjang trakhea sekitar 10 cm dan

berdiameter sekitar 2,5 cm (Joseph, 2021).

e. Paru-paru

Paru- paru adalah sepasang organ yang terletak di dalam

tulang rusuk, masing masing berada di kedua sisi dada. Peran

utama paru- paru dalam sistem pernapasan adalah menampung

udara beroksigen yang dihirup dari hidung dan mengalirkan

oksigen tersebut ke pembuluh darah dan disebarkan ke seluruh

tubuh (Joseph, 2021).

f. Pleura

Paru- paru dilapisi oleh selaput tipis yang disebut Pleura.

Pleuru berfungsi sebagai pelumas untuk paru-paru saat

mengembang dan mengempis (Joseph, 2021).

g. Bronkiolus

Bronkiolus adalah sebagai cabang dari bronkus yang

berfungsi untuk menyalurkan udara dari bronkus ke alveoli.

Bronkus juga berfungsi untuk mengontrol jumlah udara yang

masuk dan keluar saat bernapas (Joseph, 2021).


10

h. Alveolus

Alveolus berfungsi sebagai tempat pertukaran oksigen

atau O2 dengan karbondioksida atau CO2 (Joseph, 2021).

3. Klasifikasi

Menurut (Halimah, 2019) mengklasifikasikan ISPA menurut

golongan dan umur :

a. ISPA berdasarkan golongannya:

1) Proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli) dinamakan pneumonia.

2) Bukan pneumonia meliputi batuk pilek biasa (common cold),

radang tenggorokan (pharyngitis), tonsilitisi dan infeksi

telinga (otomatismedia).

b. ISPA berdasarkan golongan umur:

1) Untuk anak usia 2-59 bulan :

a) Bukan pneumonia bila frekuensi pernapasan kurang dari

50 kali permenit untuk usia 2-11 bulan dan kurang dari 40

kali permenit untuk usia 12-59 bulan, serta tidak ada

tarikan pada dinding dada.

b) Pneumonia ditandai dengan nafas cepat (frekuensi

pernafasan sama atau lebih dari 50 kali permenit untuk

usia 2- 11 bulan dan frekuensi pernafasan sama atau lebih

dari 40 kali permenit untuk usia 12-59 bulan), serta tidak

ada tarikan pada dinding dada.


11

c) Pneumonia berat ditandai adanya batuk dan nafas cepat

(fastbreathing) serta tarikan dinding pada bagian bawah

kearah dalam (serverechestindrawing).

2) Untuk anak usia kurang dari dua bulan :

a) Bukan pneumonia bila frekuensi pernafasan kurang dari 60

kali per menit tidak disertai tarikan dinding pada dada.

b) Pneumonia berat bila frekuensi pernafasan sama atau lebih

dari 60 kali permenit (fastbreathing) atau ada tarikan

dinding dada tanpa nafas cepat.

4. Etiologi

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri,virus dan

riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain dari genus Streptokokus,

Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan

Korinebakterium dan virus penyebab ISPA antara lain adalah

golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus,

Mikoplasma, Herpesvirus (Pitriani, 2020).

ISPA yaitu infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme

distruktur saluran napas atas yang tidak berfungsi untuk pertukaran

gas, termasuk rongga hidung, faring dan laring, yang dikenal dengan

ISPA antara lain pilek, faringitis (radang tenggorokan), laringitis dan

influenza tanpa komplikasi (Fatmawati, 2018).

5. Patofisiologi

Ada 4 tahapan penyakitISPA menurut (Amalia, 2020):


12

a. Tahap prepatogenesis: penyebab telah ada tetapi belum

menunjukkan reaksi apa-apa.

b. Tahap inkubasi: virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.

Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan

sebelumnya rendah.

c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,

timbul gejala demam dan batuk.

d. Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh

sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis dan

meninggal akibat pneumonia.

Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia

luarsehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan

yangefektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi

maupunpartikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga

unsur alamiyang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel

mukosa dangerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi. Infeksi

bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya

telah rusak akiba tinfeksi yang terdahulu. Selain hal itu,hal-hal yang

dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah

asap rokok dan gas SO2(polutan utama dalam pencemaran udara),

sindroma imotil, pengobatandengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau

lebih). Makrofag banyak terdapatdi alveoli dan akan dimobilisasi ke

tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan


13

kemampuan makrofag membunuh bakteri,sedangkan alcohol akan

menurunkan mobilitas sel-selini.

Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi

inibanyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan

memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada

anak. Penderita yang rentan (imuokompkromis) mudah terkena infeksi

ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika

atau radiasi. Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan

hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.

6. Manifestasi Klinik

Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis,

nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/putih kental, nyeri

retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningka tantara4-7 hari

disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan

insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya

menunjukkan adanya penyulit (Suriani, 2018).

Tanda dan gejala ISPA sesuai dengan anatomi saluran pernafasan yang

terserang yaitu:

a. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas. Gejala yang sering

timbul yaitu pengeluaran cairan (discharge) nasal yang berlebihan,

bersin, obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis ringan, sakit

tenggorokan yang ringan sampai berat, rasa kering pada bagian


14

posterior palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, lesu,

batuk seringkali terjadi, dan terkadang timbul demam.

b. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Gejala yang

timbul biasanya didahului oleh gejala infeksi saluran pernafasan

bagian atasseperti hidung buntu, pilek, dan sakit tenggorokan.

Batuk yang bervariasi dari ringan sampai berat, biasanya dimualai

dengan batuk yang tidak produktif. Setelah beberapa hari akan

terdapat produksi sputum yang banyak; dapat bersifat mucus tetapi

dapat juga mukopurulen. Pada pemeriksaan fisik, biasanya akan

ditemukan suara wheezing atau ronkhi yang dapat terdengar jika

produksi sputum meningkat.

7. Komplikasi

Penyakit ini sebenarnya merupakan selflimiteddisease, yang sembuh

sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi

yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tubaeusthacii

dan penyebaran infeksi (Windasari, 2018)

a. Sinusitisparanasal

Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada

bayidan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum

tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri

tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris. Diagnosis

ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi

pada anak besar. Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan


15

gejala malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak

besar). Kadang-kadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala

hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen

dapat unilateral ataupun bilateral. Bila didapatkan pernafasan

mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa

sebab yangjelas perlu yang dipikirkan terjadinya komplikasi

sinusitis. Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan

memberikan antibiotic (Windasari, 2018).

b. Penutupan tubaeusthachii

Tubaeusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan

infeksi dapat menembus langsung kedaerah telinga tengah dan

menyebabkan otitis media akut (OMA). Gejala OMA pada anak

kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi

(hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam. Anak

sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau

memegang telinganya nyeri (pada bayi juga dapat diketahui

dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan menangis

keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah,

juga disertai muntah atau diare. Karena bayi yang menderita

batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga tengah

sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan sering

menyebabkan kejang demam, maka bayiperlu dikonsul kebagian

THT. Faktor-faktor OMA yang sering dijumpai pada bayi dan


16

anak adalah:

1) Tubaeustachii pendek, lebar dan lurus hingga merintangi

penyaluran sekret.

2) Posisi bayi anak yang selalu terlentang selalu memudah

perembesan infeksi juga merintangi penyaluran sekret.

3) Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi telinga

tengahwalau jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau

ke syarafpusat (meningitis).

b. Penyebaran infeksi

Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah

seperti laryngitis, trakeitis, bronkitis dan bronkopneumonia.

Selain itu dapat pula terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi

meningitispurulenta.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ISPA dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :

a. Non Farmakologis

Yaitu dengan mengistirahatkan pasien secara total lalu

pemberian fisioterapi dada dan mengajari cara batuk efektif serta

menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

b. Farmakologis

1) Pemberian obat antibiotik penisilin ditambah dengan

kloramfenikol 50- 70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik

yang memiliki spectrum luas seperti ampisilin, pengobatan ini


17

diberikan sampai bebas demam 4-5 hari. Antibiotik yang

direkomendasikan adalah antibiotik spectrum luas seperti

kombinasi beta laktam/klavulanat dengan aminoglikosid atau

sefalosporin generasi ketiga (Syarifudin, 2020)

2) Pemberian terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi O2,

terapi cairan dan, antipiretik. Agen antipiretik yang diberikan

kepada pasien adalah paracetamol. Paracetamol dapat diberikan

dengan cara di tetesi (3x0,5 cc sehari) atau dengan peroral/

sirup. Indikasi pemberian paracetamol adalah adanya

peningkatan suhu mencapai 38ºC serta untuk menjaga

kenyamanan pasien dan mengontrol batuk (Syarifudin, 2020).

3) Terapi nebulisasi menggunakan salbutamol diberikan pada

pasien ini dengan dosis 1 respul/8 jam. Hal ini sudah sesuai

dosis yang dianjurkan yaitu 0,5 mg/kgBB. Terapi nebulisasi

bertujuan untuk mengurangi sesak akibat penyempitan jalan

nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi mukus. Salbutamol

merupakan suatu obat agonis beta- 2 adrenegik yang selektif

terutama pada otot bronkus(Syarifudin, 2020).

c. Asuhan keperawatan

Penatalaksanaan asuhan keperawatan meliputi :

1) Mengistirahatkan pasien

2) Meningkatkan intake cairan

3) Memberikan penyuluhan sesuai penyakit


18

4) Memberikan kompres hangat bila demam

5) Memberikan tindakan fisioterapi dada

6) Mengajarkan batuk efektif

7) Mencegah infeksi lebih lanjut

B. Konsep Dasar Tumbuh Kembang

1. Definisi

Istilah tumbuh kembang pada anak adalah terdiri dari dua hal yang

berbeda namun saling berkaitan. Berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia (PMK RI) nomor 66 tahun 2014.

Pertumbuhan (growth) adalah Bertambahnya ukuran, jumlah sel,

organ, serta jaringan interselular maupun individu. Berarti

bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau

keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan juga

dengan berat. Sebagai contoh yaitu Anak bertambah besar bukan

karena fisik saja melainkan juga ukuran dan struktur organ tubuh serta

otak. Otak anak semakin tumbuh semakin terlihat kapasitasnya untuk

belajar lebih besar, mengingat, dan menggunakan akalnya semakin

meningkat. Anak tumbuh baik secara fisik maupun mental (Mujiastuti

et al., 2018).

Jadi pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses pertumbuhan dan

proses pematangan fisik dan setiap bagian tubuh itu mempunyai

perbedaan tempo kecepatan sesuai dengan pertumbuhan anak tiap

individu masing-masing. Sehingga pertumbuhan sangat erat kaitannya


19

dengan dimensi pada anak, karena pertumbuhan pada anak tersebut

dapat diukur dengan satuan panjang dan berat (Tinggi badan, Berat

badan, dan Indeks Masa Tubuh) (Sutarto, 2019).

Sedangkan definisi Perkembangan (development) adalah

Bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam

pola yang teratur dan dapat ditunjukkan sebagai hasil dari proses

pematangan/maturitas. Perkembangan juga menyangkut proses

deferensiasi sel tubuh, jaringan tubuh, dan sistem organ yang

berkembang sedemikian rupa sehingga masing masing dapat

memenuhi fungsinya. Termasuk juga dalam kemampuan

perkembangan kognitif yaitu bahasa motorik gerak kasar, gerak halus,

berbicara dan bahasa serta dalam bersosialisasi dan kemandiriannya.

Contoh perkembangan yang merupakan hasil proses kognitif seperti

Kemampuan memandang benda berwarna yang berayun di atas tempat

tidur bayi, merangkai satu kalimat yang terdiri dari dua kata ataupun

lebih, menghafalkan syair, membayangkan seperti apa rasanya menjadi

seorang bintang film, dan memecahkan permainan teka teki silang

(Sutarto, 2019).]

2. Ciri-ciri tumbuh kembang anak

Menurut (Pamungkas, 2019) Ada beberapa ciri tumbuh kembang ana

k sebagai berikut :

a. Manusia sudah mulai tumbuh dan berkembang sejak berada di da

lam Rahim. Dan dilanjutkan dengan proses menjadi anak serta de


20

wasa. Ada beberapa periode percepatan dan perlambatan sebagai

berikut

1) Pertumbuhan cepat terdapat masa janin.

2) Pertumbuhan cepat terjadi sekali pada tahun pertama kemud

ian secara terus menerus sampai usia 3-4 tahun.

3) Pertumbuhan berjalan lambat dan teratur sampai-sampai ma

sa akil balik.

4) Kemudian pertumbuhan cepat kembali saat masa akil balik.

5) Selanjutnya pertumbuhan kecepatanya akan menurun samp

ai waktu (sekitar usia 18 tahun) terhenti.

b. Terdapat adanya laju tumbuh kembang yang berkelainan diantara

organ-organ.

c. Tumbuh kembang ialah suatu proses yang dipengaruhi 2 faktor p

enentu yaitu factor genetik, yang merupakan faktor bawaaan dim

ana menunjukan potensi anak serta factor lingkungan yang merup

akan faktor penentu apakah faktor genetic (potensial) anak akan t

ercapai.

d. Pola perkembangan anak mengikuti arah perkembangan yang dis

ebut sefalokaudal (dari ujung kepala hingga ujung kaki) serta pro

ksimaldistal (menggerakan anggota gerak yang paling dekat deng

an pusat kemudian yang paling jauh).

3. Menurut (Nahriyah, 2017). Tahap-tahap Tumbuh Kembang Anak dan

Remaja meliputi :
21

a. Masa prenatal

1) Masa mudigah/embrio : konsepsi sampai 8 minggu

2) Masa janin/fectus : 9 minggu – lahir

b. Masa bayi : usia 0 – 1 tahun

1) Masa neonatal : usia 0 – 28 hari

a) Masa neonatal dini : 0 – 28 hari

b) Masa neonatal lanut : 0 – 7 hari

c) Masa pasca neonatal : 29 hari – 1 tahun

c. Masa pra sekolah : usia 1 – 6 tahun

d. Masa sekolah : usia 6 – 18/20 tahun

1) Masa pra remaja : usia 6 – 10 tahun

2) Masa remaja :

a) Masa remaja dini

1) Wanita. Usia 8 – 13 tahun

2) Pria. Usia 10 – 15 tahun

b) Masa remaja lanjut

1) Wanita. Usia 13 – 18 tahun

2) Pria. Usia 15 – 20 tahun

4. Faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang

Ada beberapa faktor pencetus tumbuh kembang pada anak seperti :

a. Faktor herediter

Merupakan faktor pertumbuhan yang dapat diturunkan yaitu jenis

kelamin, ras dan kebangsaan. Jenis kelamin di tentukan sejak awal


22

dalam kandungan (fase konsepsi) dan setelah lahir. Ras/suku

bangsa dapat mempengaruhi pertumbuhan danperkembangan anak.

Beberapa suku bangsa menunjukan karakteristik yang khas,

misalnya Suku Asmat di Irian Jaya secara turun temurun berkulit

hitam.

b. Faktor lingkungan

Menurut (Supartini, 2018), faktor lingkungan yang bisa atau dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah

lingkungan prenatal, lingkungan prenata anak meliputi :

1) Pengaruh prenatal

Lingkungan dalam uterus sangat besar pengaruhnya terhadap

perkembangan fetus sehingga dapat mempengaruhi kondisi

lingkungan yang ada dapat mempengaruhi kondisi lingkungan

yang ada dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan janin misalnya gangguan nutrisi karena ibu

kurang mendapat gizi yang adekuat.

2) Pengaruh budaya lingkungan

Budaya keluarga atau masyarakat akan mempengaruhi

bagaimana mereka memeresepkan dan memahami kesehatan

39 serta perilaku hidup sehat. Begitu juga keyakinan untuk

melahirkan dengan meminta pertolongan petugas kesehatan di

sarana kesehatan atau tetap memilih dukun beranak, dilandasi

oleh nilai budaya yang dimiliki.


23

3) Nutrisi

Telah disebutkan bahwa untuk pertumbuhan dan

perkembangan, anak membutuhkan zat gizi yang esensial

mencakup protein, lemak, mineral, vitamin dan air yang harus

dikonsumsi secara seimbang, dengan jumlah yang sesuai

kebutuhan pada tahapan usianya.

4) Iklim dan cuaca

Iklim tertentu dapat mempengaruhi status kesehatan anak,

seperti pada musim penghujan yang dapat menimbulkan

bahaya banjir dan dapat menimbulkan penyakit misalnya

penyakit diare penyakit kulit. Demikian juga dimusim kemarau

ketika sulit mendapatkan air bersih, angka kejadian seperti

diare akan meningkat. Maka dari itu masyarakat dapat

mengantisipasi kejadian tersebut dan melakukan tindakan

pencegahan.

5) Posisi anak dalam keluarga

Posisi nak sebagai anak tunggal, anak sulung, anak tengah, atau

anak bungsu akan mempengaruhi bagaimana pola anak tersebut

diasuh dan dididik dalam keluarga. Oleh karena itu, 40

kemampuan intelektual anak tunggal akan lebih cepat

berkembang dan mengembangkan harga diri yang positif. Anak

pertama biasanya mendapatkan perhatian penuh karena belum

ada saudara yang lain. Anak tengah diantara anak tertua dan
24

anak bungsu biasanya orang tua cenderung agak kurang peduli

dalam merawat anak dan sering kali membuat anak lebih

mandiri, tetapi kurang maksimal dalam pencapaian prestasi

dibandingkan anak pertama. Anak terkecil adalah anak yang

termuda usianya dalam keluarga dan biasanya mendaatkan

perhatian penuh dari semua anggota keluarga sehingga

membuat anak mempunyai kepribadian yang hanggat, ramah

dan penuh perhatian dari orang lain.

c. Faktor internal

Menurut (Pamungkas, 2019) Faktor internal yang mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan anak ada dua faktor sebagai

berikut :

1) Kecerdasan

Kecerdasan dimiki anak sejak ia dilahirkan. Angka yang

dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang rendah tidak akan

mencapai presentasi yang cemerlang walaupun stimulus yang

diberikan lingkungan demikian tinggi. Sementara anak yang

dilahirkan dengan tingkat kecerdasan tinggi dapat didorong

oleh stimulus lingkungan untuk berprestasi secara optimal.

2) Emosi

Orang tua terutama ibu adalah orang terdekat tempat anak

belajar untuk bertumbuh dan berkembang. Anak belajar dari

orang tua untuk dapat memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.


25

Dengan demikian apabila orang tua memberikan contoh

perilaku emosional seperti melempar sandal atau sepatu bekas

dipakai,membentak saat anak rewel, marah saat jengkel, anak

akan belajar untuk meniru perilaku orang tua tersebut. Anak

belajar menekspresikan perasaan dan emosionalnya dengan

meniru perilaku orang tuanya.

5. Tes DDST

a. Pengertian

Denver Development Screening Test (DDST) Merupakan sebuah

metode pengkajian yang dapat digunakan untuk menilai

perkembangan pada anak dengan umur 0 – 6 tahun (Padila et al.,

2019).

b. Manfaat

1) Menilai tingkat perkembangan anak yang sangat singkat

2) Menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan umurnya

3) Menilai tingkat perkembangan anak yang tidak menunjukkan

gejala adanya kelainan pada perkembangan

4) Memastikan dan membantu anak yang diduga mengalami

kelainan pada perkembangannya

c. Isi DDST

Isi DDST ini menilai perkembangan anak dalam 4 sektor,

diantaranya :
26

1) Kepribadian atau tingkah laku sosial (personal social)

Aspek yang berhubungan dengan kekmampuan mandiri,

bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan.

2) Gerakan motorik halus (fine motor adaptive)

Aspek yang berhubungan dengan anak untuk mengamati

sesuatu serta melakukan kegiatan yang melibatkan bagian-

bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil

tetapi memerlukan koordinasi yang baik dan cermat.

Contohnya adalah kemampuan untuk mencoret, menggambar,

menulis, melempar, menangkap bola dan lain-lain.

3) Bahasa (Language)

Bahasa adalah kemampuan untuk memberikan respon terhadap

suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. Bahasa

mencakup beberapa bentuk komunikasi apakah itu lisan, tulisan

dan bahasa isyarat, bahasa tubuh, pantomin, atau ekspresi

wajah.

4) Perkembangan motorik dasar (gross motor)

Aspek yang berhubungan dengan perkembangan pergerakan

dan sikap tubuh. Aktivitas pada motorik yang dapat mencakup

pada ketrampilan otot-otot besar seperti merangkak, berjalan,

berlari, berenang dan melompat.

d. Prosedur DDST II

Denver II dilakukan mulai 2 tahap yaitu :


27

1) Tahap I : Secara periodik dilakukan pada anak yang berumur 3-

4 bulan, 9-12 bulan, 5 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun.

2) Tahap II : Dilakukan pada anak yang dicurigai mengalami

suatu hambatan perkembangan pada tahap I, kemudian

diakukan evaluasi diagnostik yang lengkap.

e. Perkembangan Anak Balita Menurut DDST

Tumbuh kembang pada anak usia 3 tahun :

1) Motorik kasar

a) Mengendarai sepeda roda tiga

b) Berdiri pada satu kaki dalam beberapa detik

c) Naik dan turun tangga dengan kaki bergantian

d) Melompat jauh

e) Mecoba berdansa apabila mungkin belum seimbang

2) Kognitif

a) Berpakaian sendiri, dapat dibantu bila kancing beraa di

belakang

b) Mencocokan sepatu kiri atau kanan

c) Mengalami peningkatan rentang perhatian

d) Dapat menyiapkan makanan sederhana seperti susu

e) Makan sendiri

f) Dapat membantu mengatur meja

g) Mengeringkan piring tanpa pecah

h) Mengetahui jenis kelamin sendiri dan orang lain


28

i) Egosentrik dalam berpikir dan tingkah laku

j) Takut pada kegelapan

k) Mulai memahami waktu

l) Permainan paralel dan asosiatif : Mulai dari mempelajari

permainan sederhana, tetapi sering mengikuti aturannya

sendiri seraa mulai untuk berabagi

3) Motorik Halus

a) Membangun menara dari 9 – 10 kotak

b) Membangn jembatan dengan tiga kotak

c) Secara benar menempatkan biji-bijian ke dalam botol

berleher sempit

d) Menggambar meniru lingkaran, silang

4) Bahasa

a) Mempunyai perbendaharaan sekitar 900 kata

b) Menggunakan kalimat lengkap dari 3-4 kata

c) Bicara tanpa henti

d) Mengulang kalimat dari enam suku kata

e) Mengajukan banyak pertayaan

Tumbuh kembang pada anak usia 4 tahun :

1) Motorik kasar

a) Melompat dengan satu kaki

b) Menangkap bola dengan tepat

c) Melempar bola bergantian tangan


29

2) Kognitif

a) Sangat mandiri

b) Cenderung keras kepala dan tidak sabar

c) Agresif secara fisik dan verbal

d) Mendapat kebanggan dalam pencapaian

e) Memamerkan secara dramatis, menikmati pertunjukan

orang lain

f) Masih mempunyai banyak rasa takut

3) Motorik halus

a) Menggunakan gunting dengan baik untuk memotong

gambar

b) Dapat memasang sepatu tetapi tidak mampu mengikat

talinya

c) Dapat menggambar menyalin bentuk kotak, garis silang,

atau segitiga

4) Bahasa

a) Perbendaharaan sekitar 1.500 kata

b) Menggunakan kalimat lengkap 4-5 kata

c) Menceritakan cerita dengan dilebih-lebihkan

d) Mengetahui lagu sederhana

e) Menyebutkan satu atau lebih warna

f) Memahami analogi seperti ‘Bila es dingin, api ..’


30

Tumbuh kembang anak usia 5 tahun :

1) Motorik kasar

a) Melompat dengan kaki bergantian

b) Melempar dan menangkap bola dengan baik

c) Melompat ke atas

d) Bermain skate dengan keseimbangan yang baik

e) Berjalan mundur dengan tumit dan jari kaki

f) Keseimbangan pada kaki bergantian dengan mata tertutup

2) Kognitif

a) Kurang memberontak dibanding sewaktu usia 4 tahun

b) Lebih tenang dan berhasrat untuk menyalesaikan urusan

c) Mandiri tapi dapat dipercaya, tidak kasar, lebih

bertanggung jawab

d) Mengalami sedikit rasa takut, mengendalikan otoritas luar

untuk mengendalikan dunianya

e) Menunjukkan sikap lebih baik

3) Motorik halus

a) Mengikat tali sepatu

b) Menggunakan gunting, alat sederhana, atau pensil dengan

baik

c) Menggambar meniru gambar permata dan segitiga,

menambahkan 7-9 bagian dari gambar garis, mencetak

beberapa huruf, angka atau kata, seperti nama panggilan


31

4) Bahasa

a) Mempunyai perbendaharaan sampai 2.100 kata

b) Menggunakan kalimat dengan 6-8 kata

c) Menyebutkan empat atau lebih warna

d) Menggambar atau melukis dengan banyak komentar dan

menyebutkannya satu per satu

e) Mengetahui nama-nama hari dalam seminggu, bulan, dan

kata yang berhubungan dengan waktu lainnya.

6. Perkembangan psikologi anak

Menurut (Krismawati, 2018), perkembangan psikologi sosial anak

digunakan untuk anak usia 6-12 tahun, teori ini merupakan

perkembangan anak yang ditinjau dari aspek psikososial.

Perkembangannya selalu dipengaruhi oleh lingkungan sosial untuk

mencapai kematangan pribadi anak dan perkembangan psikososial

anak yaitu tahap rajin dan rendah diri terjadi pada umur 6-12 tahun

(sekolah) dengan perkembangan anak selalu berusaha untuk mencapai

suatu yang diinginkan atau prestasinya. Sehingga anak pada usia ini

rajin dalam melakukan suatu hal akan tetapi apabila harapan anak ini

tidak tercapai kemungkinan besar akan merasakan rendah diri.

Pada tahap ini anak membandingkan kemampuan dirinya sendiri

dengan teman sebayanya. Anak belajar mengenai keterampilan sosial

dan akademis melalui kompetisi yang sehat dengan kelompoknya,

keberhasilan yang diperoleh anak memupuk rasa percaya diri,


32

sebaliknya apabila anak menemui kegagalan maka terbentuklah

inferioritas.

Berikut adalah delapan tahapan perkembangan psikososial menurut

(Krismawati, 2018)

a. Tahap I : Trust versus Mistrust (0-1 tahun)

Dalam tahap ini, bayi berusaha keras untuk mendapatkan

pengasuhan dan kehangatan, jika ibu berhasil memenuhi kebutuhan

anaknya, sang anak akan mengembangkan kemampuan untuk

dapat mempercayai dan mengembangkan asa (hope). Jika krisis

ego ini tidak pernah terselesaikan, individu tersebut akan

mengalami kesulitan dalam membentuk rasa percaya dengan orang

lain sepanjang hidupnya, selalu meyakinkan dirinya bahwa orang

lain berusaha mengambil keuntungan dari dirinya.

b. Tahap II: Autonomy versus Shame and Doubt (l-3 tahun)

Dalam tahap ini, anak akan belajar bahwa dirinya memiliki kontrol

atas tubuhnya. Orang tua seharusnya menuntun anaknya,

mengajarkannya untuk mengontrol keinginan atau impuls-

impulsnya, namun tidak dengan perlakuan yang kasar. Mereka

melatih kehendak, tepatnya otonomi. Harapan idealnya, anak bisa

belajar menyesuaikan diri dengan aturan-aturan sosial tanpa

banyak kehilangan pemahaman awal mereka mengenai otonomi,

inilah resolusi yang diharapkan. Alwisol (2009:93) melanjutkan

bahwa apabila anak tidak berhasil melewati fase ini, maka anak
33

tidak akan memiliki inisiatif yang dibutuhkan pada tahap

berikutnya dan akan mengalami hambatan terus-menerus pada

tahap selanjutnya.

c. Tahap III : Initiative versus Guilt (3-6 tahun)

Pada periode inilah anak belajar bagaimana merencanakan dan

melaksanakan tindakannya. Resolusi yang tidak berhasil dari

tahapan ini akan membuat sang anak takut mengambil inisiatif atau

membuat keputusan karena takut berbuat salah. Anak memiliki

rasa percaya diri yang rendah dan tidak mau mengembangkan

harapan-harapan ketika ia dewasa. Bila anak berhasil melewati

masa ini dengan baik, maka keterampilan ego yang diperoleh

adalah memiliki tujuan dalam hidupnya.

d. Tahap IV: Industry versus Inferiority (6-12 tahun)

Pada saat ini, anak-anak belajar untuk memperoleh kesenangan dan

kepuasan dari menyelesaikan tugas khususnya tugas-tugas

akademik. Penyelesaian yang sukses pada tahapan ini akan

menciptakan anak yang dapat memecahkan masalah dan bangga

akan prestasi yang diperoleh. Keterampilan ego yang diperoleh

adalah kompetensi. Di sisi lain, anak yang tidak mampu untuk

menemukan solusi positif dan tidak mampu mencapai apa yang

diraih teman-teman sebaya akan merasa inferior.

e. Tahap V : Identity versus Identity Confusion (12-20 tahun)

Pada tahap ini, terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa
34

biologis seperti orang dewasa sehingga tampak adanya

kontraindikasi bahwa di lain pihak anak dianggap dewasa tetapi di

sisi lain dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa

stansarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual,

umur dan kegiatan. Peran orang tua sebagai sumber perlindungan

dan nilai utama mulai menurun. Adapun peran kelompok atau

teman sebaya tinggi. Apabila anak tidak sukses pada fase ini, maka

akan membuat anak mengalami krisis identitas, begitupun

sebaliknya.

f. Tahap VI: Intimacy versus Isolation (masa dewasa muda, 20-30

tahun)

Dalam tahap ini, orang dewasa muda mempelajari cara berinteraksi

dengan orang lain secara lebih mendalam. Ketidakmampuan untuk

membentuk ikatan sosial yang kuat akan menciptakan rasa

kesepian. Bila individu berhasil mengatasi krisis ini, maka

keterampilan ego yang diperoleh adalah cinta.

g. Tahap VII: Generativity versus Stagnation (masa dewasa

menengah, 30-65 tahun)

Pada tahap ini, individu memberikan sesuatu kepada dunia sebagai

balasan dari apa yang telah dunia berikan untuk dirinya, juga

melakukan sesuatu yang dapat memastikan kelangsungan generasi

penerus di masa depan. Ketidakmampuan untuk memiliki

pandangan generatif akan menciptakan perasaan bahwa hidup ini


35

tidak berharga dan membosankan. Bila individu berhasil mengatasi

krisis pada masa ini maka ketrampilan ego yang dimiliki adalah

perhatian, sedangkan bila individu tidak sukses melewatinya maka

akan merasa bahwa hidupnya tidak berarti.

h. Tahap VIII: Ego Integrity versus Despair (masa dewasa akhir, 65

tahun ke atas)

Pada tahap usia lanjut ini, mereka juga dapat mengingat kembali

masa lalu dan melihat makna, ketentraman dan integritas. Refleksi

ke masa lalu itu terasa menyenangkan dan pencarian saat ini adalah

untuk mengintegrasikan tujuan hidup yang telah dikejar selama

bertahun-tahun. Apabila individu sukses melewati faase ini maka

akan timbul perasaan puas akan diri, sedangkan apabila mengalami

kegagalan dalam melewati tahapan ini akan menyebabkan

munculnya rasa putus asa.

C. Konsep Dasar Fisioterapi Dada

1. Definisi

Bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan keadaan dimana

individu tidak mampu mengeluarkan secret dari saluran nafas untuk

mempertahankan jalan nafas dengan karakteristik dari bersihan jalan

nafas tidak efektif adalah batuk, dispnea, gelisah suara nafas abnormal

(ronchi), perubahan frekuensi nafas, penggunaan otot bantu nafas,

pernafasan cuping hidung, dan sputum dalam jumlah berlebihan

(Hidayatin, 2019)
36

Fisioterapi dada merupakan terapi non farmakologi untuk

mengeluarkan sputum atau sekret yang bisa dilakukan pada pasien

yang mengalami ketidakbersihan jalan napas. Teknik fisioterapi dada

yang dilakukan yaitu postural drainage, perkusi, dan vibrasi untuk

memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru terganggu

(Yanti, Paradiksa, 2021)

Berikut beberapa latihan/tindakan yang digunakan dalam rangka

mengatasi permasalahan yang sering dihadapi pasien peneuomia

menurut (Worjodiarjo, 2018) :

a. Postural drainage

Postural drainage merupakan salah satu tehnik yang digunakan

untuk mengalirkan sputum/ dahak yang berada di dalam paru agar

mengalir ke saluran pernapasan yang besar sehingga lebih mudah

untuk dikeluarkan. Tindakan ini dilakukan selama minimal 5 menit

untuk satu bagian lobus paru dan dilakukan pemeriksaan suara

paru terlebih dahulu untuk menentukan posisi yang tepat.

Dilakukan sehari sebanyak 2 kali pada pagi dan sore

hari(Worjodiarjo, 2018).

b. Perkusi

Teknik ini berupa tepukan yang ritmis dan terah ke bagian paru,

tujuannya adalah untuk menggetarkan paru sehingga bila ada

dahak yang lengket pada dinding saluran napas dapat terlepas dan

mengalir kesaluran napas yang lebih besar. Tapotemen biasanya


37

dilakukan bersamaan degan pemberian postural drainage. Tidak

semua kondisi paru boleh diberikan tapotemen / perkusi ada hal hal

perlu diperhatikan dalam pemberian tindakan ini diantaranya

adanya suara mengi/ wheezing karena dapat menyebabkan keluhan

sesak semakin bertambah jika tidak dilakukan secara tepat, batuk

darah karena dapat menambah perdarahan. Ritme yang teratur dan

frekuensi yang tepat menjadi hal yang harus dilakukan tidak

sekedar kerasnya tepukan yang diberikan ke dada baik dari depan

maupun dari belakang. Bila melakukan perkusi sebaiknya jumlah

tepukan mencapai 25 kali dalam 10 detik agar hasil lebih

maksimal, selama 5-8menit untuk tiap bagian dari paru paru

(Worjodiarjo, 2018).

c. Vibrasi

Vibrasi dengan menggetarkan sangkar dada, diberikan setelah

pemberian postural drainage dan aplikasi tapotemen, vibrasi

digunakan untuk meningkatkan dan mempercepat aliran sekret di

dalam paru. Vibrasi dilakukan pada saat pasien ekspirasi, dimana

sebelumnya pasien diminta tarik napas dalam kemudian saat

ekspirasi diberikan vibrasi sampai akhir ekspirasi. Dengan

frekuensi 4-5 kali getaran dilakukan selama 5 menit (Worjodiarjo,

2018).

d. Latihan Batuk efektif

Latihan batuk efektif digunakan untuk mengeluarkan dahak yang


38

sudah terkumpul ke saluran pernapasan yang besar, setelah

dilakukan prosedur postural drainase, tapotemen dan vibrasi. Batuk

efektif adalah tehnik batuk yang diharapkan dapat mengeluarkan

dahak, tidak seperti batuk pada umumnya batuk efektif terbukti

lebih bisa dan banyak mengeluarkan dahak. Bagaimanakah cara

melakukanannya, pertama ambil posisi duduk tegak atau berdiri,

kemudian tarik napas dalam sebanyak 3 kali kemudian bernapas

dengan pernapasan biasanya kemudian tarik napas dan batukkan

sebanyak 2 kali secara berturut turut tanpa ada jeda (dalam satu

kali tarik napas kemudian dibatukkan sebanyak 2 kali berturut turut

tanpa jeda) . Batuk dilakukan 2 kali berturut turut bertujuan untuk

melepaskan perlengketan sputum/dahak pada saluran pernapasan

dan batuk yang kedua ntuk mengeluarkan mukus dari paru paru.

Saat keluar dahak jangan lupa tutuplah mulut dengan sapu tangan /

tisu kemudian buang ke tempat sampah dan cuci tangan untuk

meminimalkan penularan(Worjodiarjo, 2018).

2. Tujuan

Tujuan dari fisioterapi dada adalah untuk memelihara dan

mengembalikan fungsi pernapasan serta membantu mengeluarkan

sekret dari bronkus untuk mencegah penumpukan sekret dalam

bronkus, memperbaiki pergerakan aliran sekret sehingga dapat

memperlancar jalan napas.


39

3. Prosedur

a. Alat : Stetoskop, handuk, bengkok, alas/perlak, baby oil, tisu,

handscrub.

b. Langkah-langkah :

1) Tahap pra interaksi

a) Melakukan verifikasi program pengobatan klien

b) Mencuci tangan

c) Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar

2) Tahap Orientasi

a) Memberi salam dan perkenalan

b) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada

keluarga/pasien

c) Menanyakan kesiapan pasien sebelum tindakan dilakukan

3) Tahap kerja

a) Mencuci tangan

b) Melakukan auskultasi paru untuk mengetahui letak secret

c) Memasang alas/perlak

d) Mengatur posisi sesuai posisi secret

e) Mengoles dan memijat daerah yang akan dilakukan

prosedur dengan menggunakan baby oil

f) Clapping dengan cara tangan perawat menepuk punggung

klien dengan benar

g) Vibrating daerah yang ada secret


40

h) Menampung lendir dalam bengkok berisi disinfektan

i) Membersihkan mulut klien dengan tisu

j) Memberi minum hangat susudah dilakukan prosedur

k) Mencuci tangan

4) Tahap terminasi

a) Mengevaluasi hasil tindakan (auskultasi)

b) Menjelaskan rencana tindak lanjut

c) Berpamitan dengan pasien dan keluarga

d) Membereskan alat

e) Mencuci tangan

f) Mencatat kejadian dalam lembar catatan keperawatan.

4. Hasil

Prosedur fisioterapi dada yang dilakukan selama 10 menit setiap

sesi dengan tindakan drainase postural, perkusi dada, getaran aspirasi

sekresi bermanfaat untuk menghilangkan adanya sesak. Setelah

dilakukan fisioterapi dada dapat mengalami peningkatan pada

pengeluaran sputum. teknik ini juga sangat efektif dalam perawatan

anak yang mengalami gangguan jalan napas tidak efektif.

D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan untuk mengumpulkan data dan

menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan klien

tersebut. Berikut merupakan pengkajian sebagai berikut.


41

a. Data Umum

1) Biodata: Meliputi, nama umur, jenis kelamin, alamat,

pendidikan, pekerjaan, register, agama, tanggal masuk, dll.

2) Keluhan utama: adanya batuk produktif, sesak napas, tidak mau

makan, dan gelisah.

3) Riwayat penyakit sekarang: anak tampak lemah, sesak nafas,

batuk produktif, demam

4) Riwayat penyakit dahulu: apakah ada riwayat infeksi saluran

pernapasan, pneumonia.

5) Riwayat kesehatan keluarga: apakah ada keluarga yang

menderita riwayat infeksi, TBC, pneumonia, dan infeksi

saluran nafas lainnya.

6) Riwayat Imunisasi: bila anak mempunyai kekebalan yang baik,

kemungkinan komplikasi yang ditimbulkan dapat dihindari.

7) Genogram, gambaran dari hubungan keluarga dan riwayat kese

hatan anak sekarang.

8) Riwayat sosial

kondisi pembawaan anak secara umum, dan keadaan

lingkungan rumah biasanya berdebu.

b. Pola Fungsional Menurut Gordon

1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan

Mengambarkan pola pemahaman klien tentang kesehatan, dan

kesejahteraan. Pengetahuan ibu tentang penyakit infeki saluran


42

pernapasan, adanya kebiasaan merokok di lingkungannya, dan

kondisi lingkungan sekitarnya apakah berdebu atau bersih serta

penyakit infeksi.

2) Pola nutrisi

Menggambarkan konsumsi relatif terhadap kebutuhan metabolik

suplai gizi meliputi: pola konsumsi makanan dan cairan,

keadaan kulit, rambut, kuku dan membran mukosa, suhu tubuh,

tinggi dan berat badan. Pada anak menderita infeksi saluran

pernapasan mengalami penurunan daya tahan tubuh,

menurunnya nafsu makan. Tidak mendapatkan ASI eksklusif

sehingga sistem imun rendah dari pada yang diberikan ASI

eksklusif. Pengkajian ABCD yang meliputi A (Antropometri), B

(Biochemical/biokimia), C (Clinical assesment/pemeriksaan

klinis), D (Diit).

3) Pola eliminasi

Mengambarkan pola defekasi klien dari frekuensi, kesulitan

BAB, kebiasaan, ada darah/tidak. Pola eliminasi urin dari segi

warna, bau, serta frekuensi.

4) Pola latiahn dan aktivitas

Menggambarkan pola aktivitas sehari-hari, pengisian waktu

senggang, rekreasi, kebersihan rutin, serta faktor-faktor yang

mempengaruhi pola aktivitas (seperti otot-saraf, respirasi, dan

sirkulasi).
43

5) Pola istirahat dan tidur

Menggambarkan pola tidur, istirahat, relaksasi dan setiap

perubahan pola tersebut.

6) Pola persepsi

Menggambangkan pola persepsi-sensori dan pola kognitif:

meliputi keadekuatan bentuk sensori (penglihatan, pendengaran,

perabaan, pengecapan, dan penghidu), pelaporan mengenai

persepsi nyeri, dan kemampuan fungsi kognitif.

7) Pola konsep diri

Menggambarkan bagaimana seseorang memandang dirinya

sendiri: kemampuan mereka, gambaran diri, peran diri dan

perasaan. Pada anak yang mengalami gizi kurang sangat mudah

50 untuk ,marah, terlihat lesu, bahkan dapat menangis secara

berlebihan.

8) Pola hubungan dan peran

Menggambarkan pola keterikatan peran dengan hubungan:

Pengetahuan ibu mempengaruhi kesehatan balita dengan pola

pengasuhan yang salah serta kurang perhatian dan kasih sayang

orang tua terhadap anak menyebabkan makanan anak tidak

terkontrol dengan baik.

9) Konsep reproduksi dan seksual

Pada anak-anak bagaimana dia mampu membedakan jenis

kelamin dan mengetahui alat kelaminnya.


44

10) Pola koping stress

Menggambarkan pola koping umum, dan keefektifan

keterampilan koping dalam mentoleransi suatu stress. Pada

biasanya terdapat perubahan status mental seperti cengeng,

rewel dan kadang apatis.

11) Pola nilai dan keyakinan

Menggambarkan pola nilai, tujuan atau kepercayaan (termasuk

kepercayaan spiritual) yang mengarahkan pilihan dan

keputusan gaya hidup.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe atau dari kepala ke kaki.

Pemeriksaan fisik meliputi :

a. Kaji keadaan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, dan postur tubuh.

b. Kaji tanda-tanda vital

Meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dan respiratory rate.

c. Kaji tinggi badan, berat badan, lingkar lengan, lingkar kepala, dan

lingkar dada.

d. Kaji kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, kesimetrisan, adanya lesi, keadaan rambut,

adakah pembesaran leher.

e. Kaji telinga klien

Kebersihan, sekkresi, dan pemeriksaan fungsi pendengaran.


45

f. Kaji mata klien

Konjungtiva, slera, pupil normal dapat menagkap cahaya.

g. Kaji bibir klien

Bbir kering, pucat

h. Kaji system integument

Biasanya balita mempunyai tugor kulit menurun, kulit tampak

kering dan kasar, kelembaban dan suhu kulit meningkat, tekstur

rambut dan kuku juga kasar.

i. Kaji sistem respirasi

Pernafasan balita mengalami sesak napas, terdapat retraki dada,

nyeri dada, adanya bunyi napas tambahanyaitu rinchi atau

wheezing.

j. Kaji sistem kardiovaskuler

k. Kaji sistem gastrointestinal

Kaji bising usus anak, adakah nyeri perut.

l. Kaji urinaria klien

Sistem perkemihan pada klien dengan infeksi saluran pernapasan

tidak mengalami gangguan.

m. Kaji musculoskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan,

cepet lelah, lemah dan nyeri.


46

n. Kaji neurologis

Adakah terjadi penurunan sensori, penurunan kesadaran, reflek

terlambat, kacau mental dan disorientas.

3. Pemeriksaan perkembangan

a. Tes DDST

Denver Development Screening Test (DDST) Merupakan sebuah

metode pengkajian yang dapat digunakan untuk menilai

perkembangan pada anak dengan umur 0 – 6 tahun (Padila et al.,

2019). Penilaian DDST anak usia 0-6 tahun

1) Kepribadian atau tingkah laku sosial (personal social)

2) Gerakan motorik halus (fine motor adaptive)

3) Bahasa (language)

4) gerakan motorik kasar (gross motor)

b. Pengkajian anak menurut Erikson

Menurut (Krismawati, 2018), perkembangan psikologi sosial anak

digunakan untuk anak usia 6-12 tahun, teori ini merupakan

perkembangan anak yang ditinjau dari aspek psikososial.

Perkembangannya selalu dipengaruhi oleh lingkungan sosial

untuk mencapai kematangan pribadi anak dan perkembangan

psikososial anak yaitu tahap rajin dan rendah diri terjadi pada

umur 6-12 tahun (sekolah) dengan perkembangan anak selalu

berusaha untuk mencapai suatu yang diinginkan atau prestasinya.


47

Berikut adalah tahapan perkembangan psikososial menurut

Erikson :

1) Tahap I : trust versus mistrust (0-1 tahun)

2) Tahap II :autonomy versus shame and doubt (1-3 tahun)

3) Tahap III : initiative versus guilt (3-6 tahun)

4) Tahap IV : industry versus inferiority (6-12 tahun)

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada penyakit ISPA antara lain :

a. Kultur swab tenggorokan pada faringitis bakterial, bertujuan untuk

mendeteksi adanya bakteri streptococus B-haemolyticus.

b. Roetgen

Menunjukkan adanya perselubungan homogen, penebalan mukosa

sedikitnya 4 mm, atau adanya air fluid kadar.

1) Waters (occipititimental) untuk melihat sinus fronalis dan

maksilaris

2) Caldwell (posteroanmental) untuk melihat sinus frontalis dan

etmodalis

3) Lateral untuk melihat sinus spenodialis dan adenoid.

c. CT-Scan sinus paranasal dapat memberikan gambaran yang lebih

akurat daripada rotgen, namun bukan pemeriksaan yang harus rutin

dilakukan.

d. Pemeriksaan mikrobiologi dengan bahan sekret hidung.


48

e. Pemeriksaan transluminasi untuk mengetahui adanya cairan di

sinus yang sakit (akan terlihat lebih suram daripada yang sehat)
49

5. Pathway

Invasi kuman

inflamasi Peradangan saluran pernapasan Perubahan


status
Memrangsang Kuman melepas endotoksin
pengeluaran zat-zat Kurang
seperti mediator kimia pengetahuan
bradikinim, serotinim, Merangsang tubuh untuk
orang tua
histamine, dan melepas zat pirogen oleh
prostaglandin leukosit
Stressor bagi
Hipotalamus kebagian orang tua tentang
Nocisepte
termoregulator penyakit
r
Spina cord
Suhu tubuh meningkat Koping tidak
efektif
thalamus
Hipertermi

Korteks cemas
Merangsang mekanisme
serebri
pertahanan tubuh terhadap
hospitalisasi
adanya mikroorganisme
Nyeri
Perubahan
Penumpukan sekresi mucus proses
Ketidakefektifa
pada jalan napas keluarga
n pola napas

Obstruksi jalan napas System imun


Suplai O2
menurun
kejaringan
menurun Ketidakefektifan
bersihan jalan napas Resiko
Penurunan infeksi
metabolisme sel

Intoleransi
aktivitas

Pathway ISPA Menurut (Windasari, 2018)


50

6. Diagnosa Keperawatan

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2016)

diagnosa yang muncul pada klien dengan ISPA, yaitu:

a. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0149)

Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi

jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.

b. Pola napas tidak efektif (D.0005)

Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan

ventilasi adekuat.

c. Hipertermi (D.0130)

Definisi : suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.

d. Intoleransi aktivitas (D. 0056)

Definisi : Ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas

sehari-hari.

e. Resiko infeksi ( D.0142)

Definisi : Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme

patogenik .

f. Nyeri akut (D.0077)

Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan.


51

7. Fokus Intervensi

Menurut SLKI (PPNI, 2018b) dan SIKI (PPNI, 2018)fokus intervensi

ISPA meliputi :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0149)

a. SLKI : Bersihan jalan napas (L.01001)

Definisi : kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi

jalan napas unruk mempertahankan jalan napas tetap paten.

a. Ekspektasi

Meningkat.

b. Kriteria hasil

a) Batuk efektif meningkat

b) Produksi sputum menurun

c) Mengi menurun

d) Wheezing menurun

e) Mekonium (pada neonatus) menurun

f) Dispnea membaik

g) Ortopnea membaik

h) Sulit bicara membaik

i) Sianosis membaik

j) Gelisah membaik

k) Frekuensi napas membaik

l) Pola napas membaik


52

b. SIKI : fisioterapi dada (I.01004)

Definisi : Memobilisasi sekresi jalan napas melalui perkusi,

getaran, dan drainase postural.

Tindakan

1) Observasi

a) Identifikasi indikasi dilakukan fisioterapi dada (mis.

Hipersekresi sputum, sputum kental dan tertahan, tirah

baring lama.

b) Identifikasi kontraindikasi fisioterapi dada (mis.

Eksaserbasi PPOK akut, pneumonia tanpa sputum

berlebih, kanker paru-paru)

c) Monitor status pernapasa ( mis. Kecepatan, irama, suara

napas, dan kedalaman napas)

d) Periksa segmen paru yang mengandung sekresi

berlebihan

e) Monitor jumlah dan karakter sputum

f) Monitor toleransi selama dan setelah prosedur

2) Terapeutik

a) Posisikan pasien sesuai dengan area paru yang

mengalami penumpukan sputum

b) Gunakan bantal untuk membantu pengaturan posisi

c) Laukan perkusi dengan posisi telapak tangan

ditangkupkan selama3-5 menit.


53

d) Lakukan vibrasi dengan posisi telapak tangan rata

bersamaan ekspirasi melaui mulut

e) Lakukan fisioterapi dada setidaknya dua jam setelah

makan

f) Hindari perkusi pada tulang belakang, ginjal, payudara

wanita, insisi, dan tulang rusuk yang patah

g) Lakukan penghisapan lender untuk mengeluarkan

sekret, jika perlu

3) Edukasi

a) Jelaskan tujuan prosedur fisioterapi dada

b) Anjurkan batuk segera setelah prosedur selesai

c) Ajarkan inspirasi perlahan dan dalam melalui hidung

selama proses fisioterapi

2. Pola napas tidak efektif (D.0005)

a. SLKI pola napas (L.01004)

Definisi : inspirasi dan/atau sekresi yang memberikan ventilasi

adekuat

1) Ekspektasi

Membaik

2) Kriteria hasil

a) Ventilasi semenit meningkat

b) Kapasitas meningkat

c) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat


54

d) Tekanan ekspirasi meningkat

e) Tekanan inspirasi meningkat

f) Dipnea menurun

g) Penggunaan otot bantu pernapasan menurun

h) Pemanjangan fase ekspirasi menurun

i) Ortopnea menurun

j) Pernapasan pursed-lip menurun

k) Pernapasan cuping hidung menurun

l) Frekuensi napas membaik

m) Kedalaman napas membaik

n) Ekskursi dada membaik

b. SIKI Pemantauan respirasi ( I.01014)

Definisi : mengumpulkan dan menganalisis data untuk

memastikan kepatenan jalan napas dan keefektifan pertukaran

gas.

Tindakan

1) Observasi

a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas.

b) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,

hiperventilasi, kussmeul, cheyne-etokes, biot,ataksik

c) Monitor kemampuan batuk efektif

d) Monitor adanya produksi sputum

e) Monitor adanya sumbatan jalan napas


55

f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

g) Auskultasi ibunyi napas

h) Monitor saturasi oksiegn

i) Minitor nilai (AGD)

j) Monitor hasil X-RAY thoraks

2) Terapeutik

a) Atur intervensi pemantauan respirasi sesuai komdidi

pasien

b) Dokumentasi penentuan thorak

3) Edukasi

a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

b) Iformasikan hasil pemantauan. Jika perluka

3. Hipertermia (D.0130)

a. SLKI : Termoregulasi (L.14134)

Definisi : Pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada

rentang normal.

1) Ekspektasi

Membaik

2) Kriteria hasil

a) Menggigil menurun

b) Kulit merah menurun

c) Kejang menurun

d) Konsumsi oksigen menurun


56

e) Pucat menurun

f) Takikardi menurun

g) Takipnea menurun

h) Hipoksia menurun

i) Suhu tubuh membaik

j) Suhu kulit membaik

k) Kadar glukosa darah membaik

l) Pengisian kapiler membaik

m) Ventilasi membaik

n) Tekanan darah membaik

b. SIKI : Manajemen Hipertermia (I.15506)

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu

tubuh akibat disfungsi termoregulasi.

Tindakan

1) Observasi

a) Identifikasi penyebab hipertermia

b) Monitor suhu tubuh

c) Monitor kadar elektrolit

d) Monitor komplikasi akibat hipertermia

2) Terapeutik

a) Sediakan lingkungan yang dingin

b) Longgarkan atau lepaskan pakaian

c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh


57

d) Lakukan pendinginan eksternal

e) Hindari pemberian antipirotik

f) Hindari pemberian aspirin

3) Edukasi

a) Anjurkan tirah baring

4) Kolaborasi pemberian cairan dan eklektrolit intravena, jika

perlu

4. Intoleransi aktivitas (D.0056)

a. SLKI : Toleransi aktivitas (L.05047)

Definisi : Respon fisiologis terhadap aktivitas yang

membutuhkan tenaga.

1) Ekspektasi

Meningkat

2) Kriteria hasil

a) Frekuensi nadi meningkat

b) Saturasi oksigen meningkat

c) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

meningkat

d) Kecepatan berjalan meningkat

e) Jarak berjalan meningkat

f) Kekuatan tubuh bagian atas meningkat

g) Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat

h) Toleransi dalam menaiki tangga meningkat


58

i) Keluhan lelah menurun

j) Dispnea saat aktivitas menurun

k) Dipnea setelah aktivitas aktivitas menurun

l) Perasaaan lemah menurun

m) Aritmia saat aktivitas menurun

n) Sianosis menurun

o) Warna kulit membaik

p) Tekanan darah membaik

q) Frekuensi napas membaik

b. SIKI : Mnajemen energy (I.05178)

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energy

untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan

proses pemulihan.

Tindakan

1) Observasi

a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan

kelelahan

b) Monitor kelelahan fisik dan emosional

c) Monitor pola dan jam tidur

d) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama aktivitas

2) Terapeutik

a) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus

(mis. Cahaya, suara, kunjungan)


59

b) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif

c) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

d) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat

berpindah atau berjalan

3) Edukasi

a) Anjurkan tirah baring

b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

c) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda gejala

kelelahan tidak berkurang

d) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

4) Kolaborasi

Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatan

asupan makanan.

5. Resiko infeksi (D.0142)

a. SLKI : Tingkat infeksi (L.14137)

Definisi : Derajat infeksi berdasarkan observasi atau sumber

informasi

1) Ekspektasi

Menurun

2) Kriteria hasil

a) Kebersihan tangan meningkat

b) Kebersihan badan meningkat

c) Nafsu makan meningkat


60

d) Demam menurun

e) Kemerahan menurun

f) Nyeri menurun

g) Bengkak menurun

h) Vesikel menurun

i) Sputum berwarna hijau menurun

j) Periode menggigil menurun

k) Kultur sputum membaik

l) Kadar sel darah putih membaik

b. SIKI : Manajemen imunisasi/vaksinasi (I.14508)

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pemberian

kekebalan tubuh secara aktif dan pasif.

Tindakan

1) Observasi

a) Identifikasi riwayat dan riwayatalergi

b) Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi (mis.

Reaksi anafilaksis terhadap vaksin sebelumnya dan atau

sakit parah dengan atau tanpa demam)

c) Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke

pelayanan kesehatan

2) Terapeutik

a) Berikan suntikan pada bayi di bagian paha anterolateral

b) Dokumentasikan informasi vaksinasi


61

c) Jadwalkan imunisasi pada interval yang tepat

3) Edukasi

a) Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi, jadwal,

dan efek samping.

b) Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah

(hepatitis B, BCG, difteri, tetanus, pertusis, H,

influenza, polio, campak, measles, rubela)

c) Informasikan imunisasi yang melindungi terhadap

penyakit namun saat ini tidak diwajibkan pemerintah

(mis. Influenza, pneumokokus)

d) Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus ( mis.

Rabies, tetanus)

e) Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak

berarti mengulang jadwal imunisasi kembali

f) Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi

nasional yang menyediakan vaksin gratis.

6. Nyeri Akut (D.0077)

a. SLKI : Tingkat Nyeri (L.08066)

Definisi : Pwngalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat

dan konstan.
62

1) Ekspektasi

Menurun

2) Kriteria hasil

a) Keluhan nyeri menurun

b) Meringis menurun

c) Sikap protektif menurun

d) Gelisah menurun

e) Kesulitan tidur menurun

f) Menarik diri menurun

g) Berfokus pada diri sendiri menurun

h) Ketegangan otot menurun

i) Pupil diatasi menurun

j) Mual menurun

k) Muntah menurun

l) Frekuensi nadi membaik

m) Pola nafas membaik

n) Tekanan darah membaik

o) Proses berfikir membaik

p) Fokus membaik

q) Fungsi berkemih membaik

r) Perilaku membaik

s) Nafsu makan membaik

t) Pola tidur membaik


63

b. SIKI : Manajemen Nyeri (I.08238)

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman

sensorik atau emsional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat

dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.

Tindakan

1) Observasi

a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas nyeri

b) Identifikasi skala nyeri

c) Identifikasi respons nyeri non verbal

d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan

nyeri

e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

2) Terapeutik

a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi

nyeri. Mis terapi musik, terapi pijat, kompres

hangat/dingin.

b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

c) Fasilitasi istirahat dan tidur

3) Edukasi

a) Jelaskan penyebab, pemicu nyeri

b) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri


64

c) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

d) Ajarkan teknik non farmakologis

e) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

8. Implementasi

Menurut Dion dan Betan (2018), Pelaksanaan keperawatan adalah

pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan secara langsung

kepada pasien. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap

implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif,

kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling

membantu, kemampuan tekhnik psikomotor, kemampuan melakukan

observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan,

kemampuan advokasi dan evaluasi. Tahap pelaksanaan keperawatan

meliputi: fase persiapan (preparation), tindakan dan dokumentasi.

9. Evaluasi

Menurut Dion dan Betan (2018) evaluasi keperawatan adalah tahap

akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan

sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan

atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi

dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan

keluarga. Evaluasi bertujuan untuk melihat kemampuan keluarga

dalam mencapai tujuan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu:


65

a. Evaluasi Formatif

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan

hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah

perawat mengimplementasikan rencanan keperawatan guna menilai

keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang

dikenal dengan istilah SOAP, yakni Subjektif (data berupa keluhan

klien), Objektif (data hasilpemeriksaan), Analisa data

(perbandingan data dengan teori), dan Planning (perencanaan).

b. Evaluasi Sumatif

Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah

semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi

sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan

keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan

pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir

layanan, menanyakan respon pasien dan keluarga terkait layanan

keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir pelayanan.

E. Metodologi

1. Jenis, Rancangan Penelitian dan Pendekatan

Jenis Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Jenis

penelitian kuantitatif research. Penelitian dengan pendekatan

kuantitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan

deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan


66

antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah

(hidayat, 2019).

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian studi kasus. Studi

kasus merupakan penelitian mengenai manusia (dapat suatu kelompok,

organisasi maupun individu) peristiwa, latar secara mendalam, tujuan

dari penelitian ini mendapatkan gambaran yang mendalam tentang

suatu kasus yang sedang diteliti. Pengumpulan datanya diperoleh dari

wawancara, observasi dan juga dokumentasi (hidayat, 2019).

Pada Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan metode pendekatan

penelitian Cross Sectional. Penelitian Cross Sectional adalah

Penelitian yang dilakukan dengan mengambil waktu tertentu yang

relatif pendek dan tempat tertentu. Dilakukan pada beberapa obyek

yang berbeda taraf. Cara pengambilan data variabel bebas dan variabel

tergantung dilakukan sekali waktu pada saat yang bersamaan.

Populasinya adalah semua responden baik yang mempunyai kriteria

variabel bebas dan variabel tergantung maupun tidak (harys, 2020).

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pasien secara individu yang menderita

ISPA.

3. Waktu dan Tempat

Waktu dan tempat akan dilaksanakan pada Juli 2022 di Puskesmas

Karangrayung 1 dengan berfokus pada satu pasien anak yang

mengalami ISPA.
67

4. Fokus Studi

Penelitian ini berfokus pada pengelolaan asuhan keperawatan pada

pasien anak yang mengalami ISPA dengan batasan usia 1-15 tahun

dengan melakukan tindakan memberika fisioterapi dada.

5. Instrumen Pengumpulan Data

Pada penelitian ini instrumen yang digunakan antara lain : TTV set

untuk menunjang data pada aspek fisik dan instrumen wawancara

dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu

dengan rencana/konsep penelitian pengkajian keperawatan anak

dengan pola fungsional menurut Gordon dan pemeriksaan fisik.

6. Metode Pengambilan Data

a. Data Primer

Data primer pada penelitian ini akan didapatkan dengan

cara wawancara pada klien dan keluarga secara langsung dengan

cara tanya jawab secara tatap muka antara peneliti dengan pasien

melalui wawancara, mengobservasi dengan melakukan

pengamatan menyeluruh paa sebuah kondisi tertentu dan dengan

studi dokumen tertulis berupa asuhan keperawatan. Menurut

(mahesa, 2022) Data primer yang dalam bahasa inggris disebut

primary datajuga dikenal sebagai data mentah yaitu dengan

pengumpulan data dilakukan melalui berbagai metode seperti

survei, observasi, pengujian fisik, kuesioner yang dikirim melalui

pos, kuesioner yang diisi dan dikirim oleh enumerator, wawancara


68

pribadi, wawancara telepon, kelompok fokus, studi kasus, dan lain

sebagainya.

b. Data sekunder

Data sekunder dari penelitian ini akan didapatkan dari data

Puskesmas, keluarga dan Rekam Medik Puskesmas Karangrayung

1. Data sekunder adalah data yang didapat dari catatan, buku,

jurnal, web, dan lain sebagainya. Data yang diperoleh dari data

sekunder ini tidak perlu diolah lagi. Sumber yang tidak langsung

memberikan data pada pengumpulan data.

7. Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan hal yang wajib dilakukan oleh peneliti

untuk melindungi hak-hak responden yang menjadi bagian dari

penelitian. Ada 3 jenis penelitian yang haruus diperhatikan antara lain :

a. Informed Consent

Merupakan sebuah persetujuan responden untuk ikut serta

sebagai bagian dalam penelitian. Lembar persetujuan ini bertujuan

agar responden mengetahui maksud tujuan dari penelitian. Apabila

responden menolak untuk menjadi bagian dari penelitian, maka

peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-haknya sebagai

responden.

b. Anonymity

Merupakan bentuk menjaga kerahasiaaan responden

dengan cara tidak mencantumkan identitas responden secara


69

lengkap mulai dari nama responden, nomor CM, alamat responden,

dan lain sebagainya tetapi peneliti akan memberikan inisial

responden.

c. Confidentiality

Yaitu sebuah usaha untuk menjaga kerahasiaan informasi

responden yang telah diberikan. Cara ini dilakukan dengan cara

menyimpan dalam bentuk file dan diberikan password. Selain itu,

data yang berbentuk hardcopy (laporan askep) akan disimpan di

ruang rekam medis rumah sakit/disimpa dalam bentuk dokumen

peneliti.
70

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, N. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ispa.


Dinas Kesehatan, G. (2021). Data ISPA dan Pneumonia tahun 2021.
Ervi Imaniyah, I. J. (2019). Determinan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) pada Balita. Enfermeria Clinica, 9, 1–8.
https://doi.org/10.1016/j.enfcli.2020.06.064
Faisal, A. M., & Najihah, N. (2019). Clapping dan Vibration Meningkatkan
Bersihan Jalan Napas pada Pasien ISPA. Jurnal Penelitian Kesehatan
“SUARA FORIKES” (Journal of Health Research “Forikes Voice”), 11(1),
77. https://doi.org/10.33846/sf11116
Fatmawati, T. Y. (2018). Analisis Karakteristik Ibu, Pengetahuan dan Kebiasaan
Merokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Kenali Asam
Bawah. vol 18, no.
Halimah. (2019). Kondisi Lingkungan Rumah Pada Balita Penderita Infeksi
Saluran Pernapasan (ISPA) di Desa Teke Kecamatan Palibelo Kabupaten
Bima. Jurnal Kesehatan Lingkungan (JKL), 10(2), 7–21.
harys. (2020). cross sectional.
hidayat, taufik. (2019). pembahasan studi kasus sebagai bagian metodologi
penelitian. UM purwokerto.
Hidayatin, T. (2019). pengaruh pemberian fisioterapi dada dan pursed lips
breathing (tiupan lidah) terhadap bersihan jalan nafas pada anak balita
dengan pneumonia. 11 n0.
Joseph, N. (2021). Mengenal Organ Dan Cara Kerja Sistem Pernapasan
Manusia. Hellosehat. https://hellosehat.com/pernapasan/sistem-pernapasan-
manusia/?amp=1hellosehat.com
Krismawati, Y. (2018). Teori Psikologi Perkembangan Erik H.Ericson dan
manfaatnya. Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen, 2.
mahesa, yusuf. (2022). perbedaan data primer dan data sekunder dalam
penelitian.
Mujiastuti, R., Abdussani, A., & Adharani, Y. (2018). SISTEM PAKAR UNTUK
TUMBUH KEMBANG ANAK MENGGUNAKAN METODE FORWARD
CHAINING. 1–12.
Nahriyah, S. (2017). Tumbuh kembang anak di era digital. Risalah, Jurnal
Pendidikan Dan Studi Islam, 4(1), 65–74.
71

https://doi.org/10.5281/zenodo.3552008
Novikasari, L., Safaat, I., & Furqoni, P. D. (2021). Pengabdian Terhadap
Masyarakat Pada Balita Menderita ISPA Menggunakan Terapi
Komplementer Fisiotrapi Dada. Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada
Masyarakat (Pkm), 4(2), 464–469. https://doi.org/10.33024/jkpm.v4i2.2833
70
Padila, P., Andari, F. N., & Andri, J. (2019). Hasil Skrining Perkembangan Anak
Usia Toddler antara DDST dengan SDIDTK. Jurnal Keperawatan Silampari,
3(1), 244–256. https://doi.org/10.31539/jks.v3i1.809
Pamungkas, A. Y. (2019). Asuhan keperawatan anak pada An.I dengan diagnosa
medis Dengue Haemoragic fever di Ruang Rawat Inap Anggrek RSUD
Soedjati soemodiardjo purwodadi. Universitas An Nuur Purwodadi.
Pangesti, N. A., & Setyaningrum, R. (2020). Penerapan Teknik Fisioterapi Dada
Terhadap Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada Anak Dengan
Penyakit Sistem Pernafasan. MOTORIK Journal Kesehatan
SekolahTinggiIlmuKesehatanMuhammadiyahKlaten, 15(2), 55–60.
http://ejournal.stikesmukla.ac.id/index.php/motor/article/view/63
Pitriani. (2020). Dasar Kesehatan Lingkungan.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
Putra, Y., & Wulandari, S. S. (2019). Faktor Penyebab Kejadian Ispa. Jurnal
Kesehatan, 10(1), 37. https://doi.org/10.35730/jk.v10i1.378
Sabila, I., Nusri, T. M., Fitriani, D., & Pinilih, A. (2021). Hubungan Lingkungan
Fisik Rumah Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita
di Puskesmas Sungailiat Kabupaten Bangka Tahun 2020.
Http://Ejournal2.Litbang.Kemkes.Go.Id/Index.Php/Spirakel/Article/View/
4668, 13(1), 1–9.
Supartini. (2018). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. In Jakarta. EGC.
Suriani, Y. (2018). Asuhan Keperawatan Pada An.R Dengan Gangguan ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji
Kecamatan Linggo Sari Baganti Kabupaten Pesisir Selatan. Pogram Studi
Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang,
13–17.
Sutarto. (2019). Lingkungan Pendidikan dalam Perspektif Al Quran Dan
Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak. Edukasi
Islami, 08(02), 287–308.
72

Syarifudin, A. (2020). Karya Tulis ilmiah Asuhan Keperawatan pada Anak


Dengan Bronkopneumonia oleh Intan Widya Pamamitha. 2507(February),
1–9.
Windasari. (2018). Asuhan KeperawatanKeluarga Tn. I Khususnya An. N Dengan
Kasus ISPA Di Desa Lipu Masagena Kec. Basala Kab. Konawe Selatan.
Tesis KTI Poltekes Kemenkes Kendari.
http://repository.poltekes-kdi.ac.id/640 diakses tangga 6 Juni 2022
Worjodiarjo, M. (2018). Peran fisioterapi dada dalam penanganan penyakit
obtruksi pada anak dalam kumpulan naskah temu ilmiah tahunan fisioterapi.
Jurnal Keperawatan.
Yanti, Paradiksa, S. (2021). Jurnal Keperawatan & Kebidanan Jurnal
Keperawatan & Kebidanan. Jurnal Keperawatan, 13(1), 213–226.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
LEMBAR PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN

Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang penelitian yang sedang


dilaksanakan oleh peneliti, dengan ini saya menyatakan diri untuk (BERSEDIA /
TIDAK BERSEDIA)* sebagai responden dalam penelitian.
Judul Penelitian : Asuhan Keperawatan Pada An. X Dengan Fokus Intervensi
Penerapan Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Nafas
Dengan Ispa Di Puskesmas Karangrayung 1
Nama : Anif Inarotul Ulya
NIM : 2019012406
Institusi : Prodi DIII Keperawatan Universitas An Nuur
Saya mengerti bahwa resiko yang ditimbulkan dari penelitian ini adalah kecil.
Namun demikian saya berhak mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa ada
sanksi atau kehilangan hak. Saya mengerti bahwa catatan penelitian ini
dirahasiakan dan dijamin selegal mungkin. Semua berkas yang mencamtumkan
identitas saya akan dihilangkan dan semua jawaban dari saya hanya akan
digunakan untuk keperluan secara sukarela dan tidak ada paksaan dari pihak
manapun, saya bersedia berperan dalam penelitian ini.

Purwodadi, 11 Juli 2022

(Responden)

Keterangan:
*coret yang tidak perlu
Lampiran 5
SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada
Yth. Calon Responden
Di tempat
Dengan Hormat,
Saya bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Program Studi DIII
Keperawatan Universitas An Nuur :
Nama : Anif Inarotul Ulya
NIM : 2019012406
Prodi : Program Studi DIII Keperawatan
Alamat : Plosorejo Rt 08/Rw 03, Godong-Grobogan
Saat ini sedang mengadakan penelitian dengan judul “Asuhan Keperawatan
Pada An. X Dengan Fokus Intervensi Penerapan Fisioterapi Dada Terhadap
Bersihan Jalan Nafas Dengan Ispa Di Puskesmas Karangrayung 1”.
Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bapak/ Ibu
sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja. Jika Bapak/ Ibu tidak bersedia
untuk menjadi responden, maka diperbolehkan untuk tidak ikut berpartisipasi
dalam penelitian ini. Apabila selama pengambilan data terdapat hal-hal yang tidak
diinginkan maka Bapak/ Ibu berhak untuk mengundurkan diri. Apabila Bapak/
Ibu menyetujui, maka saya mohon kesediaannya untuk menandatangani lembar
persetujuan untuk menjadi responden penelitian ini.

Purwodadi, 11 Juli 2020

Hormat Saya,

Anif Inarotul Ulya


NIM. 2019012406
Lampiran 6
80

Lampiran 7

JADWAL PENELITIAN

Bulan
No Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli

1 Pengajuan Tema

3 Studi pendahuluan

4 Penyusunan proposal

5 Ujian Proposal

6 Revisi ujian proposal

7 Perijinan penelitian

8 Pengambilan data

9 Penyusunan laporan hasil

10 Sidang KTI

11 Pengumpulan dokumen
Lampiran 8
Lampiran 9

Anda mungkin juga menyukai